Top Banner
RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM DENGAN IKATAN PENDIDIKAN PEKERJA SOSIAL INDONESIA, IKATAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL INDONESIA, KONSORSIUM PEKERJA SOSIAL INDONESIA Masa Persidangan : I Tahun Sidang : 2014-2015 Jenis Rapat : Dengar Pendapat Umum Rapat Dengan : IPPSI, IPSPI, KPSI Sifat Rapat : Terbuka Hari/tanggal : Kamis, 13 November 2014 Waktu : Pkl. 10.00-13.05 WIB Ketua Rapat : DR.H.SalehPartaonanDaulay,M.Ag,M.Hum.MA Sekretaris Rapat : Yanto Supriyanto,SH Tempat : Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI lantai 2 Acara : Problematika pekerja sosial Indonesia Jumlah anggota hadir : 23 Anggota 3 Izin Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Salam sejahtera bagi kita semua. Yang terhormat Saudara Ketua Ikatan Pendidikan Pekerja Sosial Indonesia, Yang terhormat Saudara Ketua Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia, Yang terhormat Saudara Ketua Konsorsium Pekerja Sosial Indonesia, Yang terhormat Pimpinan dan Seluruh Anggota Komisi VIII DPR RI yang berbahagia, Pertama sekali mari kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telag memberikan waktu serta kesempatan kepada kita semua untuk dapat hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan para tamu dan narasumber yang telah kami undang dan Alhamdulillah telah hadir di tengah-tengah kita semua. Sebagaimana lazimnya di Komisi VIII DPR RI ini, sebelum acara rapat dilanjutkan, marilah sama-sama kita memanjatkan doa dengan membacakan ummul kitab bagi yang beragama Islam dan kepada saudara-saudara kita yang beragama lain dipersilakan berdoa sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Berdoa dimulai. (PIMPINAN RAPAT MEMIMPIN PEMBACAAN DOA) Berdoa selesai.
33

RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

Jan 12, 2017

Download

Documents

trinhtruc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM DENGAN

IKATAN PENDIDIKAN PEKERJA SOSIAL INDONESIA, IKATAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL INDONESIA, KONSORSIUM PEKERJA SOSIAL INDONESIA

Masa Persidangan : I Tahun Sidang : 2014-2015 Jenis Rapat : Dengar Pendapat Umum Rapat Dengan : IPPSI, IPSPI, KPSI Sifat Rapat : Terbuka Hari/tanggal : Kamis, 13 November 2014 Waktu : Pkl. 10.00-13.05 WIB

Ketua Rapat : DR.H.SalehPartaonanDaulay,M.Ag,M.Hum.MA Sekretaris Rapat : Yanto Supriyanto,SH Tempat : Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI lantai 2 Acara : Problematika pekerja sosial Indonesia Jumlah anggota hadir : 23 Anggota 3 Izin Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Salam sejahtera bagi kita semua. Yang terhormat Saudara Ketua Ikatan Pendidikan Pekerja Sosial Indonesia, Yang terhormat Saudara Ketua Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia, Yang terhormat Saudara Ketua Konsorsium Pekerja Sosial Indonesia, Yang terhormat Pimpinan dan Seluruh Anggota Komisi VIII DPR RI yang berbahagia, Pertama sekali mari kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telag memberikan waktu serta kesempatan kepada kita semua untuk dapat hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan para tamu dan narasumber yang telah kami undang dan Alhamdulillah telah hadir di tengah-tengah kita semua. Sebagaimana lazimnya di Komisi VIII DPR RI ini, sebelum acara rapat dilanjutkan, marilah sama-sama kita memanjatkan doa dengan membacakan ummul kitab bagi yang beragama Islam dan kepada saudara-saudara kita yang beragama lain dipersilakan berdoa sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Berdoa dimulai.

(PIMPINAN RAPAT MEMIMPIN PEMBACAAN DOA) Berdoa selesai.

Page 2: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-2-

Sesuai dengan acara Rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Masa Persidangan I Tahun Sidang 2014-2015 yang disahkan dalam Rapat Internal Komisi VIII DPR RI pada tanggal 5 November 2014, maka pada hari ini Kamis, 13 November 2014 Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Ikatan Pendidikan Pekerja Sosial Indonesia, Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia, Konsorsium Pekerja Sosial Indonesia dengan agenda mendapatkan masukan tentang problematika pekerja sosial Indonesia.

Rapat ini pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan masukan-masukan konstruktif bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, khususnya di Komisi VIII DPR RI. Oleh karena itu sebagaimana diatur di dalam Tata Tertib Anggota DPR RI, maka rapat ini tidak perlu sebetulnya untuk mendapatkan kuorum. Meskipun demikian perlu kami sampaikan bahwa Anggota Komisi VIII DPR RI yang telah hadir di ruangan ini telah berjumlah 15 orang. Mudah-mudahan Insya Allah sebagian lagi akan datang ke sini dan saya yakin Insya Allah minggu depan semua Anggota DPR, baik yang ada di kubu A dan kubu B Insya Allah sudah akan hadir di sini, karena Insya Allah telah mendapatkan kesepakatan-kesepakatan antara kedua belah pihak.

Baiklah. Bapak/Ibu, Saudara-Saudara

Berkenaan dengan itu, izinkanlah saya membuka acara rapat kita ini dan rapat ini dinyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.00 WIB) Sebelum saya lanjutkan pada agenda-agenda yang akan kita lalui pada pagi hari ini, izinkan saya memperkenalkan kawan-kawan kita dari Komisi VIII DPR RI yang telah ada di sini. Yang pertama saya sendiri Saleh Partaonan Daulay adalah Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, daerah pemilihan Sumatera Utara 2. Di sebelah kiri saya adalah Ibu Ledia Amaliah adalah Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, daerah pemilihan Jawa Barat 1. Kemudian dari sebelah kanan saya Mas Amri Tuasikal, dari Maluku ya? Gerindra, Maluku, Bapak yang sebelah kanan ini. Sebelahnya adalah Ibu Tina Nuralam, ini adalah Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara dan kebetulan suami beliau sampai hari ini gubernur di sana. Kalau ada hal-hal teknis yang perlu dibicarakan dipersilakan. Kemudian yang kedua Ibu Ruskiyati, beliau adalah Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, daerah pemilihan Sulawesi Barat. Kemudian ada Ustadz Raden Mas Syafi’I dari Partai Gerindra, daerah pemilihan Sumatera Utara 1. kemudian berikutnya ada Ustadz Iqbal Romzi, beliau dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, daerah pemilihan Sumatera Selatan 2. Sebelah kiri kita ini ada Pak Fikri, beliau juga adalah Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dari daerah pemilihan Jawa Tengah 9. Selanjutnya sebelah kirinya lagi ada Ibu Desy Ratnasari, ini adalah Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional dari daerah pemilihan Jawa Barat 4. Berikutnya ada Ibu Sarah, beliau adalah Anggota DPR RI di Komisi VIII dari Parta Gerindra, daerah pemilihan Jawa Tengah 4. Ada lagi yang belum? Ada Pak Nanda, sebetulnya namanya Anda tertulis, tapi seperti Bahasa Inggris, kalau tulisannya tidak sama dengan bacaannya. Jadi tulisannya Anda tapi bacaannya Nanda. Beliau adalah Anggota Komisi VIII DPR RI dari Partai Gerindra, daerah pemilihan Banten 1, berarti Tangerang, dan saya salah seorang adalah konstituen beliau ini, karena kebetulan saya tinggal di Banten 1 itu. Ada yang lain? Sudah lengkap? Kemudian di belakang saya adalah staf-staf dari Sekretariat Komisi VIII DPR RI. Bapak/Ibu, Saudara-saudara, Demikian perkenalan singkat ini. Nanti masing-masing Anggota DPR ketika memberikan tanggapan juga akan memperkenalkan namanya lagi. Karena sesuai dengan ketentuan Tata Tertib di DPR ini mereka harus menyebutkan mereka itu siapa dan dari daerah mana supaya nanti menjadi jelas relevansi dari konteks pembicaraannya dengan apa yang akan disampaikan. Baik. Bapak/Ibu, Saudara-saudara,

Page 3: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-3-

Pada rapat kita pada pagi hari ini ada beberapa agenda yang akan kita lalui. Yang pertama adalah pengantar dari Ketua (saya sendiri), kemudian yang kedua berikutnya kami akan mempersilakan kepada masing-masing narasumber yang telah hadir di sini untuk memaparkan tentang persepsi, kemudian pemikiran, usulan, saran dan hal-hal yang terkait dengan topic yang akan kita bicarakan. Yang ketiga nanti akan ada tanya jawab berupa eksplorasi terhadap pemikiran-pemikiran yang disampaikan kepada kita semua yang akan disampaikan langsung oleh Anggota-anggota Komisi VIII DPR RI dan setelah itu nanti ada tanggapan balik kalau memungkinkan waktunya untuk ditanggapi balik oleh para narasumber kita. Yang terakhir adalah penutup. Saya kira ini agenda kita. Apakah agenda ini disepakati? Disepakati. (RAPAT: SETUJU) Baik. Bapak-bapak/Ibu-ibu, Hadirin yang saya hormati, Pada kesempatan ini izinkanlah kami atas nama Komisi VIII DPR RI mengucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak-bapak narasumber dan juga Anggota Komisi VIII DPR RI untuk memenuhi undangan kami dalam Rapat Dengar Pendapat Umum ini. Perlu kami sampaikan bahwa agenda untuk rapat kali ini telah dibicarakan dalam Rapat Pimpinan Komisi VIII DPR RI dan juga telah disampaikan sebelumnya di Rapat internal Komisi VIII. Apa yang ingin kami dengarkan adalah bahwa pekerja sosial hari ini di Indonesia khususnya itu sudah semakin banyak. Kalau di luar negeri itu disebut dengan voluntary. Banyak sekali orang yang bekerja tanpa dibayar, tetapi sampai hari ini menurut pemikiran kami dan pandangan kami belum ada aturan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kerja-kerja amal seperti ini. Dalam konteks itulah maka kemungkinan besar Komisi VIII DPR RI akan mengajukan salah satu draft Rancangan Undang-Undang tentang Pekerja Sosial. Dengan begitu para pekerja sosial kita yang nekerja di berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara ini mendapat satu payung hukum. Jadi mendapat satu perlindungan hukum yang tetap. Dengan begitu siapapun nanti yang akan terjun didalam kegiatan-kegiatan yang bersifat pekerja sosial tersebut itu dilindungi oleh negara dan ada aturan serta ketentuan yang berlaku yang diterapkan di seluruh Indonesia. Karena itulah dalam konteks itu nanti kami mengharapkan masukan-masukan yang konstruktif dari para narasumber ini terkait dengan apa yang saya sampaikan tadi. Dengan demikian nanti ketika kami mengajukan Rancangan Undang-Undang tersebut kepada Badan Legislasi DPR RI yang Insya Allah paling lama akan disampaikan pada tanggal 14 November ini, itu bisa menjadi suatu rumusan yang sistematis dan dinilai strategis untuk menjadi program prioritas legislasi nasional kita. Dalam konteks itu nanti kami mengharapkan disamping ceramah-ceramah dan paparan-paparan yang akan disampaikan kepada kami, kami juga tentu akan sangat membutuhkan pemikiran-pemikiran dalam bentuk tertulis yang Insya Allah juga akan kami sampaikan kepada seluruh Anggota Komisi VIII dan kalau perlu ada naskah akademik mungkin barangkali yang akan diberikan kepada Komisi VIII untuk menyempurnajan draft Rancangan Undang-Undang Pekerja Sosial yang sudah ada. Sudah ada itu draftnya ya, Ibu? Oh belum ya. Ini masih dalam bentuk kajian yang sudaha da di Komisi VIII pada periode yang lalu dan karena kami memandang ini penting, maka tentu kalaupun ada naskah akademik yang nanti Bapak/Ibu dan Saudara-saudara memiliki itu dengan senang hati dan sangat berterimakasih kami akan menerima dan mudah-mudahan bisa menjadi salah satu klausul utama didalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tersebut. Baik. Bapak-bapak/Ibu-ibu yang saya hormati, Dalam konteks itulah maka Rapat Dengar Pendapat Umum kali ini kami dari Komisi VIII DPR RI ingin mengetahui lebih jauh tentang jangkauan dan cakupan pekerja sosial dalam menjalankan peran dan fungsinya, sehingga nanti terjadi kesamaan persepsi diantara para pemangku kepentingan, baik pemerintah, pekerja sosial dan juga masyarakat serta tentu saja DPR. Karena itu kita mau melihat seperti apa sebetulnya kerja-kerja teknis yang dilakukan oleh

Page 4: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-4-

kawan-kawan kita para pekerja sosial, apa tantangan, kendala dan lain sebagainya yang dihadapinya. Kemudian kami juga ingin mengetahui akar masalah praktik pekerja sosial serta apa saja harapan dan usulan serta solusi apa yang mungkin ditawarkan terhadap berbagai tantangan yang mungkin dihadapi. Yang ketiga adalah kami ingin menemukan formulasi dan model yang ideal dalam praktek pekerjaan sosial dan permasalahan yang dihadapinya. Dengan demikian nanti aturan-aturan yang dibuat terkait dengan itu juga sesuai dengan aspirasi yang diinginkan oleh masyarakat. Yang keempat adalah mempertimbangkan pentingnya usul inisiatif dan tersusunnya Rancangan Undang-Undang Inisiatif DPR tentang Pekerja Sosial. Jadi undang-undang itu nanti akan diusulkan Insya Allah oleh Komisi VIII DPR RI, diajukan kepada pemerintah dan mudah-mudahan dalam pembahasannya nanti mendapat persetujuan dari pemerintah, sehingga bisa ditindaklanjuti. Ini harapan besar dari Komisi VIII DPR RI. Bapak-bapak/Ibu-ibu para Narasumber khususnya yang hadir, Perlu kami jelaskan bahwa kami telah juga mengundang banyak lembaga lain sebelum Bapak-bapak ini, dimulai dari Hari Senin kemarin sampai Hari Rabu dan hari ini Hari Kamis dan mungkin nanti sore setelah ini juga akan ada lagi tamu kami yang lain. Konteks dan tujuan daripada mengundang mereka di sini adalah untuk mendapatkan rferensi, masukan dan rujukan kita ketika nanti melaksanakan tugas-tugas legislasi, kemudian tugas-tugas pengawasan dan tugas-tugas penganggaran yang menjadi hak konstitusional daripada Anggota DPR. Karena itu tentu ini juga pada hari ini kami akan menjadikan referensi, apa-apa yang disampaikan nanti menjadi referensi bagi kita semua. Ada beberapa Anggota DPR yang baru masuk. Ini sekaligus sebelum saya memberikan kesempatan kepada narasumber kita. Yang pertama Ibu Maria. Ibu Maria ini adalah Anggota Komisi VIII dari Fraksi Golkar, daerah pemilihan Jawa Tengah 4. Kemudian di sebelahnya ada adik kita ini, Delia ya, Ibu Delia, beliau adalah juga Anggota Fraksi Golkar di Komisi VIII, daerah pemilihannya Sumatera Utara 3. Kemudian ada Ibu Endang, beliau adalah Anggota Fraksi Partai Demokrat. Eh, Golkar. Jadi bisa pindah partai nanti. Tapi kan KMP, Ibu. Kalau masih di KMP itu masih sama. Jadi Ibu Endang ini adalah Anggota Fraksi Golkar yang diamanahkan untuk bertugas di Komisi VIII DPR RI, daerah pemilihannya adalah Jawa Tengah 5 dan sebagian daerahnya adalah rawan daerah kekeringan, jadi perlu pekerja sosial untuk turun bekerjasama dengan pemerintah dalam rangka mengatasi masalah itu. Kemudian ada juga Pak Nur. Pak Nur ini adalah Anggota Fraksi Golkar, daerah pemilihan Jawa Tengah ya, Pak? F-PG (H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI): Jawa Timur. KETUA RAPAT:

Sorry, Jawa Timur 6. F-PG (H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI): Jawa Timur 4. KETUA RAPAT: Jawa Timur 4. Tadi saya lihat ada Pak Kuswiyanto. Mana beliau? Keluar? Oh sedang ke… Ada satu lagi tadi Pak Kuswiyanto dari Jawa Timur juga saya teringat, mungkin sebentar lagi ke sini. Duduknya di belakang sini. Ada nanti Pak Kuswiyanto juga yang akan hadir bersama kita dari Fraksi Partai Amanat Nasional, daerah pemilihan Jawa Timur. Kemudian sebetulnya Pimpinan DPR yang hadir itu ada 2 (dua) lagi. Tadi sudah datang Pak Sodik dari Partai Gerindra. Sekarang ada tugas di Majelis Permusyawaratan Rakyat yang

Page 5: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-5-

harus diselesaikan. Kemudian mestinya ada juga Pak Deding Ishak di sini, beliau juga adalah Pimpinan di Komisi VIII dan berasal dari Partai Golkar, bersama dengan Pak Sodik mempunyai tugas khusus di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Baik. Bapak-bapak/Ibu, Saudara, Saya kira ini mudah-mudahan nanti diskusinya lebih bisa berjalan dengan baik, karena sudah saling berkenalan. Namun demikian nanti pada saat pemaparan kami juga minta kepada Bapak-bapak untuk memperkenalkan nama saja dan nama organisasinya. Perlu saya sampaikan bahwa kesempatan nanti masing-masing ini, karena ada 3 atau 4 ini? 3 ya, 3 lembaga, maka mungkin kami memberikan paling lama 12 menit masing-masing-masing, nanti setelah itu biar ada kesempatan kita untuk mengeksplorasi. Baik, karena pengantar yang saya sampaikan saya kira sudah bisa dipahami oleh kita semua, maka dengan demikian kita beranjak pada agenda yang kedua yaitu pemaparan dari para narasumber kita. Oleh karena itu untuk mempersingkat waktu saya mempersilakan kepada Ikatan Pendidikan Pekerja Sosial Indonesia untuk pertama sekali memberikan pandangan, masukan, usulan dan saran kepada Komisi VIII DPR RI. Kepada Ikatan Pendidikan Pekerja Sosial Indonesia kami persilakan. IPPSI (Dr. SONI AKHMAD NULHAQIM): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Bapak Pimpinan Sidang dan para Pimpinan Sidang lainnya serta para Anggota Komisi VIII yang saya hormati dan saya banggakan, Terima kasih atas kesempatannya untuk diberikan media untuk menyampaikan pemikiran terkait dengan Pekerja Sosial.

