Nomor: RISALAHDPD/KMT.I-RDPU/I/2018 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018 I. KETERANGAN 1. Hari : Selasa 2. Tanggal : 23 Januari 2018 3. Waktu : 09.55 WIB - 12.39 WIB 4. Tempat : 5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua) 2. Drs. H. A. Hudarni Rani, S.H. (Wakil Ketua) 3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua) 6. Sekretaris Rapat : 7. Acara : RDPU terkait RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dengan narasumber : 1. Prof. Dr. Bagir Manan 2. Dr. Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A. (APHA) 3. Dr. Ismail Rumadan, S.H., M.H. 4. Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, S.H., M.H. (Penasehat Pembina APHA) 5. Dr. Ning Adiasih, S.H., M.H. (Sekretaris APHA) 8. Hadir : Orang 9. Tidak hadir : Orang
32
Embed
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Nomor: RISALAHDPD/KMT.I-RDPU/I/2018
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018
I. KETERANGAN
1. Hari : Selasa
2. Tanggal : 23 Januari 2018
3. Waktu : 09.55 WIB - 12.39 WIB
4. Tempat :
5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua)
2. Drs. H. A. Hudarni Rani, S.H. (Wakil Ketua)
3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua)
6. Sekretaris Rapat :
7. Acara : RDPU terkait RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak
Masyarakat Adat dengan narasumber :
1. Prof. Dr. Bagir Manan
2. Dr. Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A. (APHA)
3. Dr. Ismail Rumadan, S.H., M.H.
4. Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, S.H., M.H. (Penasehat
Pembina APHA)
5. Dr. Ning Adiasih, S.H., M.H. (Sekretaris APHA)
8. Hadir : Orang
9. Tidak hadir : Orang
2 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Prof. kita bisa mulai, Bu, Baik.
Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh
Bismillah Alhamdulillahi.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati Prof. Bagir Manan, kemudian Ibu-Ibu semua Bapak-Bapak dari
Asosiasi Pengajar Hukum Adat ya, yang hadir dalam kesempatan kali ini kemudian Pimpinan
dan Anggota Komite I DPD RI yang kita hormati. Pertama-tama marilah kita bersyukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa yang Alhamdulillah atas karunianya kita semua masih diberi
kesehatan dan dapat melaksanakan tugas kita, utamanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum
Komite I pada hari ini Selasa 23 Januari 2018, Ibu dan Bapak sekalian sudah barang pasti kami
atas nama Komite I menyampaikan selamat datang dan terima kasih atas kehadiran Ibu Bapak
sekalian yang berkenan hadir dan semoga acara pagi ini dapat berjalan lancar sampai pada
akhir nanti.
Nah sebelum saya sampaikan pengantar yang sifatnya substantif Ibu dan Bapak
sekalian saya ingin kenalkan yang hadir di kesempatan kali ini pertama sebelah kanan saya ini
pertama Bapak Hudarni Rani, Wakil Ketua Komite I dapilnya dari Bangka Belitung lalu yang
sebelah sana ada Bapak Asri Anas dari Sulawesi Barat ini pemekaran dari Sulawesi Selatan
yang sudah menghasilkan Saudara Asri Anas sebagai Anggota DPD kalau tidak dimekarkan
mungkin dapilnya tidak Sulawesi Barat saya kira. Kemudian Bapak Djasermen Purba beliau
dari Kepulauan Riau pemekaran dari Riau dan secara genekologi pemekaran dari Sumatera
Utara Pak.
Di luar Sumatra Utara harus saya kenalkan dari mana, Purba itu biasanya dari
Sumatera utara ini yang purba dari Kepulauan Riau Pak. Ya sebelah kiri saya ada Rizal Sirait
kalau ini tidak perlu saya kenalin Sirait yang asli masih di Sumatera Utara saya tidak ingin
tolak ukurnya apakah yang masih di dalam itu tidak maju diluar lebih maju saya tidak ngomong
itu Pak karena sama sama itu adalah tembak langsung semua saya kira. Kemudian Pak Khali
beliau dari Gorontalo, pemekaran juga ini Pak dari Sulawesi Utara ya karena aspek-aspek yang
pada waktu itu antara lain faktor apa namanya sosiokultural masyarakat yang kemudian
menjadi provinsi Gorontalo yang lain menyusul Prof.
Ibu dan Bapak sekalian saya ingin sampaikan bahwa rencana pembentukan undang-
undang tentang perlindungan dan pengakuan masyarakat adat itu telah diagendakan di dalam
proglenas 2 kali, prolegnas 2004-2009, dan prolegnas 2009-2014 yang pada waktu itu DPD
Periode 2004-2009 telah menyusun RUU Tentang Perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum
Adat sebagaimana keputusan DPD Nomor 37 tahun 2009 tentang RUU Perlindungan Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat. Jadi judulnya seperti itu Ibu dan Bapak sekalian karena memang
memaknakan menindaklanjuti pasal 18b ayat 2 saya kira tidak sekedar 18b tapi juga berkaitan
dengan judulnya misalnya pemerintahan daerah yang menjadi heading dari pasal tersebut, ayat
tersebut.
Nah kemudian di dalam proglenas 2015- 2019, RUU Perlindungan dan Pengakuan
Hak Masyarakat Adat nah ini telah berubah nama RUU Tentang Perlindungan dan Pengakuan
Hak Masyarakat Adat. Tadi itu adalah perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat
kemudian di proglenas 2015-2019 itu judulnya menjadi RUU Perlindungan dan Pengakuan
RAPAT DIBUKA PUKUL 09.55 WIB
3 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
Hak Masyarakat Adat yang tercatat pada Nomor urut surat 42 yang dapat disusun oleh DPR
dan DPD serta pada urutan 184 yang urusan DPD kemudian dalam prioritas Proglenas 2018
Tentang Perlindungan Dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat. Jadi apakah slot ini bisa tercapai
saya kira publik tahu dalam hal legislasi, DPR selalu mendapatkan kritik karena pembentuk
undang-undang sebagaimana Undang-Undang Dasar 1945 itu adalah DPR karena itu kalau
kemaren 2017 yang terbentuk itu hanya 5 undang-undang, saya kira itu prestasi yang cukup
merisaukan kalau kemudian dikomparasikan anggaran APBN untuk DPR, 4,8 milyar itu eh 4
triliun itu anggaran DPR kalau menghasilkan 5 undang-undang artinya satu undang undang
hampir 1 trilyun, kalau dimaknakan bahwa 4,8 trilyun output-nya adalah 5 undang-undang ini
merisaukan kok.
Ya mohon maaf suatu kali di sewaktu saya masih di sebelah, dalam 2,5 tahun Komisi
5 itu menghasilkan 5 undang-undang sehingga saya masih sering … (menit 06.20 tidak jelas,
red.) sama Pak Mantan Menteri Perhubungan yang siapa itu Pak Aceh itu Syafei Jamal dalam
2,5 tahun 5 Undang-undang satu komisi saya kadang-kadang merisaukan juga bahwa tidak
sekedar masyarakat sesama yang di Senayan pun kita punya slot yang berbeda memaknakan
apakah itu prioritas atau tidak dengan DPR. Nah karena itu kepada Ibu Bapak sekalian hari ini
Komite I yang mendapatkan tugas legislasi akan melakukan review terhadap RUU Tentang
Perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang telah diusulkan pada DPD periode
sebelumnya.
Jadi ini Prof dan Saudara sekalian, ini adalah draf 2009 sudah barang pasti sudah
banyak sekali lingkungan strategis yang berubah, baik dalam tatanan internasional, nasional,
ataupun regulasi yang lain yang dihasilkan yang langsung atau tidak itu berimplikasi pada
penyesuaian terhadap rancangan undang undang ini. Nah ini yang saya kira dilakukan oleh
Komite I sebagai pertanggungjawaban kepada publik di dalam sama-sama memaknakan
pertama adalah perintah undang-undang kalau kemudian saya liat kalau kita perhatikan
perintah membuat undang-undang itu macam- macam ada bersumber dari Undang-Undang
Dasar ada yang bersumber dari perintah undang-undang lain dan dalam konteks ini kalau kita
melihat berbagai undang-undang yang dilahirkan sebagai amanat dari Undang-Undang Dasar
1945 nampaknya termasuk pasal 18 ini yang belum tersentuh.
