Top Banner
III. PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP Ikan tuna kaleng merupakan ikan tuna (Thunnus albacares, Katsuwonus pelamis) yang dikemas dengan medium air dan garam, atau air/garam dan tepung sayuran dan/atau menggunakan minyak nabati terbuat dari ikan tuna dengan species tertentu yaitu Thunnus albacares, Katsuwonus pelanis yang ditangkap di perairan Indonesia area FAO 71 ( WPP, 715, WPP 716, WPP 717) dengan metode hand line, pole and line, dan purse seine. Produk ikan kaleng PT. Sinar Pure Foods International dapat dikonsumsi dalam waktu tiga tahun untuk produk yang menggunakan medium air, brine (air dan garam), brine dan tepung sayur. Sedangkan untuk produk yang menggunakan minyak nabati produk dapat dikonsumsi dalam jangka waktu lima tahun dengan kondisi penyimpanan pada suhu ruang dan pada kondisi normal. Ikan kaleng tuna masuk dalam kategori produk berasam rendah dengan pH berkisar pada 5,8-6,2 dengan aw ¿0,85 dan kadar garam yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (PT. Sinar Pure Foods International, 2010). Hazard Analysis of Critical Control Point atau HACCP menurut Codex Alimentarius Commission adalah suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan secara sistematis mengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP merupakan alat untuk menilai bahaya-bahaya dan menerapkan sistem pengendaliannya yang berfokus pada tindakan pencegahan. Sistem HACCP ini dikembangkan atas dasar identifikasi titik pengendalian kritis (critical control point) dalam tahap pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan risiko bahaya (Wiryanti dan Witjaksono, 2001). Penerapan HACCP harus didukung oleh penerapan GMP dan SSOP. Sistem HACCP yang diterapkan pada industri, salah satunya mengacu pada pedoman Codex Alimentarius Comission dalam “Guidelines for Application of The Hazard Analysis Critical Control Point Systemyang terdiri dari 12 tahap dan 7 prinsip (Gambar 1).
21

PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

Mar 04, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

III. PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

Ikan tuna kaleng merupakan ikan tuna (Thunnus albacares,Katsuwonus pelamis) yang dikemas dengan medium air dan garam,atau air/garam dan tepung sayuran dan/atau menggunakanminyak nabati terbuat dari ikan tuna dengan speciestertentu yaitu Thunnus albacares, Katsuwonus pelanis yangditangkap di perairan Indonesia area FAO 71 ( WPP, 715,WPP 716, WPP 717) dengan metode hand line, pole and line, danpurse seine. Produk ikan kaleng PT. Sinar Pure FoodsInternational dapat dikonsumsi dalam waktu tiga tahununtuk produk yang menggunakan medium air, brine (air dangaram), brine dan tepung sayur. Sedangkan untuk produkyang menggunakan minyak nabati produk dapat dikonsumsidalam jangka waktu lima tahun dengan kondisi penyimpananpada suhu ruang dan pada kondisi normal. Ikan kaleng tunamasuk dalam kategori produk berasam rendah dengan pHberkisar pada 5,8-6,2 dengan aw ¿0,85 dan kadar garamyang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (PT. Sinar PureFoods International, 2010).

Hazard Analysis of Critical Control Point atau HACCP menurutCodex Alimentarius Commission adalah suatu sistem yangmemiliki landasan ilmiah dan secara sistematismengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu sertacara-cara pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.HACCP merupakan alat untuk menilai bahaya-bahaya danmenerapkan sistem pengendaliannya yang berfokus padatindakan pencegahan. Sistem HACCP ini dikembangkan atasdasar identifikasi titik pengendalian kritis (critical controlpoint) dalam tahap pengolahan dimana kegagalan dapatmenyebabkan risiko bahaya (Wiryanti dan Witjaksono,2001). Penerapan HACCP harus didukung oleh penerapan GMPdan SSOP. Sistem HACCP yang diterapkan pada industri,salah satunya mengacu pada pedoman Codex Alimentarius Comissiondalam “Guidelines for Application of The Hazard Analysis Critical ControlPoint System” yang terdiri dari 12 tahap dan 7 prinsip(Gambar 1).