Kami dari Ikatan Pendidikan Pekerja Sosial/Kesejahteraan Sosial Indonesia yang saat ini saya Soni A. Nulhaqim diamanahi untuk menjadi Ketua Ikatan Pendidikan Pekerja Sosial/Kesejahteraan Sosial Indonesia, dimana sebelah kiri saya adalah Ibu Dr. Erna, beliau adalah Sekjen dari Ikatan Pendidikan (IPPSI). Sebelah kiri saya yang kedua Pak Oman, beliau adalah Ketua Komisi Pengembangan Institusi dan ESDM di Ikatan Pendidikan. Yang keempatnya adalah Pak Fedri, beliau adalah kesekretariatan di Ikatan Pendidikan. Pak Fedri itu dari Universitas Pajajaran, Pak Oman dari Universitas Muhammadiyah Malang dan Ibu Erna dari Universitas Indonesia dan saya sendiri dari Universitas Pajajaran. Baiklah, tadi diberikan kesempatan selama 12 menit untuk menyampaikan pemikiran terkait dengan pendidikan. Bahan paparan sudah disampaikan. Kalau berkenan untuk ditayangkan alangkah lebih baik. Kalau kita lihat perkembangan tentang social work untuk pekerjaan sosial, itu diawali dari charity. Jadi Pak Pimpinan Sidang tadi mengemukakan berkembangnya volunteer, relawan, charity, memang ini yang melahirkan tentang pekerja sosial, baik berkembang dari luar maupun juga di Indonesia. Bahkan di Indonesia diawali dari kursus keterampilan sosial dasar dan dilanjutkan dengan kursus keterampilan sosial lanjutan, baru muncul pendidikan kesejahteraan sosial. Karena kebutuhan terkait dengan bantuan, pertolongan yang lebih terkoordinasi dengan baik yang didasari oleh pengetahuan dan keahlian dan juga memiliki pondasi etik yang sangat kuat, maka kebutuhan untuk profesional menjadi hal yang sangat penting. Juga di kalangan kami karena terkait dengan profesional dan dasarnya dari mulai charity, maka kadang-kadang disebut scientific charity, jadi kegiatan charity yang didasari oleh pengetahuan, yang diperkuat dengan keterampilan dan direkatkan oleh etika. Pada perkembangannya di Indonesia ini ada 35 perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial. Kenapa kami menyampaikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial? Karena ini kaitannya dengan nomenklatur, dimana izin program studi ini kan dari Kementerian Pendidikan cq. Pendidikan Tinggi. Di pendidikan tinggi dikenal ada 2 (dua). Untuk pendidikan vokasional namanya pekerjaan sosial, untuk pendidikan yang sifatnya akademik dari mulai S1 sampai pada S3 nama program studinya kesejahteraan sosial. Sementara untuk vokasional D4, Sarjana Science Terapan namanya

Page 6: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-6-

pekerjaan sosial. Jadi kami untuk perkembangan saat ini mengakomodasi dengan dua tersebut. Ada diploma, sarjana, magister dan doctor. Jadi sudah lengkap pendidikan pekerjaan sosial, kesejahteraan sosial di Indonesia dari level diploma sampai pada S4. Kompetensi yang dibangun yang dimiliki oleh pekerja sosial atau juga istilah lainnya social worker, jadi ini juga kadang-kadang berkembang, atau juga istilah yang lainnya terkait dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 itu pekerja sosial profesional untuk memperkuat charity scientific, karena asalnya memiliki dua makna. Pekerjaan sosial itu memiliki makna relawan. Tapi perkembangan selanjutnya untuk relawan itu sendiri menggunakan istilah relawan, tapi untuk profesional itu menggunakan istilah pekerja sosial. Kompetensi yang dimiliki sebagai pemberdaya, problem solver, agen perubahan sosial, analis dan ada kompetensi khas yang diberikan kewenangan masing-masing perguruan tinggi sesuai dengan potensi masyarakat dan potensi daerahnya. Tentunya kalau memang di potensi daerah tersebut memiliki potensi…, ada potensi alam yang harus disikapi melalui pendekatan pekerja sosial misalkan disaster, maka dia akan juga mengembangkan terkait dengan disaster, termasuk juga aspek-aspek yang lain terkait dengan medis, koneksional, industri dan sebagainya. Jadi masing-masing diberikan kewenangan untuk memperkuat supaya lulusan dari perguruan tinggi tersebut sangat mensupport kebutuhan dari perkembangan masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat. Kalau kita lihat leveling pendidikan, ini kita lihat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 terkait dengan pendidikan tinggi, jadi levelingnya seperti itu dan sampai saat ini juga berwacana pada level di pasca sarjana misalkan, di situ nanti akan dikembangkan akademik terapan dan vokasional spesialis. Jadi ada S3 akademik, S3 terapan dan spesialis. Ini yang sebenarnya sedang kami rumuskan bagaimana perbedaan kompetensi dari hal tersebut yang menjadi bagian untuk memperkuat profesionalitas di bidang pekerja sosial. Ikatan pendidikan lahir dari kebutuhan adanya standardisasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang akhirnya kualitas pendidikan menghasilkan sumber daya yang dibutuhkan dalam masyarakat yang siap bekerja. Ini lahir tanggal 12 April 1986. Jadi sudah relatif lama dan juga ini sangat diapresiasi oleh Ikatan Pendidikan. Dengan adanya audiensi seperti ini dan juga wacana akan diinisiasi oleh DPR khusus Komisi VIII terkait dengan Undang-Undang Pekerjaan Sosial. Ini mendapatkan apresiasi dan kami juga dari apresiasi tersebut kami konstruksikan menjadi dua: ada kondisi realita dan ada harapan. Seperti tadi Pimpinan Sidang mengemukakan apa kondisi aktualnya, harapannya, sehingga akhirnya solusinya apa. Nama Prodi ini berkembang juga terkait ada kesejahteraan sosial, pekerjaan sosial, ada sosiologi, konsentrasi kesejahteraan sosial. Biasanya di perguruan tinggi karena kebutuhan kesejahteraan sosial itu semakin kuat dalam suatu daerah, karena juga kebutuhan dari stakeholder, dari pemerintah, dari perusahaan, dari NGO kuat, sementara dalam proses izin itu sendiri membutuhkan waktu yang lumayan. Karena ada prosedur-prosedur yang harus ditempuh, sementara sumber daya yang dibutuhkan itu sangat diinginkan cepat, maka biasanya memunculkan sosiologi konsentrasi kesejahteraan sosial, termasuk juga di perguruan tinggi di bawah naungan Kementerian Agama, itu Universitas Islam, itu ada pengembangan masyarakat konsentrasi kesejahteraan sosial. Beberapa perguruan tinggi sekarang dari konsentrasi tadi dari pengembangan masyarakat Islam itu sudah langsung secara nomenklatur berubah secara formal menjadi kesejahteraan sosial, misalkan di Universitas Islam Kalijaga dan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Ini sebagai satu contoh. Juga perkembangan ada pembangunan sosial dan kesejahteraan, memang ini rintisannya dari sosiatri, jadi UGM dan juga beberapa perguruan tinggi yang lain. Kemudian ini menunjukkan bahwa untuk pendidikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial itu sendiri memiliki pondasi yang sangat kuat dan dari level pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi, dari organisasi di level lokal sampai pada organisasi level internasional, ini kita lihat. Jadi memang yang khas dari Indonesia, khas Indonesia, itu ada pekerjaan sosial di level SMA, sekolah menengah atau juga SMK sudah pekembangannya. Kemudian di level sarjana dan vokasional itu ada jurusan atau departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, kemudian ada organisasi pada level nasional Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia, ada level Asia Pasifik, ada level internasional, ini pendidikan., sehingga kalau berkelakar sesama organisasi pendidikan, kalau pendidikan pekerjaan sosial memiliki organisasi yang kuat dan juga intensif didalam melakukan berbagai kegiatan, termasuk juga dalam pengembangan kompetensinya dari level nasional sampai level internasional, apakah di program studi yang lain sudah memiliki organisasi tersebut? Ini

Page 7: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-7-

kadang-kadang dari pendidikan yang lain, dari jurusan yang lain juga merespon kami punya, tapi juga banyak beberapa perguruan tinggi yang lain, pendidikan atau departemen yang lain belum memiliki organisasi, baik di level asia pasifik maupun juga di level internasional. Kemudian dari perguruan tinggi-perguruan tinggi tadi bergabung pada level internasional maupun juga asia pasifik dan juga bergabung pada level nasional. IPPSI ini sendiri juga bergabung pada konsorsium. Konsorsiumnya sebelah, konsorsium pekerjaan sosial, Ibu Miriam jadi salah satu anggota dari konsorsium. Beliau nanti akan menyampaikan terkait dengan konsorsium. Kami kalau berbicara di pendidikan itu sendiri adalah world class university internasionalisasi, maka itu kan harus mendekatkan pada komunitas internasional, harus juga membangun kerjasama dalam bidang riset, dalam pengembangan pendidikan, dalam praktikum, dalam sumber daya manusia maupun juga dalam hal-hal yang lainnya yang dapat meningkatkan kualitas pedidikam, termasuk juga student eccent, maka ini menjadi suatu peluang untuk terjadinya kolaborasi antar perguruan tinggi di internasional maupun juga di level Asia Pasifik. Kita Ikatan Pendidikan ini sendiri selalu mendorong hal tersebut. Kemudian yang dilakukan karena quality menjadi hal yang sangat penting, di quality itu sendiri pada akhirnya harus dibangun kesepakatan bersama, salam kesepakatan bersama akhirnya dibangun berdasarkan adanya kebutuhan-kebutuhan bersama, dari kebutuhan bersama dibangun standard-standard yang sama, sehingga dari standard-standard tersebut berbicara tentang jurusan kesejahteraan sosial/pekerjaan sosial, maka kompetensinya harus memiliki hal yang sama. Maka posisi yang ditempati harus memiliki yang sama, maka SKS yang disepakatinya itu harus memiliki yang sama, maka praktikumnya harus memiliki yang sama. Jadi ini kenapa organisasi pendidikan itu sendiri penting untuk melakukan standardisasi? Quality, walaupun dalam perkembangannya kami rasakan ada perbedaan-perbedaan dari sisi kualitas: kualitas SDM, kualitas sarana prasarana, kualitas jaringan, Justru dengan ada kerjasama tersebut, sehingga misalkan di dalam komunitas kami berkenaan dengan kegiatan riset atau apapun juga kegiatan-kegiatan keluar. Begitu ada kegiatan keluar Jawa, misalkan ke mana, Kalimantan atau juga Sumatera, selalu kami merekomendasikan agar dosen yang melakukan tugas keluar kota tersebut, ke daerah tersebut dan ada pendidikan kesejahteraan sosial di sana agar bisa memberikan sharing, baik dalam kaitannya dengan pendidikan maupun juga riset maupun juga dalam kegiatan praktikum. Kemudian kondisi aktual, kami mencoba mengkompilasi pemikiran-pemikiran dari para ahli dalam bidang kesejahteraan sosial, dosen-dosen bisa kesejahteraan sosial, dari jurusan kesejahteraan sosial, bagaimana sih sebenarnya dalam kaitannya dengan kondisi aktual yang dialami dalam kaitannya dengan pendidikan yang berimplikasi pada praktek. Ini tadi bahwa profesi ini tumbuh dan berkembang dari rasa kepedulian, tadi juga dikemukakan voluntary, sukarela, relawan, sehingga pada perkembangannya sekarang sering dianggap siapapun bisa melakukan, karena setiap orang memiliki kepedulian dan kasih sayang. Ini yang dirasakan, kondisi aktual yang masih dirasakan. Kemudian kondisi aktual berikutnya pemahaman masyarakat yang keliru, ini dalam konteks tadi bahwa pekerjaan sosial berbeda dengan relawan, tentang pekerjaan sosial menoleh pada berbagai komponen, termasuk para penyelenggara pemerintah dan pengambil kebijakan. Karena itu banyak program masih berbasis charity, tanpa melibatkan intervensi pekerja sosial, bukan scientific charity, tapi betul-betul charity. Kondisi yang ketiga, masyarakat Indonesia suka yang serba instant, sementara intervensi pekerjaan sosial membutuhkan kesabaran, waktu, biaya dan lain-lain. Masyarakat lupa bahwa sekali intervensi berhasil, maka itu merupakan investasi tahunan. Jadi modeling, pilot project, yang betul-betul mengakar pada masyarakat, yang dibutuhkan masyarakat menjadi hal yang sangat penting dan ini dirasakan bahwa untuk daerah-daerah tertentu, masyarakat tertentu, hal yang instant itu sendiri menjadi hal yang masih berkembang. Kondisi aktual yang keempat program dengan basis charity hanya akan tampak berhasil di awal, tetapi tidak berkesinambungan karena tidak diikuti dgb perubahan fungsi sosial individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Ciri yang mendasar saja, jika ada satu program dan program itu menciptakan ketergantungan. Dengan dukungan dana yang semakin banyak berarti kan tanda-tandanya itu tidak menunjukkan kemandirian. Ada yang salah dalam pendekatannya. Kalau dari sisi dana semakin meningkat…, kan begitu. Itu ada yang salah. Karena tidak diiringi dengan perubahan fungsi sosial individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Kondisi aktual yang kelima, fakta di Indonesia masih banyak yang rancu antara relawan dan pekerjaan sosial. Ini juga masih berkembang, memperkuat statement saya pada pernyataan

Page 8: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-8-

yang pertama terkait dengan charity. Memang harus diakui di lapangan pekerjaan sosial membutuhkan relawan sosial. Ini punya hubungan yang sangat dekat antara relawan dengan pekerjaan sosial, karena historisnya juga dan punya tanggung jawab dari pekerjaan sosial itu sendiri untuk menumbuhkan relawan-relawan tadi, menumbuhkan jiwa kepedulian, membangun kompetensinya, punya kewajiban, walaupun pada akhirnya harapannya dari situ dia bisa mengikuti pendidikan pekerjaan sosial supaya punya kedudukan dan profesi yang sangat kuat. Namun jika tidak ada perangkat hukum bagi profesi pekerja sosial akan berdampak sangat serius pada penanganan masalah sosial dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Kondisi aktual yang keenam, ini juga kita lihat bahwa mulai tahun sekitar 1965, sekitar 50 tahun pendidikan pekerja Indonesia itu lahir dan memang lahir yang pertama itu di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, itu di STKS Bandung, akhirnya berkembang UI, berkembang Unpad dan juga berkembang perguruan tinggi yang tadi saya kemukakan ada 35 perguruan tinggi. Banyak yang kemudian melarikan diri dari bidang pekerjaan sosial yang dianggap belum menjanjikan. Jadi tadi lulusannya. Mereka berpindah kerja ke bidang lain, sehingga sulit urk menunjukkan evidence based social work praktek. Ini yang dapat meyakinkan masyarakat tentang kontribusi pekerja sosial. Jadi dari pendidikannya harus terkawal, begitu lulus juga harus dikawal, dia didudukkan sesuai dengan bidangnya. Karena persoalan sosial, kesejahteraan sosial ini terkait dengan kemiskinan, terkait dengan konflik, menjadi hal yang sangat dominan di Indonesia dan sangat membutuhkan profesi pekerja sosial. Tapi karena masuk pada lapangan kerja yang sangat bebas, tidak terproteksi, sehingga dia lari ke bidang yang lain yang tidak mempraktekkan pekerjaan sosial.

Kondisi yang ketujuh, jumlah lembaga pendidikan pekerja sosial yang masih terbatas dan belum didukung oleh berbagai standard sesuai dengan persyaratan sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi. Akibatnya banyak lembaga pendidikan pekerja sosial mempekerjakan dan mengajar mahasiswa tentang pekerjaan sosial padahal mereka sama sekali tidak memiliki latar belakang pekerjaan sosial. Sekedar dapat merasakan pekerjaan sosial, tetapi tidak menjiwainya. Ini juga menjadi suatu hal kondisi aktual yang berkembang di Indonesia.

