-
BAB I
PENDAHULUAN
Sudah sejak lama Eustachius menjelaskan tentang anatomi tuba
eustakhius,
dan pemahaman fungsinya pada telinga tengah.1 Hubungan secara
anatomi antara
ruang telinga tengah dan nasofaring kemudian diketahui namun
peranan dari tuba
masih belum jelas diketahui. Hubungan ini pada awalnya diduga
merupakan
bagian organ dari sistem pernafasan, namun dari pengamatan
selanjutnya
diketahui bahwa tuba ini mempunyai peranan yang sangat vital
pada cavum
timpani, membran timpani dan telinga tengah secara
keseluruhan.1
Kemudian beberapa ahli THT diantaranya Toynbee, Politzer dan
Bezold
mengembangkan sebuah paradigma yang menyatakan bahwa tuba
eustakhius
mengatur dan memodulasi tekanan di tengah tengah dan mastoid
untuk menjaga
lingkungan yang sesuai untuk transmisi suara yang optimal oleh
membran timpani
dan rantai tulang pendengaran.1
Gangguan fungsi dari tuba eustakhius (seperti gangguan membuka
dan
menutup, gangguan mukosiliari klirens) dapat menyebabkan
perubahan yang
patologis di telinga tengah. Hal ini akan menyebabkan gangguan
pendengaran dan
komplikasi yang lain dari otitis media. Perubahan-perubahan
patologis ini
termasuk otitis media akut rekuren dan otitis media efusi.
Retraksi membran
timpani yang kronis juga dapat menyebabkan atelektasis telinga
tengah dan otitis
media adesif. Retraksi pada pars tensa membran timpani yang
terbentuk akibat
1
-
2
adanya disfungsi tuba eustakhius yang kronis. Hal ini
menyebabkan terjadinya
kolesteatoma dan komplikasi yang serius di kemudian hari.
Bertentangan dengan konsep saat ini, tuba Eustakhius tidak hanya
sebuah
tabung namun merupakan sebuah organ yang terdiri dari lumen
dengan mukosa
yang melapisinya, kartilago, jaringan lunak yang mengitarinya,
otot-otot paratuba
(tensor veli palatine, tensor timpani, levator veli palatine dan
salpingofaringeus).
Istilah celah telinga tengah (middle ear cleft) sering digunakan
untuk
menggambarkan tuba eustakhius, telinga tengah dan sel-sel
mastoid.2
-
BAB II
ANATOMI TUBA EUSTAKHIUS
2.1 Embriologi
Morfologi tuba eustakhius dewasa mencapai puncaknya pada usia
18
tahun, kemudian struktur dan fungsinya dapat lebih dimengerti
sesuai dengan
proses perkembangan tersebut. Identifikasi kelainan dan
akibatnya tergantung dari
struktur anatomi tuba yang normal. Lumen tuba eustakhius
berkembang dari
kantong faring yang persisten pada masa embrio. Bagian
endodermal dari kantong
faring yang pertama berkembang kearah lateral kemudian bertemu
dengan bagian
bawah dari ektodermal alur insang yang pertama. Kantong bagian
distal kemudian
memanjang dan meluas membentuk recessus tubotimpanik. Bagian
proksimal
kemudian menyempit dan membentuk tuba eustakhius. Lumen tuba
pada fase ini
memiliki batas yang halus dengan epitel kolumnar rendah tidak
bersilia. Struktur
yang berhubungan dengan lumen berkembang dari mesenkim yang
mengelilinginya.2
Sebelum usia 10 minggu sesduah konsepsi, hanya epitel yang yang
melapisi
lumen yang berdiferensiasi. Antara 10-12 minggu setelah konsepsi
m. levator veli
palatine dan m. tensor veli palatine berkembang dan menjadi
digambarkan dari
mesenkim di sekitarnya. Musculus tensor tympani timbul kira-kira
2 minggu
kemudian.2
Pada waktu yang sama (14 minggu post konsepsi) awal diferensiasi
tulang
rawan dimulai. Hal ini ditunjukkan dengan adanya wilayah yang
lebih gelap di
3
-
4
daerah medial dari lumen tuba. Juga pada saat ini, lumen mulai
menunjukkan
lipatan dari epitel ke dalam ruge yang merupakan ciri khas dari
tuba estachius
dewasa. Seiring dengan perubahan ini, jaringan kelenjar muncul
di dinding faring,
medial tulang rawan dan diantaranya serta lebih lateral dari
lumen. Pada usia 20
minggu setelah konsepsi pusat awal chondrification telah
meningkat dalam ukuran
dan perichondrium telah jelas dibedakan di dalam bagian
anteromedial tuba.2
Sebuah anteromedial untuk gradien posterolateral pembangunan
jelas dalam
diferensiasi tuba estachius struktur. Pada saat lahir, proses
ini menghasilkan
struktur tuba estachius sangat mirip dengan struktur tuba pada
orang dewasa.
Sebagai hasil ontogeni, perubahan morfometrik terjadi di antara
struktur tuba
estachius dan perkembangan dari seluruh kepala. Perubahan yang
paling menonjol
adalah peningkatan panjang tuba dari 1 mm pada 10 minggu sampai
13 mm pada
saat lahir. Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi di
bagian tulang rawan tuba.
Jadi peningkatan panjang tuba dapat distandarisasi seperti
perubahan ukuran
tubuh, seperti panjang mahkota-bokong atau panjang nasion-sella,
pertumbuhan
alometrik terlihat. Artinya, peningkatan panjang bagian tulang
rawan tuba
estachius panjangnya lebih cepat, antara 16 dan 28 minggu
setelah konsepsi.
Bagian osseous dari tabung estachius menampilkan pertumbuhan
isometrik
berkenaan dengan ukuran-ukuran tubuh sampai 28 minggu. Perubahan
juga terjadi
pada tingginya lumen. Pada sekitar 10 minggu setelah pembuahan,
lumen bagian
anterior berbentuk seperti botol yang terbuka dengan leher yang
sangat pendek.
Seiring dengan perkembangan, leher botol (tuba estachius)
memanjang, tetapi
selama kehamilan diameter (tinggi) tumbuh isometrically
sehubungan dengan
-
5
ukuran tubuh. Akhirnya, sudut antara otot tensor veli palatini
dan tulang rawan
menjadi lebih akut di seluruh ontogeni. Perubahan ini mengikuti
gradien yang
sama pada proses iferensiasi struktur tuba estachius.2,3
Karena dasar tengkorak janin relatif datar, tuba menyimpang dari
garis
horisontal hanya sekitar 10 derajat, suatu kondisi yang
berlangsung sampai
dewasa awal. Sudut dasar tengkorak meningkat selama perkembangan
pasca
melahirkan, seperti halnya dimensi vertikal tengkorak.
Langit-langit keras
menjauh dari dasar tengkorak. Karena ini terjadi, sudut antara
kartilaginosa tuba
dan dasar tengkorak meningkat. Tabung estachius memanjang dengan
cepat
selama awal masa kanak-kanak, yang kemudian mencapai ukuran usia
dewasa
pada usia 7 tahun (Sadler-Kimes dkk)2. Dampak dari perubahan
terhadap efisiensi
fungsi tuba estachius belum diketahui, namun hanya bisa dilihat
perubahan-
perubahan struktur sesuai dengan usia perkembangan (Bylander et
al, 1983;
Bylander dan Tjernstrom, 1983)2 dan menunjukkan aktivitas otot
lebih efisien dan
sistem yang cenderung yang kurang untuk bertindak sebagai
saluran pasif untuk
cairan hidung.
Periode antara kelahiran dan dewasa adalah salah satu lakuna
besar dalam
pemahaman kita tentang ontogeni daerah ini. Pentingnya
perubahan
perkembangan untuk pemahaman kita dari penyakit telinga tengah
selama jangka
waktu tertentu tidak boleh dianggap remeh karena ada bukti
penurunan prevalensi
penyakit telinga tengah dengan bertambahnya usia.2
-
6
2.2 Anatomi Tuba Eustakhius
Seperti yang sudah diketahui tuba eustakhius merupakan saluran
yang
menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Tuba eustakhius
mempunyai
ukuran yang lebih panjang pada dewasa dibandingkan bayi dan
anak.
Pertumbuhan ukuran panjangnya terjadi sebelum usia 6 tahun.
Dilaporkan bahwa
panjang tuba terpendek adalah 30 mm dan terpanjang 40 mm (ukuran
rata-rata 31-
38 mm). Pada tuba eustakhius dewasa, bagian 1/3 posteriornya
(11-44 mm)
dibentuk oleh pars osseus, dan 2/3 anteriornya (20-25 mm)
dibentuk oleh
membran dan kartilago. Pada orang dewasa, tuba eustakhius
membentuk sudut
450, sedangkan pada bayi hanya 10.2,3
Dari muara sebelah bawah pada dinding lateral nasofaring
berjalan ke atas,
belakang dan ke arah luar untuk sampai ke muara sebelah atas
pada dinding
anterior kavum timpani. Sepertiga bagian atas (lateral)
terbentuk oleh tulang
sedangkan duapertiga bagian bawah (medial) terdiri dari tulang
rawan.
Orifisium nasofaringealis terletak setinggi ujung posterior dari
konka
inferior. Tuba eustakhius pada bayi relatif lebih horizontal,
lebih pendek dan lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa.2,3
-
7
Gambar 2.1. Perbedaan tuba eustakhius pada anak-anak dan
dewasa2
Perkembangan tuba eustakhius dipengaruhi oleh perkembangan dari
bagian
medial dari wajah. Fungsi tuba eustakhius berkembang menjadi
normal pada usia
anak 5 sampai 6 tahun di mana tekanan udara telinga tengah
menjadi normal.
Tuba eustakhius dapat dibagi menjadi 3 bagian diantaranya:
bagian
kartilago (cartilaginous), antara (junctional) dan tulang
(ossseus).2,3 Bagian
kartilago adalah bagian yang terletak di bagian proksimal dan
bermuara di
nasofaring. Bagian tulang (osseus) terletak di bagian distal dan
bermuara di
anterior telinga tengah. Bagian junction adalah bagian dimana
bagian kartilago
-
8
dan bagian tulang terhubung dan sebelumnya diduga merupakan
bagian yang
tersempit dari lumen tuba yang lebih dikenal sebagai isthmus.
