-
I. PENDAHULUAN
Rendahnya tingkat produktivitas ternak antara lain disebabkan
rendahnya
kualitas bahan pakan. Rendahnya nilai nutrisi bahan pakan
tersebut ditunjukkan
dengan rendahnya nilai protein, tingginya kandungan serat kasar
dan rendahnya
nilai biologis bahan makanan tersebut. Hal ini mengakibatkan
tingkat produksi
yang dicapai tidak sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki
ternak tersebut, di
sisi lain penambahan pakan tambahan berupa konsentrat akan
meningkatkan biaya
produksi, sehingga kurang ekonomis.
Peningkatan produktivitas ternak dengan menekan tambahan
biaya
produksi dapat dilaksanakan antara lain dengan meningkatkan
efisiensi
penggunaan bahan pakan yang murah, mudah didapat, berkualitas
serta tersedia
secara berkesinambungan. Salah satu alternatif yakni dengan
menanam hijauan
rumput jenis unggul sekaligus dibuat silase. Rumput meksiko
dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif untuk dikembangkan karena sudah
dikenal
masyarakat banyak khususnya petani peternak, mudah dibudidayakan
dan
produksi hijauan relatif tinggi yaitu 70-90 ton/ha/tahun rumput
segar,
berkualitas tinggi serta dapat tumbuh di jenis tanah berstruktur
sedang atau berat
di daerah tropis.
Guna memperoleh rumput meksiko produksi dan kualitas yang
tinggi
diperlukan defoliasi atau pemotongan yang tepat antara lain:
umur tanaman dan
frekuensi defoliasi. Pertumbuhan kembali (regrowth) yang
optimal, sehat dan
kandungan gizi rumput, defoliasi harus dilakukan pada periode
tertentu yaitu pada
akhir vegetatif dan menjelang berbunga. Peningkatan kualitas
antara bahan
pakan hijauan dapat dilakukan antara lain dengan dibuat
silase.
Silase merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman atau
rumput
yamg diawetkan dengan cara diperam secara anaerob. Tujuan
pembuatan silase
rumput meksiko antara lain pengawetan dan pakan dapatt disimpan
lebih lama.
Kualitas silase dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal
atau jenis
hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum
pembuatan silase,
tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan
pengawet, panjang
pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo (Regan, 1997).
Waktu yang
-
terbaik untuk memotong tanaman yang akan dibuat silase adalah
pada fase
vegetatif, sebelum pembentukan bunga. (Reksohadiprodjo, 1988,
dan Regan,
1997). Fase pertumbuhan tanaman pada waktu pembuatan silase
besar
pengaruhnya terhadap kecernaan dan komposisi kimia silase
(Harrison et al,
1994). Kandungan protein kasar dan bahan organik rumput meksiko
yang hilang
dalam pembuatan silase dipengaruhi fase pertumbuhan tanaman
(Spitaleri et al.,
1995).
II. PERUMUSAN MASALAH
Rumput meksiko (Euclaena mexicana) merupakan jenis rumput
unggul
yang produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi
serta disukai oleh
ternak ruminansia. Rumput meksiko mempunyai produksi bahan
kering 40
sampai 63 ton ha-1 tahun-1 (Siregar, 1989), dengan rata-rata
kandungan zat-zat
gizi yaitu : protein kasar, lemak kasar, BETN berturut-turut
adalah 9,16; 2,43 dan
47,33% (Susetyo et al., 1969).
Penelitian tentang pengaruh umur pemotongan terhadap nilai
nutrisi
rumput meksiko sebelum dan sesudah ensilase yang dipotong pada
umur 20, 30,
40, 50, 60, 70, dan 80 hari dengan tujuan untuk memperoleh
rekomendasi umur
yang ideal untuk dibuat silase.
Protein kasar dan serat kasar bahan pakan sangat penting untuk
diketahui
karena dapat dipakai untuk menentukan nilai atau mutu suatu
bahan pakan.
Tinggi pemotongan dan dosis pemupukan nitrogen yang berbeda
diduga
mempengaruhi kandungan protein kasar dan serat kasar rumput
meksiko,
sehingga akibatnya juga mempengaruhi kualitas rumput
tersebut.
Manfaat penelitian ini diharapkan bisa memberi gambaran dan
informasi
tentang tinggi potong dan dosis pupuk nitrogen yang paling baik
terhadap kadar
protein kasar dan serat kasar rumput meksiko. Hipotesis dari
penelitian ini adalah
pemberian dosis pupuk nitrogen dan tinggi potong yang berbeda
akan
meningkatkan kadar protein kasar dan menurunkan serat kasar
rumput meksiko.