Kondisi aktual yang kedelapan, terjadi kesenjangan yang semakin besar diantara perkembangan masalah sosial dengan pelayanan sosial melalui badan pelayanan sosial, masalah sosial yang semakin berkembang dan juga baru, tetapi lembaga-lembaga yang menanganinya ini belum bisa mengcover perkembangan tersebut. Praktek pekerjaan sosial dibutuhkan, tetapi sulit ditemukan. Ini mungkin menjadi satu penguatan pada aspek kebijakan, pekerjaan sosial masih secara luas dipersepsikan sebagai aktifitas sosial. Jadi masih, setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 memang sangat terasa. Jadi ada pekerja sosial mengacu pada profesional, relawan itu berbeda dengan pekerja sosial, itu sudah mulai ada pergeseran-pergeseran hal tersebut. KETUA RAPAT: Pak, mohon dipersingkat, Ini waktunya sudah 16 menit ini. Jadi sudah lewat 4 menit ya. IPPSI (Dr. SONI AKHMAD NULHAQIM): Oh ya, terima kasih. KETUA RAPAT: Mungkin 1 menit lagi lah. IPPSI (Dr. SONI AKHMAD NULHAQIM): Ya, terima kasih, Pak. Saya langsung dipercepat saja. Kondisi kesembilan kita lihat, jadi dalam konteks nasional dan internasional. Kemudian kondisi aktual yang kesepuluh ini menjadi hal yang sangat penting, legitimasi dari profesi pekerja sosial di masyarakat yang masih lemah. Yang kesebelas, belum adanya payung hukum. Ini juga dirasakan.

Page 9: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-9-

Kemudian kondisi yang keduabelas, ini sudah mulai pada konteks Asean Community. Yang 2015 ternyata negara yang lain di Asean sudah memiliki payung hukum tersebut. Masyarakat Filipina itu memiliki. Kemudian harapannya ini tentunya juga dalam aspek pendidikan, pendekatan multi disiplin, inter sektoral, penanganan masalah struktural kultural, cakupan kesejahteraan sosial di bidang pekerja sosial yang luas, tidak identik tidak hanya cakupan permasalahan di bawah Kementerian Sosial saja, tetapi melingkupi kementerian yang lain dan lebih substansi pada pembangunan manusia dan kesejahteraan. Kemudian harapan yang kedua kurikulum, ini juga perlu, sesuai dengan konteks, tanpa menghilangkan falsafah yang berpihak pada pemberdayaan kelompok, termarjinalisasi, stigmatisasi, diskriminasi dan juga penguatan pada social justice dan hak asasi manusia. Harapan yang ketiga pendekatan pada berbasis hak, budaya, karena masyarakat kita multikultur. Ini juga hal yang harus menjadi warna dari pendidikan kesejahteraan sosial. Yang selanjutnya keempat, ini apalagi dengan spirit, harus mengutamakan kesejahteraan, semakin kuat karena akan mendirikan masyarakat. Jadi yang goal kemandirian masyarakat. Kemudian ini juga harapan-harapannya, Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial menjadi penting, mengukuhkan praktik pekerjaan sosial dari sisi legal, memperkuat badan-badan pelayanan sosial dan juga siap kompetisi di era global.

Kemudian Undang-Undang tentang Pekerjaan Sosial membawa angin segar. Ini untuk pengembangan pekerjaan sosial di Indonesia. Kemudian sudah ada rumusan tentang pekerjaan sosial pada level internasional dan kita juga commit masuk pada tim yang merumuskan tersebut dan saat ini juga sedang merumuskan bagaimana rumusan dalam konteks Asia Pasifik. Kalau konteks Indonesia berarti kan pekerjaan sosial itu sendiri juga harus sesuai dengan konteks kultur masyarakat Indonesia.

Itu saja yang bisa disampaikan. Sekian.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih, Bapak. Kemudian yang berikutnya kita dengarkan pemaparan dari Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia. Waktunya sama, 12 menit. IPSPI: Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera. Yang terhormat Pimpinan Sidang, Yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Dewan, Saya akan langsung menyampaikan paparan tentang praktek pekerjaan sosial dan tantangannya dan ini mudah-mudahan akan bermanfaat untuk mendorong munculnya nanti Undang-Undang Praktek Pekerjaan Sosial. Kalau kita melihat bahwa untuk organisasi Ikatan Pekerja Sosial Profesional di Indonesia ini, itu sudah berdiri sejak tahun 1998. Walaupun sebelumnya pernah ada, tetapi pada waktu itu anggotanya masih dicampur baur antara yang bukan pekerja sosial dan yang pekerja sosial. Kemudian mulai tahun 2010 kita melakukan registrasi terhadap anggota pekerja sosial. Jadi setelah selesai dari pendidikan, maka akan dilakukan registrasi oleh Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial yang kemudian mereka bisa mengikuti sertifikasi. Sertifikasi ini dilakukan sejak tahun 2011 dan telah direkomendasikan 422 orang untuk ikut sertifikasi. Walaupun demikian yang lulus hanya 120, berarti tingkat kelulusannya hanya 48,41%.

Page 10: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-10-

Ikatan Pekerja Sosial Profesional ini telah mempuyai DPD di 10 provinsi. Kemudian juga tadi sudah disampaikan menjadi anggota International Federation of Social Worker. Kemudian untuk melakukan sertifikasi, kita memiliki Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial Indonesia yang didirikan mulai tahun 2011. Bapak Pimpinan Sidang dan Anggota Dewan yang saya hormati, Maaf, saya lupa memperkenalkan teman-teman dari IPSPI. Kalau di samping kiri saya ini adalah Sekjen dari IPSPI, namanya Nurul Eka Hidayati. Kemudian saya sendiri adalah Wakil Ketua Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia. Di samping kanan saya adalah Ibu Didit Widyawati. Ibu Didit adalah Ketua bidang Advokasi. Yang sebelah kanan adalah Bapak Rondang Siahaan, Ketua bidang Pengembangan Profesi. Saya kira itu yang saya perkenalkan. Selanjutnya profesi pekerjaan sosial ini sebetulnya profesi ini adalah profesi yang internasional dan universal. Artinya profesi ini seperti yang disampaikan tadi Pak Sony, itu ada organisasinya di level internasional regional. Kemudian kita melihat juga bahwa untuk kemajuan di tingkat Asean setelah mengangkat status profesi pekerjaan sosial dan kita sudah mulai membuat atau semacam konsep untuk bagaimana menghadapi masyarakat ekonomi Asean di tahun 2015 di berbagai pertemuan di level Asean. Kemudian kita memiliki model-model praktek pekerjaan sosial yang senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan, karena terjadi perubahan-perubahan yang ada di masyarakat. Pekerja sosial sebagai profesi dituntut terlibat dalam pemecahan masalah sosial global. Kenapa demikian? Karena akhir-akhir ini semakin meningkat persoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan di dalam negara kita sendiri, tapi sangat terkait dengan hubungan antar negara, misalnya human trafficking dan juga masalah-masalah ketenagakerjaan yang akhir-akhir ini sangat sulit diatasi tanpa campur tangan atau bekerjasama dengan negara-negara lain. Kemudian juga bahwa pekerja sosial dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 bahwa dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, profesi utama adalah profesi pekerjaan sosial, walaupun disadari bahwa semua persoalan-persoalan itupun juga didukung oleh profesi lain. Oleh sebab itu peranan pekerja sosial sangat penting dalam membuat kebijakan sosial juga yang berorientasi kepada keadilan sosial. Kami ingn melihat bahwa kebijakan yang melandasi praktek pekerjaan sosial ada banyak undang-undang yang telah menyebutkan kebutuhan akan pekerja sosial. Tentu kita melihat ini yang belum dicantumkan Undang-Undang Dasar 1945. Di sana jelas ada Pasal 34: “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” dan juga ada pasal yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kemudian kita melihat tadi Undang-Undang Nomor 11, Undang-Undang Nomor 13 tentang Penanganan Fakir Miskin, Undang-Undang Nomor 23 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 35 tentang Narkotika, tentang Penanggulangan Bencana, Peradilan Anak, Penyandang Diabilitas dan juga yang terakhir tentang Undang-Undang mengenai Kesehatan Jiwa dan Lanjut Usia. Semua undang-undang ini mensyaratkan bahwa pekerja sosial harus hadir dalam menangani masalah-masalah yang diatur dalam undang-undang dan dituntut harus bekerjasama dengan profesi yang lain. Salah satu kesulitan kita pada waktu bekerjasama dengan profesi lain, katakanlah kalau di Undang-Undang Perlindungan Anak atau Undang-Undang yang mengenai Peradilan Anak, itu kita akan ketemu dengan seperti bekerjasama dengan polisi, jaksa, bekerjasama dengan hakim, pengacara, yang mereka semua sudah memiliki payung hukum atau undang-undang yang dapat melindungi mereka dalam melakukan praktek ataupun melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepada profesi itu. Di lain pihak pekerja sosial belum memiliki Undang-Undang Praktik Pekerjaan Sosial, sehingga akan mempengaruhi kerjasama ataupun kepercayaan profesi lain terhadap profesi pekerjaan sosial. Kalau kita melihat definisi terbaru dari pekerjaan sosial, maka profesi pekerjaan sosial itu adalah profesi yang berbasiskan pada praktek dan berlatar belakang pendidikan, kemudian mempromosikan perubahan-perubahan sosial, pengembangan kohesi sosial dan pemberdayaan dan kebebasan. Jadi profesi pekerjaan sosial di sini tidak hanya sekedar bantu membantu, tapi yang penting di sini bagaimana memberdayakan masyarakat, kemudian menganut prinsip-prinsip keadilan sosial, HAM, tanggung jawab kolektif dan menghormati keberagaman. Ini memang sangat penting di Indonesia, karena di Indonesia kita terkenal sangat beraneka ragam. Kemudian didukung oleh teritori pekerjaan sosial, kemudian melibatkan orang dan struktur untuk mengatasi tantangan hidup dan meningkatkan kesejahteraan.

Page 11: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-11-

Kalau kita melihat profil dari pekerja sosial, maka pekerja sosial itu melakukan upaya-upaya pemecahan masalah, baik itu masalah klinis maupun masalah non klinis, baik yang sifatnya peroranganmaupun yang bersifat kemasyarakatan. Kemudian untuk selanjutnya akan dilakukan upaya pemberdayaan. Di sini adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan sasaran pelayanan, sehingga dia mampu melakukan atau memecahkan masalah-masalahnya sendiri secara mandiri.

Kemudian dalam hal agen perubahan tentunya pekerja sosial di sini juga melakukan upaya-upaya untuk memperkuat kebijakan, mengubah kebijakan, yang akhirnya nanti bisa mewujudkan keadilan sosial, dimana masyarakat tidak ada yang tertinggal atau mereka bisa melakukan fungsi sosialnya.

Komponen yang membentuk profesi pekerjaan sosial, di sini ada seperangkat untuk menjadi seorang pekerja sosial harus memiliki seperangkat ilmu pengetahuan yang tadi sudah dijelaskan oleh Pak Sony, memiliki keterampilan-keterampilan yang bisa dilakukan pada waktu melakukan praktek pekerjaan sosial, kemudian memiliki seperangkat nilai.

Kalau kita melihat arena praktek daripada pekerja sosial, di sini kita mengenal panti-panti sosial, walaupun dalam kebijakan terakhir ini kita berharap bahwa panti adalah pelayanan yang terakhir dan kalau bisa panti itu tidak banyak penghuninya, karena itu pertanda bahwa keluarga sudah berdaya untuk melakukan pemisahan masalahnya sendiri. Jadi panti adalah alternatif terakhir. Kita melihat pekerja sosial juga berada di lembaga sosial masyarakat ini, baik di internasional maupun di lokal, di rumah sakit, di lembaga permasyarakatan, di sekolah, kemudian untuk penanggulangan bencana, penanggulangan kemiskinan di undang-undang sudah ada dan seterusnya, walaupun di beberapa tempat kadangkala pekerja sosial di situ adalah profesi utama dan di tempat lain mungkin adalah profesi yang sifatnya sekunder.

Kemudian kerangka praktek daripada pekerja sosial. Di sini kita mulai tentunya bahwa dalam kerangka praktek ini kita melihat bahwa banyak kebijakan-kebijakan yang kita susun, baik itu berupa undang-undang, baik berupa peraturan pemerintah. Karena dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di sana disebut bahwa untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial, maka profesi yang utama adalah pekerja sosial. Dalam kebijakan-kebijakan yang telah disusun dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat dibuat perencanaan sosial, disusun program, kemudian dilakukan upaya-upaya pemecahan masalah dan dilakukan advokasi, sehingga kita merasa pasti bahwa masyarakat telah dipenuhi hak-hak yang seyogyanya mereka miliki.

Pekerja sosial memiliki jenjang karir. Di sini jalur penanganan mengenai (suara tidak jelas), kemudian supervisor, kemudian advisor, kemudian juga mengenai jalur manajemen, kemudian ada project officer dan lain-lain. Ini fokus. Jadi fokus daripada praktek pekerjaan sosial adalah keberfungsian sosial. Keberfungsian sosial di sini menunjukkan bahwa seseorang bisa melakukan tugas-tugas kehidupannya. Dia bisa melakukan tugas-tugas kehidupannya untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik itu individu, keluarga maupun masyarakat. Untuk melakukan itu, maka mereka memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan-tekanan, menghadapi gejolak-gejolak dan ini akan dimiliki oleh mereka apabila mereka bisa memanfaatkan atau akses pada sistem sumber yang ada, termasuk juga bagaimana memanfaatkan relasi yang ada antar individu, antara perorangan, kelompok maupun masyarakat dan komunitasnya. Jadi intinya di sini adalah interaksi sosial. KETUA RAPAT: Ya, dipersingkat sedikit ya, Ibu. IPSPI: Ya, tahap penanganan, ini yang perlu, Pak Pimpinan yang kami hormati. Justru inilah yang membedakan dengan profesi yang lain yang kita mulai dari identifikasi masalah, pengumpulan data, assessment, rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, kemudian review kasus dan evaluasi, kemudian ada kompetensi praktek, ada standard-standard praktek, jadi tidak semua orang. Jadi orang yang akan memperoleh izin praktek harus memiliki standard praktek. Kemudian pengembangan praktek ini perlu dilakukan, karena permasalahan sosial juga mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat. Kemudian ada sertifikasi bagi pekerja sosial yang sudah diuji, lulus kompetensi mereka memperoleh sertifikasi.

Page 12: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-12-

Ada beberapa standard praktek yang sudah kita buat, kemudian ada modeling praktek pekerjaan sosial, kemudian juga kita melakukan training, workshop, pertemuan-pertemuan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan keterampilan pekerja sosial. Kenapa undang-undang ini sangat diperlukan oleh pekerja sosial? Karena pada waktu mereka memperoleh izin praktek setelah uji kompetensi setelah memperoleh sertifikasi, mereka boleh memperoleh izin praktek. Dalam melaksanakan izin praktek ini mereka perlu memperoleh perlindungan, baik pekerja sosial yang akan memberikan pelayanan sosial juga masyarakat yang memperoleh pelayanan. Dikhawatirkan apabila terjadi suatu praktek-praktek yang merugikan masyarakat, karena tidak memiliki standard ataupun standard seperti yang akan dimuat dalam Undang-Undang Praktek Pekerjaan Sosial. Selain daripada melindungi itu juga diharapkan bahwa dengan adanya undang-undang ini anggapan masyarakat bahwa semua orang bisa menjadi pekerja sosial tidak demikian dan hal ini akan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap sasaran pelayanan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Kita telah memiliki kode etik, kita memiliki Dewan Kode Etik. Salah satu Ketua Dewan Kode Etik adalah Sekjen Konsorsium Pekerjaan Sosial. Kemudian tantangan ke depan… Karena praktek pekerjaan sosial sudah mulai hadir di berbagai sektor. Katakanlah di Undang-Undang Kesehatan Jiwa, di sana pekerja sosial harus berperan aktif di dalamnya bersama-sama dengan dokter, psikolog dan juga perawat. Perawat ini juga sudah mempunyai Undang-Undang tentang Keperawatan. Pekerja sosial belum. Jadi ini akan mempengaruhi bargaining position untuk pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya. Yang berat ke depan adalah juga menghadapi tentang peradilan anak. Jadi mudah-mudahan dengan pertemuan ini akan menjadi bahan pertimbangan Bapak Anggota Dewan yang terhormat. Saya kira demikian saja, Pak. KETUA RAPAT: Ya, Ibu, Sudah lewat 7 menit, Ibu. Terima kasih sudah dengan semangat memaparkan apa-apa yang berkaitan dengan topic yang kita bicarakan pada pagi hari ini. Berikutnya kesempatan kami berikan kepada Konsorsium Pekerja Sosial Indonesia. Silakan, Mbak. Waktunya sama saja. KPSI (MIRIAM NAINGGOLAN): Baik, saya usahakan untuk berbicara singkat padat. Terima kasih, Bapak Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat. Nama saya Miriam Nainggolan. Saya adalah Sekretaris Jenderal Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia. Kawan-kawan yang hadir di sini semua adalah bagian dari Konsorsium, kami biasa menyebutnya KPSI. Satu yang harus saya perkenalkan secara khusus karena dari tadi belum disebut, di ujung sana ada Pak Rohadi. Pak Rohadi ini adalah Sekretaris Jenderal dari DNIKS (Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial) yang merupakan juga bagian dari Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia. Ibu/Bapak, Saya akan menjelaskan secara singkat apa itu KPSI, saya singkat saja KPSI., dan kenapa kemudian itu dideklarasikan ini bukan sebuah badan hukum, tapi merupakan satu payung kerja bersama untuk pilar-pilar pekerjaan sosial. Hanya beberapa yang ingin saya garisbawahi bahwa ini adalah tuntutan. KPSI lahir dari tuntutan blueprinst Asean Socio-Cultural Community, perkembangan sosial social network dan Asean Consortium of Social Work. Pertama itu memang khusus untuk social work educators at schools dan practitioners. Lanjut, lalu ada beberapa lainnya yang menjadi dasar yang semuanya adalah pada tingkat Asean. Lanjut, kemudian pada Bulan Februari tahun 2011 diadakan Konferensi Asean Consortium of Social Work di Manila Bulan Maret, maaf, dan salah satu yang dihasilkan pada konferensi itu adalah bahwa setiap negara Asean itu harus mempunyai mekanisme kerja di tingkat negara untuk pilar-pilar pekerjaan sosial. Itu yang kemudian melahirkan deklarasi kami pembentukan Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia pada Bulan Agustus 2011.

