Top Banner
PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PT. PAN PUTRA SAMUDRA REMBANG, JAWA TENGAH PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN Oleh: USWATUN KHASANAH PROBOLINGGO – JAWA TIMUR
145

Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Apr 15, 2017

Download

Education

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PT. PAN

PUTRA SAMUDRA REMBANG, JAWA TENGAH

PRAKTEK KERJA LAPANGPROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

Oleh:

USWATUN KHASANAHPROBOLINGGO – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTANUNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA2015

Page 2: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah
Page 3: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PT. PAN

PUTRA SAMUDRA REMBANG, JAWA TENGAH

Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh GelarSarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh:

USWATUN KHASANAH

NIM. 141211131242

Mengetahui,Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan,Universitas Airlangga

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.

NIP. 19520517 197803 2 001

Menyetujui,Dosen Pembimbing,

Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.SiNIP. 19600912 198603 2 001

Page 4: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

PENERAPAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PT. PAN

PUTRA SAMUDRA REMBANG, JAWA TENGAH

Oleh :

USWATUN KHASANAHNIM. 141211131242

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan

sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan.

Telah diujikan pada

Tanggal 18 Juni 2015

KOMISI PENGUJI

Ketua : Dr. Gunanti Mahasri., Ir., M.Si

Anggota : Abdul Manan, S.Pi., M.Si

Eka Saputra, S.Pi., M.Si

Surabaya, 18 Juni 2015

Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga

Dekan,

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.NIP. 19520517 197803 2 001

Page 5: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

RINGKASAN

USWATUN KHASANAH. Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada Pengalengan Rajungan (Portunus pelagicus) di PT. Pan Putra Samudra Rembang, Jawa Tengah. Dosen Pembimbing Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.

Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan Indonesia. Rajungan umumnya diekspor dalam bentuk segar, beku ataupun kaleng. Terdapat banyak perusahaan ekportir hasil pengolahan rajungan di Indonesia yang harus bersaing dengan perusahaan pengolahan rajungan yang ada di luar negeri untuk mendapatkan konsumen. Salah satu upaya Indonesia untuk meningkatkan daya saing adalah melakukan pengawasan mutu dengan menerapkan manajemen mutu berdasarkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan pada tanggal 12 Januari-13 Februari 2015 di PT. Pan Putra Samudra Desa Sumurtawang, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Tujuan Praktek Kerja Lapang ini yaitu untuk mengetahui persyaratan dasar penerapan HACCP dan penerapan HACCP pada pengalengan rajungan. Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini yaitu metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengambilan data meliputi observasi, wawancara dan partisipasi aktif. PT. Pan Putra Samudra merupakan salah satu perusahaan eksportir rajungan kaleng yang telah menerapkan HACCP.

Sistem HACCP akan berjalan efektif dengan Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP). Pokok pembahasan penerapan GMP meliputi semua tahapan proses pengalengan rajungan yaitu penerimaan bahan baku, sortasi, pencampuran daging, pengalengan, seaming, pasteurisasi, pendinginan, pengepakan, penyimpanan dan distribusi. Sedangkan penerapan SSOP yang dibahas diantaranya keamanan air dan es, kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan pangan, pencegahan kontaminasi silang, fasilitas cuci tangan, sanitasi dan toilet, pelabelan dan penyimpanan bahan kimia, pengendalian hama, dan penanganan limbah.

Penerapan HACCP di PT. Pan Putra Samudra sudah dijalankan dengan baik berdasarkan 12 langkah penerapan HACCP yang meliputi pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi penggunaan, penyusunan diagram alir proses, pemeriksaan bagan alir proses, analisis bahaya, penetapan critical control point (CCP), penetapan batas kritis, penentuan prosedur monitoring, tindakan koreksi, tindakan verifikasi, dan penetapan dokumentasi dan pencatatan. Selain itu selalu dilakukan pengawasan pada setiap tahapan proses yang menjadi critical control point (CCP) yaitu tahap penerimaan bahan baku, metal detecting, seaming, pasteurisasi dan penyimpanan, sehingga dapat dikendalikan dengan cukup baik.

Page 6: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

SUMMARY

USWATUN KHASANAH. Application of HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) in Canned Swimming Crab (Portunus pelagicus) in PT. Pan Putra Samudra Rembang, Central Java. Academic Advisor Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.

Swimming crab is one of Indonesia’s fishery export commodities. The swimming crab is generally export infresh, frozen or canned. There are many exporter of swimming crab processing companies in Indonesia which should be compete with foreign swimming crab processing companies to get customers. One of Indonesia's efforts to increase the competitiveness is applying quality control and management based on Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) concepts.

The Field Practice Project was held on 12th January until 13th February 2015 at PT. Pan Putra Samudra, Sumurtawang Village, Kragan District, Rembang, Central Java. The purpose of this Field Practice Project was to get information about the basic requirements of HACCP application and HACCP application in canned swimming crab. The method which used is descriptive method by data collection including primary and secondary data. Data collection techniques include observation, interview and active participation. PT. Pan Putra Samudra is one of canned swimming crab exporter companies which have implemented the HACCP.

HACCP system can be implemented effectively if this system applied along with Good Manufacturing Practice (GMP) and Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP). The application of GMP include the whole process of canned swimming crab meat such as receiving raw materials, sorting, mixing, canning, seaming, pasteurization, cooling, packing, storage and distribution. While the application of SSOP were discussed, such as water and ice safety, cleanliness of surfaces in direct contact with food, prevention cross contaminations, hand washing facilities, sanitation and toilets, labeling and storage chemicals, pest controls and waste handling.

The application of HACCP in PT. PanPutra Samudra hasbeen applied well based on 12-stepsof HACCP application include the HACCP team formation, describe product, identify intended use, construct flowdiagram, on-site verification of flow diagram, identify hazard, establish critical control points (CCP), establishcritical limits, establish monitoring system, establish corrective actions, establish verification procedures, establish documentation and record keeping. In addition, always do monitoring of every step process which has critical control points (CCP) is receipt of raw materials, metal detecting, seaming, pasteurization and storage, so it can be controlled well enough.

Page 7: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan Pratek Kerja Lapang tentang

Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada Pengalengan

Rajungan (Portunus pelagicus) di PT. Pan Putra Samudra Rembang, Jawa Tengah

ini dapat terselesaikan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil Praktek Kerja

Lapang yang telah dilaksanakan di PT. Pan Putra Samudra, Desa Sumurtawang,

Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 12

Januari 2015 - 13 Februari 2015.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,

sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan

kesempurnaan laporan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga laporan

Praktek Kerja Lapang ini bermanfaat dan memberikan informasi bagi semua

pihak.

Surabaya, 18 Juni 2015

Penulis

Page 8: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA. Selaku Dekan Fakultas Perikanan

dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

2. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si selaku dosen pembimbing Praktek Kerja

Lapang yang dengan sabar dan perhatian untuk membimbing penulis.

3. Bapak Abdul Manan, S.Pi.,M.Si selaku dosen penguji.

4. Bapak Eka Saputra, S.Pi.,M.Si selaku dosen penguji.

5. Bapak Agustono, Ir., M.Kes selaku coordinator Praktek Kerja Lapang.

6. Kedua orang tua tercinta Bapak Mahmud dan Ibu Mutmainnah serta adik

tersayang NailinNi’mah yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan.

7. Bapak Daromi selaku Manager Produksi PT. Pan Putra Samudra Rembang,

Jawa Tengah.

8. Semua karyawan PT. Pan Putra Samudra Rembang, Jawa Tengah yang telah

membantu selama PKL terutama Bapak Asrofi, Bapak Harsono, Ibu Nur,

Bapak Mukhlis, Bapak Ahmadi, Bapak Bowo, Bapak Roni, Bapak Edi,

Bapak Agung, Bapak Sigit, Bapak Dariana, Bapak Syamsul, dll.

9. Widi, Ery, Erni, Aida, Nanik, Dovan, Sa’di, mbak Firda dan Fatim yang telah

memberikan motivasi, bantuan, semangat dan menghibur.

10. Teman-teman FPK 2012 khususnya minat studi TIHP.

11. Semua pihak yang telah membantu selama kegiatan PKL dan penyusunan

laporan PKL ini.

Page 9: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

DAFTAR ISI

RINGKASAN......................................................................................................vSUMMARY.........................................................................................................viKATA PENGANTAR.........................................................................................viiUCAPAN TERIMA KASIH................................................................................viiiDAFTAR ISI .......................................................................................................ixDAFTAR TABEL................................................................................................xiDAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiiDAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiiiI PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................11.2 Tujuan.........................................................................................................31.3 Manfaat.......................................................................................................3

II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................42.1 Rajungan (Portunus pelagicus)...................................................................4

2.1.1 Klasifikasi..........................................................................................42.1.2 Morfologi...........................................................................................42.1.3 Habitat................................................................................................5

2.2 Perkembangan Pengalengan Rajungan di Indonesia..................................62.3 Persyaratan Dasar Penerapan HACCP........................................................6

2.3.1 Good Manufacturing Practice (GMP)...............................................62.3.2 Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)...........................7

2.4 Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)...................8

III PELAKSANAAN ..........................................................................................143.1 Tempat dan Waktu......................................................................................143.2 Metode Kerja..............................................................................................143.3 Metode Pengumpulan Data.........................................................................14

3.2.1 Data Primer........................................................................................143.3.2 Data Sekunder....................................................................................16

IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................174.1 Keadaan Umum Perusahaan.......................................................................17

4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan..........................................................174.1.2 Lokasi dan Kondisi Geografi Perusahaan..........................................184.1.3 Struktur Organisasi............................................................................184.1.4 Visi dan Misi Perusahaan...................................................................194.1.5 Ketenagakerjaan.................................................................................19

4.2 Sarana dan Prasarana..................................................................................214.2.1 Sarana.................................................................................................21

A. Sarana Utama Produksi.................................................................21B. Sarana Pendukung Produksi..........................................................24C. Peralatan Penunjang Produksi.......................................................25

Page 10: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

4.2.2 Prasarana............................................................................................264.3 Tata Letak Perusahaan................................................................................26

4.3.1 Lokasi Perusahaan.............................................................................264.3.2 Skema Ruang Produksi......................................................................27

4.4 Proses Pengalengan Rajungan di PT. Pan Putra Samudra..........................284.5 Persyaratan Kelayakan Dasar dalam Penerapan HACCP di PT. Pan Putra

Samudra......................................................................................................294.5.1 Good Manufacturing Practices (GMP).............................................304.5.2 Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)...........................41

4.6 Penerapan HACCP pada Pengalengan Rajungan.......................................474.6.1 Pembentukan Tim HACCP................................................................484.6.2 Deskripsi Produk................................................................................494.6.3 Identifikasi Penggunaan.....................................................................514.6.4 Penyusunan Diagram Alir Proses......................................................524.6.5 Pemeriksaan Bagan Alir Proses.........................................................524.6.6 Analisis Bahaya.................................................................................544.6.7 Penetapan Critical Control Point (CCP)...........................................544.6.8 Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)..............................................574.6.9 Penentuan Prosedur Monitoring........................................................584.6.10 Tindakan Koreksi.............................................................................604.6.11 Tindakan Verifikasi.........................................................................614.6.12 Penetapan Dokumenasi dan Pencatatan...........................................62

V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................635.1 Kesimpulan.................................................................................................635.2 Saran...........................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................64

LAMPIRAN.........................................................................................................68

Page 11: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Penentuan Signifikansi Bahaya.......................................................... 104.1 Tim HACCP PT. Pan Pura Samudra................................................. 484.2 Deskripsi Produk................................................................................ 504.3 Penetapan CCP dengan Pohon Keputusan......................................... 544.4 Batas Kritis Tiap Critical Control Point (CCP)................................ 58

Page 12: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Rajungan........................................................................................... 52.2. Diagram Pohon Keputusan CCP....................................................... 114.1. Daging Rajungan Jumbo................................................................... 324.2. Daging Rajungan dalam Kaleng....................................................... 354.3. Daging Rajungan Claw Meat dalam Plastic cup.............................. 354.4. Diagram Alir Proses.......................................................................... 53

Page 13: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapang..................................................... 68

2. Layout Proses PT. Pan Putra Samudra............................................... 69

3. Struktur Organisasi PT. Pan Putra Samudra...................................... 70

4. Form Hasil Pengujian Mikrobiologi Bahan Baku............................. 71

5. Form Hasil Pengujian Cloramphenicol Bahan Baku......................... 72

6. Form Hasil Metal Detecting.............................................................. 73

7. Form Hasil Pengecekan Double Seam............................................... 74

8. Form Hasil Pengecekan Suhu Tank Pasteurisasi dan Pendinginan.. . 75

9. Form Hasil Pengecekan Suhu Ruang Pengepakan............................ 76

10. Form Hasil Pengecekan Suhu Cold Storage...................................... 77

11. Form Hasil Pengujian Sensori Produk Akhir.................................... 78

12. Form Hasil Pengujian Mikrobiologi Produk Akhir........................... 79

13. Form Hasil Pengujian Cloramphenicol Produk Akhir...................... 80

14. Analisis Bahaya Pengalengan Rajungan di PT. Pan Putra Samudra. 81

15. Sertifikat Kelayakan Pengolahan....................................................... 85

16. Sertifikat HACCP.............................................................................. 86

17. Sertifikat Air dan Es Proses............................................................... 87

Page 14: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era perdagangan bebas menyebabkan produk perikanan Indonesia

menghadapi berbagai tantangan untuk meningkatkan daya saing, baik dalam mutu

produk maupun efisiensi dalam produksi (Rahmawaty dkk., 2013). Ramadhani

(2006) menambahkan bahwa dalam menghadapi persaingan dan menjaga

kepercayaan konsumen pada suatu produk, perusahaan harus selalu menjaga mutu

produk yang dihasilkan karena hanya produk bermutu yang akan berhasil

mempertahankan posisi di pasar global. Oleh karena itu diperlukan suatu system

pengendalian mutu yang baik bagi manajemen perusahaan sebagai usaha untuk

menghasilkan produk yang lebih bermutu.

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu bahan baku yang

mempunyai asam amino sebanyak 15 asam amino yang terdiri dari sembilan asam

amino esensial dan enam asam amino non esensial. Jumlah total asam amino

esensial daging rajungan segar adalah 6940 mg/100 g, sedangkan asam amino non

esensial sebesar 6020 mg/100 g (Lingga, 2011). Rajungan (Portunus pelagicus)

merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan Indonesia (Agustina, dkk.,

2014). Ismiwarti (2005) menambahkan bahwa rajungan umumnya diekspor dalam

bentuk segar, beku ataupun kaleng. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan

Perikanan (2011) yang dikutip Rochima dan Hidayati (2012) ekspor rajungan

sejak Januari-Agustus 2011 mencapai US$ 208,4 juta.

