BAB IPENDAHULUAN
Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh
orang tua mulai di ruang praktek dokter sampai ke unit gawat
darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam
membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Sebagian besar
anak-anakmengalami demam sebagai respon terhadap infeksi virus yang
bersifat self limited dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari atau
infeksi bakteri yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Akan tetapi sebagian kecil demam tersebut merupakan tanda infeksi
yang serius dan mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis,
artritis septik dan sepsis. Hal ini merupakan tantangan bagi dokter
untuk mengidentifikasi penyebab demam tersebut. (Kania,
2007)Pendekatan penatalaksanaan demam pada anak bersifat age
dependent karena infeksi yang terjadi tergantung dengan maturitas
sistem imun di kelompok usia tertentu. Penilaian awal pada saat
anak dibawa ke rumah sakit akan membantu menentukan beratnya
penyakit anak dan urgensi pengobatannya. (Kania, 2007)
.
BAB IIDEMAM
2.1 Definisi DemamDemam adalah keadaan dimana temperature rectal
> 38 oC. Menurut American Academy of Pediatric (AAP) suhu normal
rectal pada anak berumur kurang dari 3 tahun sampai 38 oC. Suhu
normal oral sampai 37.5 oC. Pada anak berumur lebih dari 3 tahun
suhu oral normal sampai 37,2 oC, suhu rectal normal sampai 37,8 oC.
(Janice E,2013)Menurut IDAI, demam didefinisikan sebagai keadaan
kenaikan suhu tubuh. Batas kenaikan adalah 37oC bila diukur secara
oral atau diatas 38,4 oC pada pengukuran di rectal. Suhu tubuh
normal pada anak berkisar antara 36,1-37,8 oC. (Soedarmo S,
2010)Hiperpireksia didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh 41 oC
atau lebih. Keadaan ini sering dihubungkan dengan infeksi berat,
kerusakan hipotalamus atau perdarahan SSP dan memerlukan terapi.
Sedangkan demam tanpa kausa yang jelas atau fever of unknown origin
adalah keadaan temperature tubuh minimal 37,8-38 oC terus menerus
untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu tanpa diketahui
sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. (Soedarmo S,
2010)Tempat pengukuranJenis termometerRentang; rerata suhu normal
(oC)Demam (oC)
AksilaAir raksa, elektronik34,7 37,3; 36,437,4
SublingualAir raksa, elektronik35,5 37,5; 36,637,6
RektalAir raksa, elektronik36,6 37,9; 3738
TelingaEmisi infra merah35,7 37,5; 36,637,6
2.2 EtiologiPada umumnya disebabkan oleh virus yang dapat sembuh
sendiri, hanya sebagian kecil dapat berupa infeksi bakteri serius
di anataranya meningitis bakteriil, bakteremia, pneumonia bakteri,
infeksi saluran kemih, enteritis bakteriil, infeksi tualang dan
sendi. Penyebab demam dapat diidentifikasi berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. (Kaspan MF, 2008)2.3 Patifisiologi2.3.1
Demam dapat dipicu oleh bahan exogenous maupun endogenous. Bahan
exogenous pun ternyata harus lewat endogenous pyrogen, polipeptida
yang diproduksi oleh jajaran monosit, makrofag, dan sel lain.
Pemicu peningkatan suhu yang diketahui antara lain IL-1, TNF, IFN,
dan IL-6. Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk sirkulasi
sistemik dan pada daerah praeoptik hypothalamus merangsang
phospholipase A2, melepas plasma membrane arachidonic acid untuk
masuk ke jalur cyclooxigenase, yang meningkatkan ekspresi
cyclooxigenase dalam melepas prostaglandin E2, yang mudah masuk
BBB, sehinga merangsang thermoregulator neuron untuk meningkatkan
thermostat setpoint. Set point yang tinggi memerintahkan tubuh
untuk meningkatkan suhu lewat rangkaian simpatetik. Saraf efferent
adrenergic dapat memicu konservasi panas (dengan cara
vasokontriksi) dan kontraksi otot (mengigil). Selain itu jalur
autonomic den endokrin ikut menurunkan penguapan dan mengurangi
jumlah cairan yang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus
sampai suhu sudah sesuai dengan thermostat, suhu tubuh terukur akan
diatas suhu rata-rata. Bilamana rangsangan sitokin telah turun,
thermostat diturunkan kembali, sehingga proses pengeluaran panas
dan penambahan jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini
dibantu korteks serebri dalam menyesuaikan dengan perilaku. (Kaspan
MF, 2008)Aspek klinis demam terlihat pada variasi suhu badan sesuai
dengan kegiatan, meskipun pada anak kecil lonjakan tajam tidak
jelas, meskipun pada anak kecil lonjakan tajam tidak jelas.