Saya kira saya mencermati betul dinamika di luar keinginan ini menjadi penting
keinginan menjadi prioritas tapi begitu masuk kepada wilayah restricted area nama Senayan
ini bisa tidak menjadi prioritas. Nah karena itu memaknakan perubahan undang-undang dasar
pasal 18b yang berbunyi adalah negara mengakui dan menghomati kesatuan kesatuan
masyarakat hukum adat serta hak traditionalnya, hak-hak traditionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang. Kami kemarin juga sudah RDPU Prof dan Bapak Ibu
sekalian kemarin kita hadirkan Pak Jawohir Tontowi kita juga hadirkan Pak Juliyus Sembiring
kemudian Pak Arifin Sahru Arifin dari Unnes kemudian kemaren juga kita aman hari ini
Alhamdulillah Prof. Bagir dan Bapak-Bapak yang hadir dari Asosiasi Pengacara Hukum Adat
yang output-nya kita harapkan apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rumuskan ini menjadi
undang undang yang secara substansi itu dapat mengakomodasi dan menjawab berbagai hal
yang sebagai amanat dari undang undang. Jadi dari Asosiasi Pengacara Hukum Adat ini datang
Ibu Setjen Ibu Dr. Ning Adiasih S.H., M.H., Kemudian ada pembina Ibu Prof. Dr. Jeane Neltje
Saly, S.H., M.H., Kemudian ada Ketua Litbang ada Dr. Kunthi Tri Dewi Yanti, kemudian ada
Dr. Ismail Rumadan bukan Romadhan ya Rumadan.
Baik Ibu sekalian hadir juga tambahan Bu Dewi dari NTB Nusa Tenggara Barat
darinya Nusa Tenggara Barat kemudian ada Pak Hafidh Asrom dari Yogyakarta, salam.
Kemudian sebelah kanan ada dari Riau lah ini yang asli Riau yang lain itu pemekeran, salam
jadi induknya itu Bu Iin dari Riau sehingga demikian Prof. Bagir dan Ibu Bapak dari Asosiasi
Pengacara Hukum Adat yang saya hormati yang hadir dalam kesempatan hari ini dan
4 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
selanjutnya monggo Prof. Bagir kemudian nanti Ibu Bapak yang dari apa kalau ingin
menambahkan hal yang reliable dengan undang-undang ini, silakan Prof.
PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, S.H., M.CL. (NARASUMBER)
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak Ketua, Bapak Wakil Ketua, dan Anggota-Anggota Komite I yang terhormat,
saya baru diberi tahu untuk hadir di sini kira-kira pukul 2 kemarin, dalam perjalanan saya dari
Bandung ke Jakarta kebetulan acara hari ini belum ada acara karena itu saya mohon maaf kalau
saya tidak menyentuh substansi yang sudah Bapak-Bapak kerjakan cukup lama. Saya akan
senang sekali kalau nanti saya dikasih bahan nya yang sudah dikerjakan sehingga di lain kali
saya bisa menyampaikan catatan-catatan ya, karena itu hari ini saya akan bicara prinsiple-
prinsiple saja, kebetulan dulu ketika perubahan pasal 18 ini saya termasuk yang ikut serta
mendengarkan Anggota MPR membahas perubahan itu ya 1999-2000-an
Saya akan memusatkan catatan saya yang saya tulis pada hal-hal yang sifatnya
konstitutional belaka gitu ya. catatan saya akan saya bagi menjadi 4 pokok, yaitu pertama dasar
kostitutional dari RUU ini ya kedua pembatasan-pembatasan yang sudah diatur dalam Undang-
Undang Dasar ketiga saya akan membuat catatan pranata-pranata adat yang sudah diatur dalam
sistem Undang-Undang Dasar 1945, kemudian yang ke-4 pertanyaan-pertanyaan mengenai
kemungkinan substansi dari Undang-Undang ini. Tadi Bapak Ketua sudah menyampaikan
bahwa Undang-Undang Dasar sendiri memerintahkan agar substansi ini diatur dengan Undang-
Undang. Kalau perubahan ini tahun 2000, berarti sekarang ini sudah berapa? 17 tahun itu
perintah Undang-Undang Dasar itu belum sempat dilaksanakan tentu berbagai sebab antara
lain sebab kemungkinan kita tidak pernah menggali benar apa yang mestinya kita atur gitu ya.
Tadi sudah disebutkan oleh Bapak Ketua dalam ayat 2 18b itu bahwa negara mengakui dan
menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak hak traditionalnya. Dulu
ketika pasal 18 itu tunggal sebelum perubahan itu hanya diatur mengenai prinsip-prinsip
pemerintahan daerah saja itu seperti dikatakan dengan memandang dan mengingati dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak hak asal usul dalam sistem
pemerintahan hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa jadi ini merupakan
dasar sebetulnya bagi pemerintahan asli.
Saya ingin memberi catatan mengenai pasal 18 selama itu agar kita sekedar mengingat
saja, mengingat-ingat apa yang pernah ditulis oleh para founding father itu khusunya
penjelasan yang ditulis oleh Prof Supomo almarhum, ada hal yang yang ini di dalam penjelasan
itu dan dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu pasal 18 menggunakan celah istilah daerah-
daerah yang bersifat istimewa sehingga kita kemudian dalam Undang-Undang Dasar yang baru
menggunakan 2 istilah yaitu khusus dan istimewa sehingga kita membedakan antara khusus
dan istimewa itu. Sebetulnya baik dari bahasa Belandanya maupun dari bahasa inggrisnya pada
waktu itu barang kali Prof. Supomo sengaja tidak menggunakan celah khusus tapi istimewa
meskipun maksudnya itu hanya untuk menunjukan karakteristik yang khas mengenai
pemerintahan asli kita itu gitu ya maksudnya tapi kemudian dalam praktek ketatanegaraan kita
seperti saya katakan tadi kita mengenal perbedaan antara daerah khusus misalnya daerah
khusus Ibukota DKI gitu ya kemudian kita mengenal Daerah Istimewa Yogyakarta pernah
suatu saat daerah Istimewa Aceh yang sekarang sudah kita tiada kan kalau tidak salah menjadi
pemerintahan Aceh saja gitu. Selain daerah khusus ibukota kita juga mengenal otonomi khusus
seperti di Papua gitu kita beri nama otonomi khusus gitu. Daerah khusus ibukota itu mengapa
menjadi khusus saya catat ada beberapa hal mengapa Jakarta diberi daerah kedudukan sebagai
khusus, pertama sebagai ibukota jadi perlu di khusus semacam Washington Dc extention …
(menit 17.48 kurang jelas, red.) di Washington, yang kedua sebagai ibukota meskipun
5 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
mempunyai hak otonomi dia mempunyai hubungan yang khusus dengan pemerintah pusat
berbeda dengan provinsi provinsi lain. Yang ketiga struktur pemerintahannya berbeda dengan
provinsi lain misalnya tidak ada daerah otonom lebih rendah di lingkungan DKI.
Sekedar historis Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 pasal 131,132,133
yang mengatur tentang pemerintahan daerah tetapi Undang-Undang Dasar Sementara 1950
tidak meng-cover tentang pemerintahan asli yang disebut sebagai daerah asal-usul yang bersifat
istimewa itu sehingga Prof. Supomo dalam bukunya tentang Undang-Undang Dasar Sementara
tahun 1950 itu membuat catatan sebagai berikut saya bacakan.
Pasal ini maksudnya pasal 131 Undang-Undang Sementara tahun 1950, tidak begitu
luas seperti pasal 18 Republik Indonesia oleh karena pasal ini tidak menyinggung daerah
swapraja pun tidak menyinggung daerah persekutuan adat, … (menit 19.24 kurang jelas, red.)
beliau katakan daerah hak-hak asal-usul yang sangat istimewa sama sekali tidak ada karena itu
waktu undang undang sementara 50 itu pada dasarnya susunan pemerintah daerah kita adalah
tanpa terikat kognitif kepada … (menit 19.43 kurang jelas, red.) meskipun itu dalam kenyataan
ada misalnya pemerintahan daerah.
