Top Banner
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas adalah molekul yang mempunyai sekelompok atom dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas mempunyai waktu paruh yang sangat pendek. Elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Rohmatussolihat, 2009). Radikal bebas masuk kedalam tubuh manusia melalui asap rokok, polusi udara, bahan kimia pencemar lingkungan, obat-obatan, serta makanan olahan dengan banyak pengawet (Arista, 2013). Salah satu bahan kimia sering digunakan dan bersifat radikal bebas adalah karbontetraklorida. Karbontetraklorida (CCl 4 ) banyak digunakan sebagai bahan pendingin (refrigerator) lemari es dan bahan profelan untuk kaleng aerosol. CCl 4 juga digunakan sebagai bahan pembersih untuk keperluan rumah tangga dan sebagai pemadam api karena sifatnya yang tidak mudah terbakar. Saat ini, CCl 4 masih banyak digunakan sebagai pestisida dari golongan chloride hydrocarbon oleh petani di Indonesia (Faridah, 2011). CCl 4 masuk kedalam tubuh bisa secara inhalasi, ingesti dan kontak langsung dengan kulit (Junieva, 2006). Organ yang sering menjadi target perusakan adalah hati. Hati menjadi salah satu target perusakan karena sebagian besar zat atau bahan yang masuk dalam tubuh dimetabolisme oleh hati termasuk CCl 4 (Guyton dan Hall, 2006). CCl 4 akan masuk kedalam sirkulasi portal hepatik dan dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (CCl 3 ) dalam retikulum endoplasmik hati. Dalam endoplasmik retikulum hati CCl 4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (CCl 3 ). CCl 3 dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometil peroxi (CCl 3 O 2 ) yang dapat menyerang lipid membrane endoplasmic reticulum sehingga mengganggu homeostasis Ca 2+ , dan akhirnya menyebabkan
54

Proposal Sempro

Dec 09, 2015

Download

Documents

SEMPRO
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal Sempro

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radikal bebas adalah molekul yang mempunyai sekelompok atom dengan

elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas mempunyai waktu paruh yang

sangat pendek. Elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut

sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron

molekul yang berada di sekitarnya. Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi

asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel dan menginisiasi timbulnya

penyakit degeneratif (Rohmatussolihat, 2009). Radikal bebas masuk kedalam

tubuh manusia melalui asap rokok, polusi udara, bahan kimia pencemar

lingkungan, obat-obatan, serta makanan olahan dengan banyak pengawet (Arista,

2013). Salah satu bahan kimia sering digunakan dan bersifat radikal bebas adalah

karbontetraklorida.

Karbontetraklorida (CCl4) banyak digunakan sebagai bahan pendingin

(refrigerator) lemari es dan bahan profelan untuk kaleng aerosol. CCl4 juga

digunakan sebagai bahan pembersih untuk keperluan rumah tangga dan sebagai

pemadam api karena sifatnya yang tidak mudah terbakar. Saat ini, CCl4 masih

banyak digunakan sebagai pestisida dari golongan chloride hydrocarbon oleh

petani di Indonesia (Faridah, 2011). CCl4 masuk kedalam tubuh bisa secara

inhalasi, ingesti dan kontak langsung dengan kulit (Junieva, 2006). Organ yang

sering menjadi target perusakan adalah hati.

Hati menjadi salah satu target perusakan karena sebagian besar zat atau

bahan yang masuk dalam tubuh dimetabolisme oleh hati termasuk CCl4 (Guyton

dan Hall, 2006). CCl4 akan masuk kedalam sirkulasi portal hepatik dan

dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas

triklorometil (CCl3) dalam retikulum endoplasmik hati. Dalam endoplasmik

retikulum hati CCl4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi

radikal bebas triklorometil (CCl3). CCl3 dengan oksigen akan membentuk radikal

triklorometil peroxi (CCl3O2) yang dapat menyerang lipid membrane endoplasmic

reticulum sehingga mengganggu homeostasis Ca2+

, dan akhirnya menyebabkan

Page 2: Proposal Sempro

2

kematian sel (Panjaitan et al., 2007). Salah satu pemeriksaan laboratorium pada

kerusakan hati adalah pemeriksaan integritas hepatosit dengan pengukuran serum

yaitu enzim sitosol sel hati Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT).

(Wibowo, 2005)

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau

lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat

diredam (Kuncahyo, 2007). Ada dua cara dalam mendapatkan antioksidan, yaitu

dari luar tubuh (eksogen) dan dalam tubuh (endogen). Antioksidan eksogen

didapat dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung vitamin

C dan E, β-karoten maupun antioksidan sintetik seperti BHA, BHT dan TBHQ.

Contoh antioksidan endogen adalah enzim superoksida dismutase (SOD),

glutation peroksidase (GSH.Px) dan katalase. Antioksidan endogen sering kali

tidak mampu mengatasi stress oksidatif yang berlebih sehingga diperlukan

antioksidan eksogen untuk mengatasinya (Hartanto, 2012).

Indonesia memiliki banyak tanaman yang diketahui memiliki aktivitas

antioksidan, salah satunya yaitu daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr).

Masyarakat biasa menggunakan daun katuk sebagai obat diare, demam, bisul serta

memperlancar air susu ibu (ASI)(Andari, 2010).

Daun katuk memiliki kandungan minyak atsiri, sterol, saponin, flavonoid,

asam-asam organik, asam-asam amino, alkaloid, dan tannin (Khalasa et-al., 2013).

Flavonoid merupakan kandungan yang memiliki aktivitas antioksidan dalam daun

katuk, dengan jumlah sekitar 143 mg/100 g fw. Daun katuk, dengan kadar

flavonoid tersebut, adalah ekstrak yang memiliki kadar flavonoid tertinggi dari

sebelas ekstrak yang diuji dalam penelitian terdahulu (Andarwulan et-al., 2010).

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah dengan cara menghelat

logam dan menangkap oksigen radikal dan radikal bebas atau sebagai scavenger,

dan menghambat kerja enzim prooksidan antara lain lipoxygenase,

myeloperoxidase (Rukmiasih et-al., 2011).

Dalam penelitian tentang daun katuk terdahulu, didapatkan bahwa adanya

aktivitas antioksidan pada hewan coba yang diinduksi paracetamol. Ekstrak yang

digunakan adalah ekstrak etanol 96% daun katuk (Joniada, 2011). Penelitian lain

Page 3: Proposal Sempro

3

menyebutkan ekstrak etanol 80% lebih baik dalam mendukung efek antioksidan

dari daun katuk dibandingkan dengan etanol 96% (Arista, 2013).

Berdasarkan latar belakang di atas, diperlukan suatu penelitian mengenai

uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol 80% daun katuk. Untuk mengetahui

aktivitas antioksidan tersebut digunakan parameter kadar SGPT yang merupakan

indikator terjadinya kerusakan hati.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan

adalah :

1. Apakah ada perbedaan efektifitas hepatoprotektor ekstrak etanol 80%

daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah

peningkatan kadar SGPT dari tikus putih galur wistar (Rattus

novergicus) yang diinduksi CCl4?

2. Apakah ada hubungan dosis respon ekstrak etanol 80 % daun katuk

(Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah peningkatan kadar

SGPT dari tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi

CCl4?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak

etanol 80% daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah

peningkatan kadar SGPT pada tikus putih galur wistar (Rattus novergicus)

yang diinduksi CCl4.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui perbedaan efektifitas hepatoprotektor ekstrak etanol

80% daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah

Page 4: Proposal Sempro

4

peningkatan kadar SGPT pada tikus putih galur wistar (Rattus novergicus)

yang diinduksi CCl4.

2. Untuk mengetahui hubungan dosis respon ekstrak etanol 80% daun katuk

(Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah peningkatan kadar

SGPT pada tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi

CCl4.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat ilmiah dan manfaat praktis.

1. Manfaat Ilmiah

Secara ilmiah, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi

tentang efektifitas ekstrak etanol 80% daun katuk (Sauropus androgynus

(L) Merr) dalam mencegah peningkatan kadar SGPT pada tikus putih

galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi CCl4. .

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat sebagai:

1. Data acuan dan informasi ilmiah untuk penelitian lebih lanjut mengenai

efektifitas ekstrak etanol 80% daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr)

dalam mencegah peningkatan kadar SGPT pada tikus putih galur wistar

(Rattus novergicus) yang diinduksi CCl4.

2. Bahan pertimbangan ekstrak etanol 80% daun katuk (Sauropus

androgynus) menjadi bahan antioksidan di masyarakat.

Page 5: Proposal Sempro

5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang mempunyai sekelompok atom dengan

elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas mempunyai waktu paruh yang

sangat pendek. Elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut

sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron

molekul yang berada di sekitarnya. Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi

asam nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel dan menginisiasi timbulnya

penyakit degeneratif (Rohmatussolihat, 2009). Radikal bebas masuk kedalam

tubuh manusia melalui asap rokok, polusi udara, bahan kimia pencemar

lingkungan, obat-obatan, serta makanan olahan dengan banyak pengawet (Arista,

2013).

Radikal bebas terpenting adalah kelompok oksigen reaktif (reactive

oxygenspecies/ROS), termasuk didalamnya adalah triplet (3O2), tunggal

(singlet/1O2), anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-

), peroksi nitrit (ONOO), asam hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2),

radikal alkosil (LO-), dan radikal peroksil (LO-2). Radikal bebas yang

mengandung karbon (CCL3-) yang berasal dari oksidasi radikal molekul organik,

dan radikal hidrogen hasil dari penyerangan atom H (H-) (Sholihah, 2008). Jenis-

jenis radikal bebas biologi dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Jenis Radikal Bebas

Kelompok oksigen reaktif

O2. Radikal Superoksida (Superoxide radical)

.OH Radikal hidroksil (Hydroxyl radical)

ROO. Radikal peroksil (Peroxyl radical)

H2O2 Hidrogen peroksida (Hydrogen peroxide)

1O2 Oksegen tunggal (Singlet oxygen)

NO. Nitrit oksida (Nitric oxide)

ONOO Nitrit peroksida (Peroxynitrite)

HOCl Asam hipoklor (Hypochlorous acid)

Page 6: Proposal Sempro

6

2.1.1. Reaksi Perusakan

Kerusakan molekul lemak karena rentan terhadap radikal bebas terjadi pada

proses berikut. (1). Kerusakan DNA, kerusakan di DNA menjadi suatu reaksi

berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada delesi pada susunan molekul, apabila

tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi.

Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada

radiasi biologis. (2). Kerusakan protein, dimana protein dan asam nukleat lebih

tahan terhadap radikal bebas daripada PUFA. Serangan radikal bebas terhadap

protein sangat jarang kecuali bila sangat ekstensif. (3). Peroksidasi lipid, dimana

terjadi kerusakan pada membran sel yang kaya akan sumber poly unsaturated fatty

acid (PUFA), yang mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi (Panjaitan et-

al., 2008). Efek merusak tersebut akibat produksi radikal bebas (ROO•, RO•,

OH•) pada proses pembentukan peroksida dari asam lemak. Peroksidasi lipid

merupakan reaksi berantai yang memberikan pasokan radikal bebas secara terus-

menerus yang menginisiasi peroksidasi lebih lanjut. Proses secara keseluruhan

dapat digambarkan sebagai berikut

a. Inisiasi

ROOH + logam(n)

ROO• + Logam(n-1)

+ H+

X• + RH R• + XH

b. Propagasi

R• + O2 ROO•

ROO• + RH ROOH + R•

c. Terminasi

ROO• + ROO• ROOR + O2

ROO• + R• ROOR

R• + R• RR (Pazil, 2009)

2.1.2. Kerusakan Sel Hati Akibat Obat dan Bahan Kimia

Kerusakan sel hati karena radikal bebas dapat disebabkan oleh berbagai

macam zat, baik itu obat atau bahan kimia. Pada kerusakan yang disebabkan obat,

kerusakan sel hati dapat terjadi dalam berbagai macam mekanisme Ada 3 jenis

Page 7: Proposal Sempro

7

mekanisme, yaitu kerusakan bergantung dosis (dose-dependent toxicity),

kerusakan idiosinkratik (idiosyncratic toxicity), dan alergi obat (drug allergy).

Kerusakan sel hati tergantung dosis cukup sering terjadi dan dapat karena dosis

obat terlalu tinggi. Kerusakan idiosinkratik ditemukan pada orang yang mewarisi

gen spesifik yang mengontrol perubahan senyawa kimia obat tertentu dan

mengakibatkan akumulasi obat tersebut atau produk metabolitnya yang berbahaya

bagi hati. Resiko kerusakan idiosinkrasi rendah, namun jenis ini yang umum

terjadi karena banyaknya pemakaian obat dan penggunaan beberapa macam obat.

kerusakan idiosinkrasi sulit dideteksi dalam uji klinis awal yang biasanya

melibatkan paling banyak beberapa ribu pasien. Alergi obat juga dapat

menyebabkan kerusakan sel hati, meskipun jarang. Pada alergi obat, hati

mengalami peradangan ketika terjadi reaksi antigen-antibodi antara sel imun

tubuh terhadap obat. Gangguan fungsi hati akibat obat berupa kerusakan

hepatoseluler dan kolestasis parah bahkan berakibat fatal. Mekanisme

kerusakannya disebabkan langsung atau reaksi hipersensitivitas sekunder

(dimediasi sistem imun). (Rianyta, 2013)

Kerusakan sel hati karena bahan kimia yang sering terjadi adalah kerusakan

akibat pemakaian etanol. Etanol atau disebut juga sebagai etil alkohol merupakan

senyawa kimia yang penggunaannya sering digunakan pada kehidupan sehari-

hari, sebagai bahan farmako kinetik maupun sebagai bahan minuman yang dikenal

dengan minuman beralkohol. Penggunaan etanol yang berlebihan atau dalam

jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kerusakan pada hati, karena

metabolisme etanol sebagian besar terjadi didalam hepar. Kerusakan akibat etanol

dapat menyebabkan degenerasi pada sel hepar, steatosis sampai nekrosis. Etanol

dapat menimbulkan kerusakan pada hepar disebabkan karenaradikal bebas,

asetaldehid dan rasio NAD : NADH. Metabolisme etanol di dalamsel hepar

menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dengan berbagaimekanisme

sehingga terjadi stres oksidatif yang akan merusak jaringan hati. (Nabila, 2011)

Page 8: Proposal Sempro

8

2.2. Karbontetraklorida (CCl4)

Karbontetraklorida (CCl4) adalah produk hasil karbon disulfida atau reaksi

dari disulfida dengan sulfur monoklorida. CCl4 tidak dapat larut dalam air namun

dapat larut dalam alkohol, kloroform, ether, dan minyak volatil. CCl4 cair

berwarna jernih dan mudah menguap sehingga jarang ditemukan dalam bentuk

cair. Sebagian besar CCl4 di lingkungan dapat ditemukan dalam bentuk gas, hanya

sedikit yang terlarut dalam air. Sifatnya stabil, meskipun dapat diuraikan oleh

reaksi kimia untuk mencapai kadar separuhnya. Pada rentang tahun 1980-1990

diperkirakan kadar CCl4 di atmosfer mencapai 0,5-1 mg/m3. Karbon tetraclorida

menyebabkan kerusakan lapisan ozon dan pemanasan global (Faridah, 2011).

CCl4 banyak digunakan sebagai bahan pendingin (refrigerator) lemari es

dan bahan profelan untuk kaleng aerosol. CCl4 juga digunakan sebagai bahan

pembersih untuk keperluan rumah tangga dan sebagai pemadam api karena

sifatnya yang tidak mudah terbakar. Saat ini, karbon tetraclorida masih banyak

digunakan sebagai pestisida dari golongan chloride hydrocarbon oleh petani di

Indonesia. Sumber radikal bebas yang dihasilkan dari luar yang dapat

menimbulkan stress oksidatif adalah senyawa toksik seperti karbon tetraklorida

(CCl4) (Faridah, 2011). CCl4 masuk kedalam tubuh bisa secara inhalasi, ingesti

dan kontak langsung dengan kulit (Junieva, 2006).

CCl4 merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi

peroksidasi lipid dan keracunan. CCl4 akan masuk kedalam sirkulasi portal

hepatik dan dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi

radikal bebas triklorometil (CCl3) dalam retikulum endoplasmik hati.

Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometil peroksi

(CCl3O2·) yang dapat menyerang lipid membran retikulum endoplasmik dan

menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca2+

dan

akhirnya menyebabkan kematian sel (Panjaitan et al., 2007).

2.2.1. Kerusakan Hati Akibat Karbon Tetraklorida (CCl4)

Asam lemak penyusun membran sel khususnya asam lemak rantai panjang

tak jenuh (PUFAs) amat rentan terhadap radikal bebas. Jumlah PUFAs dalam

Page 9: Proposal Sempro

9

fosfolipid membran retikulum endoplasmik akan berkurang sebanding dengan

jumlah CCl4 yang diinduksikan. Pemberian CCl4 dalam dosis tinggi dapat

merusak retikulum endoplasmik, mengakumulasi lipid, mengurangi sintesis

protein, mengacaukan proses oksidasi, menurunkan berat badan, menyebabkan

pembengkakan hati sehingga berat hati menjadi bertambah, dan pemberian jangka

panjang dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular serta degenerasi lemak di hati

(Panjaitan et al., 2007).

2.3. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau

lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat

diredam. Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal saat ini semakin

meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang

peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung,

arteriosklerosis, kanker, serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan

dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat)

reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus

penyakit-penyakit di atas (Kuncahyo, 2007).

Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil

terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses

kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri

makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta

mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Peroksidasi lipid merupakan

salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam

penyimpanan dan pengolahan makanan. Antioksidan tidak hanya digunakan

dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam industri makanan,

industri petroleum, industri karet, dan sebagainya (Kuncahyo, 2007).

Antioksidan memberikan perlindungan pada hati secara langsung maupun

tidak langsung. Secara langsung, antioksidan melindungi sel hati dari gangguan

radikal bebas dengan mekanisme menghambat oksidasi radikal bebas. Secara

tidak langsung, antioksidan menjaga fungsi hati dengan menetralisir radikal bebas

Page 10: Proposal Sempro

10

yang dapat mengganggu fungsi hati misalnya dengan menetralisir radikal bebas

yang dapat menghambat laju asupan nutrisi dan mineral yang dibutuhkan hati

untuk kelangsungan fungsi hati. (Joniada, 2011)

2.3.1. Jenis Antioksidan

Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan

enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase

(GSH.Px). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan

enzim. Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten

dan asam askorbat (vitamin C) yang banyak didapatkan dari tanaman dan hewan.

(Kuncahyo, 2007).

Berdasarkan mekanismenya, Antioksidan dibagi menjadi lima yaitu

Antioksidan primer, antioksidan sekunder, antioksidan tersier, oxygen scavenger

dan Chelators/Sequesstrants. Antioksidan primer mengikuti mekanisme

pemutusan rantai reaksi radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat

pada suatu lipid yang radikal, produk yang dihasilkan lebih stabil dari produk

inisial. Contohnya flavonoid, tokoferol, senyawa thiol, yang dapat memutus rantai

reaksi propagasi dengan menyumbang elektron pada peroksi radikal dalam asam

lemak. Antioksidan sekunder dapat menghilangkan penginisiasi oksigen maupun

nitrogen radikal atau bereaksi dengan komponen atau enzim yang menginisiasi

reaksi radikal antara lain dengan menghambat enzim pengoksidasi dan

menginisiasi enzim pereduksi atau mereduksi oksigen tanpa membentuk spesies

radikal yang reaktif. Contohnya adalah sulfit, vitamin C, betakaroten, asam urat,

bilirubin dan albumin. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki

sel-sel jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Contohnya adalah

metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel.

Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker. Oxygen

Scavenger bekerja dengan mengikat oksigen sehingga tidak mendukung oksidasi.

Chelators/Sequesstrants berkerja dengan cara mengikat logam yang mampu

mengkatalisis reaksi oksidasi seperti asam sitrat dan asam amino. (Joniada, 2011)

Page 11: Proposal Sempro

11

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi dua yaitu antioksidan

eksogen dan endogen. Antioksidan eksogen didapat dengan mengkonsumsi

makanan dan minuman yang mengandung vitamin C dan E, β-karoten maupun

antioksidan sintetik seperti BHA, BHT dan TBHQ. Antioksidan endogen adalah

enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH.Px) dan

katalase. Antioksidan endogen seringkali tidak mampu mengatasi stres oksidatif

yang berlebih sehingga diperlukan antioksidan eksogen untuk mengatasinya

(Hartanto, 2012).

2.4. Vitamin E

Vitamin E adalah vitamin yang larut lemak dan dibutuhkan tubuh. Vitamin

E dapat disimpan didalam tubuh sehingga tidak harus dikonsumsi setiap hari.

Vitamin E biasanya dicerna bersama makan yang mengandung lemak. Makanan

yang mengandung vitamin E diantaranya adalah minyak zaitun, kacang, kuning

telur, margarin, soya, keju dan sayuran hijau (Colombo, 2010).

Vitamin E berfungsi melindungi asam-asam lemak dari oksidasi dengan

cara menangkap radikal-radikal bebas. Radikal vitamin E bersifat stabil dan tidak

bereaksi dengan asam-asam lemak PUFA. Dari penelitian yang dilakukan secara

in vitro diperoleh informasi bahwa antara vitamin E terdapat interaksi yang

bersifat senergistik dalam fungsinya sebagai antioksidan. Vitamin E berperan

sebagai antioksidan lipofilik. Vitamin E dalam pakan akan dideposit ke dalam

daging banyaknya Vitamin E yang dideposit (mg/kg) tergantung pada dosis

vitamin E dalam pakan dan lamanya pemberian (Rukmiasih et-al., 2011)

2.5. Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr).

Indonesia memiliki banyak tanaman yang diketahui memiliki aktivitas

antioksidan, salah satunya yaitu daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr).

Masyarakat biasa menggunakan daun katu sebagai obat diare, demam, bisul serta

memperlancar air susu ibu (ASI)(Andari, 2010).

Klasifikasi Ilmiah Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr)

Klasifikasi katu (Sauropus androgynus (L) Merr) adalah.

Page 12: Proposal Sempro

12

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Sauropus

Spesies : Sauropus androgynus (L.) Merr

Katuk berdasarkan penamaan ilmiah berarti Sauropus androgynus (L.) Merr

dan memiliki sinonim Sauropus albicus Bl., S. indicus Wight., S. sumatranus Miq.

Katuk memiliki beberapa nama daerah yaitu Memata (bahasa Melayu), katuk

(Sunda), kebing dan katukan (Jawa), karekur (Madura), simani (Minangkabau)

(Yuniarty, 2011).

Katuk diduga berasal dari India, kemudian menyebar ke Malaysia,

Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Tumbuhan ini dapat tumbuh

di daerah berketinggian 8 m sampai 1300 m di atas permukaan laut, tetapi tumbuh

paling baik di daerah berhawa sejuk dengan kelembaban dan curah hujan yang

tinggi (Wijono, 2003).

Gambar 2.1 Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr)

Tanaman katuk tumbuh menahun, berbentuk semak perdu dengan

ketinggian antara 21/2 m – 5 m. Tanaman katu terdiri dari akar, batang, daun,

bunga, buah dan biji. Sistem perakarannya menyebar ke segala arah dan dapat

mencapai kedalaman antara 30-50 cm. Batang tanaman tumbuh tegak dan

berkayu. Tanaman katuk mempunyai daun majemuk genap, berukuran kecil,

Page 13: Proposal Sempro

13

berbentuk bulat seperti daun kelor. Permukaan atas daun berwarna hijau gelap,

sedangkan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. Produk utama tanaman

katuk berupa daun yang masih muda. Daun katuk sangat potensial sebagai sumber

gizi karena memiliki kandungan gizi yang setara dengan daun singkong, daun

papaya, dan sayuran lainnya (Manik, 2011).

2.5.1. Morfologi Katuk

Tanaman katuk memiliki karakteristik antara lain : bentuk tanaman seperti

semak kecil dan bisa mencapai tinggi 3 m, batang muda berwarna hijau dan yang

tua berwarna coklat, daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, seolah-olah

terdiri dari daun majemuk. Bentuk helaian daun lonjong sampai bundar, kadang-

kadang permukaan atasnya berwarna hijau gelap. Bunganya tunggal atau terdapat

diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna mempunyai helaian

kelopak berbentuk bulat telur sungsang atau bundar, berwarna merah gelap atau

merah dengan bintik-bintik kuning. Cabang dari tangkai putik berwarna merah,

tepi kelopak bunga berombak atau berkuncup enam, berbunga sepanjang tahun

(Gaol, 2011).

2.5.2. Efektifitas Daun Katuk sebagai Antioksidan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Joniada yang berjudul Pengaruh

Pemberian Ekstrak Etanol Daun Katuk (Sauropus androgynous L) Sebagai

Hepatoprotektor pada Mencit yang Diinduksi Paracetamol, dosis ekstrak etanol

daun katuk dibagi menjadi tiga dosis yaitu 400, 600, dan 800 mg/kgBB. Perlakuan

tersebut diberikan selama tujuh hari dan pada hari kedelapan dilakukan

pembedahan dan pengambilan darah dari ventrikel kanan. Ketiga dosis tersebut

dapat mencegah peningkatan dari SGOT dan SGPT dari mencit yang diinduksi

paracetamol (Joniada, 2011).

2.5.3. Ekstrak Etanol 80% Daun Katuk

Ekstrak daun katuk yang digunakan merupakan sediaan yang dibuat dengan

mengekstraksi daun katuk dengan menggunakan pelarut etanol 80% sebanyak 800

Page 14: Proposal Sempro

14

ml dengan metode maserasi, lalu pelarutnya diuapkan. Etanol 80% dipilih sebagai

pelarut dikarenakan etanol 80% memiliki nilai EC50 lebih rendah jika

dibandingkan dengan etanol 96%. Menurut Arista (2013), ekstrak etanol 80%

daun katuk lebih baik sebagai pengikat radikal bebas dibandingkan dengan

ekstrak etanol 96% daun katuk. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan

senyawa yang berperan sebagai antioksidan lebih bersifat polar dan lebih banyak

terekstrak pada etanol 80% (Arista, 2013)

2.5.4. Kandungan Gizi Katuk

Katuk memiliki banyak kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh.

Kandungan gizi katuk dapat dilihat pada Tabel 2.1. Flavonoid merupakan

kandungan yang memiliki aktivitas antioksidan dalam daun katuk, dengan jumlah

sekitar 143 mg/100 g fw. Daun katuk, dengan kadar flavonoid tersebut, adalah

ekstrak yang memiliki kadar flavonoid tertinggi dari sebelas ekstrak yang diuji

dalam penelitian terdahulu.

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Katu per 100 mg

No. Komponen gizi (satuan) Jumlah

1. Kalori (kal) 59

2. Protein (g) 4,8

3. Lemak (g) 1,0

4. Karbohidrat (g) 11,0

5. Kalsium (g) 204

6. Fosfor (g) 83

7. Besi (mg) 2,7

8. β-karoten (μg) 10370

9. Thiamin (mg) 0,10

10. Asam askorbat (mg) 239

11. Air (%) 81

12. Vitamin C (mg) 66

13. Flavonoid (mg/100 g fw) 143±6

(Joniada, 2011 dan Andarwulan et al., 2010)

Page 15: Proposal Sempro

15

2.6. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder

yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk

dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6. Kerangka

flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin

tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi

cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya.

Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar

molekulnya. Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif

flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada

sereal, sayur-sayuran dan buah, telah banyak dipublikasikan (Redha, 2010 dan

Joniada, 2011).

2.6.1. Mekanisme Kerja Flavonoid

Flavonoid adalah antioksidan kuat terhadap radikal bebas sebagai radikal

bebas scavengers. Aktivitas ini didukung dengan kemampuan menyumbang

hidrogen flavonoid. Kelompok phenolik dari flavonoid merupakan sumber atom

hidrogen yang dapat melokalisasi pembentukan radikal. Aktivitas pengikatan

radikal bebas dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Aktivitas Pengikatan Radikal Bebas

Gambar tersebut menjelaskan flavonoid (F-OH) dapat mendonorkan atom

hidrogennya untuk mengikat radikal bebas (R.). Aktivitas ini juga terjadi pada

proses pencegahan peroksidasi lipid. Flavonoid menyumbangkan atom hidrogen

kepada peroksi radikal untuk memotong rantai reaksi radikal (Sandhar et al.,

2011).

2.6.2. Flavonoid dalam Daun Katuk

Flavonoid terdiri atas banyak golongan yang mempunyai aktivitas

antioksidan. Golongan tersebut terdiri atas flavon, flavonol, flavanon, isoflavon,

dll. Kandungan flavonoid dalam daun katuk adalah sebesar 143±6 mg/100 g fw

F-OH + R. F-O

. + RH

Page 16: Proposal Sempro

16

(Andarwulan et al., 2010). Senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun katuk

diketahui ada enam jenis. Salah satunya adalah rutin dan lima yang lain adalah

senyawa flavonol dan flavon. Rutin dan flavonol merupakan antioksidan kuat

terhadap peroksidasi lipid (Sandhar et al., 2011; Redha, 2010 dan Wijono, 2003).

