BAB I PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada 200 tahun sebelum masehi, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyaki tersebut dengan diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ketempat lain. Dia menggambarkan penyakit itu sebagai melelehnya daging dan tungkai kedalam urine. Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Oleh karena itu, sejak itu nama penyakit tersebut ditambah dengan kata mellitus yang berarti madu atau manis. Kemudian pada tahun 1921 ditemukan insulin oleh seorang ahli bedah muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best yang mulai mengubah dunia dalam penanganan penyakit diabetes mellitus. 1 Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. DM dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala- gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. 2 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada 200 tahun
sebelum masehi, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyaki tersebut
dengan diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari
satu tempat ketempat lain. Dia menggambarkan penyakit itu sebagai melelehnya daging dan
tungkai kedalam urine. Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan
gula. Oleh karena itu, sejak itu nama penyakit tersebut ditambah dengan kata mellitus yang
berarti madu atau manis. Kemudian pada tahun 1921 ditemukan insulin oleh seorang ahli bedah
muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best yang mulai mengubah dunia dalam
penanganan penyakit diabetes mellitus.1
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. DM dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang
menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian
orang tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.2
Klasifikasi utama DM adalah DM tipe 1 dan DM tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 biasanya
terjadi pada anak-anak (<40 tahun) dan meliputi 5% dari seluruh kasus sedangkan DM tipe 2
biasanya terjadi pada usia paruh baya (>40 tahun) dan meliputi 95% dari seluruh kasus.1 DM tipe
1 adalah kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan
hiperglikemia kronis. Keadaan tersebut disebabkan kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses
autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti.4
Di seluruh penjuru dunia jumlah penyandang Diabetes mellitus terus mengalami
peningkatan. Demikian pula jumlah penyandang DM tipe 1 terus meningkat. Di Amerika Serikat
pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186 300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang
DM tipe 1 atau tipe 2. Angka tersebut sama dengan 0,2% penduduk Amerika pada kelompok
umur tersebut. Di Finlandia, tidak sulit menemukan DM tipe 1 karena angka kejadiannya
dilaporkan paling tinggi di dunia, sedangkan Jepang memiliki angka paling rendah. Di Indonesia
1
jumlah pasti penyandang DM tipe 1 belum diketahui meskipun angkanya dilaporkan meningkat
cukup tajam akhir-akhir ini. Sebagai gambaran saja, jumlah anak DM tipe 1 dalam Ikatan
Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja (IKADAR) jumlahnya sudah mencapai 400-an orang.
Karena belum banyaknya jumlah DM pada anak yang ditemukan di Indonesia, maka orang tua
dan dokter sering tak waspada dengan penyakit tersebut. Banyak orang tua bahkan tidak percaya
anaknya menyandang DM dan baru menyadari saat sakitnya sudah cukup berat.
Dalam perjalanan penyakit DM dapat menimbulkan bermacam-macam komplikasi yaitu
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek antara lain
hipoglikemi dan ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat dijumpai pada saat diagnosis
pertama DM tipe 1 atau pasien lama akibat pemakaian insulin yang salah. Risiko terjadinya
KAD meningkat antara lain pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek, riwayat KAD
sebelumnya, masa remaja, pada anak dengan gangguan makan, keadaan sosio-ekonomi kurang,
dan tidak adanya asuransi kesehatan. Komplikasi jangka panjang terjadi akibat perubahan
mikrovaskular berupa retinopati, nefropati, dan neuropati. Retinopati merupakan komplikasi
yang sering didapatkan, lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe 1 yang telah menderita lebih
dari 8 tahun.5
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam
etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau
gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan DM tipe-1 adalah kelainan sistemik
akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun
idioptaik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti..4,6
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian diabetes mellitus tipe 1 di USA adalah sekitar 1 dari 1.500 anak (pada anak usia
5 tahun) dan sekitar 1 dari 350 anak (pada usia 18 tahun). Puncak kejadian diabetes mellitus tipe
1 adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan
perempuan sama. Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi Finlandia, Denmark serta
Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk. Insiden di
Amerika Serikat adalah 12-15/100.000 penduduk/tahun, di Afrika 5 / 100.000 penduduk/tahun,
di Asia TImur kurang dari 2 / 100.000 penduduk/tahun.7
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data nasional untuk
penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi Anak PP IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah
sekitar 200-an anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi sekitar 580-an pasien pada tahun
2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada kemungkinan anak
dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum
semua pasien DM tipe 1 yang dilaporkan. Data anak dengan DM di Subbagian endokrinologi
anak IKA FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2008 – 2010 adalah sebanyak 11
penderita DM dengan 4 orang meninggal karena KAD ( semuanya DM tipe 1).7
3
2.3 Etiologi
Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi
atau lingkungan, yaitu racun, virus, dan makanan.