-
Nilai gizi rumput meksiko sebagai hijauan makanan ternak
ditentukan
oleh zat-zat makanan yang terdapat di dalamnya dan kecernaannya.
Nilai gizi
rumput meksiko dipengaruhi fase pertumbuhan pada saat pemotongan
atau
penggembalaan (McIlroy, 1977). Rumput 2 gajah sebaiknya dipotong
pada fase
vegetatif, untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang
sehat dan
kandungan zat-zat gizi yang optimal (Anonim, 1990). rumput gajah
yang tinggi
dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi kesenjangan produksi
hijauan pakan
pada musim hujan dan musim kemarau dan untuk memanfaatkan
kelebihan
produksi tersebut pada fase pertumbuhan yang terbaik, maka dapat
diawetkan
dalam bentuk silase, karena rumput gajah merupakan bahan pakan
hijauan yang
baik untuk dibuat silase (McIlroy, 1977; Rismunandar, 1989;
Anonim, 1990; dan
Sutardi, 1991). Waktu yang terbaik untuk memotong tanaman yang
akan dibuat
silase adalah pada fase vegetatif, sebelum pembentukan bunga
(Reksohadiprodjo,
1988 dan Regan, 997). Fase pertumbuhan tanaman pada waktu
pembuatan silase
besar pengaruhnya terhadap kecernaan dan komposisi kimia silase
(Harrison et al,
1994). Kandungan protein kasar dan bahan organik rumput meksiko
yang hilang
dalam pembuatan silase dipengaruhi fase pertumbuhan tanaman
(Spitaleri et al.,
1995).
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Rumput Meksiko (Euchlaena mexicana)
Rumput Meksiko berasal dari Amerika Tengah, rumput ini
termasuk
rumput potong yang tumbuh tegak, batang dan daunnya lebar mirip
tanaman
jagung. Ketinggian tanaman mencapai 2,5 4 m, sistem perakarannya
dalam dan
luas, tumbuh baik pada daerah-daerah lembab atau tanah yang
subur dengan
ketinggian 0 - 1200 m di atas permukaan laut dan curah hujan
tidak kurang dari
1000 mm/tahun (Departemen Pertanian, 1985).
Tanaman ini ditanam di Amerika Tengah dan Selatan untuk dibuat
silase
atau sebagai hijauan pakan ternak, sedangkan di Philipina rumput
ini dapat
menghasilkan 70 ton/ha/thn bahan segar dengan pemotongan 4 - 5
kali dan
pembiakannya dapat dilakukan dengan pols atau stek
(Reksohadiprodjo, 1994).
-
Kandungan zat nutrisi rumput Meksiko berdasarkan analisis bahan
kering
meliputi protein kasar, lemak kasar, BETN berturut-turut adalah
9,16; 2,43 dan
47,33% (Susetyo et al., 1969).
3.2. Pertumbuhan
Pertumbuhan dalam arti terbatas, menunjukkan penambahan ukuran
yang
tidak dapat dibalik, yang mencerminkan pertambahan protoplasma,
sedangkan
pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh pertambahan ukuran dan
berat kering
yang tidak dapat dibalik (Setyati, 1984). Pertumbuhan tanaman
dibedakan
menjadi tiga periode yaitu periode germinatif, vegetatif dan
generatif. Periode
germinatif menggunakan zat-zat yang berupa cadangan makanan biji
atau akar.
Periode vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun
dan batang baru.
Periode generatif terjadi saat pembentukan bunga, buah dan
biji
(Susetyo et al., 1969).
3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
yaitu
tanah, suhu dan cahaya serta suplai unsur hara. Faktor tanah
sangat berkaitan
dengan kesuburan tanah yang tidak lepas dari kandungan mineral
organik,
kelembaban tanah dan ketersediaan air tanah. Mineral organik
yang berasal dari
pelapukan bahan induk jumlahnya 1% dalam tanah organik 99% dalam
tanah liat
(Setyati, 1984). Tisdale dan Nelson (1979) menyatakan bahwa
persaingan unsur
hara, terutama unsur nitrogen pada jarak tanam yang sempit akan
berpengaruh
pada pertumbuhan dan pembentukan bagi vegetatif tanaman. Menurut
Sarief
(1986a), ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman
merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produksi suatu
tanaman.