Intepretasi demam pada bayi dan anak harus dibedakan antara demam
(diatas 38 oC) dan hiperpireksia (diatas 39,5 oC) (Kaspan MF,
2008)2.3.2 Respon radang adalah serangkain reaksi kompleks sekali
yang melibatkan migrasi sel dan bahan radang ke tempat invasi
kuman. Secara sederhana, efek klinisnya adalah mempercepat resolusi
infeksi dan mendorong remodeling jaringan. Bilamana infeksi terlalu
berat untuk dikontrol dengan cara ini, maka rangsangan infeksi akan
masuk ke sirkulasi dan memicu molekul efektor menimbulkan reaksi
berantai (cascade reaction) local maupun sistemik sehinga
menyebabkan systemic inflammatory response. Response ini melibatkan
TNF, IL-1, IL-6, IL-8, CSF, PAF. Sitokin-sitokin ini tidak hanya
diproduksi oleh monosit-makrofag namun juga oleh limfosit, vascular
endothelial cells, epidermal cells, astrocyte-microglial cells.
Mediator ini akan merangsang metabolit asam arachidonik menjadi
leukotrins, thromboxane A2, PGs, yang menyebabkan perembesan
endotel. IL-1 dapat menyebabkan endotel vaskuler menghasilkan
berbagai molekul mediator sekunder, memperberat dan memperluas
reaksi radang yang ada. Aktivasi komplemen dan coagulation cascade
terjadi bersamaan dengan pelepasan berbagai sitokin sehinga
produksi bahan proinflamatory meningkat dan reaksi bisa menjadi
sistemik, bilamana negative feedback yang terjadi tidak mampu
mengendalikan berbagai reaksi yang makin kuat. (Kaspan MF,
2008).2.3.3 Respons fase akut. Merupakan respons tubuh (selain
demam dan reaksi radang) yang non antigenic spesifik untuk
menyingkirkan antigen atau melakukan modulasi agar dapat
mempermudah reaksu eliminasi benda asing. (Kaspan MF, 2008) Sitokin
(IL-1 dan IL-6) yang beredar merangsang hati untuk menghasilkan
berbagai protein untuk mengintensifkan radang : 1. Positif
acute-phase proteins: CRP, serum amyloid, antitrypsin, haptoglobin,
ceruplasma, fibrinogen, oleh karena kadar meningkat setelah
stimuli2. Negative acute phase proteins: Albumin, prealbumin,
transferin, retinol binding proteins Perubahan hematologic dengan
peningkatan PMN, trombositopenia, anemia Perubahan mineral dengan
penurunan zink dan besi dan peningkatan cuprum Hipermetabolik yang
melibatkan berbagai bahan bahkan terjadi metabolism yang khusus
(misal glukoneogenesis) (Kaspan MF, 2008)
2.4 Klasifikasi Klinis pada Anak DemamPada umumnya kita
mengolongkan anak dengan demam berdasarkan keberadaan focus dan
kelompok usia. (Kaspan MF, 2008)2.4.1 Fokus pada anak dengan demam
Demam dengan focus yang jelas (overt focus). Anak dengan demam
dengan focus yang jelas mudah dikenali secara klinis. Focus pada
anak besar, akibat kemampuan melokalisir radang. Focus dapat
memberikan dugaan akan kemungkinan penyebab etiologic (kuman). ISK,
pneumonia, meningitis, enteritis bacterial, abses, merupakan focus
yang jelas dan pada usia tertentu kumannya dapat diduga. Detritus
pada tonsil, furunkel pada kulit, nanah pada liang telinga, dapat
memberikan gambaran yang jelas pada kuman infeksi. Pemeriksaan
biakan jaringan pada focus dapat menjelaskan kuman penyebab, focus
pada bayi kecil dapat disertai dengan bakteremia (Kaspan MF, 2008)
Demam tanpa focus yang jelas (occult focus). Infeksi selain
menyebabkan perubahan anatomis juga dapat menyebabkan kelainan
fungsional, akibat reaksi radang. Gejala klinis yang disebabkan
oleh mediator yang menyebabkan perubahan faal menyebabkan focus
yang tidak jelas. demam tanpa focus yang jelas ini pada usia yang
muda makin tidak jelas gejala klinisnya, karena keterbatasan tubuh