Terdapat banyak perusahan eksportir di bidang pengolahan rajungan di

Indonesia diantaranya PT. Windika Utama, PT. Pan Putra Samudra, PT. Kelola

Page 15: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Mina Laut dan PT. Bumi Menara Internusa (Yusuf, 2007). Perusahaan eksportir

hasil pengolahan rajungan di Indonesia harus bersaing baik dengan perusahaan

yang ada di Indonesia maupun perusahan yang ada di luar negeri untuk

mendapatkan konsumen. Salah satu upaya Indonesia untuk meningkatkan daya

saing adalah melakukan pengawasan mutu dengan menerapkan manajemen mutu

berdasarkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang

disesuaikan dengan kondisi pengolahan di Indonesia (Nuryani, 2006).

Menurut Ramadhani (2013) HACCP merupakan sistem yang dirancang

untuk mencegah terjadinya masalah kualitas produk pangan baik yang disebabkan

oleh faktor biologis, kimia maupun fisik. HACCP mengutamakan kepada

tindakan pencegahan dan identifikasi bahaya namun tidak mengandalkan kepada

pengujian produk akhir (Koswara, 2009).

PT. Pan Putra Samudra merupakan salah satu perusahaan eksportir produk

rajungan dalam kaleng di Indonesia yang bersertifikat HACCP. Penerapan

HACCP di perusahaan belum didukung sepenuhnya oleh karyawan, dimana masih

ada sebagian karyawan yang belum disiplin dalam melaksanakan Good

Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure

(SSOP) yang merupakan persyaratan dasar penerapan HACCP.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan Praktek Kerja

Lapang untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dan mempelajari lebih luas

mengenai penerapan HACCP di lapangan. Sistem HACCP mampu memberi

jaminan kepada konsumen bahwa produk dalam keadaan aman, sehingga mampu

meningkatkan daya saing produk di pasaran (Ramadhani, 2013).

Page 16: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

1.2 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah :

1. Mengetahui Persyaratan Dasar penerapan HACCP di PT. Pan Putra Samudra

Rembang, Jawa Tengah.

2. Mengetahui penerapan HACCP pada pengalengan rajungan (Portunus

pelagicus) di PT. Pan Putra Samudra Rembang, Jawa Tengah.

1.3 Manfaat

Praktek kerja lapang ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan menambah wawasan mengenai penerapan HACCP pada proses

pengalengan rajungan serta memadukan teori yang diperoleh dengan kenyataan

yang ada di lapangan, sehingga dapat memahami dan mengatasi permasalahan

yang timbul di lapangan.

Page 17: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rajungan (Portunus pelagicus)

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi rajungan menurut Suwignyo dalam Mirzads (2009) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : ArthropodaKelas : CrustaceaOrdo : DecapodaFamili : PortunidaeGenus : PortunusSpecies : Portunus pelagicus

2.1.2 Morfologi

Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang

sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar kearah samping dengan permukaan

yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapas

terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang mata sebanyak 9, 6, 5, atau 4 dan

antara mata terdapat empat buah duri besar. Rajungan mempunyai lima pasang

kaki jalan, sepasang kaki jalan pertama berukuran lebih besar daripada kaki jalan

yang lain, disebut capit yang berfungsi untuk memegang dan memasukkan

makanan kedalam mulut. Sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi

alat renang. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang

(swimming crab) (Suwignyo, 1989 dalam Mirzads, 2009).

Rajungan memiliki perbedaan yang menyolok antara jantan dan betina.

Rajungan jantan mempunyai tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang

Page 18: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

daripada betina (Suwignyo, 1989 dalam Mirzads, 2009). Menurut Juwana (2000)

perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna biru dengan

bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar hijau kotor dengan bercak

putih kotor. Perbedaan morfologi rajungan jantan dan betina dapat dilihat pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Rajungan(a) Jantan(b)Betina

(Sumber; Svane and G. Hooper, 2004)

2.1.3 Habitat

Juwana (2000) mengatakan bahwa Portunus pelagicus hidup di daerah

pantai berpasir lumpur dan di perairan depan hutan mangrove. Portunus pelagicus

membenamkan diri di dalam pasir. Nybakken (1986) dalam Jafar (2011)

menambahkan bahwa rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke

perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah

mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria.

Page 19: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

2.2 Perkembangan Pengalengan Rajungan di Indonesia

Pengolahan rajungan di Indonesia secara umum dapat dibagi dalam dua

tahap yaitu proses pemasakan dan pemisahan daging dari cangkangnya yang

dilakukan di mini plant serta proses pengalengan yang dilakukan di processing

plant (Gunawan, 2000). Pengolahan rajungan skala mini plant terdiri dari

beberapa tahapan yaitu penerimaan rajungan mentah dari nelayan atau pedagang,

pencucian, perebusan, hingga pengupasan (Nugroho, 2012).

Proses pengalengan rajungan di processing plant menurut Akhmadi (2006)

meliputi penerimaan daging rajungan (receiving), pra-penyortiran, penyortiran,

pengecekan akhir (final checking), pencampuran (mixing), pemasukan dalam

kaleng, penimbangan, penutupan kaleng, pasteurisasi, pendinginan, pengepakan

dan penyimpanan dingin.

2.3 Persyaratan Dasar Penerapan HACCP

Persyaratan dasar bagi penerapan HACCP meliputi Good Manufacturing

Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) (Thaheer,

2005).

2.3.1 Good Manufacturing Practice (GMP)

Good Manufacturing Practice (GMP) adalah persyaratan dasar yang harus

dipenuhi oleh suatu perusahaan untuk menghasilkan pangan yang bermutu dan

aman secara konsisten. Persyaratan dalam GMP mencakup persyaratan untuk

pekerja, bangunan dan fasilitas, peralatan, dan pengendalian proses. Persyaratan

untuk pekerja bertujuan untuk menghindarkan kontaminasi oleh pekerja,

khususnya kontaminasi bahaya mikrobiologi yang bisa berasal dari pekerja sendiri

Page 20: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

dan praktik yang salah serta bahaya fisik yakni perhiasan, barang personal yang

mungkin dibawa oleh pekerja. Oleh karenanya persyaratan ini menetapkan

program kebersihan, kesehatan pekerja, pelatihan dan pendidikan tentang sanitasi

pada pekerja (Dewanti dan Hariyadi, 2013).

Persyaratan untuk bangunan dan fasilitas mencakup tata letak untuk

meminimalkan kontaminasi silang atau kontaminasi ulang, rancangan pabrik

misalnya bangunan anti tikus, persyaratan dinding, lantai, atap, pintu, ventilasi,

pecahayaan, gudang, fasilitas untuk karyawan (loker, seragam, sepatu, penutup

rambut, kamar mandi, toilet), dan sebagainya, program pembersihan dan sanitasi

bangunan serta pemeliharaan lingkungan.

Persyaratan untuk peralatan juga mencakup tata letak peralatan yang

meminimalkan kontaminasi, rancangan peralatan yang mudah dijangkau

(accessible) dan mudah dibersihkan (cleanable) serta persyaratan tentang bahan

peralatan yang diizinkan, dan persyaratan pembersihan serta sanitasi yang

diantaranya terdiri dari jenis pembersih dan/atau sanitaiser yang dapat digunakan.

Persyaratan tentang pengendalian proses mencakup prosedur penanganan bahan

baku, pemeliharaan, pengolahan, penyimpanan, pengendalian hama, penanganan

limbah, dan sebagainya (Dewanti dan Hariyadi, 2013).

2.3.2 Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan dokumen

untuk tiap aspek yang berisi kebijakan tentang tiap aspek, prosedur atau tahapan

yang diperlukan, rujukan yang digunakan, tindakan koreksi yang harus dilakukan

jika ada penyimpangan serta penanggung jawabnya (Dewanti dan Hariyadi,

Page 21: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

2013). Food and Drud Administration (FDA) mengusulkan delapan aspek atau

kunci SSOP yang harus dibuat prosedurnya yaitu keamanan air, kebersihan

permukaan yang kontak pangan, fasilitas sanitasi, pencegahan kontaminasi silang,

pencegahan adulterasi, pelabelan senyawa toksik, kesehatan pekerja dan

pengendalian hama (Thaheer, 2005).

2.4 Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah pendekatan

pencegahan untuk mengendalikan semua bahaya (biologi, kimia, fisik) yang

mungkin ada selama pengolahan pangan (Dewanti dan Hariyadi, 2013). Codex

(1997) mengembangkan 12 (dua belas) langkah dalam rencana HACCP yang

terdiri dari lima langkah awal persiapan dan diikuti dengan tujuh langkah

berikutnya yang merupakan prinsip HACCP (Koswara, 2009). Langkah tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan Tim HACCP

Langkah pertama dalam penyusunan HACCP adalah membentuk tim yang

terdiri dari beberapa anggota dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman

kerja yang berbeda (multi disiplin) (Koswara, 2009). Thaheer (2005) mengatakan

bahwa tim HACCP adalah kelompok orang di dalam perusahaan yang bertugas

untuk merancang, menerapkan, dan mengendalikan sistem HACCP.

2. Deskripsikan Produk

Langkah kedua dalam penyusunan rencana HACCP adalah

mendeskripsikan produk (Koswara, 2009). Deskripsi produk adalah informasi

lengkap mengenai produk yang berisi tentang komposisi, sifat fisik atau kimia,

Page 22: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

metode pengolahan yang diterapkan, pengemasan, kondisi penyimpanan, daya

tahan, cara distribusi, cara penyajian dan persiapan konsumsinya (Thaheer, 2005).

3. Identifikasi Rencana Penggunaan

Pada tahap ini, tim HACCP mengidentifikasi cara penggunaan produk

oleh konsumen, cara penyajian serta kelompok konsumen yang mengkonsumsi

produk (Koswara, 2009).

4. Penyusunan Bagan Alir

Penyusunan diagram alir merupakan langkah dasar dari tahap analisa

bahaya (Ramadhani, 2013). Diagram alir disusun dengan tujuan untuk

menggambarkan keseluruhan proses produksi (Koswara, 2009). Diagram alir yang

dibuat harus mencakup semua tahapan di dalam operasional produksi (Thaheer,

2005).

5. Verifikasi Bagan Alir dilapangan

Diagram alir proses yang harus diverifikasi ditempat, dapat dilakukan

dengan cara mengamati aliran proses, kegiatan pengambilan sampel, wawancara,

mengamati operasi rutin/non rutin (Koswara, 2009).

6. Analisa Bahaya

Analisa bahaya meliputi kegiatan mengidentifikasikan bahaya dan

penetapan kategori resiko (Thaheer, 2005). Identifikasi bahaya dilakukan dengan

mendaftar semua bahaya potensial yang mungkin terjadi pada setiap tahap proses.

Penentuan signifikansi bahaya dilakukan dengan mempetimbangkan peluang

untuk setiap bahaya yang telah diidentifikasi dan tingkat keseriusannya.

Penentuan signifikansi bahaya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tahap selanjutnya

Page 23: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

setelah menganilisis bahaya adalah mengidentifikasi tindakan pencegahan yang

mugkin dapat mengendalikan setiap bahaya (Koswara, 2009).

Tabel 2.1. Penentuan Signifikansi BahayaPeluang

Terjadi

Tingkat Keparahan

L M H

L LL ML HL

M LM MM HM*

H LH MH* HH*

Sumber; Koswara, 2009

Keterangan: L= low, M= medium, H= high(*) Umumnya dianggap signifikan dan akan dipertimbangkan dalam penetapan CCP

7. Penentuan Titik Kendali Kritis atau CCP

Titik kendali kritis atau CCP adalah suatu tahap dimana pengendalian

dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau

dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima sehingga resiko dapat

diminimalkan. CCP dapat ditentukan dengan menggunakan Diagram Pohon

Keputusan CCP (CCP Decision Tree) (Koswara, 2009).

Page 24: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Gambar 2.2. Diagram Pohon Keputusan CCP(Sumber; BSN, 1998)

8. Penentuan Batas Kritis disetiap CCP

Budhiati (2004) mengatakan bahwa batas kritis adalah suatu kondisi

tertentu yang digunakan untuk mengontrol atau mengendalikan hazard dalam

CCP tertentu. Setiap CCP yang teridentifikasi maka harus ditentukan batas kritis

(Koswara, 2009). Thaheer (2005) menambahkan bahwa batas kritis menunjukkan

perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman dan menjamin bahwa suatu

CCP mengendalikan semua bahaya secara efektif. Batas kritis ditetapkan

berdasarkan asal bahan baku, peraturan pemerintah, petunjuk teknis, peraturan

Page 25: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

negara importir, survey literature, uji coba dan saran tenaga ahli, yang harus

diketahui dan ditetapkan sebelum penerapan HACCP (Budhiati, 2004).

9. Penetapan Monitoring disetiap CCP

Prosedur monitoring adalah tahapan pengamatan atau pengukuran batas

kritis secara terencana untuk menghasilkan rekaman yang tepat dan ditujukan

untuk meyakinkan bahwa batas kritis tersebut mampu mempertahankan keamanan

produk. Tim HACCP menentapkan rangkaian prosedur pemantauan untuk setiap

batas kritis yang ditetapkan yang mencakup apa, siapa, dimana, kapan dan

bagaiman pemantauan tersebut dilakukan (Koswara, 2009).

10. Penetapan Tindakan Koreksi disetiap penyimpangan Batas Kritis

Tindakan koreksi adalah semua tindakan yang diambil jika hasil

pemantauan pada CCP menunjukkan penyimpangan batas kritis (kehilangan

kendali), karena jika kendali hilang maka produk menjadi tidak memenuhi syarat.

Terdapat dua level tindakan koreksi yaitu tindakan segera (Immediete Action) dan

tindakan pencegahan (Preventive Action). Tindakan segera (Immediete Action)

adalah penyesuaian proses agar menjadi terkontrol kembali dan menangani

produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan, sedangkan tindakan

pencegahan (Preventive Action) adalah pertanggung jawaban untuk tindakan

koreksi dan pencatatan tindakan koreksi (Koswara, 2009).

11. Penetapan Prosedur Verifikasi

Verifikasi adalah suatu evaluasi untuk menetapkan kesesuaian suatu

pelaksanan dengan rencana HACCP. Verifikasi memberi jaminan bahwa rencana

HACCP telah sesuai dengan kegiatan operasional sehari-hari dan akan

Page 26: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

menghasilkan produk dengan mutu baik dan/atau aman untuk dikonsumsi

(Koswara, 2009). Budhiati (2004) mengatakan bahwa verifikasi dibedakan

menjadi dua yaitu verifikasi internal dan eksternal. Verifikasi internal adalah

evaluasi yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri, sedangkan

verifikasi eksternal adalah evaluasi yang dilakukan oleh pihak pemerintah yang

dilakukan secara wajib dan rutin.

