Top Banner
KAJIAN RUMPUT LAUT SEBAGAI SUMBER SERAT ALTERNATIF UNTUK MINUMAN BERSERAT Azrina Chaidir SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
157
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Minuman Rumput Laut

KAJIAN RUMPUT LAUT

SEBAGAI SUMBER SERAT ALTERNATIF UNTUK MINUMAN BERSERAT

Azrina Chaidir

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 2: Minuman Rumput Laut

xvi

ABSTRACT

AZRINA CHAIDIR. Study on Seaweed as Alternative Dietary Fiber for Health Drink. Under the direction of USMAN AHMAD and SANTOSO

Seaweed is one of marine commodities with high potential as dietary fiber

source. The composition, dietary fiber and some physico-chemical properties of two red seaweeds powder (made from Eucheuma cottonii and Glacilaria sp) and one brown seaweed powder (made from Sargassum sp) was investigated using different blanching method and drying temperature.

The methods of blanching are fresh water about 9 hours, rice powder solution with 5 % konsentration about 9 hours and combination fresh water and 0,5 % CaO solution. The oven temperature that used for drying seaweeds was 50 and 70 oC.

The best blanching method for Eucheuma cottonii and Sargassum sp are fresh water about 9 hours, and for Glacilaria sp is combination fresh water and 0,5 % CaO solution. The best temperature for drying seaweeds are 70 oC. The seaweed powders have good appearance, smell and texture.

Eucheuma cottonii powder has 72,19 % soluble dietary fiber, 11,23% insoluble dietary fiber out of 83,42% total dietary fiber. Glacilaria sp has 62,95% soluble dietary fiber, 20,67% insoluble dietary fiber out of 83,62% total dietary fiber. Meanwhile, Sargassum sp has 24,99% soluble dietary fiber, 57,62% insoluble dietay fiber out of 82,61% total dietary fiber. The health drink with Eucheuma cottonii and a combination of E. cottonii and Glacilaria sp powders as fiber source were accepted by panelis although less favourable in flavor and taste compared with commercial health drink.

Page 3: Minuman Rumput Laut

ii

RINGKASAN

AZRINA CHAIDIR. Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan SANTOSO.

Serat mempunyai banyak manfaat kesehatan serta mempunyai kemampuan mencegah berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan manusia, seperti konstipati (sulit buang air besar), diverticulosis (bintil-bintil pada dinding usus), dan manfaat lainnya. Dalam penelitian ini dipelajari pengembangan metode pengolahan rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat. Secara khusus penelitian ini mengkaji sifat fisik-kimia tepung rumput laut jenis Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp sebagai bahan baku minuman berserat yang alami dan mengkaji pemanfaatan tepung rumput laut yang dihasilkan untuk minuman berserat.

Media perendam terbaik untuk Eucheuma cottonii dan Sargassum sp adalah air tawar selama 9 jam. Sedangkan media perendam terbaik untuk Glacilaria sp adalah kombinasi air tawar dan larutan kapur tohor 0,5%, yaitu direndam dalam air tawar 2 jam selanjutnya direndam dalam larutan kapur tohor 0,5 % 10 menit, kemudian dijemur dan direndam kembali dalam air tawar selama 7 jam. Suhu oven 70 oC akan menghasilkan TRL dengan sifat fisik-kimia, kenampakan, bau dan tekstur yang lebih baik daripada suhu 50 oC.

TRL Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp mempunyai kandungan serat pangan yang tinggi. Kandungan serat pangan Eucheuma cottonii berturut-turut adalah 72,19 % (serat pangan larut), 11,23 % (serat pangan tidak larut) dan 83,42 % (serat pangan total). Glacilaria sp yaitu 62,95 % (serat pangan larut), 20,67 % (serat pangan tidak larut) dan 83,62 % (serat pangan total). Sargassum sp adalah 24,99 % (serat pangan larut), 57,62 % (serat pangan tidak larut) dan 82,61 % (serat pangan total). Berdasarkan penilaian organoleptik, maka tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp dapat dijadikan sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

Berdasarkan uji kesukaan, formulasi A dan formulasi E mempunyai nilai di atas batas penolakan, artinya dapat diterima oleh panelis. Pada uji perbandingan pasangan dengan minuman serat komersil menghasilkan nilai positif untuk warna, nilai negatif untuk rasa manis, rasa asam dan aroma, serta nilai nol (tidak berbeda) untuk kekentalan. Berdasarkan uji viskositas dan kelarutan minuman berserat, maka untuk penyajian disarankan menggunakan air dingin (suhu 10 oC).

Page 4: Minuman Rumput Laut

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat adalah karya saya sendiri dengan pengarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada semua perguruan tinggi yang ada. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Hasil Penelitian berupa gambar, tabel dan analisis penulis boleh dikutip untuk kepentingan non komersial dengan menyebutkan sumbernya. Bogor, Desember 2006

Azrina Chaidir NRP F051040041

Page 5: Minuman Rumput Laut

iii

© Hak cipta milik Azrina Chaidir, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

Page 6: Minuman Rumput Laut

iv

KAJIAN RUMPUT LAUT

SEBAGAI SUMBER SERAT ALTERNATIF UNTUK MINUMAN BERSERAT

Azrina Chaidir

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magíster Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 7: Minuman Rumput Laut

v

Judul : Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman

Berserat.

Nama : Azrina Chaidir

NRP : F 051040041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Usman Ahmad, MAgr. Ir. Santoso, MPhill Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Dr.Ir. I.Wayan Budiastra, MAgr Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 6 Desember 2006 Tanggal Lulus :

Page 8: Minuman Rumput Laut

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih sayang

Nya kepada penulis. Atas bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat

menyelesaikan kuliah dan penulisan tesis berjudul Kajian Rumput Laut Sebagai

Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat.

Terima kasih yang tulus kepada Firmansyah Dlis, Ananda Rizky Fazri

Dlis dan Ananda Fira Catleya Dlis atas doa, kesabaran dan merelakan sebagian

waktunya sehingga penulis dapat meneruskan jenjang pendidikan Pasca Sarjana

pada Sekolah Pasca Sarjana IPB. Ayahanda Alm. Chaidir Husein, Ibunda Nuranis

dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada

penulis.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, MAgr dan Ir. Santoso

MPhill yang telah bersedia membimbing, mengarahkan dan membuka wawasan

pengetahuan penulis; Dr. Ir. Suroso, MAgr selaku dosen penguji yang telah

memberi masukan untuk kesempurnaan tesis; Ir. Santoso MPhill sebagai Kepala

Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta yang sudah

memberikan kesempatan untuk mengikuti tugas belajar, Sutimantoto, APi MM

beserta staf atas dukungan baik moril maupun materiil; Drs. Dwi Budiyanto, MSi

beserta staf yang telah membantu selama penelitian; Murtiningsih MAppSc

beserta staf dan rekan-rekan kerja di Balai Besar Pengembangan dan

Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta; Pak Yaden, Pak Udi, Ibu Pia, Ibu Nina

atas diskusi dan bantuannya dalam analisis laboratorium; Ismael, Yani, Asri dan

Adnan yang selalu membantu dan memberi semangat; Efi, Kemala, Ana, Tesi,

Diah, Bayu, Eni, Ibu Yeni, Ibu Epi, Ibu Indira, Nurdin dan teman-teman yang

telah berbagi duka dan suka selama kuliah. Terima kasih dan penghargaan yang

tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik selama mengikuti

kuliah, penelitian dan penulisan tesis. Dengan kerendahan hati, mudah-mudahan

tesis ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Desember 2006

Azrina Chaidir

Page 9: Minuman Rumput Laut

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 30 April 1966. Anak ke tiga dari

enam bersaudara dari ayah Alm. Chaidir Husein dan Ibunda Nuranis. Penulis

menikah dengan Firmansyah Dlis dan dikaruniakan dua orang putra bernama

Rizky Fazri Dlis dan Fira Catleya Dlis.

Penulis menamatkan pendidikan D3 di Diklat Ahli Usaha Perikanan pada

tahun 1988 dan melanjutkan pendidikan D4 di Sekolah Tinggi Perikanan pada

tahun 1995. Pada tahun 1999 penulis mendapat kesempatan melanjutkan

pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB melalui program Alih

Jenjang.

Penulis bekerja di Dinas Perikanan DKI Jakarta pada tahun 1989 dan sejak

tahun 1992 penulis ditempatkan di Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian

Hasil Perikanan Jakarta.

Pada tahun 2004, penulis ditugaskan untuk mengikuti pendidikan pada

Program Studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pasca Sarjana IPB melalui

beasiswa pendidikan Pasca Sarjana yang diperoleh dari Dana Anggaran Proyek

Peningkatan Sumberdaya Manusia Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian

Hasil Perikanan Jakarta.

Page 10: Minuman Rumput Laut

viii

DAFTAR ISI

Halaman

Ringkasan…..……………………………………………………………….. ii

Kata Pengantar ............................................................................................... vi

Riwayat Hidup ................................................................................................. vii

Daftar Isi ...................................................................................................... ... viii

Daftar Tabel .................................................................................................... x

Daftar Gambar ................................................................................................ xi

Daftar Lampiran.............................................................................................. xiii

PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

Latar Belakang ................................................................................................... 1 Tujuan ……………………………………………………………………......... 3

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4

Rumput Laut ………………………………………………………......... ........ 4 Komposisi Kimia Rumput Laut ……………….………………………............ 6 Pengeringan dan Penepungan Rumput Laut …….………................................. 9 Serat Pangan ……………………………………………………….................. 11 Gum ................…………………………………………………….................. 15 Alginat ……………………………………………………….................. 15 Gum Arab …………..……………………………….……………….......... 19 Bahan Tambahan Makanan ………………………………….…………........ 21 Bahan pemanis ....……………………………………………….................. 22 Bahan Pengasam .……………………………………………...................... 22 METODE PENELITIAN ………………………………………………......... 24

Waktu dan Tempat ……………………………………………………........... 24 Bahan dan Alat ........ ………………………………………………………...... 24 Metode Penelitian ……………………………………………………............... 24 Analisis Data ………...……………………………………………………....... 30 Analisis Sifat Fisik Rumput Laut ..……………………………..……............... 30 Analisis Sifat Kimia Rumput Laut .................................................................... 32 Analisis Mikrobiologi Minuman Berserat ....………………………………… 37 Uji Organoleptik ..........………………………………………………………... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………. 39

Media Perendam Rumput Laut ........................................................................... 39 Media Perendam RL Eucheuma cottonii ..………… ………………........ 40

Page 11: Minuman Rumput Laut

ix

Media Perendam RL Glacilaria sp ..………………………………............ 42 Media Perendam RL Sargassum sp ……………………………….............. 46 Sifat Fisik-kimia Tepung Rumput Laut ……………………………….............. 49 Rendemen ……………………………………………………….................. 50 pH ……………………………………………………………….................. 51 Viskositas ………………………………………………………….............. 52 Titik jendal dan Titik leleh ………………………………………................ 54 Kelarutan …………………………………………………………................ 55 Kadar Air …………………………………………………………................ 57 Kadar Abu ……………………………………………………….................. 58 Kadar Protein ……………………………………………………................. 59 Kadar Karbohidrat ……………………………………………….................. 61 Kadar Serat Pangan …………………………………………….................... 62 Iodium ………………………………………………………….................... 64 Organoleptik …………………………………………………...................... 66

Tepung Rumput Laut ………………………………………………….............. 69

Formulasi Minuman Berserat ………………………………………….............. 74

Rasa …………………………………………………………………............ 75 Aroma ………………………………………………………………............ 76 Kenampakan ……………………………………………………….............. 77 Kekentalan ………………………………………………………….............. 78

Uji Formulasi Minuman Berserat Terpilih .......................................................... 79

Viskositas Minuman Berserat Formula A dan E .......…………….…........... 79 Kelarutan Minuman Berserat Formula A dan E .... ..………………............. 81 Kadar Serat Pangan Minuman Berserat Formula A dan E ......……............. 82 Uji Organoleptik ……………………………………………………............ 84 Total Plate Count (TPC) ……………………………………………............ 86 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 88 Simpulan …………………………………………………….……............... 88 Saran ……………………………………………………………………. ..... 89 Daftar Pustaka ………………………………………………………...... 90

Lampiran …………………………………………………………………....... 96

Page 12: Minuman Rumput Laut

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produksi Rumput Laut, 1999 – 2004 ………………………....……..……… 6

2. Komposisi Kimia Eucheuma cottonii segar (berat kering) ……………...... 7

3. Komposisi Kimia TRL E.cottonii (berat kering) ……..……..………………. 7

4. Komposisi Kimia RL Glacilaria sp ………………………….………………. 8

5. Komposisi Kimia RL Sargassum sp ………………………………………..... 9

6. Aplikasi Alginat dalam industri pangan …………………………………….. 18

7. Natrium Alginat sebagai food grade ……………………………………....... 18

8. Pengaruh konsentrasi terhadap kekentalan dari gum arab ……………..….... 20

9. Standar mutu gum arab ……………………………………………………... 21

10. Kandungan asam sitrat dalam pengolahan jelly ………………………........ 23

11. Penilaian uji kesukaan…………………………………………………….... 38

12. Nilai Rata-rata Eucheuma cottonii dalam media perendam .…………......... 41

13. Komposisi kimia Eucheuma cottonii …………………………………….... 42

14. Nilai Rata-rata Glacilaria sp dalam media perendam …………………....... 44

15. Komposisi kimia Glacilaria sp …………………………………………..... 45

16. Nilai Rata-rata Sargassum sp dalam media perendam …………………...... 47

17. Komposisi kimia Sargassum sp ………………………………………….... 48

18. Viskositas Tepung Rumput Laut (centipoises) pada konsentrasi 5 % suhu 50 oC ........................………………………………………….......... 53

19. Kadar Serat Pangan Tepung Rumput Laut ………………………………... 62

20. Nilai rata-rata uji kenampakan Tepung Rumput Laut ……………………... 67

21. Nilai rata-rata uji bau Tepung Rumput Laut ……………………………..... 68

22. Nilai rata-rata uji tekstur Tepung Rumput Laut ………………………….... 69

23. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii…………….... 72

24. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Glacilaria sp …………………… 72

25. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Sargassum sp…………………… 73

26. Formulasi Minuman Berserat …………………………………………........ 75

Page 13: Minuman Rumput Laut

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan Klasifikasi Rumput Laut ……….………………………………......... 4

2. Hubungan konsentrasi dengan nilai viskositas alginat. …….………….......... 17

3. Diagram alir penelitian …………………………………………………........ 26

4. Diagram alir proses penelitian tahap 1 …………………………………........ 27

5. Diagram alir proses penelitian tahap 2 ………………………….................... 28

6. Diagram alir proses penelitian tahap 3 …………………………………........ 29

7. Eucheuma cottonii kering asin dan setelah fermentasi…………………........ 40

8. Eucheuma cottonii hasil perendaman terbaik (perlakuan A).………….......... 42

9. Glacilaria sp segar dan kering asin ..………………………………….......... 43

10. Glacilaria sp hasil perendaman terbaik (perlakuan F).......………...…......... 44

11. Sargassum sp segar dan kering……………………………………….......... 46

12. Sargassum sp hasil perendaman terbaik (perlakuan G).………………........ 48

13. Tiga jenis Tepung Rumput Laut ………………………………………....... 50

14. Rendemen Tepung Rumput Laut ………………………………………...... 51

15. pH Tepung Rumput Laut ………………………………………………….. 52

16. Kelarutan Tepung Rumput Laut …………………………………………… 56

17. Kadar Air Tepung Rumput Laut …………………………………………... 57

18. Kadar Abu Tepung Rumput Laut ………………………………………..... 59

19. Kadar Protein Tepung Rumput Laut …………………………………........ 60

20. Kadar Karbohidrat Tepung Rumput Laut ……………………………........ 61

21. Kadar Iodium Tepung Rumput Laut …….……………………………....... 65

22. Hasil Uji Rasa Minuman Berserat ……………………………………........ 76

23. Hasil Uji Aroma Minuman Berserat ….………………………………........ 77

24. Hasil Uji Kenampakan Minuman Berserat ……..……………………......... 78

25. Hasil Uji kekentalan Minuman Berserat ………………………………....... 79

26. Nilai Viskositas Minuman Berserat ………………………………….......... 80

27. Nilai Kelarutan Minuman Berserat ………………………………….......... 82

28. Kadar Serat Pangan Minuman Berserat ………………………………........ 83

29. Minuman Berserat ……………………………………………………......... 84

Page 14: Minuman Rumput Laut

xii

30. Hasil Uji Perbandingan Pasangan formula A …………………………....... 85

31. Hasil Uji Perbandingan Pasangan formula E …………………………........ 85

Page 15: Minuman Rumput Laut

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lembar isian uji perbandingan pasangan…………………………….......... 96

2. Score Sheet Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman …………. 97

3. Score Sheet Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman ………………... 98

4. Score Sheet Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman………………... 99

5. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Eucheuma cottonii Hasil Perendaman ………………………………………………… 99

6. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman………………………………………………………………. 100

7. Analisis ragam dan uji lanjut Tekstur Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman………………………………………………………… 100

8. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Glacilariai sp Hasil Perendaman ………………………………………….............….. 100

9. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman………………………………………………. ................... 100

10. Analisis ragam Tekstur Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman ..... 101

11. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman ………………………………………………. 101

12. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman……………………………………………………………. 101

13. Analisis ragam Tekstur Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman….. 101

14. Analisis ragam dan uji lanjut Rendemen TRL Eucheuma cottonii….…….. 101

15. Analisis ragam Rendemen TRL Glacilaria sp ……………………………. 102

16. Analisis ragam dan uji lanjut Rendemen TRL Sargassum sp…………..… 102

17. Analisis ragam pH TRL Eucheuma Cottonii……………………………... 102

18. Analisis ragam pH TRL Glacilaria sp ………………………………….... 102

19. Analisis ragam dan uji lanjut pH TRL Sargassum sp …………………..... 102

20. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas TRL Eucheuma cottonii ……..... 102

21. Analisis ragam Viskositas TRL Glacilaria sp ............................................ 102

22. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas TRL Sargassum sp...................... 103

23. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan TRL Eucheuma cottonii……....... 103

24. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan TRL Glacilaria sp ....................... 103

25. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan TRL Sargassum sp....................... 103

Page 16: Minuman Rumput Laut

xiv

26. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Eucheuma cottonii .............. 103

27. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Glacilaria sp........................ 104

28. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Sargassum sp ...................... 104

29. Analisis ragam Kadar Abu TRL Eucheuma cottonii .................................. 104

30. Analisis ragam Kadar Abu TRL Glacilaria sp ........................................... 104

31. Analisis ragam Kadar Abu TRL Sargassum sp .......................................... 104

32. Analisis ragam Kadar Protein TRL Eucheuma cottonii ............................. 104

33. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Protein TRL Glacilaria sp ................ 104

34. Analisis ragam Kadar Protein TRL Sargassum sp .................................... 105

35. Analisis ragam Kadar Karbohidrat TRL Eucheuma cottonii ...................... 105

36. Analisis ragam Kadar Karbohidrat TRL Glacilaria sp ............................... 105

37. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Karbohidrat TRL Sargassum sp ........ 105

38. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL Eucheuma cottoni........................................................................................ 105

39. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Eucheuma cottonii …....... 105

40. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Eucheuma cottonii …....... 105

41. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL Glacilaria sp ……………………………………………………...... 106

42. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Glacilaria sp ………........ 106

43. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Glacilaria sp ………........ 106

44. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL Sargassum sp ….... 106

45. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Sargassum sp …………... 106

46. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Sargassum sp …………... 106

47. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Eucheuma cottonii …... 106

48. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Glacilaria sp ……….... 107

49. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Sargassum sp ……….... 107

50. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii ……………. 108

51. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Glacilaria Sp …………………. 109

52. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Sargassum Sp …………………. 110

53. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan TRL Eucheuma cottonii …… 110

54. Analisis ragam Kenampakan TRL Glacilaria sp ………………………… 110

55. Analisis ragam Kenampakan TRL Sargassum sp ……………………….. 111

56. Analisis ragam Bau TRL Eucheuma cottonii ..............................................111

Page 17: Minuman Rumput Laut

xv

57. Analisis ragam Bau TRL Glacilaria sp ...................................................... 111

58. Analisis ragam Bau TRL Sargassum sp .................................................... 111

59. Analisis ragam Tekstur TRL Eucheuma cottonii ....................................... 111

60. Analisis ragam Tekstur TRL Glacilaria sp ................................................ 111

61. Analisis ragam Tekstur TRL Sargassum sp ............................................... 111

62. Analisis ragam dan uji lanjut Rasa Formula Minuman Berserat ................. 111

63. Analisis ragam dan uji lanjut Aroma Formula Minuman Berserat.............. 112

64. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Formula Minuman Berserat ........................................................................ 112

65. Analisis ragam dan uji lanjut Kekentalan Formula Minuman Berserat........................................................................ 112

66. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas Formula Minuman Berserat A dan E ......................................................... 113

67. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas

Formula Minuman Berserat A ................................................................. 113

68. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas Formula Minuman Berserat E ..................................................................... 113

69. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minumana Berserat A dan E ..................................................... 114

70. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minuman Berserat A..... 114

71. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minuman Berserat E ...... 115

72. Analisis ragam dan uji lanjut Kandungan serat larut dan tidak larut minuman berserat …………...………………………………........... 115

73. Analisis ragam dan uji lanjut Kandungan Serat Pangan Minuman Berserat Komersil dan Produk Baru ....................................... 115

Page 18: Minuman Rumput Laut

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Minuman berserat merupakan salah satu minuman yang digemari saat ini.

Selain sebagai sumber serat juga berfungsi sebagai suplemen makanan. Minuman

ini dikemas dalam kemasan praktis dan menarik sehingga sangat menarik minat

konsumen. Dalam penyajiannya dapat langsung ditambah air, diaduk dan siap

diminum atau didinginkan terlebih dahulu. Ada juga yang menyajikan setelah

diolah dalam berbagai rasa dan tambahan bahan makanan lainnya. Penelitian yang

dilakukan Qomari (2003), menyimpulkan bahwa sebanyak 53 % responden dari

100 orang memilih minuman berserat adalah untuk mendapatkan manfaat dari

serat yang dikandungnya.

Salah satu sumber serat yang digunakan diantaranya berasal dari jenis

tumbuhan Plantago ovata dan Inulin Chicory. Serat pada minuman ini berfungsi

membantu pencernaan manusia, membantu diet, dan lain-lain sehingga

masyarakat menyakini bahwa dengan mengkonsumsi minuman berserat dapat

memperlancar ekskresi, mengurangi masalah wasir, gangguan pencernaan sampai

mencegah penyakit jantung yang semuanya bersumber pada kesehatan

pencernaan.

Serat mempunyai banyak manfaat kesehatan serta mempunyai kemampuan

mencegah berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan

manusia, seperti konstipati (sulit buang air besar), diverticulosis (bintil-bintil pada

dinding usus), hameorhoid (ambeien), tumor dan kanker pada saluran pencernaan,

serta usus buntu. Selain itu serat pangan juga memiliki sifat mengikat bahan

organik lain, misalnya asam empedu, kemudian terbuang bersama feses. Dengan

proses pengikatan tersebut maka jumlah asam empedu akan berkurang sehingga

perlu dibentuk asam empedu baru. Asam empedu baru dibentuk dari kolesterol

yang terdapat di dalam darah, dengan demikian konsentrasi kolesterol dalam

darah akan menurun (Matz, 1972).

Serat pangan memiliki daya serap air yang tinggi, karena ukuran

polimernya besar, strukturnya kompleks dan banyak mengandung gugus hidroksil

namun tergantung pada jenis polisakaridanya. Komponen yang terbanyak dari

serat makanan (dietary fiber) ditemukan pada dinding sel tanaman. Komponen ini

Page 19: Minuman Rumput Laut

2

termasuk senyawa structural seperti selulosa, hemiselulosa, pectin dan Lignin

(Southgate, 1982).

Rumput laut merupakan salah satu jenis tanaman laut yang kaya

polisakarida dengan kandungan serat pangan cukup tinggi, selain itu rumput laut

adalah komoditas hasil perikanan yang sedang ditingkatkan pemanfaatannya. Hal

ini dikarenakan banyak sekali manfaat yang dapat dihasilkan dengan cara

mengoptimalkan seluruh potensi rumput laut yang ada. Beberapa jenis rumput

laut yang bermanfaat bagi manusia adalah dari jenis rumput laut merah dan coklat.

Menurut Mabeu dan Fleurence (1995), kandungan serat pangan total pada

rumput laut berkisar antara 25 - 75 % dan kandungan serat pangan larut air

antara 51 - 85 % (bk). Menurut Davidson dan Donald (1998), serat pangan larut

ini diperlukan untuk membentuk gel yang viscous pada saluran usus manusia dan

rumput laut merupakan sumber serat larut yang baik. Jenis rumput laut coklat

(Sargassum sp) memiliki komponen serat yaitu laminaran, alginat, fucan,

selulosa. Sedangkan jenis rumput laut merah (Eucheuma cottonii dan

Glacilaria sp) memiliki komponen serat yaitu sulphate galactans (karagenan

dan agar), xylans, mannans dan selulosa (Escrig & Muniz, 2000).

Eucheuma cottonii sebagai penghasil karagenan mempunyai kandungan

serat pangan total sebesar 78,94 %, bk (Astawan et al. 2004). Sedangkan

menurut Ristanti (2003), kandungan serat pangan tidak larutnya adalah 52,4 %;

serat pangan larut adalah 30,8 % dan total serat pangan adalah 83,2 % (bk).

Yunizal (2004) dalam penelitiannya menyatakan untuk jenis Sargassum sp dan

Glacilaria sp, masing-masing sebagai penghasil alginat dan agar, mempunyai

kandungan serat berturut-turut adalah 28,39 % dan 8,92%. Komposisi kandungan

serat tersebut berasal dari rumput laut yang dihasilkan dari Kepulauan Seribu.

Selain kandungan serat pangan, rumput laut juga mengandung kadar iodium yang

cukup tinggi, sekitar 0,1 – 0,15 % pada Eucheuma (Winarno, 1990). Menurut

Ristanti (2003), kadar iodium Eucheuma cottonii sebesar 51,3 ug/g. Hal ini

dibuktikan dengan rendahnya masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium

(GAKI) di negara Jepang dan China yang erat kaitannya dengan kebiasaan

masyarakatnya mengkonsumsi rumput laut dalam jumlah banyak.

Page 20: Minuman Rumput Laut

3

Keunggulan lain dari produk rumput laut ini menurut Januar et al. (2004)

adalah rumput laut mempunyai sifat sebagai zat antioksidan yang cukup potensial

karena mengandung senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran yang tinggi.