Suhu mempengaruhi kestabilan sistem enzim. Suhu minimum dan
maksimum yang menyokong pertumbuhan tanaman berkisar (5-35)
OC.
Kebanyakan tanaman memerlukan suhu malam yang lebih rendah
daripada suhu
siang. Fotosintesis lebih lambat pada suhu rendah dan berakibat
laju pertumbuhan
lebih lambat (Prawiranata et al., 1981).
-
Cahaya adalah suatu energi yang penting dan diperlukan dalam
proses
fotosintesis. Pertumbuhan tanaman akan meningkat seiring dengan
meningkatnya
intensitas cahaya sampai titik kejenuhan cahaya daun pada tajuk
yang menerima
cahaya matahari (Prawiranata et al., 1981). Laju fotosintesis
berhubungan dengan
ketersediaan bahan mentah yaitu air dan karbondioksida, dan
energi yang tersedia
dalam bentuk panas dan cahaya (Setyati, 1984) sehingga dapat
digunakan untuk
membentuk tubuh tanaman dan hasil panen dalam tanaman (Kipps,
1970).
3.4. Pemotongan
Pemotongan merupakan pengambilan bagian tanaman yang ada di
atas
permukaan tanah, baik oleh manusia atau renggutan hewan itu
sendiri di waktu
ternak digembalakan (Susetyo et al., 1969). Pemotongan sangat
mempengaruhi
pertumbuhan berikutnya, semakin sering dilakukan pemotongan
dalam interval
yang pendek atau dekat maka pertumbuhan kembali akan semakin
lambat, ini
disebabkan karena tanaman tidak ada kesempatan yang cukup untuk
berasimilasi
(Agus, 1983). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam defoliasi
adalah saat atau
waktu defoliasi dan tinggi rendahnya pemotongan. Pemotongan yang
terlalu
pendek akan mengganggu pertumbuhan kembali dan jika terlalu
tinggi maka sisa
batang akan mengayu (Departemen Pertanian, 1992).
Umur pemotongan yang semakin lama akan meningkatkan produksi
bahan
segar, persentase bahan kering dan bahan kering daun tercerna,
tetapi menurunkan
persentase bahan kering batang tercerna dan bahan kering total
tercerna (Erwanto,
1984). Produksi tanaman dinyatakan dengan bahan kering (Sitompul
dan
Guritno, 1995). Umur defoliasi menentukan hasil yang optimal
serta berkualitas
(Setyati, 1984). Produksi maksimum hanya dapat dicapai bila
persaingan untuk
mendapatkan unsur hara, air dan sinar matahari dapat ditekan
(Wolfe dan Kipps, 1959).
Pengaruh umur penting untuk diperhatikan dalam pemotongan, saat
yang
paling baik dilakukan pemotongan tergantung pada kecepatan
tumbuh (Susetyo et
al., 1969). Pengaturan pemotongan perlu dilakukan karena pada
umur
pemotongan yang panjang akan menurunkan kualitas hijauan
dengan
-
pertumbuhan yang semakin jelek (Ella et al., 1989), namun umur
pemotongan
yang pendek akan mengganggu pertumbuhan (Susetyo, 1980).
3.5. Protein Kasar
Protein kasar adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai
berat
molekul tinggi dengan peranan yang sangat banyak dan
berbeda-beda dalam
tubuh (Anggorodi, 1994). Menurut Wahju (1997), protein merupakan
struktur
yang sangat penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh
hewan seperti
urat daging tenunan pengikat, kolagen kulit, rambut, kuku, bulu,
tanduk dan
paruh. Protein kasar atau crude protein adalah kandungan protein
suatu bahan
pakan atau pangan dengan mengalikan 6,25 dengan kandungan
nitrogennya
(Prawirokusumo, 1994). Menurut Tillman et al. (1986) protein
kasar mengandung
kedua senyawa protein murni dan senyawa Non Protein Nitrogen
(NPN).
Penentuan jumlah protein kasar melalui penentuan jumlah nitrogen
total hasilnya
disebut protein kasar crude protein (Sudarmadji et al., 1989).
Dikatakan protein
murni karena asam amino murni diperoleh dari pemisahan secara
analisis
laboratorium terhadap protein yang terdapat pada suatu bahan
pakan yang
mempunyai pengaruh pertumbuhan asam dengan protein. Hakekat
protein adalah
penggunaan asam amino yang terdapat dalam protein itu sendiri
(Santoso, 1989).