Page 2: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

Tahap 1

Tahap II

Tahap III

Tahap IV

Tahap V

Tujuh prinsip HACCP

Tahap VI (Prinsip 1)

Tahap VII (Prinsip 2)

Tahap VIII (Prinsip 3)

Tahap IX (Prinsip 4)

Tahap X (Prinsip 5)

Menyusun Tim HACCP

Mendeskripsikan produk

Identifikasi konsumen

Menyusun diagram alir proses produksi

Verifikasi diagram alir

Identifikasi CCP

Analisis bahaya dan preventif

Menetapkan critical limit untuk setiap CCP

Menetapkan sistem pemantauan untuk CCP

Menetapkan tindakan koreksi

Menetapkan prosedur verifikasi

Menetapkan prosedur pencatatan

Page 3: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

Tahap XI (Prinsip 6)

Tahap XII (Prinsip 7)

Gambar 1. Peta alir tahap aplikasi HACCP (Codex AlimentariusComission, 2004)

Page 4: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

Pada PT. Sinar Pure Foods International memilikiempat bagian yang menjadi titik CCP, yaitu pada tahapreceiving, metal detector, double seaming, dan retorting. Masing-masing CCP memiliki batas kritis atau critical limit. Keempattitik ini merupakan titik dimana bahaya mungkin terjadidari semua proses produksi. Dengan pengawasan pada titikini dapat meminimalisasi kontaminasi bahaya. Bahayadisini dapat disebabkan oleh zat kimia, kontaminasimikrobiologi, atau zat asing. Selain itu berfungsimengetahui penyebab dan memperbaiki cara produksi makananjika produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standard.Pengawasan mutu yang dilakukan terhadap produkmenggunakan parameter fisik, kimia, dan mikrobiologi.

III.1 Proses Pengalengan Ikan Tuna PT. Sinar Pure

Foods International

III.1.1 Receiving

Penerimaan bahan baku merupakan tahap pertama dimana

barang yang diperoleh dari supplier diterima sesuai dengan

jadwal yang ditetapkan oleh pihak yang bersangkutan..

Penanganan ikan segar merupakan salah satu faktor penentu

apakah produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang

baik atau tidak. Hal ini dikarenakan ikan termasuk dalam

bahan makanan yang mudah rusak.

Bahan baku yang digunakan adalah ikan tuna fresh dan

ikan tuna yang sudah dibekukan dengan jenis Yellow Fin Tuna

dan Skip Jack Tuna. Bahan baku ini didapat oleh PT. Sinar

Pure Foods dari supplier-supplier yang sudah bekerja sama

dengan perusahaan dan juga dari nelayan. Sebelum bahan

baku diproses, quality assurance akan melakukan pemeriksaan

kualitas dari bahan baku tersebut. PT. Sinar Pure Foods

International memiliki standart kualitas untuk ikan yang

Page 5: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

akan digunakan untuk produknya. Ikan dengan kualitas yang

tidak memenuhi standard maka akan di reject.

Pemeriksaan pertama pada ikan yang baru datang dari

kapal adalah pemeriksaan organoleptik untuk mengetahui

mutunya. Pemeriksaan organoleptik meliputi pemeriksaan

mata, tekstur, insang, bau, dan kulit. Ciri-ciri ikan

segar dan ikan yang mulai membusuk dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Ciri-Ciri Ikan Segar dan Ikan yang Mulai