Dari penelitian tiga
dimensi saat ini terhadap 9 tulang temporal manusia oleh Sudo
dkk, ditunjukkan
bahwa bagian isthmus dari lumen tuba lebih dekat di daerah
distal dari bagian
kartilago dan bukan di daerah pertemuan dari bagian kartilago
dan bagian tulang.
Mukosa yang melapisi seluruh lumen tuba sama dengan mukosa yang
melapisi
saluran pernafasan.
Gambar 2.2. Tuba eustakhius menghubungkan hidung dan nasofaring
dengan telinga tengah dan mastoid sebagai suatu system3
Tuba Eustakhius merupakan saluran yang menghubungkan kavum
timpani
dengan nasofaring. Panjang rata-rata tuba Eustakhius pada orang
dewasa kurang
lebih 3,7 cm.2,3 Dari muara sebelah bawah pada dinding lateral
nasofaring berjalan
ke atas, belakang dan ke arah luar untuk sampai di muara sebelah
atas pada
dinding anterior kavum timpani.
-
9
Gambar 2.3. Potongan diseksi lengkap dari tuba eustakhius dan
telinga tengah3
Sepertiga bagian atas (lateral) terbentuk oleh tulang dan dua
pertiga bagian
bagian bawah (medial) terdiri dari tulang rawan. Orifisium
nasofaringealis terletak
setinggi ujung posterior dari konka inferior. Tuba relatif lebih
horisontal, lebih
pendek dan lebih besar pada bayi dibandingkan dengan orang
dewasa, Pada
keadaan normal, tuba menutup waktu istirahat dan membuka waktu
menguap,
mengunyah atau menelan. Pada saat kita melakukan gerakan
menelan, menguap
atau mengunyah, maka akan terjadi pembukaan ostium faringeal
tuba dan tuba
pars kartilaginosa, oleh karena kontraksi otot tensor veli
palatina dan otot levator
veli palatina. Ukuran bagian fibrokartilaginosa dari tuba,
terutama dikontrol oleh
-
10
kedua otot ini dimana kerja sinergis keduanya akan memendekan
dan menambah
diameter tuba pada waktu menelan tersebut.
Gambar 2.4. Potongan diseksi lengkap dari tuba eustakhius dan
telinga tengah3
Pada orang dewasa ostium timpanika lebih tinggi 2,0 2,5 cm dari
ostium
faringealis. Tuba bagian rawan membentuk sudut 160 derajat
karena berjalan ke
arah medial, depan dan bawah. Ostium faringealis di sebelah atas
dan belakang
dibatasi oleh sedikit perluasan dari rawan tuba atau rawan
tambahan yang
-
11
membentuk torus tubarius. Sedikit posterior dari torus tubarius
terdapat lekukan
yang disebut fossa Rosenmuller.
Tabel 2.1 Perbeadaan perkembangan antara anatomi tuba eustakhius
pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa2,3
Gambaran anatomi tuba eustakhius
Pada anak-anak dibandingkan pada dewasa
Referensi
Panjang Tuba Lebih pendek Ishijama, 2000 Besar sudut tuba pada
garis horizontal
10 vs 45 Proctor, 1967
Besar sudut m. tensor veli palatine terhadap kartilago
Variable vs stabil Swarts and Rood, 1993
Densitas sel kartilago Lebih besar Yamaguchi dkk, 1990 Kadar
elastin pada bagian kartilago
Lebih sedikit MAtsune dkk, 1993
Lumen Lebih kecil Kitajiri dkk, 1987; Suzuki dkk, 1998
Lapisan lemak Ostman Relative lebih lebar Aoki dkk, 1994 Lipatan
mukosa Lebih besar Sudo dan Sando, 1996 Volume kartilago Lebih
sedikit Takasaki dkk
2.2.1 Suplai darah Tuba Eustakhius
Suplai darah tuba Eustakhius adalah dari 5 arteri yang kemudian
bersama-
sama menyuplai darah buat tuba eustakhius, diantaranya: arteri
palatine ascenden,
cabang faringeal arteri maksilari interna, arteri dari kanalis
pterygoid, arteri
faringeal ascenden dan arteri meningeal media. Drainase vena
oleh pleksus
pterigoideus. Aliran limfatik tuba masuk ke dalam
kelenjar-kelenjar retrofaring
dan servikal bagian dalam.2,3
2.2.2 Persyarafan Tuba Eustakhius
Orifisium faringeal dari tuba eustakhius di persyarafi oleh
cabang dari
ganglion otik, n. sphenopalatinus dan pleksus faringeal.
Sedangkan saraf
sensorisnya berasal dari pleksus timpanikus dan pleksus
faringeal. Nervus
-
12
glossofaringeal di duga mempunyai peranan yang dominan pada
persyarafan tuba
eustakhius. Saraf simpatis dari tuba tergantung pada ganglion
sphenopalatinus,
ganglion otikus, sepasang nervus glossofaringeal, nervus
petrosal dan n.
carticotympanikus.2,3
Persyarafan dari m. tensor veli palatine dan m. tensor tympani
berasal dari
bagian ventromedial nukleu motor trigeminal ipsilateral melalui
n. trigeminus.
Musculus levator veli palatine menerima persyarafan dari n.
ambigus melalui n.
vagus.2,3
-
BAB III
FISIOLOGI TUBA EUSTAKHIUS
Tuba eustakhius tidak hanya merupakan sebuah tabung namun sebuah
organ
yang merupakan bagian dari sistem organ. Rongga hidung, palatum
dan faring
merupakan bagian ujung proksimal dari tuba eustakhius dan
telinga tengah serta
sistem sel-sel gas mastoid merupakan ujung bagian distal dari
tuba eustakhius.
Oleh karena itu fungsi dari tuba inipun pasti berhubungan dengan
sistem ini.
Ada tiga fungsi dari tuba eustakhius,2,3,4,5,6 diantaranya:
1. Sebagai pengatur tekanan (ventilasi) dari telinga tengah
yang
menyeimbangkan tekanan gas di dalam telinga tengah dan tekanan
atmosfir
2. Sebagai pelindung terhadap telinga tengah dari tekanan suara
dan sekresi dari
rongga nasofaring.
3. Sebagai klirens (drainase) cairan yang dihasilkan di dalam
telinga tengah
yang kemudian dialirkan ke nasofaring.
3.1 Fungsi regulasi tekanan (Ventilasi)
Dari ketiga fungsi fisiologis tuba eustakhius, fungsi yang
paling utama
adalah sebagai regulasi tekanan (ventilasi) di dalam telinga
tengah, dimana
pendengaran akan optimal jika tekanan gas di telinga tengah
relatif sama dengan
tekanan udara di kanalis auditorius eksterna. Normalnya,
pembukaan aktif secara
intermitten dari tuba eustakhius yang terjadi ketika m. tensor
veli palatine
berkontraksi ketika proses menelan, menjaga tekanan udara di
telinga tengah.
13
-
14
Gas-gas yang berada di nasofaring yang di alirkan ke telinga
tengah terdiri dari
79% nitrogen, 14,7% oksigen, 1% argon dan 5,1% karbondioksida.
Kandungan
gas ini mempunyai kompisisi yang sama dengan komposisi gas pada
saat
ekspirasi pada siklus pernafasan.2,3
Pada keadaan normal, fluktuasi tekanan bersifat bidireksional
(baik
menuju atau dari telinga tengah), relatif kecil. Fluktuasi ini
menggambarkan naik
turunnya tekanan barometrik yang berhubungan dengan perubahan
cuaca atau
perubahan ketinggian ataupun keduanya.
Beberapa peneliti telah membuat suatu postulat yang menyatakan
bahwa
gas yang melalui dan menuju dari telinga tengah melalui membran
timpani. Doyle
dkk2 telah melaporkan sebuah hasil penelitian yang menyatakan
bahwa tidak ada
O2 ataupun CO2 yang bertukar melalui transtimpani dari kanalis
telinga luar ke
telinga tengah. Hanya ada pertukaran N2 walaupun tidak dalam
jumlah yang
normal.
Dalam rangka menggambarkan fungsi tuba eustakhius yang
normal
dengan menggunakan teknik mikroflow didalam ruangan bertekanan,
Elner dkk
telah menunjukkan bahwa 95% dewasa normal dapat menyeimbangkan
tekanan
telinga tengah dengan tekanan udara luar ketika diberi tekanan
positif dan 93%
dapat menyeimbangkan tekanan negatif dengan proses menelan.2
Anak-anak memiliki fungsi tuba yang kurang efisien
dibandingkan
dewasa. Dari suatu penelitian di Swedia didapatkan 35% dari
anak-anak yang
telingaya sehat dan ditempatkan kedalam ruangan bertekanan,
tidak dapat
menyeimbangkan tekanan negatif intratimpanik dengan proses
menelan. Anak-
-
15
anak berusia antara 3 dan 6 tahun memiliki fungsi tuba yang
lebih jelek
dibandingkan pada anak-anak usia 7-12 tahun. Penelitian ini
menunjukkan bahwa
walaupun secara otologikal anak-anak sehat namun fungsi tuba
eustakhiusnya
tidaklah sebaik pada orang dewasa. Namun fungsi tuba eustakhius
mengalami
perbaikan sesuai dengan penambahan umur, sesuai dengan
menurunnya insidensi
infeksi telinga tengah dari usia bayi ke usia dewasa. Selain
karena adanya
perbedaan anatomi antara tuba eustakhius pada anak dan dewasa,
juga ditemukan
perbedaan fungsional dalam kemampuan untuk membuka tuba
eustakhius ketika
proses menelan untuk menyeimbangkan perbedaan tekanan antara
telinga tengah
dan nasofaring.2,3
Brooks dkk mempelajari parameter tekanan telinga tengah
dengan
menggunakan tympanometri dan mendapatkan tekanan resting telinga
tengah
anak-anak normal berkisar antara 0 s/d -175 mmH2O. Tekanan
negatif telinga
tengah yang tinggi pada anak-anak ini tidaklah selalu
mengindikasikan suatu
penyakit, namun dapat mengindikasikan obstruksi tuba eustakhius
yang fisiologis.