Menurut Ireland et al. (1993) dalam Januar et al. (2004), hasil riset bahan

alam dari laut tahun 1977 – 1987, menunjukkan bahwa 30 % dari 2500 produk

alam laut yang bersifat bioaktif merupakan produk dari rumput laut. Pada rumput

laut coklat terkandung senyawa algin yang memiliki banyak khasiat biologi dan

kimiawi seperti dapat digunakan pada pembuatan obat anti bakteri, anti tumor,

penurunan tekanan darah dan mengatasi gangguan kelenjar (Anon dalam

Darmawan et al. 2004).

Mengingat pentingnya peranan serat untuk kesehatan pencernaan, maka

penggunaan rumput laut sebagai sumber serat dalam minuman berserat

merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam upaya memenuhi

kebutuhan tubuh akan serat. Selain itu untuk meningkatkan manfaat dan

menganeka ragamkan (diversifikasi) jenis olahan rumput laut. Oleh karena itu,

maka perlu dilakukan kajian tentang pemanfaatan rumput laut sebagai sumber

serat alternatif untuk minuman berserat.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode pengolahan rumput

laut sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisik-kimia

tepung rumput laut jenis Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp

sebagai bahan baku minuman berserat yang alami, dan mengkaji pemanfaatan

tepung rumput laut yang dihasilkan untuk minuman berserat.

Page 21: Minuman Rumput Laut

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Rumput Laut

Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang (algae) yang hidup di

laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Tanaman ini tidak mempunyai akar,

batang dan daun seperti lazimnya tanaman tingkat tinggi. Struktur tanaman secara

keseluruhan merupakan batang yang dikenal sebagai thallus (Guhardja, 1981).

The International Code of Botanical Nomenclatur membagi ganggang menjadi 4

kelas, yaitu ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang biru (Cyanophyceae),

ganggang merah (Rhodophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae). Dari ke

4 kelas tersebut, hanya ganggang merah dan coklat yang mempunyai nilai

ekonomi cukup berarti dalam perdagangan. Gambar 1 menyajikan klasifikasi

rumput laut dengan hasil ekstraksinya.

Kelas :

Chlorophyceae Cyanophyceae (Ganggang hijau) (Ganggang biru)

Rumput Laut

Phaeophyceae Rhodophyceae (Ganggang coklat) (Ganggang merah)

Genus :

Ascophyllum laminaria Glacilaria Chondrus Furcellaria Macrocystis Gelidium Eucheuma Gigartina Ekstraksi :

Algin (Alginat) Agar-agar Karagenan Furcellaran

Gambar 1. Bagan Klasifikasi Rumput Laut (Moirano, 1977)

Page 22: Minuman Rumput Laut

5

Jenis rumput laut coklat yang terdapat di perairan Indonesia ada 28 species

yang berasal dari 6 genus yaitu Sargassum, Turbinaria, Padina, Dictyota,

Hormophysa dan Hydroclathrus. Sedangkan jenis yang potensial sebagai

penghasil alginat di Indonesia adalah jenis-jenis Sargassum polycystum

J.G.Agardh, Sargassum crassifolium J.A. Agardh, Turbinaria conoides (J.C.A.G)

Kuetzing dan Hormophysa triquetra (Yunizal, 2004). Hampir semua jenis ini

hidup di laut dan melekat pada suatu substrat yang keras. Cadangan makanannya

terutama berupa karbohidrat yang disebut laminarin. Rumput laut jenis ini

dijumpai hampir semua lautan dengan kedalaman tidak lebih dari 20 m

(Mc Connaugey, 1970). Sargassum sp memiliki ciri-ciri tergolong dalam bentuk

thallus yang umumnya silindris atau gepeng, cabangnya rimbun menyerupai

pohon di darat, bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang, mempunyai

gelembung udara, panjangnya mencapai 7 meter dan warna thallus umumnya

coklat (Aslan, 1991).

Rhodophyceae terdiri dari jenis-jenis yang sangat komplek. Tempat

tumbuhnya berupa batuan atau karang, terutama di daerah pasang surut dan dapat

hidup sampai kedalaman 170 m dari permukaan laut (Mc Connaugey, 1970).

Mc Hugh dan Lanier (1983) menyatakan jenis ini lebih tersebar daripada

ganggang coklat, beberapa speciesnya dapat tumbuh di daerah tropic. Demikian

juga bentuk thallus dari ganggang ini lebih kecil jika dibandingkan dengan

ganggang coklat. Eucheuma cottonii yang berasal dari kelas Rhodophyceae

(ganggang merah) tumbuh subur pada kedalaman sekitar 130 meter dari

permukaan laut. Semakin dalam tempat tumbuhnya maka warnanya akan semakin

cerah, beberapa lainnya ada yang berwarna agak coklat atau hijau (Susanto

et al. 1978). Permukaan thallus licin kadang-kadang terdapat tonjolan yang

berupa setengah lingkaran bola. Tinggi tanaman dapat mencapai 40 cm, cabang

tidak beraturan, tumbuh di bagian yang muda maupun yang tua. Diameter thallus

ke arah ujung kelihatan sedikit lebih kecil dibandingkan dengan pangkalnya.

Thallus mengembung atau membentuk bulatan jika terdapat bekas luka sebagai

regenerasi cabang (Dotv, 1973). Sedangkan Glacilaria sp, umumnya

pertumbuhannya lebih baik ditempat dangkal. Substrat tempat melekat berupa

batu, pasir dan lumpur. Glacilaria sp memiliki cir-ciri kerangka tubuh berbentuk

Page 23: Minuman Rumput Laut

6

silindris atau gepeng dengan percabangan, warna beragam dan substansi kerangka

tubuh tanaman menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan (Aslan, 1991).

Di Indonesia, daerah penghasil rumput laut yang besar adalah Bali, Nusa

Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur dan Maluku. Daerah penghasil lainnya

yaitu Sumatera Barat, DI Aceh, Pantai Jawa sebelah selatan, Kepulauan Seribu,

Karimun Jawa, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Selain produksi laut, sekarang rumput laut sudah dibudidayakan diantaranya ada

di Bali, NTB, Sulawesi Selatan untuk jenis Eucheuma. Sedangkan untuk jenis

Glacilaria diantaranya ada di Lamongan, Jawa Timur, Pangkep dan Sulawesi

Selatan. Rumput laut dibudidayakan di pantai yang terhindar dari ombak kuat, air

harus jernih, bebas dari limbah industri atau bahan pencemar lain seperti oli serta

jauh dari muara sungai. Kadar garam optimal adalah 30– 34 permil dengan suhu

air 27 – 32 oC, pH 6 – 8,5 (Angka & Suhartono, 2000). Data produksi rumput

laut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Rumput Laut, 1999-2004

Tahun Volume (ton) 1999 133.720 2000 2.937 2001 212.478 2002 223.080 2003 231.927 2004 397.964

Sumber : Statistik Perikanan Budidaya Indonesia, 2005.

2.2. Komposisi Kimia Rumput Laut

Kualitas rumput laut di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya,

suhu, musim, kadar garam, gerakan air dan zat hara. Cahaya, suhu, pH dan unsur

hara akan berpengaruh terhadap berlangsungnya fotosintesa. Fotosintesa

merupakan proses perubahan zat anorganik menjadi zat organik, sehingga faktor-

faktor tersebut di atas secara tidak langsung akan menentukan kandungan protein,

lemak, serat kasar dan karbohidrat rumput laut (Kadi et al. 1988). Menurut

Winarno (1990), komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies,

tempat tumbuh dan musim. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan

karbohidrat (gula atau vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang

Page 24: Minuman Rumput Laut

7

sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Vegetable gum

yang dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung

selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim

dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori

(Suwandi et al. 2002).

Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya,

yaitu sekitar 80 – 90 % dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10 – 20 %

(Ito et al. 1989). Komposisi kimia Eucheuma cottonii dalam keadaan segar

menurut Astawan et al. (2004) dan Ristanti (2003) dapat dilihat pada Tabel 2.

Sedangkan kandungan kimia tepung rumput laut Eucheuma cottonii menurut

Ristanti (2003) dan Sihombing (2003) disajikan pada Tabel 3. Jenis alga merah

lainnya yaitu Glacilaria sp, komposisi kimia disajikan pada Tabel 4. Dalam

penggunaannya, jenis rumput laut ini dapat digunakan sendiri atau dicampur

dengan Glacilaria tambak (budidaya) untuk mendapatkan hasil ekstrak agar yang

lebih baik.

Table 2. Komposisi kimia Eucheuma cottonii segar (berat kering)

Zat gizi Astawan et al. (2004) Ristanti (2003)

Kadar abu (%) 29,97 2,7 Kadar protein (%) 5,91 4,3 Lemak (%) 0,28 2,1 Kadar karbohidrat (%) 63,84 90,9 Serat pangan tidak larut air (%) 55,05 52,4 Serat pangan larut air (%) 23,89 30,8 Serat pangan total (%) 78,94 83,2

Tabel 3. Komposisi kimia tepung rumput laut Eucheuma cottonii (berat kering)

Zat gizi Ristanti (2003) Sihombing (2003)

Kadar air (%) 23,3 (bb) 26,5 (bk) Kadar abu (%) 15,4 5,1 Kadar protein (%) 8,5 5,4 Kadar lemak (%) 0,8 1,5 Kadar karbohidrat (%) 75,4 - Serat pangan larut air (%) 30,8 38,8 Serat pangan tidak larut air (%) 60,5 43,2 Serat total (%) 91,3 82,0 Kadar iodium (ug/g) 19,4 54,6

Page 25: Minuman Rumput Laut

8

Tabel 4. Komposisi kimia rumput laut Glacilaria sp Komposisi Jumlah ( % )

Kadar air 9,38 Kadar abu 32,76 Kadar lemak 0,68 Kadar protein 6,59 Karbohidrat 41,68 Serat Kasar 8,92

Sumber : Yunizal (2004).

Selain kandungan gizi, menurut Winarno (1990), rumput laut merah sangat

kaya akan trace element terutama iodium. Kandungan iodium bervariasi antar

spesies dan habitat rumput laut. Secara umum, konsentrasi trace element dari

rumput laut lebih tinggi daripada tumbuhan (Ito et al. 1989). Menurut Rai (1996)

kandungan iodium tumbuhan laut umumnya tinggi yaitu sekitar 2.400 sampai

155.000 kali lebih banyak dibandingkan kandungan iodium sayur-sayuran yang

tumbuh di daratan.

Menurut Suryaningrum (1988), rumput laut Eucheuma cottonii potensial

sebagai penghasil karagenan dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan.

Karagenan terdiri dari 2 senyawa utama, yaitu senyawa sulfat yang bersifat

hidrophilik dan mampu membuat cairan menjadi kental, dan senyawa 3,C-6

anhidrogalaktosa yang mampu membentuk gel dan bersifat hidrophobik. Jenis

karagenan yang dihasilkan adalah kappa-karagenan, dengan sifat-sifatnya antara

lain yaitu garam natriumnya akan larut seluruhnya dalam air dingin, larut pada

suhu 70 oC, membentuk gel dengan ion kalium, stabil pada pH netral dan alkali,

sedangkan pada pH asam akan terhidrolisa dan larut dalam susu panas

(Istini et al. 1986).

Senyawa kimia yang banyak terdapat pada rumput laut coklat adalah alginat,

sedangkan senyawa kimia lain dalam jumlah yang relatif sedikit diantaranya

laminaran, fukoidin, selulosa, manitol dan senyawa bioaktif lainnya. Senyawa

komplek diterpenoid dan terpenoidaromatik juga terdapat pada rumput laut coklat

jenis Sargassum natans. Meskipun tidak sama tetapi secara kimiawi kedua

senyawa tersebut sama dan dinamakan sarganin A dan sarganin B yang keduanya

bercampur membentuk kompleks sarginin. Berdasarkan hasil uji sensitifitasnya,

senyawa ini tergolong dalam antimikroba spektrum luas. Genus-genus alga coklat

Page 26: Minuman Rumput Laut

9

yang telah diketahui kelimpahan dan penyebarannya sebagai penghasil zat

antibakteri adalah Cystoseira, Dictyota, Sargassum dan semua species lumut

besar dan lumut batu di peraitan dingin. Disamping itu rumput laut coklat juga

mengandung protein, lemak, serat kasar, vitamin dan zat anti bakteri serta mineral

(Yunizal, 2004). Tabel 5 menyajikan komposisi kimia rumput laut jenis

Sargassum sp.

Tabel 5. Komposisi kimia rumput laut Sargassum sp

Komposisi %

Kadar air 11,71 Kadar abu 34,57 Kadar lemak 0,74 Kadar protein 5,53 Karbohidrat 19,06 Serat Kasar 28,39 Iodium (ug/g) 0,1 – 0,8 Kalium (ug/g) 6,4 – 7,8

Sumber : Yunizal (2004).

Setiap jenis rumput laut mempunyai pigmen khlorofil a dan beta-karoten,

serta pigmen khasnya. Pada rumput laut coklat terdapat pigmen santofil,

violasantin, fukosantin, flavosantin, neosantin A dan B. keberadaan pigmen

fukosantin pada rumput laut coklat menutupi pigmen lainnya dan memberikan

warna coklat (Yunizal, 2004).

Pemanfaatan rumput laut sangat luas, yaitu sebagai makanan (pangan dan

gizi), farmasi, kosmetika, pakan, pupuk dan industri lainnya. Senyawa bioaktif

dari rumput laut telah banyak diekstraksi, diidentifikasi dan dieksplorasi. Hasil

riset bahan alam dari laut tahun 1977–1987, menunjukkan bahwa 30 % dari 2500

produk alam laut yang bersifat bioaktif merupakan produk dari rumput laut

(Ireland et al.1993 dalam Januar et al. 2004).

2.3. Pengeringan dan Penepungan Rumput Laut

Untuk meningkatkan mutu rumput laut, sebaiknya rumput laut diberi

perlakuan pencucian. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang

melekat pada rumput laut sehingga diperoleh rumput laut yang bersih. Setelah

proses pencucian, rumput laut direndam dalam air tawar dengan perbandingan

Page 27: Minuman Rumput Laut

10

1 : 10 selama 2 – 8 jam selanjutnya direndam dalam larutan kapur sirih 1%, hal ini

selain untuk menghilangkan bau amis juga untuk mendapatkan rumput laut yang

aseptis dan memiliki tekstur yang lebih kenyal ( Peranginangin et al. 2003).

Selanjutnya dilakukan proses pengeringan dan penepungan untuk

mendapatkan tepung rumput laut matang siap pakai dengan mutu yang

diinginkan. Pada tahun 1997, Chan et al. melakukan penelitian mengenai

pengaruh 3 metode pengeringan, yaitu pengering matahari, pengering oven dan

pengering beku (Freeze-drier), terhadap komposisi nutrisi rumput laut jenis

Sargassum hemyphyllum. Pada pengering oven menggunakan suhu 60 oC selama

15 jam. Hasil yang didapat menyatakan bahwa dengan pengering oven terjadi

kehilangan nilai gizi yang lebih besar dibanding dengan pengering beku tetapi

metode oven lebih baik dibanding dengan pengering matahari. Lebih jauh

dikatakan bahwa pengering beku memerlukan biaya yang lebih tinggi. Pemilihan

metode pengeringan dapat disesuaikan dengan kegunaan selanjutnya, apakah

untuk makanan, obat, pakan atau lainnya. Selanjutnya dilakukan penepungan

dengan ukuran lubang 1 mm. Urbano dan Goni (2002) dalam penelitiannya

mengeringkan rumput laut dengan suhu 60oC selama 16 jam. Selanjutnya

dilakukan penepungan dan pengayakan dengan ukuran lubang 0,5 mm.

Sedangkan Wong dan Cheung (2000) melakukan pembekuan terlebih dahulu

kemudian pengeringan rumput laut dengan menggunakan alat pengering beku

(Freeze-drier) selama 5 hari. Rumput laut kering kemudian digiling

(penepungan) dan diayak dengan ukuran lubang 0,5 mm.

Saloko et al. (2006) membuat alat pengering modifikasi berupa oven

pengering tipe lemari (cabinet dryer) dengan dimensi luar (0,8 × 0,75 ×1,7) m dan

dimensi ruang pengering (0,75 ×0,6 × 1,3) m. Oven tersebut memiliki lima rak

pengering dengan kapasitas 40 kg serat karagenan. Kebutuhan listrik alat tersebut

sebesar 1000 W dan tegangan 220 V. Oven tersebut juga dilengkapi dengan alat

pengatur suhu otomatis (0-400°C) serta kipas dengan kecepatan putaran 2400 rpm

dan daya 100 W. Proses pengeringan rumput laut menggunakan oven tersebut

pada suhu 50 °C selama 6 jam, yang dilanjutkan dengan penggilingan dan

pengayakan secara manual (dengan pengayak 100 mesh), menghasilkan tepung

rumput laut yang berkadar air sekitar 11,5%, pH 7,3, dan berwarna putih khas

Page 28: Minuman Rumput Laut

11

tepung. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan standar mutu perdagangan. Selain itu,

proses pengeringan pada kondisi tersebut juga cukup efisien dari segi penggunaan

energi listrik.

2.4. Serat Pangan

Pada awalnya, serat hanya dianggap sebagai senyawa yang inert secara gizi,

hal ini didasarkan bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil

fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh dan hanya dianggap sebagai

sumber energi yang tidak tersedia serta hanya dikenal mempunyai efek sebagai

pencahar perut. (Raharja et al. 1998).

Serat pangan (dietary fiber) harus dibedakan dengan serat kasar (crude

fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar

adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia

yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4

1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1.25%). Sedang serat pangan adalah

bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim

pencernaan (Joseph, 2006). Piliang dan Djojosoebagio (2002), mengemukakan

bahwa yang dimaksudkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah

mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit

yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat merusak

beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat

diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh

karena itu serat kasar merendahkan perkiraan jumlah kandungan serat sebesar

80% untuk hemisellulosa, 50-90% untuk lignin dan 20-50% untuk sellulosa.

Dreher (1987) menyatakan bahwa serat pangan adalah istilah umum yang

digunakan untuk menjelaskan berbagai komponen pangan yang tidak dapat

dicerna oleh usus pencernaan manusia. Ada lima komponen yang terdapat dalam

serat pangan yaitu selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin dan gum. Serat pangan

terdiri dari serat pangan non konvensional dan serat pangan konvensional.

Komponen pada serat pangan non konvensioanal sangat bervariasi dan agak sulit

diidentifikasikan tetapi tetap mempunyai sifat yang sama yaitu tidak mudah

dicerna. Sedangkan Serat pangan konvensional dipisahkan menjadi struktuk

Page 29: Minuman Rumput Laut

12

polisakarida, non polisakarida dan yang tidak mempunyai struktur polisakarida.

Sumber utama dari serat ini ada pada dinding sel bahan pangan, dimana struktur

sel nya membentuk matrik yang mempunyai dampak mengurangi daya cerna

pada usus manusia. Menurut Tongmee (1976) dalam Wirakusumah (1995),

serat pangan merupakan satu jenis polisakarida yang sering disebut karbohidrat

komplek. Karbohidrat komplek ini dibentuk dari beberapa gugusan gula

sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia yang panjang

sehingga sangat sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Sedangkan Wiseman

(2003) menyebutkan serat pangan merupakan nama yang diberikan pada

kelompok komponen kompleks yang hanya terdapat pada tumbuhan, dimana

komponen tersebut adalah selulosa, hemiselulosa, pectin dan lignin. 3

komponen pertama tersebut adalah karbohidrat sehingga serat pangan kadang

disebut sebagai karbohidrat tidak tersedia (unavailable carbohydrates) atau

polysakarida bukan tepung (non-starch polysaccharide). Definisi terbaru

tentang serat makanan yang dismpaikan oleh the American Association of

Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah merupakan bagian yang dapat dimakan

dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan

absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus

besar. Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakharida, oligosakharida,

lignin dan bagian tanaman laainnya.

Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat dibagi

dalam 2 golongan besar, yaitu serat larut dalam air (soluble fibre) dan serat tidak

larut dalam air (insoluble fibre). Schneeman (1987) menyatakan bahwa selulosa,

lignin dan beberapa fraksi hemiselulosa digolongkan sebagai serat tidak larut air

(suhu 90 oC) dan disebut insoluble fibre, sedangkan pektin, gum, musilase dan

beberapa jenis hemiselulosa digolongkan sebagai serat yang larut dalam air dan

disebut soluble fibre.

Serat pangan larut air yaitu serat yang dapat larut dalam air dan juga dalam

saluran pencernaan, namun dapat membentuk gel dengan cara menyerap air. Serat

ini berfungsi memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga aliran

energi ke dalam tubuh menjadi tetap, memberikan perasaan penuh (kenyang),

memperlambat kemunculan glukosa (gula darah), membantu mengendalikan berat

Page 30: Minuman Rumput Laut

13

bedan, meningkatkan kesehatan pencernaan, mengurangi resiko sakit jantung,

mengikat asam empedu, mengikat lemak seperti kolesterol dan mengeluarkan

melalui tinja. Sedangkan serat tidak larut air yaitu serat yang tidak dapat larut

dalam air dan juga dalam saluran pencernaan, namun memiliki kemampuan

menyerap air dan meningkatkan tekstur dan volume tinja sehingga makanan dapat

melewati usus besar dengan cepat dan mudah. Serat ini berfungsi mempercepat

waktu transit makanan dalam usus dan meningkatkan berat tinja, memperlancar

buang air besar, meningkatkan perasaan kenyang, dapat mengurangi resiko wasir,

dapat mengurangi resiko kanker usus dan divertikulitis (Anonymousa, 2006). Di

negara-negara industri di Barat, terjadi kenaikan serangan penyakit saluran

pencernaan seperti divertikulosis (borok pada usus), kanker pada usus besar dan

hernia. Hal ini disebabkan rendahnya konsumsi serat dalam makanan sehingga

menyebabkan sembelit dan lambatnya makanan bergerak dalam saluran

pencernaan. Di kalangan masyarakat pedesaan di Afrika, penyakit ini tidak

dikenal. Hal ini karena susunan makanan di daerah tersebut mengandung banyak

bahan berserat (Gardjito et al. 1994).

Uji klinis yang dilakukan oleh salah satu produk minuman berserat pada

tahun 2001, menyebutkan bahwa terjadi penurunan kadar kolesterol total dan

LDL kolesterol, buang air besar lebih nyaman, tidak mempengaruhi kadar

trigliserida, kadar elektrolit, tidak ditemukan efek samping dan keluhan

gastrointestinal yang berarti pada pasien yang diberikan suplementasi serat

sebesar 8,4 g. Menurut Karyadi (2002), peranan serat makanan larut dalam

menurunkan kadar kolesterol darah telah dibuktikan secara klinis pada pasien

sukarelawan dan tikus percobaan. Di dalam usus halus, serat makanan larut akan

membentuk gel yang mengikat lemak, kolesterol dan asam empedu. Akibatnya

asam empedu dalam hati berkurang. Untuk memproduksi asam empedu yang

hilang, hati akan menarik kolesterol dari darah sehingga kadar kolesterol darah

menurun.

Andon (1987) menyatakan serat makanan yang larut cocok untuk digunakan

dalam makanan-makanan cair seperti minuman, sup dan pudding. Serat larut ini

kadang digunakan sebagai pengental, subtitusi pati dengan serat larut ini tidak

hanya meningkatkan kadar serat produk akhir tetapi juga menurunkan kandungan

Page 31: Minuman Rumput Laut

14

kalori makanan, misalnya pada produk minuman diet dimana penggunaan serat

larut untuk menggantikan kekentalan yang hilang akibat penggantian gula pasir

dalam formula. Sedangkan serat makanan yang tidak larut biasanya digunakan

dalam makanan-makanan padat dan produk panggangan.

Besarnya peranan serat pangan bagi kesehatan manusia menjadikan produk

ini semakin banyak dimanfaatkan, baik secara langsung maupun sebagai

pencampur berbagai jenis makanan, minuman dan produk diet pelangsing tubuh

(Le Marie, 1985). Menurut Winarno (1990), dibandingkan dengan bahan pangan

lain, maka keistimewaan serat pangan rumput laut terletak pada kandungan asam

alginat dan karagenannya. Alginat mempunyai affinitas yang tinggi terhadap

logam-logam berat dan unsur-unsur radioaktif. Oleh karena alginat tidak dapat

dicerna di dalam tubuh, maka konsumsi alginat sangat membantu membersihkan

polusi logam berat dan unsur radioaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui

makanan yang terkontaminasi. Yunizal (2004) menyatakan bahwa dalam bidang

minuman, alginat merupakan senyawa berserat yang mudah larut dalam air,

bersifat kental dan tidak mudah dicerna. Uji minuman yang dilakukan terhadap

konsumen selama 1 bulan, memberikan pengaruh yang positif, diantaranya yaitu

badan menjadi lebih segar, kadar gula darah menurun, kadar kolesterol darah

menurun (Yunizal, 2003).

Goni et al. (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa rumput laut yang

mengandung serat pangan larut yang tinggi kemungkinan dapat mengubah respon

glycemic pada kesehatan, dimana roti yang ditambahkan Nori alga memberikan

hasil yang lebih baik daripada roti tanpa Nori alga. Demikian juga Escrig dan

Muniz (2000) menyatakan bahwa serat rumput laut telah terbukti dapat

menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah dibanding sumber serat lainnya.

Penelitian yang dilakukan Miyake et al. (2006) terhadap 2002 orang wanita hamil

di Jepang, menyimpulkan bahwa penurunan alergi rhinitis pada wanita hamil

berhubungan dengan asupan diet yang tinggi (high dietary intake) dari rumput

laut, calcium, magnesium dan phosphorus.

ADA (American Dietetic Association), National Cancer Institute dan

American Cancer Society merekomendasikan konsumsi serat antara 25 hingga 35

gram setiap hari atau 10 hingga 13 gram serat per 1000 kcal setiap harinya untuk

Page 32: Minuman Rumput Laut

15

orang dewasa dan manula. Untuk anak-anak dan remaja (umur 2 hingga 20 tahun)

menurut rekomendasi ADA (American Dietetic Association), kebutuhan seratnya

sama dengan umur (dalam tahun) ditambah 5 gram setiap hari. Misalnya untuk

anak berusia 5 tahun, maka kebutuhan seratnya adalah 10 gram (5 + 5) setiap hari.

Pada usia 20 tahun, kebutuhan seratnya sudah mencapai 25 gram setiap hari

(Anonymousb, 2006).