2.6.3. Lethal Dose 50 (LD50) Daun Katuk

Nilai LD50 adalah besarnya dosis dalam satu kali pemberian yang dapat

menyebabkan kematian sebanyak 50% dari jumlah hewan dalam satu kelompok.

LD50 merupakan salah satu cara untuk mengukur potensi toksisitas akut suatu

senyawa. Semakin rendah nilai LD50 maka semakin toksik senyawa tersebut dan

juga sebaliknya. Klasifikasi toksisitas akut dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 2.3 Klasifikasi Toksisitas Akut No. Kelas Dosis (mg/KgBB)

1 Luar biasa toksik 1 atau kurang

2 Sangat toksik 1-50

3 Cukup toksik 50-500

4 Sedikit toksik 500-5000

5 Praktis tidak toksik 5000-15000

6 Relative kurang berbahaya Lebih dari 15000

(Wisnuaji, 2012)

Berdasarkan penelitian Wisnuaji yang berjudul “Identifikasi Efek Toksik

Akut Jus Daun Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) pada Hepar Tikus Galur

Wistar” disimpulkan bahwa nilai LD50 jus daun katuk pada tikus betina galur

wistar adalah >5000 mg/KgBB sehingga jus daun katuk tergolong praktis tidak

toksik pada uji toksisitas akut (Wisnuaji, 2012)

2.7. Organ Hati

Hati merupakan organ terbesar tubuh, menyumbang sekitar 2 persen berat

tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa. Hampir semua zat

yang masuk dalam tubuh dimetabolisme oleh hati. Organ ini memiliki banyak

fungsi namun tetap merupakan organ tersendiri, dan berbagai fungsinya tersebut

saling berhubungan satu sama lain (Guyton dan Hall, 2006).

Page 17: Proposal Sempro

17

2.7.1. Anatomi Hati

Posisi terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah

diafragma.Sebagian besar posisi hati terdapat pada daerah hipokondrium kanan

dan memanjang ke daerah epigastrium. Hati terdiri dari dua lobus besar, kanan

dan kiri, lobus kanan lebih besar dari lobuskiri.Batas atas hati berada sejajar

dengan ruang intercostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX

kanan ke iga VIII kiri. Secara mikroskopis di dalam hati terdapat 50.000-100.000

lobuli, setiap lobules berbentuk heksgonal yang terdiri atas sel hati berbentuk

kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati

terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan

arteri hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagopazilk (sel kupffer) yang merupakan

system retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing

lain di dalam tubuh, jadi hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh

terhadap serangan bakteri dan organ toksik (Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia, 2009).

2.7.2. Fungsi Hati

Hati mempunyai fungsi yang banyak yaitu sebagai berikut :

a. Fungsi sekresi dan ekskresi empedu

Fungsi utama hati adalah pembentukan dan eksresi empedu. Hati

mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari kedalam usus halus.

Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu.

Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiolois tidak

mempunyai peran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan

saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan

cairan yang berhubungan dengannya.

b. Fungsi metabolism

Hati mempunyai peran penting pada metabolism karbohidrat, lemak dan

protein. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi

glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari simpanan glikogen ini,

glikogen dapat diubah menjadi glukosa lagi (glikogenolisis) untuk

Page 18: Proposal Sempro

18

memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam

jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi

glikogen yang disimpan dalam otot atau lemak yang disimpan dalam

jaringan adiposa. Fungsi hati selanjutnya adalah menghasilkan protein

plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan

osmotic koloid), protrombin, fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya.

Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein,

kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.

c. Fungsi penyimpan darah

Hati merupakan organ yang dapat diperluas karena itu sejumlah besar

darah dapat disimpan di dalam pembuluh darah hati. Volume darah

normal hati, meliputi yang di dalam vena hati dan yang di dalam jaringan

hati, adalah sekitar 450 ml, atau hamper 10% dari total volume darah

tubuh. Bila tekanan tinggi atrium kanan, hal ini menyebabkan tekanan

balik di dalam hati, hati meluas dan oleh karena itu 0,5 sampai 1 liter

cadangan darah dapat disimpan di dalam vena hepatica dan sinus

hepatica

d. Fungsi imunologi

Hati merupakan komponen sentral imun. Sel kupffer, yang meliputi 15%

dari massa hati serta 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel

yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar

tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit (Joniada,

2011).

2.8. Diagnosis Enzimatik Hati

Penanda dini dari hepatotoksik adalah peningkatan enzim-enzim

transaminase dalam serum alanine aminotransferase/Serum glutamate pyruvate

transaminase (ALT/ SGPT). SGPT adalah suatu enzim golongan transferase yang

mengatalisis pemindahan reversibel sebuah gugus amino dari alanine ke α-

ketoglutarat untuk membentuk glutamate dan piruvat (Dorland, 2007). World

Health Organization mengklasifikasikan hepatotoksik menjadi 4 gradasi. Grade I

Page 19: Proposal Sempro

19

ditandai dengan peningkatan SGPT 1,25-2,5× normal, grade II SGPT meningkat

2,6-5× normal, grade III SGPT meningkat 5,1-10× normal dan grade IV bila

SGPT meningkat > 10× normal (Prihatni, 2004).

Peningkatan kadar SGPT akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara

intaraseluler kedalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya

kerusakan hati secara akut misalnya nekrosis hepatoselular atau infark miokardial.

Pada kerusakan peradangan akut, SGPT memiliki sensitivitas tinggi. Didalam

tubuh, SGPT terdapat pada hati dan sedikit pada jaringan lain karena itu SGPT

meski termasuk penanda kerusakan hati yang banyak digunakan, SGPT tidak

spesifik menilai kerusakan hanya di hati saja (Panjaitan., 2007 dan Joniada.,

2011).

Page 20: Proposal Sempro

20

2.9. Kerangka Konseptual

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Peningkatan SGPT

Ekstrak etanol 80%

daun katuk

(Sauropus androgynus

(L) Merr)

Berikatan dengan

Oksigen menjadi

triklorometil peroksi

Peroksidasi lipid sel hati

Kematian sel hati

Flavonoid

metabolisme sitokrom

P-450 2E1 (CYP2E1)

triklorometil (CCl3)

radikal bebas

CCL4

retikulum endoplamik

hati

Sirkulasi portal hepatik

mengganggu

homeostasis Ca2+

Atom H

Page 21: Proposal Sempro

21

Keterangan :

: merangsang

: mengikat

Kerangka konseptual pada Gambar 2.3 menjelaskan bahwa CCl4 akan

masuk ke dalam sirkulasi portal hepatik dan dimetabolisme dalam retikulum

endoplamik hati oleh sitokrom P-450 2E1 (CYP2E1) menjadi bentuk radikal

bebas triklorometil (CCl3●). Selanjutnya CCl3

● akan bergabung dengan Oksigen

dan membentuk radikal triklorometil peroksi (CCl3O2·) yang dapat menyerang

lipid membran retikulum endoplasmik dan menyebabkan peroksidasi lipid

sehingga mengganggu homeostasis Ca2+

dan akhirnya menyebabkan kematian sel

hati. Kerusakan sel-sel hati menyebabkan menyebabkan enzim-enzim hati (SGPT)

keluar ke ekstrasel dan meningkat di sirkulasi. Kandungan ekstrak etanol 80%

daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr), flavonoid, berperan sebagai

antioksidan (radikal bebas scavenger) akan mendonorkan atom Hidrogen (H)

untuk mengikat radikal bebas (CCl3) dan memotong rantai radikal. Aktivitas

tersebut akan mencegah kerusakan sel-sel hati sehingga diharapkan mampu

mencegah peningkatan kadar SGPT.

2.10 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah

1. Terdapat perbedaan efektifitas ekstrak etanol 80% daun katuk (Sauropus

androgynus (L) Merr) dapat mencegah peningkatan kadar SGPT pada

tikus yang diinduksi CCl4.

2. Terdapat hubungan dosis respon ekstrak etanol 80% daun katuk

(Sauropus androgynus (L) Merr) dapat mencegah peningkatan kadar

SGPT pada tikus yang diinduksi CCl4.

Page 22: Proposal Sempro

22

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang bertujuan untuk

mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya

perlakuan tertentu. Jenis penelitian eksperimental yang digunakan adalah True

Experimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Posttest Only

Control Group Design (Notoadmodjo, 2002).

3.2 Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :

Po : populasi normal diet.

R : randomisasi

S : sampel normal diet

K (N) : kontrol dengan pemberian Na-CMC 1 % 3 ml

K (-) : kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na-CMC 1 % 3 ml dan

CCl4 1 ml/kgBB

K (+) : kelompok kontrol positif dengan pemberian vitamin E 7 mg/200

R

Adaptasi

7 hari

Perlakuan

7 hari

Induksi CCl4

Hari ke 8

Pengambilan serum

Hari ke 9

Na-CMC

Na-CMC

p.o vit E

p.o I

p.o II

p.o III

-

i.p CCL4

i.p CCL4

i.p CCL4

i.p CCL4

i.p CCL4 P3

P2

P1

K(+)

K(-)

K(N)

Po S

T6

T5

T4

T3

T2

T1

Page 23: Proposal Sempro

23

g/bb/haridan CCl41 ml/kgBB

P1 : kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol 80% daun katu

(Sauropus androgynus (L) Merr) dosis 2800 mg/kg BB dan CCl4 1

ml/kgBB

P2 : kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol 80% daun katu

(Sauropus androgynus (L) Merr) dosis 4200 mg/kg BB dan CCl4 1

ml/kgBB

P3 : kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol 80% daun katu

(Sauropus androgynus (L) Merr) dosis 5600 mg/kg BB dan CCl4 1

ml/kgBB

Na-CMC : Perlakuan dengan pemberian Na-CMC 1% 3 ml per oral selama 7

hari

p.o. vit. E : Perlakuan dengan pemberian vitamin E 7 mg/200 g/bb/hari per

oral selama 7 hari

p.o. I : Perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol 80% daun katu (Sauropus

androgynus (L) Merr) dosis 2800 mg/kg BB per oral selama 7 hari

p.o. II : Perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol 80% daun katu (Sauropus

androgynus (L) Merr) dosis 4200 mg/kg BB per oral selama 7 hari

p.o. III : Perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol 80% daun katu (Sauropus

androgynus (L) Merr) dosis 5600 mg/kg BB per oral selama 7 hari

i.p CCL4 : Induksi kelompok kontrol negatif dengan CCl4 1 ml/kgBB secara intraperitoneal pada hari ke 8

T1-6 : Pembedahan tikus dan pengambilan serum 3 ml dari ventrikel kanan pada

hari ke-9

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah Rattus novergicus Wistar Jantan yang

diperoleh dari peternak tikus yang ada di Malang.