Kandungan protein dalam pakan dapat diuji dengan metode
Kjeldahl
bahwa semua nitrogen yang ada dalam bahan pakan berasal dari
protein sebanyak
16%, maka untuk protein bahan pakan dapat dilakukan dengan
menganalisa
nitrogen (Tillman et al., 1986).
3.6. Serat Kasar
Hasil analisis proksimat bahwa karbohidrat dibagi menjadi dua
golongan
yaitu serat kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (Anggorodi,
1994). Serat
kasar adalah semua zat-zat organik yang tidak larut dalam H2SO4
0,3 N dan
dalam NaOH 1,5 N yang berturut-turut dimasak selama 30 menit
(Anggorodi,
1994). Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Selulosa adalah
-
zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai material
struktur dinding
sel semua tanaman. Selulosa berberat molekul tinggi dimana
banyak unit Beta-
glukosa berikatan dengan ikatan 1,4 (Tillman et al., 1986).
Ikatan ini tidak bisa
dipecahkan oleh enzim pencernaan manusia kecuali hewan
ruminansia karena
hewan tersebut mempunyai mikroorganisme yang dapat menghasilkan
enzim
yang dapat memecah ikatan tersebut. Tillman et al. (1986)
menyatakan bahwa
selulosa lebih tahan terhadap reagen kimia jika dibanding dengan
pati.
Hemiselulosa terdapat bersama-sama dengan selulosa dalam
struktur daun
dan kayu dari semua bagian tanaman dan juga dalam biji tanaman
tertentu.
Hemiselulosa terdiri dari araban, xilan, heksosa tertentu yang
tidak lebih tahan
terhadap reaksi kimia dibanding selulosa. Pengukuran kandungan
serat kasar bisa
dilakukan dengan analisis proksimat weende (Tillman et al.,
1986).
IV. TUJUAN DAN MANFAAT
4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengetahui nilai nutrisi silase yang terbaik pada pembuatan
silase rumput
meksiko dari berbagai umur pemotongan.
b. Mengetahui kecernaan nutrien silase rumput meksiko dari
berbagai umur
pemotongan
4.2. Urgensi penelitian
a. Menyediakan hijauan pakan berkualitas dan kontinyuitas di
sepanjang
musim karena sering terjadi kekurangan pakan khususnya pada
musim
kemarau.
b. Meningkatkan produktivitas ternak potong ruminansia melalui
manajemen
pemberian pakan.
V. METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai Nilai Nutrisi Rumput Meksiko (Euclaena
Mexicana)
Sebelum Dan Setelah Ensilase Pada Berbagai Umur Pemotongan
akan
-
dilaksanakan di Lahan Hijauan Pakan ternak dan Laboratorium
Fakultas
Peternakan Undaris Kabupaten Semarang pada tanggal 25 Desember
2010 sampai
dengan 28 Pebruari 2011. Analisis protein kasar dan serat kasar
akan dilaksanakan
di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Undip
Semarang.
5.1. Materi Penelitian
Materi yang digunakan adalah sebidang tanah dengan luasan per
petak
lebar 1,5 m panjang 3 m sebanyak 36 petak di Kampus Undaris
Ungaran
Kabupaten Semarang. Rumput meksiko (Euchlaena mexicana) sebanyak
36
petak dengan jumlah tanaman 432 pols. Pupuk urea sebanyak 7,05
kg dan papan
nama penelitian.
Alat yang digunakan adalah cangkul, sabit, gunting, rol
meter/meteran,
timbangan dengan kapasitas 4 kg dengan kepekaan 0,01 gram dengan
merk Scout
Pro, penggaris dan seperangkat peralatan analisis laboratorium
yaitu: Protein
Kasar, Serat Kasar, dan Kecernaan Bahan Kering (Kc BK) serta
Kecernaan
Bahan Organik (Kc BO).
5.2. Metode Penelitian
5.2.1. Prosedur Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu penanaman
rumput
meksiko, pembuatan silase dan analisis laboratorium.
1. Penanaman rumput meksiko
Tanaman rumput meksiko yang tumbuh pada ketinggian 2,1 m di
petak atau
bedengan dengan ukuran panjang kali lebar (3x1,5) m, sedangkan
tinggi petak
(0,2-0,3) m dengan jarak antar petak 0,5 m sebanyak 36 petak
dengan jumlah
tanaman 432 pols dipotong setinggi 10 cm dari atas tanah,
kemudian bedengan
dibersihkan dari gulma dan didangir. Penyulaman dilakukan 2
minggu setelah
tanaman dipotong, apabila ada yang tidak tumbuh atau busuk.