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan
cytomegalovirus) dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut:
1. Hipotesis sinar matahari
Teori hipotesis sinar matahari menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam
ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan
mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D
memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin. Berkurangnya kadar
vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.8
2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"
Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana kita
menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan hipersensitivitas autoimun,
yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam
4
penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba
dan virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit
reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa
"pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk pencegahan tipe 1
diabetes.9
3. Hipotesis Susu Sapi
Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6
bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan
meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari.
Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta
pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka terhadap
susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri
yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1.10
2.4 Patofisiologi
DM tipe 1 disebut juga sebagai insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) atau juvenile
diabetes. Dalam kasus ini diperlukan insulin pengganti untuk menjaga kadar gula darah normal.
Kasus ini bisa terjadi pada usia berapa saja namun paling sering terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda dengan puncak insiden sebelum usia sekolah dan pubertas. DM tipe 1 paling sering
dimediasi oleh proses autoimun (± 90% kasus), atau oleh penyebab idiopatik (± 10% kasus) yang
menyebabkan destruksi sel-sel beta pankreas. Kecepatan destruksi sel beta tersebut bervariasi
pada masing-masing penderita. Penderita DM tipe 1 memiliki risiko yang lebih besar untuk
mengalami ketoasidosis.12
Pada penyakit ini terjadi kelainan katabolik dimana tidak ada insulin yang bersirkulasi,
glukagon plasma meningkat, dan sel beta pankreas gagal merespon semua stimuli insulinogenik.
Insulin eksogen dapat membalikkan kondisi katabolik, mencegah ketosis, menurunkan
hiperglukagonemia dan menurunkan gula darah. Tipe ini dibagi lagi menjadi 2 subtipe, yaitu: 12
a. Immune-mediated type 1 diabetes mellitus (type 1A)
5
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang
dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu
respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel β-pankreas. Faktor ekstrinsik yang
diduga mempengaruhi fungsi sel β-pankreas meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus,
seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang
bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang
disensitisasi. Gen yang berhubungan dengan lokus HLA berperan dalam 40% dari risiko
genetik tersebut. Gen lain yang berperan dalam 10% risiko genetik pada subtipe ini telah
ditemukan pada region polimorfik 5’ dari gen insulin. Region tersebut mempengaruhi
ekspresi gen insulin pada thymus dan menimbulkan deplesi insulin-specific T lymphocytes.