3.3.2 Sampel

Pada penelitian ini terdapat kriteria inklusi dan eksklusi yang bertujuan

untuk membuat homogen sampel yang akan digunakan. Kriteria inklusi

sampel penelitian adalah sebagai berikut:

a. Rattus Novergicus galur wistar jantan.

b. Tikus berwarna bulu putih dan sehat(bergerak aktif).

c. Umur 2 bulan.

d. Berat 150-200 gram.

Sedangkan kriteria eksklusi sampel penelitian adalah tikus yang sakit,

yang mati sebelum proses randomisasi

Page 24: Proposal Sempro

24

3.3.3 Jumlah Sampel

Sampel dipilih dengan menggunakan teknik simple random sampling yang

kemudian dibagi menjadi 6 kelompok. Penelitian eksperimen dengan

rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial secara sederhana

untuk estimasi jumlah pengulangan atau besar sampel dalam penelitian ini

dapat dihitung dengan menggunakan rumus Federer sebagai berikut:

(t-1) (n-1) ≥ 15

(6-1) (n-1) ≥ 15

5(n-1) ≥ 15

5n-5 ≥ 15

5n ≥ 20

n ≥ 4

Keterangan :

n : jumlah sampel tiap kelompok perlakuan

t : jumlah kelompok perlakuan

Besar sampel yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas

minimal sebanyak 4 ekor tikus masing-masing kelompok. Dalam penelitian ini

jumlah sampel yang digunakan untuk 6 kelompok adalah 24 ekor tikus.

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Jember untuk perawatan tikus, penyondean ekstrak daun katuk

dan pembedahan tikus. Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Jember untuk pembuatan ekstrak daun katuk. Laboratorium

Piramida Jember untuk uji pengukuran kadar enzim SGPT. Penelitian ini

dilakukan bulan September 2014.

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis ekstrak etanol 80% daun

katuk (Sauropus androgynus (L) Merr).

Page 25: Proposal Sempro

25

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar SGPT tikus putih galur

wistar (Rattus novergicus).

3.5.3 Variabel Terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah:

a. Usia tikus

b. Jenis kelamin dan galur hewan coba

c. Berat badan tikus

d. Pemeliharaan dan perlakuan hewan coba

e. Lama perlakuan hewan coba

f. Dosis dan frekuensi pemberian CCl4

g. Frekuensi pemberian ekstak daun katuk

3.6 Definisi Operasional

3.6.1 Ekstrak Etanol 80% Daun Katuk

Daun katuk yang digunakan adalah daun katuk yang segar. Ekstrak daun

katuk yang digunakan merupakan sediaan yang dibuat dengan

mengekstraksi daun katuk dengan menggunkan pelarut etanol 80%

sebanyak 800 ml dengan metode maserasi, lalu pelarutnya diuapkan

(Arista, 2013). Ekstrak daun katuk dalam bentuk serbuk dilarutkan dengan

Na-CMC lalu diinduksi setiap hari selama 7 hari secara peroral.

3.6.2 Natrium Karboksi Methyl Selulosa (Na-CMC)

Natrium Karboksi Methyl Selulosa (Na-CMC) adalah bahan kimia yang

umum digunakan sebagai formula obat-obatan baik secara oral maupun

topikal.Untuk bahan bentuk serbuk, Na-CMC banyak digunakan sebagai

pelarut untuk mendukung penggunaan obat yang dalam penelitian ini

sebagai pembantu absorbsi ekstrak ethanol daun katu (Rowe et-al., 2009).

Page 26: Proposal Sempro

26

3.6.3 Dosis CCl4

Dosis larutan CCl4 yang digunakan adalah 1 ml/kgBB hanya diberikan 1

kali selama percobaan yaitu diberikan pada hari ke-7 setelah pemberian

proteksi ekstrak daun katuk selama 7 hari. Pemberian dosis larutan CCl4 1

mg/KgBB karena dengan dosis tersebut dalam 24 jam mampu merusak

membran sel dan komponen intrasel hati (Panjaitan et-al., 2007).

3.6.4 Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)

Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan enzim yang

banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi

hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot

jantung, ginjal dan otot rangka. Pemeriksaan kadar SGPT menggunakan

darah yang dibutuhkan sebanyak 3 ml yang diambil ventrikel kanan

jantung tikus.

3.6.5 Hewan coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur wistar

berjenis kelamin jantan yang sehat (bergerak aktif), berbulu putih dengan

berat badan berkisar 150-200 gram dan usia berkisar ± 2bulan.

3.7 Alat dan Bahan

3.7.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Alat untuk pemeliharaan tikus adalah bak plastik ukuran 30 cm x 15

cm, penutup kawat berukuran 30 cm x 15 cm, botol air,dan label.

b. Alat untuk pembuatan ekstrak daun katuk adalah blender, ayakan 30

mesh, timbangan, pengaduk, rotary evaporator dan waterbash.

c. Alat yang digunakan untuk menyonde tikus adalah handscoone, masker,

beeker glass, pengaduk dan spuit sonde.

d. Alat yang digunakan untuk pengambilan darah tikus adalah spuit.

Page 27: Proposal Sempro

27

3.7.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan untuk pemeliharaan tikus adalah makanan standar, minuman dan

sekam.

b. Bahan untuk pembuatan ekstrak daun katuk adalah daun katuk segar,

air, etanol 80% dan Na-CMC.

c. Bahan untuk menyonde tikus adalah vitamin E, CCl4 dan ekstrak daun

katuk.

d. Tikus wistar jantan

3.8 Prosedur Kerja

3.8.1 Pemilihan Tikus Wistar Jantan

Jumlah hewan coba adalah 24 ekor tikus wistar dibagi menjadi 6

kelompok dengan kriteria: berjenis kelamin jantan yang sehat (bergerak

aktif), berbulu putih dengan berat badan berkisar 150-200 gram dan usia

berkisar ±2bulan.

3.8.2 Persiapan Tikus Wistar Jantan

Sebelum perlakuan,tikus diadaptasi pada kondisi laboratorium selama 7

hari dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan lingkungan baru. Selama

adaptasi tikus diletakkan di kandang dan diberi makanan standar dan

diberi minuman ad libitum.

3.8.3 Pembagian Kelompok Perlakuan

Jumlah kelompok pada penelitian ini adalah 6 kelompok sehingga tikus

wistar jantan dibagi menjadi 6 kelompok :

a. Kelompok K(N) : Pemberian Na-CMC 1 % 3 ml

b. Kelompok K(-) : Pemberian Na-CMC 1 % 3 ml dan CCl4 1 ml/kgBB

c. Kelompok K(+) : Pemberian Vitamin E 7 mg/200g/bb/hari+ CCl4 1

ml/kgBb

Page 28: Proposal Sempro

28

d. Kelompok P1 : Pemberian ekstrak daun katu (Sauropus androgynus (L)

Merr) dosis 2800 mg/ kgBB + CCl4 1 ml/kgBB

e. Kelompok P2 : Pemberian ekstrak daun katu (Sauropus androgynus (L)

Merr) dosis 4200 mg/ kgBB + CCl4 1 ml/kgBB

f. Kelompok P3 : Pemberian ekstrak daun katu (Sauropus androgynus (L)

Merr) dosis 5600 mg/ kgBB + CCl4 1 ml/kgBB

3.8.4 Pembuatan Ekstrak Daun Katuk

Daun katuk segar dicuci bersih dengan air, dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan (tanpa terkena sinar matahari langsung).Daun katuk

yang sudah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender hingga

menjadi serbuk, ditimbang kemudian diayak menggunakan mesh 30

hingga diperoleh serbuk halus. 100 gram serbuk daun katuk yang telah

dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi kinetik selama 1 jam dengan

menggunakan peralut etanol 80 % sebanyak 800 ml, didiamkan semalam

kemudian disaring dan dipisahkan ampas dan filtratnya.Pada ampas

dilakukan maserasi kinetik ulang (maserasi kinetik ulang dilakukan 3 kali).

Cara maserasi kinetik dilakukan dengan cara merendam simplisia dengan

etanol kemudian diaduk secara terus-menerus. Dari filtrat yang didapat

dikumpulkan dan campuran ekstrak tersebut dipekatkan dengan rotatory

evaporator dan diuapkan di atas waterbash 60 ͦ sampai didapatkan bobot

konstan (Arista, 2013).

3.8.5 Dosis Vitamin E

Beradasarkan penelitian terdahulu, dosis vitamin E sebesar 7 mg/200

g/bb/hari pada tikus dapat digunakan sebagai antioksidan (Suarsana,

2011).

3.8.6 Penginduksian CCl4

Masing-masing tikus pada kelompok (-),(+),(P1),(P2) dan (P3) diberi CCl4

secara intraperitoneal dengan dosis 1 mg/KgBB.CCl4 hanya diberikan 1

Page 29: Proposal Sempro

29

kali selama percobaan yaitu pada hari ke-8. Pengamatan dilakukan sampai

dengan 24 jam setelah pemberian. Selanjutkan dilakukan pengukuran

terhadap kadar SGPT (Panjaitan et al., 2007).