Bahan sulaman
diambilkan dari tanaman tepi yang telah dibuat dengan perlakuan
yang sama.
Pemupukan dilakukan hanya sekali dengan urea sesuai yaitu 150 kg
N/ha/th
dengan cara ditabur melingkar batang seluas mahkota daun sedalam
5 cm.
-
Penyiraman dilakukan setiap hari untuk menjaga kelembaban tanah
selama masa
pertumbuhan awal. Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur
sebulan atau
menurut keadaan gulma yang tumbuh.
Potong paksa dilakukan pada waktu tanaman berumur 60 hari
dengan
tinggi 20 cm. Setelah pemotongan, dilakukan pengambilan sampel
berat basah
dengan cara diacak, pengambilan sampel secara diagonal,
ditimbang 10% dari
berat panen kemudian sampel dipotong-potong antara 3 5 cm.
2. Pembuatan Silase
Rumput meksiko yang telah dipotong pada setiap petak, di bawa
ke
laboratorium kemudian dilayukan sampai kadar airnya sekitar 65%.
Rumput
meksiko dipotong-potong sekitar 3 - 5 cm, lalu dimasukkan ke
dalam kaleng yang
berdiameter 14 cm dan tinggi 16,5 cm 4 berfungsi sebagai silo.
Kaleng tersebut
dilapisi kantong plastik untuk mencegah terjadinya korosi.
Kaleng diisi penuh
dan dipadatkan dengan alat pres, agar tidak terdapat rongga
udara, ditutup rapat
dan diberi selotip (isolasi), agar kedap udara. Setiap petak
dibuat tiga ulangan,
sehingga terdapat 84 buah kaleng (silo). Rumput gajah
difermentasi selama 30
hari, kemudian dibuka. Sampel silase diambil secara proporsional
dari masing-
masing ulangan. Total sampel yang diambil dari masing-masing
ulangan setiap
petak sebanyak 500 g. Sampel tersebut kemudian diovenkan pada
suhu 65oC
selama tiga hari (sampai beratnya konstan) guna mengetahui bahan
keringnya dan
digunakan untuk analisis nilai gizinya.
3. Analisisi laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan terhadap PK, SK, dan Kc BK serta
Kc BO.
a. Analisis protein kasar
Analisis terhadap protein kasar dilakukan dengan penentuan N
Total Cara Semi
Mikro Kjehdahl yaitu sebagai berikut:
- Ambil 10 ml susu atau larutan protein dan masukkan ke dalam
labu takar 100
ml dan encerkan dengan aquades sampai tanda.
- Ambil 10 ml dari larutan ini dan masukkan ke dalam labu
Kjehdahl 500 ml
dan tambahkan 10 ml H2SO4 (93-98% bebas N). Tambahkan 5 gr
campuran
Na2SO4 HgO (20:1) untuk katalisator.
-
- Didihkan sampai jernih dan lanjutkan pendidihan 30 menit lagi.
Setelah
dingin, cucilah dinding dalam labu Kjehdahl dengan aquades dan
didihkan
lagi 30 menit.
- Setelah dingin tambahkan 140 ml aquades dan tambahkan 35 ml
larutan
NaOH - Na2S2O3 dan beberapa butiran zink.
- Kemudian lakukan destilasi, destilat ditampung sebanyak 100 ml
dalam
erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan jenuh asam borat dan
beberapa tetes
indikator metil merah / metilen biru
- Titrasilah larutan yang diperoleh dengan 0,02 HCl.
- Hitung total N atau protein dalam contoh.
- Perhitungan jumlah total N
Jumlah total N = x 14,0 08 x f mg/ml
f = faktor pencerahan, dalam contoh petunjuk ini besarnya f =
10
b. Analisis Kadar Serat Kasar
Proses analisis dilakukan dengan penambahan Asam Sulfat pekat
(H2SO4)
sambil dipanaskan selama 30 menit, kemudian didinginkan selama
30 menit
dengan penambahan Sodium Hidroksida (NaOH) (Kartadisastra,
1997).
Cara kerja :
- Sampel ditimbang sebanyak 3 g.