Page 13: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-13-

Lanjut, sedikit saja, Konsorsium di sini yang kami maksud adalah satu asosiasi atau kombinasi pengaturan kerjasama diantara kelompok-kelompok atau lembaga untuk melakukan program kerja bersama yang tujuannya adalah untuk mencapai satu tujuan. Intinya adalah meningkatkan kualitas pelayanan pekerjaan sosial, kesejahteraan sosial di Asean dan KPSI khusus di Indonesia. Kemudian KPSI sendiri lalu menjadi supra jaringan beranggotakan pilar-pilar kesejahteraan sosial dari berbagai eksponen yang terdiri dari 10 organisasi. Lanjut, inilah anggota Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia. Yang pertama adalah Kementerian Sosial Republik Indonesia, lalu DNIKS, kemudian Ikatan Pekerja Sosial Profesional, tadi terwakili di sini, ada Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia, juga terwakili tadi, lalu Ikatan Penyuluh Sosial Indonesia, ketuanya tidak bisa hadir, mohon maaf, lalu ada Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial, tadi sudah dijelaskan apa itu LSPS, ketuanya juga tidak hadir (Rudi Darwis dari Unpad). Kemudian ada Badan Akreditasi Kesejahteraan Sosial, ini adalah satu badan yang memberikan assessment dan akreditasikdp lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial. Kalau tadi sertifikasi itu sertifikasi kompetensi pekerja sosial. Kami bangga karena dari berbagai profesi masih jarang yang mempunyai lembaga sertifikasi untuk profesinya dan kami sudah punya. Lalu yang non profesional itu juga kami bekerja bersama-sama dengan Forum Komunikasu Pekerja Sosial Masyarakat, lalu ada Ikatan Relawan Indonesia dan sampai pada tingkat mahasiswa kami juga libatkan karena mereka sudah punya forum, sudah punya lembaganya. Forum Komunikasi Mahasiswa Pekerjaan Sosial Indonesia (FORKOMKASI). Jadi ini 10 pilar pekerjaan sosial kesejahteraan sosial yang pada tanggal 10 Agustus 2011 mendeklarasikan,”Oke, kami mau bekerja bersama-sama sebagai sebuah konsorsium yaitu Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia.” Jadi itu riwayat lahirnya konsorsium. Tadi tujuannya…, bisa lanjut tolong, visinya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera berlandaskan seperangkat sistem kesejahteraan sosial yang dimotori oleh profesi pekerjaan sosial. Tadi ada forum pekerja sosial masyarakat, ada mahahasiswa dan sebagainya, tetapi memang tujuan atau visi dari konsorsium ini adalah bahwa semua pilar, semua yang bergerak didalam upaya-upaya pelayanan kesejahteraan sosial itu memang kami ingin profesi pekerjaan sosial yang menjadi motornya. Kenapa? Karena ini. Tadi tujuannya adalah peningkatan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial. Lanjut, ini beberapa misinya. Beberapa misinya tidak akan saya sebutkan. Saya yakin Ibu/Bapak sudah memegang materinya, jadi nanti bisa dilihat. Lanjut, tujuannya. Jadi kami karena bagian dari komunitas Asean, bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat regional, di tingkat Asean. Kami perlu informasikan kepada Ibu/Bapak bahwa di tingkat Asean kita sudah punya nama untuk di konsorsium ini, karena kami sangat aktif didalam pertemuan-pertemuan. Baru saja juga kami hadir sebagai delegasi di konferensi Asean Social Work Consortium di Bangkok Bulan Agustus yang lalu yang ke-3 dan nanti yang akan datang di 2016 Indonesia akan menjadi host dari Asean Social Work Consortium, satu output yang sangat penting yang juga diakui oleh kawan-kawan di tingkat Asean. Kami KPSI sudah mempunyai jurnal untuk tingkat Asean yang memang pada waktu konferensi yang pertama, Konferensi Asean yang pertama, itu dimandatkan kepada Indonesia untuk menghasilkannya. Jadi kami dengan bangga mengatakan bahwa kami sudah punya itu. Saya lupa bawa untuk bagi-bagi kepada Ibu/Bapak, mohon maaf. Lanjut, oke, ini perannya. Supra jaringan yang bisa menjadi sarana komunikasi diantara pilar-pilar. Ibu/Bapak yang terhormat, Sebetulnya kami tidak membatasi hanya pada 10 pilar ini. Kami juga terbuka jika ada pilar-pilar lain yang bergerak dalam bidang pekerjaan sosial dan pelayanan kesejahteraan sosial. Kalau mereka mau bergabung di KPSI itu dengan terbuka, kami buka. Karena kami ini bukan lembaga. Kami adalah supra jaringan. Konsorsium ini merupakan…, tadi dikatakan supra jaringan yang bekerjasama untuk melakukan kerja-kerja bersama. Kami sudah membuktikan sejak tahun 2011 10 pilar ini bisa bekerjasama dengan sangat-sangat efektif dan menghasilkan sinergi daripada bekerja sendiri-sendiri. Setelah bekerja bersama, maka kami bisa menghasilkan berbagai hal, termasuk tadi yang saya katakan jurnal pekerjaan sosial untuk tingkat Asean.

Page 14: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-14-

Lanjut, pengorganisasiannya ada presidium, ketua, sekretaris jenderal dan anggota, lalu ada sekretariat, ada Dewan Pakar. Pak Rohadi adalah salah satu dari Dewan Pakar Konsorsium Pekerjaan Sosial dan kalau ada kerja-kerja bersama kesepakatan kami adalah membuat kelompok kerja ad hoc. Tim jurnal ada ad hoc-nya. Dua konferensi internasional sudah kami lakukan, itu juga kami kerja bersama dengan panitia ad hoc untuk melaksanakannya, lalu masa kerjanya 5 tahun. Lanjut, Ini beberapa jika perlu diketahui, nanti bisa dibaca Dewan Pakarnya, Ibu/Bapak. Lanjut, agendanya. Ini saya kira yang penting yang ingin kami share kepada Ibu/Bapak. Tadi jurnal. Konferensi International Asean Social Welfare tahun 2011 di Jakarta, lalu konferensi International Consortium of Social Development (ICSD) Asia Pacific Region, itu tahun 2011 di Yogyakarta, rencana kerja Asean Social Work Consortium, kami selalu ada di situ, kemudian diskusi-diskusinya, lalu advokasi. Ini ingin saya garisbawahi. Jadi satu hal penting yang kita lakukan secara bersama-sama, Ibu Ledia tahu ya bahwa ini adalah perjuangan kami melakukan advokasi bersama, untuk misalnya Undang-Undang Kesehatan Jiwa itu ada leading actor-nya, tapi kami juga bantu di situ. Kemudian sekarang yang betul-betul kami harus menjadi leading actor-nya adalah Rancangan Undang-Undang Praktek Pekerjaan Sosial. Yang kami tahu kami harus mulai lagi ini ya. Tapi mudah-mudahan Ibu/Bapak dengan semangat yang sama juga bisa segera mengakomodasi aspirasi kami, karena ini adalah aspirasi dari para pekerja sosial di Indonesia, baik yang profesional (terutama yang profesional) dan juga lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial. Kemudian juga sinergi yang kami hasilkan adalah kerja bersama mendukung apa yang dilakukan oleh pilar-pilar. IPPSI punya kegiatan, kami siap bantu. Mahasiswa Forkomkasi punya kegiatan, kami juga bantu. Tidak dalam bentuk dana, sebagai narasumber atau sebagai apapun, tetapi kami merasakan kebersamaannya itu luar biasa dan output-nya pun menjadi sangat luar biasa. Tentunya ini kalau sudah ada payung hukumnya Undang-Undang Praktek Pekerjaan Sosial, kami yakin ini akan semakin memperkuat kerja-kerja pelayanan kesejahteraan sosial di Indonesia yang dimotori oleh pekerja sosial profesional. Tantangan ke depan sudah disebutkan oleh kawan-kawan masih banyak yang menganggap pekerjaan sosial bisa dilakukan oleh setiap orang. Tadi Pak Sony sudah menjelaskan, Ibu Salwiyah sudah menjelaskan, mudah-mudahan data ini juga masih valid Indonesia membutuhkan 150 pekerja sosial, tapi baru 10%-nya… Berapa? KPSI 150.000. KPSI (MIRIAM NAINGGOLAN): 150.000 ya, sorry, 10%.

Kemudian basis hukum yang kami sangat butuhkan, lanjut, oh ya satu lagi, untuk menghadapi Asean Free Community tahun 2015 kita juga harus siap menghadapinya. Karena kalau tidak pekerja-pekerja sosial di Indonesia, termasuk yang profesional, artinya by education, itu bisa disalip oleh pekerja-pekerja sosial dari negara lain, terutama kalau sudah terkait dengan kemampuan Bahasa Inggris dan seterusnya. Karena itu salah satu yang menjadi kerja utama kami saat ini adalah mendorong para pekerja sosial profesional kita itu untuk mengikuti uji kompetensi agar mereka mempunyai sertifikat kompetensi. Ini untuk lembaga-lembaga internasional menjadi hal yang utama. Kalau mereka mencari pekerja sosial bukan hanya sekedar yang berbasiskan pendidikan, tapi juga tanya apa credential-nya, punya kompetensi apa. Jadi kalau mereka punya sertifikat, itu sudah merupakan satu jaminan bahwa mereka adalah pekerja sosial yang andal. Tadi Bapak/Ibu bisa lihat dari presentasi kawan saya… Berapa orang yang sudah ikut ujian? KPSI 422. KPSI (MIRIAM NAINGGOLAN):

Page 15: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-15-

422, tapi ternyata yang dulu 210. Jadi ini bukan sesuatu yang main-main, karena uji kompetensinya memang cukup berat. Teman-teman yang senior ini pada belum ini, karena mereka bilang,”Aduh, malu juga nanti kalau kita-kita ikut uji kompetensi tahu-tahu tidak lulus”, katanya. Ibu/Bapak yang kami hormati, Itu yang bisa kami sajikan pada kesempatan ini. Kami berharap informasi-informasi yang kami sampaikan bermanfaat didalam nanti tindak lanjut Ibu/Bapak untuk mengolahnya menjadi dukungan terutama kalau buat kami adalah Rancangan Undang-Undang Praktek Pekerjaan Sosial dan kami Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia yang semua ini pilarnya adalah juga bagian dari itu, dengan tangan terbuka siap menjadi mitra kerja Ibu/Bapak. Jika dibutuhkan informasi lain dan sebagainya, kami dengan senang hati siap bekerjasama. Terima kasih. Tadi saya lupa memulainya dengan Assalamu'alaikum. Tapi izinkan saya mengakhirinya dengan Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih. KETUA RAPAT: Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Baik. Bapak/Ibu para Narasumber dan juga Anggota Komisi VIII DPR RI, Tadi kita sudah mendengarkan pemaparan, baik dari Ikatan Pekerja Sosial Indonesia, Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia dan yang terakhir dari Konsorsium Pekerja Sosial Indonesia. Tadi kalau saya bisa melihat sepintas bahwa dari Ikatan Pendidikan Pekerja Sosial Indonesia ini sebetulnya ada dua fokus ya. Pertama, mereka memaparkan kelompok ini sebagai bagian dari pekerja sosial sekaligus juga pendidik pekerja sosial. Jadi nanti bagian tentang pendidikannya itu mungkin lebih tepat dikonsultasikan sekarang itu ke Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi ya. Dulu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mungkin nanti Riset dan Pendidikan Tinggi itu lebih tepat. Tetapi persoalan tentang pekerja sosialnya tadi bagian yang kedua mungkin sangat layak untuk kita perbincangkan.

Kalau dari Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia tadi saya kira concern mereka itu adalah tentang bagaimana supaya ada semacam payung hukum yang menaungi seluruh pekerja sosial profesional itu. Kemudian yang Konsorsium Pekerja Sosial ini saya kira memang menaungi semua lembaga-lembaga yang ada dan tentu saja ke depan itu misi dari mereka ini hampir sama dengan lembaga-lembaga lainnya dan tentu saja kita sangat senang bila konsorsium ini sudah melakukan kerja-kerja internasional, baik dalam bentuk seminar… Tapi yang lebih penting dari itu menurut saya adalah bagaimana konsorsium ini bisa memfasilitasi lembaga-lembaga lain yang bernaung di bawah konsorsium ini untuk mendapatkan kerjasama yang sama buka akses ke dunia internasional. Karena saya tahu persis di negara-negara maju itu lembaga-lembaga charity-nya kan luar biasa, banyak anggarannya. Kadang-kadang anggaran yang mereka peroleh itu tidak bisa dikonsumsikan atau dipergunakan karena memang persoalan sosialnya mungkin sudah lebih bagus. Meskipun hampir semua negara pasti ada persoalan sosial, tetapi bila ada akses seperti itu tentu ini menjadi sangat penting untuk dihubungkan dengan kawan-kawan kita yang bekerja di bidang ini.

Baik. Bapak/Ibu, Saudara, Di tangan saya sekarang ini ada beberapa lembar pengajuan pertanyaan. Di dalam Tata Tertib DPR setiap Anggota DPR itu boleh mengajukan pertanyaan, usulan, pendapat, tetapi dibatasi 3 menit. Jadi walaupun punya hak, tetapi dibatasi untuk 3 menit. Berarti narasumber sudah kita berikan 12 menit. Berarti hak narasumber itu empat kali lipat daripada hak Anggota DPR.