Pada orang dewasa, Alberti dan Kristen mendapatkan resting
tekanan telinga
tengah antara 50 dan -50 mmH2O dan sekali lagi, jika terdapat
tekanan diluar
batas ini tidak selalu mengindikasikan bahwa pasien memiliki
penyakit pada
telinga.2,3
Karena bayi mempunyai mekanisme pembukaan tuba aktif yang
kurang
efisien, biasanya bayi melakukan kompensasi dalam rangka
untuk
menyeimbangkan tekanan di dalam telinga tengah yaitu dengan
menangis, dimana
ketika menangis terdapat tekanan positif yang cukup tinggi di
daerah nasofaring
-
16
sehingga terjadi aliran udara dari nasofaring ke dalam telinga
tengah melalui tuba
sehingga tekanan telinga tengah menjadi sama. Mekanisme ini juga
dapat
menjelaskan kenapa bayi selalu menangis ketika berada pada
pesawat terbang
yang sedang turun. Proses ini menyebabkan insufflating udara ke
dalam telinga
tengah.
Gambar 3.1 Proses menangis dapat mengkompensasi mekanisme
pembukaan tuba yang tdk efisien pada bayi karena tuba eustakhius
yang pendek dan floopy3
Posisi tubuh mempunyai pengaruh terhadap fungsi tuba
eustakhius.
Volume rata-rata udara yang melalui tuba eustakhius didapatkan
mengalami
pengurangan 1/3 ketika tubuh dielevasikan 20 derajat terhadap
garis horizontal
dan berkurang 2/3 pada posisi horizontal. Pengurangan volume ini
yang
berhubungan dengan perubahan posisi tubuh didapatkan dari
adanya
pembengkakan sistem vena dari tuba eustakhius.
-
17
3.2 Fungsi Proteksi
Sistem tuba eustakhius membantu melindungi telinga tengah dan
sel-sel
mastoid dalam dua cara2,3,4,7:
1. Melalui fungsi anatominya
2. Melalui pertahanan imunologi dan mukosiliari dari lapisan
mucus
membran.
Perlindungan terhadap telinga tengah dari tekanan suara yang
abnormal
dan sekresi dari nasofaring tergantung dari struktur dan fungsi
normal tuba
eustakhius dan kemampuan telinga tengah dan sel-sel mastoid
dalam menjaga
bantalan gas. Sebagai tambahan, ujung proksimal dari tuba
eustakhiuspun (kavum
nasi, palatum dan faring) harusnya berada dalam keadaan normal
secara anatomi
dan fisiologi.
Saat ini dari telinga tengah dan permukaan tuba eustakhius telah
berhasil
di temukan adanya protein surfaktan seperti yang terdapat pada
paru-paru yang
bersifat imunoreaktif yang diduga memfasilitasi fungsi drainase
bakteri pathogen
ke arah nasofaring.
Penelitian dengan menggunakan teknik radiografi telah digunakan
untuk
menentukan fungsi proteksi dari tuba eustakhius. Pada penelitian
ini, material
yang radiopak di masukkan ke dalam hidung dan nasofaring pada
anak-anak yang
memiliki otitis media dan dibandingkan dengan anak-anak yang
telingaya sehat.
Dalam kondisi fisiologis, material tersebut masuk kedalam ujung
tuba eustchius di
nasofaring selama proses menelan namun tidak masuk sampai ke
telinga tengah.
Namun sebaliknya, material tersebut masuk ke dalam telinga
tengah pada
-
18
beberapa pasien yang memiliki penyakit telinga tengah terutam
apada saat
menelan dengan hisung tertutup.2,3
Penelitian ini membuktikan kejadian yang berurutan seperti
berikut: pada
saat istirahat, tuba eustakhius normal dalam keadaan kolaps dan
lumen tuba
tertutup. Hal ini mencegah cairan dan tekanan suara nasofaring
yang abnormal
untuk masuk kedalam tuba eustakhius. Selama proses menelan
ketika bagian
ujung proksimal (bagian kartilago) terbuka, cairan kemudian
masuk kedalam tuba
namun tidak sampai ke dalam telinga tengah dikarenakan adanya
bagian tuba
yang menyempit yang dikenal dengan isthmus.
Model Labu untuk fungsi proteksi
Untuk lebih mengerti mengenai konsep anatomi ini, coba
dibayangkan
keseluruhan sistem tuba sampai ke telinga tengah sebagai sebuah
labu kaca yang
memilki leher yang panjang dan sempit. Mulut labu mewakili ujung
nasofaring
dari tuba eustakhius, leher yang sempit mewakili isthmus dan
bagian yang bulat
mewakili telinga tengah dan sel-sel mastoid sistem. Cairan
mengalir melalui leher
labu kaca tergantung pada tekanan ujung labu, diameter dan
panjang dari leher
labu serta kekentalan dari cairan tersebut.
Jika cairan dalam jumlah yang sedikit dimasukan ke dalam ujung
labu,
cairan kemudian berhenti pada leher labu yang sempit akibat
adanya tekanan
kapiler di leher labu serta adanya tekanan udara yang relatif
positif pada ruangan
di dalam labu. Desain ini dianggap merupakan penting dalam
menjelaskan fungsi
proteksi dari sistem tuba eustakhius telinga tengah.
-
19
Gambar 3.2 Model labu untuk fungsi proteksi tuba
eustakhius2,3
3.3 Fungsi Klirens
Klirens (drainase) sekret dari telinga tengah ke nasofaring
dilakukan
melalui dua metode yang fisiologis2,3,5:
1. Mukosiliari klirens
2. Muscular klirens
Sistem mukosiliari tuba eustakhius dan beberapa area membran
mukosa
telinga tengah membersihkan sekret dari telinga tengah dan
aktivitas pemompaan
ketika menutup merupakan cara lain dari klirens. Proses
pemompaan dari tuba
eustakhius untuk mengalirkan cairan telinga tengah pertama kali
dilaporkan oleh
Honjo dkk. Pada penelitian yang dilakukan pada hewan dan
manusia, tuba
eustakhius ditunjukkan pada saat menutup memompa material yang
radiopaq yang
sebelumnya telah dimasukan ke dalam telinga tengah, keluar dari
telinga tengah
menuju nasofaring.2
-
20
Faktor tegangan permukaan
Faktor-faktor lain diduga juga terlibat dalam menjaga fungsi
tuba
eustakhius yang normal. Salah satu diantaranya adalah adanya
tegangan
permukaan didalam lumen tuba eustakhius. Birkin dan Brookler
berhasil
mengisolasi cairan dari permukaan tuba eustakhius dan membuat
postulat bahwa
zat ini dapat meningkatkan fungsi tuba, dimana fungsinya sangat
mirip dengan
surfaktan yang ada di paru-paru.2,3,8
Fungsi drainase dari tuba telah dibuktikan dengan beberapa
metode
yakni dengan menggunakan zat kontras dari telinga tengah (pada
membran
timpani perforasi).
Rogers dkk, meneteskan larutan fluoresein ke dalam telinga
tengah dan
selanjutnya menilai fungsi drainase dengan cara memeriksa faring
memakai sinar
ultra violet. Bluestone, menilai fungsi proteksi dan drainase
dengan menggunakan
tehnik "Combined Radiographic". Zat kontrast dimasukkan melalui
hidung
kemudian aliran retrograd medium dari nasofaring ke tuba
dinilai. Dikatakan
fungsi proteksi normal bila medium hanya memasuki tuba bagian
nasofaring,
tidak mencapai tuba bagian timpanik atau telinga tengah, selama
fase menelan2,3.
La Faye, menggunakan tehnik radioisotop untuk memonitor
aliran
larutan garam dalam tuba Eustakhius. Bauer, menilai drainase
dengan
memperhatikan larutan metilen biru pada faring, yang sebelumnya
diteteskan ke
dalam telinga tengah.2
-
21
Elbrond dan Larsen, meneliti aliran mukosilia dari telinga
tengah ke tuba
Eustakhius dengan menentukan waktu yang diperlukan sejak larutan
sakarin
ditaruh pada selaput lendir telinga tengah sampai penderita
merasakan rasa manis.
Semua cara-cara yang telah disebutkan di atas adalah memeriksa
patensi
tuba secara kualitatif. Pada keadaan normal, tuba akan
melindungi telinga tengah
dari zat kontras walaupun digunakan tekanan pada nasofaring
seperti pada saat
menelan dengan hidung tertutup. Sebaliknya bila zat kontras
dapat masuk ke
seluruh saluran tuba atau telinga tengah selama fase menelan,
fungsi tuba
dikatakan kurang baik. Drainase yang cepat dan lengkap dari zat
kontras yang
diberikan melalui telinga tengah ke nasofaring, menunjukkan
fungsi yang normal.
Bila terdapat gangguan aliran zat kontras maka hal tersebut
menunjukkan
adanya obstruksi mekanik dari tuba, teerutama bila zat kontras
sama sekali tidak
mengalir kedalam bagian nasofaring sewaktu penelitian
retrograd.
Cairan akan mudah memasuki botol bila leher botol besar. Hal ini
serupa
dengan patensi tuba yang abnormal dimana selain udara,
cairan/sekret juga dapat
lewat secara bebas dari nasofaring ke telinga tengah, sehingga
sering
menimbulkan "refluks otitis media".2,3,5
Aliran cairan juga tergantung pada panjang dari leher botol
maupun
viskositas cairannya. Selain itu, posisi botol berhubungan
dengan cairan sangat
mempengaruhi. Posisi terlentang akan memudahkan aliran masuk ke
dalam
telinga tengah, sehingga bayi mempunyai resiko tinggi untuk
menderita "refluks
otitis media" oleh karena posisi tuba pada bayi lebih datar dan
posisi bayi lebih
sering terlentang.