2.5. Gum

Whistler (1973) menyatakan bahwa gum merupakan polisakarida atau

turunannya yang jika dilarutkan dalam air akan membentuk gel atau larutan

dengan viskositas tinggi. Menurut Southgate (1982), gum merupakan polimer

heterosakarida dengan rantai utama yang mungkin terdiri dari galaktosa, asam

glukoronat-mannosa, asam galakturonat-rhamnosa dan rantai cabang yang terdiri

dari xilosa, fukosa dan galaktosa. Glicksman (1982), menyebutkan istilah gum

menunjukkan suatu kelompok yang luas dari polisakarida pembentuk gel dan

bahan pengental larut air. Istilah lain dari gum yang biasa digunakan adalah

stabilizer atau hydrocolloid.

Gum yang digunakan untuk makanan dideskripsikan sebagai bahan-bahan

polymeric yang dapat dimakan. Bahan-bahan ini larut dalam air dan mengental

atau membentuk gel. Sifat fungsional yang penting termasuk bebas racun,

mengikat air, menolak lemak, encapsulating, dan pembentukan susunan (Matz,

1972). Penggunaan gum dalam makanan sangat luas, mulai dari bahan perekat

sampai whipping agent. Secara umum fungsi gum dapat dikelompokkan menjadi

2 kelompok besar yaitu sebagai pembentuk gel (gelling) dan bahan pengental

(thickening) (Gliksman, 1969). Beberapa jenis gum diantaranya adalah alginat dan

gum arab.

2.5.1. Alginat

Alginat merupakan senyawa polisakarida yang dihasilkan dari ekstraksi

rumput laut kelas Phaephyceae yang berbentuk asam alginik. Asam alginik adalah

getah selaput, sedangkan alginat adalah bentuk garam dari asam alginik (Afrianto

et al.1987). Menurut Merck Index (1976) algin merupakan polisakarida berbentuk

gel yang diekstraksi dari alga laut coklat atau dari gulma lumut laut.

Page 33: Minuman Rumput Laut

16

Menurut Food Chemical Codex (1981) dalam Yunizal (2004), rumus

molekul natrium alginat adalah (C6H7O6 Na)n. Garam natrium dari asam alginat

berwarna putih sampai dengan kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir

tidak berbau dan berasa, larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut

dalam larutan hidroalkohol dengan kandungan alkohol lebih dari 30 % dan tidak

larut dalam chloroform, eter dan asam dengan pH kurang dari 3.

Mutu alginat ditentukan oleh panjangnya rantai polimer mannuronat

maupun guluronat atau selang seling kedua ikatannya (McHugh, 1987). Semakin

panjang rantainya, semakin besar berat molekulnya dan semakin besar nilai

viskositasnya. Viskositas ditentukan oleh alginat yang terekstrak, bila sebagian

besar yang terekstrak adalah alginat berbobot molekul tinggi (berantai panjang)

maka Na-alginat yang dihasilkan akan mempunyai nilai viskositas yang lebih

tinggi dan sebaliknya bila bagian yang terekstrak hanya alginat berbobot molekul

rendah maka viskositasnya juga rendah (Karsini, 1993).

Viskositas larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, bobot molekul, pH,

suhu dan keberadaan garam. Semakin tinggi konsentrasi atau bobot molekul

maka viskositasnya semakin tinggi (Gambar 2). Jika dihubungkan dengan suhu,

viskositas larutan alginat akan meningkat jika didinginkan kembali, kecuali bila

pemanasan yang relatif lama sehingga terjadi degradasi polimer (Klose et al.

1972). Hal ini diperkuat oleh King (1982), yaitu seperti larutan polisakarida

lainnya, viskositas larutan alginat menurun dengan meningkatkannya suhu.

Viskositas larutan alginat menurun 12% pada setiap kenaikan suhu 5,6 oC (10 oF).

Klose et al. (1972) menyatakan bahwa alginat yang mengandung kation

seperti K, Na, NH4, + Ca, dan Na + Ca dan propilen glikol alginate, larut dalam

air dingin maupun panas dan membentuk larutan yang stabil. Kation ini mengikat

air sangat kuat karena kandungan ion karboksilat yang tinggi (King, 1983).

Menurut Glicksman (1983), alginat yang larut dalam air membentuk gel pada

larutan asam karena adanya kalsium atau kation logam polivalen lainnya.

Mekanisme pembentukan gel ini berdasarkan reaksi molekul alginat dengan

kalsium. Reaksi tersebut adalah reaksi intramolekuler dan intermolekuler.

Pembentukan gel yang seragam hanya dimungkinkan bila ramuan diaduk dengan

baik dan sebelum pembuatan gel dicampur dengan beberapa asam. Beberapa jenis

Page 34: Minuman Rumput Laut

17

asam seperti asam fumarat atau asam sitrat yang dikombinasikan dengan garam

alginat yang larut, kalsium karbonat, kalsium phospat atau kalsium tartat. Garam

kalsium yang sedikit larut, seperti kalsium sulfat, secara bertahap akan

membebaskan ion kalsium, yang dapat dicampur dengan tepung alginat untuk

membentuk kombinasi tepung yang mampu larut dalam air pada suhu kamar dan

mengental menjadi gel setelah dibiarkan beberapa saat (Winarno, 1990).

Gambar 2. Hubungan konsentrasi dengan nilai viskositas alginat

(Glicksman, 1969).

Menurut Percival (1970), alginat banyak digunakan pada industri pangan

secara luas, bukan sebagai penambah gizi, tetapi menghasilkan dan memperkuat

tekstur atau stabilitas dari produk olahan seperti es krim, sari buah, pastel isi dan

lain-lain. Alginat dengan konsentrasi kurang dari 0,5 % banyak digunakan sebagai

penstabil, pengental, pengemulsi pada saos tomat, sayuran, jelly, kuah daging, dan

susu (King, 1983). Beberapa aplikasi alginat dalam industri pangan dan

konsentrasi yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 6.

Dalam bidang minuman, alginat merupakan senyawa berserat yang mudah

larut dalam air, bersifat kental dan tidak mudah dicerna. Saat larut dalam air, serat

Page 35: Minuman Rumput Laut

18

natrium alginat membentuk kisi-kisi seperti jala yang mampu mengikat kuat

banyak molekul air. Larutan alginat dapat menurunkan kadar kolesterol secara

efektif, karena dapat mengikat asam empedu yang berguna untuk mengemulsikan

lemak dan kolesterol. Kemudian membawanya ke luar tubuh bersama tinja

sehingga kadar asam empedu dalam tubuh jadi berkurang. Selanjutnya hati

sebagai organ yang memproduksi asam empedu harus mengganti asam empedu

yang hilang. Untuk membentuk asam empedu, hati memerlukan kolesterol.

Kolesterol dalam darah akan disirkulasikan ke hati, lalu didalam hati kolesterol

diurai menjadi asam empedu, sehingga kolesterol dalam darah menurun

(Yunizal, 2004).

Tabel 6. Aplikasi alginat dalam industri pangan dan konsentrasi yang dibutuhkan

No. Aplikasi Dosis yang digunakan (ppm)

1. Pembentuk jelly 2.000 – 50.000 2. Pengental 5.000 – 20.000 3. Penstabil es krim dan permen 1.000 – 3.000 4. Menjaga suspensi coklat dalam susu 1.000 – 2.000 5. Penstabil krim 500 – 1.500 6. Penstabil busa bis 50 – 100 7. Memperhalus cairan 5 - 20

Sumber : McDowell (1967) dalam Yunizal (2004).

Spesifikasi alginat sebagai food grade menurut Chapman et al. (1980) dalam

Yunizal (2004) disajikan pada Tabel 7. Menurut Winarno (1990), alginat yang

memiliki mutu food grade harus bebas dari selulosa dan warnanya sudah

dilunturkan (dipucatkan) sehingga terang atau putih.

Tabel 7. Natrium Alginat sebagai food grade

No. Spesifikasi Kandungan

1. Kadar air (%) 13 2. Kadar abu (%) 23 3. Berat Jenis (%) 1,59 4. Warna Kuning gading 5. Densitas kamba (kg/m3) 874 6. Suhu pengabuan ( 0C) 480 7. Panas pembakaran (kalori/gram) 2,5

Sumber : Chapman et al. (1980) dalam Yunizal (2004).

Page 36: Minuman Rumput Laut

19

2.5.2. Gum Arab

Gum arab adalah exudate alami dari pohon akasia, dengan species utama

adalah Acacia senegal L. Gum keluar dari pohon sebagai getah yang membentuk

bola-bola atau titik-titik air mata, kemudian dikumpulkan secara manual sebagai

gumpalan-gumpalan kering, cara panen yang dilakukan pada musim kering

(Thevenet, 1988 dalam Nussinovitch,1997). Secara fisik, gum arab merupakan

molekul bercabang banyak dan kompleks. Dengan bentuk struktur yang demikian

menyebabkan gum arab memiliki kekentalan yang rendah. Bentuk molekul dari

gum arab berupa spiral yang kaku dengan panjang rantai utama molekulnya

berkisar antara 1.050 A0 dan 2.400 A0, tergantung pada jumlah muatannya

(Fardiaz, 1989).

Fardiaz (1989) menyatakan secara umum larutan gum arab akan mencapai

kekentalan maksimum pada pH sekitar 4,5 – 5,5. Kurang dan lebih dari pH ini

akan menyebabkan kekentalan rendah. Adanya elektrolit dalam larutan gum arab

juga mengakibatkan turunnya kekentalan, meskipun dalam larutan sangat encer.

Penurunan kekentalan ini lebih nyata pada larutan dengan konsentrasi yang lebih

tinggi. Kemampuan untuk membentuk larutan pekat tersebut menyebabkan gum

arab merupakan pemantap dan pengemulsi yang baik jika dicampurkan dengan

sejumlah besar bahan-bahan yang tidak larut. Gum arab mempunyai sifat daya

gabung yang luas seperti jenis gum lainnya, juga dengan karbohidrat dan protein.

Dalam banyak hal sifat daya gabung atau tidak bergabung dikontrol oleh pH dan

konsentrasinya.

Menurut Fardiaz (1989), gum arab akan mencapai kekentalan maksimun

pada konsentrasi 40 – 50 %. Rendahnya sifat kekentalan ini berhubungan dengan

sifat molekul globular yang bercabang banyak dan komplek dari gum arab.

Sedangkan gum lain akan membentuk larutan yang sangat kental pada

konsentrasi yang rendah (1 – 5 %). Glicksman (1973) menyatakan bahwa gum

arab dengan mudah larut dalam air dingin dan air panas dan cenderung untuk

membentuk gumpalan ketika ditambahkan air. Hal ini diperkuat dengan

pernyataan BeMiller et al. (1996) yaitu gum arab mudah larut dalam air dan

sifatnya unik jika dibandingkan dengan gum lain. Gum arab dapat membentuk

larutan dengan kekentalan yang rendah sehingga dapat membentuk larutan dengan

Page 37: Minuman Rumput Laut

20

konsentrasi sampai 50 %. Tabel 8 menunjukkan pengaruh konsentrasi terhadap

kekentalan dari gum arab. Winarno (1997) menyebutkan mekanisme kerja gum

arab pada konsentrasi 50 % dalam larutan akan membentuk gel yang sangat kental

sekuat gel pati, karena gum arab dan pati termasuk golongan polisakarida.

Pembentukan gel pada pati di dalam larutan terjadi setelah pemanasan. Selama

pemanasan energi kinetik molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik

antarmolekul pati di dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam butir-butir

pati. Hal ini menyebabkan membengkaknya granula tersebut. Jumlah gugus

hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air lebih

besar. Terjadinya peningkatan kekentalan disebabkan oleh adanya air di luar

granula yang setelah dipanaskan air tersebut akan berada dalam butir-butir pati

dan tidak dapat bebas bergerak lagi.

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi terhadap kekentalan dari gum arab

Konsentrasi Kekentalan (Cps)

0,5 - 6,0 - 10,0 16,50 20,0 40,50 30,0 200,00 35 423,75 40 936,25 50 4.162,5

Sumber : Whistler (1973).

Standar mutu gum arab sebagai food grade sudah ditentukan oleh Food

Chemical Codex. Fungsi utama gum arab adalah sebagai bahan tambahan untuk

memberikan penampilan yang diinginkan, dimana akan mempengaruhi viskositas,

bentuk dan tekstur dari makanan. Sebagai bahan tambahan makanan, gum arab

harus bebas racun, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, larut air, dan tidak

mempengaruhi rasa, bau dan warna makanan yang dihasilkan (Glicksman, 1973).

Tabel 9 adalah mutu gum arab sebagai food grade.

Page 38: Minuman Rumput Laut

21

Tabel 9. Standar Mutu Gum Arab

No. Parameter Jumlah maksimum

1. Air (%) 15 2. Abu (%) 4 3. Asam tak larut (%) 0,5 4. Arsen (ppm) 0,5 5. Timah hitam (ppm) 1,7 6. Tembaga (ppm) 10 7. Timah (ppm) 10

Sumber : Glicksman (1973).

Beberapa kelebihan gum arab yaitu : 1. mempunyai banyak fungsi, yaitu

pengemulsi yang baik, pembentuk film, pembentuk tekstur, bahan pengikat air

dan bulking agent; 2. sumber serat yang tinggi, sedikitnya mengandung 85 %

serat pangan larut (bk); 3. beban racun (Fennema, 1996). Dalam bidang pangan

digunakan adalah lain pada industri kembang gula, roti dan minuman (Wadarsa,

1985). Konsentrasi yang diijinkan untuk minuman ringan adalah 500 mg /kg

(SNI 01-0222-195).

2.6. Bahan Tambahan Pangan

Pada dasarnya penggunaan makanan tambahan haruslah berdasarkan alasan-

alasan yan penting dan dapat menguntungkan manusia. Diantaranya adalah untuk

menekan kerusakan/pembusukan, meningkatkan gizi dan cita rasa serta dapat

meningkatkan gairah untuk menikmati makanan tersebut. Dengan berkembangnya

jenis-jenis penyebab kerusakan bahan makanan serta di lain pihak telah dan

sedang berkembangnya kemajuan teknologi pangan waktu ini, dapat dikatakan

bahwa tanpa bahan tambahan makanan akan sangat sulit bagi manusia untuk

menyimpan bahan makanan yang melimpah dalam waktu yang cukup lama bagi

kecukupan persediaan pangannya.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 329/Menskes/PER/XII/76,

yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan

dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu.

Termasuk didalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap,

antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat dan pengental.

Page 39: Minuman Rumput Laut

22

2.6.1. Bahan Pemanis

Winarno (1992) menyatakan bahwa rasa manis ditimbulkan oleh senyawa

organik alifatik yang mengandung gugus OH seperti alkohol, beberapa asam

amino, aldehida, dan gliserol. Sumber rasa manis yang utama adalah gula atau

sukrosa dan monosakarida atau disakarida yang mempunyai jarak ikatan hidrogen

3 – 5 A. Pemanis buatan seperti sakarin, siklamat, dan dulsin dalam konsentrasi

yang tinggi cenderung memberikan after taste (pahit, nimbrah dan rasa lain).

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam

pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kelapa.

Sukrosa merupakan gula yang murah dan di produksi dalam jumlah yang besar

melalui proses penyulingan dan kristalisasi (Alikonis, 1979).

Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk

kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam

bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa)

dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi

glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 1992).

Jenis pemanis yang umum digunakan selain sukrosa adalah Acesulfame-K.

Zat ini merupakan senyawa tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih,

mudah larut dalam air dan berasa manis. Acesulfame-K tidak dapat dicerna,

bersifat non glikemik dan non kariogenik, sehingga FDA menyatakan aman untuk

dikonsumsi manusia sebagai pemanis buatan dengan ADI (Acceptance Daily

Intake) sebanyak 15 mg/kg berat badan. Sedangkan JECFA mengatur maksimum

penggunaan Acesulfame-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200

sampai dengan 3.000 mg/kg produk (Salminen et al. 1990).

2.6.2. Bahan Pengasam

Salah satu tujuan utama penambahan asam pada makanan adalah untuk

memberikan rasa asam. Asam juga dapat mengintensifkan penerimaan rasa-rasa

lain. Asam yang banyak digunakan dalam bahan makanan adalah asam organik

seperti asam malat, asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam fumarat, asam

suksinat dan asam tartrat. Sedangkan satu-satunya asam anorganik yang

digunakan sebagai pengasam makanan adalah asam fosfat. Asam anorganik lain

Page 40: Minuman Rumput Laut

23

seperti HCl dan H2O4 mempunyai derajat desosiasi yang tinggi sehingga berakibat

kurang baik bagi mutu produk akhir (Winarno, 1992).

Asam sitrat sering digunakan sebagai zat pengasam. Fungsi lainnya adalah

untuk mencegah terjadinya kristalisasi gula, katalisator hidrolisa sukrosa ke

bentuk gula invert selama penyimpanan serta penjernih gel yang dihasilkan

(Alikonis, 1979). Asam sitrat banyak digunakan dalam industri pangan dan

farmasi karena mudah dicerna, mempunyai rasa asam yang menyenangkan, tidak

beracun dan mudah larut. Penggunaan asam sitrat pada sirup bertujuan untuk

memberikan rasa asam yang berfungsi sebagai pengawet tambahan disamping

gula, serta sebagai emulsi dalam makanan (Widirga, 1994). Selanjutnya Winarno

(1997) menyatakan bahwa asam sitrat berperan juga sebagai penegas rasa dan

warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai, mencegah ketengikan

dan browning. Heath (1978) dalam penelitiannya menulis bahwa kebutuhan asam

sitrat dalam pembuatan jelly tergantung dari bahan pembentuk gel yang digunakan

seperti terlihat dalam Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan asam sitrat dalam pengolahan jelly

Bahan pembentuk gel Asam sitrat (%) pH produk

Agar-agar 0,2 – 0,3 4,8– 5,6 Pektin 0,5 – 0,7 3,2 – 3,5 Gelatin 0,2 – 0,3 4,5 – 5,0

Page 41: Minuman Rumput Laut

III. Metode Penelitian

3.1. Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan pada Bulan Februari sampai Bulan Agustus 2006 di

Laboratorium Pengolahan Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil

Perikanan, Jakarta. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kimia,

Mikrobiologi dan Organoleptik Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian

Hasil Perikanan, Jakarta, Laboratorium Pascapanen Pertanian, Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut kering jenis

Eucheuma cottonii, Sargassum sp, Glacilaria sp, alginat, gum arab, gula, asam

sitrat dan pewarna makanan. Bahan-bahan kimia untuk keperluan analisa di

laboratorium.

Peralatan yang digunakan adalah oven, saringan, grinder, alat penepung,

blender, pompa vakum, wadah, peralatan gelas serta peralatan laboratorium untuk

pengujian kimia, mikrobiologi dan organoleptik sesuai parameter yang sudah

ditentukan.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 3 tahap (Gambar 3). Penelitian tahap 1

Penelitian tahap 1 bertujuan untuk menghilangan bau amis, mendapatkan

kenampakan yang putih dan menarik, dan tekstur yang padat, sehingga

didapatkan rumput laut yang memiliki kenampakan, bau dan tekstur yang

diinginkan. Tahap yang dilakukan meliputi pencucian, perendaman dan

penirisan. Pencucian rumput laut dilakukan dengan air mengalir untuk

mendapatkan rumput laut yang bersih dari benda asing seperti pasir, kayu,

ranting dan kotoran yang menempel. Perendaman rumput laut dalam 3

macam larutan perendam, yaitu air tawar, larutan tepung beras dan

kombinasi air tawar dan kapur. Selanjutnya rumput laut ditiriskan.

Analisis yang dilakukan adalah uji organoleptik meliputi kenampakan, bau

Page 42: Minuman Rumput Laut

25

dan tekstur dengan menggunakan lembar penilaian (score sheet). Hasil

terbaik dilakukan uji kadar air, abu, protein, karbohidrat, serat dan iodium.

Alur proses dapat dilihat pada Gambar 4.

Penelitian Tahap 2

Penelitian tahap 2 adalah mengolah rumput laut menjadi tepung rumput

laut. Tujuan penelitian tahap 2 adalah mengkaji sifat fisik kimia tepung

rumput laut yang dihasilkan dari 2 perlakuan suhu pengeringan. Tahapan

yang dilakukan adalah pencucian, perendaman, penghancuran,

pengeringan, penepungan dan pengayakan. Rumput laut Eucheuma

cottonii, Sargassum sp, dan Glacilaria sp kering dicuci dan dibersihkan

dengan air mengalir, untuk menghilangkan benda asing. Selanjutnya

direndam dalam larutan perendam yang terbaik dari penelitian tahap 1.

Setelah perendaman, rumput laut ditiriskan selanjutnya dilakukan

pengecilan ukuran (penghancuran) menggunakan grinder. Selanjutnya

adalah pengeringan dengan oven bersuhu 50 oC dan 70 oC, setelah kering

dilakukan penepungan dan pengayakan (Gambar 5). Analisis yang

dilakukan yaitu Rendemen, pH, viskositas, kelarutan, titik jendal, titik

leleh, kadar air, kadar abu, kadar protein, karbohidrat, kandungan serat

pangan (serat pangan larut, serat pangan tak larut dan serat pangan total),

iodium dan organoleptik (score sheet).

Penelitian tahap 3 Penelitian tahap 3 bertujuan untuk mendapatkan formulasi minuman

berserat. Pembuatan minuman melalui tahapan pencampuran tepung

rumput laut dengan bahan-bahan tambahan sesuai formulasi. Pada

penelitian ini dibuat sebanyak 100 gr minuman berserat untuk masing-

masing formula. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik (hedonik) dengan

batas nilai penolakan adalah 4,5 (agak tidak suka). Formula terpilih diuji

viskositas dan kelarutan dalam suhu air pencampur 10 oC, 28 oC dan 40 oC,

kadar serat pangan, Total Plate Count (TPC) dan organoleptik (uji

perbandingan pasangan). Alur proses seperti pada Gambar 6.

Page 43: Minuman Rumput Laut

26

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

Rumput Laut Kering E.cottonii, Sargassum sp, Glacilaria sp

Tepung rumput laut

Analisis Sifat Fisik Kimia : 1. Rendemen. 2. pH. 3. Viskositas. 4. Kelarutan 5. Titik jendal. 6. Titik leleh. 7. Kadar air. 8. Kadar abu. 9. Kadar protein. 10. Kadar karbohidrat 11. Kadar serat pangan

(IDF,SDF, TDF) 12. Iodium 13. Organoleptik

(kenampakan,bau,tekstur)

Metode Perendaman : 1. Air tawar 2. Larutan tepung beras 3. Kombinasi Air tawar dan kapur tohor

0,5 %

Formulasi minuman berserat (Organoleptik : kesukaan)

Analisis viskositas, kelarutan, kadar serat,TPC,organoleptik: perbandingan pasangan

ANALISIS DATA DAN PELAPORAN Pembanding minuman berserat komersil

Organoleptik (kenampakan, bau, tekstur). ______________________ analisis kadar air, abu, protein, serat pangan, karbohidrat, iodium

Page 44: Minuman Rumput Laut

27

Gambar 4. Diagram Alir Proses Penelitian Tahap 1.

Pencucian dengan air mengalir

Perendaman : 1. Dalam air tawar selama 9 jam

2. Dalam larutan beras selama 9 jam 3. Kombinasi air tawar dan kapur 0,5 % 10 menit

Metode perendaman terbaik

Uji Organoleptik : kenampakan, bau, tekstur

Rumput laut hasil perendaman

Analisis kadar air, abu, protein, karbohidrat, serat pangan, iodium

Rumput Laut Kering E. cottonii, Sargassum sp, Glacilaria sp

Page 45: Minuman Rumput Laut

28

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian Tahap 2.

Perendaman terbaik

Penghancuran

Rumput Laut Kering E. cottonii, Sargassum sp, Glacilaria sp

Pengeringan Oven dengan suhu 50 dan 70 oC

Tepung Rumput Laut

Analisis Rendemen, viskositas, kelarutan, pH, titik jendal, titik leleh, kadar air, kadar abu, protein, karbohidrat, kadar serat pangan, iodium dan organoleptik.

Penepungan

Pengayakan

Jenis Tepung Rumput Laut terbaik

Page 46: Minuman Rumput Laut

29

Formulasi Komposisi

Formulasi A E. cottonii 48,7 %, gum arab 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %.

Formulasi B E. cottonii 48,7 %, alginat 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %.

Formulasi C E. cottonii 48,2 %, gum arab 1,4 %, gula 48,2 %, asam sitrus 1,4 %, pewarna 0,3 % dan aroma 0,5 %

Formulasi D E. cottonii 48,2 %, alginat 1,4 %, gula 48,2 %, asam sitrus 1,4 %, pewarna 0,3 % dan aroma 0,5 %

Formulasi E E. cottonii 38,9 %, Glacilaria sp 9,8 %, gum arab 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %

Formulasi F E. cottonii 38,9 %, Glacilaria sp 9,8 %, alginat 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Tahap 3.

Formulasi minuman berserat (persentase formula berdasarkan berat TRL)

Formulasi terpilih

Uji Organoleptik (hedonik)

Analisis viskositas, kelarutan, kadar serat pangan, TPC dan organoleptik (perbandingan pasangan)

Tepung Rumput Laut dari jenis terpilih

Page 47: Minuman Rumput Laut

30

3.4. Analisis Data

Rancangan percobaan untuk tahap 1 dan tahap 2 yaitu Rancangan Acak

Lengkap (RAL) 1 faktor. Faktor tahap 1 adalah media perendaman dengan 3 taraf

sedangkan untuk faktor tahap 2 yaitu suhu pengeringan dengan 2 taraf.

Yij = u+ Ai + εij

Dimana : Yij : respon yg ditimbulkan oleh pengaruh bersama taraf ke i;i=1,2,3 faktor Tahap 1 dan tahap 2, pada ulangan ke j; j = 1,2. µ : Nilai tengah (rata-rata) dari seluruh nilai pengamatan. Ai : Pengaruh tahap 1 dan tahap 2 pada taraf ke i ε ij : pengaruh kesalahan penelitian

Faktor tahap 1 = Media perendaman dengan 3 taraf yaitu :

Taraf 1 = air tawar selama 9 jam

Taraf 2 = larutan tepung beras 5 % selama 9 jam

Taraf 3 = air tawar dikombinasikan dengan larutan kapur tohor 0,5 %

Faktor tahap 2 = Suhu pengeringan dengan 2 taraf yaitu :

Taraf 1 = suhu pengeringan 50 oC

Taraf 2 = suhu pengeringan 70 oC

Data yang didapat dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) untuk

mengetahui pengaruh dari perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan

bila ada perbedaan.