Jadi itu dasar-dasar konstitutionalnya selain perintah undang-undang kita juga
pengakuan itu ada gitu ya tetapi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18b itu membuat kualifikasi
yang berupa pembatasan-pembatasan kalau kita akan mengatur hak-hak asal-usul isbat
istimewa itu. Saya mencatat paling tidak dua hal pembatasan itu. Pertama digunakan ungkapan
Undang-Undang Dasar 1945 itu saya ini mengulangi ya semua bapak bapak sudah tahu
sebetulnya gitu ya hanya karena sudah saya catat menggunakan … (menit 20.49 kurang jelas,
red.) sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan zaman. Saya membuat catatan
mengenai yang pertama atau frasa pertama makna sepanjang masih hidup adalah hidup sebagai
kenyataan hidup yang sebagai cermin cara hidup dan keyakinan yang hidup dalam masyarakat.
Jadi pengertian yang masih hidup itu adalah itu dia betul betul merupakan sudah
realitas dan realitas itu cermin dari keyakinan dan way of life dari kehidupan masyarakat ada.
beberapa faktor menurut hemat saya yang membuat kesatuan masyarakat hukum adat berserta
hak-hak traditional itu hapus ya, jadi ada karena dikatakan tadi sepanjang masih ada sepanjang
masih ada ada beberapa faktor yang menyebabkan hak-hak itu hapus ada pudar ya. Pertama
hapus atau dibatasi oleh atau berdasarkan ketentuan hukum yang baru, baik oleh suatu
ketentuan khusus atau ketentuan yang bersifat umum. Jadi hukum sendiri yang membuat
pembatasan-pembatasan berlakunya hak-hak traditional itu.
Misalnya kehadiran Undang-Undang Agraria dan berbagai undang-undang turutan
atau yang terkait dengan itu akan menyatakan atau membatasi sistem hak hak atas tanah
misalnya, jadi kita tidak lagi dapat sepenuhnya menggunakan prinsip - prinsip hak atas tanah
tanpa memeperhatikan ketentuan ketentuan hukum agraria sebagai hukum nasional. Baik
dalam arti hak atas tanah yang komunal misalnya hak ulayat atau yang individual misalnya hak
hak milik atas tanah. Misalnya cara-cara memperoleh hak milik harus tunduk sepenuhnya pada
hukum adat tidak lagi tunduk kepada sepenuhnya pada hukum agraria tidak lagi tunduk pada
sistem hukum adat, misalnya ajaran Prof. Joyodigono itu menggunakan istilah mulur munkrek
atau teori … (menit 23.31 kurang jelas, red.) yang mengatakan hak individual itu tergantung
pada intensitas individual dan hak komunal itu.
Sekarang tidak berapapun lamanya di sana kalau tidak ada konfirmasi oleh hukum ya
tidak bisa gitu ya, jadi itu hal hal yang tidak sudah berubah gitu, Jadi ketentuan undang undang
harus kita perhatikan yang menyebabkan berbagai ketentuan atau tradisi saksi hukum adat itu
tiadak dapat lagi diterapkan ya. Yang kedua hukum hak-hak traditional itu hak-hak traditional
itu menjadi hapus karena pudar. Dalam hukum adat itu pernah orang mengenal … (menit 24.23
tidak jelas, red.) kalau tidak salah … (menit 24.23 kurang jelas, red.) ada pemudaran-
pemudaran. Saya mencatat ada 4 yang menyebabkan hukum adat itu atau hak traditional hukum
adat itu pudar.
6 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
Pertama karena memang mengalami pengusangan gitu, dia menjadi usang-usang
perout itu orang bilang … (menit 24.44 kurang jelas, red.) akibat trjadi perubahan perubahan
apakah itu perubahan politik, perubahan sosial, perubahan ekonomi, perubahan budaya, dan
lain-lainya. Misalnya hukum adat memudar perubahan dari satu masyarakat pertanian,
masyarakat industri, sistem hak atas tanah akan berubah karena masyarakat-masyarakat
industri. Misalnya untuk negara-negara lain masyarakat industri itu hak milik bukanlah suatu
hal yg utama bagi mereka bagaimana mereka bisa menikmati hak itu gitu tidak peduli statusnya
milik atau bukan gitu ya.
Yang kedua pudarnya hukum adat itu akibat mobilitas sosial, baik horisontal atau
vertikal jadi karena itu perubahan terjadi mobilitas maka terjadilah perubahan-perubahan
hukum adat itu orang tidak lagi terikat kepada hukum adat ya. Yang ketiga pemudaran hukum
adat itu terjadi karena keterbukaan lingkungan, lingkungan masyarakat adat, dan masyarakat
hukum adat itu sendiri misalnya akibat transmigrasi maka satu-satu lingkungan hukum adat
adat … (menit 26.18 kurang jelas, red.) misalnya di Sumatera Barat tidak lagi dapat lagi
sepenuhnya berlaku hukum tanah adat Minangkabau karna sudah ada transmigrasi.
Yang ke empat pemudaran hukum adat itu tidak kecil akibat perubahan keyakinan
atau perubahan agama. Ddulu misalnya Bapak-Bapak pernah ada ajaran bahwa hukum adat
suatu masyarakat sama dengan hukum agamanya gitu ya ajaran … (menit 26.54 kurang jelas,
red.) itu ya receptio in … (menit 26.58 kurang jelas, red.) kemungkinan ini dibantah oleh …
(menit 27.02 kurang jelas, red.) tetapi bagaimanapun juga pengaruh agama sangat besar
mengubah performa hukum adat misalnya sangat kentara dalam hukum waris misalnya ya,
sistem hak milik, sistem harta gono gini ya, hukum islam misalnya maaf kalau di sini ada yang
ustadnya mungkin saya salah gitu ya, hukum islam itu tidak mengenal campur harta antara
suami dan istri itu ada ada batasnya gitu tetapi dengan sistem hukum baru dimungkinkan
kecuali diperjanjikan gitu kalau hukum adat otomatis kalau tidak diperjanjikan kalau hukum
hukum yang berlaku sekarang orang bisa membuat perjanjian perkawinan untuk memisah,
kalau tidak akan terjadi suatu apa percampuran harta yang sifatnya komoditi. Jadi ada 4 hal
yang menyebabkan hukum adat itu pudar dan ini akan berpengaruh kalau kita akan mengaku
itu kita harus melihat benar gitu apakah ada ada perubahan atau tidak gitu ya. Terus kemudian
dikatakan bahwa dalam Undang-Undang Dasar itu sesuai dengan perkembangan ini juga
sebagai satu hin juga satu menunjukan pembentuk undang-undang penyusun Undang-Undang
Dasar itu mengatakan bahwa hukum adat itu bisa masih hidup masih kenyataaan tapi tidak
sesuai dengan perkembangan. Bisa juga mesti dipertahankan tetapi tidak sesuai dengan
perkembangan. Misalnya kita masih mendengar istilah girik, girik gitu ya pemilikan
berdasarkan bukti girik gitu ya itu di Jawa itu ya kalau di luar Jawa barangkali tidak ya, tidak
mengenal istilah girik itu istilah di Jawa.
Sekarang ini bukti kepemilikan atas girik itu sudah dimakan zaman, mengapa? Antara
lain misalnya bukti girik tidak dapat lagi dipakai jaminan untuk ke bank gitu ya, jadi kita harus
mengubah bukti kepemilikan itu dengan atau bukti hak atas tanah dengan cara lain apakah hak
milik, hak guna bangunan, entah guna usaha. Tidak lagi dapat menggunakan girik, apa lagi
dalam bahasa asalnya bahwa girik adalah sebetulnya bukti pembayaran pajak sebetulnya asal
mulanya itu, nah jadi itu contoh mungkin masih hidup saya waktu masih jadi hakim beberapa
kali memutus perkara berdasarkan bukti girik itu tetapi saya katakan sebagai hakim, masa di
Yogyakarta masih pake girik di tengah kota Metropolitan seperti itu, gitu ya. Mesti hal-hal
seperti itu. Begitu pula mungkin, mungkin di daerah-daerah tertentu yang jauh misalnya
pranata jual. Orang masih mengenal misalnya jual lepas jual gadai jual tahunan. Tentu
perkembangan tidak memungkinkan karena gadai sudah ada pranatanya sendiri, jual tahunan
sudah ada pranatanya sendiri yang harus disesuaikan. Jadi meskipun masih hidup tetapi itu
mesti disesuaikan dengan keadaan-keadaan itu.