-
22
Refluks juga dapat timbul bila pada botol dibuat suatu lobang
sehingga
mengurangi tekanan positip dalam botol2,3. Hal serupa terdapat
pada membran
timpani yang perforasi atau pada tindakan memasang "tympanostomy
tube", yang
dapat menyebabkan refluks sekret dari nasofaring. Hal yang sama
juga terjadi
pada keadaan pasca radikal mastoidektomi dan tuba Eustakhius
yang paten. Jika
digunakan tekanan negatif pada botol maka cairan akan mudah
masuk ke dalam
botol. Bila dijumpai tekanan negatif yang tinggi pada telinga
tengah maka dapat
menyebabkan aspirasi sekret nasofaring ke dalam telinga
tengah.
Gambar 3.3 Model labu dari sistem telinga tengah untuk aliran
cairan2,3
-
23
Bila tekanan positif digunakan pada leher botol maka cairan
akan
didorong masuk ke dalam botol. Hal ini sering terjadi bila kita
meniup melalui
hidung atau menelan dengan hidung ditutup, menyelam ataupun
sedang dalam
pesawat terbang, akan timbul tekanan positif dalam
nasofaring.
Salah satu perbedaan menyolok antara leher botol yang kaku
(rigid)
dengan tuba secara biologi yaitu adanya "compliance". Bila
digunakan tekanan
positif pada botol dengan leher botol yang mempunyai
"compliance" maka akan
timbul distensi sehingga mempertinggi aliran cairan ke dalam
botol. Jadi tekanan
yang sedikit positif diperlukan untuk insuflasi ke dalam botol.
Pada manusia,
insuflasi sekret nasofaring ke dalam telinga tengah mudah
terjadi pada keadaan
tuba Eustakhius dengan kelainan distensi (peninggian
"compliance"). Bila
digunakan tekanan negatif dalam waktu cepat pada leher botol
yang mempunyai
"compliance", aliran cairan tidak akan timbul kecuali bila
digunakan tekanan
negatif secara perlahan. Pada manusia, aspirasi gas ke dalam
telinga tengah mung-
kin terjadi karena tekanan negatif pada telinga tengah timbul
secara perlahan.
Sebaliknya penggunaan tekanan negatif pada telinga tengah secara
cepat seperti
pada perobahan tekanan atmosfer yang cepat (pesawat terbang yang
sedang naik,
orang yang timbul ke permukaan setelah menyelam atau selama tes
fungsi tuba)
akan timbul penutupan tuba sehingga mencegah aliran udara.
Aliran cairan dari
telinga tengah ke nasofaring dapat digambarkan sebagai
botol/labu yang dibalik.
Cairan yang ada di dalam botol tidak akan mengalir keluar oleh
karena timbul
tekanan negatif di dalam botol.
-
24
Bila dibuat lobang pada botol maka cairan akan keluar dari
botol
oleh karena daya pengisapan menurun. Hal ini sesuai dengan
proses efusi telinga
tengah. Tekanan akan menurun bila ada ruptur dari membran
timpani secara
spontan atau karena tindakan miringotomi. Inflasi udara ke dalam
botol dapat
menurunkan tekanan sehingga metode ini digunakan oleh
Politzer
(Valsava) untuk drainase efusi telinga tengah. Walaupun
demikian, teori mekanik
denga botol/labu ini tidak selamanya sesuai dengan keadaan
fisiologi ada manusia
karena ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti2:
sistem transportasi mukosiliari dari tuba dan telinga tengah
kontraksi m. tensor timpani dan pergerakan dari membran
timpani
pembukaan aktif dari tuba
faktor ketegangan permukaan cairan.
Fungsi Ventilasi Tuba Eustakhius yang normal selalu menutup
dan
kolaps waktu istirahat, mungkin terdapat sedikit tekanan negatif
dalam telinga
tengah. Bila tuba berfungsi baik terjadi pembukaan aktif secara
inter-miten untuk
mempertahankan tekanan dalam telinga tengah mendekati tekanan
sekitarnya.
Diduga bila fungsi pembukaan tuba secara aktif tidak baik, tuba
akan selalu
kolaps. Interval pembukaan tuba tergantung pada perbedaan
tekanan antara
rongga telinga tengah dan nasofaring, yang membantu fungsi tuba
secara pasif.
Dalam keadaan fisiologik perbedaan tekanan tersebut dicapai
dengan absorpsi gas
dalam telinga tengah, yang mengakibatkan bertambahnya tekanan
negatif dalam
telinga tengah.
-
25
Pembukaan Tuba
Pada abad ke 16, Eustakhius menganggap bahwa tuba selalu
terbuka
dalam keadaan normal. Kemudian Toynbee mendemonstrasikan bahwa
tuba
selalu tertutup dalam keadaan normal dan terbuka waktu menelan
atau menguap.
Tuba tidak membuka pada pergerakan napas yang tenang atau yang
dipaksakan,
dan tidak terpengaruh oleh pernapasan melalui mulut atau gerakan
palatum molle
yang biasa.
Muskulus levator veli palatini dan otot-otot palatum lain
bila
mengadakan kontraksi tidak mengakibatkan pengaruh yang berarti
terhadap
lumen tuba. Hanya m. tensor veli palatini yang merupakan
satu-satunya otot yang
berpengaruh terhadap tuba secara fungsional, dimana kontraksi
otot ini
mengakibatkan dilatasi lumen orifisium faringealis. Pembukaan
ini
disempurnakan oleh pergeseran ke anterior dari dinding
anterolateral
fibromembranosa pars kartilaginosa, menarik bagian membranosa
menjauhi
dinding posteromedial pars kartilaginosa. Sama sekali tidak ada
fungsi konstriktor
pada peristiwa pembukaan ini, relaksasi m. tensor sendiri
mengembalikan dinding
tuba secara pasif. Diduga bahwa m. levator hanya berfungsi
mengangkat dasar
tuba secara pasif, sehingga mengurangi tahanan untuk pelebaran
lumen
tuba.
Observasi yang dilakukan Perlman hanya menunjukkan
terjadinya
gerakan ke atas dan ke belakang dari torus tubarius sewaktu
fonasi dan menelan.
Sewaktu fonasi tidak terjadi gerakan ke lateral dari dasar
orifisium maupun
dinding anterior, seperti halnya waktu menelan. Oleh karena itu
Perlman disokong
-
26
oleh percobaan Flisberg berpendapat bahwa pembukaan tuba dimulai
dari bagian
timpanik, kemudian berlanjut ke ostium faringealis dan bukan
sebaliknya.
Menurut penelitian Ross, pembukaan tuba oleh tensor timpani
disebabkan oleh
dua vektor yakni vektor inferior dan anterolateral. Vektor
inferior berperan kecil
pada bayi sampai palatum relatif lebih rendah dari tuba, seperti
yang sudah
dicapai pada orang dewasa. Pada orang dewasa dalam keadaan
bangun, frekuensi
menelan adalah satu kali dalam satu menit, sedang pada keadaan
tidur (koma) satu
kali dalam lima menit. Walaupun demikian tuba tidak selalu
terbuka pada setiap
kali menelan. Lamanya tuba membuka antara 0.12 sampai dengan
0.60 detik.
Absorpsi Gas dari Telinga Tengah
Tekanan yang mendorong gas melalui tuba yang terbuka
disebabkan
adanya perbedaan tekanan telinga tengah dan nasofaring. Selama
penutupan tuba
secara normal, telinga tengah dan sel-sel udara mastoid
merupakan rongga berisi
gas yang tertutup. Di dalam telinga tengah terjadi absorpsi gas
sedikit-sedikit
secara terus menerus, yang mengakibatkan terjadinya perbedaan
komposisi gas
dalam telinga tengah dari gas di sekitarnya dan terjadi sedikit
tekanan negatif,
yang diseimbangkan oleh pembukaan tuba secara intermiten sewaktu
menelan.
Bila tuba tetap tertutup sewaktu pertukaran gas, maka absorpsi
gas akan
berlangsung terus sampai terjadi keseimbangan antara tekanan
parsial gas-gas
dalam telinga tengah, dan tekanan dalam pembuluh darah dari
jaringan, sehingga
mengakibatkan tekanan negatif yang lebih besar dalam kavum
timpani.2
-
27
Ingelstedt dan Johnson pada keadaan normal mendapatkan
kecepatan
ventilasi telinga tengah melalui tuba sebesar 1-2 ml dalam 24
jam. Absorpsi gas
bergantung pada luas permukaan mukosa yang ada, volume udara
dalam sistim
telinga tengah dan keadaan mukosa. Mukosa dari sel-sel udara
mastoid cenderung
kurang vaskuler dibandingkan dengan mukosa telinga tengah.
Dengan demikian
walau-pun absorpsi gas yang kemungkinan berlangsung lebih besar
dalam telinga
tengah dengan sistem sel udara yang luas, hal ini akan berjalan
lambat dan
perubahan tekanan dalam sistem telinga tengah akan kecil saja,
karena volumenya
lebih besar dan adanya kemampuan pergerakan membran timpani.
Tetapi bila
mobilitas membran timpani berkurang, sistem telinga tengah dan
sel-sel udara
mastoid akan berfungsi sebagai rongga yang kaku, sehingga
penambahan tekanan
negatif yang terus menerus akan mengakibatkan keluarnya cairan
ke dalam
selaput lendir dan telinga tengah, sebagaimana yang mula-mula
dinyatakan oleh
Politzer dan Bezold.2
Flisberg menemukan bahwa efusi dapat terjadi pada tekanan
negatif
sebesar 30 mmHg selama 15 menit atau tekanan negatif 100 mmHg
selama 5
menit. Sekarang diketahui bahwa tidak semua efusi berupa
transudat, tetapi
mekanisme di atas pasti terjadi dan berkombinasi dengan proses
eksudasi aktif
dan mekanisme sekretorik.
Meskipun efusi dari telinga tengah masih merupakan masalah
dalam
patogenesanya, penyelidikan Schuknecht dilanjutkan dengan
penelitian Senturia
pada obstruksi tuba, menguatkan bahwa berbagai jenis efusi
terjadi akibat proses
patologik yang sama. Proses tersebut berupa inflamasi yang dapat
berhenti pada
-
28
berbagai fase perkembangannya dan ditandai membuka tuba secara
pasif.