3.5. Analisis Sifat Fisik Rumput Laut hasil perendaman dan Tepung

Rumput Laut

Rendemen

Rendemen = Berat akhir yang diperoleh (g) x 100 % Berat awal bahan baku (g)

Page 48: Minuman Rumput Laut

31

Nilai pH

Sekitar 10 gram contoh diencerkan sampai 10 ml dengan air destilata,

diaduk sampai rata. Selanjutnya larutan diukur pH nya dengan pH meter

sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dirata-ratakan.

Viskositas

Pengukuran viskositas dengan menggunakan alat Vibro viscometer (SV-10).

Larutan dengan konsentrasi 5 % dan suhu 50 oC sebanyak 35 – 45 ml diletakkan

pada alat dan pastikan menyentuh sensor pada posisi yang benar. Setelah 15 detik

sejak alat dihidupkan, alat akan menyajikan angka (nilai) viskositas. Pembacaan

akan dilakukan selama 10 kali putaran. Hasil yang didapat dirata-ratakan dan

merupakan nilai viskositas larutan tersebut.

Titik jendal

Larutan tepung rumput laut dengan konsentrasi 5 % (b/b) diisikan ke dalam

tabung reaksi yang berdiameter 1 cm. Tabung-tabung reaksi yang berisi larutan

tepung tersebut kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi air dan

dipanaskan sampai air mencapai 60 oC. setelah itu didiamkan kembali pada suhu

kamar. Selama pendinginan, tabung reaksi tersebut sewaktu-waktu dimiringkan

sambil diamati, jika setelah dimiringkan 45o larutan tepung didalamnya tidak

mengalir, maka dengan cepat thermometer disisipkan ke dalam tabung reaksi dan

dicatat suhu yang diamati.

Titik Leleh

Tabung reaksi berisi larutan tepung hasil pengukuran titik jendal bagian

atasnya ditutup rapat dan didiamkan selama 1 jam sampai terbentuk gel dengan

sempurna. Tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam bak perendaman dalam

posisi terbalik, laju pemanasan diusahakan 1 oC/menit. Pada saat gel di puncak

tabung reaksi tiba-tiba jatuh, suhu air dalam bak pemanasan segera dicatat sebagai

titik leleh.

Page 49: Minuman Rumput Laut

32

Kelarutan (Cotrel and Kovacs, 1980)

Kertas saring dengan luasan tertentu dikeringkan dalam oven selama ½ jam

dan ditimbang. Kemudian dilakukan penyaringan terhadap 0,75 gram produk yang

dilarutkan dalam 100 ml aquades dengan menggunakan pompa vakum. Kertas

saring kemudian dikeringkan dalam oven 100 oC selama 3 jam, lalu ditimbang.

Perhitungan : Kelarutan = Berat kering contoh – berat residu x 100 % Berat kering contoh

3.6. Analisis Sifat Kimia Rumput Laut hasil perendaman dan Tepung

Rumput Laut

Kadar Air (SNI-01-2356-1991)

Pengukuran kadar air menggunakan wadah crusible kosong yang sudah

dipanaskan dalam oven 105 oC sedikitnya 2 jam dan didinginkan dalam desikator,

selanjutnya ditimbang sampai berat konstan (A). Kemudian homogenate contoh

seberat kurang lebih 2 gram (B) dimasukkan ke dalam crucible kosong tersebut

dan diletakkan dalam oven vakum pada suhu 95 – 100 oC dengan tekanan udara

tidak lebih dari 100 mmHg selama 5 jam atau dapat juga menggunakan oven tidak

vakum pada suhu 105 oC selama 16 – 24 jam. Setelah itu, crucible didinginkan di

dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang sampai berat konstan (C ).

Perhitungan :

% Air = (A + B) – C x 100 % B

Kadar Abu Total (SNI-01-2354-1991)

Homogenate contoh seberat kurang lebih 2 gram (B) dimasukkan ke dalam

crucible kosong yang sebelumnya sudah dipijarkan pada suhu 550 oC selama 8

jam dan ditimbang (A). Kemudian homogenate contoh dipijarkan di dalam

furnace pada suhu 550 oC selama 8 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih.

Selanjutnya crucible dan abu ditimbang dengan neraca analitis (C) sampai berat

konstan.

Page 50: Minuman Rumput Laut

33

Perhitungan :

% Abu = (C – A ) x 100 % B

Kadar Protein (AOAC,2000)

Pengukuran kadar protein dilakukan melalui tahap destruksi, destilasi dan

titrasi. Pada tahap destruksi, contoh sekitar 2 gram dimasukkan ke dalam labu

destruksi dan ditambahkan 2 butir tablet katalis atau 7 g K2SO4 dan 0,5 g CuSO4

(0,83 g CuSO4. 5 H2O) serta beberapa butir batu didih. Selanjutnya ditambahan 15

ml H2SO4 pekat (95 – 97 %) dan 3 ml H2O2 dan diamkan 10 menit dalam ruang

asam. Destruksi dilakukan dengan suhu 410 oC selama + 2 jam atau sampai

mendapatkan hasil destruksi yang jernih, kemudian didiamkan hingga suhu kamar

dan ditambahkan 50 ml aquadest. Pada tahap destilasi, alat destilasi dicuci dengan

cara melakukan distilasi aquadest. Apabila destilat yang tertampung mengubah

warna garam borat (merah kuning) maka dilakukan pencucian/destilasi ulang

sampai hasil distilat yang tertampung tidak berubah warna. Selanjutnya labu yang

berisi hasil destruksi dipasang pada rangkaian alat destilasi uap dan ditambahkan

50 ml NaOH 50 % yang mengandung N2S2O3 2,5 %. Hasil destilasi ditampung

dalam Erlenmeyer 250 ml yang berisi 25 ml H3BO3 4 % hingga volume mencapai

minimal 150 ml (hasil destilat akan berubah menjadi kuning). Selanjutnya dititrasi

dengan HCl 0,2 N yang sudah terstandardisasi sampai berwarna merah jambu.

Untuk mengontrol hasil pengukuran dilakukan pengerjaan titrasi blanko seperti

tahapan contoh.

Perhitungan :

% Protein = (ml contoh – ml blanko) HCL x N HCl x 14,007 x 6,25 x 100 % Berat contoh (g) x 1000

Keterangan :

N = Normalitas HCl standar yang digunakan

14,007 = Berat atom Nitrogen

6,25 = Faktor konversi protein untuk ikan.

Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar karbohidrat (% bk) = 100 % - (% K.abu + % K.Protein + % K.lemak)

Page 51: Minuman Rumput Laut

34

Kadar Serat Pangan (Asp et.al., 1983)

Contoh kering homogen diekstraksi lemaknya dengan petroleum eter selama

15 menit pada suhu kamar. Kemudian diambil 1 gram dan dimasukkan ke dalam

labu Erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer Natrium fosfat pH 6.0 serta

dicampur secara menyeluruh. Setelah itu ditambahkan 0,1 ml alfa amylase

(Termamyl 120 L) dan labu ditutup dengan aluminium foil, kemudian diinkubasi

selama 15 menit dalam penangas air panas bergoyang pada suhu 80 oC.

Selanjutnya didinginkan lalu ditambahkan 20 ml air destilata, pH diatur menjadi

1.5 dengan HCl 0,1 N dan elektroda dibersihkan dengan beberapa ml air.

Kemudian ditambahkan pepsin 0,1 gram, ditutup dengan aluminium foil dan

diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 oC selama 1 jam. Lalu

ditambahkan 20 ml air destilata dan diatur pH nya menjadi 6.8 dengan NaOH,

elektroda dibersihkan dengan 5 ml air. Selanjutnya ditambahkan 0,1 gram

pankreatin, kemudian labu ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam

penangas air bergoyang pada suhu 40 oC selama 1 jam, pH diatur menjadi 4.5

dengan HCl 0,1 N. Kemudian disaring dengan crucible, dicuci dengan 2 x 10 ml

air destilata.

Serat Pangan Tidak Larut (Residu / IDF) :

Residu dalam crucible dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90 % dan 2 x 10 ml

aseton. Crucible dikeringkan pada suhu 105 oC sampai bobot tetap dan ditimbang

setelah didinginkan dalam desikator ( D1 ). Kemudian diabukan pada suhu

550 oC selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam

desikator ( I 1)

Serat Pangan Larut (Filtrat/SDF) :

Volume filtrate diatur dan dicuci dengan air sampai 100 ml kemudian

ditambahkan 400 ml etanol 95 % hangat (60 oC) dan dibiarkan presipitasi selama

60 menit (waktu dapat diperpendek). Lalu disaring dengan crucible yang kering

(porositas 2) yang mengandung 0,5 gram celite, selanjutnya dicuci berturut-turut

dengan 2 x 10 ml etanol 78 %, 2 x 10 ml etanol 95 % dan 2 x 10 ml aseton.

Setelah itu filter gelas dikeringkan dalam oven suhu 105 oC sampai berat tetap

dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikaotor (D 2), dan terakhir

Page 52: Minuman Rumput Laut

35

diabukan pada suhu 550 oC selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah

pendinginan dalam desikator (I 2).

Dilakukan juga perhitungan serat blanko dengan menggunakan prosedur

seperti di atas tetapi tanpa menggunakan sample. Nilai blanko ini harus diperiksa

secara berkala dan bila enzim yang digunakan berasal dari batch baru.

Perhitungan :

IDF (%) = D1 – I 1 – B 1 x 100 % W

SDF (%) = D2 – I 2 – B 2 x 100 % W

TDF (%) = IDF + SDF

Keterangan :

W = berat sample (gram) D = berat setelah pengeringan (gram) I = berat setelah pengabuan (gram) B = berat blanko bebas serat (gram)

Kadar Iodium

Salah satu cara penetapan kuantitatif untuk menetapkan kadar iodium dalam

bahan makanan adalah berdasarkan reduksi katalis ion Ce4+ (kuning) menjadi

Ce3+ (tidak berwarna). Metode ini terdiri dari 4 bagian yaitu pembuatan larutan

pereaksi, pembuatan kurva standar, persiapan contoh dan perhitungan kadar

iodium.

a. Pembuatan larutan pereaksi

1. Asam arsenit 0,02 N : sebanyak 0,986 gram arsen trioksida (As2O3)

dilarutkan dalam 10 ml NaOH 0,5 N dalam sebuah gelas piala dan

dipanaskan. Selanjutnya dimasukkan secara kuantitatif ke dalam labu takar

1 liter, diencerkan dengan 850 ml air suling dan ditambahkan 20 ml asam

klorida pekat dan 20,6 ml asam sulfat pekat, kemudian ditepatkan dengan

air suling sehingga 1 liter.

2. Seri ammonium sulfat 0,03 N : 48,6 ml asam sulfat pekat ditambahkan ke

dalam air suling dalam labu takar 1 liter. Kemudian tambahkan 20 gram

seri ammonium sulfat dan dilarutkan, ditepatkan hingga 1 liter.

Page 53: Minuman Rumput Laut

36

3. Larutan pengabuan : sebanyak 212 gram natrium karbonat anhydrous dan

20 gram kalium hipoklorida dilarutkan di dalam 1 liter air suling.

4. Larutan standar indul iodium 4 ug/ml dibuat dengan melarutkan standar

kalium iodide di dalam air suling.

5. Standar kerja iodium : Larutan standar iodium dipipet ke dalam tabung

takar 100 ml masing-masing 1,2,3 dan 4 ml dan ditepatkan hingga tanda

garis. Larutkan ini sekarang mengandung 0,04; 0,08; 0,12 dan 0,16 ug

iodium/ml.

b. Pembuatan kurva standar

Sebanyak 5 ml masing-masing larutan standar kerja iodium 0; 0,04; 0,08;

0,12 dan 0,16 ug iodium/ml dipipet ke dalam tabung reaksi atau kuvet dan

direndam dalam penangas air bersuhu 37 oC. Setelah suhu 37 oC tercapai,

ditambahkan dengan 0,1 ml larutan seri ammonium sulfat ke dalam tabung.

Setelah 20 menit, reduksi seri kepada sero diukur dengan spektrofotometer dengan

panjang gelombang 420 nm. Dilakukan juga blanko tanpa sample atau standar.

Selanjutnya dibuat kurva hubungan konsentrasi (ug iodium/ml) versus serapan

masing-masing larutan standar.

c. Persiapan contoh

Sebanyak 5 gram contoh (mengandung 0,04 – 0,08 ug iodium) ditimbang ke

dalam tabung pyrex 22 x 200 mm (atau 15 x 125 mm) dan ditambahkan larutan

pembantu pengabuan 0,5 ml. Kemudian campuran tersebut dikeringkan dalam

oven pada suhu 105 – 110 oC selama + 2 jam. Selanjutnya tabung dipindahkan ke

dalam tanur lalu suhu dinaikkan perlahan-lahan dan contoh diabukan pada suhu

500 oC selama 4 – 6 jam. Tabung didinginkan, kemudian abu diekstrak dengan

menambahkan 10 ml larutan asam arsenit dan didiamkan selama + 15 menit.

Campuran diputarkan pada 200 rpm selama 20 menit dan sebanyak 5 ml

supernatan dipipet ke dalam tabung reaksi atau kuvet dan direndam dalam

penangas air bersuhu 37 oC. Setelah suhu 37 oC tercapai, ditambahkan dengan

pipet 1,0 ml larutan seri ammonium sulfat ke dalam tabung tepat setelah 20 menit,

reduksi seri kepada sero diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang

420 nm.

Page 54: Minuman Rumput Laut

37

Perhitungan : Iodium (ug/100 gram) = C x V x 100 B Keterangan : C = konsentrasi larutan sample yang terbaca dari kurva standar dalam ug

iodium/ml V = volume ekstrak sample dalam ml (10 ml) B = berat sample dalam gram

3.7. Analisis Mikrobiologi Minuman Berserat Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2339-1991)

Sebanyak 25 g contoh dan 225 ml larutan Butterfields phosphate buffered

steril dimasukkan dalam wadah blender steril atau plastic Stomacher dan

diblender selama 1 – 2 menit. Dengan menggunakan pipet steril pindahkan 1 ml

suspensi tersebut dan masukkan ke dalam larutan Butterfields phosphate buffered

steril untuk mendapatkan pengenceran 10 -2. Pengenceran selanjutnya (10 -3)

dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran 10 -2. Dengan cara yang sama

lakukan pengenceran selanjutnya 10 -4, 10 -5, … sesuai dengan kebutuhan contoh.

Sebanyak 1 ml dipipet dari setiap pengenceran tersebut dan dimasukkan ke dalam

cawan petri steril serta dilakukan secara duplo untuk setiap pengenceran.

Selanjutnya ditambahkan 12 – 15 ml PCA yang sudah didinginkan sampai suhu

44 – 46 oC ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi larutan contoh. Agar

larutan contoh dan media PCA tercampur seluruhnya maka dilakukan pemutaran

cawan ke depan dan ke belakang. Kemudian hitung cawan-cawan yang

mempunyai jumlah koloni 25 – 250 dengan penghitung koloni atau Hand Tally

Counter. Koloni yang dihitung dalam batas 25 – 250.

3.8. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan terhadap rumput laut hasil perendaman dan

tepung rumput laut adalah deskripsi produk yang hasilnya berupa lembar

penilaian (score sheet) dengan nilai 1 sampai 9. Untuk uji organoleptik minuman

berserat terdiri dari uji kesukaan (hedonik) dan uji perbandingan berpasangan.

Minuman berserat dibuat dengan melarutkan sebanyak 8 gram untuk masing-

Page 55: Minuman Rumput Laut

38

masing formula ke dalam 230 ml air, sesuai dengan aturan penyajian pada

minuman berserat komersil. .

a. Uji kesukaan menggunakan angka 9 untuk nilai tertinggi dan 1 untuk nilai

terendah. Parameter uji meliputi rasa, aroma, kenampakan dan kekentalan.

Kriteria penilaian seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Penilaian Uji Kesukaan

Skala Hedonik Nilai

Amat sangat suka 9 Sangat suka 8 Suka 7 Agak suka 6 Netral 5 Agak tidak suka 4 Tidak suka 3 Sangat tidak suka 2 Amat sangat tidak suka 1

b. Uji perbandingan pasangan (Rahayu, 2001)

Formula terpilih kemudian dilakukan uji perbandingan pasangan dengan

produk komersial. Pada uji perbandingan pasangan, panelis melakukan

penilaian berdasarkan formulir isian (Lampiran 1) dengan memberikan angka

berdasarkan skala kelebihan, yaitu lebih baik atau lebih buruk. Penilaian uji

berpasangan berupa angka, yaitu -3 = sangat lebih buruk, -2 = lebih buruk,

-1 = agak lebih buruk, 0 = tidak berbeda, 1 = agak lebih baik, 2 = lebih baik,

3 = sangat lebih baik.

Page 56: Minuman Rumput Laut

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1. Media Perendam Rumput Laut

Rumput laut atau algae merupakan bagian terbesar dari tanaman laut.

Tanaman ini yang juga dikenal dengan nama seaweed adalah tanaman tingkat

rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan

daun. Bentuk tanaman ini sebenarnya merupakan bentuk thallus dan tumbuh

tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia.

Beberapa bahan pemutih/pemucat umumnya digunakan untuk memucatkan

rumput laut. Pada penelitian ini bahan pemucat yang digunakan sesuai dengan

persyaratan yang telah ditetapkan (food grade) dan sedikit mungkin menggunakan

bahan kimia. Jenis media yang digunakan untuk memucatkan rumput laut adalah

air tawar, larutan tepung beras 5 % dan larutan kapur tohor 0,5 %. Air tawar

merupakan media perendam alami dan hampir tidak ada dampak yang

ditimbulkan. Beberapa pigmen rumput laut dapat terpecah dan larut dalam air

tawar. Tepung beras dengan kandungan pati yang tinggi diharapkan dapat

menghilangkan bau amis dan memberikan warna yang bersih pada rumput laut.

Larutan kapur tohor 0,5 % adalah bahan kimia yang digunakan untuk

menghilangkan pigmen warna pada rumput laut. Menurut Angka dan Suhartono

(2000), untuk mendapatkan rumput laut yang tidak berwarna (cenderung putih

bersih) dapat dilakukan proses pemucatan yaitu perendaman dalam larutan

pemutih/pemucat. Larutan pemucat yang digunakan adalah larutan kaporit

(Ca(OCl)2) 0,25 %, larutan kapur tohor (CaO) 0,50 % atau Natrium hipoklorit

(Na(OCl)) 0,25%. Penggunaan bahan pemucat yang mengandung senyawa

khlorin (Cl2, Ca(OCl)2 dan Na(OCl)) telah lama digunakan di Indonesia. Prosedur

ini masih disetujui oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO/WHO) dan

negara importir seperti Amerika Serikat dan Jepang. Namun di Uni Eropa (UE)

penggunaan senyawa khlorin untuk desinfektan dan produk perikanan sudah tidak

diperkenankan, sesuai ketentuan Council Directive No. 80/778/EEC karena

dinilai bersifat karsinogenik yang berbahaya bagi kesehatan manusia (BPPMHP,

2005). Kapur tohor merupakan bahan yang bersifat reaktif dengan air. Reaksi CaO

dengan air membentuk Ca(OH)2 merupakan reaksi eksoterm yang akan

Page 57: Minuman Rumput Laut

40

melepaskan kalor dan menghasilkan bahan yang berbentuk serbuk putih (Chang

dan Tikkanen, 1988). Perlakuan perendaman yang diberikan pada penelitian ini

berbeda untuk masing-masing rumput laut tetapi tetap menggunakan media yang

sama. Melalui proses perendaman akan didapatkan rumput laut yang memiliki

kenampakan (warna) putih, tidak berbau dan tekstur yang padat, sehingga tepung

rumput laut yang dihasilkan siap diolah menjadi produk lanjutan yang memiliki

nilai tambah (value added product). Lembar penilaian (score sheet) untuk

masing-masing jenis rumput laut ada dalam Lampiran 2, 3 dan 4.

4.1.1. Media Perendam Rumput Laut Eucheuma cottonii

Bahan baku rumput laut yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput

laut kering tawar yang dibeli dari petani rumput laut di kepulauan seribu. Rumput

laut ini sebelumnya sudah mengalami perlakuan sehingga didapat rumput laut

kering tawar dengan warna kuning pucat (Gambar 7 b).

(a) (b)

Gambar 7. RL Eucheuma cottonii kering asin (a) dan setelah fermentasi (b).

Selanjutnya dilakukan perlakuan penelitian yaitu untuk mendapatkan rumput

laut yang memiliki kenampakan (warna) putih, tidak berbau amis, tekstur yang

tidak lembek. Media perendam yang digunakan yaitu air tawar selama 9 jam

(perlakuan A), larutan tepung beras 5 % selama 9 jam (perlakuan B) dan air tawar

9 jam kemudian larutan kapur tohor 0,5 % selama 10 menit (perlakuan C). Rata-

rata penilaian panelis terhadap rumput laut hasil perendaman disajikan pada

Tabel 12.

Page 58: Minuman Rumput Laut

41

Tabel 12. Nilai rata-rata RL Eucheuma cottonii dalam media perendam

Media Perendam Parameter Nilai Deskripsi

Air tawar Kenampakan Bau Tekstur

7,0

6,5 7,3

Bersih, kurang transparan, warna putih kekuningan tidak merata, agak cemerlang. Segar, sedikit agak amis Thalus padat, agak liat, agak mudah patah

Tepung Beras Kenampakan Bau Tekstur

6,2

4,6 6,7

Bersih, tidak transparan, warna putih kekuningan, agak kusam Kurang segar, sedikit bau tambahan Thalus agak lunak, agak mudah patah

Air tawar 9 jam, Kapur tohor 0,5 % 10 menit

Kenampakan Bau Tekstur

7,3

3,4 7,2

Bersih, kurang transparan, warna putih kekuningan tidak merata, agak cemerlang. Kurang segar, sedikit bau tambahan Thalus padat, agak liat, agak mudah patah

Hasil analisis ragam memberikan hasil berbeda nyata terhadap kenampakan

rumput laut. Uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan A tidak berbeda nyata

dengan perlakuan C, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda dengan perlakuan B

(Lampiran 5). Kenampakan yang paling baik adalah pada perlakuan C tetapi

masih dalam nilai yang sama pada lembar penilaian (Tabel 12) dengan rumput

laut perlakuan A.

Hasil analisis ragam bau rumput laut memberikan hasil berbeda nyata

terhadap semua media perendam (Lampiran 6). Uji lanjut yang dilakukan

menyatakan masing-masing perlakuan berbeda nyata, nilai tertinggi ada pada

rumput laut perlakuan A. Pada perlakuan A bau amis masih ada walaupun hanya

sedikit, sedangkan pada perlakuan B dan C tercium bau tambahan yang kurang

enak, hal ini kemungkinan karena adanya residu tepung beras dan kapur tohor

yang terserap oleh thallus-thallus rumput laut.

Hasil analisis tekstur rumput laut hasil perendaman menunjukkan adanya

beda nyata (Lampiran 7). Uji lanjut menyatakan perlakuan A tidak berbeda

dengan perlakuan C tetapi keduanya berbeda dengan perlakuan B. Nilai tertinggi

Page 59: Minuman Rumput Laut

42

ada pada rumput laut perlakuan A, tetapi perlakuan A dan C berada pada kisaran

nilai yang sama pada lembaran nilai (Tabel 12).

Berdasarkan nilai pada lembar penilaian (Tabel 12), maka perlakuan A

merupakan perlakuan yang terbaik (Gambar 8), sehingga perlakuan yang akan

dilanjutkan untuk penelitian tahap berikutnya adalah perlakuan A. Selanjutnya

dilakukan analisa terhadap kandungan nutrisinya. Nilai kadar air rumput laut

perlakuan A adalah 93,1 %, selengkapnya tersaji pada Tabel 13.

Tabel 13. Komposisi kimia RL Eucheuma cottonii (perlakuan A)

Komponen Jumlah

Kadar abu (%, bk) Kadar lemak (%, bk) Kadar protein (%, bk) Karbohidrat (%, bk) Serat pangan larut (%, bb) Serat pangan tidak larut (%, bb) Serat pangan total (%, bb) Iodium (ug/g, bk)

18 3,39 0,43 75,36 5,75 3,87 9,62 38,94

Gambar 8. RL Eucheuma cottonii hasil perendaman terbaik (perlakuan A).

4.1.2. Media Perendam Rumput Laut Glacilaria sp

Rumput laut jenis Glacilaria sp yang digunakan pada penelitian ini

didapatkan dari petani rumput laut di Kepulauan Seribu. Rumput laut yang dibeli

dalam keadaan kering asin, artinya untuk rumput laut jenis ini tidak ada perlakuan

yang diberikan setelah panen (Gambar 9b). Setelah panen rumput laut hanya

dicuci saja untuk menghilangkan kotoran ataupun lumpur yang terbawa saat

Page 60: Minuman Rumput Laut

43

panen, kemudian dijemur sampai kering. Bentuk thallusnya yang kecil

menyebabkan banyak lumpur dan kotoran yang terbawa saat panen sehingga

pencucian harus dilakukan sampai benar-benar bersih. Rumput laut kering masih

memiliki warna ungu kemerahan yang merupakan ciri rumput laut merah

(Gambar 9a).

Rumput laut Glacilaria sp mempunyai pigmen hijau kemerahan. Warna ini

disebabkan oleh klorofil, karoten dan biliprotein. Senyawa biliprotein berada

dalam bentuk fikosianin dan fikoritrin (Goodwin, 1974). Pada penelitian ini

proses pemucatan dilakukan dengan perlakuan perendaman, yaitu dalam air tawar

9 jam (perlakuan D), larutan tepung beras 9 jam (perlakuan E), dan air tawar 2

jam kemudian larutan kapur tohor 0,5 % selama 10 menit dan dikeringkan

(perlakuan F). Penggunaan selanjutnya rumput laut direndam kembali dalam air

tawar selama 7 jam untuk menghilangkan dan menetralkan bau kapur.

(a) (b)

Gambar 9. RL Glacilaria sp segar (a) dan kering asin (b)

Pigmen warna pada rumput laut Glacilaria sp sangat kuat sehingga tidak

dapat larut dalam air tawar maupun larutan tepung beras. Perendaman dalam

larutan kapur tohor 0,5 % selama 10 menit dapat melunturkan pigmen merah

keunguan pada rumput laut tetapi pigmen hijau masih kuat, sehingga dilakukan

penjemuran untuk menghilangkan warna hijau, setelah kering warna yang

dihasilkan adalah krem pucat (Gambar 10). Rata-rata penilaian panelis terhadap

rumput laut hasil perendaman disajikan pada Tabel 14.

Page 61: Minuman Rumput Laut

44

Gambar 10. RL Glacilaria sp hasil perendaman terbaik (perlakuan F).

Tabel 14. Nilai rata-rata RL Glacilaria sp dalam media perendam Media perendaman Parameter Nilai Deskripsi

Air tawar Kenampakan Bau Tekstur

5,2

4,9

6,7

Kurang bersih, tidak transparan, warna ungu kehijauan, agak kusam Kurang segar, amis cukup dominan Thalus padat, agak liat, agak mudah patah

Tepung Beras Kenampakan Bau Tekstur

5,5

5,2

6,8

Bersih, tidak transparan, warna putih ungu kehijauan, tidak merata, agak kusam Kurang segar, amis cukup dominan Thalus padat, agak liat, agak mudah patah

Air tawar 2 jam Kapur tohor 0,5 % 10 menit, keringkan, rendam air tawar 7 jam

Kenampakan Bau Tekstur

7,8

6,1 7,0

Bersih, transparan, warna putih krem tidak merata, cemerlang Segar, sedikit agak amis Thalus padat, agak liat, agak mudah patah

Hasil analisis ragam terhadap kenampakan rumput laut memberikan hasil

berbeda nyata (Lampiran 8). Uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan F berbeda

nyata dengan perlakuan D dan E, sedangkan perlakuan D tidak berbeda dengan

perlakuan E. Perlakuan F merupakan perlakuan terbaik yang memberikan nilai

kenampakan 7,8 pada lembar penilaian (Tabel 14). Senyawa yang menyebabkan

warna secara umum merupakan komponen organik yang memiliki ikatan rangkap

Page 62: Minuman Rumput Laut

45

berganti-ganti. Dekolorisasi dapat dilakukan dengan menghancurkan satu atau

lebih ikatan ganda dalam sistem konyugasi dengan reaksi adisi pada ikatan ganda

atau hasil pemutusannya. Kapur tohor yang digunakan pada perendaman

mengakibatkan terpecahnya komponen penyusun warna, dan proses penjemuran

diduga menyempurnakan pemucatan. Eskin et.al (1971) menyatakan bahwa

pengoksidasian lebih lanjut diduga akan menghasilkan pemecahan cincin isosiklik

pada klorofil secara sempurna. Pemotongan dapat berlangsung secara cepat yang

menghasilkan sejumlah besar kehilangan warna dan senyawa yang mempunyai

berat molekul rendah. Sejalan dengan penurunan jumlah klorofil, kandungan

karotenpun akan menurun.

Analisis ragam bau rumput laut memberikan hasil berbeda nyata terhadap

perlakuan media perendam (Lampiran 9). Uji lanjut menunjukkan bahwa

perlakuan F berbeda dengan perlakuan D dan E, sedangkan perlakuan D dan E

tidak berbeda. Bau amis yang masih menyengat merupakan salah satu faktor

penting yang harus diperhatikan, karena untuk penggunaan selanjutnya dapat

mempengaruhi produk yang dihasilkan. Produk dengan bau yang kurang disukai

akan mempengaruhi selera makan.

Hasil analisis ragam terhadap tekstur rumput laut memberikan hasil tidak

berbeda antara 3 perlakuan media perendam (Lampiran 10). Rumput laut memiliki

thalus padat (tidak mudah hancur), agak liat dan agak mudah patah. Berdasarkan

hasil analisis tersebut, rumput laut dengan perlakuan F memiliki nilai yang paling

baik. Selanjutnya dilakukan analisis sifat kimia meliputi proksimat, karbohidrat,

kadar serat dan iodium. Kadar air rumput laut hasil perendaman adalah 89,91 %,

komposisi kimia lainnya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Komposisi kimia RL Glacilaria sp (perlakuan F)

Komponen Jumlah

Kadar abu (%, bk) Kadar lemak (%, bk) Kadar protein (%, bk) Karbohidrat (%, bk) Serat pangan larut (%, bb) Serat pangan tidak larut (%, bb) Serat pangan total (%, bb) Iodium (ug/g, bk)

8,09 11,05 0,31 79,08 5,83 3,93 9,76 29,94

Page 63: Minuman Rumput Laut

46

4.1.3. Media Perendam Rumput Laut Sargassum sp

Rumput laut Sargassum sp diperoleh dari perairan Binuangeun (Kabupaten

Lebak, Propinsi Banten). Rumput laut coklat ini dibeli dari petani rumput laut

dalam keadaan kering asin, artinya setelah panen rumput laut dicuci dengan air

tawar berkali-kali hingga bersih, setelah itu ditiriskan dan dijemur sampai kering

(Gambar 11b).

Pada tahap selanjutnya dilakukan perendaman dan pemucatan untuk

mendapatkan rumput laut yang siap diolah menjadi tepung rumput laut.

Perendaman dilakukan dalam beberapa jenis media, yaitu air tawar 9 jam

(perlakuan G), larutan tepung beras 9 jam (perlakuan H), air tawar 9 jam

kemudian larutan kapur tohor 0,5 % selama 10 menit (perlakuan I). Tabel 16

menunjukkan nilai rata-rata Sargassum sp untuk masing-masing media perendam.

(a) (b)

Gambar 11. RL Sargassum sp segar (a) dan kering (b).

Hasil analisis ragam kenampakan rumput laut menunjukkan berbeda nyata

terhadap perlakuan yang diberikan. Uji lanjut yang diperoleh menyatakan bahwa

masing-masing perlakuan berbeda nyata (Lampiran 11). Nilai kenampakan paling

tinggi ada pada rumput laut yang direndam dalam air tawar selama 9 jam

(perlakuan G) (Gambar 12). Perlakuan yang diberikan pada rumput laut coklat ini

tidak menghasilkan rumput laut dengan kenampakan (warna) putih, tetapi tetap

dengan warna aslinya yaitu coklat. Berbeda dengan pigmen algae merah, pigmen

algae coklat tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak terjadi pemucatan saat

perendaman. Pada perendaman dengan kapur tohor terjadi perubahan warna yang

Page 64: Minuman Rumput Laut

47

semakin gelap (coklat tua) dari warna aslinya (coklat muda cemerlang).

Perendaman dengan larutan tepung beras memberikan warna yang agak redup

(kusam). Rumput laut coklat berbeda dari jenis rumput laut lainnya dalam hal

kandungan pigmen dan kimianya. Menurut Indriani dan Suminarsih (2003),

Sargassum sp mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karotin, violasantin dan

fukosantin, pirenoid dan filakoid (lembaran fotosintesis). Yunizal (2004)

menyatakan bahwa keberadaan pigmen fukosantin pada rumput laut coklat

menutupi pigmen lainnya dan memberikan warna coklat yang sangat dominan.

Tabel 16. Nilai rata-rata RL Sargassum sp dalam media perendam

Media perendaman Parameter Nilai Deskripsi

Air tawar Kenampakan Bau Tekstur

7,8

6,8 7,2

Bersih, coklat muda tidak merata, cemerlang Segar, bau spesifik jenis Thalus padat, agak liat, agak mudah patah

Tepung Beras Kenampakan Bau Tekstur

6,2

6,0 7,0

Bersih, coklat tua, tidak merata, agak kusam Segar, sedikit agak amis Thalus padat, agak liat, agak mudah patah

Air tawar 9 jam Kapur tohor 0,5 % 10 menit

Kenampakan Bau Tekstur

5,7

3,6

7,2

Bersih, coklat tua, tidak merata, agak kusam Kurang segar, sedikit bau tambahan Thalus padat, agak liat, agak mudah patah

Analisis ragam bau rumput laut memberikan hasil berbeda nyata. Uji lanjut

menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan media perendam berbeda nyata

(Lampiran 12). Nilai paling baik adalah rumput laut dengan media perendam air

tawar selama 9 jam (perlakuan G), kemudian perlakuan H selanjutnya adalah

perlakuan I. Bau yang khas (seperti bau daun teh) masih tercium terutama pada

perlakuan G. Pada perlakuan H dan I ada tercium bau lain seperti bau tepung dan

bau kapur. Analisis ragam terhadap tekstur memberikan hasil tidak berbeda nyata

(lampiran 13). Ketiga perlakuan memiliki tekstur yang cenderung sama yaitu

thallus padat, agak liat dan agak mudah patah. Berdasarkan data yang didapat

Page 65: Minuman Rumput Laut

48

(Tabel 16) maka untuk tahap selanjutnya rumput laut dengan media perendam air

tawar selama 9 jam akan dilanjutkan menjadi tepung rumput laut..

Gambar 12. RL Sargassum sp hasil perendaman terbaik (perlakuan G).

Komposisi kimia rumput laut coklat sangat bervariasi, tergantung pada jenis

(spesies), masa perkembangannya dan kondisi tempat tumbuhnya. Kadar air

rumput laut hasil perendaman adalah 88,88 %, komposisi selengkapnya dapat

dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Komposisi kimia RL Sargassum sp (perlakuan G)

Komponen Jumlah

Kadar abu (%, bk) Kadar lemak (%, bk) Kadar protein (%, bk) Karbohidrat (%, bk) Serat pangan larut (%, bb) Serat pangan tidak larut (%, bb) Serat pangan total (%, bb) Iodium (ug/g, bk)

16,03 9,26 0,45 74,28 7,33 4,46 11,79 26,95

Page 66: Minuman Rumput Laut

49

4.2. Sifat fisik-kimia Tepung Rumput Laut

Penelitian tahap 2 bertujuan untuk mengkaji sifat fisik-kimia tepung rumput

laut. Masing-masing jenis rumput laut hasil perendaman terbaik selanjutnya

diproses menjadi tepung rumput laut. Tahapan yang dilakukan adalah pencucian,

perendaman, penghancuran, pengeringan, penepungan dan pengayakan. Rumput

laut Eucheuma cottonii, Sargassum sp, dan Glacilaria sp kering dicuci dan

dibersihkan dengan air mengalir, untuk menghilangkan kotoran dan benda asing

yang masih menempel pada rumput laut. Selanjutnya direndam dalam media

perendam yang terbaik untuk masing-masing jenis rumput laut hasil dari

penelitian tahap 1 dan ditirisksn. Tahap berikut adalah penghancuran

menggunakan grinder, kemudian pengeringan rumput laut dengan oven. Suhu

pengeringan yang diberikan adalah 50 oC dan 70 oC. Selama pengeringan

dilakukan pengadukan agar proses pengeringan berlangsung sempurna. Pemilihan

suhu pengering didasarkan pada suhu yang terlalu tinggi dapat merusak komposisi

kimia dan unsur penting yang dikandung rumput laut, sedangkan suhu yang

rendah akan memerlukan waktu yang lama sehingga kemungkinan akan terjadi

reaksi mailard (browning). Selanjutnya tahap penepungan (penggilingan). Alat

penepung yang digunakan pada penelitian ini adalah alat penepung modifikasi

selanjutnya dihaluskan dengan blender kering. Tahap terakhir yaitu pengayakan

dengan saringan berukuran 48 dan dimasukkan dalam wadah tertutup selanjutnya

dianalisis sifat fisiko-kimianya. Tepung rumput laut Eucheuma cottonii,

Glacilaria sp, dan Sargassum sp dapat dilihat pada Gambar 13..

Analisis yang dilakukan pada masing-masing jenis tepung rumput laut yaitu

analisis Rendemen, pH, viskositas, kelarutan, titik jendal, titik leleh, kadar air,

kadar abu, kadar protein, karbohidrat, kandungan serat pangan (serat pangan larut

/SDF, serat pangan tak larut /IDF dan total serat pangan/TDF), iodium dan

organoleptik (score sheet) meliputi kenampakan, bau dan tekstur.

Page 67: Minuman Rumput Laut

50

TRL Eucheuma cottonii TRL Glacilaria sp TRL Sargassum sp

Gambar 13. Tiga Jenis Tepung Rumput Laut.

4.2.1. Rendemen

Rendemen merupakan prosentase antara produk akhir (tepung rumput laut)

dengan produk awal (rumput laut hasil perendaman). Untuk mengetahui nilai

ekonomis suatu produk, salah satu parameter yang dapat digunakan adalah

rendemen. Semakin tinggi rendeman suatu produk maka nilai ekonomisnya akan

meningkat.

Gambar 14 menyajikan rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini. Salah

satu tahap yang menentukan dalam pengolahan tepung rumput laut adalah pada

proses penepungan. Proses penepungan memerlukan mesin penepung yang

mampu menggerus (menghaluskan) thallus kering rumput laut. Kandungan serat

yang tinggi dan kadar air yang rendah menyebabkan thallus sangat liat dan sukar

dihancurkan. Kendala yang dihadapi pada penelitian ini yaitu peralatan

penepungan yang kurang memadai. Proses penepungan dilanjutkan dengan alat

Page 68: Minuman Rumput Laut

51

blender kering tetapi tidak dapat mencapai hasil yang maksimal karena tidak

semua rumput laut kering habis dihancurkan. Hal ini karena pemblenderan yang

berulang-ulang dapat merusak komposisi kimia dari tepung rumput laut. Menurut

Voigt (1995), pemilihan jenis peralatan penghalus atau penggilingan tergantung

dari jumlah material dan sifat-sifat fisiknya (kekerasan, elastisitas, kerapuhan,

lengket dan sebagainya), ukuran awal dari bahan yang digiling serta ukuran

produk yang diinginkan.

Gambar 14. Rendemen Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan data yang dihasilkan, analisis ragam yang dilakukan

menyatakan untuk rendemen tepung rumput laut Eucheuma cottonii berbeda

nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 14). Hasil terbaik adalah

pada perlakuan suhu 70 oC dengan rendemen sebesar 8,33 % sedangkan pada suhu

pengeringan 50 oC adalah 8,01 %. Analisis terhadap rendemen tepung rumput

laut Glacilaria sp menyatakan tidak berbeda nyata (Lampiran 15), sedangkan

untuk rendemen tepung rumput laut Sargassum sp berbeda sangat nyata antara 2

perlakuan suhu pengeringan. Suhu pengeringan yang terbaik yaitu 70 oC dengan

hasil rendemen sebanyak 7,94 % (Lampiran 16).

4.2.2. pH

Pengukuran nilai pH 3 jenis tepung rumput laut pada penelitian ini adalah

antara 6,45 sampai 7,74 (Gambar 15). Menurut Gaman dan Sherrington (1992),

8,01 7,94

7,14

8,338,12

7,94

6,46,66,8

77,27,47,67,8

88,28,48,6

Eucheuma Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Ren

dem

en (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 69: Minuman Rumput Laut

52

jika konsentrasi ion hydrogen bertambah maka pH nya akan turun. Pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk dapat dikontrol dengan cara menurunkan pH pangan.

pH juga dapat digunakan sebagai indikator perubahan warna pada bahan pangan.

Gambar 15. pH Tepung Rumput Laut.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan tidak berbeda

nyata terhadap pH tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp

(Lampiran 17 dan 18), tetapi berbeda nyata terhadap pH tepung rumput laut

Sargassum sp (Lampiran 19). Berdasarkan tingkat keasaman, ketiga jenis tepung

rumput laut ini termasuk pada pangan berasam rendah (pH > 4,5).

4.2.3. Viskositas

Viskositas adalah pengukuran daya tahan/hambatan suatu larutan untuk

mengalir. Meskipun molekul-molekul dalam larutan berada dalam pergerakan

acak yang konstan, tetapi kecepatannya pada arah tertentu bernilai nol, kecuali

jika diberikan suatu gaya yang menyebabkan suatu larutan dapat mengalir. Gaya

yang cukup besar yang diperlukan untuk dapat membuat suatu larutan mengalir

pada kecepatan tertentu berhubungan dengan viskositas suatu larutan. Aliran

terjadi pada saat molekul suatu larutan saling menyalip satu sama lain dengan

kecepatan tertentu serta pada bidang tertentu pula (Toledo, 1991).

Uji viskositas dilakukan pada konsentrasi tepung 5 % dan suhu 50 oC,

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini.

7,11 7,13

7,74

6,45

7,57

7,22

5,5

6

6,5

7

7,5

8

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

pH

Suhu 50 οC Suhu 70 oC

Page 70: Minuman Rumput Laut

53

Tabel 18. Viskositas Tepung Rumput Laut (centipoises) pada konsentrasi 5 % suhu 50 oC

Tepung rumput laut Suhu pengeringan 50 oC Suhu pengeringan 70 oC

Eucheuma cottonii 5080,36 4970,40 Glacilaria sp 18,58 20,89 Sargassum sp 0,997 3,42

Berdasarkan data hasil penelitian, analisis yang dilakukan menunjukkan

bahwa untuk viskositas tepung rumput laut Eucheuma cottonii berbeda nyata

antara dua perlakuan suhu pengeringan. Hasil pengukuran yang diperoleh

menyatakan perlakuan yang terbaik adalah pengeringan pada suhu 50 oC, dengan

nilai viskositas 5080,36 cps (Lampiran 20). Eucheuma cottonii adalah salah satu

jenis algae merah yang menghasilkan karagenan. Viskositas karagenen

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi, temperatur, tingkat dispersi,

kandungan sulfat, inti elektrik, keberadaan elektrolit dan non elektrolit, teknik

perlakuan, serta tipe dan berat molekul karagenan. Viskositas larutan karagenan

akan menurun dengan adanya peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi

yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan. Untuk menghindari

terjadinya degradasi karagenan akibat pemanasan, maka diusahakan agar polimer

hidrokoloid lebih stabil dengan cara pengaturan pH (Towle, 1973). Menurut

Guiseley et.al. (1980) untuk menghindari terjadinya degradsi maka pemanasan

dapat dilakukan pada atau mendekati kondisi yang mempunyai kestabilan

optimum yaitu pada pH 9. Pada penelitian ini nilai viskositas tepung dengan suhu

pengeringan 70 oC lebih rendah daripada viskositas tepung yang dikeringkan pada

suhu 50 oC. Hal ini kemungkinan disebabkan perlakuan suhu pengeringan yang

berbeda dan pH tepung yang dihasilkan. pH tepung rumput laut yang dikeringkan

pada suhu 70 oC adalah 6,45 sedangkan pada suhu 50 oC adalah 7,11, sehingga

adanya perbedaan nilai viskositas kemungkinan disebabkan oleh pengaruh kadar

air dan pH tepung.

Analisis ragam terhadap viskositas tepung rumput laut Glacilaria sp

menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antara dua perlakuan suhu pengeringan

(Lampiran 21). Glacilaria sp disebut juga sebagai agarose karena merupakan

algae penghasil agar-agar. Menurut Furia (1980) dalam Suwandi et.al. (2002),

besarnya viskositas larutan agar-agar bervariasi menurut suhu dan pH, tetapi

Page 71: Minuman Rumput Laut

54

mendekati konstan pada selang pH 4,5 sampai 9,0. Winarno (1990)

menambahkan bahwa dalam kisaran pH tersebut, larutan dengan konsentrasi 1 %

dan 5 % pada suhu 45 oC mempunyai viskositas antara 2 – 10 centipoise.

Viskositas tepung rumput laut Glacilaria sp pada penelitian ini adalah 18,58 dan

20,89 cps pada suhu 50 oC dan 70 oC. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya asal bahan baku yang berbeda, umur panen, maupun

alat uji yang digunakan.

Untuk tepung rumput laut Sargassum sp, hasil analisis sidik ragam

menunjukkan bahwa suhu pengeringan berbeda nyata terhadap viskositasnya.

Nilai tertinggi ditunjukkan pada perlakuan suhu pengeringan 70 oC yaitu 3,42 cps

(Lampiran 22). Tepung ini berbeda dengan 2 jenis tepung lainnya. Tepung rumput

laut Sargassum sp yang dikeringkan pada suhu 70 oC membentuk larutan yang

lebih homogen daripada tepung yang dikeringkan pada suhu 50 oC. Tepung yang

dikeringkan pada suhu 50 oC, tidak membentuk larutan homogen, ada 2 lapisan

yang terbentuk yaitu cairan yang berwarna coklat dan endapan tepung hal ini

terlihat dari rendahnya nilai viskositasnya.

Tepung rumput laut Sargassum sp berbeda dengan 2 jenis tepung lainnya.

Tepung Sargassum sp tidak menghasilkan larutan yang homogen dan mengental

pada konsentrasi 5 % suhu 50 oC. Kekentalan dan kemampuan tepung rumput

laut membentuk larutan yang homogen akan mempengaruhi produk lanjutan yang

akan diproduksi, misalnya minuman berserat. Hal ini karena diharapkan tepung

rumput laut akan larut sempurna dalam air.

4.2.4. Titik Jendal dan Titik Leleh.

Titik jendal dan titik leleh yang diamati pada penelitian ini untuk

mengetahui kemampuan pembentukan gel tepung rumput laut. Menurut Gliksman

(1969), proses pembentukan gel bersifat reversible, artinya gel mencair pada

pemanasan dan cairan membentuk gel kembali pada pendinginan. Fardiaz (1989)

menyatakan pembentukan gel adalah suatu fenomena atau pengikatan silang

rantai-rantai polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan.

Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau mengimobolisasikan air di dalamnya

dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.

Page 72: Minuman Rumput Laut

55

Uji titik jendal dan titik leleh yang dilakukan terhadap 3 jenis tepung rumput

laut yang dikeringkan pada suhu 50 oC dan 70 oC, memberikan hasil yaitu hanya

tepung rumput laut Eucheuma cottonii yang dapat membentuk gel. Tepung

rumput laut Eucheuma cottonii yang dikeringkan pada suhu 50 oC memiliki titik

jendal 34 oC dan titik leleh 75 oC. Sedangkan Eucheuma cottonii yang

dikeringkan pada suhu 70 oC memiliki titik jendal 32 oC dan titik leleh 70 oC.

Semakin tinggi titik jendal maka semakin tinggi pula titik lelehnya. Eucheuma

cottonii adalah rumput laut penghasil karagenan yang mempunyai kemampuan

membentuk gel yang tinggi. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis

hydrocolloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya (Fardiaz, 1989).

Pembentukan gel ini terjadi diperkirakan karena terbentuknya struktur doble

helix. Pada saat larutan dalam keadaan panas, rantai polimer membentuk formasi

koil secara acak. Pada saat pendinginan, formasi berubah menjadi doble helix

membentuk ikatan silang seperti jala atau jaring secara kontinyu. Pada

pendinginan selanjutnya polimer saling berikatan membentuk gel yang kuat.

Berbeda dengan tepung rumput laut Eucheuma cottonii, tepung rumput laut

Glacilaria sp tidak dapat menjendal tetapi membentuk larutan kental yang

homogen, walaupun hasil ekstraksi dari Glacilaria adalah agarosa yang

merupakan senyawa hydrocolloid dengan kemampuan membentuk gel yang

tinggi. Tidak terbentuknya gel pada tepung rumput laut Glacilaria sp

kemungkinan suhu pemanasan yang kurang, sehingga tidak terbentuk formasi

koil acak yang akan membentuk struktur doble helix yang mengikat rantai

molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel setelah pendinginan.

Tepung rumput laut Sargassum sp juga tidak dapat membentuk gel sehingga

tidak dihasilkan titik jendal dan titik leleh. Butir–butir tepung rumput laut terlihat

terpisah dengan air sehingga larutan tidak homogen. Warna tepung rumput laut

terhidrolisis dalam air sehingga larutan berwarna coklat seperti warna tepungnya.

4.2.5. Kelarutan

Data hasil pengukuran kelarutan 3 jenis tepung rumput laut disajikan

pada Gambar 16.

Page 73: Minuman Rumput Laut

56

Gambar 16. Kelarutan Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan data tersebut, kelarutan yang paling tinggi ada pada tepung

rumput laut Eucheuma cottonii yang dikeringkan pada suhu 70 oC yaitu 36,8 %

dan paling rendah adalah tepung rumput laut Glacilaria sp pada pengeringan 50 oC yaitu 15,03 %. Menurut Vogel (1978) kelarutan adalah jumlah zat yang dapat

dilarutkan dalam pelarutnya. Kelarutan tergantung pada suhu, tekanan,

konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan dan komposisi kelarutannya, serta

sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran tersebut.

Muchtadi et.al. (1993) menyatakan pelarut yang baik adalah air. Air melarutkan

berbagai senyawa organik yang mempunyai gugus karboksil atau asam amino

yang cenderung berionisasi oleh interaksinya dengan air.

Hasil analisis ragam kelarutan tepung rumput laut Eucheuma cottonii

menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata terhadap suhu pengeringan.

Dari hasil pengukuran yang diperoleh menyatakan bahwa perlakuan pengeringan

pada suhu 70 oC adalah yang terbaik nilai kelarutannya (Lampiran 23). Demikian

juga untuk kelarutan tepung rumput laut Glacilaria sp, analisis sidik ragam

menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (Lampiran 24). Perlakuan suhu

pengeringan 70 oC adalah yang terbaik nilai kelarutannya dibanding nilai

perlakuan pengeringan pada suhu 50 oC. Analisis ragam kelarutan tepung rumput

laut Sargassum sp juga menyatakan perbedaan yang sangat nyata. Tepung dengan

suhu pengeringan 50 oC memiliki nilai kelarutan yang lebih tinggi (Lampiran 25).

27,6

15,03

26,96

36,8

18,01 18,21

0

5

10

15

20

25

30

35

40

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kela

ruta

n (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 74: Minuman Rumput Laut

57

Menurut Suardi (2002), kelarutan dalam air dipengaruhi oleh jenis komponen

kimia karbohidrat penyusunnya. Semakin tinggi kandungan polisakarida

khususnya polisakarida bukan pati dari bahan maka semakin rendah kelarutannya

dalam air dan sebaliknya. Hal ini karena polisakarida bukan pati sulit mengalami

hidrolisis dalam air. Bahan makanan yang memiliki kelarutan tinggi akan

memiliki kecernaan yang tinggi pula.

4.2.6. Kadar air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi kenampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air

dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan

bahan tersebut (Winarno, 1997). Jenis tepung rumput laut Eucheuma cottonii

dengan suhu pengeringan 50 oC memiliki kadar air tertinggi, sedangkan kadar air

terendah ada pada jenis tepung rumput laut Sargassum sp pada suhu pengeringan

50oC . Hasil pengamatan kadar air 3 jenis tepung rumput laut yang dikeringkan

pada suhu berbeda disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Kadar Air Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan analisis sidik ragam, suhu pengeringan tidak berpengaruh

terhadap kadar air tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp

(Lampiran 26 dan 27). Untuk tepung rumput laut Sargassum sp, analisis ragam

menunjukkan bahwa suhu pengeringan berbeda sangat nyata terhadap kadar

12,88

11,72

10,82

12,3411,9

11,65

9,5

10

10,5

11

11,5

12

12,5

13

13,5

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kada

r Ai

r (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 75: Minuman Rumput Laut

58

airnya (Lampiran 28), tepung dengan suhu pengeringan 70 oC memiliki kadar air

yang lebih tinggi.

