Referat dan Presentasi Kasus DERMATITIS KONTAK ALERGI Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Keluarga (Family Medicine) Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Disusun Oleh : Evi Syahrinawati 0707101010074 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Referat dan Presentasi Kasus
DERMATITIS KONTAK ALERGI
Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik SeniorBagian / SMF Ilmu Kedokteran Keluarga (Family Medicine)
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah KualaBanda Aceh
Disusun Oleh :
Evi Syahrinawati0707101010074
BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN KELUARGA( FAMILY MEDICINE)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALABANDA ACEH
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji Dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “ DERMATITIS KONTAK ALERGI” yang akan diajukan penulis untuk
melengkapi tugas-tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian
Kedokteran Keluarga (Family Medicine).
Shalawat beserta salam marilah selalu kita sanjung sajikan kepada baginda nabi
besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh dengan
kegelapan kea lam yang terang benderang seperti saat ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pembimbing penulis yang telah memberikan waktu dan
kesempatannya untuk membimbing dalam proses penulisan hingga mempresentasikan
kasus ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian presentasi
kasus ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan itu,
penulis mengaharapkan kritik dan saran demi perbaikan presentasi kasus ini. Semoga
presentasi kasus ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Januari 2012
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis (Sularsito, dkk, 2011).
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak
yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA),
keduanya dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi
peradangan kulit nonimunologik, sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen (Sularsito, dkk,
2011).
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di
masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran
belum didapat (Sularsito, dkk, 2011).
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan
DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan
60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat
kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja (Sularsito, dkk, 2011). Usia
3
tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi, tetapi umumnya DKA jarang ditemui
pada anak-anak. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-
laki. Bangsa kaukasian lebih sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain
(Sumantri, dkk, 2005).
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum
sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis
perunit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit
pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status
imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari) (Sularsito,
dkk, 2011).
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA bertujuan
untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi bersamaan dengan
dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin
dihindari(misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat
pada lingkungan penderita) dapat menyebabkan prognosis menjadi kurang baik.
Oleh karena itu penting untuk diketahui apa dan bagaiman DKA sehingga dapat
menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi dan epidemiologi pada penyakit Dermatitis Kontak
Alergi
2. Mengetahui etiologi dan predisposisi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
3. Mengetahui patofisiologi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
4. Mengetahui penegakan diagnosis pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
5. Mengetahui penatalaksanaan pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
6. Mengetahui prognosis pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
7. Mengetahui komplikasi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi
4
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : An. R
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lamdingin
No. ID : 441
2.2 Anamnesa ( Dilakukan secara aloanamnesis)
a. Keluhan Utama:
Gatal dan kering pada kulit tungkai bawah kanan dan kiri yang kambuh sejak
seminggu yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan gatal dan kering pada kulit tungkai bawah kanan
dan kiri yang kambuh sejak seminggu yang lalu. Mulanya pada awal bulan
Februari, muncul bentol-bentol kecil sepanjang tungkai bawah kanan dan kiri.
Kemudian ibu dari pasien mengobati dengan minyak tawon pada bentol-bentol
tersebut. Bentol-bentolnya hilang, namun kulitnya berubah menjadi sangat
merah dan gatalnya tidak hilang. Beberapa hari kemudian, kulit tungkai bawah
kanan & kiri pasien mengelupas dan menjadi kering. Gatalnya tetap tidak
hilang.
Ibu pasien lalu membawa pasien ke praktek bidan dan diberi salep cina
berwarna hijau, saat ibu pasien memakaikan salap tersebut os mengaku
kakinya menjadi dingin, namun keluhan gatal tidak berkurang bahkan kaki os
semakin kering.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan serupa seperti pasien.
5
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik
Status dermatologis : Pada ekstremitas inferior dextra dan sinistra ditemukan
lesi plakat berbatas tegas dengan tepi yang tidak aktif. Lesinya
hiperpigmentasi, berskuama, erosi dan xerosis.
2.4 Pemeriksaan Penunjang : Tidak dilakukan
2.5 Diagnosa Banding
1. Dermatitis kontak alergi
2. Dermatitis kontak iritan
3. Dermatitis Atopi
4.Tinea Korporis
2.6 Diagnosa
Dermatitis kontak alergi akibat pemakaian minyak tawon
2.7 Pengobatan
Oral : CTM 4mg ( 3dd 1 )
Dexamethasone 0,5 mg 3x1
B complex tab 2x1
Topikal : Kloramfenikol+hidrokortison 10mg salap ( 2xsehari - pagi
malam )
2.7 Prognosis
Baik, bila pasien mengkonsumsi obat secara teratur dan menghindari alergen
penyebab (minyak tawon)
2.8 Anjuran
Mengkonsumsi obat secara teratur dan menghindari allergen penyebab
6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi (Siregar, 2004).