Membusuk

Ikan Segar Ikan Mulai BusukKulit

- Warna kulit terang dan

jernih

- Tidak mudah sobek

- Warna yang khusus masih

terlihat jelas

- Kulit bewarna suram,

pucat, dan berlendir

banyak

- Kulit mulai terlihat

mengendur

- Kulit mudah sobek dan

warna khusus sudah hilangSisik

- Menempel kuat pada tubuh

sehingga sulit dilepas

- Sisik mudah terlepas dari

tubuhMata

- Tampak terang, jernih,

menonjol dan cembung

- Tampak suram, tenggelam,

dan berkerutInsang

- Insang bewarna merah

-

- Insang bewarna cokelat

Page 6: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

sampai merah tua, terang

dan lamella insang

terpisah

- Insang tertutup oleh

lendir bewarna terang dan

berbau segar seperti bau

ikan

suram atau abu-abu dan

lamella insang

berdempetan

- Lendir insang keruh dan

berbau asam, menusuk

hidung

Daging

- Kenyal, menandakan rigor

mortis masih berlangsung

- Daging dan bagian tubuh

lain berbau segar

- Bila daging ditekan oleh

jari tidak tampak bekas

lekukan

- Daging melekat pada

tulang

- Daging perut utuh dan

kenyal

- Warna daging putih

- Daging lunak, menandakan

rigormortis telah selesai

- Berbau busuk

- Bila ditekan oleh jari

tampak bekas lekukan

- Daging mudah lepas dari

tulang

- Daging lembek dan isi

perut sering keluar

- Daging bewarna kuning

kemerah-merahan terutama

sekitar tulang punggungBila ditaruh di dalam air

- Ikan segar akan tenggelam - Ikan akan mengapung di

permukaan air(Sumber : Adawyah, 2008)

Selain itu, juga dilakukan pengujian BBT (Back Bone

Temperature) dan uji Histamin. Pengujian BBT dilakukan di

kapal atau di dermaga, sedangkan uji Histamin dilakukan

Page 7: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

di laboratorium oleh analis di bagian quality assurance.

Pengujian BBT menggunakan thermometer dan bagian yang

diukur adalah tulang belakang, Pengukuran suhu dilakukan

di tulang belakang karena tulang belakang merupakan

bagian yang paling dalam dari ikan. Standard suhu pada

ikan yang akan diambil adalah 2-5oC dan kadar histamin

sebesar ≤30 PPM. Jika ikan yang datang memiliki kadar

histamin melebihi standard tetapi BBT nya masih memenuhi

standard, maka ikan akan tetap diterima dan ikan tersebut

akan segera diberi perlakuan pendinginan atau chilling.

Ukuran ikan yang diterima oleh PT. Sinar Pure Foods

International adalah 300 gram- 10 kg dan up.

Selanjutnya ikan dibawa ke area receiving. Ikan di

loading dari supplier ke area receiving dengan basket yang

terbuat dari stainless steel. Penggunaan bahan stainless steel

adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi ikan oleh

bahan dari basket. Di area receiving, ikan disortir kembali

dan di grading berdasarkan ukurannya. Jika didapatkan ikan

yang tidak memenuhi standard maka ikan tersebut akan

dikembalikan ke supplier atau dijadikan sebagai bahan fish

meal. Setiap ikan yang masuk diberi nomor batch atau

diberi label. Pemberian label ini bertujuan sebagai

sarana informasi yang berguna untuk membantu sistem First

in First Out (FIFO) dalam gudang penyimpanan. Mekanisme

kerja sistem ini yaitu dengan mengeluarkan terlebih

dahulu produk yang pertama kali datang yang dapat dilihat

dari label yang tertulis di luar kemasan. Setiap batch

dipisahkan untuk proses produksinya.

Page 8: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

III.1.2 Storage

III.1.3 Pre-cooking

Selama menunggu untuk masuk ke proses selanjutnya,

ikan akan diberi perlakuan pendingingan atau chilling. Hal

ini bertujuan untuk menjaga suhu ikan tetap rendah.

Kenaikan suhu pada ikan akan menyebabkan peningkatan

mikroorganisme serta kandungan histamin. Proses chilling

maksimal 1x24 jam. Jika ikan tersebut akan digunakan

untuk proses produksi, maka ikan tersebut akan memasuki

tahapan butchering. Butchering merupakan pembersihan isi

perut serta insang. Ikan yang telah di butchering kemudian

dicuci dan disusun pada tray. Pencucian ini bertujuan

untuk membersihkan ikan dari darah dan kotoran yang

menempel dalam perut ikan. Proses penyusunan ikan di

dalam tray disebut pilling. Tray yang digunakan selalu

dibersihkan dan dicuci sebelum dan setelah pemakaian.