Page 16: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-16-

Untuk yang pertama kami persilakan Ibu Endang untuk menjelaskan atau mengajukan pertanyaan, pendapat atau apa saja yang mungkin berkenaan dengan topik yang tadi. Silakan, Ibu. F-PG (ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum.): Terima kasih, Pimpinan. Nama saya itu Endang, Pak. Kalau orang Jawa itu Endang. Jadi saya hrs klarifikasi. KETUA RAPAT: Kalau yang tadi apa? Orang apa tadi? F-PG (ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum.): Kalau Endang itu orang Sunda. KETUA RAPAT: Oh ya sudah. Berarti Endang. F-PG (ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum.): Endang. Kita belajar untuk menghafalkan E dan e. KETUA RAPAT: Sudah 1 menit ini, Ibu. Berarti tinggal 2 menit lagi. F-PG (ENDANG SRIKARTI HANDAYANI, S.H., M.Hum.): Pak, mau sampai malam pun saya jabanin, Pak. Ayo. Terima kasih. Ini gurauan supaya tidak tegang, Pak. Kalau tegang nanti waktunya sendiri. Tapi di ruangan ini supaya bisa cair, Pak. Terima kasih, Pimpinan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Selamat datang para Undangan dari Pekerja Sosial. Luar biasa, saya apresiasi bahwa pekerja sosial ini pastinya punya modal keikhlasan, tentunya juga ketulusan, pasti. Saya kelihatannya belum masuk di dalam pekerja sosial ini, belum masuk di dalam kotak ini, karena masih kotor hati saya. Jadi mudah-mudahan dengan doa Bapak dan Ibu yang terhormat di Komisi VIII ini, hari ini kita bisa ketemu, bisa bersosialisasi, bisa saya dengar dari Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Saya haturkan terima kasih. Saya mohon izin untuk memperkenalkan diri, walaupun tadi sudah diperkenalkan diri dari Pimpinan Komisi VIII. Nama saya Endang Srikarti Handayani, saya dari Fraksi Golkar, Dapil saya Jawa Tengah V, Boyolali, Klaten dan Solo, Sukoarjo. Kalau ke Jawa Tengah monggo pinarak. Ini wajah-wajah pasti banyak orang Jawanya, jadi bahasa ini pasti juga mengerti. Silakan untuk mampir di Dapil saya Boyolali, Klaten, Solo dan Sukoarjo. Bapak/Ibu yang saya hormati, Pekerja sosial pasti orang kaya-kaya semua ya, Pak. Karena orang yang kategori kerja sosial itu pasti orang yang berkelebihan. Tetapi saya yakin bukan karena duniawinya itu yang diutamakan, tetapi ketekadan bulat untuk bersatu padu untuk saling mengisi dan saling membantu, saya yakin itu sehingga bersyukurlah bapak/ ibu yang sudah menyemplongkan di sana menjadi pekerja sosial, saya angkat jempol dan saya apresiasi, pertanyaan hanya sedikit saja karena saya

Page 17: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-17-

juga dibatasi waktu sebetulnya saya mau banyak-banyak, saya mau mendapatkan, ingin mendapatkan suatu pengalaman ya. Bapak dan ibu, Selama menjadi pelaksana atau tugas yang professional menjadi pekerja sosial yang belum mempunyai payung hukum dengan cara melegitimasi apa supaya juga dapat suatu proteksi didalam pelaksana itu. Terus yang kedua, tentunya bapak dan ibu punya keluarga, dengan cara apa membagi waktu terhadap keluarga karena begitu banyaknya waktu untuk tersita keluar demi kesosialan itu. Jadi itu saja Pak Pimpinan, saya tidak perlu di gunting, saya ingatkan terima kasih. Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh. KETUA RAPAT: 4 menit bu, jadi sebenarnya walaupun tidak di gunting tetap sudah melewati batas ya. Berikutnya Pak Nanda, silakan Pak. F-GERINDRA (H. ANDA , SE, MM): Terima kasih Bapak Pimpinan Komisi. Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Dewan, Serta para undangan, Pertama saya memperkenalkan diri, Nama H. Nanda dari Partai Gerindra Dapilnya, Dapil Banten I, daerahnya kabupaten Lebak dan Pendeglang jadi daerah yang paling ujung. Saya sangat apresiasi sekali terhadap bapak-bapak, pikir saya yang namanya kerja sosial itu memang benar-benar murni sosial, saya harapkan memang seperti itu, kalau saya melihat dari konsorsium yang ada di sini, ini semacam LSM, lembaga. Jadi tidak terspesialisasi, sehingga mungkin hasinya belum begitu punya nama tersendiri, misalkan begitu yang kita harapkan seperti di daerah, ada yang catat, jadi ada satu lembaga yang memang khusus menangani catat pekerja, ada yang memang tadi catat dalam arti dia ada kekurangan dari badannya, ada yang buta, itu khusus yang nangani juga, atau mungkin ada lagi yang daerah tertinggal dalam arti daerah terpencil yang memang kehidupannya memang sangat primitive, itu khusus. Nah, kalau saya lihat di konsorsium inikan bidangnya mungkin hampir sama, jadi orang berlomba-lomba membuat tadi bidang pekerjaan sosial tetapi spesialisasi tidak ada sehingga kalau kita misalkan mengalokasikan anggaran satu; ke konsorsium ini ada masing-masing lembaga atau masing-masing ormasnya ini yang memang jelas bidangnya kalau si a misalnya tadi tuna netra di kasih 1 triliun untuk berapa orang, lokasinya dimana, jelas sasarannya, karena selama ini pekerja sosial ini yang kita tahu di kabupaten yang ada cuma dinas sosial saja. Jadi langsung ditangani oleh mereka, begitu juga dalam proses pelaksanaannya, itu juga ditangani oleh mereka, bukan lembaga tersendiri atau semacam asosiasi ini, contoh di kami ada lembaga yang memang benar-benar kerja sosial yaitu pengelola madrasa, madrasa, nah madrasa-madrasa ini digaji tidak? Sekolahnya sudah hampir hancur, sumbangan dari pemerintah tidak ada, sekali lagi, karena di rumah perlu makan akhirnya dia ke Jakarta, kuli, madrasa saja di tertinggalkan, padahal itu untuk membangun, membangun akhlak, pertama akhlak yang paling awal, nah karena karena kurang sentuhan asosiasinya balik lagi tadi ada tapi perhatiannya kurang dari pemerintah. Ini yang kita harapkan ya sekali lagi ada satu barangkali di Jakartanya pusatnya lembaga atau misalnya satu asosiasi tadi spesiaslisasi jangan ini IPSI ada BKLS, ini macam-macam banyak semua, sehingga padahal bidangnya hampir-hampir sama. Jadi saya bilang tadi keberhasilan satu asosiasi ini belum kelihatan. Maka tadi saran saya kepada konsorsium ini coba dibenahi kembali sehingga kalau pun kami dari DPR akan mengalokasikan anggaran sebelum kita kepada dinas yang bersangkutan, nah konsorsium itu

Page 18: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-18-

sudah tahu. Jadi kalau misalnya dari Jakarta di provinsi dimana jadi kita sudah tahu. Jadi satu-satu nama yang memang spesial di bidangnya. Barangkali itu saja. Sekian. Terima kasih. Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Nanda, berikutnya Ibu Maria, lagi keluar ya, nanti kita usulkan lagi, yang berikutnya Ibu Ruskati. F-GERINDRA (Dra. Hj. RUSKATI ALI BAAL): Bismillahirrahmanirrahim. Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bapak Pimpinan, ibu Pimpinan yang saya hormati, Mitra Komisi VIII yang saya hormati, Rekan-rekan Anggota Komisi VIII yang saya cintai, Alhamdulilah kita hari ini bertemu dengan mitra kita yang dari sosial, yang ingin saya tanggapi tadi Ibu … yang IPSP ya, Ikatan Pekerja Sosial Prefesional Indonesia yang merupakan organisasi profesi pekerjaan sosial Indonesia, tentunya keberadaanya pekerja sosial ini tergabung dalam IPSP, Pekerja Sosial Indonesia, tentunya ranah utamanya daripada pekerja sosial adalah dalam bidang kesejahteraan seringa juga disebut Pembangunan Kesejahteraan Sosial, tujuannya jelas bahwa dia mewadahi pekerja sosial professional Indonesia dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan profesi pekerja sosial Indonesia, tentunya ada kendalanya yang tadi sudah disampaikan beberapa saya tambahkan bahwa kendala adalah pekerja sosial saat ini masih dihadapkan berbagai masalah baik aspek kualitas, sumber daya dan tentunya juga belum memadai dukungan anggaran, walaupun tadi tidak disampaikan anggaran karena sesuatu apapun organisasi apapun sukses tidaknya tentunya haus di dukungan oleh anggaran. Kemudian tentunya juga ada kelemahan dari pemerintah terhadap pekerja sosial, yang berpengaruh terhadap praktek-praktek pekerja sosial dan ini tugasnya pemerintah dengan DPR akan membuatkan payung hukum sehingga pekerja sosial yang ada baik di tingkat daerah akan aman bila ada payung hukumnya. Kemudian juga kurangnya kepedulian masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan, yang perlu juga saya tanyakan kepada IPSP ini apakah data pekerja sosial di lingkungan pemerintah dan data pekerja sosial di masyarakat sudah terpiliah sehingga mudah untuk pengawasan. Jadi karena tadi di jelaskan ada beberapa arena praktek, ya tentunya yang prakteknya adalah pekerja sosial. Jadi tolong di pilah, yang mana, yang … pemerintah yang mana dari ikatan mengenai data pekerja sosial. Saya kira hanya itu yang saya sampaikan. Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT: Terima kasih Bu Ruskati, yang berikutnya Ibu Desy Ratnasari. F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.PSI): Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, Terima kasih Pimpinan

Page 19: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-19-

Dan selamat datang kepada mitra kerja semua, Kalau saya tadi sudah melihat dan mendengar apa yang IPPSI, IPSPI, KPSI sampaikan barangkali muaranya hanya satu ya, hanya tinggal memiliki payung hukum saja untuk bergerak, intinya seperti itu kalau menurut saya ya, artinya menjadi tugas besar kami di Komisi VIII untuk bisa, dalam tanda kutib meng-goal-kan barangkali agar lebih kuat untuk bisa bergerak. Yang ingin saya tanyakan, saya tergelitik dengan sebuah pertanyaan bahwa melalui KPSI sendiri semua pilar-pilar yang tergabung dalam pekerjaan sosial ini sebetulnya sudah memperkuat ke eksternal, tapi penguatan internalnya yang belum ada barangkali melalui payung hukum tadi. Yang juga membuat saya tergelitk tadi PPT nya Bapak Sony ada di halaman 9 kalau tidak salah, problem yang menjadi latar belakang terjadinya praktek sosial dibutuhkan tetapi sulit di temukan, itu saya menjadi tergelitik, organisasi sudah ada, sekolahnya sudah ada, tersebar banyak, dewan pakarnya ada, lalu penguatan ke eksternalnya sudah ada, tapi kenapa sulit ditemukan ya. Saya ingin tahu apakah ini hanya karena masalah legitimasi saja melalui payung hukum nasional atau karena urusan lain entah itu organisasi yang kurang berkordinasi dengan orang-orang atau institusi terkait lain di pemerintah ataukah hanya karena ada stigma di masyarakat yang akhirnya berfikir “aduh kalau kita … pekerja sosial atau keperjaan sosail atau ahli dalam pekerjaan sosial akhirnya ujung-ujungnya kita perlu biaya”, misalnya. Nah, apakah kemudian hal ini juga yang menjadi kendala kalau memang ini menjadi kendala, lalu seperti apa sih yang bisa kami bantu, dalam urusan seperti apa, katakanlah harus ada sistematika, ada mekanisme untuk menguatkan, untuk kemudian mensosialisasikan bahwa pekerjaan sosial ini bisa membantu apakah permasalahan yang ada di masyarakat, mekanisme seperti apa sih, saya butuh masukan, sistem seperti apa sih yang saya juga butuhkan yang kemudian itu bisa juga kita masukan ke dalam sebuah rancangan undang-undang, nun sewu, bukannya saya ingin memberikan harapan palsu tapi paling tidak hal ini bisa menjadi dasar pemikiran kami, kalau kami ingin meng-goal-kan sesuatu kami sendiri harus memiliki senjata, dan senjata ini tentu saja informasi dari anda semua. Itu saja dari saya. Terima kasih. Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih Bu Desy, ya kita tercerahkanlah dengan pertanyaan Bu Desy ini ya, berikutnya Pak Iqbal Romzi. F-PKS (DRS. H. MOHD. IQBAL ROMZI): Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Pimpinan dan Anggota Komisi VIII yang kami hormati, Bapak/ ibu tamu kehormatan kami yang kami muliakan, Saya Mohamad Iqbal Romzi, dari daerah Pemilihan Sumatera Selatan II, Partai Keadilan Sejahtera. Ada beberapa hal yang ingin kami mintakan penjelasannya namun kami bersyukur Alhamdulillah karena kami ini adalah pendatang baru, jadi banyak ilmu yang didapat di sini, saya tahu akhirnya bahwa hakekat profesi pekerja sosial ini memandirikan masyarakat untuk membantu dirinya sendiri, harapan kita insya Allah masyarakat kita masyarakat yang mandiri, adil dan makmur, itu ceritanya. Karena itu sekali lagi kami terima kasih atas informasi yang disampaikan kepada kami, ini amat sangat berharga, ada di junjung hukum di taati, datang bertamu bersalam-salaman, kita berkunjung mendekatkan hati berbagi ilmu bertukar pengalaman, amin. Yang pertama yang kami ingin tanyakan temuan-temuan lapangan, tadi kebutuhan tentang pekerja sosial ini saya baca tadi ada 1,785,030 orang angka ini kira-kira didapat darimana. Yang kedua, kita melihat kadang-kadang pekerja sosial yang di panti-panti itu, memang benar bekerja seadanya, terkadang itu juga di alami juga oleh PNS yang di tempatkan di lembaga-lembaga itu, ya karena memang tadi benar, karena ini memang sudah merupakan tugas SK tapi

Page 20: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-20-

tidak maksimal, tidak maksimal. Nah, oleh karena itu sertifikasi ini menjadi penting, kira-kira untuk mengatasi kebutuhan temporer seperti ini apa yang patut untuk dilakukan. Kemudian yang ketiga, bahwa pekerja sosial ini merupakan pekerjaan yang luhur, pekerjaan yang mulia, benar kata Bu Endang tadi ada orang-orang yang ikhlas yang betul-betul menjiwai, kalau kita bicara mulut antar mulut, sampai di mulut, kalau kita bicara dari hati sampai juga kepada hati, … dari hati ke hati memang harus di jiwai pekerjaan ini, tetapi kaang-kadang informasi dari IPPSI tadi terjadi berubah profesi kata orang Palembang itu memang pekerja sosial ini banyak olah sedikit oleh. Nah, oleh karena itu kami ingin bertanya bagaimana selayaknya tingkat kesejahteraan pekerja sosial ini, seperti apa, tadi rumah sekolah rubuh, gurunya akhirnya ngajak tidak khusyuk, nah di situ. Yang berikutnya adalah sejauhmana perhatian pemerintah dalam hal ini terhadap pekerja sosial ini, ini juga penting supaya kita bisa mengevaluasi apa yang sudah dilakukan secara real, ya untuk para pekerja sosial ini. Bapak/ ibu yang saya hormati, Soal kepastian jaminan hukum nanti insya Allah sudah ada rancangan undang-undang nya di dalam proses dalam proses dan akan di ajukan kembali Pak ketua ya. Nah, selanjutnya kami juga ingin informasi berdasarkan pengalaman yang ada bagaimana pola hubungan yang dikembangkan antara pekerja sosial ini dengan relawan sosial, apapun alasannya … itu penting memang perlu barangkali dibekali dengan ilmu sehingga mereka dapat melakukan tugasnya dengan baik. Saya membaca bahwa anggaran Kementerian Sosial 2015 itu Rp.8.015.371.100.000, - nah kira-kira apakah di 3 lembaga ini sejauhmana kita bisa menyerap atau mengakses anggaran tersebut, jangan kata orang Palembang, kerbau punya minyak tapi sapi yang punya nama, mau dengan orang tapi tidak mau dengan dirinya sendiri. Ini perlu juga barangkali untuk bahan kita ke depan. Oleh karena itu sekali lagi kami mengucapkan terima kasih kepada bapak sekalian yang telah menjadi mitra kami, semoga masukan-masukannya terus mengalir kepada kami, ini ada pantunnya “memang pria punya selera, wanita pun juga punya gairah, senang mesra kita bermitra, hubungan yang baik terus dipelihara”. Terima kasih. Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Sudahlah kalau sudah Pak Romzi itu sudah sempurna semua, kalau ustad, Raden Masyarakat Safei kan walaupun dari Medan, semestinya orang Medan yang pandai itu, pantun Melayu. Berikutnya ibu Sara, nanti marah lagi, ini soal nama ini memang susah, bukan hanya posisi yang, nama juga jadi persoalan ya, tapi sebelumnya ijinkan saya menambah, meminta persetujuan kepada peserta rapat untuk menambah waktu, mungkin tidak lebih dari, sampai setegah satu ya, tidak lebih dari setengah satu, disepakati? Sepakati.

(RAPAT: SETUJU)

Ibu Sara kami persilakan. F-GERINDRA (RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO): Terima kasih bapak. Terima kasih Pimpinan atas kesempatannya, Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Syalom, Om swastiastu, Salam sejahtera bagi kita semua,

Page 21: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-21-

Perkenalkan nama saya Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dari Fraksi Partai Gerindra, Dapil Jawa Tengah IV, Seragen, Karangayer, Wonogiri. Saya rasa ini merupakan kehormatan bagi kami dengan kedatangan tamu-tamu pada pagi hari ini, ini merupakan inspirasi bagi kami juga, dan tentunya pengetahuan yang lebih karena mungkin saya pun sebelumnya juga sering kali salah pengertian dari kemarin ini mikirnya pekerja sosial, relawan atau memang pekerja, kalau misalkan kita lihat di skema luar negeri yang sudah ada kerangkanya, kerangka hukumnya memang social worker itu memang ada terminologinya pas dan memang yang pasti dalam setiap kasus yang berhubungan dengan misalnya kekerasan terhadap anak itu yang pertama kali akan dipanggil. Nah, ini sangat right timing sekali kamarin baru saja kami melakukan RDPU mengenai kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan juga tentang human trafficking dan saya sebagai aktifis human trafficking, pun juga sebenarnya selama ini mau mencari tahu kalau bisa dikatakan sebenarnya luar biasa, kami pun juga yang bekerja sebagai LSM pun juga terkadang tidak mengetahui cara bagaimana mengakses informasi tentang pekerja sosial yang available bahkan di Ibu kota, nah ini mungkin PR untuk kita semua di sini tentunya untuk memastikan bahwa target ini, kalau saya melihat angka 1,785,300 orang itukan target idealnya, kalau saya lihat ini dari bahan yang diberikan oleh Sekretariat Komisi, bahwa target pelayanan sosial ini melingkup 17,850,300 orang karena itu dari 7 kelompok sasaran kemiskinan, keterlantaran, kecatatan, keterpencilan, ketunaan, korban bencana, korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, artinya itu kalau dibilang sebenarnya idealnya satu pekeja sosial dengan 10 klien sedangkan tadi sata dengar, saya baca itu kalau di rumah sakit itu 1 menghendel 200, saat ini, luar biasa, pastinya mungkin tidak maksimal. Nah, maka dari itu tentunya kita sangat membutuhkan dan pasti dari saya pribadi maupun juga dari Fraksi Partai Gerindra maupun rekan-rekan yang lain pastinya akan mendukung adanya Undang-undang ini bisa terjadi semoga ada juga sosialisasi yang baik oleh pihak Kementerian Sosial juga kepada masyarakat, supaya ada pengertian itu, kenapa karena yang menjadi pertanyaan sekarang dari saya mungkin komunikasi, karena tadi seperti yang saya katakan selama ini saya pun selama ini menjadi aktifis, menjadi pekerja sosial pun, bukan pekerja sosial, pekerja dalam bidang sosial pun juga kurang mengetahui tentang keberadaan pekerja sosial yang ada di kalangan masyarakat saat ini. Jadi komunikasi apa yang sudah terjalin dengan eksekutif terutama juga kami perlu, saya perlu tahu juga dengan pemerintah daerah, kalau saya baca tadi mungkin dari IPSPI ada di 10 provinsi ya DPD nya, jadi belum di seluruh Indonesia. Nah, maka dari itu komunikasi apa yang sudah terjalin selama ini dan mungkin apa yang menjadi kendala untuk bisa berjalan, selain dari belum adanya payung hukum tersebut dan tentunya dengan penegak hukum karena saya rasa dari penegak hukum dari Kepolisian pun masih banyak yang belum mengetahui proses jadi saat ini saya dan rumah aspirasi saya di Wonogiri pun sedang menghendel kasus, banyak sebenarnya yang langsung bergerak dari relawan saya pun “oh kami bisa ngomong dan segala macam”, tapi saya yang tahu yang sistem di luar negeri pun tahu pasti ada prosesnya sendiri, jangan sampai nanti cara ngomong dengan anak ini, karena ini anak umur 3 tahun korban pelecehan seksual, jangan sampai nanti ada kekeliruan karena pasti itukan ada semuanya caranya, rumusnya itu ada dengan bagaimana pendekatan. Jadi bagaimana komunikasi dengan penegak hukum, maupun juga dengan lembaga-lembaga lain terutama dengan lembaga Negara itu KPAI misalnya, bagaimana dengan Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, dan yang lebih lagi adalah dengan lembaga-lembaga masyarakat, LSM-LSM bagaimana komunikasi selama ini, karena setahu saya, saya pun baru tahu tahun lalu bahwa ada 86 LSM yang bergerak di bidang anti human trafficking sendiri di Indonesia dan itu pun saya kaget.