merespons infeksi. Selain itu juga terdapat gabungan gejala yang
menjadi kabur, misalnya pada anak diare dengan parasit malaria
dalam darah, pneumonia dengan pada anak anemia, kebocoran plasma
akibat DHF pada anak dan sebagainya (Kaspan MF, 2008) Demam tanpa
penyebab yang jelas (unknown origin). Demam jenis ini biasanya
terdapat pada infeksi yang kronis dan berjalan pelan, tidak
menunjukan focus dan tidak terdapat gejala lain yang mencolok,
kecuali demam. Reaksi radang tidak hanya akibat infeksi tetapi
akibat kerusakan jaringan maupun kematian sel, seperti pada anka
dengan keganasan atau anak dengan penyakit autoimun. Pencarian
sumber demam menjadi semakin rumit dan mahal dan seringkali tidak
tuntas akibat ketidakmampuan teknologi dan financial. (Kaspan MF,
2008)
2.4.2 Kelompok Usia Anak dengan Demam Kelompok bayi muda, 0-48
hariDemam pada neonates ( 10/lpb atau bakteri (+) pewarnaan gram
(+)(Kaspan MF, 2008)b) PneumoniaPneumonia bakterial bila demam 39
oC atau leukosit >20.000. Catatan : Pada anak dengan suhu yang
tidak terlalu tinggi, hitung jenis leukosit tidak terlalu tinggi,
tidak disertai distress respirasi, takipneu, ronchi atau suara
napas melemah maka kemungkinan pneumonia dapat disingkirkan. Umur
dapat digunakan sebagai prediksi penyebab pneumonia. Pneumonia oleh
virus paling banyak dijumpai pada umur 2 tahun pertama. Foto thorax
sering kali tidak selalu membantu dalam menentukan pengobatan
pneumonia. Pneumonia dan bakteremia jarang terjadi bersamaan.
(Kaspan MF, 2008)c) Gastroenteritis (GE) BakterialUmumnya ditandai
dengan muntah dan berak. (Kaspan MF, 2008)Catatan: Penyebab
terbanyak rotavirus. Buang air besar darah lendir biasanya karena
GE bakterial. (Kaspan MF, 2008)d) Meningitis(i) Bayi atau anak
tampak sakit berat(ii) Pemeriksaan fisik didapatkan letargik, kaku
kuduk dan muntah(iii) Diagnosis ditegakkan dengan pungsi lumbal
(Kaspan MF, 2008)
Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas
status generalis dan evaluasi secara detil yang memfokuskan pada
sumber infeksi. Pemeriksaan status generalis tidak dapat diabaikan
karena menentukan apakah pasien tergolong toksis atau tidak toksis.
Penampakan yang toksis mengindikasikan infeksi serius. McCarthy
membuat Yale Observation Scale untuk penilaian anak toksis. Skala
penilaian ini terdiri dari enam kriteria berupa: evaluasi cara
menangis, reaksi terhadap orang tua, variasi keadaan, respon
sosial, warna kulit dan status hidrasi. Masing-masing item diberi
nilai 1 (normal), 3 (moderat), 5 (berat). (Kania, 2007)
Tabel : The Yale Obsevation ScalePengamatan Normal 1Gangguan
Gerak (3)Gangguan Berat (5)
Kualitas TangisanKuat atau sedangMerengek/terisakLemah atau
mengiking
Simulasi orang tuaTangis segera berhenti/tidak menangisTangisan
hilang timbulTerus menangis atau menangis bertambah keras
Variasi Keadaan Bila bangun tetap terbangun atau bila tidur
distimulasi akan segera bangun Mata segera menutup lalu terbangun
atau terbangun dengan simulasi yang lamaTerus tertidur atau tidak
terstimulasi
Warna Kulit Merah muda Ekstrimitas pucat Pucat
Hidrasi Kulit, mata normal, membran mukosa basahMembran mukosa
keringTurgor kulit buruk
Respons terhadap kontak social
Senyum atau alert ( 39 0 C, anak cenderung tidaknyaman dan
pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa
lebih baik. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak dapat
dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun kombinasi keduanya.