Armstrong dan Heim dengan menggunakan tehnik pengganti tekanan
telah
membuktikan bahwa pembukaan tuba pada tekanan berlebih + 15 mmHg
( + 200
mmH20) sedang Perlman mendapatkan hasil + 20 mmHg (+ 270
mmH20).
Keseimbangan yang tak lengkap dari tekanan berlebih dalam
telinga tengah
disebut "Residual Overpressure" adalah sekitar + 3.6 mmHg (+ 48
mmH20).
Thomson dan Flisberg menyatakan bahwa tuba tak dapat kembali ke
keadaan
semula pada tekanan berlebih yang lebih besar dari + 150 mmH20
sampai + 500
mmH20. Dikatakan juga bahwa tuba yang normal tidak dapat
menyeimbangkan
tekanan negatif dalam telinga tengah tanpa bantuan aktifitas
muskular.
Pengurangan aliran udara ke dalam tuba juga terjadi pada
keadaan
tekanan vena sentral yang meningkat misalnya dengan memasang
torniket
sekeliling leher sampai tekanan 350 mmH20. Mekanisme terjadinya
menurut
beberapa penyelidik adalah karena tekanan vena sentral yang
meningkat
menyebabkan pembengkakan sistem kapiler tuba, dimensi lumen akan
akan
berkurang dan mengakibatkan pengurangan fungsi ventilasi
tuba.
Pengurangan kemampuan fungsi ventilasi tuba diperberat oleh
berkurangnya frekuensi menelan selama tidur. Hal ini dapat
menerangkan
mengapa proses radang timbul atau memburuk waktu malam hari.
Selain itu juga
mempunyai implikasi pada pengelolaan penderita pasca
timpanoplasti dan
pengobatan penderita dengan efusi telinga tengah.
Yang perlu diperhatikan adalah adanya perubahan membran
timpani
sewaktu dilakukan perasat Toynbee (yaitu terbukanya tuba waktu
menelan dengan
-
29
lubang hidung tertutup). Politzer dengan manometer yang dipasang
pada kanalis
akustikus eksternus telinga normal menenunjukkan bahwa perasat
Toynbee
mengakibatkan tekanan negatif dalam telinga tengah dan
pergerakan membran
timpani yang jelas ke arah dalam. Hal ini diterangkan oleh
Perlman yang
menyatakan bahwa pada permulaan menelan, palatum mole menyentuh
dinding
faring posterior. Selanjutnya dengan kontraksi otot-otot faring
terjadi tekanan
inisial berlebih dalam nasofaring. Dengan relaksasi otot
krikofaring maka
orofaring dan hipofaring berdilatasi menyebabkan depresi palatum
mole,
meskipun yang terakhir ini tetap kontak dengan dinding faring
posterior. Hal ini
menciptakan tekanan negatif dalam nasofaring. Pergerakan membran
timpani ke
arah dalam menunjukkan bahwa tuba tidak membuka selama fase
tekanan positif
inisial dalam nasofaring, tetapi ekstratubal akan menekan
bagian
fibrokartilaginosa yang lemah dan mendekatkannya sebelum udara
masuk lewat
orifisium nasofaringealis, sehingga aktifitas muskular normal
tak mampu
mengatasinya. Ia dan penyelidik lain juga mengatakan bahwa
beberapa faktor
patologik dapat memperberat fenomena "locking" ini.
Faktor-faktor tersebut
antara lain integritas m. tensor timpani; "compliance" dari
tuba; pengaruh-
pengaruh obstruksi intrinsik berupa kualitas, kuantitas,
viskositas, elastisitas dari
efusi; kongesti vena submukosa, hipertrofi serta edema mukosa;
semuanya dapat
mempersulit pembukaan tuba serta ventilasi telinga tengah.
Berdasarkan fenomena "negatif dip", Perlman, Flis-berg, dkk
memperlihatkan terjadinya tekanan negatif inisial pada telinga
tengah orang
normal sebelum pembukaan tuba waktu menelan. Ini disebabkan oleh
terpisahnya
-
30
dinding tuba pada ismus akibat sumbatan lapisan lendir, sehingga
menambah
volume rongga telinga tengah yang aktif , yang akan mengurangi
tekanan dalam
telinga tengah. Fenomena "negatif dip" ini lebih bermakna pada
telinga-telinga
dengan sistem sel udara yang kecil daripada yang besar.
Selanjutnya oleh karena
pembukaan tuba tidak selalu terjadi pada setiap kali menelan,
fenomena "negatif
dip" selalu terjadi meskipun ventilasi telinga tengah tidak
sempurna. Ini akan
memperhebat mekanisme "locking" dengan menambah tekanan negatif
dalam
telinga tengah sehingga meningkatkan perbedaan tekanan antara
kavum timpani
dan tekanan sekitamya. Juga penting untuk mempertimbangkan
faktor-faktor yang
mempengaruhi hipofungsi dari tuba yang patulous (tuba yang
selalu terbuka),
dalam hubungannya dengan keadaan normal.
Atrofi jaringan sekitar tuba dapat mempengaruhi patensi tuba
dan
kurangnya berat badan dengan pengurangan lemak di sekitarnya
menyebabkan
berkurangnya desakan jaringan sehingga menjadi patulous. Adhesi
yang
diakibatkan oleh pembedahan di dalam fossa Rosenmuller atau
radiasi nasofaring,
juga akan mempengaruhi pembukaan tuba yang berakibat terjadinya
hipo atau
hiperfungsi. Perlman membuktikan terjadinya tuba patulous
setelah neurektomi
retro-gasser yang disebabkan gangguan syaraf. Tindakan ini
menyebabkan
hipotoni otot dan atrofi membran mukosa. Hal serupa terjadi pula
pada pemakaian
obat kontra-septif dan kehamilan, dimana terjadi penipisan dan
atrofi selaput
lendir.
-
BAB IV
PEMERIKSAAN TUBA EUSTAKHIUS
Metoda dalam menilai fungsi ventilasi tuba sudah banyak tersedia
bagi
para klinisi dan harus digunakan sesuai indikasinya. Fungsi
ventilasi merupakan
fungsi tuba yang paling penting dimana fungsi pendengaran
tergantung pada
keseimbangan tekanan pada dua sisi membran timpani. Sebagai
tambahan,
penurunan fungsi ventilasi dapat menyebabkan tidak hanya
gangguan
pendengaran namun juga otitis media.2
4.1 Perangkat Untuk Menilai Fungsi Tuba Dalam Klinik
4.1.1 Otoskopi
Merupakan cara lama yang paling sederhana dan sudah lama
digunakan
untuk menilai fungsi tuba eustakhius. Terdapatnya efusi pada
telinga tengah atau
adanya tekanan negatif yang tinggi atau keduanya, merupakan
tanda adanya
disfungsi tuba eustakhius, Namun penilaian fungsi sangat
terbatas; tidak dapat
menentukan tipe obstruksi (fungsional atau mekanis) dan derajat
kelainan.
Sehingga tampakan membran timpani yang normal bukanlah suatu
tanda fungsi
tuba eustakhius yang normal.2,3
4.1.2 Nasofaringoskopi
Pemeriksaan adenoid dengan cermin nasofaring merupakan cara
lama
tapi masih diperlukan dalam menilai penderita otitis media,
misalnya adanya
31
-
32
tumor di fossa Rosenmuller dapat didiagnosa dengan teknik yang
sederhana ini.
Perkembangan dari alat-alat endoskopi telah memperbaiki
keakuratan dari
pemeriksaan menggunakan metode ini. Tidak hanya dapat memastikan
struktur
dari tuba eustakhius, namun beberapa peneliti telah berhasil
menentukan fungsi
dari tuba eustakhius.
Gambar 4.1 Gambaran muara tuba eustakhius di nasofaring dilihat
dengan menggunakan nasofaringoskop1
4.1.3 Timpanometri
Pemeriksaan timpanometri dengan menggunakan alat impedans,
memberikan hasil timpanogram untuk menentukan keadaan telinga
tengah dan
dapat menilai fungsi tuba. Adanya efusi pada telinga tengah atau
tekanan negatif
yang tinggi pada telinga tengah yang ditentukan dengan metode
ini
mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi tuba. Timpanometri
merupakan
-
33
cara yang objektif dalam menentukan tingkat tekanan negatif
telinga tengah.
Namun, menilai abnormalitas nilai tekanan negatif tidaklah
begitu mudah karena
tekanan negatif yang tinggi dapat ditemui pada beberapa pasien
terutama pada
anak-anak.
Gambar 4.2 Gambaran timpanometri normal2
Alberti dan Kristensen menyatakan batas normal tekanan telinga
orang
dewasa antara + 50 dan - 50 mmH20, sedangkan Brooks mendapatkan
tekanan
normal telinga tengah pada anak-anak antara -175 sampai - 200
mmH20. Tetapi
nilai ini bergantung pada waktu, musim dan keadaan bagian-bagian
lain dari
sistim misalnya adanya infeksi saluran napas atas.
4.1.4 Manometri
Alat impedans elektroakustik yang dilengkapi dengan sistem
manometer
pompa, berguna untuk menilai fungsi tuba secara klinis dimana
gendang telinga
sudah tidak intak lagi.
-
34
Gambar 4.3 Diagram alat "impedance bridge" dengan
manometer2.
4.2 Cara-cara Penentuan Fungsi Tuba
4.2.1 Tes Klasik Patensi Tuba
Valsava dan Politzer mengembangkan tes ini untuk menilai patensi
tuba.
Dengan kateterisasi juga mendapatkan hasil yang sama. Bila
gendang telinga intak
dan dengan salah satu tes di atas terjadi inflasi dari telinga
tengah, maka tuba tidak
mengalami obstruksi total. Sedang pada gendang telinga yang
tidak intak, pasase
udara ke dalam telinga tengah menunjukkan patensi tuba.
Keberhasilan dari tes-
tes ini dapat ditentukan secara subjektif dengan memakai
otoskop, selang Toynbee
atau stetoskop yang ditempatkan pada bagian luar telinga
tengah.
