Top Banner
Presentasi Kasus SEORANG LAKI-LAKI 18 TAHUN DENGAN MITRAL STENOSIS DAN INSUFFISIENSI (MSI), TRIKUSPID REGURGITASI (TR) AKIBAT PENYAKIT JANTUNG REUMATIK Oleh: Iput Syahril Gia Noor Pratami G99122052 Gloria K. Evasari G99122053 Ratih Puspa Wardani G99122100 Pembimbing: Triadhy Nugraha YS, dr., Sp.JP, FIHA KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
38

Preskas PJR

Nov 29, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Preskas PJR

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI-LAKI 18 TAHUN DENGAN MITRAL STENOSIS

DAN INSUFFISIENSI (MSI), TRIKUSPID REGURGITASI (TR)

AKIBAT PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

Oleh:

Iput Syahril

Gia Noor Pratami G99122052

Gloria K. Evasari G99122053

Ratih Puspa Wardani G99122100

Pembimbing: Triadhy Nugraha YS, dr., Sp.JP, FIHA

KEPANITERAAN KLINIK

SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2013

Page 2: Preskas PJR

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Sdr. S

Umur : 18 th

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Mojorojo 03/06 Temon Baturetno, Kebakkramat,

Karanganyar, Jawa Tengah

No. RM : 00953199

Masuk RS : 20 Juni 2013

Tgl pemeriksaan : 21 Juni 2013

B. DATA DASAR

ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Sesak napas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan

memberat + dalam 1 minggu SMRS dan tidak berkurang dengan istirahat.

Sesak tidak disertai mengi. Pasien merasa nyaman tidur dengan 5-6

bantal. Pasien merupakan pasien PJR dan rutin kontrol ke poli jantung. 3

hari SMRS pasien kontrol dan mendapat obat omeprazole, KI, dan

paracetamol. Sesak tidak membaik sehingga pasien dibawa ke RSDM.

Pasien juga mengeluh batuk berdahak 1 minggu, dahak berwarna putih

kental, mual (+), muntah (+), pusing (+), nafsu makan menurun (+).

Pasien memang memiliki penyakit jantung sejak usia 15 tahun. Apabila

kecapekan maka sesak kambuh.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asma : (-)

Page 3: Preskas PJR

Riwayat Alergi : (-)

Riwayat DM : (-)

Riwayat Hipertensi : (-)

Riwayat penyakit jantung: (+) sejak usia 15 tahun

Riwayat Mondok : (+) 5x karena penyakit jantung, terakhir bulan

April 2013

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Asma : (-)

Riwayat Alergi : (-)

Riwayat DM : (-)

Riwayat Hipertensi : (-)

Riwayat penyakit jantung: (-)

5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat Merokok : (-)

6. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 19 tahun dengan pekerjaan

sebagai pedagang. Pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi dengan

fasilitas Jamkesmas.

C. ANAMNESA SISTEMIK

Keluhan utama : Sesak nafas

Kulit : Sawo matang, kering (-), pucat (-), menebal (-),

gatal (-), luka (-), kuning (-).

Kepala : Sakit kepala (-), pusing (+), rambut mudah dicabut

(-), rambut mudah rontok (-)

Mata : Pandangan kabur (-/-), pandangan dobel (-/-),

pandangan berputar-putar (-/-), berkunang-kunang

(-/-).

Hidung : Pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-), gatal

(-).

Telinga : Berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-).

Page 4: Preskas PJR

Mulut : Terasa kering (-), bibir biru (-), pucat (-), sariawan

(-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-

pecah (-), luka pada sudut bibir (-).

Tenggorokan : Sakit menelan (-), gatal (-).

Sistem Respirasi : Sesak nafas (+), batuk (+), dahak (+) warna putih,

mengi (-).

Sistem Cardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa tertekan (-), rasa berdebar

(-), sesak nafas karena aktivitas (+)

Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), nafsu makan menurun (+),

BAB (+) normal, perut sebah (-), nyeri ulu hati (-),

mbeseseg (-), kembung (-), tinja warna kuning.

Sistem Genitourinaria : Nyeri saat BAK (-), panas (-), darah (-), nanah (-),

anyang-anyangan(-), sering menahan kencing (-),

BAK warna seperti teh(-).

Sistem Muskuloskeletal : Lemas (+), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak

sendi (-).

Ekstremitas : Atas Kanan/ Kiri: Luka (-), nyeri (-), tremor (-),

kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-).

Bawah Kanan/Kiri: Luka (-), nyeri (-), tremor (-),

kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-).

Neuropsikiatri : Kejang (-), emosi tidak stabil (-), kesemutan (-),

lumpuh (-), gelisah (-), menggigau(-).

D. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 21 Juni 2013

1. Keadaan umum : sakit sedang, lemas, compos mentis, GCS

E4V5M6

2. Vital Sign : Tekanan Darah

HR

Nadi

RR

: 110/70 mmHg

: 64x /menit

: 54x /menit

: 24x/menit

Page 5: Preskas PJR

Suhu : 36,8o C

3. Mata : conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

4. Leher : JVP ≠ meningkat

5. Thorax : retraksi (+/+)

6. Cor : I: ictus cordis tampak di SIC VI LAAS

P: ictus cordis kuat angkat di SIC VI LAAS,

thrill di apex

P: batas jantung melebar ke caudolateral

A: bunyi jantung I-II intensitas , irreguler,

bising sistolik di LLSB 3/6 dan di apeks

3/6, bising diastolik di apeks 3/6, gallop

(-)

6. Pulmo : I : pengembangan dada kiri=kanan

P : fremitus raba kiri = kanan

P : sonor/sonor

A : SDV (+/+), RBH (+/+) di 1/3 lapang paru

7. Abdomen

8. Ekstremitas

: I : dinding perut sejajar dinding dada

A : BU (+) N

P : Tympani

P : Supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

: Akral dingin

- -

- -

Oedem

- -

- -

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah

20/06/2013 Satuan nilai rujukan

Page 6: Preskas PJR

Hb 11,7 Gr/dl 12,0-15,6

Hct 35 % 33-45

AE (uL) 4,17 106/uL 4,10-5,10

AL 7,9 103/uL 4,5-11

AT 170 103/Ul 150-450

PT 20,4 detik 10.0 – 15.0

APTT 37 detik 20.0 – 40.0

INR 1,870 -

Ureum 31 Mg/Dl <50

Kreatinin 0,6 Mg/Dl 0,6-1,1

Na+ 129 mmol/L 136-145

K+ 4,8 mmol/L 3,5-5,1

Cl 99 mmol/L 98-106

HbsAg Non reaktif

EKG 20 Juni 2013

Page 7: Preskas PJR

Kesimpulan: AF rapid VR, HR 124x/menit, LVH

Echocardiography 21 Juni 2013

Dimensi LV dilatasi, IVS dan PW tidak menebal, massa tidak meningkat

Fungsi sistolik LV normal rendah (EF 55%)

Wall motion: global normokinetik

Dimensi LA giant, RA dan RV dilatasi

Kontraktilitas LV menurun (TAPSE 1,7 cm)

Katup-katup jantung:

aorta: dalam batas normal

pulmonal: tampak M-mode PH (+)

trikuspid: TR severe

mitral : MR severe

Kesimpulan: Menyokong PJR dengan MR dan TR severe, dilatasi seluruh

ruang jantung EF 55%

F. DIAGNOSIS KERJA

A(x) : MSI, TR, LVH

F(x) : Decomp cordis NYHA IV, AF rapid VR (perbaikan normo VR)

E(x) : PJR

G. TERAPI

1. Bed rest ½ duduk

2. Infus RL 10cc/jam

3. O2 6 lpm kanul nasal

4. Diet jantung 2100 kkal

Page 8: Preskas PJR

5. Injeksi furosemid 20mg/12 jam

6. Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam

7. Warfarin 2 mg / 0-0-II

8. Spironolacton 25 mg 1-0-0

9. Captopril 3x6,25 mg

10. Injeksi lanoksin ½ ampul/ 8 jam

11. Alprazolam 0,5 mg 0-0-I

12. Antasyd syrup 3xCI

H. PLAN

-

I. PROGNOSIS

Ad vitam :

Ad sanam :

Ad fungsionam :

FOLLOW UP

Tgl 22 Juni 2013 23 Juni 2013

S Sesak (+) berkurang, batuk (-) Sesak (-), batuk (-)

O KU : compos mentis, sakit sedang

Vital Sign:

T : 100/70 mmHg

HR : 78x/menit

N : 78x/menit

Rr : 18x/menit

t : 36.5oC

Mata : CA (-/-) SI(-/-)

Leher : JVP ≠ meningkat

Cor :

Vital Sign:

T :

HR :

N :

Rr :

t : 36.5oC

Mata : CA (-/-) SI(-/-)

Leher : JVP ≠ meningkat

Cor :

I: ictus cordis tampak di SIC VI LAAS

P: ictus cordis kuat angkat di SIC VI LAAS,

Page 9: Preskas PJR

A

I: ictus cordis tampak di SIC VI LAAS

P: ictus cordis kuat angkat di SIC VI LAAS,

thrill di apex

P: batas jantung melebar ke caudolateral

A: bunyi jantung I-II intensitas , irreguler,

bising sistolik di LLSB 3/6 dan di apeks 3/6,

bising diastolik di apeks 3/6, gallop (-)

Pulmo :

I : pengembangan dada kiri=kanan

P : fremitus raba kiri = kanan

P : sonor/sonor

A : SDV (+/+), RBH (-/-)

Abdomen :

I : dinding perut sejajar dinding dada

A : BU (+) N

P : Tympani

P : Supel, NT (-)

Ekstremitas :

Akral dingin Oedema

Diagnosa:

A (x) : MSI, TR, LVH

F (x) : Decomp cordis NYHA IV, AF normo

VR

E (x) : PJR

Terapi

1. Bed rest tidak total

2. Infus RL 10cc/jam

3. O2 3 lpm kanul nasal

thrill di apex

P: batas jantung melebar ke caudolateral

A: bunyi jantung I-II intensitas , irreguler,

bising sistolik di LLSB 3/6 dan di apeks 3/6,

bising diastolik di apeks 3/6, gallop (-)

Pulmo :

I : pengembangan dada kiri=kanan

P : fremitus raba kiri = kanan

P : sonor/sonor

A : SDV (+/+), RBH (-/-)

Abdomen :

I : dinding perut sejajar dinding dada

A : BU (+) N

P : Tympani

P : Supel, NT (-)

Ekstremitas :

Akral dingin Oedema

Diagnosa:

A (x) : MSI, TR, LVH

F (x) : Decomp cordis NYHA IV, AF normo VR

E (x) : PJR

Terapi

1. Bed rest tidak total

2. Infus RL 10cc/jam

3. O2 3 lpm kanul nasal

4. Diet jantung 2100 kkal

5. Injeksi furosemid 20mg/12 jam

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- -

- -

Page 10: Preskas PJR

4. Diet jantung 2100 kkal

5. Injeksi furosemid 20mg/12 jam

6. Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam

7. Warfarin 2 mg / 0-0-II

8. Spironolacton 25 mg 1-0-0

9. Captopril 3x6,25 mg

10. Digoxin 0,25 mg I-0-0

11. Alprazolam 0,5 mg 0-0-I

12. Antasyd syrup 3xCI

13. Injeksi .....

Plan:

Cek....

6. Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam

7. Warfarin 2 mg / 0-0-II

8. Spironolacton 25 mg 1-0-0

9. Captopril 3x6,25 mg

10. Digoxin 0,25 mg I-0-0

11. Alprazolam 0,5 mg 0-0-I

12. Antasyd syrup 3xCI

13. Injeksi .....

Plan:

BLPL

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Jantung Rematik

Page 11: Preskas PJR

1. Definisi

Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat

jantung akibat karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung

sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai

dengan terjadinya cacat katup jantung. Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR

adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu

setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada saluran nafas bagian atas

(Underwood J.C.E, 2000).

2. Faktor Risiko

Faktor risiko yang berpengaruh pada timbulnya PJR dibagi menjadi faktor intrinsik

dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, antara lain :

2.1 Demam Rematik (DR)

2.1.1. Definisi DR

Menurut WHO, definisi DR adalah sindrom klinis sebagai salah satu akibat

infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A, yang ditandai oleh satu atau

lebih manisfestasi mayor (karditis, poliartritis, korea, nodul subkutan, dan eritema

marginatum) dan mempunyai ciri khas untuk kambuh kembali (Afif, A dkk.)

Pendapat lain memberikan definisi DR atau PJR sebagai suatu sindroma klinik

penyakit akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A pada

tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala

mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema

marginatum (Meador R.J. et al, 2009).

2.1.2. Etiologi DR

Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptokokus

Beta Hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit

mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus

Beta Hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas

antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini

lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung jawab pada infeksi pada manusia, tetapi

hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis DR dan PJR.

Hubungan kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A sebagai penyebab DR

terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh dari

Page 12: Preskas PJR

lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis yang membuktikan

bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi Streptococcus beta

hemolitycus grup A, terutama serotipe M1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 (Afif. A, 2008).

Sekurang-kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat infeksi saluran

nafas karena infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan

terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A sering negatif pada saat serangan

DR. Tetapi respons antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat

ditunjukkan pada hampir semua kasus DR dan serangan akut DR sangat berhubungan

dengan besarnya respon antibodi. Diperkirakan banyak anak yang mengalami episode

faringitis setiap tahunnya dan 15%-20% disebabkan oleh Streptokokus grup A dan

80% lainnya disebabkan infeksi virus. Insidens infeksi Streptococcus beta

hemolitycus grup A pada tenggorokan bervariasi di antara berbagai negara dan di

daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi didapati pada anak usia 5 -15 tahun.

Beberapa faktor predisposisi lain yang berperan pada penyakit ini adalah keadaan

sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan etnik tertentu, faktor

genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis bercuaca lembab

dan perubahan suhu yang mendadak (Park M.K., 1996).

2.1.3. Patogenesis

Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokkus Beta Hemolitik grup A dengan

terjadinya DR telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respon autoimun

terhadap infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan. Respons

manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic

host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis

yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen histokompatibilitas

mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi yang berkembang segera

setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor risiko yang potensial dalam

patogenesis penyakit ini.

Beberapa penelitian berpendapat bahawa DR yang mengakibatkan PJR terjadi akibat

sesitisasi dari antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A di faring. Streptococcus

adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berdiameter 0,5-1 mikron dan

mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama

pertumbuhannya. Streptococcus beta hemolitycus grup A ini terdiri dari dua jenis,

Page 13: Preskas PJR

yaitu hemolitik dan non hemolitik. Yang menginfeksi manusia pada umumnya jenis

hemolitik.

Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer antistreptolisin O (ASTO),

antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang merupakan dua jenis tes yang biasa

dilakukan untuk infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A.

DR merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh yang berlebihan

(hipersentivitas) terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh Streptococcus beta

hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang

antibody terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A dengan otot jantung yang

mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A.

Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.

Dalam keadaan normal,sistem imun dapat membedakan antigen tubuh sendiri dari

antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen, tetapi

pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimun. Reaksi

autoimun adalah reaksi sistem imun terhadap antigen sel jaringan sendiri. Antigen

tersebut disebut autoantigen, sedang antibody yang dibentuk disebut autoantibodi.