12. Penetapan Proses Pencatatan dan Dokumentasi

Dokumen dan pencatatan adalah bukti tertulis bahwa suatu tindakan telah

dilakukan. Dokumen tersebut dapat digunakan untuk keperluan inspeksi dan

untuk mempelajari kerusakan yang mengakibatkan penyimpangan dan

menemukan tindakan koreksi yang sesuai. Jenis dokumen yang harus ada dalam

penyusunan rencana HACCP adalah (a) rencana HACCP dan semua materi

pendukungnya (b) dokumen pemantauan (c) dokumen tindakan koreksi dan (d)

dokumen verifikasi. Selesainya penyusunan sistem dokumentasi maka

penyusunan rencana HACCP telah selesai (Koswara, 2009).

Page 27: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

III PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu

Praktek Kerja Lapang ini telah dilaksanakan di PT. Pan Putra Samudra

(Plant Pandangan), Jl. Raya Rembang-Tuban KM 32 Desa Sumurtawang,

Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan

Praktek Kerja Lapang dilaksanakan mulai tanggal 12 Januari-13 Februari 2015.

3.2 Metode Kerja

Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode

deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa

pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2011).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapang ini berupa data primer dan

data sekunder yang diperoleh melalui beberapa metode dan cara pengamatan.

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber informan pertama

yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh

peneliti. Data primer ini dapat berupa catatan hasil wawancara, hasil observasi ke

Page 28: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

lapangan secara langsung dalam bentuk catatan tentang situasi atau kejadian serta

data mengenai informan (Nazir,2011).

A. Metode Observasi

Metode observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek, obyek,

atau kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan

individu yang diteliti (Sangadji dan Sopiah, 2010). Observasi pada Praktek Kerja

Lapang ini dilakukan terhadap berbagai kegiatan yang berhubungan dengan

penerapan HACCP pada pengalengan rajungan (Portunus pelagicus) meliputi

proses sanitasi, penerimaan bahan baku, proses pengalengan rajungan,

pengemasan dan penyimpanan hasil pengalengan.

B. Wawancara

Sangadji dan Sopiah (2010) mengemukakan bahwa wawancara merupakan

teknik pengumpulan data dalam metode survey yang menggunakan pertanyaan

secara lisan kepada subyek penelitian. Wawancara dilakukan dengan cara Tanya

jawab dengan pegawai yang ada di lokasi mengenai sejarah berdirinya

perusahaan, struktur organisasi, tenaga kerja, proses produksi, pemasaran,

permasalahan serta hambatan yang dihadapi dalam penerapan HACCP pada

proses pengalengan rajungan (Portunus pelagicus) di PT. Pan Putra Samudra

Rembang, Jawa Tengah.

C. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif adalah keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan yang

dilakukan secara langsung di lapangan (Nazir, 2011). Kegiatan partisipasi aktif

dilakukan dengan mengikuti secara langsung beberapa kegiatan yang dilakukan

Page 29: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

dalam penerapan HACCP pada pengalengan rajungan (Portunus pelagicus)

meliputi proses sanitasi, penerimaan bahan baku, proses pengalengan,

pengemasan dan penyimpanan hasil pengalengan.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain tidak langsung

diperoleh dari peneliti dari subjek penelitiannya (Nazir, 2011). Data sekunder

yang diperoleh dari Praktek Kerja Lapang antara lain sejarah perusahaan, visi-

misi perusahaan, struktur organisasi dan ketenagakerjaan, tingkat pendidikan

karyawan, serta deskripsi produk di PT. Pan Putra Samudra Rembang, Jawa

Tengah.

Page 30: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan

PT. Pan Putra Samudra pada awalnya bernama PT. Tonga Tiur Putra.

Nama PT. Pan Putra Samudra diresmikan pada bulan Mei 2014. Pertama didirikan

PT. Pan Putra Samudra bergerak di bidang usaha benur udang yang berlokasi di

Bandengan, Jepara-Jawa Tengah. Namun, usaha benur udang sulit berkembang

sehingga di awal tahun 1991 memperluas usahanya dengan memproduksi

chiriment yaitu teri nasi kering yang diekspor ke Jepang. PT. Pan Putra Samudra

membangun mini plant di wilayah Indonesia Barat dan Timur antara tahun 1991-

1994 dalam usaha menjalankan usaha baru tersebut. Sejak Januari 1991, PT. Pan

Putra Samudra memindahkan aktivitas produksinya ke daerah Pandangan,

Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang-Jawa Tengah. Canned Pasteurized

Crab Meat yang kemudian direncanakan diekspor ke Amerika melalui Bryd

International. PT. Pan Putra Samudra memulai ekspor Canned Crab Product

pada tanggal 20 Desember 1999 dengan melakukan seluruh produksi di

Pandangan Plant mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan

produk akhir.

PT. Pan Putra Samudra menerapkan metode baru yaitu memindahkan

proses pengolahan bahan baku ke mini plant pada Agustus 2002. Mini plant yang

dimiliki oleh PT. Pan Putra Samudra di Rembang, Lasem, Semarang, Tuban,

Surabaya, Madura dan Cirebon. Jumlah mini plant saat ini sekitar 30 dari daerah

Jawa maupun luar Jawa. Mini plant tersebut menjual daging rajungan rebus ke

Page 31: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

plant sesuai dengan perjanjian harga. Pengolahan lebih lanjut dilakukan di plant

mulai dari penerimaan bahan baku, sortir, canning, seaming, pasteurisasi dan

distribusi.

4.1.2 Lokasi dan Kondisi Geografi Perusahaan

Perusahaan pengalengan rajungan di PT. Pan Putra Samudradibangun di

atas tanah seluas kurang lebih satu hektar. PT. Pan Putra Samudra mempunyai

beberapa bangunan yang meliputi ruang produksi dan ruang di luar unit produksi.

Peusahaan ini terletak di Jalan Raya Rembang-Tuban Km 32, Desa Sumurtawang,

Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang dengan batas-batas wilayah sebagai

berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Jalan raya Pantura

Sebelah Timur : Perkampungan Sumurtawang

Sebelah Barat : Sungai

4.1.3 Struktur Organisasi

Perusahaan pengalengan rajungan PT. Pan putra Samudra dipimpin oleh

seorang general of director yang membawahi dua orang manager yaitu plant

manager dan field manager. Plant manager bertanggung jawab secara operasional

dalam menjalankan perusahaan dan membawahi machine and engineering

manager, production manager, quality assurance manager, kepala laboraturium,

finance, vehicles, accounting,ware house dan security. Sedangkan production

manager membawahi semua supervisor yang berhubungan dengan proses

Page 32: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

produksi yaitu supervisor receiving, supervisor sorting, supervisor metal

detecting, supervisor canning, supervisor seaming, supervisor pasteurization,

supervisor cassing, supervisor sanitation, dan supervisor ice cruser. Field

manager membawahi semua area manager. Struktur organisasi PT. Pan Putra

Samudra dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.1.4 Visi dan Misi Perusahaan

Visi dari PT. Pan Putra Samudra yaitu menjadi perusahaan seafood

terpadu dan terbaik di dunia Internasional yang menghasilkan produk yang aman

dan berkualitas. Sedangkan Misi dari PT. Pan Putra Samudra adalah memproduksi

produk seafood yang mengikuti standar aturan keamanan pangan (Food Safety

Regulatuion) baik Nasional maupun Internasional yang dilakukan oleh

sumberdaya manusia dan manajemen yang professional untuk memenuhi

kepuasan pelanggan.

4.1.5 Ketenagakerjaan

Tenaga kerja di PT. Pan Putra Samudra terdiri dari beberapa divisi yaitu

administrasi perkantoran, keamanan, pergudangan, sanitasi, receiving, sorting,

canning, seaming, pasteurisasi, packing, stock, laboraturium dan transportasi

dengan jumlah 250 orang. Tenaga kerja banyak berasal dari penduduk sekitar

dengan rata-rata usia antara 19-45 tahun. Pendidikan pekerja sebagian besar

lulusan dari SMP namun juga terdapat pekerja dengan pendidikan SD, SMA, D3

dan S1. Karyawan di PT. Pan Putra Samudra terbagi menjadi tiga yaitu karyawan

Page 33: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

tetap, karyawan harian lepas dan karyawan borongan. Untuk pembagiannya dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Tenaga kerja tetap adalah tenaga kerja yang secara teratur memeperoleh hak-

hak seperti upah dan cuti, meskipun tidak bekerja karena sesuatu hal yang

tidak melanggar ketentuan, kedudukannya cukup kuat dalam hukum dimana

pengusaha tidak dapat memutuskan hubungan kerja semaunya.

2) Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang tidak memiliki hak dan

kewajiban secara teratur dan akan kehilangan hak-hak tertentu apabila mereka

tidak bekerja.

3) Tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang menjalankan suatu pekerjaan

tertentu atas perjanjian dan ketentuan yang jelas mengenai waktu dan harga

pekerjaan. Pada saat pekerjaan tersebut selesai, maka putuslah hubungan kerja

antara tenaga kerja dan pemberi kerja.

Hari kerja karyawan di PT. Pan Putra Samudra adalah Senin-Minggu. Jam

kerja dimulai dari pukul 08.00 WIB - 16.00 WIB (untuk karyawan receiving

dimulai pukul 07.30 WIB) sedangkan untuk bagian kantor hari kerja adalah

Senin-Sabtu dengan jam kerja sama yaitu pukul 08.00 WIB - 16.00 WIB. Waktu

istirahat selama satu jam yaitu pukul 12.00 WIB - 13.00 WIB. Jam kerja tidak

selalu sesuai dengan yang sudah ditentukan terkadang disesuaikan dengan jumlah

bahan baku yang diproduksi. Jika produksi banyak maka jam kerja bertambah

atau lembur. Apabila bahan baku sedikit maka jam kerja berkurang, sehingga

karyawan dapat pulang lebih awal. PT. Pan Putra Samudra memberikan uang

Page 34: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

lembur dan uang konsumsi untuk karyawan yang lembur melebihi jam kerja yang

seharusnya.

4.2 Sarana dan Prasarana

4.2.1 Sarana

Sarana merupakan peralatan yang harus tersedia saat berlangsungnya suatu

kegiatan proses pengalengan rajungan. Sarana yang dimiliki PT. Pan Putra

Samudra antara lain:

A. Sarana utama produksi

Sarana utama produksi yang digunakan dalam pengalengan daging

rajungan di PT. Pan Putra Samudra sebagai berikut:

a. Cold storage

Cold storage sebanyak enam buah yang berfungsi sebagai tempat untuk

menyimpan bahan baku dan produk akhir yang terdiri dari cold storage 1

digunakan untuk menyimpan bahan baku, cold storage 2, 3, dan 4 untuk

penyimpanan sementara produk akhir yang siap untuk diekspor. Cold storage 5

untuk penyimpanan produk akhir yang diriject dan cold storage 6 untuk

penyimpanan produk yang belum dikemas dalam master carton.

b. Tempat penampung air (tandon)

Tempat penampung air (tandon) sebanyak dua unit yang berfungsi untuk

menampung air untuk keperluan produksi.

c. Tank

Tank terbuat dari stainless steel yang berukuran 420 x 70 x 70 cm. PT. Pan

Putra Samudra mempunyai enam buah tank yang terdiri dari tiga buah hot tank

Page 35: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

yang digunakan untuk proses pemanasan pada saat pasteurisasi dan tiga buah cold

tank yang digunakan untuk mendinginkan produk yang telah dipasteurisasi.

Kapasitas masing-masing tank adalah 10 basket stainless steel atau sekitar 800-

1000 kaleng.

d. Mesin penutup kaleng (seamer)

Mesin penutup kaleng (seamer) dengan merk “Varin Food Machinery Co.,

LTD) sebanyak empat unit yang terdiri dari dua mesin untuk menutup kaleng yang

berukuran 401x301 mm dan dua mesin untuk menutup kemasan plastic cup.

Mesin seamer tersebut bekerja secara semi otomatis yang digerakkan oleh listrik

dengan bantuan petugas khusus dibagian penutup kaleng.

e. Mesin pengkodean

Mesin pengkodean yang digunakan di PT. Pan Putra Samudra adalah jenis

inkjet printing sebanyak satu unit dengan merk “Domino”. Bagian mesin yaitu

message set up, line set up, dan printer set up. Message set up berfungsi mengatur

penampilan dan posisi dari message pada permukaan produk. Line set up befungsi

memasukkan parameter dari production line (conveyor) ke printer untuk

menyamakan kerja printer dan conveyor. Printer set up berfungsi mengatur

internal clock (jam dan tanggal). Cara kerja mesin pengkodean adalah

berdasarkan prinsip fisika dari suatu cairan yang berada dalam tekanan,

ultrasonic, vibration, dan gaya elektromagnetik. Kode yang terdapat setelah

kaleng dilewatkan dalam mesin pengkodean tanggal produksi, nomor basket, kode

buyer, kode perusahaan dan jenis daging.

Page 36: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

f. Shrink

Shrink adalah mesin untuk menyegel penuh kemasan plastic cup dengan

brand buyer. Shrink merupakan mesin rakitan dari pihak perusahaan.

g. Ice crusher

Ice crusher merupakan alat yang digunakan untuk menghancurkan es

balok menjadi es curah.PT. Pan Putra Samudra mempunyai satu unit ice crusher.

Ice crusher merupakan mesin rakitan yang terdiri dari dua bagian utama yaitu roll

penggiling dan motor penggerak.

h. Boiler

Boiler yang digunakan menggunakan bahan bakar solar dengan dynamo

sebagai penggerak. Boiler menghasilkan uap panas yang digunakan sebagai

sumber panas pada proses pasteurisasi. Boiler yang dimiliki PT. Pan Putra

Samudra sebanyak dua unit dengan merk “Maxitherm” dan “Omnical”, namun

yang digunakan pada proses pasteurisasi hanya satu boiler.

i. Timbangan

Timbangan yang digunakan merupakan timbangan digital sebanyak dua

jenis yang terdiri dari timbangan digital berkapasitas 300 kg di bagian penerimaan

bahan baku untuk menimbang daging rajungan yang diterima dari mini plant dan

timbangan digital berkapasitas 10 kg di bagian sortir dan canning.

Page 37: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

B. Sarana pendukung produksi

a. Ruang kantor administrasi

Ruang kantor administrasi letaknya terpisah dari unit produksi dan

merupakan tempat aktivitas para karyawan, staf dan manager perusahaan untuk

administrasi kantor.

b. Gudang

Gudang yang ada merupakan gudang kering. PT. Pan Putra Samudra

mempunyai dua gudang yang terdiri dari gudang kaleng yang digunakan untuk

penyimpanan kaleng, tutup kaleng, karton dan gudang yang digunakan untuk

penyimpanan bahan kimia berupa sabun, chlorine dan pelumas.

c. Laboraturium

PT. Pan Putra Samudra menyediakan laboraturium dengan fasilitas

pengujian dan kualifikasi tenaga kerja atau analisis yang memadai untuk

mengadakan pengujian organoleptik, mikrobiologi dan chloramphenicol pada

bahan baku dan produk akhir.

d. Tenaga Listrik

Sumber utama listrik di PT. Pan Putra Samudra berasal dari PLN dengan

daya 350 kVA. PT. Pan Putra Samudra memiliki dua genset sebagai pengganti

sumber listrik jika listrik dari PLN mati dengan daya masing-masing yaitu 350

kVA dan 500 kVA, tetapi hanya satu genset yang digunakan ketika listrik dari

PLN mati. Kebutuhan listrik di PT. Pan Putra Samudra digunakan untuk

penggunaan mesinproduksi, lampu penerangan dan kebutuhan administrasi

lainnya.