Jadi saya rasa komunikasi ini perlu terjalin apalagi dengan kasus-kasus yang pasti akan terus meningkat dengan adanya kesadaran masyarakat untuk melaporkan dan kita kemarin sebenarnya juga membicarakan tentang shelter, maaf ini saya sedikit lagi tentang shelter dan kalau kita mau adakah shelter lebih dari P2TP2A shelter-shelter yang saya rasa juga LSM yang mau mengadakan shelter mereka sendiri crisis center atau apapun itu perlu adanya kerjasama dengan social worker ataupun pekerja sosial ini karena mereka yang harusnya mendapatkan sertifikasi internasional itu untuk melakukan komunikasi dengan para korban. Ini yang mungkin menjadi pertanyaan saya kalau waktunya tidak cukup mungkin seperti ini kami juga karena Mba Desy kemarin sudah mengawali saya mau ikut, kita sebenarnya sangat terbuka untuk mendapatkan laporan atau data apapun terbentuk dalam bentuk tulisan itu bisa di email ke Sekretariat Komisi maupun ke kami, akhir dari ini bisa tulis email kami masing-masing supaya kami

Page 22: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-22-

dapat informasi yang cukup, karena saya rasa di sesi yang ini kurang sekali waktunya. Jadi kita untuk bisa seperti itu bisa dalam bentuk data.

Terima kasih, cukup dari saya.

Wasalamu'alaikum Warahmatulah Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Berikutnya Pak Nur Purnamasidi. F-PG (H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI): Bismillahirrahmanirrahim. Assalammu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Kenalkan nama saya Muhamad Nur Purnamasidi dari Dapil Jawa Timur IV, Jember, Lumajang, dari partai Golkar dan kenalkan juga saya ini alumni Universitas Negeri Jember Fakultas Ilmu Politik, Ilmu … Sosial, dan pernah juga ngajar di SMPS juga selama 2 tahun walaupun setelah lulus, anak murid saya tanya semua saya kerja dimana ini. Jadi waktu itu saya coba komunikasikan ke beberapa instansi memang sangat sulit untuk kemudian bagaimana menyalurkan lulusan di Sekolah Menengah Bekerja Sosial itu, akhirnya kemudian yang saya bangun adalah membangun kepercayaan diri, diri mereka sehingga akhirnya mereka bisa tetap eksis, bisa kemudian masuk ke ranah pekerjaan walaupun memang tidak sesuai dengan. Bapak-bapak dan saudara sekalian, Saya termasuk orang yang lari dari ilmu ini, saya masuk politik, jadi parlemen, teman saya sekarang redaktur di Surat Kabar Sindo, kemudian ada jadi penerbang di Angakat Udara, kemudian ada yang masuk menjadi bankir di BNI, ini lulusan KS semua, memang waktu itu kita bingung mau kemana, problem eksistensi ini sebagai profesi pekerja sosial waktu itu memang menurut kami waktu itu akhirnya kita harus memutuskan, kita harus ambil jalan lain karena apa? Karena negara sama sekali tidak memberikan jalan bagi kami waktu itu untuk kemudian betul-betul mengamalkan yang sudah kami lakukan selama kuliah.

Saya pikir ini problem yang, kemarin waktu itu Pimpinan menyatakan bahwa akan ada pembahasan kembali terhadap RUU Praktek Pekerja Sosial saya termasuk orang yang senang sekali, ketika saya masuk saya pertama kali Pak menjadi Anggota DPR RI ini. ketika saya masuk dan saya di Komisi VIII kemudian Pimpinan menyatakan mau akan ada diusulkan kembali ke dalam Prolegnas terkait dengan Undang-undang Pekerja Sosial. Saya pikir ini peluang bagi saya untuk kemudian bersama-sama dengan panjenengan semua untuk bagaimana kemudian menggolkan RUU ini menjadi sebuah Undang-undang sebagai bagian dari tanggung jawab saya terhadap adek-adek saya yang kemudian mungkin sampai sekarang belum menemukan jalannya karena jurusan itu masih ada. Kemarin juga saya baru datang dari Jember reuni 50 tahun Universitas Negeri Jember dan juga masih bertanya-tanya juga kita ini mau kemana kan begitu.

Saya pikir itu sebagai pengenalan dari saya dan selanjutnya mungkin memang ini betul-betul problem eksistensi dari profesi dari pekerja sosial, saya pikir kami butuh masukan dari Bapak-Ibu terkait kira-kira advokasi regulasi apa yang sebenarnya diperlukan, tahapan-tahapan yang seperti apa, sehingga kami pun di Komisi VIII ini mungkin bisa melakukan sebagaimana yang panjenengan impikan selama ini. sehingga pekerja sosial yang menurut saya kan hari ini pemerintah menelurkan ratusan ribu program sosial yang itu berdampak berkaitan dengan pemberdayaan. Saya nggak pernah melihat misalnya pendampingan di tingkat bawah nggak pernah ada, saya nggak pernah lihat itu ada dan sekalinya ada itu adanya di panti jompo, sekalinya ada di panti-panti yang menurut saya memang itu bagian dari profesi pekerja sosial, tapi menurut saya ini harus bisa dikembangkan ke wilayah-wilayah yang lain.

Saya pikir itu yang menjadi beberapa pertanyaan saya kepada Bapak-Ibu dan sekaligus menegaskan komitmen saya sebagai, saya nanti harus daftar ke KPSI atau ke IPPSi saya nggak tahu. Saya pikir itu saja Bapak-bapak.

Terima kasih.

Page 23: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-23-

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, Pak Nur. Sebenarnya pekerjaan itu tadi banyak kalau sudah serius mau ngurusin pekerja sosial ini

banyak masyarakat yang diurus, Insya Allah masuk ke DPR RI juga mudah, yang penting ikhlas dulu, jangan-jangan ini pelarian juga sebetulnya, ini sudah dapat konstituen, lalu mencalon, jadi mudah masuk ke sini, banyak. Jadi kalau ikhlas mengerjakan itu kan mau ke mana saja kan bisa Pak. Di luar negeri sebetulnya pekerja sosial ini berdasarkan pengalaman saya ini pekerjaan yang sangat mulia dan banyak diminati orang, kalau orang punya duit yang banyak itu kalau di luar negeri itu orang kaya kan harus bayar pajak, tetapi kalau dia bisa menyumbangkan secara jelas kepada lembaga-lembaga charity dia dikurangi pajaknya itu jelas, malah orang mau nyari sendiri mau kemana uangnya. Kita ini itulah yang mesti memang kita gali, mungkin nanti didalam produk Undang-undang itu mungkin termasuk bagian bisa kita masukkan bagaimana orang pengusaha yang banyak duitnya itu kemudian dia kalau menyumbangkan ke lembaga charity yang sudah terakreditasi akuntabilitasnya sudah teruji, lalu dia bisa apa namanya tax reduction jadi pengurangan pajak yang sangat signifikan, kan lumayan itu. Jadi tanpa ada memandang ada latar belakang agama, suku, ras dan sebagainya ini saya kira juga sangat penting.

Oleh karena itu Pak Nur banyak sekali pekerjaan pekerja sosial itu, pekerja sosial itukan banyak kalau saya bagi itu sebetulnya ada 3, yang pertama aksi itukan banyak relawan aksi, yang kita lihat di lapangan itu banyak sekali. Kemudian yang kedua, advokasi. Advokasi ya itu ada yang anti korupsi, ada yang mengamati parlemen, ada yang mengamati ini, itu, itukan advokasi publik, itukan pekerja sosial juga. Tapi kadang-kadang mereka juga punya duit juga, kalau nggak kan nggak bisa pertanyaan dari yang tadi bertanya itu, dari mana mereka untuk makan, ongkos segala macam kalau nggak didapatkan uang dari situ. Itu ada mungkin mekanisme tersendiri di masing-masing lembaga. Kemudian yang ketiga edukasi, nah itu tadi yang Bapak tanya tadi soal edukasi bagaimana membina lembaga-lembaga sosial itu supaya tetap berdaya guna.

Ada satu yang terakhir di sini yang akan memyampaikan pandangannya, yang belum diperkenalkan ini Ibu Dewi Astuti Wulandari di sana dari Partai Demokrat, tadi ada Pak Kuswiyanto yang tadi saya sebut namanya ini yang baju biru sesuai dengan logo partainya juga saya kira. Kemudian tadi ada Bu Maria, yang terakhir nnggak tahu siapa, masih mau mengajukan, sudah disampaikan berarti tinggaln 1 lagi.

Kami persilakan Bu Dwi Astuti.

F-PD (DWI ASTUTI WULANDARI): Terima kasih Ketua dan para undangan yang hadir pada hari ini. Nama saya Dwi Astuti Wulandari saya dari Fraksi Partai Demokrat, sebenarnya apa yang

ingin saya sampaikan dan ingin saya tanyakan sudah disampaikan oleh beberapa rekan saya, saya hanya ingin menambahkan sedikit kalau kita lihat dari yang slide dari IPPSI ya, ini dikatakan bahwa lulusan pendidikan pekerjaan sosial banyak yang melarikan diri tadi ya, sudah banyak kita dengar. Yang ingin saya tanyakan bagaimana ya kira-kira caranya membuat para lulusaan ini lebih tertarik, jadinnya mungkin kalau dilihat-lihat pada ujung-ujungnya itu pada masalah tingkat kesejahteraan Bapak-Ibu sekalian. Kalau saya bandingkan dengan di luar negeri seperti Pak Ketua tadi sampaikan bahwa memang pekerjaan di negara lain itu memiliki peran yang besar. Kebetulan saya bersekolah Australia, pekerja sosial itu dihargai dan sangat diminati, kenapa kalau di Indonesia itu kurang diminati malah banyak yang lari kepada pekerjaan-pekerjaan yang lain. Kalau kita lihat tadi memang yang paling membutuhkan RUUnya tetapi selain itu menurut saya juga masalah tingkat kesejahteraan daripada pekerja sosial ini sendiri. Apakah sesuai dengan UMR atau di bawah UMR itu mungkin kita bisa bersama-sama mengawal supaya RUU ini bisa terjadi, Insya Allah bersama-sama dengan Komisi VIII para ikatan dan semua ini darai pakerejaan sosial ini, mudah-mudahan kita bisa menghasilkan RUU yang bisa mendukung pekerjaan sosial ini di Indonesia makin eksis, makin diminati dan tidak lagi tingkat kesejahteraannya kurang. Saya rasa kalau masalah tingkat kesejahteraan para undangan di sini setuju semua untuk ditingkatkan, Insya Allah mudah-mudahan kita mengawali bersama.

Page 24: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-24-

Iya terima kasih, itu saja yang ingin saya sampaikan.

KETUA RAPAT: Terima kasih Bu Dwi. Tadi Pak Kus ternyata juga mengajukan usul untuk berbicara. Saya persilakan Pak Kus.

F-PAN (Drs. H. KUSWIYANTO, M.Si): Terima kasih. Mohon maaf agak serak, nama Kuswiyanto Dapil IX Bojonegoro, Tuban.

Pimpinan, seluruh Anggota dan undangan yang saya hormati. Saya ingin sampaikan sedikit saja, yang pertama Pak Jokowi sudah me-launching kartu

keluarga sejahtera yang berdasarkan penjelasan awal cakupannya dan jumlahnya itu akan lebih banyak lagi. Apa artinya kalau tadi disampaikan bahwa salah satu paradigma baru termasuk tadi disampaikan bahwa panti itu adalah sebagai pintu terakhir, artinya inikan pemberdayaan dengan lebih diutamakan. Kalau sekarang cakupannya lebih banyak, yang mau dikasih lebih banyak, jadi pertanyaannya adalah tentu inikan tidak sesuai dengan paradigma yang panjenengan sampaikan tadi. Tentu barangkali ini menjadi bahan kajian yang menarik bagi kita semua dan yang kita khawatirkan adalah jangan-jangan nanti semakin tahun itu justru semakin lebih banyak yang diberikan karena saya melihat beberapa penjelasan termasuk Bu Khofifah kelihatannya dengan cakupan yang diberikan lebih banyak kok semakin bangga. Keluarga yang diberikan semakin banyak kok itu semakin bangga. Padahal kan semestinya seharusnya kan semakin lama itukan justru semakin lebih kecil, pemberdayaannya semakin lama semakin lebih bagus, sehingga keluarga miskin dan lain-lain itukan semakin lama semakin menjadi lebih berdaya. Saya kira ini kajian yang betul-betul sangat menarik, ini pertama.

Kemudian yang kedua, selama ini tapi saya kira nanti waktu untuk menjawab agak susah karena sebentar lagi selesai, komunikasi, koordinasi, hubungan dengan pemerintah sejauh ini sampai di mana? Karena bagi kita menjadi penting.

Yang ketiga, saya yakin panjenengan punya data. Sesungguhnya ratio-nya ini jumlah persoalan sosial di Indonesia inikan sangat banyak, lebih-lebih persoalan sosial yang berkaitan dengan soal bencana, ada juga soal sosial akibat industri seperti di Lapindo yang mestinya itu gampang diselesaikan tapi kan sampai sekarang masih belum selesai. Sesungguhnya ratio antara pekerja profesional dengan ratio sejumlah berbagai persoalan sosial yang ada di Indonesia, itu ratio-nya berapa. Sekarang ini yang sudah tersertifikasi, yang betul-betul menjadi pekerja profesional itu berapa dan saya yakin kalau relawan mungkin susahlah untuk ukur, didata dan lain-lain karena Kementerian Sosial punya program misalnya pendamping keluarga harapan dan sampai sekarang masih berjalan. Itupun saya melihat dan juga hampir seluruh bekerja asal-asalan sama sekali tidak profesional. Kalau data ini diperlukan kira-kira Indonesia untuk mencapai ramah terhadap berbagai macam persoalan sosial kira-kira akan dicapai berapa tahun lagi. Sehingga kehadiran ini betul-betul adil di seluruh sektor, itu kalau ada data sangat menarik karena jangan sampai seperti yang disampaikan Pak Nur ada korban-korban dulu kita ingat memang ada sekolah pekerja sosial yang sempat menjamur sampai beberapa tahun, tetapi setelah itu hilang begitu saja karena setelah itu nasibnya kan tidak jelas, termasuk dari perguruan tinggi yang mengambil jurusan itu kalau ada datanya sebenarnya yang terserap berapa, yang tidak berapa, yang frustasi berapa. Kalau data itu betul-betul tentu menjadi sesuatu yang menarik, sehingga kita yang penentu kebijakan itu bisa menentukan langkah-langkah yang konkrit, langkah-langkah yang strategis.

Terima kasih, saya kira itu.

KETUA RAPAT: Baik, Bapak-Ibu Anggota Komisi VIII dan para narasumber kami, kita sudah

mendengarkan respon dari para anggota Komisi VIII, kita waktunya 3 menit lagi sebetulnya. Jadi

Page 25: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-25-

perlu kesepakatan baru apakah masih perlu diberikan lagi tanggapannya atau nanti kami hanya sekedar menunggu jawaban tertulis yang lebih sistematis kepada kami sehingga kita bisa tindaklanjuti karean kebetulan nanti jam, pukul 16.00 WIB masih ada lagi Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Aktivis para penyandang cacat ya.