Kandungan air dalam tepung rumput laut berpengaruh terhadap daya

simpannya. Semakin tinggi kandungan air tepung rumput laut maka akan semakin

mudah terserang mikroba selama penyimpanan. Menurut SNI 01-2802-1995

untuk produk Agar-agar tepung, syarat mutu kadar air maksimal adalah 17 %.

Sedangkan SNI 01-3451-1994 untuk produk tapioka, menyatakan bahwa syarat

kadar air yang harus dipenuhi untuk semua tingkat mutu (I, II, III) adalah

maksimal 15 % dan untuk tepung terigu kadar air maksimal yang ditetapkan

adalah 12 %. Kadar air ke 3 jenis tepung rumput laut yang didapatkan pada

penelitian ini berada pada kisaran 10,82 % sampai 12,88 %, artinya tidak

melebihi persyaratan mutu kadar air komoditas agar-agar tepung dan tepung

tapioka yang sudah ditetapkan walaupun masih diatas kadar air tepung terigu.

4.2.7. Kadar Abu

Kadar abu ke 3 jenis tepung rumput laut dapat dilihat pada Gambar 18.

Kadar abu tertinggi ada pada tepung rumput laut Sargassum sp dengan suhu

pengeringan 50 oC (15,83 %). Sedangkan tepung rumput laut dengan kadar abu

terendah adalah Glacilaria sp dengan suhu pengeringan 70 oC (5,7 %).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kadar abu ke 3 tepung rumput laut

tersebut tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 29,

30 dan 31). Menurut Winarno (1997), rumput laut kaya akan mineral dimana

unsur mineral dikenal juga sebagai kadar abu. Sehingga bila kadar abu tepung

rumput laut semakin tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga

tinggi. Tepung rumput laut Glacilaria sp memiliki kadar abu yang paling rendah,

hal ini kemungkinan karena banyak mineral yang rusak dan hilang selama proses

perlakuan baik pada saat pemucatan maupun pengeringan.

Page 76: Minuman Rumput Laut

59

Gambar 18. Kadar Abu Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kadar abu ke 3 tepung rumput laut

tersebut tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 29,

30 dan 31). Menurut Winarno (1997), rumput laut kaya akan mineral dimana

unsur mineral dikenal juga sebagai kadar abu. Sehingga bila kadar abu tepung

rumput laut semakin tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga

tinggi. Tepung rumput laut Glacilaria sp memiliki kadar abu yang paling rendah,

hal ini kemungkinan karena banyak mineral yang rusak dan hilang selama proses

perlakuan baik pada saat pemucatan maupun pengeringan.

4.2.8. Kadar Protein

Kandungan protein setiap rumput laut berbeda, tergantung jenis dan daerah

tumbuhnya. Beberapa rumput laut dengan jenis yang sama juga kadang berbeda

kandungan proteinnya. Hal ini disebabkan keadaan perairan tempat tumbuhnya

dan bibit rumput laut yang ditanam. Beberapa penelitian menyatakan bahwa

rumput laut memiliki kandungan nitrogen yang tinggi, namun masih belum jelas

mengenai daya larut dan daya cerna kandungan nitrogen tersebut. Kisaran kadar

protein yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 3,13 % – 10,51 % (Gambar 19).

14,18

6,32

15,8314,27

5,7

15,58

02468

1012141618

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kad

ar A

bu (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 77: Minuman Rumput Laut

60

Gambar 19. Kadar Protein Tepung Rumput Laut (%).

Kadar protein tepung rumput laut jenis Eucheuma cottonii pada suhu

pengeringan 50 oC dan 70 oC berturut-turut adalah 3,39 % dan 3,13 %. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa kadar protein tidak beda nyata antara 2

perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 32). Kadar protein yang dihasilkan pada

penelitian ini lebih kecil dibanding hasil yang dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Hal ini disebabkan penggunaan bahan baku yang berbeda. Penelitian sebelumnya

menggunakan bahan baku segar yang baru dipanen sedangkan pada penelitian ini

digunakan bahan baku yang sudah mengalami proses pemucatan dan perendaman.

Selama proses perendaman, kemungkinan terjadi hidrolisa protein yang larut air

sehingga akan menurunkan kandungan proteinnya.

Tepung rumput laut jenis Glacilaria sp memiliki kadar protein 10,51 %

pada suhu pengeringan 50 oC dan 8,9 % pada suhu pengeringan 70 oC. Analisis

ragam dengan selang kepercayaan 95 % menunjukkan hasil berbeda sangat nyata

antara 2 perlakuan suhu pengeringan. Tepung dengan suhu pengeringan 50 oC

mempunyai nilai yang lebih tinggi (Lampiran 33). Desrosier dan Desrosier

(1977) dan Winarno (1997) menyatakan protein dapat terdenaturasi oleh proses

pemanasan sehingga akan merubah susunan molekulnya, hal ini dapat

menurunkan kandungan proteinnya. Hal ini sejalan dengan kadar air tepung

rumput laut Glacilaria sp yang dikeringkan pada suhu 50 oC yang lebih rendah

dari kadar air tepung rumput laut Glacilaria sp pada suhu pengeringan 70 oC.

3,39

10,51

8,8

3,13

8,9 8,85

0

2

4

6

8

10

12

E. Cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kada

r Pr

otei

n (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 78: Minuman Rumput Laut

61

Desrosier dan Desrosier (1977) menyebutkan bahan pangan yang mengalami

pengeringan akan kehilangan air, hal ini dapat menyebabkan naiknya kadar

protein.

Kadar protein tepung rumput laut jenis Sargassum sp pada suhu

pengeringan yang berbeda yaitu 8,80 % dan 8,85 %. Berdasarkan hasil analisis

ragam yang dilakukan tidak berbeda antara ke 2 perlakuan suhu pengeringan

(Lampiran 34). Penelitian yang dilakukan oleh Chan et.al (1997), menyatakan

bahwa pengeringan Sargassum hemiphyllum dengan oven bersuhu 60 oC

mempunyai kadar protein 9,76 % dan kadar air 7,60%. Sedangkan Primahartini

(2005) melaporkan kadar protein tepung rumput laut Sargassum sp yang dipanen

dari Lampung Selatan adalah 5,77 % dan kadar air 15,59 %. Perbedaan ini

disebabkan sumber bahan baku dan perlakuan yang diberikan berbeda sehingga

hasil yang didapat juga berbeda.

4.2.9. Kadar Karbohidrat

Kisaran nilai kadar karbohidrat yang didapat pada penelitian ini adalah

64,21% - 73,78% (Gambar 20). Winarno (1990) menyebutkan komponen utama

dari rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan pangan adalah karbohidrat,

akan tetapi karena kandungan karbohidrat sebagian besar terdiri dari senyawa

gumi, maka hanya sebagian kecil saja dari kandungan karbohidrat tersebut yang

dapat diserap dalam pencernaan manusia.

Gambar 20. Kadar Karbohidrat Tepung Rumput Laut (%).

68,25

73,67

64,21

68,16

73,78

67,2

58606264666870727476

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kad

ar K

arbo

hidr

at (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 79: Minuman Rumput Laut

62

Analisis ragam yang dilakukan berdasarkan data yang diperoleh

menunjukkan bahwa kadar karbohidrat untuk tepung rumput laut Eucheuma

cottonii dan Glacilara sp tidak beda nyata (Lampiran 35 dan 36). Artinya

perlakuan suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap kadar karbohidrat tepung.

Untuk tepung rumput laut Sargassum sp menunjukkan beda sangat nyata antara 2

perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 37), tepung dengan suhu pengeringan

50 oC memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi.

4.2.10. Kadar Serat Pangan

Serat pangan merupakan senyawa yang inert secara gizi, hal ini didasarkan

bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil fermentasinya tidak dapat

digunakan oleh tubuh dan dikenal mempunyai efek sebagai pencahar perut. Serat

pangan merupakan salah satu komponen penyusun karbohidrat dimana pada

rumput laut komponen terbesar dari karbohidrat adalah senyawa gumi (komponen

serat pangan). Hasil analisa kadar serat pangan total 3 jenis tepung rumput laut

pada penelitian ini berada pada kisaran 81,75 - 84,88 %. Kadar serat pangan larut

antara 24,99 - 75, 18 %. Kadar serat pangan tidak larut antara 9,70 - 57,62 %.

Hasil analisa selengkapnya disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Kadar Serat Pangan Larut (SDF), Kadar Serat Pangan Tak Larut (IDF)

dan Kadar Serat Pangan Total (TDF) dari Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp pada suhu pengeringan yang 50 oC dan 70 oC

Jenis Suhu pengeringan 50 oC Suhu pengeringan 70 oC TRL SDF(%) IDF (%) TDF(%) SDF(%) IDF(%) TDF(%)

E. cottonii

75,18

9,70

84,88

72,19

11,23

83,42

Glacilaria sp 60,86 22,48 83,34 62,95 20,67 83,62 Sargassum sp 25,89 55,86 81,75 24,99 57,62 82,61

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % menyatakan bahwa

untuk jenis tepung rumput laut Eucheuma cottonii, perlakuan suhu pengeringan

berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut. Nilai yang lebih tinggi

ada pada perlakuan suhu pengeringan 70 oC yaitu 11,23 % (Lampiran 38).

Page 80: Minuman Rumput Laut

63

Sedangkan untuk kadar serat pangan larut dan serat pangan total tidak berbeda

nyata pada 2 suhu pengeringan (Lampiran 39 dan 40).

Analisis ragam terhadap tepung rumput laut Glacilaria sp menunjukkan

hasil bahwa kadar serat pangan tidak larut berbeda nyata terhadap 2 suhu

pengeringan, tetapi tidak berbeda nyata pada kadar serat pangan larut dan serat

pangan total (Lampiran 41, 42 dan 43).

Tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp, yang termasuk

jenis alga merah (Rhodophyceae), mempunyai kadar serat pangan larut (SDF)

lebih tinggi dari pada kadar serat pangan tak larutnya (IDF). Anonymousc (2000)

menyatakan bahwa jenis rumput laut merah dan hijau mengandung kadar serat

pangan larut (SDF) sebesar 51 % - 56 % dari kadar serat pangan total. Lahaye

(1991) melaporkan bahwa kadar serat dari beberapa rumput laut berkisar antara 25

– 75 % (bk) dan sebagian besar seratnya terdiri dari serat pangan larut, yaitu 51 –

85 %. Akan tetapi kandungan serat pangan ini sangat tergantung dari species dan

tempat hidup dari rumput laut tersebut. Pada penelitian ini kandungan serat

pangan larut tepung rumput laut Eucheuma cottonii pada suhu pengeringan 50 oC

dan 70 oC berturut-turut adalah 86,53 % dan 88,57 % dari kadar serat pangan

total. Sedangkan tepung rumput laut Glacilaria sp, kandungan serat pangan

larutnya yaitu 73,03 % dan 75,24 % dari kadar serat pangan total. Artinya

kandungan serat pangan larut tepung rumput laut jenis alga merah yang ada di

Kepulauan Seribu cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

sumber serat yang potensial. Penelitian yang dilakukan Goni et.al., (2000)

menyatakan bahwa Nori algae (rumput laut jenis alga merah) yang mengandung

serat pangan larut yang tinggi kemungkinan dapat mengubah respon glycemic

pada kesehatan, dimana roti yang ditambahkan Nori alga memberikan hasil yang

lebih baik daripada roti tanpa Nori alga. Sedangkan Escrig dan Muniz (2000) dan

Herpandi (2005) menyatakan bahwa serat rumput laut terutama serat pangan larut

mempunyai efek hipokolesterolemik, dimana semakin tinggi akan semakin baik

dan telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah

dibanding sumber serat lainnya.

Analisis ragam terhadap tepung rumput laut Sargassum sp menunjukkan

hasil tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan larut, serat pangan tidak

Page 81: Minuman Rumput Laut

64

larut dan serat pangan total (Lampiran 44, 45 dan 46). Artinya perbedaan suhu

pengeringan tidak mempengaruhi kandungan serat pada tepung rumput laut

Sargassum sp. Berbeda dengan tepung rumput laut dari alga merah, jenis tepung

rumput laut coklat (Phaeophyceae) yaitu Sargassum sp, mempunyai kadar serat

pangan larut (SDF) yang lebih rendah daripada kadar serat pangan tak larutnya

(IDF). Jika dilihat dari kandungan serat pangan bahan baku hasil perendaman,

terjadi kenaikan pada kadar serat pangan tak larutnya, hal ini kemungkinan terjadi

karena total padatan menjadi lebih tinggi akibat penguraian pati menjadi serat

pangan tak larut. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Chan et.al (1997), yaitu menghasilkan tepung Sargassum hemiphyllum dengan

kadar serat pangan larut yang lebih rendah (9,91 %) daripada kadar serat pangan

tak larutnya (45,0 %), yang dikeringkan di oven bersuhu 60 oC.

4.2.11. Iodium

Salah satu trace element yang penting pada rumput laut adalah iodium.

Kandungan iodium tumbuhan laut berkisar antara 0,7 – 4,5 g/kg. Jika

dibandingkan dengan tumbuhan darat, kandungan iodium rumput laut sekitar

2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak (Rai, 1996). Kebutuhan iodium

dipengaruhi oleh pertumbuhan, berat tubuh, jenis kelamin, usia, gizi, iklim dan

penyakit. Kecukupan iodium perhari untuk anak umur 0 - 12 tahun adalah 90 -

120 ug/hari, untuk laki-laki dan perempuan umur 13 – 60 tahun ke atas adalah 150

ug/hari, sedangkan untuk ibu hamil dan menyusui mendapat tambahan 50 ug/hari

(AKG, 2004). Pada penelitian ini, kadar iodium berada pada kisaran 4,55 –

11,27 ug/g, data lengkap tersaji pada Gambar 21. Jika setiap 1 gram tepung

rumput laut mengandung iodium sebesar 4,55 – 11,27 ug, maka diasumsikan

setiap 1 gram tepung rumput laut akan menyumbang iodium untuk kebutuhan

tubuh sebesar + 5 – 12 % untuk anak umur 0 – 12 tahun dan 3 – 7 % untuk

perempuan dan laki-laki umur 13 – 60 tahun. Sedangkan untuk ibu hamil dan

menyusui sekitar 2 – 5 % dari kebutuhan tubuh akan iodium menurut Angka

Kebutuhan Gizi..

Analisis ragam menunjukkan hasil bahwa suhu pengeringan berpengaruh

terhadap kadar iodium ketiga jenis tepung rumput laut (Lampiran 47, 48, 49).

Page 82: Minuman Rumput Laut

65

Dari hasil pengamatan, data menunjukkan suhu pengeringan 70 oC memiliki kadar

iodium yang lebih tinggi pada ketiga jenis tepung tersebut. Hal ini disebabkan

waktu pengeringan yang berbeda. Pengeringan dengan suhu 70 oC memerlukan

waktu yang lebih pendek daripada suhu 50 oC, sehingga walaupun suhu

pengeringan lebih tinggi tetapi penurunan kadar iodium lebih kecil.

Gambar 21. Kadar Iodium Tepung Rumput Laut (ug/g).

Jika dibandingkan dengan kadar iodium bahan baku hasil perendaman

terdapat penurunan kadar iodium pada ketiga jenis tepung rumput laut tersebut.

Hal ini terjadi karena pelakuan yang diberikan selama pengolahan. Beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi kehilangan iodium diantaranya adalah tingkat

keasaman, air dan pemanasan. Penelitian yang dilakukan Magdalena (1996)

menyatakan semakin meningkatnya tingkat keasaman, suhu dan waktu

pemasakan, kecenderungan tingkat kehilangan iodium pada sayur matang akan

semakin meningkat. Selama penelitian ini, pemanasan yang diberikan selama

pengeringan berkisar antara 50 oC dan 70 oC, tetapi selama proses penepungan

terjadi juga proses pemanasan akibat mesin penepung sehingga terjadi penurunan

kadar iodium yang cukup besar.

6,01

9,84

4,55

6,79

11,27

4,77

0

2

4

6

8

10

12

E. Cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kada

r Iod

ium

(ug/

g)

Suhu 50 °C Suhu 70 °C

Page 83: Minuman Rumput Laut

66

4.2.12. Organoleptik

Penilaian organoleptik merupakan salah satu ukuran penerimaan atau

standar kelayakan suatu produk. Berdasarkan uraian (deskripsi) terhadap

kenampakan, bau dan tekstur tepung rumput laut dari 3 jenis rumput laut, maka

disusun satu lembar penilaian (score sheet) untuk masing-masing jenis tepung

rumput laut. Lembar penilaian ini akan menjadi acuan dalam penilaian tepung

rumput laut (Lampiran 50, 51, 52). Angka (score) yang terdapat pada lembar

penilaian adalah 1 sampai 9. Penilaian dilakukan oleh 20 orang panelis.

a. Kenampakan

Kenampakan suatu produk akan menentukan ketertarikan konsumen

terhadap produk tersebut. Penilaian kenampakan meliputi warna dan kondisi

tepung. Winarno (1997) menyatakan bahwa penilaian suatu produk didahului

secara visual oleh warna produk. Melalui sifat warna, panelis dapat memberikan

penilaian baik mengenai kualitas maupun kesukaan terhadap suatu jenis makanan.

Makanan dengan kualitas yang baik belum tentu disukai jika memiliki warna yang

tidak disukai.

Penilaian panelis terhadap kenampakan tepung Eucheuma cottonii bervariasi

antara nilai 6 sampai 8. Rata-rata nilai kenampakan dan deskripsi pada lembar

penilaian dapat dilihat pada Tabel 19. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan

bahwa suhu pengeringan berbeda nyata terhadap kenampakan tepung (Lampiran

53). Suhu pengeringan 70 oC memberikan kenampakan yang lebih baik daripada

suhu pengeringan 50 oC. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh waktu

pengeringan yang lebih singkat pada suhu 70 oC sehingga tidak terjadi proses

pemanasan yang terlalu lama, dimana dapat menyebabkan warna agak krem.

Untuk tepung rumput laut Glacilaria sp, hasil analisis ragam menunjukkan

bahwa suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap kenampakannya (Lampiran

54). Walaupun tidak berbeda antara 2 perlakuan suhu tetapi pada lembar penilaian

tepung dengan suhu pengeringan 50 oC nilainya 6 (pembulatan ke bawah) dan

tepung dengan suhu pengeringan 70 oC nilainya 7 (pembulatan ke atas) seperti

terlihat pada Tabel 19. Artinya tepung rumput laut Glacilaria sp dengan suhu

pengeringan 70 oC memiliki yang nilai lebih tinggi.

Page 84: Minuman Rumput Laut

67

Nilai kenampakan tepung rumput laut Sargassum sp berada pada kisaran 5

sampai 7, nilai rata-rata yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 20. Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan tidak berbeda nyata terhadap

kenampakannya. Pada lembar penilaian tepung ini masuk dalam nilai 6 tetapi

tepung dengan suhu pengeringan 70 oC memiliki kenampakan yang lebih baik

(Lampiran 55).

Tabel 20. Nilai rata-rata Uji Kenampakan Tepung Rumput Laut

Jenis TRL Suhu

pengeringan

Nilai Deskripsi

E. cottonii 50 oC

70 oC

6,4

7,2

Bersih, putih krem, ada butir hitam, agak kusam Bersih, agak putih, ada sedikit butir hitam, agak cemerlang

Glacilaria sp 50 oC

70 oC

6,3

6,6

Bersih, kehijauan, agak kusam Bersih, krem kehijauan, agak cemerlang

Sargassum sp 50 oC

70 oC

6,2

6,4

Bersih, coklat tua, agak kusam Bersih, coklat agak buram, agak cemerlang

b. Bau

Uji bau suatu produk sangat berkaitan dengan indera penghidu, karena

indera penghidu sangat sensitif terhadap bau (aroma). Bau tepung rumput laut ikut

menentukan kesukaan konsumen terhadap produk yang akan dihasilkan. Bau amis

yang merupakan bau khas tumbuhan laut merupakan salah satu kendala dalam

pengolahan produk lanjutan. Hasil uji terhadap bau 3 jenis tepung rumput laut

berkisar pada nilai 5 sampai 7. Nilai rata-rata uji bau untuk ke 3 jenis tepung

rumput laut disajikan pada Tabel 21.

Hasil analisis ragam menyatakan bahwa suhu pengeringan tidak

berpengaruh terhadap bau ketiga jenis tepung rumput laut (Lampiran 56, 57, 58).

Pada lembar penilaian, Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp memiliki nilai 6

(pembulatan) sedangkan Sargassum sp memiliki nilai 5 (pembulatan).

Page 85: Minuman Rumput Laut

68

Tabel 21. Nilai rata-rata Uji Bau Tepung Rumput Laut

Jenis TRL Suhu

pengeringan

Nilai Deskripsi

E. cottonii 50 oC

70 oC

6,2

6,2

Bau sedikit agak amis Bau sedikit agak amis

Glacilaria sp 50 oC

70 oC

5,6

5,7

Bau sedikit agak amis Bau sedikit agak amis

Sargassum sp 50 oC

70 oC

5,4

5,4

Bau amis cukup dominant Bau amis cukup dominant

c. Tekstur

Butiran rumput laut kering sangat liat dan keras, hal ini kemungkinan karena

kandungan seratnya yang tinggi. Oleh karena itu proses penepungan sangat

menentukan kehalusan tepung rumput laut yang dihasilkan. Kehalusan tepung ikut

menentukan tekstur tepung rumput laut, semakin halus maka tekstur akan semakin

lembut. Kehalusan tekstur untuk produk minuman akan menentukan daya

larutnya. Pada penelitian ini tepung rumput laut lolos pada saringan ukuran 48.

Nilai uji tekstur berada pada kisaran 6 sampai 8. Nilai rata-rata uji tekstur dapat

dilihat pada Tabel 22. Analisis ragam terhadap tekstur 3 jenis tepung rumput laut

menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan.

Artinya suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap tekstur tepung rumput laut

(Lampiran 59, 60,61).

Page 86: Minuman Rumput Laut

69

Tabel 22. Nilai rata-rata Uji Tekstur Tepung Rumput Laut

Jenis TRL Suhu

pengeringan

Nilai Deskripsi

E. cottonii 50 oC

70 oC

7,5 7,6

Halus, agak lembut Halus, agak lembut

Glacilaria sp 50 oC

70 oC

6,4 6,5

Agak kasar, butiran terasa Agak halus

Sargassum sp 50 oC

70 oC

6,3 6,5

Agak kasar, butiran terasa Agak halus

4.3. Tepung Rumput Laut

Rumput laut, kualitasnya di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti

cahaya, suhu, musim, kadar garam, gerakan air dan zat hara. Cahaya, suhu, pH

dan unsur hara akan berpengaruh terhadap berlangsungnya fotosintesa.

Fotosintesa merupakan proses perubahan zat anorganik menjadi zat organik,

sehingga faktor-faktor tersebut di atas secara tidak langsung akan menentukan

kandungan protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat rumput laut (Kadi et al.

1988). Menurut Winarno (1990), komposisi kimia rumput laut bervariasi

tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan musim. Vegetable gum yang

dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung

selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam

tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori.

Kandungan serat dan iodium pada rumput laut, merupakan senyawa penting

yang diharapkan manfaatnya. Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan

antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam penyakit

diantaranya kanker usus besar, penyakit kardiovaskuler dan kegemukan

(obesitas). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan suhu pengeringan yang

berbeda terhadap 3 jenis tepung rumput laut yaitu Eucheuma cottonii, Glacilaria

sp dan Sargassum sp, secara umum tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan

gizi rumput laut terutama kadar seratnya. Kadar serat larut pada tepung rumput

Page 87: Minuman Rumput Laut

70

laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp lebih tinggi daripada serat tak larutnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lahaye (1991), maka kadar serat larut

rumput laut yang ada di Kepulauan Seribu ini cukup tinggi, sehingga dapat

digunakan sebagai sumber serat yang dibutuhkan oleh tubuh. Besarnya peranan

serat pangan bagi kesehatan manusia menjadikan produk ini semakin banyak

dimanfaatkan, baik secara langsung maupun sebagai pencampur berbagai jenis

makanan, minuman dan produk diet pelangsing tubuh (Le Marie, 1985).

Eucheuma cottonii merupakan rumput laut yang sangat luas penggunaannya

baik langsung maupun berupa makanan dan minuman olahan. Berbagai cara

pengolahan telah dilakukan untuk memanfaatkan tepung rumput laut ini,

diantaranya adalah dengan mengolah menjadi makanan kering (crakers), makanan

semi basah (dodol, selai), maupun jajanan pasar (kue putu, donat, cente manis).

Beberapa industri rumah tangga telah berhasil mengolah dan memasarkan produk

yang terbuat dari rumput laut ini. Rasa yang enak dan mudah cara mengolahnya

merupakan hal yang menguntungkan. Untuk jenis rumput laut Glacilaria sp, pada

umumnya dilakukan ekstraksi terlebih dahulu untuk menghasilkan agar, baik

berbentuk batangan, lembaran (agar kertas) ataupun bubuk. Pemanfaatan secara

langsung atau olahan berbentuk makanan atau minuman jarang dilakukan.

Pemanfaatan rumput laut jenis Sargassum sp, biasanya dilakukan sebagai bahan

tambahan makanan jajanan (kue) atau diekstrak untuk menghasilkan alginat yang

luas penggunaannya. Penelitian yang dilakukan Darmawan et.al. (2004) terhadap

kandungan omega 3 dan iodium tepung Sargassum sp menyebutkan pada

konsentrasi 5 % berpengaruh nyata terhadap kadar iodium kue keik dan pada

konsentrasi 2 % berpengaruh nyata terhadap kadar omega 3 kue keik.

Pengolahan lanjutan dari tepung rumput laut pada penelitian ini adalah untuk

minuman berserat. Kandungan serat pangan yang tinggi terutama serat pangan

larut, diharapkan dapat menjadi sumber serat pada minuman ini. Selain

kandungan serat dan iodium, penilaian organoleptik sangat menentukan dalam

pemilihan jenis tepung yang akan digunakan. Kondisi tepung yang akan

digunakan diharapkan memiliki kriteria warna putih cemerlang, tidak berbau, dan

tekstur halus. Tepung yang berwarna putih akan mudah dalam pengolahan warna

yang diinginkan. Warna yang diberikan akan terserap sempurna. Warna akan

Page 88: Minuman Rumput Laut

71

menambah daya tarik dan kesukaan konsumen terhadap produk minuman ini.