Pencucian menggunakan sabun dan klorin. Pencucian ini

bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada

bahan baku berikutnya. Pilling dilakukan berdasarkan ukuran.

Berikut standard pilling per tray menurut ukuran ikan yang

digunakan oleh PT. Sinar Pure Foods International :

Tabel 2. Standard Pilling per Tray Menurut Ukuran Ikan

Ukuran Susunan Ikan Setiap Tray

(Ekor)300 gr 8-8-8-8500 gr 7-7-7-7

Page 9: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

1,0 kg 6-5-61,5 kg 5-5-51,8 kg 4-3-42,5 kg 4-43,5 kg 3-27,0 kg 2-210 UP Tergantung potongan

(Sumber : PT. Sinar Pure Foods Intenational, 2014)

Tujuan pilling menurut ukuran ikan adalah untuk

menentukan lama waktu yang diperlukan untuk pre-cooking.

Holding time dari pilling ke pre-cooking maksimal 1 jam. Waktu

pemasakan untuk ikan segar dan ikan beku serta untuk

setiap ukuran berbeda. Berikut waktu pre-cooking menurut

ukuran ikan:

Tabel 3. Pre-Cooking Schedule (Ikan Segar)

Fish Size

(kg)

C.U.T Cooking Time Holding Time

AA (0,3-

0,499)

10 10 5

A (0,5-

0,999)

10 15 5

B1 (1,0-

1,49)

10 25 5

B2 (1,5-

1,79)

10 35 5

Page 10: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

C1 (1,8-

2,49)

10 40 5

C2 (2,5-

3,49)

10 45 5

D1 (3,5-

6,99)

10 55 5

D2 (7,0-

9,99)

10 60 15

E (> 10) 10 90 30(Sumber : PT. Sinar Pure Foods Intenational, 2014)

Tabel 4. Pre-Cooking Schedule (Ikan Beku)

Fish Size

(kg)

C.U.T Cooking Time Holding Time

AA (0,3-

0,499)

10 15 5

A (0,5-

0,999)

10 20 5

B1 (1,0-

1,49)

10 30 5

B2 (1,5-

1,79)

10 40 5

C1 (1,8-

2,49)

10 45 5

C2 (2,5-

3,49)

10 50 5

D1 (3,5-

6,99)

10 60 5

D2 (7,0- 10 65 15

Page 11: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

9,99)E (> 10) 10 95 30

(Sumber : PT. Sinar Pure Foods Intenational, 2014)

Waktu pre-cooking atau pemasakan ikan beku lebih lama

daripada ikan segar. Hal ini dikarenakan ikan beku

memiliki tekstur yang lebih keras. Selama pre-cooking

dilakukan pengawasan terhadap suhu dan tekanan. Dan juga

dilakukan pemeriksaan suhu akhir ikan setelah pre-cooking,

yaitu sebesar 60-65o C. Setelah penggunaan, chamber pada

pre-cooker juga dibersihkan.

Tetapi, jika ikan yang datang tidak langsung

diproduksi, maka ikan tersebut setelah proses sortasi di

area receiving akan dibekukan. Selama menunggu untuk

dibekukan, BBT dari ikan dimaintain pada suhu 0o C dengan

ice-chilling. Proses pembekuan pada PT. Sinar Pure Foods

International menggunakan dua metode yaitu brine freezing dan

blast freezing. Brine freezing yaitu pembekuan dengan menggunakan

garam. Konsentrasi garam yang digunakan pada brine freezing

yaitu 18-22%. Proses brine freezing memakan waktu selama 7

jam dan target suhu pada ikan beku yang dihasilkan adalah

-18oC atau 64,4o F. Sedangkan blast freezing merupakan metode

pembekuan dengan menggunakan ammonia yang didinginkan.