KPSI (MARIAM NAINGGOLAN):

Maaf Pak, undangan yang kami terima itu jam 10.00-13.00 WIB Pak, jadi kami sendiri

memang sebetulnya siap sampai jam 13.00 WIB.

KETUA RAPAT: Bagaimana Bu, jam 13.00 WIB, kalau begitu kita berikan kesempatan masing-masing 3

menit, 3x3=9 dan itu biasanya 3 menit itu pasti akan molor lagi, masing-masing 3 tapi ujungnya 7 menit begitu, tapi maksimumlah 5 menit. Oh tadi Bu Ledia dari meja Pimpinan sebetulnya mau bicara juga, begitu saya mau kasih kesempatan ke sana Bu Ledia lihat juga waktunya sudah habis, tetapi ternyata masih ada waktunya Bu. Silakan Bu Ledia dulu nanti baru kita minta tanggapan balik dari para narasumber.

WAKIL KETUA (Hj. LEDIA HANIFA AMALIAH, S.Si., M.PSi.T.):

Bismillahirrahmanirrahim. Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pimpinan dan Anggota Komisi VIII. Bapak-Ibu undangan yang telah hadiri di sini terima kasih.

Membicarakan tentang pekerja sosial inikan memang persoalan yang luar biasa

panjangnya yang belum selesai matangkan pada periode yang lalu tentang bagaimana kemudian pendefinisian dan lain-lain ya. Saya hanya ingin nanti dibantu penjelasan berkaitan dengan begini karena ada yang menggunakan istilah pekerja sosial, ada yang menggunakan istilah pekerjaan sosial. Antara 2 ini ketika kemudian Bapak-Ibu mendorong agar kami menginisiasi RUU itu harus clear, yang diinginkan apa, tadi Bu Maria bilang praktek pekerjaan sosial, ada yang mengatakan pekerja sosial. Jadi agar kemudian argumentasinya menjadi jelas, siapa yang akan diatur dan bagaimana.

Saya hanya ingin memberikan contoh, misalnya di periode lalu 2009-2014 ada Undang-undang Keperawatan, yang sebelumnya ini menjadi satu konflik ayng cukup panjang, dimulai dari 2006 baru disahkan 2014 bisa dibayangkan lamanya luar biasa. Kita tidak ingin kalau Undang-undang Pekerja Sosial itu kemudian dibahas sebegitu lamanya. Jadi persoalannya adalah mula-mula diinginkan judulnya dari RUU Praktek Keperawatan. Ini nanti kalau diusulkan praktek pekerjaan sosial, karena istilah praktek pekerjaan sosial sendiri di Indonesia kan belum familiar, sehingga menurut saya nanti perlu dibantu diberikan argumentasi-argumentasi apakah kita akan mengatur yang spesialis atau kita akan mengatur pekerja sosial secara keseluruhan. Tadi Ustad Iqbal menyampaikan persoalannya bagaimana kalau yang di daerah, yang di UPTD unit pelaksana teknis daerah kalau yang dari pusat mungkin masih ada perhatian dari pusat, tapi yang di bawah Pemda kadang-kadang mohon maaf ini karena yang dikandangin istilahnya, yang udah nggak kepake lagi taruh aja ke panti yang punya daerah, udah dia nggak bisa berkembang. Sudah dia dapat SK di tempat yang dia tidak sukai, terus dia juga tidak bisa mendapatkan sertifikat sebagai pekerja sosial karena dia memang pekerja sosial dan akhirnya penderitaannya akan jadi lebih banyak lagi.

Kita tidak menginginkan bahwa hal-hal yang berbau sosial itu kemudian menjadi dalam tanda petik buangan begitu, padahal justru ini kan pekerjaan yang luar biasa, kalau yang bahasa agamanya pahalanya Insya Allah kalau ikhlas itu luar biasa, banyak gitu, tapi kan kita sebagai orang yang punya kewajiban mengatur, meregulasi, inikan menjadi satu hal yang perlu kita pertimbangkan. Mudah-mudahan dengan masukan-masukan dari Ibu terkait dengan hal-hal yang spesifik, mungkin nanti ada hal-hal yang lain ini menjadi satu hal yang penting bagi kita agar ke depannya bukan Cuma yang punya pendidikan tinggi karena mayoritas saya pikir mereka ada

Page 26: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-26-

yang DIII, bahkan saya mendengar misalnya di daerah pemilihan saya di Kota Bandung TKSK itu, tenaga kesejahteraan sosial kecamatan itu banyak yang lulusan SMA atau SMP tidak punya background, kalau ditempat saya SMA minimalnya, kemudian tidak punya background kesejahteraan sosial baru sekarang ini mendapatkan bantuan beasiswa dari gubernur agar mereka tidak lari kemana-mana tetapi jadi TKSK supaya kemudian punya keterampilan sebagai pekerja sosial, punya background pendidikan, tapi berapa banyak yang bisa di cover itukan menjadi problem bagi kita. Nanti mohon juga masukannya berkaita dengan regulasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mmudah-mudahan nanti akan lebih memperkaya dan saya sangat bersmangat karena Bapak-Ibu juga tadi bersemangat, Bapak-Ibu Anggota Komisi VIII juga bersemangat, ini harus dibahas dengan serius, apalagi tadi Pak Nur merasa bersalah mumpung ada Pak Nur kita dorong lebih bersemangat.

Terima kasih.

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Wa 'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Kita beri kesempatan untuk menanggapi tadi yang disampaikan oleh Para Anggota Komisi

VIII, kalau tadi itu mulai dari Pak Sonny, sekarang kita mulai dari yang terakhir tadi, dari sini berarti Ibu....

Silakan.

KPSI (MARIAM NAINGGOLAN): Baik. Bapak Pimpinan izinkan kami mengaturnya karena ami sebetulnya sama-sama Pak ya,

jadi yang pertama kami ingin memberikan kepada Ibu Eka Nurul Sekjen dari Ikatan Pekerja Sosial Profesional karena ada beberapa hal yang terkait yang perlu dijelaskan.

Silakan.

SEKJEN KPSI: Baik, terima kasih. Senang sekali saya merasanya atmosfirnya ini positif sekali, saya ingin menjelaskan

kaitannya dengan, yang ada hubungannya dengan Asosiasi profesi. Dari semua paparan dan pertanyaan Bapak-Ibu justru itu semakin menguatkan pentingnya payung hukum bagi praktek pekerjaan sosial. Tadi pertanyaan pertama dimulai dari Ibu Endang, Endang ya bu bener saya, apa ya kalau belum ada payung hukumnya lantas apa yang menjadi legitimasi bagi praktek pekerjaan sosial saat ini, sebagai Asosiai Profesi kami punya tanggung jawab untuk melakukan advokasi. Saat ini pekerja sosial punya hukumnya adalah Undang-undang Kesejahteraan Sosial yang di situ jelas menyebutkan Peksos profesional dan TKSK. Kemudian kami juga melakukan upaya-upaya advokasi melalui banyak Undang-undang, sudah ada 12 Undang-undang yang didalamnya menyebutkan profesi kami. Terakhir yang benar-benar kita ikut gotrong royong keroyokan adalah Undang-undang Kesehatan Jiwa, jelas di situ ada dan itu upaya yang terus kita lakukan. Banyak dari anggota dan pengurus kami adalah bekerja pada banyak lembaga misalnya ada yang di KPAI, ada yang di mental health dan segala macam.

Kemudian saya ngebut ya Bu, problem ya yang membuat ini menjadi sangat mendesak adalah saya memberikan hanya salah satu contoh karena praktek pekerjaan sosial itu adalah punnya keistimewaan dia tidak terbatas pada satu setting, tidak seperti misalnya dokter itu adalah di rumah sakit. Tapi ciri khas praktek pekerjaan sosial ada diberbagai setting, salah satu setting-nya adalah misalnya di kesehatan jiwa. Kami menghadapi banyak masalah, tidak hanya soal satu pekerja sosial dalam satu instansi rumah sakit menangani 200 orang karena memang rumah sakitnya tidak merasa, satu tidak merasa perlu ada Peksos atau itu adalah pekerjaan yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Sehingga ketika pun mereka punya Peksos didalam rumah sakit, Peksosnya itu belum semuanya berlatar belakang pendidikan pekerjaan sosial. Bahkan ada yang

Page 27: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-27-

levelnya adalah SMPS atau SMA, nimenklatur menjadi penting kalau ada payung hukum, juga kesejahteraan karena tidak ada payung hukum nomenklaturnya berbeda di rumah sakit misalnya Peksos selevel dengan SMA yang tentu saja mereka pensiun lebih dini dan bayarannya, istilahnya remunerasi untuk mereka itu menjadi dibawah standar yang membuat Peksos-peksos kita yang akhirnya berfikir ulang kalau mereka ingin bekerja di instansi. Itu hanya salah satu contoh karena ada banyak sekali setting praktek lainnya.

Kemudian memang di IPSP kami baru punya data sekitar 1.022 walaupun kami meyakini ada 36 ribu alumni pekerja sosial, maksudnya Peksos yang lulus dari perguruan tinggi. Tetapi memang ini adalah kenyataan di Indonesia bahwa orientasi mahasiswa masih ingin menjadi PNS, akibatnya tidak banyak juga karena orientasi PNS itu bukan datang dari mereka, tapi juga dari kultur, budaya, dari orang tua, kamu jadi PNS deh. Akibatnya mungkin daya juang mereka, keinginan mereka untuk survive itu akhirnya mereka tidak tertantang untuk mencari, padahal sebenarnya peluang-peluang itu banyak. Saya sendiri bekerja untuk NGO building professional social work ini adalah direkturnya. Ada banyak teman-teman kami yang bisa bekerja diakui bahkan hingga level internasional. Satu kita punya Bapak Pudji Pudjiono yang sudah ada di UNS Cup, juga ada di Unicef dan segala macam.

Jadi ini memang tugas kami memberikan bantuan mensosialisasikan untuk mengkomunikasikan kepada anggota-anggota kami tentang kesempatan kerja di Indonesia saat ini. kemudian saya mau menjelaskan saja bahwa bukan profesinya yang tidak jelas tetapi mungkin konteks budaya di Indonesia yang membuat profesi kita ini menjadi seolah-olah buram, padahal ini adalah profesi internasional yang sudah diakui di seluruh dunia begitu. Kalau tadi dengan relawan, saya teringat pengalaman saya ketika menangani tsunami di Aceh bahwa disitulah booming-nya profesi Peksos, disitulah ketika profesi Peksos itu dikenal, ketika orang beramai-ramai saya Peksos, saya Peksos, banyak NGO-NGO dari luar yang akhirnya sadar, no bukan yang ini Peksosnya, bukan Peksos yang seperti ini yang kami maksud. Yang itu akhirnya membuat banyak kesadaran dari banyak instansi pemerintah dan juga kami sendiri akhirnya tersadar bahwa profesi ini dibutuhkan. Bagaimana irisannya dengan relawan begitu, kalau Peksos itu punya kode etik, kami punya metode, kami punnya teori, kami tidak bisa melakukan intervensi tanpa ada dasar teori, kami tidak bisa melakukan profesi saya kasih pertolongan, saya kasih bantu, saya minum, saya kasih duit, that’s it, tidak bisa. Kami perlu ...punya tanggung jawab untuk menyelesaikannya sampai tuntas, apa rencana intervensi dan segala macam. Tetapi di garis depan, relawan itu sangat diperlukan, saya ingat kalau pepatahnya dari senior kami bahwa ibaratnya pesawat terbang, yang paling menguntungkan bagi maskapai penerbangan adalah Peksos yang relawan, dia jumlahnya paling banyak. Kalau di pesawat itukan yang di ekonomi yang paling menguntungkan, demikian juga kami mengakui bahwa Peksos garis depan yang sukarela itu adalah partner, mereka adalah partner, kami menempatkannya partner karena itu didalam Undang-undang Kesejahteraan Sosial itu semua diatur.

Satu lagi ngebut bu, dokter dan kedokteran, pekerja sosial dan pekerjaan sosial. Pekerjaan sosial dan pekerja sosial adalah satu hal yang sama tetapi pekerja sosial adalah orangnya, profesinya, kalau di luar negeri disebut social worker tapi di Indonesia itu lagi kembali kepada konteks sosial budaya kita yang membuat itu menjadi bisa dilakukan oleh siapa saja.

Terima kasih.

KPSI (MARIAM NAINGGOLAN): Terima kasih Mba Eka. Kemudian tadi ada pertanyaan dari Pak Nanda yang mengatakan bahwa didalam

konsorsium belum terlihat spesifikasi dari lembaga-lembaga yang tergabung didalam konsorsium. Konsorsium maaf Pak bukan lembaga hukum, kami adalah supra network jadi 10, saat ini 10 yang mendeklarasikan. Tadi Bapak menyinggung mengenai masalah asosiasi pekerjajaan-pekerjaan sosial yang sifatnya khusus, seperti misalnya penyandang cacat, kemudian untuk penyandang cacat itu macam-macam dan lain-lainnya. Nanti saya minta tolong Pak Rohadi sebagai Sekjen DNIKS. DNIKS adalah bagian dari konsorsium, sementara DNIKS sendiri adalah salah satu federal organisasi yang menaungi berbagai lembaga pelayanan kesejahteraan sosial dan lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial itu sendiri terdiri dari macam-macam, apa istilahnya asosiasi, asosiasi penyandang tuna netra.

Pak Rohadi mohon memberikan pencerahan sedikit.

Page 28: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-28-

Terima kasih.

SETEJEN DNI KS (ROHADI): Baik, terima kasih Bu Mariam.

Pak Ketua yang kami hormati dan Bapak-Ibu Para Anggota DPR RI yang kami hormati. Nama saya Rohadi Arianto, saya sekretaris umum dari Dewan Nasional Indonesia untuk

kesejahteraan sosial atau DNI KS. Jadi DNI KS ini suatu lembaga yang ditugaskan oleh Kementerian Sosial sebagai lembaga koordinasi kesejahteraan sosial. Jadi tugasnya adalah menggalang peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, ini menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009. Jadi anggota kita adalah outsourceness atau LKS lembaga kesejahteraan nasional tingkat nasional. Tadi juga ada LKKS atau lembaga koordinasi kesejahteraan sosial tingkat provinsi. Jadi LKS tingkat nasional itu dilaksanakan oleh DNI KS dan ketua umumnya Prof. DR. Haryono Suyono jadi kami sebagai sekretaris umum.

Jadi kalau tadi ditanyakan oleh tentang organisasi yang lebih spesifik tadi yang menangani masalah penyandang cacat atau lansia atau anak-anak itu semuanya sebagai LKS yang bagia besar itu menjadi anggota DNI KS. Jadi mereka baik yang bernama outsourceness organisasi sosial tingkat nasional atau sebagai lembaga kesejahteraan sosial yang tingkat nasional itu menjadi anggota DNI KS, sebagai LKKS tingkat nasional.

Kemudian Bu Astuti tadi menanyakan bagaimana koordinasi kita dengan Kementerian Sosial khususnya, ini ibaratnya kalau koperasi punya Bukopin ya, Kementerian Sosial punya DNI KS atau dewan nasional Indonesia untuk kesejahtraan sosial. Jadi memang kami bermitra dengan Kementerian Sosial, hanya saja memang dukungannya sangat terbatas. Jadi kami sebagai lembaga koordinasi itu hanya mendapat dukungan Rp. 5 juta sebulan, itu untuk membayar ongkos pegawai saja tidak cukup. Jadi memang agak terbatas dukungannya yang diberikan. Tapi memang organisasi kita independent, jadi kita semuanya mengusahakan dari budget-budget yang diperoleh dari pada pengurus dan juga dari organisasinya, sehingga sementara ini ya memang kegiatan kita tidak begitu gencar karena keterbatasan dana.

Kemudian saya kira saya ingin menanggapi tadi yang dikemukakan Pak Nur bagaimana regulasi atau norma yang perlu diatur tentang Undang-undang Pekerjaan Sosial. Jadi menurut saya secara singkat, yang pertama adalah mengenai kualifikasi dan kompetensi. Saya kira itu sudah diatur dalam Undang-undang, oleh karena berbagai pekerja sosial yang dituntut sekarang paradigmanya itu tidak saja memberikan charity ya, jadi pemerintah atau lembaga sosial itu memberikan pelayanan bukan sebagai charity tapi sebagai memenuhi hak azazi. Jadi penyandang masalah sosial itu sebetulnya punya hak untuk memdapatkan pelayanan yang memadai. Oleh karena itu sebagai pekarja sosial dia dituntut mempunyai kualifikasi dan kompetensi yang memadai.

Kemudian dari pelayanan itu sendiri, ini juga kita perlu ada suatu standar pelayanan yang kalau diistilahkan standar pelayanan minimal yang sekarang ini memang standar pelayanan yang memadai bagi LKS yang dilaksanakan oleh pekerja sosial itu belum semuanya diatur. Jadi menurut informasi yang diperoleh di Kementerian Sosial itu baru untuk masalah anak dan juga masalah narkoba. Jadi untuk pekerjaan-pekerjaan yang lain itu standar pelayanan minimumnya belum diatur, padahal itu menjadi dasar sebagai pelayanan yang dilakukan oleh LKS, yang dilakukan oleh pekerja sosial didalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kemudian yang ketiga saya kira perlindungan, saya kira sudah diatur di sini bahwa sebagai pekerja sosial tentunya karena harus memenuhi hak azazi dia mempunyai resiko pekerjaan dalam melaksanakan prakteknya. Jadi kalau tidak dilindungi mereka nanti bisa dituntut karena praktek yang dilakukan melanggar hak azazi manusia. Jadi sehingga dia juga memerlukan satu perlindungan dan itu juga perlu diatur normanya didalam regulasi Undang-undang.