Penilaian akan lebih objektif bila diperoleh hasil timpanogram
(pada
gendang telinga yang utuh) atau hasil impedans dengan manometer
(pada gendang
telinga yang tidak intak). Tes-tes klasik ini dapat menilai
patensi dan bukan fungsi
tuba.
Tetapi kegagalan inflasi telinga tengah tidak harus menunjukkan
tuba
yang kurang paten seperti yang dilaporkan Elner, bahwa hanya 86%
dari 100
-
35
orang dewasa dengan telinga normal yang dapat melakukan tes
Valsava. Pada
anak-anak tes Valsava ini akan lebih sukar lagi dibandingkan
dengan Politzer.
Tes Valsava dan Politzer lebih berguna dalam menentukan
pilihan
tindakan selanjutnya daripada untuk menilai fungsi tuba.
4.2.2 Tes Toynbee
Tes ini merupakan cara lama tapi masih berguna dalam penentuan
fungsi
tuba. Tes biasanya dianggap positif bila ada perubahan hasil
tekanan dalam
telinga tengah, terutama bila timbul tekanan negatif dalam
telinga tengah
sewaktu menelan sambil menutup hidung (meskipun selintas tanpa
tuba yang
patulous).
Gambar 4.4 Tes Tonybee2
-
36
Bila gendang telinga intak, adanya tekanan negatif dalam telinga
tengah
harus ditentukan dengan otoskop pneumatik atau memeriksa
timpanogram
sebelum dan sesudah tes. Bila gendang telinga tidak intak lagi,
dapat digunakan
"impedance bridge" dengan manometer.
Gambar 4.5. Timpanogram tes toynbee2
4.2.3 Tes Tuba Patulous
Bila dicurigai adanya tuba patulous, diagnosa dapat ditegakkan
dengan
otoskopi atau secara objektif dengan timpanometri bila gendang
telinga intak.
Diperiksa timpanogram waktu bernapas normal dan menahan napas.
Fluktuasi
gambaran timpanometrik yang bersamaan dengan pernapasan
memperkuat
diagnosa tuba patulous. Fluktuasi akan lebih jelas lagi dengan
menyuruh penderita
menutup mulut dan satu lobang hidung selama inspirasi dan
ekspirasi dalam, atau
dengan melakukan manuver Toynbee.
-
37
Gambar 4.6 Timpanogram tuba eustakhius patolus2
Bila gendang telinga tidak intak, tuba yang patulous dapat
dibuktikan
oleh adanya aliran udara ke dalam dan dari tuba, yang terlihat
pada pemeriksaan
"impedance electroacoustic" dengan manometer. Tes ini tidak
boleh dilakukan
pada posisi bersandar atau berbaring karena tuba yang patulous
akan menutup.
4.2.4 Tes Inflasi-Deflasi Sembilan Tahap (Nine Step
Inflation-Deflation
Timpanometric-Test)
Cara ini dikembangkan oleh Bluestone, dilakukan pada gendang
telinga
yang intak serta telinga tengah harus bebas efusi. Prosedur tes
secara singkat
sebagai berikut :
1. Tekanan istirahat telinga tengah di rekam dalam bentuk
timpanogram
2. Tekanan kanalis akustikus eksternus ditingkatkan menjadi +200
mmH20
sehingga membran timpani terdorong ke medial, sejalan dengan itu
terjadi
-
38
peningkatan tekanan dalam telinga tengah. Subjek menelan
untuk
menyamakan kelebihan tekanan dalam telinga tengah.
3. Pada saat subjek berhenti menelan, tekanan dalam kanalis
akustikus
eksternus dikembalikan ke normal sehingga terjadi sedikit
tekanan negatif
dalam telinga tengah (akibat gendang telinga terdorong ke arah
luar).
Timpanogram mencatat tekanan negatif dalam telinga tengah.
4. Subjek menelan dalam usaha menyamakan tekanan negatif telinga
tengah.
Bila berhasil, udara akan mengalir dari nasofaring ke dalam
telinga tengah.
5. Timpanogram mencatat hasil keseimbangan di atas.
6. Tekanan dalam kanalis akustikus eksternus direndahkan menjadi
-200
mmH20 yang menyebabkan terdorongnya gendang telinga ke arah
lateral
disertai pengurangan tekanan dalam telinga tengah. Subjek
menelan untuk
menyamakan tekanan negatif dalam telinga tengah, udara mengalir
dari
nasofaring ke dalam telinga tengah.
7. Subjek berhenti menelan dan waktu itu tekanan dalam kanalis
akustikus
eksternus dikembalikan ke normal, sehingga terjadi sedikit
tekanan positif
dalam telinga tengah akibat gendang telinga terdorong ke
medial.
Timpanogram mencatat tekanan positif.
8. Subjek menelan untuk mengurangi tekanan positif. Bila ini
berhasil, udara
mengalir dari telinga tengah ke dalam nasofaring.
9. Timpanogram akhir mencatat perubahan sampai keseimbangan
tercapai.
-
39
Gambar 4.7 Tes inflasi-deflasi2
Tes sangat sederhana dan mudah untuk dilakukan dan dapat
memberikan
informasi yang sangat berguna mengenai fungsi tuba eustakhius
dan sebaiknya
harus menjadi bagian dari pemeriksaan klinis pada pasien-pasien
yang dicurigai
memiliki disfungsi tuba eustakhius. Pada umumnya, sebagian besar
orang dewasa
-
40
dapat melakukan semua atau sebagian dari tes ini. Namun pada
anak-anak yang
normal memiliki kesulitan dalam menjalani tes ini.
4.2.5 Modifikasi Tes Inflasi-Deflasi (pada gendang telinga tidak
intak)
Dalam hal gendang telinga tidak intak lagi, digunakan
"impedance
electroacoustic" dengan manometer untuk mengukur inflasi-deflasi
dari tuba,
sehingga dapat menilai fungsi tuba secara aktif maupun
pasif.
Prosedur tes sebagai berikut:
1. Inflasi atau tekanan positif diberikan ke dalam telinga
tengah sampai tuba
membuka secara spontan. Pada saat itu pompa ditutup secara
manual,
udara mengalir ke dalam tuba sampai kemudian tuba menutup secara
pasif.
2. Tekanan dimana tuba dibuka paksa secara pasif disebut tekanan
pembu-
kaan, sedangkan tekanan saat tertutup secara pasif disebut
tekanan
penutupan.
3. Penderita disuruh menelan untuk menyamakan tekanan secara
aktif.
tekanan yang tersisa dalam telinga tengah sesudah menelan
dicatat. Fungsi
aktif juga dicatat dengan memberikan tekanan positif dan negatif
ke
dalam telinga tengah, kemudian penderita berusaha menyamakan
tekanan
dengan menelan.
4. Tekanan residu negatif yang masih terdapat dalam telinga
tengah setelah
usaha menyeimbangkan tekanan negatif atau deflasi -200 mmH20
dicatat.
-
41
Prosedur ini tidak dikerjakan pada penderita yang tidak
dapat
menyamakan tekanan positif yang diberikan. Bila tuba tidak dapat
membuka pada
pemberian tekanan positif dengan menggunakan "impedance
electroacoustic",
dan tidak ada pengurangan tekanan positif waktu menelan, maka
tuba harus
diperiksa dengan sistem manometrik. Tekanan pembukaan bisa lebih
dari +400
sampai +600 mmH20, atau sama sekali tidak terjadi pembukaan
seperti pada
sumbatan yang hebat.
Kegagalan menyamakan tekanan negatif mungkin disebabkan oleh
fenomena "locking" sewaktu tes dilakukan. Tipe tuba ini
diperkirakan memiliki
peningkatan compliance atau menjadi floppy jika dibandingkan
dengan fungsi
tuba yang sempurna. Musculus tensor veli palatine tidak dapat
membuka tuba
eustakhius.
Kecepatan pemberian tekanan positif dan negatif merupakan
variabel
penting dalam melakukan tes tuba metode inflasi-deflasi. Makin
cepat tekanan
positif diberikan, makin tinggi tekanan pembukaan. Sebaliknya
makin cepat
tekanan negatif diberikan, makin besar kemungkinan fenomena
"locking" akan
terjadi. "Locking" artinya keadaan dimana tuba bagian
membranokartilagenous
kolaps dan aktivitas muskular tidak mampu untuk mengatasi
perbedaan tekanan
ekstratimpanik dan telinga tengah. Meskipun tes inflasi-deflasi
bukan tes yang
paling akurat untuk menilai fungsi fisiologik tuba, tetapi
hasilnya dapat digunakan
untuk membedakan fungsi tuba yang normal dan abnormal.
-
42
Walaupun tes inflasi-deflasi tidak dapat secara persis meniru
fungsi
fisiologis dari tuba, namun hasilnya dapat membantu membedakan
fungsi tuba
yang normal dengan yang tidak normal
Gambar 4.8 Tes pembukaan aktif dan pasif dari tuba eustakhius
pada pemberian tekanan positif2
-
43
Gambar 4.9 Tes pembukaan aktif dan pasif dari tuba eustakhius
pada pemberian tekanan negatif2
4.2.6 Sonotubometry
Sonotubometry berdasarkan prinsip bahwa suara yang di berikan
di
daerah muara nasofaringdari tuba eustakhius akan dihantarkan
melalui tuba
eustakhius ke telinga tengah pada saat pembukaan aktif tuba
eustakhius. Sejak
diperkenalkan pada abad ke 19, teknik dari sonotubomtery sendiri
telah
mengalami perkembangan yang radikal dan beebrapa perbaikan telah
di lakukan
untuk mengatasi masalah teknik penghantaran suara. Pada saat ini
metode tes ini
-
44
telah mengalami perubahan yang sangat baik dengan menggunakan
mikrofon
yang modern dan lebih sensitif serta sumber suara yang lebih
baik.10,11,12
Gambar 4.10 Diagram Sonotubometri10,11
Sonotubometri dapat dilakukan pada kondisi fisiologis maupun
non-
fisiologis pada pasien yang memiliki membran timpani yang intak
maupun tidak.
Metode ini merupakan metode tes yang tidak memakan biaya yang
mahal, tidak
memberikan nyeri dan mudah untuk diaplikasikan pada anak-anak
dan dewasa,
sehingga merupakan suatu pemeriksaan diagnostic yang berguna
dalam
menentukan fungsi dari tuba Eustachian.