3.2 Etiologi dan Predisposisi
a. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit
(Djuanda, 2005).
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-
tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi
terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison
oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu
campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya
adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen,
pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut,
obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan
parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2003).
b. Predisposisi
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.
Misalnya antara lain:
a. Faktor eksternal (Djuanda, 2011):
1) Potesi sensitisasi allergen
2) Dosis per unit area
3) Luas daerah yang terkena
4) Lama pajanan
5) Oklusi
7
6) Suhu dan kelembaban lingkungan
7) Vehikulum
8) pH
b. Faktor Internal/ Faktor Individu (Djuanda, 2011):
1) Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum
korneum.
2) Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari.
3) Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya
mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena
alergi nickel (Thysen, 2009).
4) Status higinie dan gizi
Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang
masing – masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai
contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus
higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi
sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga
sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila
dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang
rendah. Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi lain yang menyebabkan
kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit
terganggu, misalnya dermatitis statis (Baratawijaya, 2006).
3.3 Patofisiologi
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara berulang
oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang sangat reaktif
dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana. Struktur kimia
tersebut bila terkena kulit dapat menembus lapisan epidermis yang lebih dalam
menembus stratum corneum dan membentuk kompleks sebagai hapten dengan
protein kulit. Konjugat yang terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel
8
kelenjar getah bening yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat
mengenali konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan.
Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang sudah
disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya sitotoksisitas
langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin (Price, 2005).
Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi
yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan melepaskan
mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNFα, leukotrien, IFNγ, dan
sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit tersebut.
Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan manifestasi klinis khas
khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya. DKA ini akan terlihat jelas
setelah terpajan oleh alergen selama beberapa waktu yang lama sekitar berbulan-
bulan bahkan beberapa tahun (Price, 2005).
Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus, kemerahan dan
penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-vesikel yang
relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang mula-mula tampak nyata dan jika
mengenai wajah, genitalia atau ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema.
Edema memisahkan sel-sel lapisan epidermis yang lebih dalam (spongiosus) dan
dermis yang berdekatan. Lebih sering mengenai bagian kulit yang tidak memiliki
rambut terutama kelopak mata (Price, 2005).
Skema Patogenesis DKA
9
Kontak Dengan Alergen secara Berulang
Alergen kecil dan larut dalam lemak disebut
hapten
Menembus lapisan corneum
Sel langerhans keluarkan sitokin
IL-1, ICAM-1, LFA-3,B-7, MHC I dan II
10
Difagosit oleh sel Langerhans dengan
pinositosis
Hapten + HLA-DR
Membentuk antigen
Dikenalkan ke limfosit T melalui CD4
Sitokin akan memproliferasi sel T
dan menjadi lebih banyak dan memiliki
sel T memori
Sitokin akan keluar dari getah bening
Beredar ke seluruh tubuh
Individu tersensitisasi
Fase Sensitisasi (I)
2-3 minggu
Fase Elitisasi (II)
24-48 jam
Pajanan ulang
Sel T memori
Aktivasi sitokin inflamasi lebih kompleks
3.4 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal
(Sularsito, 2010).
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit
berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi,
likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah
penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat
dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,
kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit
11
Proliferasi dan ekspansi sel T di kulit
IFN – γ → keratinosit → LFA -1, IL-1, TNF-α
Eikosanoid (dari sel mast dan keratinosit
Dilatasi vaskuler dan peningkatan
permeabilitas vaskuler
Molekul larut (komplemen dan klinin) → ke epidermis
dan dermis
Faktor kemotaktik, PGE2 dan OGD2, dan leukotrien B4 (LTB4) dan eiksanoid
menarik → neutrofil, monosit ke dermis
Respons klinis DKA
kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan
maupun keluarganya (Sularsito, 2010). Penelusuran riwayat pada DKA
didasarkan pada beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1
berikut.
Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA (Sularsito,2010).
Demografi dan riwayat
pekerjaan
Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,
paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.
Riwayat penyakit dalam
keluarga
Faktor genetik, predisposisi
Riwayat penyakit
sebelumnya
Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-
obat yang digunakan, tindakan bedah
Riwayat dermatitis yang
spesifik
Onset, lokasi, pengobatan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel 2.2. Misalnya, di
ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua
kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang
cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit
lain karena sebab-sebab endogen (Sularsito, 2010).
Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA (Sularsito,2010).
Lokasi Kemungkinan Penyebab
Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya
memasak makanan (getah sayuran, pestisida)
dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu
12
semen, dan tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada
di pakaian.
Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,
alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai
kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep
mata.
Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai
kacamata, obat topikal, gagang telepon.
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat
warna pakaian.
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet
(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut