BAB IPENDAHULUANBullous disease atau vesicobullous disease
(penyakit kulit berlepuh) ialah penyakit yang ditandai dengan
terdapatnya lepuh (vesikel maupun bula) pada kulit. Terjadinya bula
pada kulit dapat dibedakan sesuai dengan letak terjadinya bula
yaitu bula epidermal, subepidermal, dan intrademal.1Mekanisme
terjadinya bula dapat dibagi menjadi :1. Autoimun2. Reaksi
endogenous terhadap faktor lingkungan3. Infeksi4. Bullous
genodermatosus5. Metabolik6. Iskemik7. Proses mekanisKlasifikasi
Bullous Disease secara singkat dapat dibagi menjadi :11.Bullous
Disease Auto imuna.Intraepidermal Pemfigus Pemfigus Vulgaris
Pemfigus Foliaseus Pemfigus Paraneoplastik Pemfigus
IgAb.Subepidermal Pemfigoid Bulosa Pemfigoid Gestationis Pemfigoid
Sikatrisial Chronic Bullous Disease of Childhood Dermatitis
Herpetiformis2.Bullous Disease Non-Autoimuna. Epidermolisis Bulosa
yang diturunkanb. Pemfigus Familiar Jinakc. Penyakit Akantolitik
Non-Familiar3.Penyakit Bullous Disease lainya.
Tabel 1. Immunobullous disease berdasarkan antigen target.2
BAB IIPEMBAHASANPEMFIGUS VULGARISDefinisiPemfigus vulgaris
adalah dermatitis vesikulobulosa rekuren yang merupakan kelainan
herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai
lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu
atau beberapa bulan.3Epidemiologi Pemfigus Vulgaris (P.V.)
merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua kasus).
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat mengenai semua
bangsa dan ras. Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Umumnya
mengenai umur pertengahan (decade ke-4 dan ke-5) tetapi dapat juga
mengenai semua umur, termasuk anak. 3EtiopatogenesisPemfigus ialah
penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan
autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat (drug-induced
pemphigus), misalnya D-penisilamin dan kaptopril. Pada penyakit
ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada permukaan
keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik.
Antigen P.V. yang dikenali sebagai desmoglein 3, merupakan
desmosomal kaderin yang terlibat dalam perlekatan interselular pada
epidermis. Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluar region
terminal amino pada desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung
terhadap fungsi kaderin. Desmoglein 3 dapat ditemukan pada desmosom
dan pada sel keratinosit. Dapat dideteksi pada saat diferensiasi
keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih padat pda
mukosa bukal dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda
dengan antigen Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1 yang ditemukan di
pda epidermis dan lebih padat pada epidermis atas. Pengaruh faktor
lingkungan dan cara hidup individu belum dapat dibuktikan
berpengaruh terhadap P.V., namun penyakit ini dapat dikaitkan
dengan genetik pada kebanyakan kasus.3Tanda utama pada P.V. adalah
dengan mencari autoantibodi IgG pada permukaan keratinosit. Hal ini
merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan
antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula,
erosi dan ulser yang merupakan gambaran pada penyakit P.V.
3Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya P.V. adalah
autoantibodi yang melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana
hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan bula. Pemeriksaan
mikroskopi imunoelektron dapat menentukan lokasi antigen pada
desmosom untuk kedua P.V. dan Pemifigus Foliaseus, yang lebih
sering pada perlekatan sel-sel pada epitel bertanduk. 3Gejala
KlinisKeadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai
sebagai lesi di kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut
kira-kira pada 60% kasus, berupa erosi yang disertai pembentukan
krusta, sehingga sering salah didiagnosis sebagai pioderma pada
kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder.
Lesi di tempat tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum
timbul bula generalisata.4Semua selaput lendir dengan epitel
skuamosa dapat diserang, yakni selaput lendir konjungtiva, hidung,
farings, larings, esofagus, uretra, vulva, dan serviks. Kebanyakan
penderita menderita stomatitis aftosa sebelum diagnosis pasti
ditegakkan. Lesi mulut ini dapat meluas dan dapat menggangu pada
waktu penderita makan oleh karena rasa nyeri.4Bula yang timbul
berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan kulit
terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan
di atas kulit yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas
kulit yang tampak normal atau yang eritematosa dan generalisata.
Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara
mengetahui tanda tersebut ada dua, pertama dengan menekan dan
menggeser kulit di antara dua bula dan kulit tersebut akan
terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula, maka bula akan meluas
karena cairan yang didalamnya mengalami tekanan. 4Pruritus tidaklah
lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering mengeluh nyeri pada
kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan
dengan meninggalkan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan
biasanya tanpa jaringan parut. 4
Pemfigus vulgaris pada palatum3HistopatologiPada gambaran
histopatologik didapatkan bula intraepidermal suprabasal dan
sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang
menyebabkan percobaan Tzanck positif. Percobaan ini berguna untuk
menentukan adanya sel-sel akantolitik, tetapi bukan diagnostik
pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan perubahan
patologik ialah perlunakan segmen interselular. Juga dapat dilihat
perusakan desmosom dan tonofilamen sebagai peristiwa
sekunder.4Imunologi Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan
antibodi interselular tipe IgG dan C3. Pada tes imunofloresensi
tidak langsuog didapatkan antibodi pemfigus tipe IgG. Tes yang
pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi
positif pada permulaan penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi
positif, dan tetap positif pada waktu yang lama meskipun
penyakitnya telah membaik.4Antibodi pemfigus ini rupanya sangat
spesifik untuk pemfigus. Kadar titernya umumnya sejajar dengan
beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan
kortikosteroid.Diagnosis Untuk dapat mendiagnosis P.V. diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Lepuh dapat dijumpai
pada berbagai penyakit sehingga dapat mempersulit dalam penegakkan
diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk
membuktikan adanya nikolskys sign yang menunjukkan adanya P.V.
Untuk mencari tanda ini, dokter akan dengan lembut menggosok daerah
kulit normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas atau jari.
Jika memiliki P.V., lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas.
Tanda ini tampaknya adalah patognomonik karena hanya ditemukan pada
Pemfigus dan Nekrolisis Epidermal Toksik.4Beberapa pemeriksaan
penunjang lain yang dapat diakukan antara lain :1. Biopsi Kulit dan
Patologi AnatomiPada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari
kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop. Pasien yang
akan di biopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang masih baru dan
dekat dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama adalah
adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang
lain.42. Imunofloresensi Imunofloresensi langsungSampel yang
diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan flouresens. Pemeriksaan
ini dinamakan direct immunoflourescence (DIF). DIF biasanya
menunjukan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di
dalam maupun sekitar lesi.4Imunofloresensi tidak langsung Antibodi
terhadap keratinosit dideteksi melaui serum pasien. Pemeriksaan ini
ditegakkan jika pemeriksaan imunofloresensi langsung dinyatakan
positif. Serum penderita mengandung autoantibody IgG yang menempel
pada epidermis dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Sekitar
80-90% hasil pemeriksaan ini dinyatakan sebagai penderita P.V.4
(A). Imunofluoresensi langsung. (B). Imunofluoresensi tidak
langsung.
Diagnosis BandingPemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis
herpetiformis dan pemfigoid bulosa. Dermatitis herpetiformis dapat
mengenai anak dan dewasa, keadaan umumnya baik, keluhannya sangat
gatal, fuam polimorf, dinding vesikel/bula tegang dan berkelompok,
dan mempunyai tempat predileksi. Sebaliknya pemfigus terutama
terdapat pada orang dewasa, keadaan umumnya buruk, tidak gatal,
bula berdinding kendur, dan biasanya generalisata.4Pemfigoid bulosa
berbeda dengan pemfigus vulgaris karena keadaan umumnya baik,
dinding bula tegang, letaknya di subepidermal, dan terdapat lgG
linear.4PenatalaksanaanMedikamentosa Obat utama ialah
kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid yang
paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis
prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit,
yakni 1-2 mg/kg/hari. Ada pula yang menggunakan 3 mg/kgBB sehari
bagi pemfigus yang berat. 3Non medikamentosaPada pemberian terapi
dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan gejala-gejala
ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah
sangat penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi.
Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada
kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini dapat
berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga
makan dan minum yang dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas,
asam, keras, dan renyah).3,4PrognosisSebelum kortikosteroid
digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita dalam tahun
pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan
ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid
membuat prognosisnya lebih baik.4
PEMFIGOID BULOSAPemfigoid Bulosa (P.B.) ialah penyakit autoimun
kronik yang ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3
(komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane
zone.5Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua dengan erupsi
bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan
mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun
presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan
diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian
atipikal, di mana bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini,
penegakan diagnosis P.B. memerlukan tingkat pemeriksaan yang tinggi
untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen
target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari
jungsional adhesi kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan
mukosa. 3Di Amerika Serikat, kurang lebih 9-10% dari anak-anak yang
datang ke klinik menderita impetigo. Perbandingan antara jenis
kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering
menyerang anak-anak, jenis yang terbanyak (kira-kira 90%) adalah
impetigo bullosa yang terjadi pada anak berusia kurang dari 2
tahun. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun
sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar
70% merupakan impetigo krustosa. 6Penelitian pada tahun 2005
menunjukkan S aureus sebagai pathogen terbanyak yang menyebabkan
baik impetigo bulosa dan impetigo non bulosa pada Amerika dan
Eropa, sementara itu Streptococcus pyogenes pada negara berkembang.
Kebanyakan infeksi bermula sebagai infeksi Streptococcus tetapi
kemudian Staphylococcus menggantikan Streptococcus.6Selain dapat
menyebabkan manifest pyoderm primer dari kulit yang utuh, dapat
juga menyebabkan infeksi sekunder dari penyakit kulit yang ada
sebelumnya atau pada kulit yang terkena trauma, yang disebut dengan
dermatitis impetigenisata. Impetigo jarang berkembang menjadi
infeksi sistemik, walaupun post streptococcal glomerulonepritis
yang merupakan komplikasi pada infeksi Streptococcus hemoliticus
grup A dapat terjadi walaupun jarang.6Antigen P.B. merupakan
protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh
sel basal dan merupakan bagian B.M.Z. (basal membrane zone) epitel
gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal
dengan membrana basalis, strukturnya berbeda dengan
desmosom.5Terdapat 2 jenis antigen P.B. ialah yang de-jhgan berat
molekul 230 kD disebut PBAgl (P.B. /Antigen 1) atau PB230 dan 180
kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan
daripada PB180. 5Terbentuknya bula akibat komplemen yang
teraktivasi melalui jalur klasik dan alternatif kemudian akan
dikeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan
epidermis dan dermis. 5Autoantibodi pada P.B. terutama IgG1,
kadang-kadang IgA yang menyertai IgG. Isotipe IgG yang utama ialah
IgG1 dan IgG4, yang melekat pada kompelemen hanya IgG1. Hamper 70%
penderita mempunyai autoantibodi terhadap B.M.Z dalam serum dengan
kadar yang sesuai dengan keaktivasi penyakit, jadi berbeda dengan
pemfigus. 5Gejala KlinisFase Non BulosaManifestasi kulit P.B. bisa
polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit non-bulosa, tanda dan
gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan sampai parah
atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria,
ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan.
Gejala non-spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya
tanda-tanda penyakit.7 Fase BulosaTahap bulosa dari P.B. ditandai
oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit normal ataupun
eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat
papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula
tampak tegang, diameter 1 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat
bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan
berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan
dominan pada aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk
perut. Perubahan post inflamasi memberi gambaran hiper- dan
hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan
mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa hidung mata,
faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh.
Pada sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer.7
Gambar 1 Vesikel dan bulla dengan kulit di sekitar
normal/kemerahan.8Bulla yang utuh jarang ditemukan karena dalam
satu atau dua hari akan segera pecah. Atap dari bulla pecah dan
meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta
varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah.7,8
Gambar 2 Bulla yang telah pecah sehingga terbentuk
krusta.8HistopatologiKelainan yang dini ialah terbentuknya celah di
perbatasan dermalepidermal. Bula terletak di subepidermal, sel
infiltrat yang utama ialah eosinofil. 6Imunologi Pada pemeriksaan
imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita
di B.M.Z. (Basement Membrane Zone). 4Diagnosis BandingPenyakit ini
dibedakan dengan pemfigus vulgaris dan dermatitis herpetiformis.
Pada pemfigus keadaan umumnya buruk, dinding bula kendur,
generalisata, letak bula intraepidermal, dan terdapat IgG di
stratum spinosum. Pada dermatitis herpetiformis, sangat gatal,
iruam yang utama ialah vesikel berkelompok, terdapat IgA tersusun
granular.6PENATALAKSANAANPengobatan Topikal1,5, Lesi sedikit dan
dini dengan hanya obat topikal cukup menolong : salep natrium
fusidat Drainage: bula dan pustula ditusuk dengan jarum steril
untuk mencegah penyebaran lokal Mencuci lesinya pelan-pelan dan
melepas krustanya. Bila krusta melekat kuat dikompres lebih dulu
dengan larutan sodium chloride 0,9%. Krusta perlu dilepas agar obat
topikalnya dapat efektif bekerjaPengobatan Sistemik1,5,7Pengobatan
sistemik diberikan pada kasus-kasus berat, lama pengobatan paling
sedikit 7-10 hari. Beberapa antibiotik yang direkomendasikan antara
lain:1. Golongan Penicilin G dan semisintetiknyaa. Penicilin G
procain injeksiDosis: 0,6-1,2 juta I.U.m, sehari 1-2 kalib.
Ampiciline Dosis 250-500 mg/dosis, sehari 4 kaliAnak-anak: 7,5-25
mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.cc. AmoxicilinDosis: 250-500 mg/dosis,
sehari 3 kaliAnak-anak: 7,5-25 mg/kg/dosis, sehari 3 kali a.cd.
Cloxacilin (untuk staphylococci yang kebal peniciline)Dosis:
250-500 mg/dosis, sehari 4 kali a.cAnak-anak: 10-25 mg/kg/dosis,
sehari 4 kali a.ce. DicloxacilinDosis: 125-250 mg/dosis , sehari
3-4 kali a.cAnak-anak: 5-15 mg/kg/dosis, sehari 3-4 kali a.cf.
Phenoxymetil penicilin (penicilin V)Dosis: 250-500 mg, sehari 4
kali a.cAnak-anak: 7,5 -12,5 mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c2.
ErytthromycineDosis: 250-500 mg /dosis sehari 4 kali p.cAnak-anak:
12,5-50 mg/kg/dosis, sehari 4 kali p.c bila alergi penicilin3.
ClindamycineDosis: 150-300 mg/dosis, sehari 3-4 kaliAnak-anak lebih
1 bulan: 8-20 mg/kg/hari, sehari 3-4 kali. Bila alergi penicilin
dan yang menderita gangguan saluran cerna
KOMPLIKASIImpetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua
minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal
pasca infeksi streptokokus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia
2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik.
Gejala berupa bengkak dan tekanan darah tinggi, pada sepertiga
terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara
spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul. Komplikasi lainnya yang
jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang
paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis guttata, Staphylococcal
scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah
bening, toxic shock syndrome1,7PROGNOSISPrognosis umumnya baik.
Beberapa kasus akan sembuh sendiri tanpa terapi dalam 2 sampai 3
minggu. Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan terapi
lebih dini dan baik akan memiliki kesempatan untuk sembuh tanpa
bekas luka atau komplikasi. Dengan terapi yang tepat, lesi dapat
sembuh sempurna dalam 7-10 hari.1,7
CHRONIC BULLOUS DISEASE OF CHILDHOODPresentasi klinis bula
tegang, sering di daerah-daerah perineum dan perioral, memberikan
tampilan "gugusan permata". Lesi baru kadang-kadang muncul di
sekitar pinggiran lesi sebelumnya dengan collarette lepuh.9
DefinisiC.B.D.C. ialah dermatosis autoimun yang biasanya
mengenai anak usia kurang dari 5 tahun ditandai dengan adanya bula
dan terdapatnya deposit IgA linear yang homogen pada epidermal
basement membrane.10EtiologiBelum diketahui pasti. Sebagai pencetus
ialah infeksi dan antibiotik, yang sering ialah penisilin.10Gejala
KlinisManifestasi pada kulit.Presentasi klinis CBDC ditandai paling
sering dengan perkembangan bula tegang, sering pada dasar
inflamasi. Lesi ini paling sering terjadi di wilayah perineum dan
perioral dan sering dapat terjadi berkelompok, memberikan "gugusan
permata" penampilan. Lesi baru kadang-kadang muncul di sekitar
pinggiran lesi sebelumnya, dengan menghasilkan "collarette". Pasien
sering melaporkan pruritus signifikan dan / atau terbakar kulit
dengan berkembangnya lesi kulit. Pasien dengan CBDC sering hadir
dengan perkembangan yang akut dalam jumlah besar blister tense,
yang dapat pecah dan menjadi infeksi sekunder. CBDC berbeda dari
dermatosis linear IgA bulosa orang dewasa dalam penampilan klinis
yang khas dan prognosis yang baik. 9
a) Pasien dengan penyakit bulosa kronis masa kanak-kanak. Bula
tegang dan crusted papula pada perut, dengan pengelompokan bula
diperhatikan di daerah perineum.9b) Penyakit bulosa kronis masa
kanak-kanak. blister tegang pada basis eritematosa di daerah
kemaluan dan inguinal. 9c) Penyakit bulosa luas kronis masa
kanak-kanak. Perhatikan blister tegang dan lembek tanpa peradangan
menonjol. 9 HISTOPATHOLOGYHistopatologi rutin dari lesi awal pada
pasien dengan linear IgA dermatosis dan CBDC menampilkan bula
subepidermal dengan koleksi neutrofil sepanjang membran basal yang
sering terakumulasi di ujung papiler. low limfositik infiltrasi
mungkin ada di sekitar pembuluh darah dermal superfisial tanpa
adanya bukti neutrofilik vaskulitis. Kadang-kadang, infiltrat
inflamasi terdiri dari eosinofil, tetapi paling sering neutrofil
merupakan komponen utama dari peradangan subepidermal. Pemeriksaan
elektron mikroskopis dari blisters ditemukan pada pasien dengan
linear IgA dermatosis dan CBDC telah mengungkapkan bahwa
bentuk-bentuk blister baik dalam lamina lucida atau di lokasi
sublamina densa.9
Histopatologi lesi kulit pasien dengan imunoglobulin linear A
dermatosis menunjukkan subepidermal sebuah blister diisi dengan
neutrophil.9
Diagnosis BandingDiagnosia banding dari penyakit ini adalah
dermatitis herpetiformis, pemfigoid bulosa, Epidermolisis bulosa
acquisita, bullous lupus eritematosus sistemik pemfigoid
cicatricial, lichen planus, Nekrolisis epidermal toksik.9
PengobatanBiasanya memberi respons yang cepat (dengan
sulfonamida, yakni dengan sulfapiridin, dosisnya 150 mg per kg
berat badan sehari. Dapat pula dengan DDS atau kortikosteroid
dengan dosis rendah atau kombinasi. Diet bebas gluten seperti pada
D.H. tidak perlu.10PrognosisPrognosis baik, umumnya sembuh sebelum
usia akil balik.10
BAB IIIKESIMPULANVesicobullous Disease ialah penyakit yang
ditandai dengan vesikel maupun bula pada kulit. Mekanisme
terjadinya beragam dari mekanis hingga autoimun. Klasifikasi
Bullous Disease itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian seperti
autoimun yang terdiri dari Pemfigus, Pemfigoid Bulosa, Dermatitis
Herpetiformis, Chronic Bullous Disease of Childhood (C.B.D.C),
Pemfigus Sikatrisial, Pemfigoid Gestationis, dan ada yang
kongenital, yaitu Epidermolisis Bulosa.
DAFTAR PUSTAKA1. Wojnarowska F, Venning F.A. Immunobullous
Diseases. In: Burns T, editor. Rook's Textbook of Dermatology. 8th
ed. UK: Wiley-Blackwell; 2010. p.40.1-62. Beek N, Rentzsch K,
Probst C. Serological diagnosis of autoimmune bullous skin
diseases: Prospective comparison of the BIOCHIP mosaic-based
indirect immunofluorescence technique with the conventional
multi-step single test strategy. Orphanet Journal of Rare Diseases
2012, 7:493. Edhegard K, Russell P. Bullous diseases of the skin
and mucous membranes. In Clinical Immunology Fourth Edition. 2013,
Elsevier Limited All rights reserved. p 62, 760-7744. James W.
Chronic Blistering Dermatoses. In: James W, editor. Andrew's
Disease of The Skin:Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia:
Pa: Mosby Elseiver; 2009. p. 256-7.5. Venning K, Taghipour M.F,
Mustapa M. British Association of Dermatologists guidelines for the
management of bullous pemphigoid. British Journal of Dermatology.
20126. Hay RJ. Bacterial Infections. In: Burns T, editor. Rook's
Textbook of Dermatology. 8th ed. UK: Wiley-Blackwell; 2010. p.
30.14-30.16.7. Craft N. Superficial Cutaneus Infections and
Pyodermas. In: Wolf K, editor. Fitzpatrick's Dermatology In General
Medicine. 7th ed. USA: McGrawHill Companies; 2008. p. 1695-8.8.
Habif T. Vesicular and bullous diseases. In: Habif T, editor.
Clinical Dermatology. 5th ed. Philadelphia: Pa: Mosby Elseiver;
2009. p. 267-73.9. Caroline L. Rao & Russell P. Linear
Immunoglobulin A Dermatosis and Chronic Bullous Disease of
Childhood. In: Wolf K, editor. Fitzpatrick's Dermatology In General
Medicine. 7th ed. USA: McGrawHill Companies; 2012. p. 880-510.
Patsatsi A. Chronic Bullous Disease or Linear IgA Dermatosis of
Childhood Revisited. J Genet Syndr Gene Ther 2013, 4:611.
Kasperkiewicz M & Zillikens D. The Pathophysiology of Bullous
Pemphigoid. Clinic Rev Allerg Immunol.
17