Proses pembekuan dengan blast freezing adalah 10 jam dengan

target suhu pada ikan beku yang dihasilkan adalah -16oC

atau 60,8o F. Kemudian, ikan yang telah dibekukan akan

disimpan di dalam cold storage. Suhu penyimpanan di cold

Page 12: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

storage adalah -18oC dan waktu penyimpanan maksimal adalah

6 bulan.

Sebelum diolah, ikan tuna yang sudah dibekukan akan di

thawing terlebih dahulu. Pencairan/Thawing adalah Proses

mencairnya bahan-bahan yang dibekukan. Proses  ini

bertujuan untuk reabsorpsi cairan oleh dinding sel,

mengurangi kerusakan tekstur, dan mengurangi dripping. Cara

yang digunakan untuk thawing adalah dengan dialiri air

pada bak besar. Ada 10 bak besar untuk proses thawing,

tetapi 10 bak ini hanya digunakan untuk ikan dengan

ukuran ≥500gram, sedangkan untuk ikan dengan ukuran 300gram, proses thawing dilakukan di basket dengan ukuran yang

lebih kecil. Hal ini dilakukan agar ikan tidak hancur.

Thawing dilakukan selama 1 jam dan suhu pada ikan sebesar

-3oC.

Suhu ikan sebelum proses pre-cooking sebesar 8oC.

Idealnya suhu ikan sebeleum pre-cooking adalah ≤7o C dan

suhu maksimal nya adalah 10o C. Jika suhu ikan lebih

tinggi dari ini maka akan meningkatkan kadar histamin.

Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme yang

dapat memecah protein sehingga kandungan histamin

meningkat. Jika suhu ikan sebelum pre-cooking tinggi, maka

diturunkan dengan cara di chilling. Pemasakan akan

mendahulukan ikan dengan suhu yang tinggi.

Setelah pre-cooking, ikan akan didinginkan dengan

proses mist spray. Mist spray merupakan proses dimana ikan

diberi uap air yang keluar melalui nozzle. Waktu yang

dibutuhkan untuk mist spray pada bahan baku ikan fresh

Page 13: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

adalah 1 menit, sedangkan bahan baku ikan beku adalah 2

menit. Setelah mist spray, ikan akan masuk ke proses loining

dan skinning. Holding time dari mist spray ke loining dan skinning

adalah 4 jam.

Pada umumnya untuk mencegah adanya bahaya yang dapat

ditimbulkan maka dilakukan pemeriksaan secara

organoleptik, fisik, serta suhu. Hal ini berkaitan dengan

bahaya yang dapat ditimbulkan pada bagian ini. Bahaya-

bahaya yang dapat ditimbulkan pada bagian receiving adalah

pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri seperti

Escherichia coli, Staphlycoccus aureus, dan Lysteria monocytogenes,

peningkatan kadar histamin, kandungan logam pada bahan

baku, kontaminasi bahan bakar (dari kapal supplier), dan

kontaminasi benda asing. Selain pemeriksaan serta

pengawasan untuk mencegah terjadinya bahaya yang dapat

timbul, dilakukan juga pemeriksaan serta pengawasan

terhadap berat dan jenis ikan yang sesuai dengan standard

dengan perusahaan sehingga mutu produk dapat terjaga.

Semua pekerja maupun supplier yang berada di ruang

receiving wajib menggunakan hair net dan sarung tangan bagi

yang yang kontak langsung dengan bahan baku makanan.

Sistem sanitasi pekerja seperti ini tepat dilakukan untuk

mencegah terjadinya kontaminasi silang (Soekarto, 1990).

Pembersihan lantai dilakukan setiap saat.

III.2 Pengawasan Mutu pada CCP II (Metal Detector)

Pada Critical Control Point kedua ini, quality assurance

melakukan pengawasan mutu terhadap kontaminasi metal pada

Page 14: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

ikan. Bahaya metal ini merupakan bahaya secara fisik.