(Kania, 2007) (Abraham BB, 2001)
2.7.1 Secara Fisika) Anak demam ditempatkan dalam ruangan
bersuhu normalb) Pakaian anak diusahakan tidak tebalc) Memberikan
minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkatd) Memberikan
kompres.e) Surface Cooling dengan selimut dingin atau mandi alcohol
sudah ditingalkan. (Kania, 2007)2.7.2 Obat-obatan
AntipiretikPemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama
dalam menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien
berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis,
kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko
kejang demam. (Kania, 2007)Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan sering
berbeda dalam susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek
pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui
pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase. (Kania, 2007)Asetaminofen merupakan derivat
para-aminofenol yang bekerja menekan pembentukan prostaglandin yang
disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis terapeutik antara 10-15
mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90
mgr/kbBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi dengan
baik. Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan
kerusakkan hepar. Pemberiannya dapat secara per oral maupun rectal.
(Kania, 2007)Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga bekerja
menekan pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik,
analgetik dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual,
perut kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan
aspirin. Efek samping hematologis yang berat meliputi
agranulositosis dan anemia aplastik. Efekterhadap ginjal berupa
gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan
asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6
sampai 8 jam. (Kania, 2007)Metamizole (antalgin) bekerja menekan
pembentukkan prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik, analgetik
dan antiinflamasi. Efek samping pemberiannya berupa
agranulositosis, anemia aplastik dan perdarahan saluran cerna.
Dosis terapeutik 10mgr/kgBB/kali tiap 6-8 jam dan tidak dianjurkan
untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara per oral,
intramuskular atau intravena. (Kania, 2007)Asam mefenamat suatu
obat golongan fenamat. Khasiat analgetiknya lebih kuat dibandingkan
sebagai antipiretik. Efek sampingnya berupa dispepsia dan anemia
hemolitik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh diberikan anak usia
kurang dari 6 bulan. (Kania, 2007)2.7.3 Dasar Pengunaan Anti
InfeksiAntimikroba merupakan alat terapi untuk penyakit infeksi
pada anak bahkan merupakan intervensi utama pada pediatric klinik,
namun pengunaannya yang berlebihan telah menyebabkan peningkatan
kuman yang resisten, oleh karena itu pertimbangkan :1. Identifikasi
Kuman / Agen PenyebabSedapatmungkin etiologi kuman penyebab harus
dapat dibuktikan pada setiap pemberian antibiotic. Antibiotic
empiric dapat diberikan pada beberapa kasus selama 3 hari, menunggu
data yang lebih lengkap untuk menentukan pengobatan definitive
(Kaspan MF, 2008)2. Tes kepekaanManfaat tes kepekaan adalah untuk
menuntun pemiloihan antibiotic yang akan digunakan. Cara ini
bermanfaat untuk terapi individual atau untuk terapi empiric pada
kasus yang data penduduknya tidak lengkap. Selain akurasi minimum
inhibitory concentration (MIC), intepretasi hasil kepekaan juga
harus diterjemahkan secara klinis. Bilamana tes kepekaan akan
digunakan, lokasi infeksi yang dapat dicapai antibiotic, jenis
infeksi intraseluler atau ekstraseluler, harus ditetapkan untuk
terapi klinis definitive. (Kaspan MF, 2008)3. Dosis, Route, Lama
TerapiDosis optimal antibiotic sangat tergantung pada hubungan
antar konsentrasi obat pada jaringan situs infeksi, karakter kerja
antibiotic, eliminasi obat dari tubuh dan efek samping. Dosis
optimal tidak hanya tergantung pada jumlah obat yang harus
diberikan, namun juga pada jalur pemberian. (Kaspan MF, 2008)4.
Farmakokinetik dan FarmakodinamikPK adalah runtutan waktu
pergerakan obat dalam tubuh, namun pergerakan obat tidak member
manfaat yang besar, kecuali bisa disertai dengan efek obat pada
tubuh penderita (PD). PK menyangkut absorpsi obat, distribusi ke
dalam berbagai jaringan, metabolism dan tatacara eliminasi obat
keluar tubuh. PD berkaitan dengan efek antibiotic pada kuman, juga
pada jaringan. Tergantung pada lama obat di jaringan dalam kadar
diatas MIC atau kadar obat tertinggi yang berada di jaringan.
Pengetahuan PK/PD masing-masing antibiotic sangat penting untuk
menentukan jenis antibiotic yang sesuai dengan kuman yang
menginfeksi, dosis yang cukup dan frekuensi pemberian.
Masing-masing obat mempunyai PK/PD tersendiri, juga obat antikuman,
antivirus dan antijamur yang berbeda-beda. (Kaspan MF, 2008)5.