3.8.7 Pemeriksaan SGPT

Pemeriksaan SGPT dilakukan di Laboratorium Klinik Piramida dengan

menggunakan metode kinetik rekomendasi dari International Federation

of Clinical Chemistry (IFCC). Sampel yang digunakan yaitu (1) Serum, (2)

Plasma: Li-heparin atau K2-EDTA plasma.

3.8.8 Perlakuan Hewan Coba

Sejumlah 24 ekor tikus ditempatkan di dalam kandang dengan diberi

makan standart dan minuman.Setelah tikus diadaptasikan selama 1

minggu, tikus dibagi menjadi 6 kelompok terdiri dari 4 ekor tikus yang

dipilih secara acak. Tikus-tikus tersebut diberi perlakuan selama 8 hari

dengan perlakuan sebagai berikut:

a. Kelompok K(N) : tikus diberi Na-CMC 1% 3 ml selama 7 hari

b. Kelompok K(-) : tikus diberi Na-CMC 3 ml selama 7 hari dan diberi CCl4

1 ml/kgBB secara intraperitoneal pada hari ke-8

c. Kelompok K(+) : tikus diberi Vitamin E 7 mg/200g/bb/hari selama 7 hari

dan diberi CCl4 1 ml/kgBb secara intraperitoneal pada

hari ke-8

d. Kelompok P1 : tikus diberi ekstrak daun katu (Sauropus androgynus (L)

Merr) dosis 2800 mg/ kgBB dan diberi CCl4 1 ml/kgBB

intraperitoneal pada hari ke-8

e. Kelompok P2 : tikus diberi ekstrak daun katu (Sauropus androgynus (L)

Merr) dosis 4200 mg/kgBB selama 7 hari dan diberi CCl4

1ml/kgBBsecara intraperitoneal pada hari ke-8

f. Kelompok P3 : tikus ekstrak daun katu (Sauropus androgynus (L) Merr)

dosis 5600 mg/ kg BB selama 7 hari dan diberi CCl4

Page 30: Proposal Sempro

30

1 ml/kgBB secara intraperitoneal pada hari ke-8

Pada hari ke-9 seluruh tikus kemudian diambil organ hepar untuk dilakukan

pengukuran kadar SGPT tikus.

3.9 Analisis Data

Analisis data perbedaan efektifitas dosis secara statistik dilakukan uji

normalitas dan homogenitas varian p > 0,05. Jika data yang diperoleh normal dan

homogen, maka dilanjutkan uji One Way ANOVA (p < 0,05). Apabila data yang

diperoleh tidak homogen, maka dilanjutkan uji Kruskal Wallis (p < 0,05). Jika

data yang diperoleh terdapat perbedaan nyata antara kelompok kontrol dan

perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significantly Different) (p <

0,05) sebagai lanjutkan uji One Way ANOVA dan Mann Whitney. Untuk

mengetahui hubungan antar dosis terhadap respon pencegahan peningkatan SGPT

dilakukan uji Pearson Correlation.

3.10 Uji Kelayakan Etik

Sebelum melakukan penelitian, prosedur penelitian telah dimintakan ijin

ethical clearance dari Komisi Etika Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran

Universitas Jember.

Page 31: Proposal Sempro

31

3.11 Alur Penelitian

3.11.1 Skema Pembuatan Ekstrak daun katuk

Gambar 3.2 Skema Pembuatan Ekstrak Daun Katuk

Daun Katuk Segar

Dicuci bersih dengan air

Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan (tanpa terkena

matahari langsung)

Dihaluskan dengan blender hingga jadi serbuk

Ditimbang, diayak menggunakan 30 mesh

100 mg serbuk daun katuk

Di maserasi kinetik selama 1 jam menggunakan etanol

80% sebanyak 800 ml

Didiamkan semalan

Disaring, pisahkan ampas dan filtrat

Ampas Filtrat

Dimaserasi kinetik ulang 3 kali Dikumpulkan

campuran ekstrak tersebut dipekatkan dengan rotatory evaporator

dan diuapkan di atas waterbash 60 ͦ sampai didapatkan bobot konstan

Page 32: Proposal Sempro

32

3.11.2 Skema Perlakuan Terhadap Hewan Coba

Gambar 3.3 Skema Perlakuan Hewan Coba

24 Sampel

Randomisasi

Pembedahan tikus dan pengambilan serum pada hari ke-9

Pengukuran kadar SGPT tikus

Analisis Statistik

Na-CMC 3

ml peroral,

selama 7

hari

K(N)

Na-CMC 3

ml peroral

selama 7

hari

K(-) K(+)

Ekstrak

daun katuk

2800 mg/

kgBB

selama 7

hari

P1

Ekstrak

daun katuk

4200mg/

kgBB

selama 7

hari

P2

Ekstrak

daun katuk

5600mg/

kgBB

selama 7

hari

P3

Vit E 7

mg/200

g/bb/hari

selama 7

hari

CCl4 1 ml/kgBB secara intraperitoneal pada hari ke-8

Page 33: Proposal Sempro

33

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Katuk

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun katuk (Sauropus

androgynus (L.) Merr.). Daun katuk segar dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan (tanpa terkena sinar matahari langsung) selama 3 hari kemudian

dihaluskan sehingga didapatkan 790 gram serbuk kering. Sebanyak 790 gram

serbuk kering kemudian diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan

larutan etanol 80% sehingga didapatkan 130 gram ekstrak kental.

4.1.2 Perlakuan pada Hewan Coba

Sampel penelitian yaitu 24 ekor tikus putih diberikan perlakuan selama 7

hari, kemudian pada hari ke-8 diberikan induksi CCl4 pada semua kelompok

kecuali kelompok K (N). Penghitungan kadar SGPT serum darah sampel

penelitian dilakukan di Laboratorium Klinik Piramida dengan menggunakan

metode kinetic pada hari ke 9. Data SGPT dari masing-masing kelompok dapat

dilihat pada lampiran. Rata-rata kadar SGPT serum tikus berdasarkan data

tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Kadar SGPT

Kelompok Perlakuan Rata-Rata Kadar SGPT (U/L±SD)

K(N) 83,75±15,22

K(-) 203,25±30,68

K(+) 171±58,58

P1 116,75±60,6

P2 109±8,45

P3 94,25±64,75

Hasil pemeriksaan kadar SGPT serum darah tikus dalam bentuk grafik

terdapat pada gambar di bawah ini.

Page 34: Proposal Sempro

34

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Nilai Rata-Rata Kadar SGPT

Tabel 4.1 dan Gabar 4.1 memperlihatkan bahwa kelompok K(-) yang

diberikan induki CCl4 memiliki kadar SGPT yang lebih tinggi daripada kelompok

K(N). Hal ini menunjukkan pemberian CCl4 dapat meningkatkan kadar SGPT jika

dibandingkan dengan kelompok K(N) yang hanya diberikan Na CMC 1%. Pada

kelompok K(+) yang diberikan CCl4 dan vitamin E terlihat terjadi penurunan

kadar SGPT dibandingkan K(-). Berdasarkan tabel dan gambar diatas terlihat

adanya penurunan SGPT pada kelompok dosis ekstrak daun katuk yaitu P1, P2

dan P3 dibandingkan kelompok K(-).

Data persentase pencegahan peningkatan kadar SGPT dapat digunakan

untuk mengetahui efek dari perlakuan pada kelompok perlakuan dosis ekstrak

daun katuk dalam menurunkan kadar SGPT. Hasil perhitungan persentase

penurunan kadar SGPT terhadap kelompok K(-) dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Persentase Pencegahan Peningkatan SGPT

Kelompok Perlakuan Persentase pencegahan peningkatan SGPT

P1 42,81 %

P2 46,38 %

P3 53,63 %

83,75±15,22

203,25±30,68

171±58,58

116,75±60,6 109±8,45

94,25±64,75

Page 35: Proposal Sempro

35

Dalam grafik, data tersebut dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 4.2 Grafik Persentase Pencegahan Peningkatan SGPT

4.1.3 Analisis Data

Uji normalitas yang digunakan pada analisis data penelitian ini adalah uji

Shapiro Wilk. Kelompok K(N) mendapatkan hasil p = 0,962, kelompok K(-)

mendapatkan hasil p = 0,975, kelompok K(+) mendapatkan hasil p = 0,433,

kelompok P1 mendapatkan hasil p = 0,862, kelompok P 2 mendapatkan hasil p =

0,686 dan P3 mendapatkan hasil p = 0,757. Pada uji ini menunjukkan bahwa data

kadar SGPT serum terdistribusi normal dengan nilai p > α (α = 0,05).

Uji yang digunakan untuk mengetahui data homogen atau tidak dengan

menggunakan uji Levene Test. Berdasarkan hasil uji tersebut didapatkan data p =

0,141. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data kadar SGPT serum memiliki

varian yang homogen dengan nilai p > α (α = 0,05).

Berdasarkan hasil uji Saphiro Wilk dan uji Levene Test dapat disimpulkan

bahwa data terdistribusi dengan normal dan memiliki varian yang homogen. Hal

ini menunjukkan syarat untuk menggunakan One Way ANOVA sudah terpenuhi.

Hasil uji ANOVA menunjukkan p = 0,010 (p < 0,05) sehingga dapat dikatakan

terdapat perbedaan yang signifikan diantara keenam kelompok. Uji ANOVA

dilanjutkan dengan LSD (Least Significant Difference) untuk mengetahui

Page 36: Proposal Sempro

36

kelompok mana yang memiliki perbedaan selisih rerata kadar SGPT tikus yang

signifikan.

Berdasarkan hasil uji LSD kadar SGPT antar kelompok perlakuan diketahui

bahwa kelompok K(N) berbeda signifikan dengan kelompok K(-), dan K(+),

tetapi tidak berbeda signifikan terhadap kelompok P1, P2 dan P3. Kelompok K(-)

berbeda signifikan dengan kelompok K(N), P1, P2 dan P3. Kelompok K(+) hanya

berbeda signifikan dengan K(N) dan P3. Antar kelompok P1, P2 dan P3

menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan.