Reaksi autoantigen dan autoantibodi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan

gejala-gejala klinis disebut penyakit autoimun, sedangkan bila tidak disertai gejala

klinis disebut fenomena autoimun. Oleh karena itu pada umumnya para ahli

sependapat bahwa DR termasuk dalam penyakit autoimun.

2.1.4. Manifestasi Klinis

DR Akut terdiri dari sejumlah manifestasi klinis, di antaranya artritis, korea, nodulus

subkutan, dan eritema marginatum. Berbagai manifestasi ini cenderung terjadi

bersama-sama dan dapat dipandang sebagai sindrom, yaitu manifestasi ini terjadi

pada pasien yang sama, pada saat yang sama atau dalam urutan yang berdekatan.

Manifestasi klinis ini dapat dibagi menjadi manifestasi mayor dan manifestasi minor,

yaitu :

Manifestasi Klinis Mayor

Manifestasi mayor terdiri dari artritis, karditis, korea, eritema marginatum, dan nodul

subkutan. Artritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada DR Akut.

Munculnya tiba-tiba dengan nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan

reaksi radang.

Page 14: Preskas PJR

Biasanya mengenai sendi-sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, siku, dan

pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang seperti

bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi.

Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam beberapa

hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala sendi biasanya hilang dalam waktu 5

minggu, tanpa gejala sisa apapun.

Karditis merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokarditis, miokarditis,

dan perikardium. Dapat salah satu saja, seperti endokarditis, miokarditis, dan

perikarditis. Endokarditis dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada

daun katup yang menyebabkan terdengarnya bising yang berubah-ubah. Ini

menandakan bahwa kelainan yang ditimbulkan pada katup belum menetap.

Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung.

Sedangkan perikarditis adalah nyeri pada perikardial. Bila mengenai ketiga lapisan

sekaligus disebut pankarditis.

Karditis ditemukan sekitar 50% pasien DR Akut. Gejala dini karditis adalah rasa

lelah, pucat, tidak berghairah, dan anak tampak sakit meskipun belum ada gejala-

gejala spesifik. Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada DR Akut, dan

dapat menyebabkan kematian selama stadium akut penyakit. Diagnosis klinis karditis

yang pasti dapat dilakukan jika satu atau lebih tanda berikut ini dapat ditemukan,

seperti adanya perubahan sifat bunyi jantung organik, ukuran jantung yang bertambah

besar, terdapat tanda perikarditis, dan adanya tanda gagal jantung kongestif.

Korea merupakan gangguan sistim saraf pusat yang ditandai oleh gerakan tiba-tiba,

tanpa tujuan, dan tidak teratur, seringkali disertai kelemahan otot dan emosi yang

tidak stabil. Gerakan tanpa disedari akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota

gerak tubuh. Gerakan ini akan menghilang pada saat tidur. Korea biasanya muncul

setelah periode laten yang panjang, yaitu 2-6 bulan setelah infeksi Streptokokkus dan

pada waktu seluruh manifestasi DR lainnya mereda. Korea ini merupakan satu-

satunya manifestasi klinis yang memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering

pada anak perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Eritema marginatum merupakan manifestasi DR pada kulit, berupa bercak-bercak

merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas,

berbentuk bulat atau bergelombang, tidak nyeri, dan tidak gatal. Tempatnya dapat

Page 15: Preskas PJR

berpindah-pindah, di kulit dada dan bagian dalam lengan atas atau paha, tetapi tidak

pernah terdapat di kulit muka. Eritema marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari

penderita DR dan merupakan manifestasi klinis yang paling sukar didiagnosis.

Nodul subkutan merupakan manifestasi mayor DR yang terletak dibawah kulit, keras,

tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara 3-10mm. Kulit diatasnya

dapat bergerak bebas. Biasanya terdapat di bagian ekstensor persendian terutama

sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki. Nodul ini timbul selama 6-10 minggu

setelah serangan DR Akut.

Manifestasi Klinis Minor

Manifestasi klinis minor merupakan manifestasi yang kurang spesifik tetapi

diperlukan untuk memperkuat diagnosis DR. Manifestasi klinis minor ini meliputi

demam, atralgia, nyeri perut, dan epistaksis.

Demam hampir selalu ada pada poliartritis rematik. Suhunya jarang melebihi 39°C

dan biasanya kembali normal dalam waktu 2 atau 3 minggu, walau tanpa pengobatan.

Atralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi, seperti nyeri, merah,

hangat, yang terjadi selama beberapa hari atau minggu. Rasa sakit akan bertambah

bila penderita melakukan latihan fisik. Gejala lain adalah nyeri perut dan epistaksis,

nyeri perut membuat penderita kelihatan pucat dan epistaksis berulang merupakan

tanda subklinis dari DR.

Para ahli lain ada menyatakan manifestasi klinis yang serupa yaitu umumnya dimulai

dengan demam remiten yang tidak melebihi 39°C atau arthritis yang timbul setelah 2-

3 minggu setelah infeksi. Demam dapat berlangsung berkali-kali dengan tanda umum

berupa malaise, astenia, dan penurunan berat badan. Sakit persendian dapat berupa

atralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda panas, merah, bengkak atau nyeri

tekan, dan keterbatasan gerak. Artritis pada DR dapat mengenai beberapa sendi

secara bergantian. Manifestasi lain berupa pankarditis (endokarditis, miokarditis, dan

perikarditis), nodul subkutan, eritema marginatum, korea, dan nyeri abdomen

(Mansjoer A. dkk., 2000). Langkah pertama dalam mendiagnosis PJR adalah

menetapkan bahwa anak anda baru-baru ini mengalami infeksi streptokokus. Dokter

mungkin melakukan tes hapusan tenggorokan, tes darah, atau keduanya untuk

memeriksa adanya antibodi Streptokokus. Namun, ada kemungkinan bahwa tanda-

tanda infeksi strep mungkin hilang pada saat anda membawa anak anda ke dokter.

Page 16: Preskas PJR

Dalam hal ini, dokter akan memerlukan anda untuk mencoba mengingat apakah anak

anda baru-baru ini mengalami sakit tenggorokan atau gejala lain dari infeksi

streptokokus.

Seterusnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan memeriksa anak anda untuk

tanda-tanda demam rematik, termasuk nyeri sendi dan peradangan. Dokter juga akan

mendengarkan jantung anak anda untuk memeriksa irama abnormal atau murmur

yang mungkin menandakan bahwa jantung telah tegang. Selain itu, ada beberapa tes

yang dapat digunakan untuk memeriksa jantung dan menilai kerusakan, termasuk :

* Chest X-ray, untuk memeriksa ukuran jantung dan untuk melihat apakah ada

kelebihan cairan di jantung atau paru-paru

* Ekokardiogram, sebuah tes non-invasif yang menggunakan gelombang suara untuk

menciptakan sebuah gambar bergerak dari jantung dan terpaparnya ukuran dan

bentuk

2.1.5. Diagnosis

Sebuah diagnosis PJR dibuat setelah konfirmasi adanya DR. Menurut kriteria Jones

(direvisi tahun 1992) menyediakan pedoman untuk diagnosis demam rematik (AHA,

1992). Kriteria Jones menuntut keberadaan 2 mayor atau 1 mayor dan 2 kriteria minor

untuk diagnosis demam rematik.

o Kriteria diagnostik mayor termasuk karditis, poliarthritis, khorea, nodul subkutan

dan eritema marginatum.

o Kriteria diagnostik minor termasuk demam, arthralgia, panjang interval PR pada

EKG, peningkatan reaktan fase akut (peningkatan tingkat sedimentasi eritrosit

[ESR]), kehadiran protein C-reaktif, dan leukositosis.

2.2. Faktor Ekstrinsik

Faktor DR tersebut juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya faktor

genetik, umur, dan jenis kelamin.

Faktor genetik mempunyai hubungan dengan kejadian DR yaitu dengan terdapatnya

beberapa orang dalam satu keluarga yang menderita penyakit ini, serta fakta bahawa

DR lebih sering mengenai saudara kembar monozigotik oleh reaksi dizigotik. (Afif A

dkk., 1988) Selain itu, PJR termasuk ke dalam penyakit yang dihasilkan oleh

Streptococcus beta hemolitycus grup A. (Tobing , T.C.L, 1998) Konsep genetika ini

Page 17: Preskas PJR

diperkuat oleh penemuan yang mempergunakan teknologi yang canggih, yaitu

bahawa penderita DR ditemukan antigen HLA (Human Leucocyte Antygen) tertentu

(Afif A. dkk., 1988).

Umur merupakan faktor predisposisi terpenting tentang timbulnya DR. Penyakit ini

sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8

tahun. Distribusi ini sesuai dengan insidens infeksi streptokokkus pada anak usia

sekolah. Prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 per 100.000 penduduk usia 5-15

tahun. (Suprihati, dkk, 2006) DR lebih sering didapatkan pada anak perempuan

daripada laki-laki. Begitu juga dengan kelainan katup sebagai gejala sisa PJR juga

menunjukkan perbedaan jenis kelamin (Afif A, dkk., 2008).

Faktor ekstrinsik, antara lain disebabkan :

a. Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk

Tingkat sosial ekonomi merupakan faktor penting dalam terjadinya

DR. Golongan masyarakat masyarakat dengan tingkat pendidikan dan

pendapatan yang rendah dengan manifestasinya, seperti ketidaktahuan,

perumahan dan lingkungan yang buruk, tempat tinggal yang berdesakan, dan

pelayanan kesehatan yang kurang baik, merupakan golongan yang paling

rawan. Pengalaman di negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa

angka kejadian DR akan menurun seiring dengan perbaikan tingkat sosial

ekonomi masyarakat negara tersebut. (Brooks, G.F, dkk, 2001) Menurut

penelitian Mbeza, masyarakat yang hidup dengan tingkat sosial ekonomi

rendah memiliki risiko 2,68 kali menderita DR (RR=2,68). (Mbeza, B.L,

2007)

b. Iklim dan Geografi

Penyakit DR ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang,

tetapi daerah tropis juga mempunyai insidens yang tinggi. Di daerah yang

letaknya tingi mempunyai insidens DR lebih tinggi daripada di dataran

rendah. Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens

infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens DR juga

meningkat. (Sudoyo, A, 2006) Pada musin hujan kemungkinan terjadinya PJR

3,24 kali (RR=3,24). (Mbeza, B.L, 2007)

Page 18: Preskas PJR

3. Pencegahan

3.1. Pencegahan Primordial

Tahap pencegahan ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat

supaya tetap sehat dan terhindar dari segala macam penyakit termasuk penyakit

jantung. Untuk mengembangkan tubuh maupun jiwa serta memelihara kesehatan dan

kekuatan, maka diperlukan bimbingan dan latihan supaya dapat mempergunakan

tubuh dan jiwa dengan baik untuk melangsungkan hidupnya sehari-hari. Cara tersebut

adalah dengan menganut suatu cara hidup sehat yang mencakup memakan makanan

dan minuman yang menyehatkan, gerak badan sesuai dengan pekerjaan sehari-hari

dan berolahraga, usaha menghindari dan mencegah terjadinya depresi, dan

memelihara lingkungan hidup yang sehat.

3.2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer ini ditujun kepada penderita DR. Terjadinya DR seringkali

disertai pula dengan adanya PJR Akut sekaligus. Maka usaha pencegahan primer

terhadap PJR Akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang

menderita penyakit radang oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada

pemeriksaan THT (telinga,hidung dan tenggorokan), di antaranya dengan melakukan

pemeriksaan radang pada anak-anak yang menderita radang THT, yang biasanya

menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai panas badan.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui kuman apa yang meyebabkan radang pada THT

tersebut. Selain itu, dapat juga diberikan obat anti infeksi, termasuk golongan sulfa

untuk mencegah berlanjutnya radang dan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

DR. Pengobatan antistreptokokkus dan anti rematik perlu dilanjutkan sebagai usaha

pencegahan primer terhadap terjadinya PJR Akut.

3.3. Pencegahan Sekunder

Pecegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi streptococcus

beta hemolyticus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan tersebut dilakukan

dengan cara, diantaranya :

1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A

Pemusnahan kuman Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosis

ditegakkan, yakni dengan pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit selama 10

hari. Pada penderita yang alergi pada penisilin, dapat diganti dengan eritromisin

Page 19: Preskas PJR

dengan dosis maksimum 250mg yang diberikan selama 10 hari. Hal ini harus tetap

dilakukan meskipun biakan usap tenggorokan negative, kerana kuman masih ada

dalam jumlah sedikit di dalam jaringan faring dan tonsil.

2. Obat anti radang

Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam

rematik, seperti salasilat dan steroid. Kedua obat tersebut sangat efektif untuk

mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih khusus lagi,

salisilat digunakan untuk DR tanpa karditis dan steroid digunakan untuk memperbaiki

keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju endapan darah cepat

menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan beratnya penyakit.

3. Diet

Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian

besar kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup. Selain itu

diberikan juga makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, dan serat untuk

menghindari konstipasi. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan

dapat diberikan tambahan berupa vitamin atau suplemen gizi.

4. Tirah baring

Semua pasien DR Akut harus tirah baring di rumah sakit. Pasien harus diperiksa tiap

hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi

dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, sehingga pengamatan yang ketat harus

dilakukan selama masa tersebut.

3.4. Pencegahan Tertier

Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana penderita

akan mengalami kelainan jantung pada PJR, seperti stenosis mitral, insufisiensi

mitral, stenosis aorta, dan insufisiensi aorta

B. Mitral Regurgitasi

1. Definisi dan Klasifikasi

Regurgitasi Katup Mitral (Inkompetensia Mitral, Insufisiensi Mitral),

(Mitral Regurgitation) adalah kebocoran aliran balik melalui katup

mitral setiap kali ventrikel kiri berkontraksi. Pada saat ventrikel kiri

memompa darah dari jantung menuju ke aorta, sebagian darah mengalir

Page 20: Preskas PJR

kembali ke dalam atrium kiri dan menyebabkan meningkatnya volume dan

tekanan di atrium kiri. Terjadi peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh

yang berasal dari paru-paru, yang mengakibatkan penimbunan cairan

(kongesti) di dalam paru-paru.

Derajat beratnya MR dapat diukur dalam persentase dari stroke

volume ventrikel kiri yang mengalir balik ke atrium kiri (regurgitant fraction)

menggunakan ekokardiografi. Adapun derajat-derajatnya antara lain:

2. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab dari kondisi ini dibagi menjadi penyebab primer dan penyebab

sekunder. Penyebab primer menyerang katup mitral secara langsung, antara

lain:

a.       Degenerasi miksomatosa pada katup mitral

b.      Penyakit jantung iskemi, penyakit arteri koroner

c.       Endokarditis

d.      Penyakit vaskuler kolagen

Page 21: Preskas PJR

e.       Penyakit jantung rematik

f.       Trauma.

Adapun penyebab sekunder yaitu disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri

sehingga terjadi pelebaran annulus ring yang menyebabkan

displacement daun katup mitral. Dilatasi ini dapat disebabkan oleh dilatasi

kardiomiopati, termasuk insufisiensi aorta.

3. Patofisiologi

Patofisiologi regurgitasi mitral dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:

a. Fase akut

MR akut (yang dapat diakibatkan rupture mendadak korda tendinea

atau muskulus pappilaris) dapat menyebabkan volume overload dari

ventrikel dan atrium kiri. Hai ini karena setiap kali memompa darah,

tidak hanya aliran darah ke arah aorta (forward stroke volume) saja

yang dipompa, melainkan aliran regurgitasi ke arah atrium

(regurgitant volume) juga dipompa. Total stroke volume ventrikel

kiri merupakan kombinasi forward stroke volume  dan regurgitant

volume.

Pada keadaan akut stroke volume ventrikel kiri meningkat

tetapiforward cardiac output menurun. Mekanisme yang

menyebabkan total stroke volume meningkat dinamakan dengan

Frank-Starling Mechanism.  Regurgitant volume menyebabkan

overload volume dan tekanan pada atrium kiri. Kenaikan tekanan ini

akan mengakibatkan kongestif paru, karena drainase darah dari paru-

paru terhambat.

b. Fase kronik terkompensasi

Apabila MR timbulnya lama atau fase akut dapat teratasi dengan

obat. Maka individu ini akan masuk ke dalam fase kronik

terkompensasi. Pada fase ini, ventrikel kiri mengalami hipertrofi

yang eksentrik sebagai kompensasi peningkatan stroke volume.

Page 22: Preskas PJR

Individu dengan fase ini biasanya tidak ada keluhan dan dapat

melakukan aktivitas seperti biasa.

c. Fase kronik dekompensasi

Fase ini ditandai dengan overload kalsium pada miosit. Pada fase ini

miokard ventrikel tidak dapat lagi berkontraksi secara kuat sebagai

kompensasi overload volume pada MR, dan stroke volume ventrikel

kiri akan menurun. Dengan keadaan ini akan terjadi kongesti vena

pulmonalis. Pada fase ini akan terjadi dilatasi ventrikel kiri, yang

berakibat dilatasi annulus fibrosus yang akan memperburuk derajat

RM

Gambar 1 regurgitasi mitral

4.      Gambaran Klinis

Regurgitasi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan

gejala. Kelainannya bisa dikenali hanya jika dokter melakukan

pemeriksaan dengan stetoskop, dimana terdengar murmur yang khas, yang

disebabkan pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel

kanan berkontraksi. Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk

meningkatkan kekuatan denyut jantung, karena ventrikel kiri harus

memompa darah lebih banyak untuk mengimbangi kebocoran balik ke

atrium kiri.

Ventrikel yang membesar dapat menyebabkan palpitasi (jantung

berdebar keras), terutama jika penderita berbaring miring ke kiri. Atrium

Page 23: Preskas PJR

kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah tambahan yang

mengalir kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat membesar sering

berdenyut sangat cepat dalam pola yang kacau dan tidak teratur (fibrilasi

atrium), yang menyebabkan berkurangnya efisiensi pemompaan jantung.

Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar dan tidak memompa;

berkurangnya aliran darah yang melalui atrium, memungkinkan

terbentuknya bekuan darah. Jika suatu bekuan darah terlepas, ia akan

terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat arteri yang lebih kecil

sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya.

Gejala yang timbul pada MR tergantung pada fase mana dari

penyakit ini. Pada fase akut gejala yang timbul seperti decompensated

congestive heart failure yaitu: sesak nafas, oedem pulmo, orthopnea,

paroksimal nocturnal, dispnoe, sampai syok kardiogenik. Pada fase kronik

terkompensasi mungkin tidak ada keluhan tetapi individu ini sensitive

terhadap perubahan volume intravaskuler.

5.      Pemeriksaan Diagnsotik

Regurgitasi katup mitral biasanya diketahui melalui murmur yang

khas, yang bisa terdengar pada pemeriksaan dengan stetoskop ketika

ventrikel kiri berkontraksi. Elektrokardiogram (EKG) dan rontgen dada

bisa menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kiri.  Pemeriksaan yang

paling informatif adalah ekokardiografi, yaitu suatu tehnik penggambaran

yang menggunakan gelombang ultrasonik. Pemeriksaan ini dapat

menggambarkan katup yang rusak dan menentukan beratnya penyakit.

Jika penyakitnya berat, katup perlu diperbaiki atau diganti sebelum

ventrikel kiri menjadi sangat tidak normal sehingga kelainannya tidak

dapat diatasi. Mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki

katup (valvuloplasti) atau menggantinya dengan katup mekanik maupun

katup yang sebagian dibuat dari katup babi. Memperbaiki katup bisa

menghilangkan regurgitasi atau menguranginya sehingga gejala dapat

ditolerir dan kerusakan jantung dapat dicegah.

Page 24: Preskas PJR

Setiap jenis penggantian katup memiliki keuntungan dan kerugian.

Katup mekanik biasanya efektif, tetapi menyebabkan meningkatnya resiko

pembentukan bekuan darah, sehingga biasanya untuk mengurangi resiko

tersebut diberikan antikoagulan. Katup babi bekerja dengan baik dan tidak

memiliki resiko terbentuknya bekuan darah, tetapi tidak mampu bertahan

selama katup mekanik. Jika katup pengganti gagal, harus segera diganti. 