7 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
Begitu pula misalnya pranata perkawinan, sampai tahun 74. Perkawinan di bawah
umur itu merupakan praktek yang sangat lazim. Baru 74 memberi pembatasan umur 16 18
tahun itu. Dengan segala komplikasinya, perkawinan dibawah umur itu. Jadi ada, ada satu hal-
hal yang masih menjadi keyakinan hidup masyarakat tetapi sebetulnya menjadi tuntutan
perkembangan baru, misalnya mengapa, mengapa kita, perkawinan itu diubah, selain karena
perkawinan di bawah umur itu tidak baik ada unsur polase, misalnya polase but control dan
sebagainya gitu ya. Jadi ada ada unsur polase itu. Jadi ada yang perlu kita perhatikan ketika
kita akan melihat apakah pengertian masih hidup itu, hidup yang sesuai dengan perkembangan
atau tidak, atau justru menghambat perkembangan, bisa terjadi.
Kemudian yang Ketiga saya ingin mencatat pranata-pranata, atas sistem tradisional
yang sudah dimuat dalam sistem atau sudah menjadi sistem Undang-Undang Dasar Tahun
1945. Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, Almarhum bung Hatta itu dalam berbagai tulisan
termasuk dalam Demokrasi kita dan pernah dalam pidatonya di Beijing tahun 1957, itu
mengatakan ada tiga, ada tiga yang mendasari pemikiran kemerdekaan kita yang kemudian
menjelma dalam tatanan bernegara kita.
a. Pertama kata Bung Hatta adalah Paham Sosialisme. Maksud beliau adalah
sosialisme demokratis, yang membebankan kepada negara tanggung jawab untuk
mewujudkan mensejahterakan masyarakat.
b. Yang Kedua kata Bung Hatta adalah Dasar Islam. Yang dimaksudkan Bung Hatta
itu adalah Islam atau agama pada umumnya yang berorientasi pada keadilan bahwa
perjuangan kemerdekaan dan prinsip Undang-Undang Dasar 1945 itu harus
berorientasi pada keadilan. Khusus atau lebih umum keadilan sosial gitu ya.
c. Yang Ketiga beliau sebutkan bahwa landasan dari pikiran-pikiran teman-teman
semua adalah sistem masyarakat asli Indonesia atau adat Istiadat Indonesia. Jadi
merupakan bagian dari dasar kemerdekaan kita adalah adat istiadat kita atau paham
masyarakat asli Indonesia istilah Bung Hatta.
Saya ingin mencoba menunjukkan mengingatkan hal-hal yang sudah kita ketahui dan
kita hapal semua, wujud-wujud dari paham masyarakat asli Indonesia dalam Undang-undang
Dasar 45. Pertama Dasar Permusyawaratan. Baik Bung Karno, Bung Hatta dan semua yang
lain, ketika bicara tentang Dasar Permusyawaratan itu orientasinya adalah Hukum Adat
Indonesia. Semua keputusan didasarkan permusyawaratan untuk mufakat, kata beliau-beliau
itu. Untuk mencapai mufakat. Itu dasar Permusyawaratan. Permusyawaratan itu adalah
merupakan satu pengejawaantahan dari cara berpikir rakyat Indonesia dalam mengambil
keputusan.
Yang Kedua yang sudah masuk menjadi bagian sistem Undang-undang Dasar 45 itu
dari masyarakat asli Indonesia, adalah dasar kekeluargaan dan gotong royong atau Bung Hatta
dengan meminjam satu, meminjam istilah yang lazim dipakai dalam sosial demokratis adalah
kolektivisme. Orang Indonesia itu selalu dalam ikatan kolektivisme. Undang-undang Dasar 45
kita mengatakan itu, dan wujud dari kolektivisme itu adalah yang kemudian kita rumuskan
menolak segala bentuk individualisme dan liberalisme sebetulnya. Itu merupakan satu hal yang
inheren dalam Undang-Undang Dasar 45. Selanjutnya atas dasar kekeluargaan itu maka
demokrasi yang dikembangkan Indonesia tidak hanya demokrasi politik tapi demokrasi
ekonomi. Demokrasi ekonomi itu adalah bahwa semua kegiatan ekonomi didasarkan pada
usaha bersama, kata Bung Hatta gitu ya dan badan usahanya dalam bentuk koperasi. Itu sudah
ada dalam 1945, itunya stach idenya, bahwa kita tidak laksanakan saya tidak mau komentar
itu, biar Pak Ketua Komite I tadi yang sudah mulai tadi, mengkritik dirinya sendiri gitu ya.
Kita senang gitu ya.
Yang Ketiga Tatanan Indonesia asli 1945 itu kita ketemu dalam tatanan politik. Tadi
sudah saya katakan bahwa dalam tatanan politik itu yaitu masyarakat Indonesia itu pada
8 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
dasarnya masyarakat demokratis, sehingga kalau kita menjalankan demokrasi di Indonesia
menurut Paham ini bukan sesuatu yang impor. Karena Demokrasi merupakan way of life dari
pemerintahan asli Indonesia. Yang saya maksud Pemerintahan asli disini adalah desa ya, tidak
pada Pemerintahan Kerajaan dan feodalistik saya tidak masukan itu. Masalah Demokratis,
bahkan Van Volden Houven didalam bukunya Hukum Tata Negara dari Seberang Lautan itu
mengatakan ketika sang dwi warna itu mendarat di Sunda Kelapa, kita tidak menemukan
Daerah Liar di Negeri ini. Tapi Daerah yang sangat teratur, dan sistem pemerintahan yang
sangat modern dalam bentuk republik-republik kecil, yang dimaksud beliau adalah desa, karena
kepala desa sejak itu kepala desa sudah dipilih. Bukan turun temurun, itu oleh Van Volden
Houven salah satu ciri demokrasi yang luar biasa dan itulah memang jadi pandangan ahli-ahli
kenegaraan lain.
Yang Keempat dalam Undang-undang Dasar 45 Sistem asli kita itu kita lihat dalam
tatanan ekonomi yang tadi sudah saya sebutkan bahwa ekonomi kita disusun atas sebagai usaha
bersama atas dasar kekeluargaan dan gotong royong. Yang Kelima dalam Tatanan
Pemerintahan. Undang-Undang Dasar 45 kita yang menggunakan pranata asli itu. Yaitu
pertama pemerintahan asli itu dalam bentuk pemerintahan desa. Yang Undang-undang Dasar
45 memberi tempat pemerintahan desa itu agar merupakan menjadi bagian dari susunan
Pemerintahan kita di daerah, karena itu ketika dikaitkan dengan otonomi, desa itu otonominya
asli bukan otonomi yang diberikan dari Pusat, itu otonominya asli. Karena itu juga dulu itu
undang-undang desa baik pada jaman Belanda, zaman merdeka diatur tersendiri. Tidak
merupakan bagian dari pemerintahan Daerah, zaman Belanda sendiri mengatur terpisah-pisah,
ada odenasi tentang provinsi ada tentang-tentang heminte ada tentang-tentang kabupaten dan
desa itu otonominya Otonomi asli. Karena itu pendekatanya-pendekatan formal, dikatakan
bahwa segala sesuatu bisa jadi urusan pemerintah ya sudahlah urusan mereka gitu ya, kecuali
kalau itu menyangkut fungsi Pemerintahan umum, pemerintahan desa itu diakui. Yang Kedua
Pemerintahan asli yang diserap Undang-undang Dasar 45 yang zaman Belanda kemudian
menjadi Kabupaten. Itu pemerintahan asli berdasarkan adat juga tapi bentuknya berbeda
dengan diatur oleh tersendiri. Yang Ketiga pemerintahan asli semula masih diakui yang kita
kenal dengan swapraja itu. Itu Pemerintah asli itu. Orang Belanda mengatakan, nah atau yang
kemudian diterjemahkan menjadi swapraja itu. Tahun 50 swapraja itu ditiadakan dan
diiintegrasikan dengan otonomi dengan kabupaten daerah tingkat dua kecuali Yogyakarta.