Bau (aroma) suatu produk, baik makanan dan minuman akan mempengaruhi

minat/kesukaan konsumen. Bau yang diharapkan pada tepung rumput laut ini

adalah netral, dengan demikian tidak akan tercium bau amis yang dapat

mengganggu selera. Tekstur tepung pada penelitian ini berada pada kondisi yang

halus sedang. Tekstur yang sangat halus dan lembut akan memudahkan dalam

penggunaan. Pada penelitian ini, ke 3 jenis tepung rumput laut memiliki

kehalusan yang berbeda walaupun lolos pada saringan yang sama. Hal ini karena

kondisi thallus pada masing-masing rumput laut berbeda dan mesin penepung

yang digunakan tidak bekerja maksimal.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, baik sifat fisik-kimia, maka jenis

tepung rumput laut yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah

Eucheuma cottonii dengan perlakuan suhu pengeringan 70 oC dan Glacilaria sp

dengan perlakuan pengeringan 70 oC. Dengan demikian diharapkan sumber serat

akan terpenuhi dari tepung rumput laut Eucheuma cottonii sedangkan kandungan

iodium diharapkan terpenuhi dari tepung rumput laut Glacilaria sp. Data hasil

pengamatan masing-masing jenis tepung rumput laut selengkapnya disajikan pada

Tabel 23, 24 dan 25.

Page 89: Minuman Rumput Laut

72

Tabel 23. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii

Komponen Suhu pengeringan 50oC Suhu pengeringan 70oC

Rendemen (% ) 8,01 8,33

Ph 7,11 6,45

Titik jendal (oC) 34 32

Titik leleh (oC) 75 70

Viskositas (cps) 5080,36 4970,40

Kelarutan (%) 27,6 36,8

Kadar air (%) 12,88 12,34

Kadar abu (%) 14,18 14,27

Kadar protein (%) 3,39 3,13

Kadar karbohidrat (%)

- Kadar serat larut (%) - Kadar serat tak larut (%) - Kadar serat total (%)

68,25

75,18 9,70 84,88

68,16

72,19 11,23 83,42

Iodium (ug/g) 6,01 6,79

Tabel 24. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Glacilaria sp

Komponen Suhu pengeringan 50 oC Suhu pengeringan 70 oC

Rendemen (% ) 7,94 8,12

pH 7,13 7,57

Titik jendal (oC) - -

Titik leleh (oC) - -

Viskositas (cps) 18,58 20,89

Kelarutan (%) 15,03 18,01

Kadar air (%) 11,72 11,90

Kadar abu (%) 6,32 5,70

Kadar protein (%) 10,51 8,9

Kadar karbohidrat (%)

- Kadar serat larut (%) - Kadar serat tak larut (%) - Kadar serat total (%)

73,67

60,68 22,48 83,34

73,78

62,95 20,67 83,62

Iodium (ug/g) 9,84 11,27

Page 90: Minuman Rumput Laut

73

Tabel 25. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Sargassum sp

Komponen Suhu pengeringan 50oC Suhu pengeringan 70oC

Rendemen (% ) 7,14 7,94

pH 7,74 7,22

Titik jendal (oC) - -

Titik leleh (oC) - -

Viskositas (cps) 0,997 3,42

Kelarutan (%) 26,96 18,21

Kadar air (%) 10,82 11,65

Kadar abu (%) 15,83 15,58

Kadar protein (%) 8,80 8,85

Kadar karbohidrat (%)

- Kadar serat larut (%) - Kadar serat tak larut (%) - Kadar serat total (%)

64,21

25,89 55,86 81,75

67,2

24,99 57,62 82,61

Iodium (ug/g) 4,55 4,77

Page 91: Minuman Rumput Laut

49

4.2. Sifat fisik-kimia Tepung Rumput Laut

Penelitian tahap 2 bertujuan untuk mengkaji sifat fisik-kimia tepung rumput

laut. Masing-masing jenis rumput laut hasil perendaman terbaik selanjutnya

diproses menjadi tepung rumput laut. Tahapan yang dilakukan adalah pencucian,

perendaman, penghancuran, pengeringan, penepungan dan pengayakan. Rumput

laut Eucheuma cottonii, Sargassum sp, dan Glacilaria sp kering dicuci dan

dibersihkan dengan air mengalir, untuk menghilangkan kotoran dan benda asing

yang masih menempel pada rumput laut. Selanjutnya direndam dalam media

perendam yang terbaik untuk masing-masing jenis rumput laut hasil dari

penelitian tahap 1 dan ditirisksn. Tahap berikut adalah penghancuran

menggunakan grinder, kemudian pengeringan rumput laut dengan oven. Suhu

pengeringan yang diberikan adalah 50 oC dan 70 oC. Selama pengeringan

dilakukan pengadukan agar proses pengeringan berlangsung sempurna. Pemilihan

suhu pengering didasarkan pada suhu yang terlalu tinggi dapat merusak komposisi

kimia dan unsur penting yang dikandung rumput laut, sedangkan suhu yang

rendah akan memerlukan waktu yang lama sehingga kemungkinan akan terjadi

reaksi mailard (browning). Selanjutnya tahap penepungan (penggilingan). Alat

penepung yang digunakan pada penelitian ini adalah alat penepung modifikasi

selanjutnya dihaluskan dengan blender kering. Tahap terakhir yaitu pengayakan

dengan saringan berukuran 48 dan dimasukkan dalam wadah tertutup selanjutnya

dianalisis sifat fisiko-kimianya. Tepung rumput laut Eucheuma cottonii,

Glacilaria sp, dan Sargassum sp dapat dilihat pada Gambar 13..

Analisis yang dilakukan pada masing-masing jenis tepung rumput laut yaitu

analisis Rendemen, pH, viskositas, kelarutan, titik jendal, titik leleh, kadar air,

kadar abu, kadar protein, karbohidrat, kandungan serat pangan (serat pangan larut

/SDF, serat pangan tak larut /IDF dan total serat pangan/TDF), iodium dan

organoleptik (score sheet) meliputi kenampakan, bau dan tekstur.

Page 92: Minuman Rumput Laut

50

TRL Eucheuma cottonii TRL Glacilaria sp TRL Sargassum sp

Gambar 13. Tiga Jenis Tepung Rumput Laut.

4.2.1. Rendemen

Rendemen merupakan prosentase antara produk akhir (tepung rumput laut)

dengan produk awal (rumput laut hasil perendaman). Untuk mengetahui nilai

ekonomis suatu produk, salah satu parameter yang dapat digunakan adalah

rendemen. Semakin tinggi rendeman suatu produk maka nilai ekonomisnya akan

meningkat.

Gambar 14 menyajikan rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini. Salah

satu tahap yang menentukan dalam pengolahan tepung rumput laut adalah pada

proses penepungan. Proses penepungan memerlukan mesin penepung yang

mampu menggerus (menghaluskan) thallus kering rumput laut. Kandungan serat

yang tinggi dan kadar air yang rendah menyebabkan thallus sangat liat dan sukar

dihancurkan. Kendala yang dihadapi pada penelitian ini yaitu peralatan

penepungan yang kurang memadai. Proses penepungan dilanjutkan dengan alat

Page 93: Minuman Rumput Laut

51

blender kering tetapi tidak dapat mencapai hasil yang maksimal karena tidak

semua rumput laut kering habis dihancurkan. Hal ini karena pemblenderan yang

berulang-ulang dapat merusak komposisi kimia dari tepung rumput laut. Menurut

Voigt (1995), pemilihan jenis peralatan penghalus atau penggilingan tergantung

dari jumlah material dan sifat-sifat fisiknya (kekerasan, elastisitas, kerapuhan,

lengket dan sebagainya), ukuran awal dari bahan yang digiling serta ukuran

produk yang diinginkan.

Gambar 14. Rendemen Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan data yang dihasilkan, analisis ragam yang dilakukan

menyatakan untuk rendemen tepung rumput laut Eucheuma cottonii berbeda

nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 14). Hasil terbaik adalah

pada perlakuan suhu 70 oC dengan rendemen sebesar 8,33 % sedangkan pada suhu

pengeringan 50 oC adalah 8,01 %. Analisis terhadap rendemen tepung rumput

laut Glacilaria sp menyatakan tidak berbeda nyata (Lampiran 15), sedangkan

untuk rendemen tepung rumput laut Sargassum sp berbeda sangat nyata antara 2

perlakuan suhu pengeringan. Suhu pengeringan yang terbaik yaitu 70 oC dengan

hasil rendemen sebanyak 7,94 % (Lampiran 16).

4.2.2. pH

Pengukuran nilai pH 3 jenis tepung rumput laut pada penelitian ini adalah

antara 6,45 sampai 7,74 (Gambar 15). Menurut Gaman dan Sherrington (1992),

8,01 7,94

7,14

8,338,12

7,94

6,46,66,8

77,27,47,67,8

88,28,48,6

Eucheuma Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Ren

dem

en (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 94: Minuman Rumput Laut

52

jika konsentrasi ion hydrogen bertambah maka pH nya akan turun. Pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk dapat dikontrol dengan cara menurunkan pH pangan.

pH juga dapat digunakan sebagai indikator perubahan warna pada bahan pangan.

Gambar 15. pH Tepung Rumput Laut.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan tidak berbeda

nyata terhadap pH tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp

(Lampiran 17 dan 18), tetapi berbeda nyata terhadap pH tepung rumput laut

Sargassum sp (Lampiran 19). Berdasarkan tingkat keasaman, ketiga jenis tepung

rumput laut ini termasuk pada pangan berasam rendah (pH > 4,5).

4.2.3. Viskositas

Viskositas adalah pengukuran daya tahan/hambatan suatu larutan untuk

mengalir. Meskipun molekul-molekul dalam larutan berada dalam pergerakan

acak yang konstan, tetapi kecepatannya pada arah tertentu bernilai nol, kecuali

jika diberikan suatu gaya yang menyebabkan suatu larutan dapat mengalir. Gaya

yang cukup besar yang diperlukan untuk dapat membuat suatu larutan mengalir

pada kecepatan tertentu berhubungan dengan viskositas suatu larutan. Aliran

terjadi pada saat molekul suatu larutan saling menyalip satu sama lain dengan

kecepatan tertentu serta pada bidang tertentu pula (Toledo, 1991).

Uji viskositas dilakukan pada konsentrasi tepung 5 % dan suhu 50 oC,

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini.

7,11 7,13

7,74

6,45

7,57

7,22

5,5

6

6,5

7

7,5

8

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

pH

Suhu 50 οC Suhu 70 oC

Page 95: Minuman Rumput Laut

53

Tabel 18. Viskositas Tepung Rumput Laut (centipoises) pada konsentrasi 5 % suhu 50 oC

Tepung rumput laut Suhu pengeringan 50 oC Suhu pengeringan 70 oC

Eucheuma cottonii 5080,36 4970,40 Glacilaria sp 18,58 20,89 Sargassum sp 0,997 3,42

Berdasarkan data hasil penelitian, analisis yang dilakukan menunjukkan

bahwa untuk viskositas tepung rumput laut Eucheuma cottonii berbeda nyata

antara dua perlakuan suhu pengeringan. Hasil pengukuran yang diperoleh

menyatakan perlakuan yang terbaik adalah pengeringan pada suhu 50 oC, dengan

nilai viskositas 5080,36 cps (Lampiran 20). Eucheuma cottonii adalah salah satu

jenis algae merah yang menghasilkan karagenan. Viskositas karagenen

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi, temperatur, tingkat dispersi,

kandungan sulfat, inti elektrik, keberadaan elektrolit dan non elektrolit, teknik

perlakuan, serta tipe dan berat molekul karagenan. Viskositas larutan karagenan

akan menurun dengan adanya peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi

yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan. Untuk menghindari

terjadinya degradasi karagenan akibat pemanasan, maka diusahakan agar polimer

hidrokoloid lebih stabil dengan cara pengaturan pH (Towle, 1973). Menurut

Guiseley et.al. (1980) untuk menghindari terjadinya degradsi maka pemanasan

dapat dilakukan pada atau mendekati kondisi yang mempunyai kestabilan

optimum yaitu pada pH 9. Pada penelitian ini nilai viskositas tepung dengan suhu

pengeringan 70 oC lebih rendah daripada viskositas tepung yang dikeringkan pada

suhu 50 oC. Hal ini kemungkinan disebabkan perlakuan suhu pengeringan yang

berbeda dan pH tepung yang dihasilkan. pH tepung rumput laut yang dikeringkan

pada suhu 70 oC adalah 6,45 sedangkan pada suhu 50 oC adalah 7,11, sehingga

adanya perbedaan nilai viskositas kemungkinan disebabkan oleh pengaruh kadar

air dan pH tepung.

Analisis ragam terhadap viskositas tepung rumput laut Glacilaria sp

menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antara dua perlakuan suhu pengeringan

(Lampiran 21). Glacilaria sp disebut juga sebagai agarose karena merupakan

algae penghasil agar-agar. Menurut Furia (1980) dalam Suwandi et.al. (2002),

besarnya viskositas larutan agar-agar bervariasi menurut suhu dan pH, tetapi

Page 96: Minuman Rumput Laut

54

mendekati konstan pada selang pH 4,5 sampai 9,0. Winarno (1990)

menambahkan bahwa dalam kisaran pH tersebut, larutan dengan konsentrasi 1 %

dan 5 % pada suhu 45 oC mempunyai viskositas antara 2 – 10 centipoise.

Viskositas tepung rumput laut Glacilaria sp pada penelitian ini adalah 18,58 dan

20,89 cps pada suhu 50 oC dan 70 oC. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya asal bahan baku yang berbeda, umur panen, maupun

alat uji yang digunakan.

Untuk tepung rumput laut Sargassum sp, hasil analisis sidik ragam

menunjukkan bahwa suhu pengeringan berbeda nyata terhadap viskositasnya.

Nilai tertinggi ditunjukkan pada perlakuan suhu pengeringan 70 oC yaitu 3,42 cps

(Lampiran 22). Tepung ini berbeda dengan 2 jenis tepung lainnya. Tepung rumput

laut Sargassum sp yang dikeringkan pada suhu 70 oC membentuk larutan yang

lebih homogen daripada tepung yang dikeringkan pada suhu 50 oC. Tepung yang

dikeringkan pada suhu 50 oC, tidak membentuk larutan homogen, ada 2 lapisan

yang terbentuk yaitu cairan yang berwarna coklat dan endapan tepung hal ini

terlihat dari rendahnya nilai viskositasnya.

Tepung rumput laut Sargassum sp berbeda dengan 2 jenis tepung lainnya.

Tepung Sargassum sp tidak menghasilkan larutan yang homogen dan mengental

pada konsentrasi 5 % suhu 50 oC. Kekentalan dan kemampuan tepung rumput

laut membentuk larutan yang homogen akan mempengaruhi produk lanjutan yang

akan diproduksi, misalnya minuman berserat. Hal ini karena diharapkan tepung

rumput laut akan larut sempurna dalam air.

4.2.4. Titik Jendal dan Titik Leleh.

Titik jendal dan titik leleh yang diamati pada penelitian ini untuk

mengetahui kemampuan pembentukan gel tepung rumput laut. Menurut Gliksman

(1969), proses pembentukan gel bersifat reversible, artinya gel mencair pada

pemanasan dan cairan membentuk gel kembali pada pendinginan. Fardiaz (1989)

menyatakan pembentukan gel adalah suatu fenomena atau pengikatan silang

rantai-rantai polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan.

Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau mengimobolisasikan air di dalamnya

dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.

Page 97: Minuman Rumput Laut

55

Uji titik jendal dan titik leleh yang dilakukan terhadap 3 jenis tepung rumput

laut yang dikeringkan pada suhu 50 oC dan 70 oC, memberikan hasil yaitu hanya

tepung rumput laut Eucheuma cottonii yang dapat membentuk gel. Tepung

rumput laut Eucheuma cottonii yang dikeringkan pada suhu 50 oC memiliki titik

jendal 34 oC dan titik leleh 75 oC. Sedangkan Eucheuma cottonii yang

dikeringkan pada suhu 70 oC memiliki titik jendal 32 oC dan titik leleh 70 oC.

Semakin tinggi titik jendal maka semakin tinggi pula titik lelehnya. Eucheuma

cottonii adalah rumput laut penghasil karagenan yang mempunyai kemampuan

membentuk gel yang tinggi. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis

hydrocolloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya (Fardiaz, 1989).

Pembentukan gel ini terjadi diperkirakan karena terbentuknya struktur doble

helix. Pada saat larutan dalam keadaan panas, rantai polimer membentuk formasi

koil secara acak. Pada saat pendinginan, formasi berubah menjadi doble helix

membentuk ikatan silang seperti jala atau jaring secara kontinyu. Pada

pendinginan selanjutnya polimer saling berikatan membentuk gel yang kuat.

Berbeda dengan tepung rumput laut Eucheuma cottonii, tepung rumput laut

Glacilaria sp tidak dapat menjendal tetapi membentuk larutan kental yang

homogen, walaupun hasil ekstraksi dari Glacilaria adalah agarosa yang

merupakan senyawa hydrocolloid dengan kemampuan membentuk gel yang

tinggi. Tidak terbentuknya gel pada tepung rumput laut Glacilaria sp

kemungkinan suhu pemanasan yang kurang, sehingga tidak terbentuk formasi

koil acak yang akan membentuk struktur doble helix yang mengikat rantai

molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel setelah pendinginan.

Tepung rumput laut Sargassum sp juga tidak dapat membentuk gel sehingga

tidak dihasilkan titik jendal dan titik leleh. Butir–butir tepung rumput laut terlihat

terpisah dengan air sehingga larutan tidak homogen. Warna tepung rumput laut

terhidrolisis dalam air sehingga larutan berwarna coklat seperti warna tepungnya.

4.2.5. Kelarutan

Data hasil pengukuran kelarutan 3 jenis tepung rumput laut disajikan

pada Gambar 16.

Page 98: Minuman Rumput Laut

56

Gambar 16. Kelarutan Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan data tersebut, kelarutan yang paling tinggi ada pada tepung

rumput laut Eucheuma cottonii yang dikeringkan pada suhu 70 oC yaitu 36,8 %

dan paling rendah adalah tepung rumput laut Glacilaria sp pada pengeringan 50 oC yaitu 15,03 %. Menurut Vogel (1978) kelarutan adalah jumlah zat yang dapat

dilarutkan dalam pelarutnya. Kelarutan tergantung pada suhu, tekanan,

konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan dan komposisi kelarutannya, serta

sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran tersebut.

Muchtadi et.al. (1993) menyatakan pelarut yang baik adalah air. Air melarutkan

berbagai senyawa organik yang mempunyai gugus karboksil atau asam amino

yang cenderung berionisasi oleh interaksinya dengan air.

Hasil analisis ragam kelarutan tepung rumput laut Eucheuma cottonii

menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata terhadap suhu pengeringan.

Dari hasil pengukuran yang diperoleh menyatakan bahwa perlakuan pengeringan

pada suhu 70 oC adalah yang terbaik nilai kelarutannya (Lampiran 23). Demikian

juga untuk kelarutan tepung rumput laut Glacilaria sp, analisis sidik ragam

menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (Lampiran 24). Perlakuan suhu

pengeringan 70 oC adalah yang terbaik nilai kelarutannya dibanding nilai

perlakuan pengeringan pada suhu 50 oC. Analisis ragam kelarutan tepung rumput

laut Sargassum sp juga menyatakan perbedaan yang sangat nyata. Tepung dengan

suhu pengeringan 50 oC memiliki nilai kelarutan yang lebih tinggi (Lampiran 25).

27,6

15,03

26,96

36,8

18,01 18,21

0

5

10

15

20

25

30

35

40

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kela

ruta

n (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 99: Minuman Rumput Laut

57

Menurut Suardi (2002), kelarutan dalam air dipengaruhi oleh jenis komponen

kimia karbohidrat penyusunnya. Semakin tinggi kandungan polisakarida

khususnya polisakarida bukan pati dari bahan maka semakin rendah kelarutannya

dalam air dan sebaliknya. Hal ini karena polisakarida bukan pati sulit mengalami

hidrolisis dalam air. Bahan makanan yang memiliki kelarutan tinggi akan

memiliki kecernaan yang tinggi pula.

4.2.6. Kadar air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi kenampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air

dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan

bahan tersebut (Winarno, 1997). Jenis tepung rumput laut Eucheuma cottonii

dengan suhu pengeringan 50 oC memiliki kadar air tertinggi, sedangkan kadar air

terendah ada pada jenis tepung rumput laut Sargassum sp pada suhu pengeringan

50oC . Hasil pengamatan kadar air 3 jenis tepung rumput laut yang dikeringkan

pada suhu berbeda disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Kadar Air Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan analisis sidik ragam, suhu pengeringan tidak berpengaruh

terhadap kadar air tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp

(Lampiran 26 dan 27). Untuk tepung rumput laut Sargassum sp, analisis ragam

menunjukkan bahwa suhu pengeringan berbeda sangat nyata terhadap kadar

12,88

11,72

10,82

12,3411,9

11,65

9,5

10

10,5

11

11,5

12

12,5

13

13,5

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kada

r Ai

r (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 100: Minuman Rumput Laut

58

airnya (Lampiran 28), tepung dengan suhu pengeringan 70 oC memiliki kadar air

yang lebih tinggi.

Kandungan air dalam tepung rumput laut berpengaruh terhadap daya

simpannya. Semakin tinggi kandungan air tepung rumput laut maka akan semakin

mudah terserang mikroba selama penyimpanan. Menurut SNI 01-2802-1995

untuk produk Agar-agar tepung, syarat mutu kadar air maksimal adalah 17 %.

Sedangkan SNI 01-3451-1994 untuk produk tapioka, menyatakan bahwa syarat

kadar air yang harus dipenuhi untuk semua tingkat mutu (I, II, III) adalah

maksimal 15 % dan untuk tepung terigu kadar air maksimal yang ditetapkan

adalah 12 %. Kadar air ke 3 jenis tepung rumput laut yang didapatkan pada

penelitian ini berada pada kisaran 10,82 % sampai 12,88 %, artinya tidak

melebihi persyaratan mutu kadar air komoditas agar-agar tepung dan tepung

tapioka yang sudah ditetapkan walaupun masih diatas kadar air tepung terigu.

4.2.7. Kadar Abu

Kadar abu ke 3 jenis tepung rumput laut dapat dilihat pada Gambar 18.

Kadar abu tertinggi ada pada tepung rumput laut Sargassum sp dengan suhu

pengeringan 50 oC (15,83 %). Sedangkan tepung rumput laut dengan kadar abu

terendah adalah Glacilaria sp dengan suhu pengeringan 70 oC (5,7 %).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kadar abu ke 3 tepung rumput laut

tersebut tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 29,

30 dan 31). Menurut Winarno (1997), rumput laut kaya akan mineral dimana

unsur mineral dikenal juga sebagai kadar abu. Sehingga bila kadar abu tepung

rumput laut semakin tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga

tinggi. Tepung rumput laut Glacilaria sp memiliki kadar abu yang paling rendah,

hal ini kemungkinan karena banyak mineral yang rusak dan hilang selama proses

perlakuan baik pada saat pemucatan maupun pengeringan.

Page 101: Minuman Rumput Laut

59

Gambar 18. Kadar Abu Tepung Rumput Laut (%).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kadar abu ke 3 tepung rumput laut

tersebut tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 29,

30 dan 31). Menurut Winarno (1997), rumput laut kaya akan mineral dimana

unsur mineral dikenal juga sebagai kadar abu. Sehingga bila kadar abu tepung

rumput laut semakin tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga

tinggi. Tepung rumput laut Glacilaria sp memiliki kadar abu yang paling rendah,

hal ini kemungkinan karena banyak mineral yang rusak dan hilang selama proses

perlakuan baik pada saat pemucatan maupun pengeringan.

4.2.8. Kadar Protein

Kandungan protein setiap rumput laut berbeda, tergantung jenis dan daerah

tumbuhnya. Beberapa rumput laut dengan jenis yang sama juga kadang berbeda

kandungan proteinnya. Hal ini disebabkan keadaan perairan tempat tumbuhnya

dan bibit rumput laut yang ditanam. Beberapa penelitian menyatakan bahwa

rumput laut memiliki kandungan nitrogen yang tinggi, namun masih belum jelas

mengenai daya larut dan daya cerna kandungan nitrogen tersebut. Kisaran kadar

protein yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 3,13 % – 10,51 % (Gambar 19).

14,18

6,32

15,8314,27

5,7

15,58

02468

1012141618

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kad

ar A

bu (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 102: Minuman Rumput Laut

60

Gambar 19. Kadar Protein Tepung Rumput Laut (%).

Kadar protein tepung rumput laut jenis Eucheuma cottonii pada suhu

pengeringan 50 oC dan 70 oC berturut-turut adalah 3,39 % dan 3,13 %. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa kadar protein tidak beda nyata antara 2

perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 32). Kadar protein yang dihasilkan pada

penelitian ini lebih kecil dibanding hasil yang dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Hal ini disebabkan penggunaan bahan baku yang berbeda. Penelitian sebelumnya

menggunakan bahan baku segar yang baru dipanen sedangkan pada penelitian ini

digunakan bahan baku yang sudah mengalami proses pemucatan dan perendaman.

Selama proses perendaman, kemungkinan terjadi hidrolisa protein yang larut air

sehingga akan menurunkan kandungan proteinnya.

Tepung rumput laut jenis Glacilaria sp memiliki kadar protein 10,51 %

pada suhu pengeringan 50 oC dan 8,9 % pada suhu pengeringan 70 oC. Analisis

ragam dengan selang kepercayaan 95 % menunjukkan hasil berbeda sangat nyata

antara 2 perlakuan suhu pengeringan. Tepung dengan suhu pengeringan 50 oC

mempunyai nilai yang lebih tinggi (Lampiran 33). Desrosier dan Desrosier

(1977) dan Winarno (1997) menyatakan protein dapat terdenaturasi oleh proses

pemanasan sehingga akan merubah susunan molekulnya, hal ini dapat

menurunkan kandungan proteinnya. Hal ini sejalan dengan kadar air tepung

rumput laut Glacilaria sp yang dikeringkan pada suhu 50 oC yang lebih rendah

dari kadar air tepung rumput laut Glacilaria sp pada suhu pengeringan 70 oC.

3,39

10,51

8,8

3,13

8,9 8,85

0

2

4

6

8

10

12

E. Cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kada

r Pr

otei

n (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 103: Minuman Rumput Laut

61

Desrosier dan Desrosier (1977) menyebutkan bahan pangan yang mengalami

pengeringan akan kehilangan air, hal ini dapat menyebabkan naiknya kadar

protein.

Kadar protein tepung rumput laut jenis Sargassum sp pada suhu

pengeringan yang berbeda yaitu 8,80 % dan 8,85 %. Berdasarkan hasil analisis

ragam yang dilakukan tidak berbeda antara ke 2 perlakuan suhu pengeringan

(Lampiran 34). Penelitian yang dilakukan oleh Chan et.al (1997), menyatakan

bahwa pengeringan Sargassum hemiphyllum dengan oven bersuhu 60 oC

mempunyai kadar protein 9,76 % dan kadar air 7,60%. Sedangkan Primahartini

(2005) melaporkan kadar protein tepung rumput laut Sargassum sp yang dipanen

dari Lampung Selatan adalah 5,77 % dan kadar air 15,59 %. Perbedaan ini

disebabkan sumber bahan baku dan perlakuan yang diberikan berbeda sehingga

hasil yang didapat juga berbeda.