Ikan dapat terkontaminasi oleh ikan dari proses

pengolahan sebelumnya. Cara melakukan pengawasan adalah

dengan memasukan nampan berisi ikan ke dalam alat yang

disebut metal detector. Metal detector ini melakukan pemeriksaan

terhadap Fe, Non-Fe, dan SS (Stainless steel).

Batas kandungan Fe adalah 2,5, Non-Fe 3,0, dan SS

4,8. Jika kandungan Fe, Non-Fe, dan SS di dalam nampan

yang berisi ikan melebihi batas, maka lampu pada alat

akan menunjukkan warna merah. Alat ini memiliki

sensitivitas yang cukup tinggi, sehingga jika kandungan

garam terlalu tinggi atau nampan terlalu berat, maka alat

ini akan menunjukkan warna merah. Hal yang harus

dilakukan adalah melakukan pengecekan ulang terhadap

nampan tersebut. Dilakukan pemeriksaan satu per satu.

Metal detector dilakukan kalibrasi secara berkala.

3.3 Pengawasan Mutu pada CCP III (Double Seaming)

Bahan baku untuk pembuatan kaleng yang digunakan

oleh PT. Sinar Pure Foods International adalah tinplate.

Tinplate merupakan karbon stell sheet yang dilapisi timah

murni yang berfungsi sebagai pelindung terhadap oksidasi

sehingga terhindar dari karat. Lapisan tersebut sangat

tipis sehingga goresan yang lemah dapat menghilangkannya.

Double Seam adalah proses penyambungan tutup dan body

kaleng dengan dua operasi roll (First roll dan Second roll). Double

Seam yang dihasilkan dalam proses penutupan kaleng harus

dapat melindungi/menjaga isi yang ada di dalamnya. Oleh

Page 15: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

karena itu seam harus tahan terhadap tekanan-tekanan baik

dari luar maupun dalam kaleng dan juga harus cukup kuat

untuk menahan kemungkinan adanya pengaruh selama

perjalanan, pengiriman, proses dan penyimpanan.

Double seam pada kaleng merupakan salah satu parameter

yang diamati dan dilakukan pengukuran untuk

mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan oleh PT.

Sinar Pure Foods International. Pengamatan dan

pemeriksaan yang teratur dan terus menerus sangat

diperlukan agar kaleng sebagai pembungkus dapat diterima

oleh konsumen dalam keadaan baik. Pemeriksaan Double Seam

ini sebagai salah satu pengontrolan kualitas dari produk

yang akan dihasilkan. Pemeriksaan Double Seam sangat

menentukan mutu kaleng tersebut, sebab perubahan-

perubahan kecil yang menyimpang dari menyimpang dari

ketentuan perkalengan segera dapat diketahui dan

diperbaiki bila perlu. Semakin banyak kaleng yang

diperiksa, semakin dapat terjamin mutu kaleng yang

dihasilkan.

Quality Control perusahaan PT. Sinar Pure Foods

menggunakan empat sampel dalam pemeriksaan untuk kaleng

berukuran 307 x 112 dan 307 x 108, sedangkan untuk kaleng

berukuran 603 x 408 digunakan satu sampel. Pengamatan dan

pemeriksaan dilakukan setiap 2 jam sekali dalam satu hari

selama proses produksi berjalan. Pada pengamatan dan

pemeriksaan yang pertama digunakan sampel berisi air.

Pengamatan dan pemeriksaan pada kaleng yang berisi produk

Page 16: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

dilakukan pada pengamatan dan pemeriksaan kedua dan

seterusnya.

Ada dua cara melakukan evaluasi double seam, yaitu tear

down dan double seam projector atau video seam monitor. PT. Sinar

Pure Foods International menggunakan metode tear down untuk

mengevaluasi double seam pada kaleng. Sebelum tear down,

dilakukan pengukuran double seam bagian luar (external

checking). External checking mengamati bentuk profile, scratch, rough

pada kaleng dan mengukur seam width, seam thickness, serta

counter sink. External checking dilakukan pada tiga tempat setiap

120o, mulai dari seberang side seam (gambar 1). Hal ini

untuk mempermudah penyimpulan dan menganalisa seam

tersebut. Hasil yang didapat, dicatat pada lembar kontrol

yang khusus dibuat untuk tujuan ini. Alat-alat pengukuran

yang digunakan adalah seam micrometer dan countersink gauge.