Yogyakarta tu mula-mulanya pada zaman Belanda merupakan satu … (kurang jelas, red.). Dan
ini berbeda dengan Desa dan berbeda dengan Kabupaten, karena ini berasal dari kerajaan-
kerajaan dimasa Hindia Belanda yang kemudian mengikat perjanjian dengan Belanda. Yang
kita kenal dengan Verklaring ada perjanjian panjang ada perjanjian pendek kita kenal korte
verklaring dan lange verklaring . korte verklaring itu contohnya Yogyakarta itu diatur yang
menjadi haknya. Misalnya Kerajaan-Kerajaan Melayu dulu itu, kemudian kecuali Yogyakarta
tetep dipertahankan sebagai Daerah Istimewa, sebagai penghormatan dan perhargaan terhadap
jasa luar biasa Yogyakarta atau Repubilk Indonesia. Jasa luar biasa itu adalah bukan karena
sekedar memindahkan pusat Pemerintahan ke Yogyakarta, tapi Yogyakarta menjadi Lambang
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Lambang perjuangan melawan
Kolonial berpusat di Yogyakarta.
Dan yang ketiga yang tidak pernah disebut, pemerintahan Yogyakarta membiayai
cukup besar Pemerintahan Yogyakarta itu, Jutaan florinc uang Belanda yang hebatnya Sri
Sultan Hamengku Buwono IX, almarhum tidak pernah Sepatah pun menyebut-nyebut hal ini.
Beliau betul-betul dengan tulus mengeluarkan itu semuanya. Karena itu merupakan satu
persembahan negara dan rakyat Indonesia untuk menghormati jasa-jasanya itu, kita
pertahankan. Saya ingin, mengapa saya memberi catatan ini, agar kita tidak ingin mencari
menyama-nyamakan begitu saja antara Yogyakarta dengan daerah lain gitu ya. Dia ada satu
hal-hal yang historis yang perlu kita perhatikan perlu kita hormati. Nah itu artinya maksud saya
9 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
ketika mencatat itu, sebenarnya Undang-undang dasar 45 itu selain unsur-unsur Modernnya
yang diambil dari pranata-pranata modern dia sudah sesuai dengan kalau istilah … (kurang
jelas,red.) Kita perlu menciptakan sistem Negara tersendiri gitu ya, yang beliau sebut istilahnya
… (kurang jelas,red.). Sekarang terakhir saya ingin, kalau kita akan mengatur seperti perintah
pasal 18b itu, kira-kira apa yang harus kita atur dengan perhatikan hal-hal tadi. Saya
mengajukan pertanyaan-pertanyaan di sini itu. Kerangka Substansinya, apakah wujud
menghormati hak-hak tradisional dan asal usul ataupun namanya itu. Ada berwujud
memberikan kesempatan mereka mengatur dan mengurus diri mereka sendiri. Apakah mereka
boleh atau tidak ya. Yang kedua, apakah mereka berhak mempunyai satuan pemerintahan
tersendiri. Di luar misalnya desa yang kita anggap sebagai wujud pemerintahan asli itu. Apakah
mereka mempunyai hak untuk mengatur memutus kalau ada sengketa-sengketa hukum
tersendiri gitu ya. Seperti misalnya sekarang Papua itu tidak ada khusus otonomi itu katakan
bahwa mereka boleh menyelesaikan sengketanya menurut hukum adat, kecuali kalau
diteruskan itu akan menjadi urusan negara. Yang keempat adalah pertanyaanya bagaimana
bentuk perlindungan kita terhadap adat istiadat itu. Dan secara lebih khusus apakah ada
perlindungan khusus terhadap hak-hak atas tanah misalnya, karena itu barang kali yang
merupakan hal yang ini. Dalam kerangka itu Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian. Saya ingin
mengingatkan mengenai bahwa semuanya itu ada dalam bingkaian Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Ketika kita bicara pada bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia ada beberapa
prinsip Negara Kesatuan Indonesia itu yang perlu harus kita ingat ketika mengatur ini:
a. Kekuasaan tertinggi dalam Negara ada pada satu pusat pemerintahan. Merekalah
yang menentukan segala-galanya pemerintahan pusat. Jadi kalau toh kita
memberikan kepada daerah otonomi itu karena diberikan oleh pusat, antara lain atau
karena diakui oleh pemerintah pusat. Kalau ada kekuasaan-kekuasaan yang lain
yang mengandung kebebasan, semata-mata derivasi dari kekuasaan tertinggi itu.
Bukan yang original gitu ya. Maksud derivasi itu ada dua, diberi atau mengakui
yang sudah ada unsur pengkuan itu menciptakan ada.
b. Prinsip tidak ada kedaulatan lain, hanya satu kedaulatan negara,dalam bahasa
gampangnya tidak ada negara didalam Negara.
c. Prinsip univermitas. Prinsipnya adalah segala sesuatu suatu Kesatuan. Kecuali
dibutuhkan perbedaan, Ya. Pada Dasarnya semua harus Uniform. kecuali
dibutuhkan perbedan. Bukan perbedaan dulu, baru kemudian kita membuat
uniform, ya. Ini hati-hati dengan kita bicara tentang Bhineka Tunggal Ika, kita
mengakui perbedaan itu, perbedaan itu adalah prinsip kesatuan. Bukan, perbedaan
… (kurang jelas,red.) perbedaan itu. Sebab ini konsekuensi negara kesatuan. Kita
bisa membuat Uudang-undang tarolah undang-undang tentang otonomi daerah.
Perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, boleh. Tetapi itu semua
berdasarkan prinsip ada unsur-unsur yang uniform, yang harus sama di mana-mana,
tidak boleh serba berbeda. Ya dan semua urusan keluar hanya satu, yaitu ranah
pemerintah pusat. Urusan keluar itu baik dalam arti hubungan yang sifatnya
diplomatik maupun hubungan dalam bentuk pertahanan, tidak boleh ada yang lain
gitu ya.
Jadi kalau kita akan mengatur, saya mohon agar prinsip-prinsip ini kita sepakati dulu,
sehingga kita tahu, oh ini bisa sampai sana gitu yaa. Tidak berarti bahwa ini tidak boleh, tidak
boleh ada elastisite, boleh, tetapi kita dengan ukuran ini kita tahu, oh ini sampai sana oke lebih
dari itu nggak boleh lagi gitu yaa. Itulah beberapa catatan kecil sekali lagi saya mohon maaf,
karena mudah-mudahan lain waktu dengan bahan-bahan yang (kurang jelas,red) saya dapat
lebih mempelajari secara lebih teknis.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
10 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Prof saya suka sekali dengan caranya seperti sedang mengajar dan itu,
sesuatu yang luar biasa prof. Ini Substansi yang saya catat semua prof semoga Ibu dan Bapak
Komite I juga antara yang terakhir tadi itu, boleh ada yang mengatur mengenai yang kita
usulkan tetapi ingat Tiga hal. Pertama bahwa kekuasaan tertinggi ada pada pusat pemerintahan.
Saya kira kita semua sepakat termasuk juga dipahami dalam perbedaan antara undang-undang
23 dengan 32. Di 32 tidak sebut-sebut pusat. Tapi di 23 bahwa kekuasaan yang satu di
pemerintahan Pusat, dan yang lain adalah derivasi atau kecabangan dari pusat. Dua puluh tiga
2004 saya kira 2014 sudah mengambil itu sebagai, paling tidak di dalam konsiderasi
menimbang mengingat.