- Sampel diekstrasi dengan cara soxlet untuk membebaskan lemak
selanjutnya
sampel dikeringkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500
ml.
- Kemudian ditambahkan 50 ml H2SO4 1,25% dan didihkan selama 30
menit
dengan menggunakan pendingin tegak.
- Tambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30
menit.
- Larutan dalam keadaan panas, disaring dengan corong Bucher
yang berisi kertas
saring tak berabu Whatman 54,41 atau 541yg telah dikeringkan dan
diketahui
bobotnya.
- Endapan dicuci dengan H2SO4 1,25% panas, air panas dan etanol
96%.
Ml HCl x NHCl
Ml larutan contoh
-
- Endapan dan kertas saring dimasukkan ke dalam kotak timbang
yang telah
diketahui bobotnya selanjutnya dikeringkan pada suhu 1050 C,
dinginkan dan
timbang sampai berat tetap.
- Abukan kertas saring beserta isinya, timbang sampai berat
tetap.
Perhitungan :
% Serat Kasar = %1002
1 xw
ww
Keterangan :
w = bobot sampel, dalam g
w1 = bobot abu, dalam g
w2 = bobot endapan pada kertas saring, dalam g
c. Analisis terhadap Kecernaan Bahan Kering (Kc BK) dan Bahan
Organik
(Kc BO)
Kecernaan bahan kering dan bahan organic diuji secara in
vitro
menggunakan metode Tilley dan Terry (1970). Prosedur analisis
dalam
menentukan kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in
vitro dibagi
dalam dua tahap yaitu: tahap fermentatif oleh mikrooragnisme dan
tahap
enzimatik (digesti proteolitik) oleh pepsin HCl dilakukan di
dalam tabung
fermentor.
1. Tahap fermentative menggunakan inokulum mikrooragnisme dari
cairan rumen
dan larutan penyangga (Mc Dougall).
- Penangas air dipersiapkan dengan temperature 39 oC,
- Kemudian memasukkan sampel seberat 0,55-0,56 g ke dalam tabung
fermentor
dan ditambah dengan 40 ml penyangga Mc Dougall dan 10 ml cairan
rumen.
Blangko dilakukan tanpa penambahan sampel ke dalam tabung.
- Tabung fermentor di flushing (dimasuki) gas CO2 selama 15
detik.
- Tabung selanjutnya diinkubasi ke dalam penangas air yang
bersuhu 38-39 oC
sebagai inkubator dan setiap 6 jam sekali dilakukan
penggojogan.
-
- Setelah 48 jam fermentasi dihentikan dengan cara menambah
aquades
sebanyak 25 ml.
- Tabung fermentasi selanjutnya disentrifuse selama 8-10 menit
dengan
kecepatan 3000 rpm.
2. Tahap enzimatik (digesti proteolitik) oleh pepsin HCl
dilakukan di dalam
tabung fermentor.
- Cairan dipisah dengan endapan sampel, kemudian endapan
ditambah dengan
larutan pepsin HCl sebagai enzim proteolitis sebanyak 50 ml dan
dimasukkan
penangas air dengan suhu 39 oC selama 48 jam dengan penggojogan
lagi setiap
6 jam.
- Setelah inkubasi selama 48 jam, residu (sisa pencernaan)
disaring dengan
kertas saring Whatman no. 41 dengan bantuan pompa vakum dan
dicuci
dengan aquades secukupnya.
- Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian
dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 105-119 oC selama 12 jam kemudian
didinginkan di
dalam eksikator selama15 menit dan ditimbang serta dihitung
kecernaan bahan
keringnya.