Fibrilasi atrium juga membutuhkan terapi. Obat-obatan seperti

beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung

dan membantu mengendalikan fibrilasi. Permukaan katup jantung yang

rusak mudah terkena infeksi serius (endokarditis infeksius). Karena itu

untuk mencegah terjadinya infeksi, seseorang dengan katup yang rusak

atau katup buatan harus mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani

tindakan pencabutan gigi atau pembedahan.

C. Trikuspid Regurgitasi

1. Pendahuluan

Regurgitasi katup trikuspidalis biasanya muncul akibat pembesaran

ventrikel kanan dan bukan karena penyakit katup primer. Beberapa penyebab

dari regurgitasikatup trikuspidalis yaitu:

a. Demam rheumatic; 80% pasien demam rheumatic memiliki TR fungsional

akibat hipertensi pulmonal dengan pembesaran ventrikel kanan, sedangkan

20%nya memiliki TR organik karena kelainan pada katup trikuspid akibat

inflamasi dari rheumatic tersebut

b. Sindrom karsinoid, merupakan tipe tumor yang biasanya terdapat

pada usus kecil atau apendiks dan bermetastasis hingga ke liver. Tumor ini

melepaskan metabolit serotonin yang dapat membentuk plak endokardial

di bagian kanan jantung. Jika plak tersebut mengenai katup trikuspid,

dapat terjadi imobilisasi katup, dan dapat berujung pada TR atau stenosis

tricuspid. Umumnya, regurgitasi katup trikuspidalis bersifat

fungsional dan sekunder terhadap dilatasi dari annullus trikuspid. TR yang

bersifat fungsional dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. TR

Page 25: Preskas PJR

biasanya terdapat pada fase akhir gagal jantung akibat demam rheumatik

atau penyakit jantung kongenital yang disertai hipertensi pulmonal.

Demam rheumatik dapat menyebabkan TR primer/organik dan

berhubungan dengan stenosis trikuspid. Selain itu, keadaan yang

menyebabkan TR yaitu infark otot papilaris ventrikel kanan, prolaps katup

trikuspid, penyakit jantung karsinoid, fibrosis endomyocardial,

endokarditis infektif, dan trauma. Penyakit malformasi Ebstein yang

menunjukkan adanya defekpada kanal atrioventrikularis juga dapat

menyebabkan TR walaupun tidak sering.Gejala klinis pada TR

biasanya merupakan akibat dari kongesti vena sistemik danreduksi curah

jantung. Terdapat pulsasi ventrikel kanan pada daerah parasternalkiri dan

terdapat murmur holosistolik sepanjang garis sternal kiri, yang

menjadilebih jelas saat inspirasi dan berkurang selama ekspirasi.

Gambar 2 regurgitasi trikuspidalis2. Pemeriksaan fisik

Berdasarkan pemeriksaan TR yang dilakukan, dapat ditemukan beberapa hasil

yaitu:

a. Tekanan tinggi pada vena jugularis

b. Liver yang teraba pulsasinya karena regurgitasi darah dari ventrikel kanan

menyebabkan peningkatan tekanan di vena sistemik

c. Murmur sistolik yang terdengar pada batas sternal kiri bawah, biasanya

terdengar pelan tapi menjadi keras ketika inspirasi

Page 26: Preskas PJR

d. EKG menunjukkan perubahan akibat pembesaran ventrikel kanan, seperti

infark myokard dinding inferior, yang dapat menyebabkan TR

e. Ekokardiografi dapat menunjukkan adanya dilatasi ventrikel kanan dan

katup trikuspid yang mengalami prolaps, scarring , atau abnormalitas letak

katup. Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk menentukan derajat

TR

3. Tatalaksansana

Terapi untuk menangani TR bertujuan untuk menangani kondisi

peningkatan ukuran atau tekanan ventrikel kanan, yang dapat diatasi dengan

pemberian obat diuretic. Penanganan dengna pembedahan dilakukan pada

keadaan yang berat. TR yang tidak memiliki hipertensi pulmonal, seperti yang

terjadi pada endokardtis infektif atau trauma, biasanya dapat sembuh tanpa

pembedahan.

Pada pasien dengan penyakit katup mitral dan TR akibat adanya hipertensi

pulmonal dan pembesaran ventrikel kanan, penanganan dengna pembedahan pada

katup mitral dapat mengurangi tekanan pulmonal dan mengurangi terjadinya TR.

Pada TR yagn berat dengan adanya kelainan primer pada katup, dapat dilakukan

annuloplasti trikuspidalis (teknik memasukkan cincin plastic ke dalam katup),

perbaikan katup tricuspid terbuka atau penggantian katup tricuspid.

DAFTAR PUSTAKA

Edwards MM., O’Gara PT, Lilly LS. 2007. Valvular Heart Desase. Dalam Lilly

LS( editor). Patophysiology of Heart Disease. Ed ke-4. Philadelphia :

Lippincott.

Kurt, Eugene, et al. 2000. Harrison’s: Principles of Internal Medicine. Singapore:

Graw Hill

Page 27: Preskas PJR

Green and Chiaramida. 2006. EKG-12 sadapan terpercaya. Jakarta : EGC. pp: 20-

25,31

Guyton AC and Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,edisi 11. Jakarta :

EGC. pp: 111-113, 120-124

Price, Sylvia A.Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit, Jakarta:ECG

Sloane, E. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC. pp: 228-234