Lalu yang Kedua memang tidak ada kedaulatan lain, yaa kalau bicara hari ini Prof, yaa
NKRI ini kan Negara NKRI harga mati, begitu Prof ya. Kenyataanya itu NKRI harga nego
Prof. Ini kenyataan lho Prof. Saya ambil contoh sekali lagi, barangkali diruangan ini, saya
persingkat sebut, misalnya BSD. Bumi serpong damai, itu tidak ada kelurahan Prof. Tidak ada
Desa, tidak ada kecamatan. Itu di okupasi dari empat lima kecamatan Prof. Hilang semua
koordinat tersebut dari tidak ada kelurahan. Benar tidak secara ke pemerintahan itu Pak. Orang
di kampung tersebut di kota tersebut punya KTP, tapi tidak mengenal siapa kepala desa, atau
lurahnya siapa camatnya. NKRI lagi Prof, Negara Republik Indonesia lagi. Ada satu titik tidak
ada pemerintahan, tapi ada tanda-tanda pemerintahan soal KTP misalnya.
Dan itu di mana-mana hari ini Prof. Tidak ada kelurahan tapi ada legalitas disitu. Yaa
kan Prof itu diokupasi dari empat lima kecamatan Prof. Nanti Meikarta sama kurang lebih
diokupasi dihabisin semua, titik disebut adalah prada koordinat kekuasaan, kewenangan tapi
tidak tahu nanti kelurahannya ke mana Prof Lagi-lagi Pemerintah sudah warning, awas K-E-K
ya, Bekasi Purwakarta Karawang. Dalam banyak hal K-E-K itu Pak, sebut KEK saja susah,
KREK kaya orang mau mati itu loh Prof. K-E-K itu masyarakat dianggap nothing, apalagi adat,
yang berkuasa saja dihilangkan apalagi adat Prof, Pak Luhut sudah warning awas nanti akan
menjadi K-E-K, itu sama dengan awas kau kubunuh pelan-pelan, fatal pak.
NKRI lagi, Negara kok Republik Indonesia. Dua Negara kesatuan Prof, kok Republik
Indonesia Prof. uniformitas sepakat Pak, ya tapi kan hari ini uniformitas itu kan kemudian
menjadi sesuatu yang sangat kita idolakan. Dalam banyak hal kita temukan hal yang memang
kadang-kadang ada dalam bahasa hukum itu ada lex specialis yang kemudian menjadi orientasi
dari banyak orang didalam men-draft undang-undang, lex specialis itu. Baik Bapak-ibu
sekalian sudah hadir juga sebelah kanan saya Bu Juniwati.
PEMBICARA: Dra. Hj. JUNIWATI T. MASJCHUN SOFWAN (JAMBI)
Assalamualaikum.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)
Waalaikumsalam.
Dari Jambi beliau, kemudian Bu Nurmawati bantilan.
PEMBICARA: Hj. NURMAWATI DEWI BANTILAN, S.E, M.H. (SULTENG)
Assalamualaikum.
11 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)
Walaikumsalam.
Ini Sulawesi tengah asli bukan pemekaran. Kemudian Pak Idris.
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALIMANTAN TIMUR)
Assalamualaikum.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)
Kaltim, Pak.
Waalaikumsalam.
Dia masih mengklaim wakil Kalkara juga. Sebab baru nanti 2019 baru ada DPD dari
sana. Sebelah kiri saya ada Gustom nih dari Jawa Timur. Dan maduranya belum karena baru
empat Kabupaten Prof. Jadi orang Madura lagi nuntut Provinsi. Empat tidak mau dimekarkan
jadi lima, padahal syarat pemekaran minimal lima Kabupaten Bangkalan, Sampang,
Pemekasan, kemudian satu lagi Sumenep. Dia mau ngambil Surabaya Utara Ibu Kotanya apa,
biar jadi lima katanya. Kemudian Bu Eni dari Jawa Barat. Kemudian Bu Eni juga ini dari
Bengkulu, ya kira-kira DPD, ohh ya Pak Abraham, ya mewakili dari Nusa Tenggara Timur
Prof. Baik Bu, Pak, dan dari APHA (Asosiasi Pengajar Hukum Adat) menambahkan silakan.
PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)
Terima kasih, Pak Ketua Komite 1 dan seluruh Anggota DPD yang hadir pada hari ini.
Juga termasuk yang saya hormati Prof. Bagirmanan yang sudah memberikan banyak pelajaran
tadi dan juga dari teman-teman dari Asosiasi Pengajar Hukum Adat Indonesia.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri, bahwa kami dari Asosiasi Pengajar
Hukum Adat yang tadi sudah disampaikan ada beberapa perwakilan yang ada di sini yaitu, Prof
Jane sebelah kanan saya, kemudian ibu Ning beliau adalah Sekertaris APHA, Ibu Jane adalah
Penasihat atau Pembina dan juga di sebelah kiri saya ada Bapak Ismail. Ibu-ibu Bapak-bapak
yang saya hormati tadi sebenernya sama seperti yang dialami oleh Prof. Bagir bahwa undangan
kami baru siang kami terima, dan tentu saja dengan, dengan keterbatasan waktu maka kami
tidak, tidak membahas secara dalam tetapi kami ingin menyampaikan apa yang sudah.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)
Ibu, sebentar saya confirm dulu. Surat itu memang baru kemarin walaupun kita sudah
draft itu adalah hari Selasa yang lalu. Proses di Sekretariat Jenderal DPD, karena Sekjen DPD
sekarang masih IMT. Jadi barang kali itu, jadi baru kemarin surat, kita sudah pada waktu rapat
pleno Selasa yang lalu sudah kita putuskan, Prof Bagir dan APHA, tapi suratnya baru kemarin
pagi keluar ini. Saya, iya tapikan tidak enak juga Pak Asri, nanti dianggapnya saya dan Pak
Hudarni tidak peduli pada surat menyurat, repot ini. kalau pak Beny ada urusan lain, kalau saya
dan Pak Hudarni kan di sini kan jadi repot, iya lanjut Bu.
12 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)
Baik terima kasih, nah artinya kami juga ingin menyampaikan bahwa tentu saja draft
yang kami terima juga ada dua dan juga itu juga yang terakhir kami juga tidak paham yang
mana, sehingga tentu saja tanggapan kami nanti agak apa, berkaitan dengan hal tersebut.
Namun perlu kami sampaikan bahwa Asosiasi Pengajar Hukum Adat Se-Indonesia ini, ini
sebenarnya keprihatinan terhadap kondisi yang ada sekarang yang berkaitan dengan mata
kuliah hukum adat dan juga keberadaan masyarakat hukum adat. Lalu pada tanggal 8 agustus
2017 maka dibentuklah ini. Jadi selama ini kami Pengajar Hukum Adat yang tersebar di seluruh
Indonesia tetapi kami tidak punya asosiasi dibandingkan dengan asosiasi-asosiasi lain. Nah
tentu saja keprihatinan kami dengan adanya asosiasi ini kami ingin mengangkat berkaitan
dengan masyarakat hukum adat atau sekarang yang juga sedang berkembang dengan istilah
masyarakat adat dan juga hukum adat itu sendiri. Nah dari pertemuan yang sudah kami
lakukan, baik itu di Sulawesi Utara maupun pertemuan apa, dengan Fakultas Hukum
Universitas Pancasila yang berkaitan dengan seminar, dengan tema memperkokoh eksistensi
masyarakat adat dan hak-haknya atas tanah dalam hukum nasional.
Jadi berangkat dari keprihatinan bahwa sebagaimana tadi sudah bapak ketua sampaikan
dua kali draft yang sudah dibuat dan juga diajukan oleh DPR sampai sekarang itu belum
berhasil.
Nah, tentu saja ini akan membawa keprihatinan bagi masyarakat adat yang ada.
Memang kalau kami lihat dari beberapa literatur dan juga apa yang kami ajarkan, maka
sebenarnya ada perkermbangan yang berkaitan dengan masyarakat, ada istilah, beberapa istilah
yaitu masyarakat adat, masyarakat hukum adat atau masyarakat tradisional.
Nah, mengapa muncul istilah yang macam-macam itu, maka kalau tadi pak ketua
katakan berangkat dari Pasal 18, maka kami juga ingin mempertanyakan bagaimana dengan
Pasal 28i Ayat (2) yang menyatakan tentang ada istilah hak masyarakat tradisional, jadi,
keprihatinan Itu muncul didalam diskusi-diskusi kami dan akhirnya ini yang akan menjadi
pemikiran dari apa, dari teman-teman. Sehingga kalau nanti didalam pembahasan yang sudah
kami bahas sebelumnya ada muncul istilah-istilah tersebut.