Kemudian yang keempat saya kira tadi kaitannya dengan Bu Astuti mengenai kesejahtraan kompensasi. Jadi tadi sudah banyak dibahas bahwa pekerja sosial itu mendapatkan sertifikasi, tetapi konsekuensi dari sertifikasi dia belum mendapatkan kompensasi. Kalau guru setelah disertifikasi dia mendapatkan semacam tunjangan atau honor sebagai guru setelah disertifikasi, tapi pekerja sosial belum. Jadi ini juga memberikan konsekuensi dia kesejahteraannya

Page 29: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-29-

masih sangat terbatas. Jadi saya kira para pekerja sosial ini juga kalau dia setelah disertifikasi kemudian mendapatkan kompensasi yang memadai saya kira tidak akan lari seperti yang banyak dialami oleh para pekerja sosial.

Saya kira itu sebagai tambahan dari saya. Terima kasih.

KPSI (MARIAM NAINGGOLAN): Terima kasih Pak Rohadi. Mudah-mudahan menambah informasi lain yang saya pikir juga bermanfaat, memang

seperti juga yang Beliau katakan ini tidak mungkin kita selesaikan ya Pak Pimpinan hari ini, kami juga berharap nanti bisa ada pembicaraan lebih lanjut dan mungkin juga nanti lewat e-mail begitu ya. Tapi ada satu hal salah satu anggota dari konsorsium adalah Kementerian Sosial, ketua konsorsium sendiri adalah dari Kementerian Sosial Pak Sekjen, tetapi di sini ada Ibu Didit Beliau juga bekerja di Kementerian Sosial di sekolah tinggi kesejahteraan sosial, anggota IPPSI dan juga dikonsorsium. Ada beberapa hal yang tadi terkait dengan masalah pemerintah yang ingin ditanggapi oleh Ibu Didit.

Silakan Ibu Didit.

IPSPI: Iya terima kasih. Saya ingin menjawab tadi ada pertanyaan yang menanyakan tentang sejauhmana

perhatian pemerintah terhadap pekerjaan sosial. Sebetulnya perhatian pemerintah terutama Kementerian Sosial saat ini sudah banyak. Kementerian Sosial sudah sejak lama ingin meningkatkan kualitas layanan atau program pembangunan yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. Oleh karena itu Kementerian Sosial sudah berusaha meningkatkan kualitas layanan dengan cara tadi mengembangkan lembaga akreditasi, kemudian lembaga akreditasi ini dikembangkan agar tadi program-program atau lembaga-lembaga layanan yang memberikan layanan kesejahteraan sosial itu memiliki standar pelayanan yang baik, yang berkualitas yang sesuai dengan standar. Demikian pula untuk tenaga-tenaga atau SDM yang melaksanakan upaya-upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial, kita bekerjasama dengan Kementerian Sosial juga tadi membuat lembaga sertifikasi pekerjaan sosial. Lembaga sertifikasi pekerjaan sosial ini adalah lembaga yang memberikan sertifikat kepada SDM pekerjaan sosial agar dalam memberikan layanan dia memiliki kompetensi yang terstandar.

Selain itu Kementerian Sosial juga menyelenggarakan pendidikan pekerjaan sosial seperti kita ketahui bahwa STKS atau sekolah tinggi kesejahteraan sosial adalah sekolah tinggi kedinasan di bawah Kementerian Sosial, lembaga ini mencetak pekerja-pekerja sosial dan ini sudah ada sejak tahun 1958 dari mulai lembaga itu merupakan lembaga pelatihan keterampilan sampai sekarang menyelenggarakan pendidikan tinggi yang profesional. Di dalam lembaga tinggi tersebut tidak hanya pendidikan advokasi tetapi sekarang ada pendidikan profesi, pendidikan spesialis yang tadi mencetak SDM-SDM yang memiliki spesialisasi tertentu. Misalnya ada pekerja sosial yang memiliki spesialisasi di bidang kecacatan, pekerja sosial yang memiliki spesialisasi misalnya dibidang layanan anak dan keluarga dan sebagainya. Sama halnya di kedokteran ada spesialisasinya, di pekerja sosial sebagai suatu profesi itu juga ada spesialisasinya seperti itu.

Itu sebetulnya dan banyak lagi perhatian pemerintah sebetulnya didalam penyelenggaraan pekerjaan sosial dan didalam upaya meningkatkan tadi eksistensi pekerjaan sosial. Kemudian tadi untuk yang Bapak yang terakhir tadi menyatakan bahwa sampai sejauh ini Kementerian Sosial itu mendapatkan dana Rp. 8 triliun lebih gitu kan. Selama ini bagaimana pemanfaatan dana, memang selama ini Kementerian Sosial mendapatkan dana Rp. 8 trilyu lebih tapi kalau kita lihat 5,4 dari dana Kementerian Sosial itu adalah untuk program PKH, program keluarga harapan, jadi 2/3-nya itu program keluarga harapan. Jadi hanya 1/3-nya sebetulnya yang digunakan untuk program-program Kementerian Sosial. Oleh karena itu tadi itukan kalau memang payung hukum didalam praktek pekerjaan sosial memang itu ada, maka kita harus punya komitmen bahwa program-program pembangunan kesejahteraan sosial yang ada itu harus disesuaikan standarnya sesuai dengan standar-standar pekerjaan sosial yang ada.

Page 30: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-30-

Oleh karena itu ke depan mungkin kita akan berfikir gitu kan apakah cukup dengan dana yang hanya tadi 1/3 dari dana yang ada itu digunakan untuk pembangunan kesejahteraan sosial yang profesional kalau ingin program itu betul-betul berkualitas gitu, tidak hanya program-program yang dengan menggunakan pparadigma yang lama, hanya sekedar membantu, membantu gitu kan. Itulah yang menyebabkan tadi nama Kementerian Sosial itu hanya dikatakan sebagai kementerian yang residu gitu kan hanya kementerian sampah yang hanya menanggulangi masalah-masalah sampah tanpa terlihat ada tadi pemberdayaan atau perubahan terhadap masyarakat.

Dalam kesempatan ini juga tadi sama juga mungkin dengan teman-teman yang lain saya ingin mengajak semua pihak untuk tadi mindset paradigma tentang apa sih persepsi, apa sih yang disebut dengan pekerja sosial gitu. jadi membantu pekerja sosial itu tidak seperti yang selama ini dipersepsi oleh orang yang hanya membantu, membantu begitu saja. Pekerja sosial itu adalah suatu profesi yang tadi apa yang dia lakukan itu sebenarnya tidak hanya membantu tapi bantuan itu harus juga dipertanggungjawabkan dengan cara apa? Dengan cara tadi, didasari oleh nilai-nilai tertentu kita punya kode etik, didasari pada pengetahuan tertentu, ada keterampilan tertentunya, ada metode tertentu, ada mekanisme tertentunya. Sehingga tidak hanya membantu hanya begitu saja, tapi bagaimana membantu orang supaya dia bisa membantu dirinya sendiri. Mungkin itu yang harus kita samakan dulu persepsinya tentang apa itu pekerja sosial.

Mungkin itu saja. Terima kasih.

KPSI (MARIAM NAINGGOLAN): Baik Bu Didit. Satu lagi Pak Pimpinan saya harus memberikan kesempatan kepada rekan saya Pak DR.

Soni Nulhakim Ketua IPPSI. Mangga Pak.

IPPSI (DR. SONI AHMAD NULHAKIM): Iya, terima kasih Bu Miriam.

Bapak-Ibu semua, Pimpinan Komisi VIII dan Anggota Dewan yang saya hormati dan saya banggakan.

Sangat appreciate pandangan-pandangan dari Bapak-Ibu semua, saya mengapresiasi

karena memiliki pemahaman yang baik dalam kaitannya dengan social worker terkait juga dengan isu-isunya memiliki pemahaman yang kuat. Sehingga kami di pendidikan memiliki apresiasi yang sangat kuat kaitannya dengan pendidikan pekerja sosial, pembangunan kesejahteraan sosial, dan bagaimana mensejahterakan masyarakat ke depan akan semakin baik.

Hal yang menarik tadi juga disampaikan oleh Bu Endang ya, jadi memang kaitannya dengan keikhlasan, dengan kepedulian kan begitu. Itu menjadi satu motif dari kami, motif dasar. Social worker yang berhasil harus punya motif itu, harus bisa, bahkan didalam teori-teori dan kajian social worker yang memiliki teori yang kuta, pengetahuan yang kuat, metode yang kuat, tetapi belum memiliki dasar menyayangi, mengasihi, peduli keikhlasan adalah membantu ini kesulitan dia untuk melakukan prakteknya. Jadi to helping people to help them yourself dan itu menjadi hal yang sangat mendasar.

Begitu pun juga Bu Desi ya, pekerja sosial dibutuhkan tapi sulit ditemukan, begitu kami di perguruan tinggi melakukan kegiatan praktikum, praktikumnya itu sendiri di lembaga rumah sakit misalnya, rumah sakit itu sendiri rumah sakit yang baru tumbuh belum ditemukan pekerja sosial.

Begitu kami melakukan practice community development di kelurahan di desa belum ditemukan itu pekerja sosial. Saya baru pulang dari Sorong melakukan survei di sana, pembangunan infrastruktur menjadi hal yang sangat prioritas, melakukan pembangunan community development pemberdayaan ams menjadi prioritas, tapi dirasakan kegagalan didalam community development karena salah satu yang muncul apakah di sana ada pekerja sosialnya tidak. Kalau relawan banyak dan relawan dengan pekerja sosial itu punya hubungan yang sangat erat, siapa yang melakukan pembinaan, siapa yang menumbuhkan, siapa yang meningkatkan

Page 31: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-31-

kualitas relawan pasti kembalinya kepada social worker. Bahkan kalau di satu community tidak ada yang namanya relawan, maka disitulah social worker harus punya peran menumbuhkan.

Jadi sebetulnya kata sulit itu sendiri menyampaikan satu istilah masalah sosial yang begitu banyak tetapi ternyata sulit ditemukan pekerja sosial. Kalau di sini saya sudah menemukan tadi Pak Nur sudah ada satu.

F-PAN (Hj. DESY RATNASARI, M.Si, M.Psi):

Berarti lulusannya ada tapi tidak mau bekerja sesuai dengan profesinya ya Pak ya.

IPPSI (DR. SONI AHMAD NULHAKIM): Tadi dalam kaitannya melarikan, ini memperkuat bahwa dukungan regulasi, seperti dokter

begitu lulusa jadi sarjana kedokteran, dia langsung pendidikan profesi, terus terkawal, prakteknya terkawal sampai diarahkan ke mana. Ini yang kita membutuhkan yang sangat kuat untuk pekerjaan sosial. Ini yang utama dari statement bahwa pekerja sosial dibutuhkan tapi sulit ditemukan itu statement yang kedua, tetapi statement yang pertama terjadi kesenjangan yang semakin besar diantara perkembangan sosial dengan pelayanan sosial melalui badan sosial. Sebetulnya di badan sosial itu sendiri sangat membutuhkan pekerja sosial.

Pak Nur alhamdulillah saya tahun 1990 mengikuti forum mahasiswa kesejahteraan sosial dan kunjungan pertama saya keluar provinsi pada tahun 1990, kunjungan itu melakukan pertemuan forum komunikasi kesejahteraan sosial...., ada Pak Bustomi sebagai dekannya, alhamdulillah cita-cita saya sebagai dosen yang mulai jadi dosen tahun 1993 ingin menemukan social worker yang menjadi anggota dewan dan alhamdulillah pada saat ini ditemukan.

F-PG (H. MUHAMAD NUR PURNAMASIDI):

Sekarang Pak Bustomi menjadi Rektor Universitas Bangka Belitung.

IPPSI (DR. SONI AHMAD NULHAKIM): Jadi Pak Nur mohon dukungan yang sangat kuat untuk kaitannya dengan Undang-undang

ini.

F-PPP (MUHAMMAD IQBAL, SE, M.Com): Pak Soni kesulitan menemukan pekerja sosial tadi mungkin tak punya kartu pekerja sosial

mungkin, gara-gara, karena itukan kode etik kan profesinya sudah.

IPPSI (DR. SONI AHMAD NULHAKIM): Kode etik ya, jadi kalau kita bandingkan Pak ya tadi penduduk Indonesia 250 juta kan

begitu, terus juga yang tadi sudah terdata di pekerja sosial itu yang sudah tersertifikasi karena memang sekarang kan menjadi lulusan pekerja sosial itu ada sertifikasi itu masih sedikit dan tadi juga sudah banyak melakukan praktek di mana-mana, tetapi secara otomatis seperti bapak berkunjungan ke rumah sakit langsung ditemukan dokter. Ini yang kelihatannya untuk memperkuat kalau dalam pemikiran saya dan kajian-kajiannya sebenarnya setiap desa itu sendiri harus pekerja sosial, setiap kecamatan harus ada pekerja sosial, ini yang sebenarnya harus berubah. Belum juga dari lembaga-lembaga setiap yang melakukan community development perusahaan-perusahaan pertambangan harus memiliki pekerja sosial. Ini yang kelihatannya belum secara otomatis ditemukan, tetapi Bu Desi ini masih sulit ditemukan. Saya yakin dengan adanya dukungan kebijakan Undang-undang, saya yakin beberapa tahun ke depan secara otomatis mudah ditemukan karena terkawal melalui Undang-undang.

KETUA RAPAT:

Sudah lewat jam 13.00 WIB nih Pak, mohon dipersinkat Pak.

Page 32: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-32-

IPPSI (DR. SONI AHMAD NULHAKIM):

Dalam kaitannya, mohon 1 lagi, dalam kaitannya dengan pembangunan kesejahteraan

sosial saya memiliki keyakinan bahwa kemandirian itu menjadi hal yang utama, program itu sendiri harus berkelanjutan dan partisipasi menjadi hal yang penting. Jadi rasanya prinsip-prinsip itu yang harus dilakukan termasuk juga yang dalam kaitannya dengan yang disampaikan oleh Pak Agus tadi semakin banyak basis data yang menjadi hal yang sangat penting karena itu menjadi satu masalah dan juga perkembangan harus memperkembangan perubahan kondisi masyarakat yang mendapatkan bantuan itu dan kemandirian menjadi sangat hal yang penting.

Terima kasih, sekian.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KPSI (MARIAM NAINGGOLAN): Terima kasih Pak Sony, terima kasih Bapak Pimpinan. Kami mohon maaf kepada Bapak-Ibu barangkali secara spesifik langsung kami tanggapi

Ibu sarah, Ibu Ruskati dan yang lain-lain, tapi memang waktu terbatas, kami siap berdiskusi lebih lanjut.

Bapak Pimpinan, Para Anggota Dewan yang terhormat.

Kami dari komunitas pekerjaan sosial Indonesia mengucapkan terima kasih atas undangannya, kesempatannya dan mengharapkan setelah ini ada tindak-tindak lanjut terutama yang terkait dengan RUU Praktek Pekerjaan Sosial.

Terima kasih.

Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT: Terima kasih Bu Miriam. Jadi Bu Miriam ini Pimpinan Sidang kelompok pekerja sosial, kan mengatur siapa yang

bicara duluan segala macam, nanti mungkin periode yang akan datang jadi Anggota DPR RI juga supaya bisa memimpin sidang.

Baik, Bapak-Ibu, Saudara kita sudah melakukan, mendengarkan pemaparan, mendengar respon, kemudian mendengar jawaban kembali, mudah-mudahan apa yang kita perbincangkan pada hari ini dapat menjadi masukan kepada kita semua sebagai Anggota DPR RI sebagai referensi, nanti ketika kami berbicara dengan mitra kerja ini kami tidak datang dengan kertas kosong, tapi ada sesuatu yang menjadi titik-titik poin tertentu yang perlu kita tindaklanjuti dan satu hal lagi tadi sebagaimana yang kami sampaikan kami tentu dengan sangat senang hati bila ada catatan-catatan akademik yang bisa disampaikan kepada sekretariat Komisi VIII nanti untuk distribusikan kepada para Anggota Komisi VIII.

Sekali lagi atas nama Komisi VIII DPR RI kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-tinggi atas kehadiran Bapak-Ibu mudah-mudahan ini nanti semakin mneingkatkan aktivitas kerja kita didalam melayani masyarakat khususnya dengan kerja-kerja sosial yang lebih cerdas, lebih bermutu dan bermanfaat.

Baik karena agenda rapat kita telah dilalui semua dan batas waktu sudah berakhir, maka izinkanlah saya menutup rapat ini dengan mengucapkan alhamdulillahirrabil'alamin. (RAPAT DITUTUP PUKUL 13.05 WIB)

Page 33: RDPU Komisi VIII DPR RI dengan IPPSI, IPSPI, dan KPSI

-33-