16 region genetik lain yang berhubungan dengan penyakit ini juga telah ditemukan namun
peranannya masih belum jelas. Gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem
imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon
autoimun terhadap sel-sel pulaunya (pulau-pulau Langerhans) sendiri atau yang dikenal
dengan istilah autoregresi.11,12
Pada fase awal terjadi insulitis (infiltrasi limfositik pada pulau Langerhans), diikuti oleh
apoptosis sel beta. Kebanyakan pasien dengan DM tipe 1 memiliki antibodi terhadap islet
cells (ICA), insulin (IAA), glutamic acid decarboxylase (GAD65), dan tyrosine
phosphatases (IA-2 and IA2-). Deteksi antibodi tersebut telah digunakan untuk screening
adanya penyebab autoimun dari diabetes, terutama pada saudara kandung dari penderita, dan
orang dewasa dengan gambaran atipikal dari DM tipe 2. Kadar antibodi tersebut menurun
seiring dengan peningkatan durasi penyakit dan dengan terapi insulin. Beberapa pasien
dengan gejala DM tipe 1 yang lebih ringan pada awalnya memiliki sel beta dengan fungsi
yang cukup untuk menghindari ketosis, namun seiring dengan menurunnya massa sel beta,
ketergantungan akan insulin akan timbul. Bentuk yang lebih ringan ini disebut sebagai latent
autoimmune diabetes of adulthood (LADA).12
b. Idiopathic type 1 diabetes mellitus (type 1B)
Pada kurang dari 10% kasus, tidak ditemukan adanya autoimunitas terhadap sel beta
pankreas yang dapat menjelaskan timbulnya insulinopenia dan ketoasidosis. Grup ini
6
merupakan minoritas yang kebanyakan berasal dari Asia atau Afrika. Belakangan terdapat
penelitian yang menemukan bahwa sekitar 4% dari orang Afrika Barat yang menderita
diabetes dengan kerentanan terhadap ketosis mengalami mutasi homozigot dari gen PAX-4
(Arg133trp) yang berperan dalam perkembangan pancreatic islets.12
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis
apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau
kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama
sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan
glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis
(pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis
merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan
counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan
pengambilan protein, trigliserida, asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu.
Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan keton
bodies. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke
dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl, ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari
glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik
dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama
natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air
(polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa lapar dan
peningkatan asupan makanan (polifagia).11
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga
terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika
hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme
yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena
itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis,
dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.11
7
2.5 Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines tahun 2009, yaitu :
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum Nampak karena baru ada proses
destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetic tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-
pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi
mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi sekitar
90% kerusakan sel β-pankreas. Karena insulin sangat kurang, maka kadar gula daraj akan
tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis
osmotic. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui
urin (polyuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke dalam
sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada
periode ini penderita memelurkan insulin dari luar agar gula darah di uptake ke dalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa sel
β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh
sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang
dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa
dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi pada orang tua bahwa
periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
4. Periode kertergantungan insulin yang menetap
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
8
2.6 Diagnosis
Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah kapiler < 126 mg/dL (7
mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan glukosa darah. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu
kriteria sebagai berikut14:
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia, berat badan yang menurun, dan
kadar glukasa darah sewaktu >200 mg/ dL (11.1 mmol/L).
2. Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL
atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang
terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.
Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan untuk
mendiagnosis DM tipe-1, karena gambaran klinis yang khas. Indikasi TTG pada anak adalah
pada kasus-kasus yang meragukan yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM,
namun pemeriksaan kadar glukosa darah tidak menyakinkan. Dosis glukosa yang digunakan
pada TTG adalah 1,75 g/kgBB (maksimum 75 g). Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam
200- 250 ml air) dalam jangka waktu 5 menit. Tes toleransi glukosa dilakukan setelah anak
mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan anak
puasa semalam menjelang TTG dilakukan. Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan, aktifitas
fisik anak tidak dibatasi. Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari- hari. Sampel glukosa
darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60 dan 120. Penilaian hasil tes
toleransi glukosa yaitu14:
1. Anak menderita DM apabila:
- Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau
- Kadar glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila:
- Kadar glukosa darah puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan
- Kadar glukosa darah pada jam ke 2: 140-199 mg/dL (7,8-11 mmol/L)
3. Anak dikatakan normal apabila :
9
- Kadar glukosa darah puasa (plasma) <110 mg/dL (6,7 mmol/L) dan
- Kadar glukosa darah pada jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11 mmol/L)
Gambar 1. Skema langkah-langkah diagnosis DM13
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu C-
peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu penanda banyak sel β-pankreas yang
masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet Cell Autoantibodies