Dari hasil seminar itu, maka kami sebenarnya mencoba melihat bahwa kalau kita ada
rancangan undang-undang, maka istilah yang dipakai itu adalah masyarakat hukum adat,
kesatuan hukum masyarakat adat atau masyarakat adat.
Nah, dari nomenklatur yang kira-kira sudah dibicarakan, maka sebenarnya akhirnya
kami memutuskan untuk sebaiknya nomenklatur yang dipakai adalah Rancangan Undang-
Undang masyarakat adat.
Sebagaimana tadi Prof. Baiq katakan bahwa, ada perkembangan-perkembangan yang
terjadi dalam masyarakat yang berkaitan dengan istilah yang ada. Betul kalau kita lihat Pasal
18, istilahnya adalah masyarakat hukum adat, betul. Tetapi di dalam pasal 28 (i) kita menemui
ada di sana, disebut dengan hak masyarakat tradisional, lalu pertanyaannya adalah bagaimana
dengan masyarakat tradisional yang ada dan termuat di dalam pasal tersebut bisa masuk di
dalam atau menjadi perhatian dalam rancangan undang-undang ini.
Nah, di dalam itu yang pertama, yang kedua terkait dengan kalau ada Rancangan
Undang-Undang Masyarakat Adat tentu saja sebagaimana tadi sudah dikatakan bahwa
pengaturan tentang masyarakat adat, jadi, istilahnya macam-macam, nih. Ada istilah
masyarakat hukum adat, ada masyarakat adat, ada indigeneus people dan sebagainya,
persekutuan masyarakat adat, maka atau kesatuan masyarakat adat namun ini penting nanti
menjadi pemikiran kita. Di dalam pembahasan kami masyarakat adat adalah sekelompok orang
yang terdiri dari masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional. Apa yang dimaksud
dengan masyarakat hukum adat? kok hilang! Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang
yang bermukim di wilayah geografis tertentu yang memiliki perasaan kelompok in group
13 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
filling, pranata pemerintahan adat, harta kekayaan/benda adat dan perangkat norma hukum
adat.
Nah, ini sebenarnya, kalau kita lihat dari istilah ini sebenarnya yang dipakai di dalam
putusan Mahkamah Konstitusi. Lalu yang ke dua, terkait dengan masyarakat tradisional, kami
coba untuk menawarkan bahwa masyarakat tradisional adalah kelompok masyarakat yang
menjunjung tinggi leluhurnya dan memegang teguh adat istiadat.
Bekaitan dengan draft yang akan dibuat tadi yang kedua, putusan kami adalah
rancangan undang-undang masyarakat adat ini, atau istilah apapun yang nanti dipakai bersifat
unifikasi administrasi dan tetap memperhatikan pluralisme hukum, mengapa? Karena kalau
kita lihat di dalam masyarakat hukum adat, kita banyak sekali masyarakat hukum adat, lalu
hukum adatnya juga berbeda-beda, maka tentu saja bahwa pengaturan yang ada di sini lebih
bersifat unifikasi administrasi dan tetap memperhatikan pluralisme hukum, jadi, kita tidak
menentukan nanti pluralisme apa? Hukum, eh, apa? Hukum dari hukum adat mana? Yang
ketiga, terkait dengan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat atau apapun namanya
memuat konsep hukum adat, kemudian adat istiadat dan adat, namun tentu saja perlu dikaji
kembali, ini agar tidak ada kerancuan. Kami mencoba menawarkan bahwa ada beberapa istilah
yang terkait dengan hukum adat, kemudian adat istiadat dan kebiasaan atau istilah adat.
Hukum adat adalah aturan atau norma yang tertulis dan tidak tertulis yang hidup dalam
masyarakat hukum adat, mengatur dan mengikat dan yang dipertahankan serta mempunyai
sanksi.
Sementara adat istiadat adalah kebiasaan yang terintegrasi secara kuat di dalam
masyarakat tradisional, yang ketiga, kebiasaan atau dengan istilah adat adalah perbuatan yang
dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama.
Jadi, ini nanti penting dibicarakan karena tadi sebagaimana dikatakan kalau akan diatur
apa yang apakah dia hukum adat, apakah adat istiadat, atau adat juga termasuk di situ.
Yang keempat, tadi sudah dikatakan ada kriteria masyarakat hukum adat, ada
masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional, yang kelima, hak masyarakat adat itu
berupa identitas budaya dan hak tradisional. Jadi, kalau kita lihat bahwa sistem religi masuk
sebagai hak masyarakat tradisional.
Tadi prof. Sudah katakan bahwa ada istilah agama, tetapi dalam masyarakat-
masyarakat juga dikenal ada istilah kepercayaan.
Nah, di dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan bahkan ada yang disebut
dengan kelompok penghayat, mungkin apa akhir-akhir ini kita, apa mendengar putusan
Mahkamah Konstitusi dan ini menjadi pembahasan, oleh sebab itu tentu di dalam rancangan
undang-undang ini juga perlu dipikirkan bagaimana hak-hak atau sistem religi yang ada di
dalam masyarakat.
Yang keenam, inventarisasi dan verifikasi tidak perlu dibahas di dalam rancangan
undang-undang karena kami melihat bahwa banyak sekali pengaturan tentang itu, ada
inventarisasi dan verifikasi. Kita tahu bahwa sebenarnya masyarakat hukum adat, masyarakat
adat ini ada di dalam masyarakat dan berkembang hidup terus, nah, tentu saja dengan adanya
inventaris dan verifikasi yang terbatas. Terbatas dalam konteks adalah tetap mengakui
keberadaan mereka dan tidak perlu dibuktikan dengan perda karena kami juga mendengar ada
apa? Istilah yang ingin mendorong bahwa harus dengan Perda.
Yang ketujuh, pemberdayaan masyarakat adat dilakukan oleh masyarakat adat sendiri
dan pemerintah hanya sebagai pendamping atau fasilitator, karena apa, tadi kalau kita lihat
bahwa apa yang telah disampaikan Prof. Salah satu adalah Self determinism walaupun tidak
terlepas dari konsep NKRI dan kedaulatan negara. Ada beberapa hal yang ketika kita bicara
tentang saya mau masuk pada dua hal tersebut, inventaris verifikasi dan terkait dengan
pemberdayaan masyarakat maka sebenarnya.
14 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Bu, mohon maaf yang mana yang ditampilkan ini?
PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)
Ini, ini, yah, benar.
Jadi, Ada dua sebenarnya yang satu ini, ya, ini sebenarnya ini kemudian penjabarannya
ada lagi. Ya, ya, itu singkatannya. Ya, jadi, mohon maaf ini ada putusan dari rumusan hasil
tetapi kemudian kami jabarkan di dalam apa yang di dalam tayangan itu.
Baik, kami ulangi bahwa terkait dengan inventaris dan verifikasi tentu saja ini terkait
dengan proses pengakuan, jadi, kalau kita lihat ada masyarakat hukum adat, maka tentu saja
ada beberapa hal yang berkaitan dengan pengakuan, penghormatan dan pelestarian. Jadi,
mengapa? Karena kalau kita lihat dari perlindungan, maka ini sebenarnya adalah bagian dari
upaya untuk pelestarian.
Ada tiga hal :
1. Pengakuan, pengakuan adalah suatu proses atau cara atau perbuatan dari pemerintah
atau pemerintah daerah terhadap keberadaan masyarakat adat termasuk identitas
budaya dan hak-haknya, berupa tindakan politik dan tindakan hukum.
2. Penghormatan adalah hasil dari pengakuan yang berupa kesempatan dan perlindungnan
bagi masyarakat adat termasuk identitas budaya dan hak-haknya.
3. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan masyarakat adat
dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkannya.
Ada beberapa hal yang kami coba usulkan terkait dengan pengaturan masyarakat
hukum adat bertujuan:
1. Mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional beserta
identitas budaya dan hak-haknya.