- Selanjutnya bahan dalam cawan porselin dipijarkan atau
diabukan di dalam
tanur listrik selama 6 jam pada suhu 600 oC dan ditimbang untuk
mengetahui
kadar bahan organik (BO). Blanko: residu asal fermentasi tanpa
sampel bahan
pakan diperlakukan sama seperti kedua bahan di atas. Perhitungan
kecernaan
bahan kering dan bahan organic dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
Kc BK = BK sampel (BK residu BK Banko) x 100%
BK sampel
Kc BO = BO sampel (BO residu BK Banko) x 100%
BO sampel
Keterangan:
Kc Bk / Kc BO = Kecernaan bahan kering / kecernaan bahan organic
(%)
-
BK / BO = Bahan Kering / Bahan Organik (g)
BK / BO residu = Bahan Kering / Bahan Organik residu (g)
BK / BO blanko = Bahan Kering / Bahan Organik blanko (g)
5.2.2. Variabel yang diamati
Variabel yang diamati adalah:
1. Kadar Protein Kasar
2. Kadar Serat Kasar
3. Kecernaan Bahan Kering (Kc BK)
4. Kecernaan Bahan Organik (Kc BO)
5.2.3. Rancangan Percobaan Dan Pengolahan Data
Rancangan percobaan yang dipakai adalah Rancangan Acak
Kelompok
(RAK) dengan 8 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji
terdiri atas
sebagai berikut:
T0 = rumput meksiko segar
T1 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 20
hari
T2 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 30
hari
T3 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 40
hari
T4 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 50
hari
T5 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 60
hari
T6 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 70
hari
T7 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 80
hari
Model matematik untuk nilai pengamatan adalah :
Yijk = + i + j + ij
Keterangan :
Yij : nilai pengamatan pada perlakuan silase yang dibuat dengan
lama
pemotongan ke-i dan pada kelompok ke-j
: pengaruh nilai rata-rata umum perlakuan
-
i : pengaruh perlakuan silase yang dibuat dengan lama pemotongan
ke-i (i=
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)
j : pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3)
ijk : pengaruh galat yang timbul secara acak pada perlakuan
silase yang dibuat
dengan lama pemotongan ke-j pada kelompok ke-j
Data PK, SK dan Kc BK serta Kc BO yang telah terkumpul kemudian
di
analisis ragam untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan.
Selanjutnya
dilakukan uji wilayah ganda Duncan untuk mengetahui perbedaan
diantara
perlakuan (Steel dan Torrie, 1995).
Tabel 1. Tabulasi Data Hasil Penelitian
Perlakuan Kelompok perlakuan (Yi.)
1 2 3 4
T0
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7 Yij
Total Y..
Tabel 3. Analisis Variansi
Sumber
variasi JK DB KT F hitung
F tabel
0.05 0.01
-
Kelompok JKK 3 KTK KTK/KTG
Perlakuan JKP 6 KTP KTP/KTG
Galat JKG 18 KTG = ...
Total JKT 27 KK = ...
VI. JADWAL PELAKSANAAN
No Kegiatan Bulan ke -
I II III IV V VI VII VIII IX
1. Persiapan
a. Penataan lahan
b. Penanaman rumput
c. Pemotongan paksa
2. Pelaksanaan
a. Pembuatan silase
b. Analisis laboratorium
3. Pelaporan
a. Analisa data
b. Penyusunan
laporan
VII. PERSONALIA PENELITIAN
a. Ketua Peneliti :
a. Nama lengkap : Sugiyono, S.Pt
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NPP : 0077
d. Disiplin Ilmu : Peternakan
e. Pangkat/Golongan : Penata Muda /IIIa
-
f. Jabatan fungsional : Asisten Ahli
g. Fakultas/Jurusan : Peternakan / Nutrisi dan Makanan
Ternak
h. Waktu penelitian : 20 jam/minggu
b. Anggota Peneliti :
a. Nama lengkap : drh. Ayu Astuti Edy Putranti
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NPP : 0128
d. Disiplin Ilmu : Peternakan
e. Pangkat/Golongan : -
f. Jabatan fungsional : -
g. Fakultas/Jurusan : Peternakan / Nutrisi & Makanan
Ternak
h. Waktu penelitian : 20 jam / minggu
VIII. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
IX. LAMPIRAN LAMPIRAN
a. Daftar Pustaka
b. Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Peneliti
DAFTAR PUSTAKA
Agus. 1983. Hijauan Makanan Ternak. Kanisius, Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia,
Jakarta.
Dasuki, I., Sumitro, M. Susanto dan I. Haryono. 1989. Rumput
Raja (Pennisetum
Purpureophoides). Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan
Makanan
Ternak Baturraden. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.
-
Departemen Pertanian. 1985. Bahan Makanan Penguat (Konsentrat).
Departemen
Pertanian, Jakarta.
Departemen Pertanian. 1992. Petunjuk Budidaya Hiajauan Makanan
Ternak.
Direktorat Bina Produksi Peternakan. Direktorat Jendral
Peternakan
Departen Pertanian, Jakarta.
Ella, A., Pandjaitan, M dan C.N. Jacobsen. 1989. Pengaruh Umur
Tanaman pada
Saat Pemotongan I terhadap Hijauan dari Empat Jenis
Leguminosa
Pohon. Dalam : Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid I.