Page 38: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

e. Sumber Air dan Saluran Air

Sumber air merupakan bagian yang penting dalam proses pengalengan

rajungan karena kualitas dan jumlah air yang dibutuhkan untuk proses

mempengaruhi produk. Sumber air di PT. Pan Putra Samudra terdiri dari bak

penampung air bersih dan sumur atau air tanah. Air dalam bak penampung air

bersih diperoleh dari air yang dibeli dari daerah Lasem. Air tersebut digunakan

untuk air proses dan sanitasi, sedangkan air dalam sumur digunakan untuk air

toilet. Saluran air yang ada di PT. Pan Putra Samudra terdiri dari saluran air

menuju ruang proses produksi, tank pasteurisasi, dan toilet.

f. Saluran Pembuangan Air

Saluran pembuangan air merupakan salah satu sarana yang penting pada

proses pengalengan rajungan di PT. Pan Putra Samudra karena berfungsi untuk

membuang air sanitasi dan sisa air produksi. Saluran pembuangan air di PT. Pan

Putra Samudra dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran pembuangan air dari

ruang receiving dan sanitasi menuju sungai yang berada di sebelah timur pabrik

dan saluran pembuangan air dari ruang proses menuju laut yang berada di

belakang pabrik.

C. Peralatan penunjang produksi

Proses produksi pengalengan rajungan membutuhkan beberapa peralatan

untuk menunjang kegiatan produksi. PT. Pan Putra Samudra mempunyai beberapa

peralatan yang digunakan dalam produksi pengalengan rajungan yaitu keranjang

yang terdiri dari keranjang plastik dan stainless steel, lori, meja stainless steel,

Page 39: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

toples plastik, nampan plastik, ember, blong, pisau satinless steel, pinset,

kompresor, water spray, thermocouple, control panel, dan pallet plastik.

4.2.2 Prasarana

Prasarana merupakan fasilitas yang menunjang dan melengkapi sarana.

Prasarana yang dimiliki PT. Pan Putra Samudra meliputi:

a) Transportasi

Prasarana transportasi di PT. Pan Putra Samudra menggunakan mobil box

untuk mengangkut bahan baku, mobil untuk mengantar karyawan yang rumahnya

jauh dari perusahaan ketika pulang lembur, mobil untuk transportasi manager dan

motor untuk transportasi supervisor.

b) Komunikasi

Alat komunikasi yang digunakan di PT. Pan Putra Samudra yaitu dengan

menggunakan telepon untuk memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran,

handphone yang digunakan oleh seluruh pegawai untuk memperlancar penjagaan

keamanan dan faximale yang ada pada kantor untuk kegiatan administrasi surat

menyurat.

4.3 Tata Letak Perusahaan

4.3.1 Lokasi Perusahaan

Nurdiansyah (2010) mengatakan bahwa lokasi suatu perusahaan

merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi jalur keluar dan masuk

barang yang mendukung produksi serta kegiatan lainnya. PT. Pan Putra Samudra

mempunyai lokasi yang cukup strategis karena berada di jalur pantura sehingga

Page 40: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

dapat mempermudah pengiriman bahan baku dan melakukan pendistribusian

produk. Mudah dalam menyerap tenaga kerja karena lokasi perusahaan yang

cukup dekat pemukiman penduduk. Selain itu fasilitas publik seperti komunikasi

dapat dijangkau dengan mudah. Terdapat fasilitas penyediaan listrik dari PLN dan

dekat dengan PDAM yang berasal dari daerah Lasem yang digunakan untuk

proses pengalengan rajungan. Lokasi perusahaan yang dekat dengan sungai

mempermudah pembuangan limbah cair yang telah ditreatment terlebih dahulu.

4.3.2 Skema Ruang Produksi

Skema ruang produksi pengalengan rajungan PT. Pan Putra Samudra

secara garis besar dibagi menjadi tujuh bagian, yaitu:

1. Ruang penerimaan bahan baku

2. Ruang sanitasi

3. Ruang untuk proses sortasi, canning sampai dengan proses seaming

4. Ruang untuk proses coding

5. Ruang untuk proses pasteurisasi

6. Gudang penyimpanan es

7. Ruang untuk proses pengepakan dan penyimpanan produk

Skema ruang produksi pengalengan rajungan PT. Pan Putra Samudra dapat

dilihat pada Lampiran 2.

Page 41: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

4.4 Proses Pengalengan Rajungan di PT. Pan Putra Samudra

Proses pengalengan rajungan di PT. Pan Putra Samudra terdiri dari

beberapa tahapan proses. Produksi diawali dengan tahap penerimaan bahan baku.

Bahan baku yang diterima berupa daging rajungan rebus yang dikemas dalam

wadah toples, plastik maupun mika. Setiap satu wadah berisi jenis daging

rajungan yang sama. Tahapan penerimaan bahan baku dilakukan penimbangan

daging rajungan yang diterima dari supplier, pemisahan daging rajungan

berdasarkan jenis dan pengecekan oraganoleptik meliputi warna, tekstur, bau dan

rasa. Setelah dilakukan pengecekan organoleptik, bahan baku diproses ke tahap

sortasi.

Tahap sortasi daging rajungan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu sortasi

daging jumbo, claw meat dan blacklight. Sortasi daging jumbo untuk sortasi jenis

daging jumbo, sortasi claw meat untuk sortasi jenis daging rajungan claw meat

sedangkan blackligth untuk sortasi jenis daging rajungan special dan flower.

Tujuan tahap sortasi adalah untuk mendapatkan daging rajungan dengan jenis,

ukuran dan mutu yang seragam.

Tahapan selanjutnya adalah proses pengalengan (canning). Ada berbagai

proses yang dilakukan pada tahap canning. Proses pertama yaitu bahan baku harus

melewati metal detector yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaan

fragmentlogam di dalam daging. Jika daging dinyatakan tidak mengandung

fragment logam maka dilanjutkan ke tahap pencampuran (mixing). Pencampuran

daging dilakukan berdasarkan permintaan buyer. Daging rajungan yang telah

dicampur selanjutnya dimasukkan ke dalam kaleng atau plastic cup yang

Page 42: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

sebelumnya telah dibersihkan dan diberi kode serta ditambahkan Sodium Acid

Pyrophosphate (SAPP). Proses terakhir pada tahap canning adalah penimbangan.

Tahapan setelah proses canning adalah proses seaming yaitu penutupan

kaleng atau plastic cup. Proses seaming dilakukan dengan menggunakan mesin

seamer semi otomatis. Kaleng atau plastic cup yang telah ditutup selanjutnya

dibawa ke ruang pasteurisasi untuk dipasteurisasi. Pasteurisasi dilakukan untuk

membunuh mikroorganisme patogen untuk memperpanjang masa simpan

rajungan kaleng atau plastic cup. Proses berikutnya setelah pasteurisasi adalah

proses pendinginan. Rahardjo (2010) mengatakan bahwa pasteurisasi tidak

mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak

membentuk spora. Oleh karena itu, proses pasteurisasi sering diikuti dengan

proses lain seperti pendinginan.

Produk yang telah melalui proses pasteurisasi dan pendinginan selanjutnya

dikemas ke dalam Master Carton (MC). Proses terakhir adalah penyimpanan

produk di dalam cold storage dengan suhu 0 °C - 3,3 °C. Hal ini sesuai dengan

SNI 6929.3:2010 bahwa penyimpanan daging rajungan kaleng pada penyimpanan

suhu dingindengan tetap menjaga suhu produk 0 °C - 5 °C.

4.5 Persyaratan Kelayakan Dasar dalam Penerapan HACCP di PT. Pan

Putra Samudra

Persyaratan dasar dalam penerapan HACCP meliputi Good Manufacturing

Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP).

Page 43: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

4.5.1 Good Manufacturing Practices (GMP)

Sarwono (2007) mengatakan bahwa GMP merupakan rencana produksi

yang baik. GMP dilakukan mulai dari penerimaan sampai dengan produk

didistribusikan kepada konsumen. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan

konsumen jika membeli dan/atau mengkonsumsi pangan. Prosedur Good

Manufacturing Practices (GMP) atau bagaimana cara berproduksi yang baik yang

diterapkan di PT. Pan Putra Samudra adapun:

a. Penerimaan Bahan Baku (Receiving Raw Material)

Proses penerimaan bahan baku dilakukan penimbangan daging

menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 300 kg untuk mengetahui

kesesuaian berat bahan baku dengan surat jalan yang diterima dari mini plant.

Surat jalan yang diterima dari mini plant berisi keterangan antara lain nama/asal

mini plant, tanggal produksi, tanggal pengiriman, jenis daging bahan baku dan

berat/jumlah tiap jenis daging. Bahan baku yang diterima ditangani secara hati-

hati, cepat, cermat, dan bersih. Proses penerimaan bahan baku juga dilakukan uji

organoleptik.

Perusahaan memiliki standar yang sudah sesuai dengan standar dari BSN

(2010b) dalam pengujian organoleptik. Persyaratan bahan baku daging rajungan

menurut BSN (2010b) yaitu secara organoleptik bahan baku harus mempunyai

karakteristik kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut: kenampakan utuh,

bersih dancemerlang; bau segar, spesifik rajungan; tekstur padat dan kompak.

Persyaratan secara umum bahan baku tidakboleh berasal dari perairan yang

tercemar oleh pencemaran kimia, biologi dan fisika.

Page 44: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Selain pengujian organoleptik perusahaan juga melakukan uji

mikrobiologi dan uji kimia (kandungan chloramphenicol) yang dilakukan oleh

analis laboraturium perusahaan. Standar yang digunakan untuk uji mikrobiologi

bahan baku daging rajungan di PT. Pan Putra Samudra adalah Aerob Plate Count

(APC) maksimal 105 cfu/gr. Hasil pengujian mikrobiologi bahan baku dicatat

dalam form khusus dari perusahaan. Contoh form hasil pengujian mikrobiologi

bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan untuk uji kimiabahan

baku mengandung chloramphenicol maksimal 0,150 ppb, standar ini lebih kecil

dibandingkan standar dari Food and Drugs Administration (FDA) yaitu 0,200

ppb. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam pengujian. Hasil

pengujian kandungan chloramphenicol tersebut dicatat dalam form khusus dari

perusahaan. Contoh form hasil pengujian kandungan chloramphenicol dapat

dilihat pada Lampiran 5. Proses penerimaan bahan baku juga dilakukan

pengecekan suhu pusat daging rajungan dengan thermocouple, standar suhu pusat

daging yang ditetapkan perusahaan yaitu 0 oC - 3,3 oC.

b. Sortasi

Dilakukan pengecekan sensori oleh quality controlpada proses

sortasi.Penyortiran daging rajungan dilakukan dengan menggunakan pinset yang

terbuat dari bahan stainless stell. Setiap meja sortasi disediakan bak yang berisi

air dan larutan QT-50 2,2 % untuk mencuci tangan. Proses sortasi dilakukan

dengan cepat dan cermat untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Selama

proses sortasi karyawan tidak diperbolehkan bicara, makan atau minum.

Page 45: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Bahan baku diberi es baik sebelum, selama dan setelah proses sortir untuk

mempertahankan suhu daging yaitu maksimal 5 oC. Hal ini sesuai dengan

pengolahan daging rajungan pasteurisasi dalam kaleng menurut SNI 6929.3:2010

yaitu suhu daging rajungan pada tahap sortasi dipertahankan pada suhu 0oC - 5oC.

Pemberian es dilakukan dengan cara meletakkan es di bawah nampan sortir

dengan tujuan agar es tidak kontak langsung dengan produk dan membasahi

produk. Daging rajungan yang mengantri untuk disortasi disimpan dalam chill

storage dengan suhu 0 oC - 3,3 oC. Contoh daging rajungan sebelum dan setelah

disortasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Daging Rajungan Jumbo(A) Sebelum disotasi (B) Setelah disortasi

c. Pencampuran (Mixing)

Daging rajungan yang akan diproses ke dalam tahapan mixing harus

melewati metal detector untuk mendeteksi keberadaan fragmen logam. Hasil

pengecekan keberadaan logam dicatat dalam form khusus dari perusahaan. Contoh

form hasil pendeteksian logam dapat dilihat pada Lampiran 6. Proses

pencampuran dilakukan di atas nampan dimana di bagian bawah wadah terdapat

es curah yang diletakkan di atas meja proses yang ditutupi plastik. Hal ini

bertujuan untuk menjaga suhu daging rajungan.

Page 46: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Daging dipisahkan menurut jenisnya kemudian dicampur dengan jenis

daging yang sama dari berbagai mini plant untuk menyamakan jenis, ukuran dan

menyeragamkan kondisi daging agar diperoleh mutu daging yang seragam. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Akhmadi (2006) bahwa proses mixing merupakan

pencampuran dari berbagai pemasok untuk mendapatkan kualitas daging yang

baik. Pencampuran daging disesuaikan dengan permintaan buyer dimana hasil

pencampuran tersebut dijadikan jenis daging dalam brand yang diminta oleh

buyer. Quality control mencatat jam mixing dan asal daging (mini plant).

d. Pengalengan (Canning)

Proses pengalengan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pengkodean kaleng

atau plastic cup, pengisian dalam kaleng atau plastic cup dan

penimbangan.Kaleng atau plastic cupyang akan diberi kode disortir dan

dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengkodean. Penyortiran kaleng

atau plastic cup dilakukan di dalam gudang kering oleh bagian pergudangan.

Penyortiran kaleng atau plastic cup dilakukan dengan memisahkan kaleng atau

plastic cup yang rusak atau penyok dengan kaleng atau plastic cup yang baik atau

sempurna. Kaleng atau plastic cup yang baik atau sempurna dimasukkan ke dalam

keranjang kemudian dibawa ke ruang pengkodean dengan menggunakan lori.

Kaleng dibersihkan dari kotoran atau benda asing dengan menggunakan

kompresor. Kemudian bagian bawah kaleng atau plastic cup diberi kode dengan

mesin inkjet printing. Kode pada kaleng atau plastic cup disesuaikan dengan jenis

brand buyer. Kode tersebut menyebutkan informasi tentang kode Negara, kode

plant, jenis daging, kode mixing, kode basket pasteurisasi dan kode tahun.