4.2.7 Fototubometri
Metode baru telah dikembangkan untuk mengobservasi patensi aktif
tuba
eustakhius dengan menggunakan fotodioda. Fotodioda silikon
sensitifitas tinggi
dimasukkan ke dalam kanalis akustikus eksternus, kemudian
perjalanan
-
45
cahayanya melalui tuba eustakhius pada saat pembukaan aktif
dilihat dengan
menggunakan fleksibel fiberscope yang ditempatkan di muara tuba
di nasofaring.
Sinyal dari fotodioda adalah superimpose pada gambar tuba bagian
faringeal yang
terlihat di monitor TV dari fiberscope. Metode ini telah
diaplikasikan pada 21
orang subjek normal dan 5 pasien dengan gangguan telinga tengah
dan terbukti
berhasil dalam mengevaluasi pembukaan tuba eustakhius dan
mengklarifikasi
patofisologi gangguan telinga tengah.13
-
BAB V
DISFUNGSI TUBA EUSTAKHIUS
Secara normal tuba eustakhius tertutup dan terbuka ketika saat
menelan,
menguap dan bersin melalui kontraksi oto tensor veli palatini.
Udara yang terdiri
dari oksigen, karbon dioksida, nitrogen dan uap air, biasanya
mengisi telinga
tengah dan mastoid. Ketika tuba eustakhius tertutup, oksigen
pertama diserap, tapi
kemudian gas lainnya, CO2 dan nitrogen juga berdifusi keluar ke
dalam darah.
Hal ini mengakibatkan tekanan negatif di telinga tengah dan
retraksi membran
timpani. Jika tekanan negatif masih lebih meningkat, menyebabkan
tuba
eustakhius "terkunci" diserai timbulnya transudat dan kemudian
eksudat dan
bahkan perdarahan.
Obstruksi tuba eustakhius dapat terjadi secara fungsional atau
mekanik atau
bahkan keduanya. Obstruksi mekanik disebabkan dari (a) penyebab
intrinsik
seperti peradangan atau alergi atau (b) penyebab ekstrinsik
seperti tumor di
nasofaring. Obstruksi fungsional disebabkan oleh karena
peningkatan kelenturan
tulang rawan yang tidak membuka secara fisiologis atau kegagalan
mekanisme
membuka tuba aktif karena fungsi tensor veli palatini yang
berkurang. Pada bayi
dan anak-anak memiliki tulang rawan yang lebih banyak sehingga
lumen tuba
eustakhius lebih lentur yang menyebabkan tuba eustakhius kurang
terbuka saat
kontraksi otot tensor veli palatini.1,2
46
-
47
Gambar 5.1 Perbedaan lumen tuba eustakhius pada dewasa dan anak
saat menelan.2
Obstruksi tuba mekanik dapat terjadi secara intrinsik ataupun
ekstrinsik.
Secara intrinsik disebabkan oleh kelainan mukosa lumen karena
inflamasi yang
dapat menyempitkan diameter lumen. Inflamasi tersering karena
infeksi atau
alergi. Secara ekstrinsik dapat disebabkan oleh obstruksi karena
tumor yang
menymepitkan atau menghalangi lumen tuba eustakhius.
Gejala oklusi tuba termasuk otalgia, yang dapat ringan sampai
berat,
gangguan pendengaran, sensasi popping, tinitus dan gangguan
keseimbangan
atau bahkan vertigo. Tanda-tanda gejala oklusi tuba eustakhius
bervariasi dan
tergantung pada lamanya gejala dan tingkat keparahan. Gejalanya
diantaranya,
retraksi membran timpani, pergerakan kaku pada membran timpani,
transudate
-
48
terlihat di belakang membran timpani dan gangguan pendengaran
konduktif.
Dalam kasus yang parah seperti barotrauma, membran timpani
tertarik secara
signifikan dengan pendarahan di lapisan subepitel, haemotympanum
atau kadang-
kadang terjadi perforasi.1,14,15
Patensi lumen tuba eustakhius juga dapat terjadi kelainan
diantaranya tuba
patulous dan semipatulous. Tuba patulous yaitu terbukanya lumen
tuba eustakhius
walaupun saat istiahat, sedangkan pada semipatulous, lumen tuba
eutakius
tertutup saat istirahat namun mempunyai resistensi yang rendah
dibandingkan
resistensi pada lumen tuba yang normal.1,14,15
5.1 Obstruksi fungsional tuba eustakhius
Obstruksi fungsional yang persisten dengan tekanan negatif pada
telinga
tengah yang ditanda retraksi bermakna membran timpani, hal
tersebut disebut
atelektasis. Tekanan negatif pada telinga tengah memudah terjadi
aspirasi bakteri
dan virus dari nasofaring. Jika terjadi aspirasi bakteri dan
virus dari nasofaring ke
telinga tengah dapat menyebabkan otitis media. Jika tidak
terjadi aspirasi, maka
yang terjadi adalah otitis media dengan efusi.2
Fungsi tuba eustakhius terganggu pada pasien celah palatum
karena: (a)
kelainan torus tubarius, yang menunjukkan kepadatan elastin yang
tinggi
menyebakan lumen tuba eustakhius sulit untuk membuka, (b) tensor
veli palatini
otot tidak menempel ke dalam tubarius torus dalam kasus 40%
kasus dari kalainan
celah palatum. Otitis media dengan efusi sering terjadi pada
pasien ini. Bahkan
setelah operasi, diperlukan pemasangan gromet untuk ventilasi
telinga tengah.14
-
49
Pada sindrom Down fungsi tuba eustakhius menurun karena
berkurangnya
tonus otot tensor veli palatini dan bentuk yang abnormal dari
nasofaring. Anak-
anak dengan sindrom ini rentan terhadap otitis media yang
berulang atau otitis
media dengan efusi.14
Gambar 5.2 Mekanisme obstruksi fungsional tuba eustakhius2
5.2 Obstruksi mekanik tuba eustakhius
Pada obstruksi intrinsik paling terjadi karena inflamasi pada
lumen
eustakhius yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau
alergi. Obstuksi pada
bagian tulang dari tuba eutakius biasanya disebabkan inflamasi
akut atau kronik.
Obtruksi total dapat terjadi pada ujung muara telinga tengah.
Obstruksi juga dapat
-
50
terjadi pada bagian tulang rawan dari tuba eustakhius.
Patogenesis obstruksi
intrinsik sama halnya dengan obstruksi fungsional.2
Pada obstruksi ektrinsik dapat terjadi karena tekanan dari luar
lumen yang
disebabkan oleh tumor nasofaring, adenoid atau lesi pada dasar
tengkorak.
Adenoid menyebabkan disfungsi tuba oleh karena (a) obstruksi
mekanik
pembukaan tuba, (b) bertindak sebagai reservoir untuk organisme
patogen, (c)
dalam kasus alergi , sel mast dari jaringan adenoid melepaskan
mediator inflamasi
yang menyebabkan penyumbatan tuba eustakhius. Dengan demikian,
adenoid bisa
menyebabkan otitis media dengan efusi atau otitis media akut
berulang.
Adenoidektomi dapat membantu mengurangi kedua kondisi
tersebut.2
Gambar 5.3 Mekanisme obstruksi mekanik intrinsik tuba
eustakhius2
-
51
Gambar 5.4 Mekanisme obstruksi mekanik intrinsik tuba
eustakhius2
Patensi abnormal tuba eustakhius
Lumen tuba eustakhius yang terus menerus terbuka dapat terjadi
ventilasi
antara nasofaring dan telinga tengah, namun patogen dari
nasofaring dapat masuk
sehingga menyebabkan otitis media refluks. Pada tuba
semipatulous, lumen tuba
eutakius tertutup saat istirahat namun mempunyai resistensi yang
rendah,
sehingga mudah terjadi ventilasi dari nasofaring ke telinga
tengah, contohnya
pada saat bersin, ataupun menangis. Patulous tuba dapat terjadi
karena bentuk
geometri yang abnormal sehingga terlalu kaku atau tekanan
ekstramural yang
-
52
berkurang, contohnya pada pasien yang mengalami penurunan berat
badan yang
drastis, kehamilan terutama trimester ketiga atau sklerosis
multipel.2
Gambar 5.5 Mekanisme abnormal patensi tuba eustakhius2
Keluhan utama pasien adalah mendengar suaranya sendiri
(autofoni),
bahkan suara nafasnya sendiri yang sangat mengganggu. Karena
potensi yang
abnormal, perubahan tekanan dalam nasofaring mudah menular ke
telinga tengah
begitu banyak sehingga pergerakan timpani dapat dilihat saat
inspirasi dan
ekspirasi. Kondisi akut tuba eutakius yang patulous biasanya
bersifat self-limited
dan tidak memerlukan pengobatan. Dengan kenaikan berat badan,
pemberian
kalium iodida dapat membantu tetapi beberapa kasus kronik
mungkin
memerlukan kauterisasi dari lumen tuba eustakhius atau
penyisipan Gromet.1,2
-
53
5.3 Barotrauma (Aero-otitis media)
Perpindahan udara dari telinga tengah ke faring melalui tuba
eustakhius
terjadi secara pasif bila terdapat tekanan lebih tinggi pada
telinga tengah. Dalam
situasi sebaliknya, di mana tekanan udara nasofaring yang
tinggi, udara tidak
dapat masuk ke telinga tengah kecuali tabung dibuka secara aktif
oleh kontraksi
otot seperti menelan, menguap atau manuver valsava. Bila tekanan
atmosfer lebih
tinggi dari telinga tengah (90 mmHg), tuba eustakhius akan
"terkunci", yaitu
jaringan lunak faring ujung tabung masuk ke dalam lumennya. Jika
terdapat
edema tuba eustakhius, bahkan perbedaan tekanan yang kecil
menyebabkan tuba
eustakhius "terkunci". Tekanan negatif tiba-tiba di telinga
tengah menyebabkan
retraksi membran timpani, hiperemis dan pembengkakan pembuluh
darah,
transudasi dan pendarahan. Kadang-kadang meskipun jarang, ada
pecah membran
labirin dengan vertigo dan gangguan pendengaran
sensorineural.1,2,15 Mekanisme
bisa terjadi saat menyelam bawah laut, terbang atau perjalanan
udara, trauma
kepala tumpul, dan terapi oksigen hiperbarik.15
Pada perjalanan udara. Sebagai acuan tekanan, permukaan laut
adalah 1
atmosfer (ATM), ketinggian 18.000 kaki adalah ATM. Selama lepas
landas di
dalam pesawat terbang, tekanan udara menurun pada tingkat
perkiraan 15 mmHg
setiap ketinggian 400 kaki. Selama mendarat, relatif tekanan
udara meningkat.