Seam micrometer digunakan untuk mengukur seam width dan seam

thickness (gambar 2). Countersink gauge digunakan untuk mengukur

counter sink.

Pengukuran selanjutnya adalah internal checking. Tujuan

dari internal checking adalah untuk mengetahui besar cover hook,

body hook, dan overlap. Data cover hook, body hook, end plate

thickness, dan seam width yang didapat, digunakan untuk

menghitung overlap. Overlap merupakan titik kritis dari

sistem double seam ini. Jika nilai overlap tidak sesuai

standart dapat mempengaruhi kualitas produk. Hal ini

dikarenakan nilai overlap menunjukkan nilai kerapatan

penutupan kaleng. Penentuan overlap merupakan cara untuk

menentukan baik atau buruknya proses penutupan kaleng.

Page 17: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

Nilai overlap yang rendah menunjukkan bahwa proses

penutupan kaleng tersebut buruk. Hal ini dapat

menyebabkan mudahnya udara luar masuk ke dalam kaleng dan

menurunkan kualitas produk secara kimiawi dan

bakteriologis. Penentuan nilai overlap menggunakan rumus

sebagai berikut :

OL=(BH+CH+EPT−SW )x100%

Keterangan :

OL = Overlap (%)

BH = Body Hook (Panjang lipatan badan kaleng) (mm)

CH = Cover Hook (Panjang lipatan tutup kaleng) (mm)

EPT = End Plate Thickness (Ketebalan tutup kaleng) (mm)

SW = Seam Width (Lebar sambungan kaleng) (mm)

Seperti halnya pada external checking maka internal checking

ini juga dilakukan pada tiga tempat yang sama dengan

pemotongan menurut garis tengah. Alat-alat yang digunakan

pada internal checking adalah can opener dan tank. Can opener

berfungsi untuk membuka kaleng (Gambar 3). PT. Sinar Pure

Foods International memiliki dua jenis penutup kaleng

pada kaleng dengan ukuran 307 x 112 dan 307 x 108, yaitu

EOE (Easy Open End) dan NL, sedangkan pada kaleng dengan

ukuran 603 x 408 hanya memiliki satu jenis penutup

kaleng, yaitu NL. Pada kaleng dengan penutup kaleng

berjenis EOE tidak memerlukan can opener. Can opener hanya

digunakan untuk membuka kaleng dengan jenis penutup

kaleng NL. Langkah selanjutnya yaitu sisa potongan pada

Page 18: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

kaleng ditarik dengan tang hingga terlepas dari double seam

dan meninggalkan bekas seperti insert (Gambar 4). Lalu

potong double seam secara melintang dengan tang dan

lepaskan potongan cover yang melekat pada body hook dengan

memukul ke bawah secara hati-hati, jangan sampai merusak

body hook (Gambar 5).

Dari pengukuran cover hook ini dapat dilihat tingkat

kerapatannya. Tingkat kerapatan ini berupa gelombang atau

keriput dan menyatakan apakah lining compound cukup kuat,

kurang, atau terlalu rapat untuk menyekat kaleng agar

tidak bocor. Kerapatan lining compound harus merata pada

setiap bagian. Pengukuran tingkat kerapatan ini tidak

menggunakan alat pengukur. Pemeriksa harus orang yang

sudah ahli atau berpengalaman dalam bidang ini. Tingkat

kerapatan ini dinyatakan dalam persen (%) (Gambar 6).

Pemeriksaan ukuran terhadap kaleng adalah pada

bagian-bagian seperti tertera pada gambar di bawah ini.