Uji korelasi pada penelitian ini menggunakan uji Pearson Correlation.

Untuk hubungan antara dosis ekstrak daun katuk dengan penurunan kadar SGPT

diperoleh nilai sig = 0,113. Nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antar

ketiga dosis ekstrak daun katuk adalah tidak bermakna. Nilai Pearson Correlation

sebesar -0,984 menunjukkan korelasi negatif.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa rata-rata kadar SGPT

kelompok K(N) adalah 83,75 U/L. Berdasarkan rata-rata kadar tersebut dapat

diketahui bahwa pemberian Na CMC 1% pada K(N) tidak mempengaruhi kadar

SGPT. Jika dibandingkan dengan kelompok K(-) terlihat perbedaan yang

signifikan (p < 0,05), kelompok K(-) yang diberikan CCl4 1 ml/kgBB terlihat

adanya peningkatan rata-rata kadar SGPT dengan nilai 203,25 U/L. Dari hasil

tersebut, pemberian karbon tetraklorida (CCl4) dapat meningkatkan kadar SGPT.

CCl4 akan masuk kedalam sirkulasi portal hepatik dan dimetabolisme oleh enzim

sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3) dalam

retikulum endoplasmik hati. Triklorometil dengan oksigen akan membentuk

radikal triklorometil peroksi (CCl3O2·) yang dapat menyerang lipid membran

retikulum endoplasmik dan menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu

homeostasis Ca2+

dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Panjaitan et al.,

2007).

Kelompok K(N) dibandingkan dengan kelompok P1, P2 dan P3 tidak

memiliki perbedaan yang signifikan. Ini berarti kelompok P1, P2 dan P3 yang

Page 37: Proposal Sempro

37

masing diberi dosis ekstrak 2800, 4200 dan 5600 mg/ kgBB dapat menurunkan

kadar SGPT mendekati kelompok K(N) yang sebagai kontrol normal.

Berdasarkan gambar 4.1, grafik kadar SGPT dari masing-masing dosis

menunjukkan bahwa penambahan dosis dapat menambah pencegahan peningkatan

kadar SGPT tikus wistar. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menjadi

acuan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang memakai mencit sebagai hewan

coba, menunjukkan dosis 800 mg/ kgBB memiliki kadar SGPT paling rendah

(Joniada, 2011).

Kelompok K(N) memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok

K(+). Kelompok K(+), sebagai kontrol positif yang diberi vitamin E 7

mg/200g/bb/hari diharapkan dapat mencegah peningkatan kadar SGPT agar dapat

dijadikan tolak ukur pencegahan pengingkatan SGPT dari ekstrak etanol 80%

daun katuk. Vitamin E dipilih sebagai kontrol positif karena mekanisme kerja dari

vitamin E sama dengan flavonoid dari ekstark daun katuk yang berfungsi

melindungi asam-asam lemak dari oksidasi dengan cara menangkap radikal bebas

(Rukmiasih et-al., 2011). Dalam penelitian ini terjadi sebaliknya. Jika

dibandingkan dengan kelompok K(-), kelompok K(+) tidak memiliki perbedaan

yang signifikan. Ini berarti terjadi sesuatu yang menghambat mekanisme

perlindungan dari vitamin E terhadap kerusakan yang disebabkan CCl4. Ternyata

dalam pemberiannya, CCl4 selain mengakibatkan perusakan lipid membran, CCl4

juga menghambat kerja berbagai antioksidan enzimatik seperti superoxide

dismutase (SOD), katalase (CAT) dan hepatik glutation (GSH) (Ganie et al,

2010). GSH sendiri berfungsi mengubah radikal vitamin E, yang terbentuk setelah

vitamin E mengikat radikal bebas, menjadi vitamin E kembali. Karena GSH

dihambat oleh CCl4, vitamin E tetap dalam bentuk radikal dan menjadi

prooksidan, sehingga terjadilah perusakan sel hati (Lone et al, 2013).

Kelompok K(-) memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok P1,

P2 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga kelompok tersebut dengan

dosis masing-masing 2800, 4200 dan 5600 mg/kgBB mampu menurunkan kadar

SGPT secara signifikan terhadap kelompok K(-). Penurunan kadar SGPT pada

ketiga kelompok menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun katuk memiliki

Page 38: Proposal Sempro

38

kemampuan sebagai hepatoprotektor dari kerusakan sel hati akibat adanya radikal

bebas. Flavonoid merupakan kandungan yang memiliki aktivitas antioksidan

dalam daun katuk, dengan jumlah sekitar 143 mg/100 g fw yang terdiri dari rutin

dan senyawa flavonol dan flavon. Rutin dan flavonol merupakan antioksidan kuat

terhadap peroksidasi lipid (Sandhar et al., 2011; Redha, 2010 dan Wijono, 2003).

Aktivitas pengikatan radikal bebas dapat digambarkan sebagai berikut.

F-OH + R. F-O

. + RH

Flavonoid (F-OH) dapat mendonorkan atom hidrogennya untuk mengikat

radikal bebas (R.). Aktivitas ini juga terjadi pada proses pencegahan peroksidasi

lipid. Flavonoid menyumbangkan atom hidrogen kepada peroksi radikal untuk

memotong rantai reaksi radikal (Sandhar et al., 2011).

Kelompok K(+) memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok

K(N) dan P3 tetapi tidak dengan kelompok K(-), P1 dan P2. Perbedaan signifikan

dengan kelompok K(N) dan P3 ini dikarenakan vitamin E dari kelompok K(+)

menjadi prooksidan dan menyebabkan perusakan sel hati. Hal ini juga menjadi

alasan terjadi perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok K(+) dan K(-).

Perbedaan yang tidak signifikan dengan kelompok P1 dan P2 menunjukkan

bahwa kelompok P1 dan P2 masih belum dapat mencegah peningkatan kadar

SGPT tikus wistar sebaik kelompok P3.

Kelompok P1, P2 dan P3 menunjukkan adanya pencegahan peningkatan

kadar SGPT pada tikus wistar. Gambar 4.1 juga menunjukkan bahwa

peningkatan dosis dari ekstrak etanol daun katuk dapat meningkatkan pencegahan

peningkatan kadar SGPT lebih baik. Dari hasil LSD, kelompok P1, P2 dan P3

tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa

pencegahan peningkatan kadar SGPT pada setiap kelompok perlakuan tidak

berbeda secara nyata.

Page 39: Proposal Sempro

39

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitin dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Terdapat perbedaan efektifitas hepatoprotektor ekstrak etanol 80% daun

katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah peningkatan

kadar SGPT dari tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang

diinduksi CCl4

2. Tidak terdapat hubungan dosis respon ekstrak etanol 80 % daun katuk

(Sauropus androgynus (L) Merr) dalam mencegah peningkatan kadar

SGPT dari tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi

CCl4

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, telah terbukti ekstrak etanol 80% daun katuk

(Sauropus androgynus (L) Merr) dapat digunakan sebagai hepatoprotektor pada

tikus putih galur wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi CCl4 dalam mencegah

peningkatan kadar SGPT. Saran yang diberikan oleh peneliti yaitu :

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas hepatoprotektor

daun katuk dengan pemeriksaan fungsi hati yang berbeda.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas hepatoprotektor

daun katuk dengan pemeriksaan histopatologi hati.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa aktif

daun katuk sehingga dimungkinkan digunakan dosis yang lebih efektif.

Page 40: Proposal Sempro

40

DAFTAR PUSTAKA

Andari, A. 2010. Uji Aktifitas Ekstrak Daun Katu (Sauropus androgynus (L)

Merr) Sebagai Antioksidan Pada Minyak Kelapa. Yogyakarta: Fakultas

SAINS dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Andarwulan, Batari, Sandrasari, Bolling, dan Wijaya. 2010. Flavonoid Content

and Antioxidant Activity of Vegetables From Indonesia. Food Chemistry.

Vol 121: 1231-1235.

Arista, M. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 80% dan 96% Daun Katuk

(Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas

Surabaya. Vol 2 (2) : 2-5.

Colombo, M. L. 2010. An Update on Vitamin E, Tocopherol and Tocotrienol-

Perspectives. Torino: Department of Drug Science and Technology,

University of Torino.

Faridah, H. 2009. Pengaruh Pemberian buah Pepaya (Carica Papaya L)

Terhadap Anatomi Alveolus Paru-Paru Mencit (Mus Musculus) yang

Diinhalasi CCL4 (Carbon Tetraclorida). Malang : Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Malang.

Ganie, Haq, Masood, dan Zargar. 2010. Podophyllum Hexandrum Rhizome

Methanolic Extract Ameliorates Carbon Tetrachloride Induced

Hepatotoxicity In Albino Rats. Pharmacologyonline 2: 496-506

Gaol, J. F. L. 2011. Isolasi Zat Warna Hijau Daun Katuk (Sauropus androgynus

Merr.) Sebagai Pewarna Tablet. Medan: Fakultas Farmasi Unversitas

Sumatera Utara.

Guyton, A. C. & Hall, J. E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedeokteran, Edisi 11.

Jakarta: EGC.

Hartanto, H. 2012. Identifikasi Potensi Antioksidan Minuman Cokelat dari Kakao

Lindak (Theobroma Cacao L.) dengan Berbagai Cara Preparasi: Metode

Page 41: Proposal Sempro

41

Radikal Bebas 1,1 Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH). Surabaya: Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala.

Joniada, I. M. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Katuk (Sauropus

androgynous L) Sebagai Hepatoprotektor pada Mencit yang Diinduksi

Paracetamol. Jember: Fakultas Farmasi Universitas Jember.

Junieva, P. N. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Meniran ( Phyllanthus sp. )

Terhadap Gambaran Mikroskopik Paru Tikus Wistar yang Diinduksi

Karbon Tetraklorida. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro

Khalasa, T., Winarsih, S., dan Widodo, M. A. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Etanol

Daun Katuk (Sauropus androgynus) Sebagai Antibakteri Terhadap

Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Secara In Vitro.

Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Kuncahyo, I. & Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing

Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl

(DPPH). Yogyakarta: Teknologi Farmasi Fakultas Teknik Universitas Setia

Budi.

Lone, Ganai, Ahanger, Bhat1, Wani, dan Bhat

2. 2013. Free radicals and

antioxidants: Myths, facts and mysteries. India : Sher-e-Kashmir University

of Agricultural Sciences and Technology.

Manik, N. D. 2011. Penetapan Kadar Kalsium Pada Daun Katuk (Sauropus

androgynus (L.) Merr.) Dari Daerah Karo Dengan Daerah Pematang Johar

Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Medan: Fakultas Farmasi

Unversitas Sumatera Utara.

Nabila, N. 2011. Pengaruh Pemberian Metanol dan Etanol Terhadap Tingkat

Kerusakan Sel Hepar Tikus Wistar. Semarang: Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro.

Notoatmojo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 42: Proposal Sempro

42

Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah, dan Manalu. 2007. Pengaruh

Pemberian Karbon Tetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus.

Makara, Kesehatan, Vol. 11. (1): 11-16.

Panjaitan, T. D., Prasetyo, B., dan Limantara, L. 2008. Peranan Karotenoid Alami

dalam Menangkal Radikal Bebas. Info Kesehatan Masyarakat, Vol. 12 (1):

79-86.

Pazil, Siti N.BT. 2009. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daging

Pisang Raja (Musa AAB ‘Pisang Raja’) dengan Vitamin A, Vitamin C, dan

Katekin Melalui Penghitungan Bilangan Peroksida. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Prihatni, Parwati, Sjahid, dan Rita. 2005. Efek Hepatotoksik Anti Tuberkulosis

Terhadap Kadar Aspartate Aminotransferase dan Alanine Aminotransferase

Serum Penderita Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical

Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, (1), 1-5.

Redha, A. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya Dalam

Sistem Biologis. Jurnal Belian Vol. 9 (2): 196 – 202.

Rianyta & Utami, S. 2013. Drug-Induced Liver Injury (DILI) pada Penggunaan

Propiltiourasil (PTU). CDK-203. Vol. 40 (4): 278-281.

Rohmatussolihat. 2009. Antioksidan, Penyelamat Sel-Sel Tubuh Manusia.

BioTrends. Vol. 4 (1): 5-9.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Quinn, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutical

Excipients, Sixth Edition. Great Britain: Pharmaceutical Press.

Rukmiarsih, Hardjosworo, Ketaren, dan Matitaputty. 2011. Penggunaan Beluntas,

Vitamin C dan E sebagai Antioksidan untuk Menurunkan Off-Odor Daging

Itik Alabio dan Cihateup. JITV Vol. 16 (1): 9-16.

Page 43: Proposal Sempro

43

Sandhar, Kumar, Prasher, Tiwari, Salhan, dan Sharma. 2011. A Review of

Phytochemistry and Pharmacology of Flavonoids. Phagwara: Dept. of

Pharmaceutical Sciences, Lovely Professional University.

Sholihah, Q. & Widodo, M. A. 2008. Pembentukan Radikal Bebas Akibat

Gangguan Ritme Sirkadian dan Paparan Debu Batubara. Jurnal Kesehatan

Lingkungan, VOL.4, (2): 89 – 100.

Suarsana, Utama, Agung, dan Suartini. 2011. Pengaruh Hiperglikemia dan

Vitamin E pada Kadar Malonaldehida dan Enzim Antioksidan Intrasel

Jaringan Pankreas Tikus. MKB, Volume 43 (2): 72-76.

Wibowo, W.A., Maslachah, L., dan Bijanti, R. 2005. Pengaruh Pemberian

Perasan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Kadar SGOT dan

SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus) Diet Tinggi Lemak. Surabaya:

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Wijono, S. H. S. 2003. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Pada Daun Katu

(Sauropus androgynus (L.) Merr). Makara, SAINS, VOL. 7, NO. 2.

Wisnuaji, L. K. 2012. Identifikasi Efek Toksik Akut Jus Daun Katuk (Sauropus

androgynous) Pada Hepar Tikus Galur Wistar. Surabaya : Fakultas Farmasi

Universitas Surabaya.

Yuniarty, D. S. T. 2011. Persentase Berat Karkas dan Berat Lemak Abdominal

Broiler yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Daun Katuk (Sauropus

androgynus), Tepung Rimpang Kunyit (Curcuma domestica) dan

Kombinasinya. Makassar: Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Page 44: Proposal Sempro

44

LAMPIRAN

A. Volume Maksimal Pemberian Larutan Sediaan Uji Pada Beberapa Hewan Uji

Jenis hewan uji Voluma maksimal (mL) sesuai jalur pemberian

i.v i.m i.p s.c p.o

Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0

Tikus (100 g) 1,0 0,1 2-5 2-5 5,0

Hamster (50 g) - 0,1 1-2 2,5 2,5

Marmot (250 g) - 0,25 2-5 5,0 10,0

Kelinci (2,5 Kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0

Kucing (3 Kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0

Anjing (5 Kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0

Dikutip dari: Ritschell. 1974. Laboratory Manual of Biopharmaceutics. Hamilton:

Drug Intellegence Publication.

Page 45: Proposal Sempro

45

B. Tabel Konversi Perhitungan Dosis Untuk Berbagai Jenis (Spesies) Hewan Uji

Menurut Laurence & Bacharah, 1984

Mencit

20 gr

Tikus

200 gr

Marmut

400 gr

Kelinci

1,5 Kg

Kucing

2 Kg

Kera

4 Kg

Anjing

12 Kg

Manusia

70 Kg

Mencit

20 gr

1,0 7,0 13,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9

Tikus

200 gr

0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0

Marmut

400 gr

0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

Kelinci

1,5 Kg

0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2

Kucing

2 Kg

0.,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0

Kera 4

Kg

0,016 0,12 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

Anjing

12 Kg

0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

Manusia

70 Kg

0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

Page 46: Proposal Sempro

46

C. Data Hasil Penelitian

Page 47: Proposal Sempro

47

Page 48: Proposal Sempro

48

D. Hasil Analisis Data

Tests of Normality

kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

SGPT

kontrol normal .165 4 . .991 4 .962

kontrol negatif .155 4 . .994 4 .975

kontrol positif .284 4 . .900 4 .433

dosis 2800 .219 4 . .973 4 .862

dosis 4200 .223 4 . .945 4 .686

dosis 5600 .212 4 . .956 4 .757

a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances SGPT

Levene

Statistic

df1 df2 Sig.

1.920 5 18 .141

ANOVA SGPT

Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

Between Groups 44318.333 5 8863.667 4.241 .010

Within Groups 37619.000 18 2089.944

Total 81937.333 23

Page 49: Proposal Sempro

49

Multiple Comparisons Dependent Variable: SGPT

LSD

(I) kelompok (J) kelompok Mean

Difference (I-

J)

Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol normal

kontrol negatif -119.500* 32.326 .002 -187.41 -51.59

kontrol positif -87.250* 32.326 .015 -155.16 -19.34

dosis 2800 -33.000 32.326 .321 -100.91 34.91

dosis 4200 -25.250 32.326 .445 -93.16 42.66

dosis 5600 -10.500 32.326 .749 -78.41 57.41

kontrol negatif

kontrol normal 119.500* 32.326 .002 51.59 187.41

kontrol positif 32.250 32.326 .332 -35.66 100.16

dosis 2800 86.500* 32.326 .015 18.59 154.41

dosis 4200 94.250* 32.326 .009 26.34 162.16

dosis 5600 109.000* 32.326 .003 41.09 176.91

kontrol positif

kontrol normal 87.250* 32.326 .015 19.34 155.16

kontrol negatif -32.250 32.326 .332 -100.16 35.66

dosis 2800 54.250 32.326 .111 -13.66 122.16

dosis 4200 62.000 32.326 .071 -5.91 129.91

dosis 5600 76.750* 32.326 .029 8.84 144.66

dosis 2800

kontrol normal 33.000 32.326 .321 -34.91 100.91

kontrol negatif -86.500* 32.326 .015 -154.41 -18.59

kontrol positif -54.250 32.326 .111 -122.16 13.66

dosis 4200 7.750 32.326 .813 -60.16 75.66

dosis 5600 22.500 32.326 .495 -45.41 90.41

dosis 4200

kontrol normal 25.250 32.326 .445 -42.66 93.16

kontrol negatif -94.250* 32.326 .009 -162.16 -26.34

kontrol positif -62.000 32.326 .071 -129.91 5.91

dosis 2800 -7.750 32.326 .813 -75.66 60.16

dosis 5600 14.750 32.326 .654 -53.16 82.66

dosis 5600

kontrol normal 10.500 32.326 .749 -57.41 78.41

kontrol negatif -109.000* 32.326 .003 -176.91 -41.09

kontrol positif -76.750* 32.326 .029 -144.66 -8.84

dosis 2800 -22.500 32.326 .495 -90.41 45.41

dosis 4200 -14.750 32.326 .654 -82.66 53.16

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 50: Proposal Sempro

50

Correlations

SGPT dosis

SGPT

Pearson Correlation 1 -.984

Sig. (2-tailed) .113

N 3 3

dosis

Pearson Correlation -.984 1

Sig. (2-tailed) .113

N 3 3

Page 51: Proposal Sempro

51

E. Ethical Clearance

Page 52: Proposal Sempro

52

Page 53: Proposal Sempro

53

F. Gambar Penelitian

Daun katuk yang dikeringkan

Maserasi ekstrak

Rotary evaporator

Proses pembuatan ekstrak

Page 54: Proposal Sempro

54

Hewan coba

NB : Ukuran kandang : 35 x 45 x 2,5

cm

Perlakuan per oral pada hewan

coba

Pemberian CCl4 secara intraperitoneal

Pengambilan serum dari ventrikel

kanan