"Tekanan" di dalam pesawat terbang adalah relatif dan tidak
semua pesawat yang
sama. Sebuah pesawat biasanya bertekanan 8,5 psi, yang diartikan
bahwa dalam
kabin pesawat hingga ketinggian 16.000 kaki memiliki tekanan
sama pada
ketinggian permukaan laut, namun pada ketinggian 40.000 kaki, di
dalam kabin
-
54
pesawat memmiliki tekanan yang sama dengan 7.000 kaki. Secara
keseluruhan,
kabin bertekanan dapat mengurangi tetapi tidak akan
menghilangkan risiko
barotrauma. Otalgia dirasakan ketika perbedaan tekanan yang
melintasi membran
timpani melebihi 60 mm Hg dan lumen tuba eustakhius "terkunci"
pada 90
mmHg. Membran timpani dapat terjadi perforasi pada tekanan,
diperlukan
tekanan 100 mmHg sampai 500 mmHg. Implosive trauma telinga
disebabkan oleh
peningkatan secara akut tekanan telinga tengah atau tekanan
tulang pendengaran
memaksa kaki stapes ke vestobullum. Trauma telinga ledakan ini
disebabkan oleh
peningkatan tekanan cairan cerebrospinal (CSF) atau manuver
valsava yang
terlalu kuat, mengakibatkan peningkatan tekanan intracochlear
dan kemungkinan
pecahnya oval atau round window.15
Pada saat menyelam, nyeri biasanya terjadi karena ketidakmampuan
atau
kegagalan untuk menyamakan tekanan telinga tengah. Gejala lain
antara lain nyeri
pada wajah, gigi atau telinga, gangguan pendengaran mendadak,
vertigo, tinnitus,
atau rasa penuh di telinga. Pada pemeriksaa dapat termasuk
perdarahan petekie,
blebs di saluran telinga luar, efusi serosa, retraksi membran
timpani, gangguan
pendengaran konduktif atau kadang-kadang gangguan pendengaran
sensorineural,
dan hingga membran timpani pecah. Sebagai acuan tekanan,
permukaan laut
adalah 1 ATM, 33 meter di bawah permukaan laut ialah 2 ATM, dan
150 meter di
bawah permukaan air laut ialah 3 ATM. Farmer menggambarkan
sistem penilaian
untuk barotrauma telinga tengah : tipe I adalah rasa penuh pada
telinga dan nyeri,
tapi pada otoskopi normal, tipe II adalah rasa nyeri, penurunan
pendengaran,
-
55
membran timpani eritema, efusi , dan hemotimpanum, dan tipe III
adalah
membran timpani perforasi.15
Manajemen barotrauma tujuannya adalah untuk mengembalikan
aerasi
telinga tengah. Hal ini dilakukan dengan kateterisasi atau
politzerisation. Pada
kasus ringan, dapat diberikan tetes hidung dekongestan, nasal
dekongestan atau
antihistamin oral. Dengan adanya cairan atau kegagalan
medikamentosa,
miringotomi dapat dilakukan untuk "membuka " tuba eustakhius dan
aspirasi
cairan
Pencegahan barotrauma dapat dicegah dengan langkah-langkah
berikut :14
1. Hindari perjalanan udara saat terjadi infeksi saluran
pernapasan atas atau
alergi.
2. Menelan berulang kali selama pesawat mendarat. Mengunyah
permen atau
permen karet.
3. Jangan biarkan tidur selama mendarat karena saat tidur tidak
dapat menelan.
4. Autoinflation tabung oleh Valsava harus dilakukan
sebentar-sebentar selama
keturunan .
5. Gunakan semprot hidung vasokonstriktor dan tablet
antihistamin dan
dekongesan sistemik, setengah jam sebelum mendarat teruatama
pada orang
dengan riwayat episode.
6. Pada barotrauma berulang, harus dicurigai polip hidung,
deviasi septum,
alergi dan sinusitis kronis.
-
BAB VI
KESIMPULAN
Tuba eustakhius tidak hanya merupakan sebuah tabung namun
sebuah
organ yang merupakan bagian dari sistem organ. Rongga hidung,
palatum dan
faring merupakan bagian ujung proksimal dari tuba eustakhius dan
telinga tengah
serta sistem sel-sel gas mastoid merupakan ujung bagian distal
dari tuba
eustakhius. Oleh karena itu fungsi dari tuba inipun pasti
berhubungan dengan
sistem ini.
Ada tiga fungsi dari tuba eustakhius, diantaranya:
1. Sebagai pengatur tekanan (ventilasi) dari telinga tengah
yang
menyeimbangkan tekanan gas di dalam telinga tengah dan
tekanan
atmosfir
2. Sebagai pelindung terhadap telinga tengah dari tekanan suara
dan sekresi
dari rongga nasofaring.
3. Sebagai klirens (drainase) cairan yang dihasilkan di dalam
telinga tengah
yang kemudian dialirkan ke nasofaring.
Dari ketiga fungsi fisiologis tuba eustakhius, fungsi yang
paling utama
adalah sebagai regulasi tekanan (ventilasi) di dalam telinga
tengah, dimana
pendengaran akan optimal jika tekanan gas di telinga tengah
relatif sama dengan
tekanan udara di kanalis auditorius eksterna
56
-
57
Metoda dalam menilai fungsi tuba terutama menilai ventilasi tuba
sudah
banyak tersedia bagi para klinisi dan harus digunakan sesuai
indikasinya, mulai
dari yang sederhana hingga dengan menggunakan alat yang sudah
canggih.
Obstruksi tuba eustakhius dapat terjadi secara fungsional atau
mekanik atau
bahkan keduanya. Obstruksi mekanik disebabkan dari (a) penyebab
intrinsik
seperti peradangan atau alergi atau (b) penyebab ekstrinsik
seperti tumor di
nasofaring. Patensi lumen tuba eustakhius juga dapat terjadi
kelainan diantaranya
tuba patulous dan semipatulous. Tuba patulous yaitu terbukanya
lumen tuba
eustakhius walaupun saat istiahat, sedangkan pada semipatulous,
lumen tuba
eutakius tertutup saat istirahat namun mempunyai resistensi yang
rendah
dibandingkan resistensi pada lumen tuba yang normal.
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Oreilly, Robert C. Sando, Isamu. Anatomy and Physiology of
the Eustachian
Tube. In: Cummings Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 5th
Edition.
Mosby. 2010
2. Bluestone, Charles D, Klein, Jerome. Otitis Media and
Eustachian Tube
Dysfunction In: Pediatric Otolaryngology. 4th Edition. Saunders,
2003
3. Bluestone, Charles D. Anatomy and Physiology of the
Eustachian Tube
System. In : Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Fourth
Edition. Edited
by: Bailey B.J. Lippincott Williams & Wilkin. 2006.
4. Snow Jr, JB; Ballenger, JJ. Ballengers Otorhinolaryngology
Head and Neck
Surgery. 6th edition. BC Decker. 2003
5. Vicente, Javier. Trinidad, Almudena. Et al. Evolution of
Middle Ear Changes
After Permanent Eustachian Tube Blockage. Arch Otolaryngol Head
and
Neck Surgery. Vol 133. June 2007
6. Straetmans, Masja. Heerbeek, Niels. Schilder, M. Eustachian
Tube Function
Before Reccurence of Otitis Media With Effusion. Arch
Otolaryngol Head and
Neck Surgery. Vol 131. Feb 2005
7. Martino, Ercole. Walther, Leif Erik. Westhofen, Martin.
Endoscopic
Examination of the Eustachian Tube: A Step by Step Approach.
Otology &
Neurotolgy. Vol 26 .No. 6; page 1112-117. 2005
8. Effect of Surface Tension and Surfactant Administration on
Eustachian Tube
Mechanics. J Appl Physiol Vol 93; page 1007-1014. 2002
9. Grimmer, JF. Poe, Dennis S. Update on Eustachian Tube
Dysfunction and the
58
-
59
Patulous Eustachian Tube. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg.
Vol 13;
page 277-282. Lippincott Williams, 2005
10. Heerbeek, Niels. Avoort, Stijn. Sonotubometry. Arch
Otolaryngol Head and
Neck Surgery. Vol 133. Aug 2007
11. Avoort, Stijn. Herbeek, Niels. Sonotubometry in Children
With Otitis Media
With Effusion Before and After Insertion of Ventilation Tube.
Arch
Otolaryngol Head and Neck Surgery. Vol 135. May 2009
12. Lino, Yukiko. Kakizaki, Keiko. Saruya, Shoji. Et al.
Eustachian Tube
Function in Patients With Eosinophilic Otitis Media Associated
With
Bronchial Asthma Evaluated by Sonotubometry. Arch Otolaryngol
Head and
Neck Surgery. Vol 132. Oct 2006
13. Yagi, Nobuya. Haji, Tomoyuki. Honjo, Iwao. Eustachian tube
patency
detected by a photoelectric method. The Laryngoscope. Vol 97,
Issue 6, page
732-736, June 1987.
14. Dhingra PL. Disease of Ear Nose Throat. First Edition.
Elsevier. 2007.
15. Jackler RK, Brackman DE. Neurotology. Second Edition.
Elsevier.
Philadelphia. 2005.
1. Oreilly, Robert C. Sando, Isamu. Anatomy and Physiology of
the Eustachian Tube. In: Cummings Otolaryngology: Head & Neck
Surgery, 5th Edition. Mosby. 2010