2. Menghormati masyarakat adat untuk meningkatkan martabat sebagai subjek hukum.
3. Melestarikan hukum adat, adat istiadat dan adatnya dengan perlindungan
pengembangan dan pemanfaatan.
4. Memperkuat kepribadian masyarakat adat.
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.
6. Mempromosikan keberadaan masyarakat adat beserta identitas kearifan lokal ditingkat
nasional dan internasional.
Dalam konteks pengakuan masyarakat adat, sebenarnya ada dua tadi yang terkait yaitu
identitas budaya dan hak-hak tradisional. Yang dimaksud dengan identitas budaya adalah suatu
karakter khusus yang melekat pada suatu kebudayaan sehingga dapat dibedakan antara satu
kebudayaan dengan kebudayaan lain. Hak tradisional adalah hak masyarakat tradisional yang
berupa harta benda materiil dan imateriil.
Yang kedua, terkait dengan hak tradisional, ini dapat berupa hak ulayat atau nama lain
karena beberapa daerah menggunakan istilah lain dan juga hak perseorangan. Hak ulayat atau
disebut dengan nama lain adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat
dan atas suatu wilayah tertentu yang Merupakan lingkungan hidup bagi warganyam, meliputi
hak untuk memanfaatkan tanah, hutan dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Hak perseorangan adalah suatu hak yang diberikan oleh masyarakat hukum adat
kepada anggota masyarakat adat atau orang luar termasuk berupa tanah. Jadi, kalau kita lihat
beberapa hal tentu saja tadi, ini akan menjadi perhatian kita azas-azas apa saja yang kemudian
15 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
menjadi catatan dan penting, tentu kami menambahkan apa yang tadi sudah Prof. Katakan yang
azas-azasnya.
Ada beberapa hal yang sudah disebutkan Prof. tadi tapi kemudian ada yang keempat
terkait dengan kenusantaraan, keadilan, kekeluargaan tadi sudah disebutkan selaras, seimbang,
serasi, berkelanjutan dan non diskriminasi. Yang poin penting terkait diskriminasi karena
catatan kami banyak sekali diskriminasi yang terjadi terhadap masyarakat adat tersebut.
Ada beberapa prinsip yang juga perlu dicermati selain apa yang sudah disampaikan.
Yang pertama, adalah kesetaraan gender kemudian partisipasi, transpanrasi,
kemandirian dan persetujuan. Saya mau menggarisi bawahi soal persetujuan yang berkaitan
dengan sebenarnya, kalau kita lihat di dalam hukum kedokteran ada yang disebut dengan
inform consent yang melihat bahwa tentu ada persetujuan dari masyarakat. Nah, kalau kita lihat
dari beberapa kasus maka persetujuan atau nota kesepahaman yang bisa disebutkan di sana, ini
menjadi sangat penting karena sering kali masyarakat adat tidak pernah diajak bicara soal ini.
Oleh sebab itu kami masukkan di dalam prinsip.
Nah, terkait dengan lembaga-lembaga adat yang tadi pada prinsipnya sudah ada dan
tentu kalau itu perlu dipertahankan maka ada baiknya itu dipertahankan.
Yang menjadi sangat penting juga adalah terkait dengan penyelesaian sengketa. Kalau
kita lihat dari penyelesaian sengketa maka ada yang disebut dengan peradilan adat, kalau kita
lihat peradilan adat tentu saja yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa di dalam
masyarakat adat termasuk dibidang petanahan, karena apa? Karena sering kali didalam
pertanahan ini masyarakat adat tidak diikut sertakan.
Peradilan adat adalah peradilan perdamaian dilingkungan masyarakat adat yang
berfungsi memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa-sengketa menurut hukum adat,
namun ada catatan adalah dengan memperhatikan hak asasi manusia. karena apa, seringkali
kita mellihat bahwa atas dasar apa, nilai-nilai tertentu maka masyarakat adat ini tidak dibiarkan
untuk menyelesaikan sengketanya sendiri.
Lalu kemudian dengan memperhatikan hak asasi manusia, bahwa seringkali kemudian
menafikkan terkait dengan hak asasi manusia, jadi, pendekatannya hak asasi manusia termasuk
juga didalamnya adalah berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan terhadap laki dan
perempuan, ini menjadi sangat penting.
Nah, beberapa catatan yang terkait dengan hal tersebut, tadi ada istilah hak ulayat atau
istilah lain, maka ini juga akan menjadi sangat penting ketika kita membahas tentang apakah
di dalam undang-undang yang nantinya juga dibicarakan itu dibidang lain tentunya yaitu
berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang pertanahan. Nah, lalu di dalam undang-undang
pertanahan ini akan bicara tentang hak ulayat juga, nah, ini jadi penting menjadi perhatian kita
dan juga kalaupun nanti di dalam peradilan pertanahan akan diperlukan, dibuat maka ini dibuat
secara ad hoc.
Demikin pemikiran yang kami sampaikan, terkait dengan apa yang sudah dibahas di
dalam apa, apa, Indonesia, semoga ini bisa menambah pemahaman kita, bahwa betapa
pentingnya rancangan undang-undang ini, Karena kita juga berangkat bahwa dua kali usulan
ini tidak berlangsung, namun kalau kita lihat perkembangan di daerah bahwa masing-masing
daerah sekarang banyak sekali yang sudah bermuculan dengan adanya peraturan daerah yang
berkaitan dengan perlindungan masyarakat adat, perlindungan masyarakat hukum adat.
Namun kalau berangkat dari Pasal 18, maka ini penting sekali payung yang ada, yaitu
payung undang-undang berkaitan sehingga apa yang muncul di dalam masyarakat adat itu
perda-perda yang berkaitan dengan masyarakat adat itu bisa memayungi. Mungkin itu beberapa
hal yang saya ingin sampaikan. Mungkin ada teman-teman yang ingin menyampaikan!
16 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018
SELASA, 23 JANUARI 2018
PEMBICARA: NARASUMBER (APHA)
Saya hanya ingin menekankan saja kembali bahwa, apa yang kami usulkan itu
sebetulnya kami mengikuti akan perkembangan globalisasi, di mana hukum adat itu memang
berubah.
Oleh sebab itu kami juga seperti apa yang dikatakan oleh Prof. Baghir Manan tadi, dia
selalu berubah-ubah karena dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran dan keadaan
masyarakat sekarang, ya, sekarang ini, jadi, disini ada mengenai tadi beliau sudah katakan Dr.
Kunti, mengatakan tentang di dalam hukum adat itu kan enggak ada mengenai gender, ya, itu
kita masukkan, jadi, kita menunjukkan bahwa kita juga mengikuti perkembangan.
Lalu ada juga hal-hal yang lain yang diajukan tadi, tapi saya menekankan mengenai
itu bahwa kami juga dari APHA itu menekankan juga dan memahami bahwa hukum adat itu
memang berubah-ubah, sehingga dari tidak ada di dalam hukum adat itu mengakui akan gender
ya. tapi disana kita usulkan untuk dimasukkan kita mengakui adanya hal itu.
Terima kasih.
PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)
Terima kasih Prof. Demikian kami kembalikan kepada, oh, kami kembalikan kepada
Ketua Komite. Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, terima kasih.
Yang terakhir tadi dikomentari Bu Jane soal gender ya? Kalau bicara adat bolehlah.
Kemudian kita kaitkan Antropologi dan Sosiologi kita masyarakat kita, Minang itu
adalah martiarscat, Jawa itu adalah partiarscat, patrilineal, matrilineal, kerajaan-kerajaan kita
itu matrilineal, eh, patrilineal kecuali Minangkabau barangkali, jadi, tasis hukum tradisinya
seperti itu.
Prof. Kalau ini, ya, memang artinya agak berbeda, kalau kemudian gender ini kemudian
dijadikan, ingat kemudian perkara yang diajukan Bu Iin, perkara daerah Istimewa Yogyakarta.
Hanya kata isteri itu yang diserang.
Di dalam pasal Undang-Undang 13, 2012 yang daerah Yogyakarta, 18 (1c), calon
gubernur adalah Sultan yang sedang bertahta, calon wakil gubernur adalah yang bertahta