Seberapa jauh bagian-bagian itu memenuhi ketentuan

ukuran-ukuran yang disyaratkan, sejauh itu pula mutu

kaleng itu dapat dijamin. Masing-masing bagian yang

diamati dan diukur memiliki standartnya masing-masing

(lampiran 1). Pemeriksaan terhadap ukuran-ukuran kaleng

yang sebenarnya berfungsi untuk memperkirakan keadaan

Page 19: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

seam itu sendiri. Di samping pengukuran tersebut,

pemeriksaan secara visualitas harus dilakukan secara

terus menerus dan teratur.

Selama produksi perlu dilakukan pengamatan secara

ketat dan tertaur terhadap hasil double seam. Seam yang

baik hanya dapat dijamin bila tingkat kerapatan, juncture,

dan oberlap berada dalam batas-batas standard. Perubahan-

perubahan yang menyimpang dari ukuran-ukuran standard

menunjukkan adanya kelainan pada perlengkapan dari mesin

produksi yang harus segera diatasi. Kelalaian akan hal

ini dapat mengakibatkan kerusakan besar yang akan

menghentikan produksi itu sendiri.

Pengamatan double seam dapat dilakukan oleh operator

mesin seaming atau orang yang sudah terlatih untuk melihat

penyimpangan-penyimpangan dengan segera. Pengamatan akan

lebih teliti hasilnya bila dilakukan secara serentak

antara melihat maupun meraba. Dengan meraba sekeliling

seam bagian dalam dan luar dapat terasa penyimpangan pada

seam tersebut.

Kesalahan yang dapat terjadi pada kaleng selain

goresan dan penyok adalah

1. Jump Over

Kesalahan ini dikarenakan seam yang dekat dengan

sambungan kaleng berkurang tingkat kerapatannya sebagai

akibat melompatnya seaming roll ketika melewati sambungan

kaleng (side seam). Bagian ini merupakan titik kritis yang

memerlukan lebih banyak pengamatan karena merupakan

sumber kebocoran yang paling besar.

Page 20: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

2. Body-Wall Impression

Tekanan roll selama proses seaming meninggalkan bekas

seperti alur yang dapat dilihat pada body kaleng bagian

dalam. Alur ini disebut Pressure Ridge. Bekas ini selalau

ada dan wajar selama tidak terlalu dalam. Jika terdapat

alur lain selain pressure ridge, disebabkan oleh seaming chuck

atau roll yang rusak.

3. Juncture

Seringkali terjadi bagian tutup kurang masuk dalam

seam sehingga terlihat dari luar seam tersebut. Hal ini

diakibatkan karena adanya End Juncture. Gejala gelombang

tersebut pada sambungan side seam disebut dengan istilah

Droping (Gambar 7). Kejadian ini dalam bentuk ketik disebut

V-ing karena gejalanya berupa huruf V. Jika terjadi gejala

ini, maka harus segera diadakan pembetulan. Hal ini

dikarenakan gejala tersebut menunjukkan berkurangnya

overlap yang dapat mengakibatkan kebocoran.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada seam biasanya

menunjukkan adanya kesalahan ada perlengkapan seaming, baik

itu mesinnya atau alat-alatnya. Oleh karena itu perbaikan

perlu dilakukan secepatnya untuk menghindari kerusakan

yang lebih parah.

Cara kerja seaming yaitu ketika body kaleng dan tutup

masuk di antara chuck dan lifter, body kaleng terpegang

dengan naiknya lifter, sementara itu roll mulai bergerak maju.

Roll pertama menekan sambil berputar yang mengakibatkan

Page 21: PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA DENGAN PRINSIP HACCP

tutup terlipat menjepit flange dari body. Segera setelah

itu roll kedua bergerak maju, menekan dan membentuk seam.

Dengan demilian sealing compound tertekan sehingga mengisi

rongga-rongga di dalamnya menjadikan seam tersebut rapat.

Lifter turun bersamaan dengan membukanya roll kedua dan

kaleng lepas dari seaming chuck karena didorong oleh “Knock

Out”.

3.4 Pengawasan Mutu pada CCP IV (Retort)