KombinasiAntibiotic kombinasi pada kasus demam netropenia,
digunakan sebagai terapi empiric antibiotic dengan harapan tetap
ada kuman yang terbunuh. Indikasi relative kedua adalah infeksi
polimikrobial, suatu infeksi yang disebabkan oleh banyak kuman,
seperti pada appendix perforates, pelvic inflammatory disease, dsb.
Antibiotic kombinasi juga digunakan bila kita menghadapi kuman
resisten betalaktamase, misalnya kombinasi amoxicillin dengan
clavulanic acid, sulbactam atau tazobactam(Kaspan MF, 2008)
6. Resistensi Bilamana antibiotic digunakan secara hati-hati
(prudent use of antibiotic), maka kuman menjadi peka kembali pada
antibiotic lama, sehingga pengobatan menjadi efektif dan efisien.
(Kaspan MF, 2008)
2.7.4 Algoritma tatalaksana demam pada anak
2.8 Keadaan Khusus Akibat Demam2.8.1 HiperpireksiaHiperpireksia
adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,1 C. Hiperpereksia sangat
berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan
metabolisme, fisiologi dan akhirnya kerusakan susunan saraf pusat.
Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala,
pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi
bila suhu >43 C dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila
suhu 43 C sampai 45 C. Penatalaksanaan pasien hiperpireksia
berupa:1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.2. Pakaian
anak di lepas3. Berikan oksigen4. Berikan anti konvulsan bila ada
kejang5. Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral
atau rektal. Tidak boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti
antalgin.6. Berikan kompres es pada punggung anak7. Bila timbul
keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-1 mgr/kgBB
(I.V).8. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl
0,9% dingin melalui nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per
enema.9. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan
dantrolen (1 mgr/kgBB I.V.), maksimal 10 mgr/kgBB. (Kania,
2007)
2.8.2 KEJANG DEMAMKejang demam merupakan keadaan yang umum
ditemukan pada anak khususnya usia 6 bulan sampai 5 tahun.
Insidensinya di Amerika sekitar 2-4% dari seluruh kelainan
neurologis pada anak.15 Walaupun 30% dari seluruh kasus kejang pada
anak adalah kejang demam tetapi masih banyak penyebab lain dari
kejang sehingga kejang demam tidak dapat didiagnosis sembarangan,
karena penyebab lain demam dan kejang yang serius seperti
meningitis harus disingkirkan. Banyak klinisi yang mengobati demam
dengan pemberian parasetamol untuk mencegah kejang demam. Dari
penelitian pada 104 anak, dimana satu kelompok diberikan
profilaksis parasetamol dan kelompok lain diberikan parasetamol
secara sporadis didapatkan hasil pemberian parasetamol profilaksis
tidak efektif bila dibandingkan kelompok lainnya dalam mencegah
kejang demam yang rekuren. Sedangkan penelitian Uhari dkk.
menunjukkan pemberian asetaminofen dan diazepam per oral
menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah rekurensi kejang demam.
(Kania, 2007)
2.9 KESIMPULANDemam pada umumnya merupakan respon tubuh terhadap
suatu infeksi. Umur anak dan tanda serta gejala yang muncul sangat
penting dalam menentukan kemungkinan adanya penyakit yang serius.
Penilaian awal akan membantu menentukan beratnya penyakit anak dan
urgensi pengobatannya. Pemberian antipiretik merupakan terapi
alternatif dalam penatalaksanaan demam pada anak.
Daftar Pustaka
Abraham BB, 2001, Twenty Common Problem Pediatrics, hal
61-69
Asher C, Position Statement for Measurement of Temperature /
Fever in Children, Society of Pediatric Nurses, Pensacola
Baitil Atiq, 2009, diakses dari
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122730-S09021fk-Gambaran%20pengetahuan-Literatur.pdf
Ismoedijanto, Kaspan MF, 2008, Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr Soetomo hal 84-93, FK airlangga,
surabaya
Janice E,2013, Fever and Antipyretic Use in Children, AAP
Soedarmo S, dkk, 2010, Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis,
Ed.2, Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal 21-48
Stephen Berman MD, Pediatrics Decision Making, hal 2-11, BC
decker INC, Philadelphia
Kania N, 2007, Penatalaksanaan Demam Pada Anak, di akses dari
http://www..unpad.ac.id-penatalaksanaan_demam_pada_anak.pdf
http://xa.yimg.com/kq/groups/15854266/766761054/name/Monograf
13