Page 47: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Pemeriksaan hasil pengkodean dilakukan oleh operator mesin, jika terjadi

kesalahan dalam pengkodean maka dilakukan penghapusan kode dengan

menggunakan cleaner.

Kaleng atau plastic cup yang telah diberi kode ditimbang terlebih dahulu

menggunakan timbangan digital berkapasitas 10 kg sebelum dilakukan pengisian.

Timbangan yang digunakan dikalibrasi setiap sebelum dan pada saat digunakan

yaitu setiap penimbangan 80 kaleng serta setelah digunakan. Pengisian daging

rajungan ke dalam kaleng atau plastic cup dilakukan secara manual. Pengisian

disesuaikan dengan jenis daging yang diminta oleh buyer. Pengisian dilakukan

dengan cepat agar daging rajungan tidak mengalami kemunduran mutu dan

dilakukan dengan cermat agar jenis dan ukuran daging yang dimasukkan sesuai

dengan ketentuan. Bagian bawah kaleng atau plastic cup diberi es curah yang

disusun rapi pada setiap meja pada saat proses pengisian daging rajungan untuk

tetap menjaga suhu produk.

Pengisian daging colossal dan jumbo dalam kaleng atau plastic cup

disusun rapi dari atas hingga bawah dengan jumlah yang tidak melebihi ketentuan.

Misalnya daging colossal maksimal 45 pcs/lb dan jumbo maksimal 110 pcs/lb.

Setiap kemasan kaleng atau plastic cup diberi Sodium Acid Pyrophosphate

(SAPP) bubuk dengan cara mengisi daging rajungan setengah bagian kemasan

kemudian ditambahkan SAPP sebanyak 1 - 1,4 gram dan diisi daging rajungan

lagi sampai penuh. Tujuan penambahan SAPP adalah untuk mempertahankan

warna daging rajungan dan mengurangi kehilangan cairan pada daging. Akhmadi

Page 48: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

(2006) mengatakan bahwa fungsi SAPP adalah sebagai pencegah terbentuknya

warna biru (blueing).

Dilakukan penimbangan akhir setelah pengisian daging selesai agar tidak

terjadi kekurangan maupun kelebihan isi dalam kemasan kaleng atau plastic cup.

Apabila hasil timbangan lebih berat dari berat yang sudah ditentukan yaitu 454-

456 gram/lb maka dilakukan pengurangan daging dan apabila berat kurang maka

dilakukan penambahan daging. Contoh daging rajungan dalam kemasan kaleng

dan plastic cup dapat dilihat pada gambar 4.2 dan 4.3.

Gambar 4.2. Daging Rajungan dalam Kaleng(A)Special (B) Cocktail (C) Jumbo

Gambar 4.3. Daging Rajungan Claw Meat dalam Plastic Cup

e. Penutupan kaleng atau plastic cup (Seaming)

Karyawan bagian seaming melakukan persiapan mesin dan pengujian hasil

double seam sebelum melakukan penutupan kaleng atau cup plasctic. Tahap

persiapan mesin yang dilakukan adalah pembersihan mesin dari sisa daging yang

menempel dan pemberian bahan pelumas pada bagian roll mesin dimana pelumas

yang dipakai bersifat food grade. Thaheer (2005) mengatakan bahwa pelumas,

Page 49: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

pembersih dan bahan dasar peralatan secara keseluruhan harus memiliki

klasifikasi food grade. Jika diketahui terjadi kerusakan pada mesin seamer maka

dilakukan perbaikan. Pengujian double seam perlu dilakukan untuk mencegah

terjadinya penyimpangan selama proses seaming atau kebocoran pada produk

akibat seaming.

Pengujian hasil double seam dilakukan setiap dua jam atau setiap

penutupan 400 kaleng atau plastic cup. Pengujian tersebutmeliputi tinggi kaleng,

countersink (kedalaman tutup kaleng), flange length (bibir kaleng), seam

thickness (ketebalan seam), seam width (lebar seam), body hook (kait badan),

cover hook (kait depan), free winkle (kerutan kaleng) dan overlap. Setiap

parameter tersebut dicek menggunakan alat khusus seperti digital caliper yaitu

alat untuk mengukur tinggi kaleng,micrometer sekrup yaitu alat untuk mengukur

seam thickness, seam width, body hook, cover hook dan deal indicator yaitu alat

untuk mengukur counter sink. Hasil pengecekan double seam dicatat dalam form

khusus dari perusahaan. Contoh form hasil pengecekan penutupan kaleng dapat

dilihat pada Lampiran 7. Penutupan kaleng atau plastic cup dilakukan dengan

hati-hati dan teliti. Kaleng atau plastic cup yang akan diseaming diletakkan di atas

basket yang dasarnya diberi es curah. Hal ini bertujuan untuk menjaga suhu

produk dalam kaleng atau plastic cup agar tidak mengalami kemunduran mutu.

f. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah pemanasan untuk memperpanjang umur simpan bahan

pangan dengan suhu di bawah 100 oC yang bertujuan untuk membunuh

mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan jamur serta menginaktivasi enzim

Page 50: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

yang terdapat dalam pangan itu sendiri (Sukasih dkk., 2009). Pasteurisasi di PT.

Pan Putra Samudra dilakukan di dalam hot pasteurisasidengan menggunakan suhu

187 oF - 189 oF (86 oC - 87 oC) selama 140 menit untuk kaleng 16 oz, sedangkan

pasteurisasi plastic cup 8 oz menggunakan suhu 183 oF - 185 oF selama 145 menit

dan plastic cup 16 oz menggunakan suhu 183 oF - 185 oF selama 155 menit. Tank

pasteurisasi dibersihkan dari kotoran sebelum proses pasteurisasi dilakukan,

kemudian diisi air bersih. Dilakukan pemanasan air dalam tank dengan suhu

sesuai dengan suhu pasteurisasi yang telah ditetapkan selama 30 menit.

Proses pasteurisasi dilakukan dengan cara memasukkan keranjang yang

berisi kaleng atau plastic cup hasil penutupan (seaming) ke dalam tank

pasteurisasi yang telah berisi air bersih, kemudian ditutup dengan penutupnya.

Proses pasteurisasi dilakukan dalam tiga buah tank pasteurisasi dengan kapasitas

10 keranjang stainless steel setiap tank. Selama proses pasteurisasi dilakukan

pengukuran suhu tank pasteurisasi setiap lima menit untuk mengetahui

penyimpangan suhu pada saat proses pasteurisasi berlangsung.

Hasil pengukuran suhu tersebut dicatat dalam form khusus dari

perusahaan. Contoh form pengecekan suhu tank pateurisasi dapat dilihat pada

Lampiran 8. Selain melakukan pengukuran suhu hot tank juga dilakukan

pengukuran suhu pusat daging setiap lima menit. Pengukuran suhu pusat daging

dilakukan dengan cara menyiapkan empat kaleng atau plastic cup yang diberi

lubang pada bagian tengah kemasan dan dipasang dengan jarum yang

dihubungkan dengan thermocouple dimana suhu daging terkontrol oleh komputer

setiap menit.

Page 51: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

g. Pendinginan

Proses pendinginan dilakukan segera setelah produk dipasteurisasi.

Sebelum proses pendinginan dilakukan, persiapan yang harus dilakukan adalah

pembersihan tank pendinginan dari kotoran kemudian pengisian air dan es curah.

Selain itu juga dilakukan pemberian chlorine 3 - 5 ppm untuk meminimalkan

mikroba yang ada dalam tank pendinginantersebut. PT. Pan Putra Samudra

menggunakan tiga buah tank untuk proses pendinginan produknya. Proses

pendinginan dilakukan dengan suhu 32 oF - 38 oF selama 120 menit. Pada tank

pendinginan juga dialiri gas yang berasal dari kompresor untuk meratakan suhu.

Proses pendinginan berfungsi untuk membunuh bakteri thermofilik yang

belum mati (Akhmadi, 2006). Adawyah (2008) menambahkan bahwa bakteri

yang masih bertahan hidup akan mati dengan proses pendinginan. Selain itu pada

proses pendinginan juga dilakukan pemantauan suhu air setiap lima menit dengan

menggunakan termometer kemudian hasil pemantauan tersebut dicatat dalam form

khusus dari perusahaan. Contoh form pengecekan suhu tank pendinginan dapat

dilihat pada Lampiran 8.

h. Pengepakan (Packing)

Pengepakan dilakukan setelah produk dikeluarkan dari cold tank. Proses

pengepakan dilakukan dengan cepat dan hati-hati di dalam ruangan pada suhu

maksimal 20 oC. Suhu ruangan tersebut dicek setiap satu jam oleh karyawan

bagian pengepakan dan dicatat dalam form khusus dari perusahaan. Contoh form

pengecekan suhu ruang pengepakan dapat dilihat pada Lampiran 9. Produk

dikemas dalam Master Carton (MC) yang sudah diberi kode. Kode tersebut harus

Page 52: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

berurutan sesuai dengan jenis daging dan brand buyer. Satu master carton diisi

dengan enam atau 12 kaleng atau plastic cup sesuai dengan ketetapan dari buyer.

Setelah produk dimasukkan ke dalam MC kemudian ditutup dengan lakban dan

MC tersebut diberi label atau stiker yang memberi informasi tentang jenis produk,

kode produksi dan brand.

i. Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan dalam cold storage dengan suhu 0 oC - 3,3 oC.

Penyimpanan produk menggunakan sistem FIFO (First In First Out) yaitu sistem

dimana produk yang masuk pertama akan pertama keluar. Hal ini memudahkan

pembongkaran ketika proses distribusi. BSN (2010c) mengatakan bahwa penataan

produk rajungan kaleng dalam ruang penyimpanan diatur sehingga memudahkan

pembongkaran.

Penyusunan produk dalam cold storage dilakukan dengan cara menumpuk

master carton dengan jenis produk dan brand yang sama seperti menumpuk batu

bata dan diberi jarak antara dinding dengan master carton agar terjadi pemerataan

suhu dan memperlancar sirkulasi udara dingin selama penyimpanan. Suhu di

dalam cold storage tersebut dicek setiap satu jam oleh petugas penyimpanan dan

dicatat dalam form khusus dari perusahaan. Contoh form hasil pengecekan suhu

cold storage dapat dilihat pada Lampiran 10.

j. Distribusi

Proses distribusi dilakukan jika ada permintaan dari buyer. Jumlah produk

di dalam cold storage yang akan diekspor dicek oleh supervisor stuffing sebelum

dilakukan proses distribusi. Selain itu dilakukan pengujian sensori, mikrobiologi,

Page 53: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

dan chloramphenicol oleh analis laboraturium terhadap produk sebelum diekspor

dan dicatat hasilnya dalam form khusus dari perusahaan. Contoh form pengujian

sensori, mikrobiologi dan chloramphenicol produk dapat dilihat masing-masing

pada Lampiran 11, 12 dan 13. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengajukan

sertifikat ekspor.

Distribusi dilakukan dengan menggunakan kontainer berefrigerasi yang

berukuran 20 feet (2200 MC) atau 40 feet (3225 MC). Sebelum memasukkan

produk ke dalam kontainer, supervirsor stuffing (pengangkutan) melakukan

pengecekan terhadap kondisi kontainer dengan melihat tahun pembuatan

kontainer dan monitor penunjuk suhu dalam kontainer. Produk dapat dimasukkan

ke dalam kontainer setelah kondisi kontainerdinyatakan baik. Produk di dalam

kontainer disusun berdasarkan jenis produk (colossal, jumbo, dan lain-lain) dan

nomor urut master carton yang sesuai dengan rancangan penyusunan produk di

dalam kontainer yang dibuat oleh supervisor stuffing.

Penataan master carton dalam kontainer menggunakan metode 7 - 6 yaitu

peletakan tujuh master carton pada dasar kontainer kemudian diletakkan enam

master carton di atasnya atau metode 11-10 yaitu peletakan 11 master carton

pada dasar kontainer kemudian diletakkan 10 master carton di atasnya. Metode

penyusunan 11-10 digunakan untuk produk plastic cup yang berukuran 16 oz

sedangkan metode penyusunan 7-6 digunakan untuk produk kaleng 16 oz maupun

produk plastic cup 8 oz. Suhu kontainer selama proses pengangkutan

dipertahankan pada suhu 0oC.

Page 54: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

4.5.2 Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah salah satu

persyaratan kelayakan dasar yang bertujuan untuk melakukan pengawasan

terhadap kondisi sanitasi lingkungan agar prosedur yang dihasilkan aman

berkaitan dengan semua sarana pengolahan, sarana kebersihan, personil dan

lingkungan di Unit Pengolah Ikan (Susianawati, 2006). Sarwono (2007)

menambahkan bahwa Sanitation Standard Operating Procedure mencakup aspek

penting yang disyaratkan dalammemproduksi pangan mulai dari lokasi industri,

lingkungan, bangunan, bahanbangunan, fasilitas, peralatan, karyawan produksi,

penerimaan bahan danpengecekan kebersihan lingkungan perusahaan. Sanitation

Standard Operating Prosedure (SSOP) atau prosedur operasi standar sanitasi

yang diterapkan di PT. Pan Putra Samudra sebagai berikut:

a. Keamanan Air dan Es

Air yang digunakan dalam proses produksi pengalengan rajungan di PT.

Pan Putra Samudra adalah air yang berasal dari air tanah yang telah dilakukan

treatment dengan reserve osmosis (RO) dan air PDAM dari daerah Lasem yang

telah teruji aman untuk digunakan. Penggunaan air telah memenuhi persyaratan,

baik air yang digunakan untuk proses produksi, cuci tangan, cuci kaki, peralatan,

lantai dan sebagainya. Darwis (2012) mengatakan bahwa air yang kontak

langsung dengan pangan atau peralatan dan digunakan dalam proses produksi

harus aman dan bersumber dari air bersih atau telah mengalami perlakuan terlebih

dahulu (treatment).

Page 55: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Es yang digunakan untuk proses produksi pengalengan rajungan di PT.

Pan Putra Samudra dibeli dari pabrik es yang berada di sekitar daerah Rembang.

Es tersebut terbuat dari air bersih dan telah memenuhi persyaratan yang

ditetapkan. Hariadi (1994) mengatakan bahwa es harus terbuat dari air bersih. Es

berbentuk balok dan sebelum digunakan dihancurkan terlebih dahulu dengan

mesin penghancur es. Pemeriksaan terhadap kualitas air dan es dilakukan oleh

Dinas Perikanan dan Dinas Kesehatan Semarang setiap enam bulan. Sedangkan

pengujian kualitas air dan es oleh perusahaan dilakukan setiap satu bulan.

b. Kebersihan Permukaan yang Kontak Langsung dengan Pangan

Peralatan yang digunakan pada proses produksidi PT. Pan Putra Samudra

seperti meja kerja, toples, keranjang, nampan dan pisau merupakan peralatan yang

halus, tahan air dan anti karat. Sanitasi peralatan dilakukan sebelum dan setelah

proses oleh karyawan sanitasi.Sanitasi meja kerja dilakukan dengan cara

menyemprot meja menggunakan air yang dicampurchlorine 100 ppm. Thaheer

(2005) mengatakan bahwa penggunaan chlorine untuk permukaan yang kontak

langsung dengan pangan adalah 100-200 ppm.