Departemen
Pertanian, Cisarua Bogor.
Erwanto. 1984. Pengaruh Interval dan Intensitas Pemotongan
Terhadap Produksi
dan Kualitas Hijauan Pertanaman Campuran Antara Rumput
Setaria
dengan Tiga Jenis Kacang-kacangan. Thesis. Fakultas Peternakan
IPB
Bogor.
Gohl, B. 1975. Tropical Feed. Feed Information Summaries and
Nutritive
Value. FAO of The United Nation, Rome.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan
Ternak Ruminansia.
Kanisius, Yogyakarta.
Kipps, M. S. 1970. Production of Fild Crops. 6th
ed. Mc Graw-Hill Publishing
Company, Bombay, New Delhi.
Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan
Ternak.
Yayasan Dian Grahita Indonesia, Bandung.
Kristanto, B. A. dan Karno. 1981. Pertumbuhan Kembali Hijauan
Pakan Ternak
pada Beberapa Tinggi Devoliasi dan Pemupukan. Fakultas
Peternakan
Undip, Semarang
Kristanto, B.A. dan Karno. 1991. Pertumbuhan Kembali Rumput
Raja
(Pennisetum Purpureophoides) pada Beberapa Tinggi Pemotongan
dan
Pemupukan N. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang.
Mcllory, R.J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika.
Pradnya
Paramita, Jakarta. (Diterjemahkan oleh S. Susetyo, Soedarmadji,
I.
Kismomo, S. Harini).
Osman, F. 1986. Memupuk Padi dan Polowijo. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Pearson. L.C. 1967. Principles of Agronomy. Reinhold Publishing
Co., New
York.
-
Prawiranata, W., S. Harran dan Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar
Fisiologi
Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Cetakan Pertama.
BPFE,
Yogyakarta.
Ramelan. 1996. Pengaruh Umur dan Tinggi Pemotongan Terhadap
Pertumbuhan
dan Produksi bahan Kering Hijauan Rumput Raja. Skripsi.
Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Reksohadiprodjo. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak
Tropik.
BPFE Gajah Mada, Yogyakarta.
Rinsema, W.T. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.
Santoso, U. 1989. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. PT.
Bharata
Karya Aksara, Jakarta.
Sarief, E.S. 1986a. Ilmu Tanah Pertanian. CV. Pustaka Buana,
Bandung.
Sarief, E.S.1986b. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. CV.
Pustaka
Buana, Bandung.
Setyati, S. H. 1984. Pengantar Agronomi.. PT. Gramedia,
Jakarta.
Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex,
Jakarta.
Sitompul, S. M. dan Guritno. 1995. Analisis Tumbuhan. Gajah Mada
University
Press, Yogyakarta.
Sosrosoedirdjo, R. S. dan Rifai, B. 1986. Ilmu Memupuk. CV. Yasa
Guna,
Jakarta.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur
Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
(Diterjemahkan oleh B. Sumantri).
Sudarmadji, S., R. Kasmidjo, Sardjono, D. Wibowo, S. Margino dan
E. S.
Rahayu. 1989. Mikrobiologi Pangan. Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Susetyo, S., I. Kismono dan B. Suwardi. 1969. Hijauan Makanan
Ternak.
Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian,
Jakarta.
-
Susetyo, S. 1980. Pengelolaan dan Potensi Hijauan Untuk Produksi
Ternak
Daging. Fakultas Peternakan ITB, Bogor.
Tillman, A., D. Hartadi, H. S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo
dan s.
Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada
University
Press, Yogyakarta.
Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1979. Soil Fertility and
Fertilizers. 3rd
Ed.
MacMillan Publishing Co., New York.
Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Wolfe, K. T. dan M. S. Kipps. 1959. Production of Field Crops.
Mc. Graw-Hill
Book Co. Inc. New York.
Harrison, J. H., R. Blauwiekel and M. R. Stokes. 1994.
Fermentation and
Utilization of Grass Silage (Review). Journal of Dairy Science,
77(10),
3209 3235.
Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics
for Small
Landholder Farmers. Thesis. Faculty of Science, Nothern
Territory
University, Darwin Austalia.
Spitaleri, R. F., L. E. Sollenberger, C. R. Staples and S.C.
Schank. 1995. Harvest
Management Effect on Ensiling Characteristic and Nutritive Value
of
Seeded Pennisetum Hexaploid Hybrids. Postharvest Biology and
Technology (5) 335 362.