Peralatan toples, keranjang, nampan dan pisau dicuci menggunakan air

tawar, kemudian dicuci dengan larutan bloom sebagai pengganti detergen dan

terakhir dicuci menggunakan campuran air dan larutan QT-50 sebanyak 2,2 %.

Tujuan dari pencucian peralatan adalah untuk mengilangkan kotoran, daging

rajungan yang menempel dan menghilangkan bakteri.

Page 56: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

c. Pencegahan Kontaminasi Silang

Sarwono (2007) mengatakan bahwa tata letak ruang produksi berhubungan

erat dengan kontaminasi silang terhadap pangan. Ruang produksi di PT. Pan Putra

Samudra diberi sekat untuk setiap ruang proses seperti ruang penerimaan bahan

baku, sortasi, canning, seaming, pasteurisasi, pengepakan dan penyimpanan

sehingga dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi silang dan tidak

menggangu kelancaran serta aktivitas karyawan.

Ramadhani (2013) mengatakan bahwa kontaminasi yang paling potensial

bersumber dari karyawan. Oleh karena itu, karyawan diharuskan menggunakan

perlengkapan kerja yaitu pakaian kerja, masker, sarung tangan, penutup kepala

dan alas kaki karyawan setiap memasuki ruang proses. Pakaian kerja yang dipakai

karyawan terdiri dari tiga jenis warna yaitu biru, orange dan ungu.

Pakaian kerja warna biru dipakai pada hari Senin, Selasa, Jum’at dan

Sabtu dan warna orange dipakai pada hari hari Rabu dan Kamis. Pakaian kerja

warna ungu merupakan pakaian yang hanya dimiliki dan dipakai oleh karyawan

sanitasi. Pakaian pekerja harus dicuci sendiri oleh karyawan setiap hari.

Sedangkan pakaian kerja supervisor, quality control, quality assurance dan

manager berwarna putih dan PT. Pan Putra Samudra menyediakan fasilitas

laundry untuk mencuci pakaian tersebut.

Masker dan penutup kepala yang dipakai karyawan terbuat dari bahan

yang bisa digunakan berulang kali sehingga karyawan tidak perlu mengganti

setiap hari tetapi hanya dicuci setiap hari. Sedangkan sarung tangan karyawan

diberikan oleh petugas sanitasi setiap hari kepada karyawan sebelum memasuki

Page 57: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

ruang produksi. Apabila sarung tangan kotor, harus diganti dan karyawan

meminta sarung tangan baru kepada petugas sanitasi. Selain itu, petugas sanitasi

mengecek kelengkapan dan kebersihan pakaian karyawan sebelum memasuki

ruang produksi. Setiap seminggu sekali dilakukan pengecekan terhadap kuku oleh

petugas sanitasi terhadap karyawan.

Karyawan juga dilarang menggunakan kosmetik karena pada kosmetik

terdapat bahan kimia yang dapat mengkontaminasi produk dan untuk

mengantisipasinya karyawan harus mencuci muka terlebih dahulu sebelum

memasuki ruang produksi. Alas kaki karyawan juga harus dicuci dengan sabun

sebelum memasuki ruang produksi dan harus melewati footbath yang berisi air

dengan chlorine 200 ppm.

Ketika karyawan keluar dari ruang produksi atau ke toilet, karyawan harus

melepas pakaian kerja, masker, penutup kepala dan sarung tangan. Karyawan

harus mencuci tangan sebelum dan setelah ke toilet, kemudian karyawan memakai

perlengkapan kerjanya kembali dan memasuki ruang proses melalui footbath yang

berisi air dengan chlorine 200 ppm.

d. Fasilitas cuci tangan, sanitasi dan toilet

Fasilitas cuci tangan di PT. Pan Putra Samudra ditempatkan di tempat

yang mudah dijangkau seperti di sebelah pintu masuk ruang produksi, di dalam

ruang produksi dan di sebelah toilet. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan

sabun cair untuk cuci tangan tetapi tidak terdapat pengering atau blower dan lap

tangan. Sedangkan fasilitasfootbath ditempatkan sebelum memasuki ruang

Page 58: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

produksi, sebelum memasuki ruang pasteurisasi dan sebelum memasuki ruang

pengepakan.

Toilet berjumlah enam buah yang terbagi menjadi tiga toilet pria dan tiga

toilet wanita. Toilet terletak di luar ruang produksitetapi tidak dilengkapi dengan

sabun dan lap tangan. Toilet selalu dijaga kebersihannya oleh petugas sanitasi,

diberi tempat sampah di sepanjang toilet dan sebelum masuk toilet terdapat bak

untuk cuci alas kaki dan tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun cair.

Karyawan yang keluar dari toilet diwajibkan untuk cuci tangan dan cuci alas kaki.

Jumlah toilet yang ada belum mencukupi untuk jumlah karyawan yang

mencapai 250 orang. Seharusnya jumlah toilet disesuaikan dengan jumlah

karyawan yaitu sebanyak 12 toilet. Winarno dan Surono (2002) mengatakan

bahwa jumlah toilet yang dianjurkan untuk 100 orang karyawan adalah lima toilet.

Sehingga perlu diadakan pembangunan toilet tambahandi PT. Pan Putra Samudra

untuk menghindari terjadinya antrian karyawan di toilet yang akan menghambat

proses produksi.

e. Pelabelan dan Penyimpanan Bahan Kimia

Bahan kimia, pembersih dan sanitaizer disimpan terpisah dari ruang

pengolahan di PT. Pan Putra Samudra sehingga tidak mengakibatkan terjadinya

kontaminasi dengan produk. Bahan kimia diberi label sesuai dengan merek

masing-masing dan disimpan dengan baik di dalam ruangan khusus. Nurdiansyah

(2010) mengatakan bahwa pemberian label pada bahan-bahan kimia penting

untuk dilakukan guna mencegah kesalahan dan memonitor penggunaan. Bahan

Page 59: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

pembersih dan sanitaizer disimpan dalam ruang sanitasi dan diberi label, untuk

cara penggunaan ditempel di ruang sanitasi.

f. Pengendalian Hama

Hama yang biasa terdapat dalam industri pangan dan memerlukan

pengendalian adalah binatang pengerat seperti tikus, serta beberapa macam

serangga seperti nyamuk, kecoa, semut, lalat dan lebah (Thaheer, 2005). PT. Pan

Putra Samudra menggunakan alat yang berbeda untuk mengendalikan binatang

pengerat dan serangga di dalam dan di luar ruang produksi. Pengendalian

serangga di luar ruang produksi dengan memasang insect killer pada pintu masuk

dan di dekat ruang penerimaan bahan baku, sedangkan di dalam bangunan

dipasang Fliestop Stationpada pintu masuk ruang produksi, sisi pintu area

receiving dan sisi pintu ruang pasteurisasi.

Pengendalian tikus di dalam dan di luar bangunan juga menggunakan

metode yang berbeda. Pengendalian tikus di luar bangunan menggunakan metode

pengumpanan. Umpan yang dipasang adalah jenis racun kronis anticoagulant

berbentuk batangan yang ditempatkan pada wadah khusus yaitu Rodent Bait

Station (RBS). RBS yang terpasang di luar bangunan sebanyak 20 titik, dimana

jarak antara titik satu dengan titik lain adalah 15 meter. Pengendalian tikus di area

dalam bangunan adalah dengan menggunakan Pest Glue Trap (PGT) yang

ditempatkan di sepanjang dinding dengan jarak antara 10-15 meter dan sebanyak

14 titik. Pengendalian hama di dalam bangunan juga dengan melakukan

penyemprotan atau fogging pada malam hari setiap satu bulan sekali.

Page 60: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

g. Penanganan Limbah

Limbah yang dihasilkan dari proses pengalengan rajungan di PT. Pan

Putra Samudra meliputi limbah cair dan padat. Limbah cair berasal dari air yang

digunakan selama proses produksi dan berasal dari lelehan es yang digunakan

selama rantai dingin. Penanganan limbah cair di dalam ruang produksi yaitu

dengan cara membuat selokan kecil yang diatasnya terdapat celah-celah kecil

sehingga limbah yang masuk hanya limbah cair. Selokan kecil di dalam ruang

produksi juga dapat mencegah genangan air sehingga kontaminasi silang akibat

percikan air di lantai dapat diatasi.

Marriot and Gravani (2006) mengatakan bahwa dalam limbah cair masih

terdapat banyak zat organik yang dapat menyebabkan mikroorganisme tumbuh

subur dan jika dialirkan langsung ke perairan maka dapat meningkatkan unsur

hara di perairan, sehingga terjadi blooming mikroorganisme yang dapat

menurunkan kadar oksigen terlarut (BOD) dan meyebabkan ikan mati. PT. Pan

Putra Samudra sudah melakukan treatment terhadap limbah cair yang dihasilkan

sebelum dialirkan ke sungai. Sedangkan limbah padat yang dihasilkan berupa sisa

shell, inner carton, master carton, plastik, mika dan kaleng yang sudah tidak

terpakai. Penanganan limbah padat yang dilakukanoleh PT. Pan Putra Samudra

adalah dengan menjual limbah tersebut.

4.6 Penerapan HACCP pada Pengalengan Rajungan

Penerapan prinsip-prinsip HACCP pada PT. Pan Putra Samudra terdiri

dari tugas-tugas sebagai berikut:

Page 61: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

4.6.1 Pembentukan Tim HACCP

Tim HACCP pada PT. Pan Putra Samudra terdiri multidisplin seperti

manager produksi, quality assurance, kepala laboraturium, supervisor sanitasi,

dan supervisor bagian produksi yaitu supervisorsortir dan canning. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Dewanti dan Hariyadi (2013) bahwa tim HACCP terdiri dari

anggota dengan latar belakang pendidikan dan/atau keahlian yang berbeda (multi

disiplin).

Quality Assurance (QA) termasuk dalam ketua tim HACCP, hal ini

dikarenakan QA bertugas untuk mereview apakah HACCP yang diterapkan pada

perusahaan sudah sesuai dengan apa yang direncanakan. Anggota tim HACCP

PT. Pan Putra Samudra dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.1. Tim HACCP PT. Pan Putra SamudraNo. Nama Pendidikan Jabatan Pendidikan Non Formal

1.

Daryana STIPER Pertanian-Semarang

Manager QA dan Koordinator HACCP

HACCP dari Kementerian Kelautan dan Perikanan

2. Ariefudin Sigit

Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta

Asisten QA -

3. Daromi APRIKA-JEPARA Manager Produksi

HACCP dari Kementerian Kelautan dan Perikanan

4.

Agung Hendi P.

STM Analisis-Semarang

Kepala Laboraturium

Sertifikat kepala laboraturium dari departemen perikanan dan sertifikat HACCP dari Kementerian Kelautan dan Perikanan

5.Muklis A. UMS-Surakarta Supervisor

Sortir dan Canning

-

6. Edi SMA-Rembang Supervisor Sanitasi

-

7. Nur Hidayat

SMA-Rembang Manager Mesin

-

Page 62: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

8. Ahmadi SMA-Rembang Supervisor Seaming

-

9. Roni SMA-Rembang Supervisor Pasteurisasi

-

10. Syaiful SMA-Rembang Kepala Pergundangan

-

11. Gunawan APRIKA-Jepara Manager Lapangan

-

Sumber; PT. Pan Putra Samudra

4.6.2 Deskripsi Produk

Langkah selanjutnya dalam penerapan HACCP adalah deskripsi produk.

Codex (1997) mengatakan bahwa deskripsi produk menjelaskan tentang

karakteristik produk, struktur kimia/fisik, perlakuan pengolahan, pengemasan,

umur simpan, cara penyimpanan dan metode pendistribusian. Krisnawati (2002)

mengatakan bahwa deskripsi produk yang jelas dapat mengontrol penanganan

produk akhir dengan baik sehingga menghasilkan produk yang aman dikonsumsi.

Deskripsi produk yang diproduksi oleh PT. Pan Putra Samudra dapat dilihat pada

Tabel 4.2.

Page 63: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Tabel 4.2. Deskripsi Produk 1 Nama Produk Daging Rajungan Pasteurisasi2 Bahan Baku Rajungan (Portunus pelagicus)3 Asal Bahan Baku Daging rajungan berasal dari supplier dan mini

plant, yang ditangkap dari Pulau Jawa, Laut Sumatera dan Laut Bangka Belitung.

4 Penerimaan Bahan Baku Daging rajungan yang berasal dari supplier atau mini plant yang diangkut oleh truk, didalam bak fiber dengan ditambahkan es curah, suhu disarankan lebih rendah dari 4,4oC/40oF. Bahan baku langsung diproses atau disimpan pada suhu dingin (0o -3,3oC/32o -38o F)

5 Produk Akhir Pasteurized Crab meat (Pasteurisasi Daging Rajungan).

6 Bahan Tambahan Makanan

SAPP (Sodium Acid Pyrophosphate)

7 Alur Proses Penerimaan, pengecekan mutu atau penyimpanan dingin, pensortiran, pensortiran akhir, pendeteksi metal, penerimaan SAPP, penerimaan kaleng dan tutup, plastic cup dan tutup, pencampuran, pengisian, penimbangan, penutupan, pasteurisasi, pendinginan, pengemasan dan pelabelan, penyimpanan dingin, pemuatan dan pengkapalan

8 Jenis kemasan a. KalengBahan : tin plateUkuran : 401x301b. Plastic cupBahan : R35C-01 (Polypropylene Random Copolymer)Ukuran : 307x300 (8 oz), 401x308 (16 oz)c. Master Carton dan Inner CartonMaterial : corrugated carton box/KartonDimension : 410mmx305mmx87mmGramature : 200 K/150/200KWax coated outside/Pelapis lilin melapisi bagian luar

9 Saran Penyimpanan Disimpan di ruangan pendingin pada suhu 0oC-3,3oC (32oF - 38oF)

10

Masa Kadaluarsa 18 bulan pada kondisi dingin

11

Label/Spesifikasi Nama dan jenis produk, kode produksi, berat bersih, dan ukuran kaleng atau plastic cup, kandungan isi kaleng atau plastic cup, saran penyimpanan, negara asal, nama distributor dan daftar bahan tambahan

Page 64: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

12

Penggunaan Siap sajiProduk yang dihasilkan adalah produk yang dapat menyebabkan alergi pada orang tertentu (orang yang alergi terhadap crustacean), karena produk berasal dari bahan baku yang tergolong allergen yaitu rajungan (Portunus pelagicus)

13

Pesan Pencegahan Kesalahan Penanganan

Produk ini adalah dalam kaleng dan plastic cup dan biasanya pembeli merasa produk tersebut stabil dan mereka mungkin tidak menyimpannya dalam refrigerasi dan ini merupakan kesalahan penanganan. Semua packaging (kaleng, plastic cup, master carton, inner) terdapat tulisan “Keep Refrigerated” (simpan dalam suhu refrigerasi) untuk mencegah kesalahan penanganan yang mengakibatkan bahaya yang bisa timbul

14

Konsumen Masyarakat umum

Sumber; PT. Pan Putra Samudra

4.6.3 Identifikasi Penggunaan

Produk rajungan kaleng pada PT. Pan Putra Samudra mempunyai segmen

pasar untuk masyarakat umum. Produk rajungan kaleng ini merupakan produk

siap saji (ready to eat) tanpa harus diolah lagi. Produk rajungan kaleng dapat

menyebabkan alergi pada orang tertentu karena berasal dari bahan baku yang

tergolong allergen yaitu rajungan. Konsumen diminta untuk menyimpan produk

tersebut pada suhu 0oC-3,3oC pada saran penggunaanya. Kesalahan penanganan

terhadap produk tersebut yang mungkin dilakukan konsumen adalah tidak

menyimpannya dalam refrigerator karena merasa produk tersebut stabil dalam

kemasan kaleng atau plastic cup. BSN (1998) menjelaskan bahwa identifikasi

penggunaan harus didasarkan pada kegunaan yang diharapkan dari produk oleh

konsumen.

Page 65: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

4.6.4 Penyusunan Diagram Alir Proses

Penyusunan diagram alir dilakukan oleh tim HACCP. Diagram alir

menggambarkan seluruh rangkaian langkah proses yang terjadi sejak penerimaan

bahan baku sampai produk akhir didistribusikan. Sarwono (2007) mengatakan

bahwa penyusunan diagram alir penting untuk menentukan tahapan operasional

yang akan dikendalikan. Diagram alir proses pengalengan rajungan dapat dilihat

pada Gambar 4.7.

4.6.5 Pemeriksaan Bagan Alir Proses

Diagram alir yang telah disusun diverifikasi oleh tim HACCP dengan

turun langsung ke lapangan. Apabila ditemukan adanya kekurangan maka

diagram alir yang telah disusun diperbaiki sesuai dengan kondisi lapangan

(Dewanti dan Hariyadi, 2013). Tahapan ini sangat penting untuk mencegah bagan

alir proses yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan bagan alir proses yang ada di

lapangan karena dapat membuat manual HACCP yang telah dibuat tidak dapat

dilaksanakan dengan benar. Seluruh proses pengalengan rajungan yang ada di PT.

Pan Putra Samudra sudah sesuai dengan diagram alir proses sebagaimana tertera

dalam HACCP plan.

Page 66: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Gambar 4.4. Diagram Alir Proses (Sumber; PT. Pan Putra Samudra)

7. Penerimaan SAPP

5. Pendeteksian LogamFe : 2 mm, Non Fe : 2.5 mm

SS : 3.5 mm

8. Penerimaan kaleng dan tutup, plastic cup

dan tutup2. Pengecekan Mutu

4. Penyortiran Akhir

3. Penyortiran

6. Pencampuran

12. PasteurisasiKaleng : 1870F – 1890F 140 menit, Plastic cup: 8 oz 183 oF – 185 oF 145

menit, 16 oz 155 menit

13. Pendinginan320F – 380F, 120 menit

menit

14. Pengemasan dan Pelabelan

Penyimpanan dalam Gudang Kering

Penyaringan

Penyimpanan dalam Gudang

Kering

Penyortiran dan Pembersihan

Pengkodean

11. Penutupan KalengKaleng : OL min 1,1 mm

Plastic cup : OL min 0,76 mm

16. Pemuatan dan Pengkapalan320F – 380F

15. Penyimpanan Dingin320F – 380F

SAPP Cair / Bubuk1-1,4 g/lb (16 oz)

Penyimpanan Dingin320F – 38 oF

Diluar spec, benda asing,

over shell

Analisa Produk

Basi, residu CAP di atas batas kritis

Dikerjakan lagi

Rijek

Ok

Tidak

9. Pengisian

10. Penimbangan16 oz: 454 g, 8oz: 227 g

Rilis Produk

Penerimaan Bahan Baku

Page 67: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

4.6.6 Analisis Bahaya

Sarwono (2007) mengatakan bahwa bahaya adalah faktor biologis, kimia

atau fisik di dalam makanan yang dapat merugikan kesehatan konsumen. Analisis

bahaya dilakukan pada tiap tahapan proses pengalengan rajungan. Analisis bahaya

pada proses pengalengan rajungan dilakukan untuk mengetahui terlebih dahulu

faktor penyebab bahaya dan bahaya potensial yang ditimbulkan, kemudian

mengkategorikan bahaya tersebut apakah termasuk biologi, kimia atau fisik dan

menetapkan resiko atau signifikansi bahaya yang teridentifikasi serta menetapkan

tindakan pencegahan. Analisis bahaya pada proses pengalengan rajungan di PT.

Pan Putra Samudra terdapat padaLampiran 14

4.6.7 Penetapan Critical Control Point (CCP)

Penetapan Critical Control Point pada setiap tahapan proses pengalengan

rajungan di PT. Pan Putra Samudra menggunakan pohon keputusan atau descision

tree. CCP ditetapkan pada setiap tahapan proses mulai dari penerimaan bahan

baku hingga penyimpanan produk akhir. Penetapan CCP pada proses pengalengan

rajungan di PT. Pan Putra Samudra dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Penetapan CCP dengan Pohon KeputusanTahapan Proses Bahaya Potensial

NyataP1*

(Y/T)P2*

(Y/T)P3*

(Y/T)P4*

(Y/T)CCP

1. Penerimaan bahan baku

chloramphenicol Ya Ya - - CCP

2. Sortasi Shell dan benda asing

Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP

3. Metal Fragmen logam Ya Ya - - CCP

Page 68: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Detecting4. Seaming Bakteri patogen Ya Ya - - CCP5. Pasteurisasi Pertumbuhan

bakteri patogen Ya Ya - - CCP

6. Pendinginan Pertumbuhan bakteri patogen

Ya Ya - - Bukan CCP

7. Pengepakan Pertumbuhan bakteri patogen

Ya Tidak Tidak - Bukan CCP

8. Penyimpanan Pertumbuhan bakteri patogen

Ya Tidak Ya Tidak CCP

Keterangan: *P1= Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang teridentifikasi?*P2: Apakah tahap ini dirancang khusus untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya hingga tingkatan yang dapat diterima?*P3: Dapatkah kontaminasi bahaya terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapat meningkat hingga tingkatan yang tidak dapat diterima?*P4: Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan bahaya atau mengurangi keberadaannya hingga tingkatan yang dapat diterima

Berdasarkan hasil identifikasi CCP didapatkan lima tahapan proses yang

ditetapkan sebagai CCP yaitu:

1) Penerimaan bahan baku

Proses penerimaan bahan baku merupakan CCP pertama, dimana potensi

bahaya yang paling nyata adalah kontaminasi bahan antibiotik chloramphenicol.

Residu chloramphenicol pada daging rajungan tidak dapat dihilangkan pada

tahapan proses selanjutnya dan hanya dapat dilakukan tindakan pencegahan. Oleh

karena itu pada tahap penerimaan bahan baku dilakukan pengujian kandungan

chloramphenicol. Apabila daging rajungan sudah terdeteksi mengandung

chloramphenicol yang melebihi standar yang ditetapkan perusahaan, maka

dikhawatirkan pada produk akhir nanti terdeteksi kandungan chloramphenicol

yang lebih tinggi.

2) Metal detecting

Page 69: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Bahaya potensial nyata yang dapat terjadi pada tahap metal

detectingadalah adanya kandungan logam (fragment logam) pada daging karena

kontaminasi logam selama proses. Bahaya kandungan logam yang dimaksud

adalah steples, peniti, jarum, atau karat pada peralatan seperti pisau yang kontak

langsung dengan produk. Kandungan logam tidak dapat dihilangkan pada tahapan

proses selanjutnya dan hanya dapat dilakukan pencegahan. Oleh karena itu

diperlukan metal detector yang berfungsi untuk mendeteksi kandungan logam

yang mungkin ada di dalam produk. Kandungan logam yang mungkin terdeteksi

antara lain Fe, Ss, dan Cu. Jika logam tersebut masuk ke dalam tubuh dapat

menggangu kesehatan. Keakuratan mesin metal detector sangat mempengaruhi

deteksi logam pada daging, sehingga mesin harus selalu dikalibrasi sebelum dan

setelah digunakan.

3) Seaming

Bahaya yang terjadi pada tahapan ini adalah kontaminasi bakteri patogen

yang disebabkan oleh kebocoran kaleng karena penutupan kaleng yang kurang

sempurna. Proses seaming ditetapkan sebagai CCP karena tidak ada tahapan

proses selanjutnya yang dapat memperbaiki kebocoran kaleng tetapi hanya dapat

dicegah dengan melakukan pengawasan pada proses tersebut.

4) Pasteurisasi

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap pasteurisasi adalah pertumbuhan

bakteri patogen tahan panas dan pemasakan yang berlebihan (over cooking). Jika

suhu dan lamanya pasteurisasi tidak sesuai standar maka berpotensi besar

terhadap pertumbuhan bakteri patogen dalam produk yang dapat membahayakan

Page 70: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

konsumen jika mengkonsumsi produk tersebut, sehingga diperlukan pengontrolan

suhu dan waktu selama proses pasteurisasi berlangsung. Pengaturan suhu dan

lamanya pasteurisasi yang sesuai dengan standar dapat menghambat pertumbuhan

atau membunuh bakteri patogen pada produk. Selain itu juga dapat mengurangi

resiko kerusakan produk baik dari segi fisik (tekstur dan warna) maupun dari segi

kimia (kandungan gizi produk).

5) Penyimpanan

Potensi bahaya pada tahapan penyimpanan adalah pertumbuhan bakteri

patogen yang disebabkan karena kurangnya pengontrolan suhu. Selain itu juga

dapat disebabkan oleh fluktuasi suhu yang terjadi di dalam cold storage. Jika

terjadi pertumbuhan bakteri patogen pada produk maka akan mengurangi bahkan

merusak mutu produk tersebut. Oleh karena itu petugas stock atau penyimpanan

perlu melakukan pengontrolan suhu cold storage.

4.6.8 Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)

Batas kritis merupakan batas toleransi yang harus dipenuhi pada setiap

penetapan CCP untuk mengendalikan bahaya secara efektif. Batas ini tidak boleh

terlampaui karena sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat

dikontrol serta menjamin kemanan produk yang dihasilkan (Sarwono, 2007).

Dewanti dan Hariyadi (2010) menambahkan bahwa batas kritis memisahkan

antara hal aman dengan tidak aman. Batas kritis yang ditetapkan oleh PT. Pan

Putra Samudra dapat dilihat pada Tabel 4.4. Batas kritis tersebut mengacu pada

standar yang ditetapkan oleh perusahaan dan standar yang ditetapkan oleh buyer.

Page 71: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Tabel 4.4. Batas Kritis Tiap Critical Control Point (CCP)No. Tahapan Proses Batas Kritis1. Penerimaan Bahan Baku Chloramphenicol: 0,150 ppb2. Metal Detecting Fe : Minimal 2mm

Non Fe : Minimal 2,5 mmSs : Minimal 3,5 mm

3. Seaming Overlap : Minimal 1,10 mmKerutan kaleng (tightness) : 70-100%

4. Pasteurisasi Kaleng : suhu 187oF – 189oF selama 140 menitPlastic cup : suhu 183oF -185oF selama 145 menit

5. Penyimpanan Suhu 0oC -3,3oC

4.6.9 Penentuan Prosedur Monitoring

Badan Standarisasi Nasional (1998) menjelaskan bahwa monitoring

merupakan pengamatan terjadwal dari CCP yang dibandingkan terhadap batas

kritisnya (Dewanti dan Hariyadi, 2013) menambahkan bahwa prosedur

pemantauan mencakup apa yang akan dipantau, siapa yang melakukan

pemantauan, kapan dilakukan pemantauan, dan bagaimana melakukan

pemantauan. Prosedur monitoring terhadap CCP pada proses pengalengan

rajungan di PT. Pan Putra Samudra yaitu sebagai berikut:

1. Penerimaan Bahan Baku

Apa : Chloramphenicol

Siapa : Analis laboraturium

Kapan : Setiap bahan baku masuk untuk setiap supplier

Bagaimana : Pengujian chloramphenicol dengan metode ELISA rida

Page 72: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Screen

2. Metal Detecting

Apa : Fragmen logam

Siapa : Petugas metal detecting

Kapan : Setelah dilakukan final checking

Bagaimana : Pengecekan menggunakan mesin metal detector

3. Seaming

Apa : Double seam, kondisi kaleng setelah ditutup

Siapa : Supervisorseaming

Kapan : Sebelum proses seaming dan setiap penutupan 400 kaleng

atau plastic cup

Bagaimana : Melakukan pengecekan mesin seamer

4. Pasteurisasi

Apa : Suhu dan waktu pasteurisasi

Siapa : Supervisor Pasteurisasi

Kapan : Setiap lima menit

Bagaimana : Melakukan monitoring suhu dengan computer

5. Penyimpanan

Apa : Suhu cold storage

Siapa : Petugas pengukuran suhu

Kapan : Setiap satu jam sekali

Bagaimana : Dilakukan monitoring terhadap suhu cold storage

4.6.10 Tindakan Koreksi

Page 73: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Dewanti dan Hariyadi (2013) mengatakan bahwa jika tindakan monitoring

gagal maka tindakan koreksi berfungsi untuk menjamin produk pangan yang

dihasilkan aman. Tindakan koreksi yang dilakukan oleh PT. Pan Putra Samudra

yaitu sebagai berikut:

1. Penerimaan bahan baku

Jika bahan baku mengandung chloramphenicol melebihi standar yang

ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,150 ppb maka bahan baku akan dikembalikan

ke supplier atau mini plant.

2. Metal detecting

Daging rajungan yang terdeksi mengandung fragmen logam dipisahkan

dan dibongkar. Kemudian dilakukan pengambilan logam tersebut dan dicatat asal

dari daging rajungan tersebut. Jika metal detector gagal mendeteksi keberadaan

fragmen logam maka dilakukan kalibrasi atau perbaikan terhadap alat tersebut

dengan cara pengecekan sensitifitas alat sehingga fragmen logam yang melewati

alat tersebut dapat terdeteksi keberadaannya.

3. Seaming

Apabila ditemukan keadaan kaleng atau plastic cup diluar ukuran standar

atau penutupan yang tidak sempurna maka proses seaming dihentikan sementara

dan dilakukan pengecekan terhadap mesin seamer. Selain itu kaleng atau plastic

cup yang tidak sempurna penutupannya dipisahkan. Daging rajungan yang berada

dalam kemasan tersebut dikeluarkan dan dikemas kembali.

4. Pasteurisasi

Page 74: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Jika suhu air tidak sesuai dengan standar maka dilakukan penyesuaian

suhu dengan standar yang telah ditetapkan.

5. Penyimpanan

Jika terjadi kenaikan suhu pada cold storage maka dilakukan pengaturan

suhu sesuai dengan batas yang sudah ditetapkan yaitu 0oC-3,3oC.

4.6.11 Tindakan Verifikasi

Verifikasi dalam rencana HACCP adalah kegiatan yang dilakukan untuk

menjamin bahwa rencana HACCP dapat mengendalikan keamanan pangan secara

efektif (Dewanti dan Hariyadi, 2013). Prosedur verifikasi meliputi verifikasi

internal dan eksternal. Verifikasi internal berupa tindakan peninjauan ulang yang

dilakukan oleh pihak perusahaan sedangkan verifikasi eksternal biasanya

dilakukan oleh lembaga sertifikasi.

Verifikasi internal di PT. Pan Putra Samudra dilakukan oleh tim HACCP

untuk memastikan bahwa proses telah sesuai dengan HACCP plan sedangkan

verifikasi eksternal dilakukan satu tahun sekali yang dilakukan dengan

mengajukan surat ke dinas terkait untuk mendapatkan sertifikasi. Prosedur

verifikasi yang diterapkan di PT Pan Putra Samudra yaitu sebagai berikut:

1. Penerimaan bahan baku

a. Pengecekan catatan jumlah dan asal daging rajungan

b. Pengecekan hasil uji kandungan chloramphenicol daging rajungan

2. Metal detecting

Pengecekan lembar monitoring metal detecting setiap hari

Page 75: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

3. Pasteurisasi

a. Pengecekan catatan suhu pusat daging, suhu pasteurisasi dan waktu

pasteurisasi setiap hari

b. Pengujian mikrobiologi terhadap produk hasil pasteurisasi setiap hari

4. Seaming

Pengecekan double seam secara visual setiap hari

5. Penyimpanan

Pengecekan lembar monitoring suhu cold storage setiap hari

4.6.12 Penetapan Dokumentasi dan Pencatatan

Dokumentasi atau pencatatan dalam rencana HACCP adalah rekaman

kegiatan penyusunan rencana HACCP dan implementasinya (Dewanti dan

Hariyadi, 2013). Dokumentasi dan pencatatan yang dilakukan di PT. Pan Putra

Samudra antara lain dokumentasi tim HACCP, deskripsi produk, bagan alir

proses, catatan monitoring semua tahapan proses mulai dari penerimaan bahan

baku sampai penyimpanan produk akhir, catatan tindakan koreksi, catatan

tindakan verifikasi, dan lain-lain.

Page 76: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah sebagai berikut:

1) Persyaratan Dasar bagi penerapan HACCP di PT. Pan Putra Samudra adalah

sudah adanya Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard

Operation Procedure (SSOP).

2) Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. Pan Putra Samudra

telah dilaksanakan pengawasan pada setiap tahapan proses, yaitu tahapan

proses yang menjadi CCP (penerimaan bahan baku, metal detecting, seaming,

pasteurisasi dan penyimpanan) dan tahapan proses bukan CCP (sortasi,

mixing, pengalengan dan pendinginan).

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1) PT. Pan Putra Samudra perlu memberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai

kedisiplinan pelaksanaan GMP dan SSOP kepada karyawan agar proses

pengalengan rajungan berjalan dengan baik.

2) Perusahaan lebih meningkatkan pengawasan terhadap semua tahapan proses

yang menjadi CCP sehingga bahaya yang terjadi dapat ditekan sekecil

mungkin.

Page 77: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

3) Perusahaan perlu melakukan pembangunan toilet tambahan agar sesuai

dengan jumlah karyawan.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. Hal 120-135.

Agustina, E. R., A. K. Mudzakir dan T. Yuliato. 2014. Analisis distribusi pemasaran rajungan (Portunus pelagicus) di desa betahwalang kabupaten demak. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 3 (3): 190-199

Akhmadi, Y. N. 2006. Aplikasi Bagan Kendali Proses Berdasarkan Tingkat Residu Chloramphenicol pada Daging Rajungan di PT. Global Mandiri. Skripsi. Hal 1-24.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya, SNI 01-4852-1998. BSN. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2010a. Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng-Bagian 1: Spesifikasi. SNI 6929.1.2010. BSN. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2010b. Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng-Bagian 1: Persyaratan Bahan Baku. SNI 6929.2.2010. BSN. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2010c. Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng-Bagian 1: Penanganan dan Pengolahan. SNI 6929.3.2010. BSN. Jakarta.

Budhiati, R. 2004. Manajemen Mutu Pengolahan Rajungan (Portunus pelagicus) pada Skala Rumah Tangga, Mini Plant dan Plant. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. 87 hal.

Darwis, C. F. 2012. Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Statistical Process Control (SPC) dalam Proses Produksi Bumbu Penyedap Rasa di PT. Unilever Indonesia Tbk. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 11-49.

Dewanti, R. dan Hariyadi. 2013. Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pendekatan Sistematik Pengendalian Keamanan Pangan. Dian Rakyat. Jakarta. 139 hal.

Page 78: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Gunawan, I. 2000. Mempelajari Pengaruh Penundaan Proses Pengolahan Rajungan (Portunus pelagicus) terhadap Mutu Daging Rajungan di PT. Philips Seafoods Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 9-12.

Hariadi, S. 1994. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.

Ismiwarti. 2005. Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 1.

Jafar, L. 2011. Perikanan Rajungan di Desa Mattiro Bombang (Pulau Salemo, Sabangko dan Sagara) Kabupaten Pangkep. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makasar. Hal 3-7.

Juwana, S. 2000. Rajungan Perikanan. Cara Budidaya dan Menu Masakan. Djambatan. Jakarta. Hal 4-10.

Koswara, S. 2009. HACCP dan Penerapannya pada Produk Bakeri. eBookPangan.com. 15 hal.

Krisnawati, A. 2002. Aplikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Produk Instant Noodles di PT. Sentrafood Indonusa Karawang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 43-58.

Legowo, A. M. 2003. Analisis Bahaya dan Penerapan Jaminan Mutu Komoditi Olahan Pangan. Makalah pada Pelatihan Penerapan Standar Jaminan Mutu bagi Pelaku Agribisnis. Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan. Jawa Tengah. 36 hal.

Lingga, L. A. B. 2011. Karakteristik Protein dan Asam Amino Daging Rajungan (Portunus pelagicus) Akibat Pengukusan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 26-29.

Marriot, N. G. and R. B. Gravani. 2006. Principle of Food Sanitation. Spinger. USA. pp. 213.

Mirzards. 2009. Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Hal 54.

Page 79: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Nugroho, H. 2012. Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Minuman Legal Size Input Production terhadap Tingkat Profitability Mini Plant Pengolahan Rajungan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Hal 49-55.

Nurdiansyah, A. 2010. Evaluasi Aplikasi GMP dan SSOP serta Penyusunan HACCP Plan pada Produksi Yoghurt Drink di PT. Indolakto Factory Pandaan, Pasuruan. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nuryani, AG. B. 2006. Pengendalian Mutu Penanganan Udang Beku dengan Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (Studi Kasus di Kota Semarang dan Kabupaten Cilacap. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal 6-28.

Rahardjo, P. 2010. Sistem pengendali temperature untuk pasteurisasi alat-alat medis. Teknologi Elektro, 9 (1): 100-107.

Rahmawaty, L., W. P. Rahayu dan H. D. Kusumaningrum. 2013. Pengembangan strategi keamanan produk perikanan untuk ekspor ke amerika serikat. Jurnal Standarisasi, 16 (2): 95-102.

Ramadhani, D. R. 2013. Perancangan dan Implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan Produk Herbal Capsule (Studi Kasus di PT. Liza Herbal International, Kota Bogor). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 10-43.

Ramadhani, R. 2006. Penyusunan Draf Manual Pre-Requisite HACCP dan Draf Manual Halal untuk Pkis Sekar Tanjung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal 5-57.

Rochima, B. dan D. Hidayati. 2012. Kajian penerapan good manufacturing practice (GMP) di industri rajungan pt. kelola mina laut madura. Agrointek, 6 (1): 55-64

Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Andi. Yogyakarta. Hal 171-172.

Sarwono, E. 2007. Mempelajari Penerapan HACCP pada Unit Pengolahan Produk Chicken Nugget PT. Japfa Santori Indonesia. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 7-71.

Sukasih, E., Setyadi dan R. D. Hariadi. 2005. Analisis kecukupan panas pada proses pasteurisasi puree mangga (Mangiferaindica l). Jurnal Pascapanen, 2 (2): 8-17.

Page 80: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin Kering dalam Upaya Peningkatan Keamanan Pangan di Kabupaten Kendal. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal 19-67.

Svane, I and G. Hooper. 2004. Blue Swimmer Crab (Portunus pelagicus) Fishery. Fishery Assesment Report to PIRSA for the Blue Crab Fishery Mangement Committee. South Australian Research and Development Institute (Aquatic Sciences), Adelaide. RD 03/024-2. Pp. 9-10.

Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). PT. Bumi Aksara. Jakarta. 308 hal.

Winarno, FG. dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. M-Bro Press. Bogor.

Yusuf, M. 2007. Kajian Pemasaran dan Pengembangan Value Added Product dengan Pemanfaatan Rajungan menjadi Produk Olahan. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal 1-6.

Page 81: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapang

Keterangan: A. Jawa Tengah (Skala 1:50.000.000)

B. PT. Pan Putra Samudra Rembang, Jawa Tengah (Skala

1:20.000.000)

Page 82: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 2. Layout Proses PT. Pan Putra Samudra

Page 83: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Pan Putra Samudra

Page 84: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 4. Form Hasil Pengujian Mirobiologi Bahan Baku

Page 85: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah
Page 86: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 5. Form Hasil Pengujian Cloramphenicol Bahan Baku

Page 87: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 6. Form Hasil Metal Detecting

Page 88: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 7. Form Hasil Pengecekan Double Seam

Page 89: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 8. Form Hasil Pengecekan Suhu Tank Pateurisasi dan

Pendinginan

Page 90: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 9. Form Hasil Pengecekan Suhu Ruang Pengepakan

Page 91: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 10. Form Hasil Pengecekan Suhu Cold Storage

Page 92: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 11. Form Hasil Pengujian Sensori Produk Akhir

Page 93: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 12. Form Hasil Pengujian Mikrobiologi Produk Akhir

Page 94: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 13. Form Hasil Pengujian Cloramphenicol Produk Akhir

Page 95: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 14. Analisis Bahaya Pengalengan Rajungan di PT. Pan Putra

Samudra

No. Tahapan Proses

Identifikasi

Bahaya

Penyebab Bahaya

Signifikansi Bahaya Tindakan Pencegahan

Resiko L/M/H

Keparahan L/M/H

Signifikansi N/TN

1 Penerimaan (Receiving)

B: Bakteri Patogen

- Tidak ada penerapan rantai dingin- Kontaminasi karyawan dan peralatan

L M TN - Melakukan pengecekan suhu dan TPC pada bahan baku- Menjaga kebersihan peralatan - Menerapkan sanitasi hygiene karyawan

K: Chloramphenicol

Kontaminasi dari perairan asal bahan baku dan kontaminasi selama proses pengolahan di mini plant

H H N Melakukan pengecekan chloramphenicol pada setiap bahan baku yang masuk

2 Sortasi B: Bakteri Patogen

- Kontaminasi karyawan dan peralatan- Kenaikan suhu daging

L M TN - Melakukan penerapan sanitasi hygiene terhadap karyawan yang berkontak langsung dengan produk- Menjaga kebersihan peralatan

Page 96: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

- Penerapan rantai dingin

F: Sisa shell dan benda asing

Ketelitian kerja karyawan yang kurang

L M TN Melakukan pengecekan kembali hasil sortasi

3 Final Checking

B: Bakteri patogen

Kontaminasi karyawan

H H N Melakukan penerapan sanitasi hygiene terhadap karyawan yang berkontak langsung dengan produk

F: Sisa shell dan benda asing

Ketelitian kerja karyawan yang kurang

L H TN Melakukan pengecekan kembali hasil sortasi

4 Metal detecting

F: Metal fragment

- Adanya kontaminasi pada saat penanganan di mini plant- Keakuratan mesin

L M TN Melakukan kalibrasi mesin dengan alat sensitifitas sebelum dan setelah mesin digunakan

5 Pencampuran (Mixing)

B: Bakteri patogen

- Kontaminasi karyawan dan peralatan- Kenaikan suhu daging

L M TN - Melakukan penerapan sanitasi hygiene terhadap karyawan yang berkontak langsung dengan produk- Menjaga kebersihan peralatan-

Page 97: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Menambahkan es apabila suhu bahan baku melebihi suhu yang sudah ditentukan yaitu 10oC

6 Pemasukan dalam kaleng (Filling)

B: Bakteri patogen

- Kontaminasi karyawan dan peralatan- Kenaikan suhu daging

L M TN - Melakukan penerapan hygiene terhadap karyawan yang berkontak langsung dengan produk- Menjaga kebersihan peralatan- Melakukan treatmen terhadap kaleng atau plastic cup yang akan digunakan-Menambahkan es apabila suhu bahan baku melebihi suhu yang sudah ditentukan yaitu 10oC

7 Penutupan kaleng (Seaming)

B: Bakteri patogen

Penutupan kaleng yang tidak sempurna

H H N Melakukan pengecekan kaleng setiap penutupan 400 kaleng atau 2 jam sekali

F: Kerusakan fisik kaleng

Page 98: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

8 Pasteurisasi B: Bakteri patogen tahan panas

Ketidaksesuaian suhu dan waktu pemanasan

M H N Melakukan pengecekan suhu air setiap 5 menit sekali

9 Pendinginan B: Bakteri patogen

Kontaminasi dari air dan es yang digunakan

L M TN -Menggunakan air dan es yang standard- Menambahkan klorin sebesar 3-5 ppm ke dalam cold tank

10 Pengepakan B: Bakteri patogen

Pada saat proses pengepakan terjadi kenaikan suhu

H H N - Proses pengepakan dilakukan dengan cepat yaitu maksimal 1 jam setelah pendinginan- Pengepakan dilakukan pada ruangan yang memiliki suhu maksimal 20oC

11 Penyimpanan B: Bakteri patogen

Suhu penyimpanan yang tidak tepat

H H N Melakukan pengecekan suhu setiap 1 jam sekali

Lampiran 15. Sertifikat Kelayakan Pengolahan

Page 99: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 16. Sertifikat HACCP

Page 100: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah
Page 101: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah

Lampiran 18. Sertifikat Air dan Es Proses

Page 102: Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, Jawa Tengah