4.2.9. Kadar Karbohidrat

Kisaran nilai kadar karbohidrat yang didapat pada penelitian ini adalah

64,21% - 73,78% (Gambar 20). Winarno (1990) menyebutkan komponen utama

dari rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan pangan adalah karbohidrat,

akan tetapi karena kandungan karbohidrat sebagian besar terdiri dari senyawa

gumi, maka hanya sebagian kecil saja dari kandungan karbohidrat tersebut yang

dapat diserap dalam pencernaan manusia.

Gambar 20. Kadar Karbohidrat Tepung Rumput Laut (%).

68,25

73,67

64,21

68,16

73,78

67,2

58606264666870727476

E. cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kad

ar K

arbo

hidr

at (%

)

Suhu 50 oC Suhu 70 oC

Page 104: Minuman Rumput Laut

62

Analisis ragam yang dilakukan berdasarkan data yang diperoleh

menunjukkan bahwa kadar karbohidrat untuk tepung rumput laut Eucheuma

cottonii dan Glacilara sp tidak beda nyata (Lampiran 35 dan 36). Artinya

perlakuan suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap kadar karbohidrat tepung.

Untuk tepung rumput laut Sargassum sp menunjukkan beda sangat nyata antara 2

perlakuan suhu pengeringan (Lampiran 37), tepung dengan suhu pengeringan

50 oC memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi.

4.2.10. Kadar Serat Pangan

Serat pangan merupakan senyawa yang inert secara gizi, hal ini didasarkan

bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil fermentasinya tidak dapat

digunakan oleh tubuh dan dikenal mempunyai efek sebagai pencahar perut. Serat

pangan merupakan salah satu komponen penyusun karbohidrat dimana pada

rumput laut komponen terbesar dari karbohidrat adalah senyawa gumi (komponen

serat pangan). Hasil analisa kadar serat pangan total 3 jenis tepung rumput laut

pada penelitian ini berada pada kisaran 81,75 - 84,88 %. Kadar serat pangan larut

antara 24,99 - 75, 18 %. Kadar serat pangan tidak larut antara 9,70 - 57,62 %.

Hasil analisa selengkapnya disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Kadar Serat Pangan Larut (SDF), Kadar Serat Pangan Tak Larut (IDF)

dan Kadar Serat Pangan Total (TDF) dari Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp pada suhu pengeringan yang 50 oC dan 70 oC

Jenis Suhu pengeringan 50 oC Suhu pengeringan 70 oC TRL SDF(%) IDF (%) TDF(%) SDF(%) IDF(%) TDF(%)

E. cottonii

75,18

9,70

84,88

72,19

11,23

83,42

Glacilaria sp 60,86 22,48 83,34 62,95 20,67 83,62 Sargassum sp 25,89 55,86 81,75 24,99 57,62 82,61

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 % menyatakan bahwa

untuk jenis tepung rumput laut Eucheuma cottonii, perlakuan suhu pengeringan

berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut. Nilai yang lebih tinggi

ada pada perlakuan suhu pengeringan 70 oC yaitu 11,23 % (Lampiran 38).

Page 105: Minuman Rumput Laut

63

Sedangkan untuk kadar serat pangan larut dan serat pangan total tidak berbeda

nyata pada 2 suhu pengeringan (Lampiran 39 dan 40).

Analisis ragam terhadap tepung rumput laut Glacilaria sp menunjukkan

hasil bahwa kadar serat pangan tidak larut berbeda nyata terhadap 2 suhu

pengeringan, tetapi tidak berbeda nyata pada kadar serat pangan larut dan serat

pangan total (Lampiran 41, 42 dan 43).

Tepung rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp, yang termasuk

jenis alga merah (Rhodophyceae), mempunyai kadar serat pangan larut (SDF)

lebih tinggi dari pada kadar serat pangan tak larutnya (IDF). Anonymousc (2000)

menyatakan bahwa jenis rumput laut merah dan hijau mengandung kadar serat

pangan larut (SDF) sebesar 51 % - 56 % dari kadar serat pangan total. Lahaye

(1991) melaporkan bahwa kadar serat dari beberapa rumput laut berkisar antara 25

– 75 % (bk) dan sebagian besar seratnya terdiri dari serat pangan larut, yaitu 51 –

85 %. Akan tetapi kandungan serat pangan ini sangat tergantung dari species dan

tempat hidup dari rumput laut tersebut. Pada penelitian ini kandungan serat

pangan larut tepung rumput laut Eucheuma cottonii pada suhu pengeringan 50 oC

dan 70 oC berturut-turut adalah 86,53 % dan 88,57 % dari kadar serat pangan

total. Sedangkan tepung rumput laut Glacilaria sp, kandungan serat pangan

larutnya yaitu 73,03 % dan 75,24 % dari kadar serat pangan total. Artinya

kandungan serat pangan larut tepung rumput laut jenis alga merah yang ada di

Kepulauan Seribu cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

sumber serat yang potensial. Penelitian yang dilakukan Goni et.al., (2000)

menyatakan bahwa Nori algae (rumput laut jenis alga merah) yang mengandung

serat pangan larut yang tinggi kemungkinan dapat mengubah respon glycemic

pada kesehatan, dimana roti yang ditambahkan Nori alga memberikan hasil yang

lebih baik daripada roti tanpa Nori alga. Sedangkan Escrig dan Muniz (2000) dan

Herpandi (2005) menyatakan bahwa serat rumput laut terutama serat pangan larut

mempunyai efek hipokolesterolemik, dimana semakin tinggi akan semakin baik

dan telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah

dibanding sumber serat lainnya.

Analisis ragam terhadap tepung rumput laut Sargassum sp menunjukkan

hasil tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan larut, serat pangan tidak

Page 106: Minuman Rumput Laut

64

larut dan serat pangan total (Lampiran 44, 45 dan 46). Artinya perbedaan suhu

pengeringan tidak mempengaruhi kandungan serat pada tepung rumput laut

Sargassum sp. Berbeda dengan tepung rumput laut dari alga merah, jenis tepung

rumput laut coklat (Phaeophyceae) yaitu Sargassum sp, mempunyai kadar serat

pangan larut (SDF) yang lebih rendah daripada kadar serat pangan tak larutnya

(IDF). Jika dilihat dari kandungan serat pangan bahan baku hasil perendaman,

terjadi kenaikan pada kadar serat pangan tak larutnya, hal ini kemungkinan terjadi

karena total padatan menjadi lebih tinggi akibat penguraian pati menjadi serat

pangan tak larut. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Chan et.al (1997), yaitu menghasilkan tepung Sargassum hemiphyllum dengan

kadar serat pangan larut yang lebih rendah (9,91 %) daripada kadar serat pangan

tak larutnya (45,0 %), yang dikeringkan di oven bersuhu 60 oC.

4.2.11. Iodium

Salah satu trace element yang penting pada rumput laut adalah iodium.

Kandungan iodium tumbuhan laut berkisar antara 0,7 – 4,5 g/kg. Jika

dibandingkan dengan tumbuhan darat, kandungan iodium rumput laut sekitar

2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak (Rai, 1996). Kebutuhan iodium

dipengaruhi oleh pertumbuhan, berat tubuh, jenis kelamin, usia, gizi, iklim dan

penyakit. Kecukupan iodium perhari untuk anak umur 0 - 12 tahun adalah 90 -

120 ug/hari, untuk laki-laki dan perempuan umur 13 – 60 tahun ke atas adalah 150

ug/hari, sedangkan untuk ibu hamil dan menyusui mendapat tambahan 50 ug/hari

(AKG, 2004). Pada penelitian ini, kadar iodium berada pada kisaran 4,55 –

11,27 ug/g, data lengkap tersaji pada Gambar 21. Jika setiap 1 gram tepung

rumput laut mengandung iodium sebesar 4,55 – 11,27 ug, maka diasumsikan

setiap 1 gram tepung rumput laut akan menyumbang iodium untuk kebutuhan

tubuh sebesar + 5 – 12 % untuk anak umur 0 – 12 tahun dan 3 – 7 % untuk

perempuan dan laki-laki umur 13 – 60 tahun. Sedangkan untuk ibu hamil dan

menyusui sekitar 2 – 5 % dari kebutuhan tubuh akan iodium menurut Angka

Kebutuhan Gizi..

Analisis ragam menunjukkan hasil bahwa suhu pengeringan berpengaruh

terhadap kadar iodium ketiga jenis tepung rumput laut (Lampiran 47, 48, 49).

Page 107: Minuman Rumput Laut

65

Dari hasil pengamatan, data menunjukkan suhu pengeringan 70 oC memiliki kadar

iodium yang lebih tinggi pada ketiga jenis tepung tersebut. Hal ini disebabkan

waktu pengeringan yang berbeda. Pengeringan dengan suhu 70 oC memerlukan

waktu yang lebih pendek daripada suhu 50 oC, sehingga walaupun suhu

pengeringan lebih tinggi tetapi penurunan kadar iodium lebih kecil.

Gambar 21. Kadar Iodium Tepung Rumput Laut (ug/g).

Jika dibandingkan dengan kadar iodium bahan baku hasil perendaman

terdapat penurunan kadar iodium pada ketiga jenis tepung rumput laut tersebut.

Hal ini terjadi karena pelakuan yang diberikan selama pengolahan. Beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi kehilangan iodium diantaranya adalah tingkat

keasaman, air dan pemanasan. Penelitian yang dilakukan Magdalena (1996)

menyatakan semakin meningkatnya tingkat keasaman, suhu dan waktu

pemasakan, kecenderungan tingkat kehilangan iodium pada sayur matang akan

semakin meningkat. Selama penelitian ini, pemanasan yang diberikan selama

pengeringan berkisar antara 50 oC dan 70 oC, tetapi selama proses penepungan

terjadi juga proses pemanasan akibat mesin penepung sehingga terjadi penurunan

kadar iodium yang cukup besar.

6,01

9,84

4,55

6,79

11,27

4,77

0

2

4

6

8

10

12

E. Cottonii Glacilaria sp Sargassum spJenis Tepung Rumput Laut

Kada

r Iod

ium

(ug/

g)

Suhu 50 °C Suhu 70 °C

Page 108: Minuman Rumput Laut

66

4.2.12. Organoleptik

Penilaian organoleptik merupakan salah satu ukuran penerimaan atau

standar kelayakan suatu produk. Berdasarkan uraian (deskripsi) terhadap

kenampakan, bau dan tekstur tepung rumput laut dari 3 jenis rumput laut, maka

disusun satu lembar penilaian (score sheet) untuk masing-masing jenis tepung

rumput laut. Lembar penilaian ini akan menjadi acuan dalam penilaian tepung

rumput laut (Lampiran 50, 51, 52). Angka (score) yang terdapat pada lembar

penilaian adalah 1 sampai 9. Penilaian dilakukan oleh 20 orang panelis.

a. Kenampakan

Kenampakan suatu produk akan menentukan ketertarikan konsumen

terhadap produk tersebut. Penilaian kenampakan meliputi warna dan kondisi

tepung. Winarno (1997) menyatakan bahwa penilaian suatu produk didahului

secara visual oleh warna produk. Melalui sifat warna, panelis dapat memberikan

penilaian baik mengenai kualitas maupun kesukaan terhadap suatu jenis makanan.

Makanan dengan kualitas yang baik belum tentu disukai jika memiliki warna yang

tidak disukai.

Penilaian panelis terhadap kenampakan tepung Eucheuma cottonii bervariasi

antara nilai 6 sampai 8. Rata-rata nilai kenampakan dan deskripsi pada lembar

penilaian dapat dilihat pada Tabel 19. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan

bahwa suhu pengeringan berbeda nyata terhadap kenampakan tepung (Lampiran

53). Suhu pengeringan 70 oC memberikan kenampakan yang lebih baik daripada

suhu pengeringan 50 oC. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh waktu

pengeringan yang lebih singkat pada suhu 70 oC sehingga tidak terjadi proses

pemanasan yang terlalu lama, dimana dapat menyebabkan warna agak krem.

Untuk tepung rumput laut Glacilaria sp, hasil analisis ragam menunjukkan

bahwa suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap kenampakannya (Lampiran

54). Walaupun tidak berbeda antara 2 perlakuan suhu tetapi pada lembar penilaian

tepung dengan suhu pengeringan 50 oC nilainya 6 (pembulatan ke bawah) dan

tepung dengan suhu pengeringan 70 oC nilainya 7 (pembulatan ke atas) seperti

terlihat pada Tabel 19. Artinya tepung rumput laut Glacilaria sp dengan suhu

pengeringan 70 oC memiliki yang nilai lebih tinggi.

Page 109: Minuman Rumput Laut

67

Nilai kenampakan tepung rumput laut Sargassum sp berada pada kisaran 5

sampai 7, nilai rata-rata yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 20. Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa suhu pengeringan tidak berbeda nyata terhadap

kenampakannya. Pada lembar penilaian tepung ini masuk dalam nilai 6 tetapi

tepung dengan suhu pengeringan 70 oC memiliki kenampakan yang lebih baik

(Lampiran 55).

Tabel 20. Nilai rata-rata Uji Kenampakan Tepung Rumput Laut

Jenis TRL Suhu

pengeringan

Nilai Deskripsi

E. cottonii 50 oC

70 oC

6,4

7,2

Bersih, putih krem, ada butir hitam, agak kusam Bersih, agak putih, ada sedikit butir hitam, agak cemerlang

Glacilaria sp 50 oC

70 oC

6,3

6,6

Bersih, kehijauan, agak kusam Bersih, krem kehijauan, agak cemerlang

Sargassum sp 50 oC

70 oC

6,2

6,4

Bersih, coklat tua, agak kusam Bersih, coklat agak buram, agak cemerlang

b. Bau

Uji bau suatu produk sangat berkaitan dengan indera penghidu, karena

indera penghidu sangat sensitif terhadap bau (aroma). Bau tepung rumput laut ikut

menentukan kesukaan konsumen terhadap produk yang akan dihasilkan. Bau amis

yang merupakan bau khas tumbuhan laut merupakan salah satu kendala dalam

pengolahan produk lanjutan. Hasil uji terhadap bau 3 jenis tepung rumput laut

berkisar pada nilai 5 sampai 7. Nilai rata-rata uji bau untuk ke 3 jenis tepung

rumput laut disajikan pada Tabel 21.

Hasil analisis ragam menyatakan bahwa suhu pengeringan tidak

berpengaruh terhadap bau ketiga jenis tepung rumput laut (Lampiran 56, 57, 58).

Pada lembar penilaian, Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp memiliki nilai 6

(pembulatan) sedangkan Sargassum sp memiliki nilai 5 (pembulatan).

Page 110: Minuman Rumput Laut

68

Tabel 21. Nilai rata-rata Uji Bau Tepung Rumput Laut

Jenis TRL Suhu

pengeringan

Nilai Deskripsi

E. cottonii 50 oC

70 oC

6,2

6,2

Bau sedikit agak amis Bau sedikit agak amis

Glacilaria sp 50 oC

70 oC

5,6

5,7

Bau sedikit agak amis Bau sedikit agak amis

Sargassum sp 50 oC

70 oC

5,4

5,4

Bau amis cukup dominant Bau amis cukup dominant

c. Tekstur

Butiran rumput laut kering sangat liat dan keras, hal ini kemungkinan karena

kandungan seratnya yang tinggi. Oleh karena itu proses penepungan sangat

menentukan kehalusan tepung rumput laut yang dihasilkan. Kehalusan tepung ikut

menentukan tekstur tepung rumput laut, semakin halus maka tekstur akan semakin

lembut. Kehalusan tekstur untuk produk minuman akan menentukan daya

larutnya. Pada penelitian ini tepung rumput laut lolos pada saringan ukuran 48.

Nilai uji tekstur berada pada kisaran 6 sampai 8. Nilai rata-rata uji tekstur dapat

dilihat pada Tabel 22. Analisis ragam terhadap tekstur 3 jenis tepung rumput laut

menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata antara 2 perlakuan suhu pengeringan.

Artinya suhu pengeringan tidak berpengaruh terhadap tekstur tepung rumput laut

(Lampiran 59, 60,61).

Page 111: Minuman Rumput Laut

69

Tabel 22. Nilai rata-rata Uji Tekstur Tepung Rumput Laut

Jenis TRL Suhu

pengeringan

Nilai Deskripsi

E. cottonii 50 oC

70 oC

7,5 7,6

Halus, agak lembut Halus, agak lembut

Glacilaria sp 50 oC

70 oC

6,4 6,5

Agak kasar, butiran terasa Agak halus

Sargassum sp 50 oC

70 oC

6,3 6,5

Agak kasar, butiran terasa Agak halus

4.3. Tepung Rumput Laut

Rumput laut, kualitasnya di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti

cahaya, suhu, musim, kadar garam, gerakan air dan zat hara. Cahaya, suhu, pH

dan unsur hara akan berpengaruh terhadap berlangsungnya fotosintesa.

Fotosintesa merupakan proses perubahan zat anorganik menjadi zat organik,

sehingga faktor-faktor tersebut di atas secara tidak langsung akan menentukan

kandungan protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat rumput laut (Kadi et al.

1988). Menurut Winarno (1990), komposisi kimia rumput laut bervariasi

tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan musim. Vegetable gum yang

dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung

selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam

tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori.

Kandungan serat dan iodium pada rumput laut, merupakan senyawa penting

yang diharapkan manfaatnya. Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan

antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam penyakit

diantaranya kanker usus besar, penyakit kardiovaskuler dan kegemukan

(obesitas). Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan suhu pengeringan yang

berbeda terhadap 3 jenis tepung rumput laut yaitu Eucheuma cottonii, Glacilaria

sp dan Sargassum sp, secara umum tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan

gizi rumput laut terutama kadar seratnya. Kadar serat larut pada tepung rumput

Page 112: Minuman Rumput Laut

70

laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp lebih tinggi daripada serat tak larutnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lahaye (1991), maka kadar serat larut

rumput laut yang ada di Kepulauan Seribu ini cukup tinggi, sehingga dapat

digunakan sebagai sumber serat yang dibutuhkan oleh tubuh. Besarnya peranan

serat pangan bagi kesehatan manusia menjadikan produk ini semakin banyak

dimanfaatkan, baik secara langsung maupun sebagai pencampur berbagai jenis

makanan, minuman dan produk diet pelangsing tubuh (Le Marie, 1985).

Eucheuma cottonii merupakan rumput laut yang sangat luas penggunaannya

baik langsung maupun berupa makanan dan minuman olahan. Berbagai cara

pengolahan telah dilakukan untuk memanfaatkan tepung rumput laut ini,

diantaranya adalah dengan mengolah menjadi makanan kering (crakers), makanan

semi basah (dodol, selai), maupun jajanan pasar (kue putu, donat, cente manis).

Beberapa industri rumah tangga telah berhasil mengolah dan memasarkan produk

yang terbuat dari rumput laut ini. Rasa yang enak dan mudah cara mengolahnya

merupakan hal yang menguntungkan. Untuk jenis rumput laut Glacilaria sp, pada

umumnya dilakukan ekstraksi terlebih dahulu untuk menghasilkan agar, baik

berbentuk batangan, lembaran (agar kertas) ataupun bubuk. Pemanfaatan secara

langsung atau olahan berbentuk makanan atau minuman jarang dilakukan.

Pemanfaatan rumput laut jenis Sargassum sp, biasanya dilakukan sebagai bahan

tambahan makanan jajanan (kue) atau diekstrak untuk menghasilkan alginat yang

luas penggunaannya. Penelitian yang dilakukan Darmawan et.al. (2004) terhadap

kandungan omega 3 dan iodium tepung Sargassum sp menyebutkan pada

konsentrasi 5 % berpengaruh nyata terhadap kadar iodium kue keik dan pada

konsentrasi 2 % berpengaruh nyata terhadap kadar omega 3 kue keik.

Pengolahan lanjutan dari tepung rumput laut pada penelitian ini adalah untuk

minuman berserat. Kandungan serat pangan yang tinggi terutama serat pangan

larut, diharapkan dapat menjadi sumber serat pada minuman ini. Selain

kandungan serat dan iodium, penilaian organoleptik sangat menentukan dalam

pemilihan jenis tepung yang akan digunakan. Kondisi tepung yang akan

digunakan diharapkan memiliki kriteria warna putih cemerlang, tidak berbau, dan

tekstur halus. Tepung yang berwarna putih akan mudah dalam pengolahan warna

yang diinginkan. Warna yang diberikan akan terserap sempurna. Warna akan

Page 113: Minuman Rumput Laut

71

menambah daya tarik dan kesukaan konsumen terhadap produk minuman ini.

Bau (aroma) suatu produk, baik makanan dan minuman akan mempengaruhi

minat/kesukaan konsumen. Bau yang diharapkan pada tepung rumput laut ini

adalah netral, dengan demikian tidak akan tercium bau amis yang dapat

mengganggu selera. Tekstur tepung pada penelitian ini berada pada kondisi yang

halus sedang. Tekstur yang sangat halus dan lembut akan memudahkan dalam

penggunaan. Pada penelitian ini, ke 3 jenis tepung rumput laut memiliki

kehalusan yang berbeda walaupun lolos pada saringan yang sama. Hal ini karena

kondisi thallus pada masing-masing rumput laut berbeda dan mesin penepung

yang digunakan tidak bekerja maksimal.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, baik sifat fisik-kimia, maka jenis

tepung rumput laut yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah

Eucheuma cottonii dengan perlakuan suhu pengeringan 70 oC dan Glacilaria sp

dengan perlakuan pengeringan 70 oC. Dengan demikian diharapkan sumber serat

akan terpenuhi dari tepung rumput laut Eucheuma cottonii sedangkan kandungan

iodium diharapkan terpenuhi dari tepung rumput laut Glacilaria sp. Data hasil

pengamatan masing-masing jenis tepung rumput laut selengkapnya disajikan pada

Tabel 23, 24 dan 25.

Page 114: Minuman Rumput Laut

72

Tabel 23. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii

Komponen Suhu pengeringan 50oC Suhu pengeringan 70oC

Rendemen (% ) 8,01 8,33

Ph 7,11 6,45

Titik jendal (oC) 34 32

Titik leleh (oC) 75 70

Viskositas (cps) 5080,36 4970,40

Kelarutan (%) 27,6 36,8

Kadar air (%) 12,88 12,34

Kadar abu (%) 14,18 14,27

Kadar protein (%) 3,39 3,13

Kadar karbohidrat (%)

- Kadar serat larut (%) - Kadar serat tak larut (%) - Kadar serat total (%)

68,25

75,18 9,70 84,88

68,16

72,19 11,23 83,42

Iodium (ug/g) 6,01 6,79

Tabel 24. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Glacilaria sp

Komponen Suhu pengeringan 50 oC Suhu pengeringan 70 oC

Rendemen (% ) 7,94 8,12

pH 7,13 7,57

Titik jendal (oC) - -

Titik leleh (oC) - -

Viskositas (cps) 18,58 20,89

Kelarutan (%) 15,03 18,01

Kadar air (%) 11,72 11,90

Kadar abu (%) 6,32 5,70

Kadar protein (%) 10,51 8,9

Kadar karbohidrat (%)

- Kadar serat larut (%) - Kadar serat tak larut (%) - Kadar serat total (%)

73,67

60,68 22,48 83,34

73,78

62,95 20,67 83,62

Iodium (ug/g) 9,84 11,27

Page 115: Minuman Rumput Laut

73

Tabel 25. Sifat Fisik-Kimia Tepung Rumput Laut Sargassum sp

Komponen Suhu pengeringan 50oC Suhu pengeringan 70oC

Rendemen (% ) 7,14 7,94

pH 7,74 7,22

Titik jendal (oC) - -

Titik leleh (oC) - -

Viskositas (cps) 0,997 3,42

Kelarutan (%) 26,96 18,21

Kadar air (%) 10,82 11,65

Kadar abu (%) 15,83 15,58

Kadar protein (%) 8,80 8,85

Kadar karbohidrat (%)

- Kadar serat larut (%) - Kadar serat tak larut (%) - Kadar serat total (%)

64,21

25,89 55,86 81,75

67,2

24,99 57,62 82,61

Iodium (ug/g) 4,55 4,77

Page 116: Minuman Rumput Laut

74

4.4. Formulasi Minuman Berserat

Pengetahuan konsumen tentang minuman beserat umumnya diperoleh dari

iklan, baik melalui media cetak atau elektronik. Penelitian yang dilakukan Qomari

(2003) menyebutkan bahwa setelah konsumen memiliki informasi yang cukup

tentang minuman berserat, selanjutnya akan melakukan evaluasi alternatif dan

menetapkan kriteria evaluasi berdasarkan beberapa pengaruh diantaranya motivasi

dan pengetahuan. Beberapa produk minuman berserat di pasaran memberikan

informasi yang lengkap mengenai manfaat dan nilai gizi yang dibutuhkan. Tetapi

untuk formulasi komposisi penyusun minuman tersebut tidak diinformasikan

secara lengkap. Hal ini tentu saja berkaitan dengan hak paten dari produk tersebut.

Pada penelitian ini, akan dibuat beberapa formulasi minuman berserat.

Komposisi minuman terdiri dari sumber serat, bahan penstabil, gula, asam sitrus,

pewarna, dan aroma (flavor). Sumber serat yang digunakan adalah tepung rumput

laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp. Gula sukrosa (gula pasir). Bahan

penstabil yang digunakan adalah gum arab dan alginat dengan konsentrasi 1 dan

3 %. Bahan pewarna dengan kode 19385, warna orange yellow dan aroma yang

ditambahkan adalah aroma jeruk dengan kode 5098. Persentase bahan tambahan

yang digunakan berdasarkan berat tepung rumput laut.

Gum arab yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar serat pangan

larut 10,89 %, kadar serat pangan tidak larut 11,06 % dan serat pangan total

sebesar 21,95 %. Kenampakan putih bersih, bau netral dan tekstur sangat halus

dan lembut. Alginat memiliki kadar serat pangan larut 12,07 %, kadar serat

pangan tidak larut 25,04 % dan kadar serat pangan total 37,11 %. Kenampakan

agak krem, ada bau tambahan, dan tekstur halus. Secara keseluruhan, gum arab

memiliki penampilan yang lebih baik daripada alginat. Bahan penstabil bekerja

dengan menurunkan tegangan permukaan melalui pembentukan lapisan pelindung

yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut

akan lebih terdispersi dan lebih stabil (Fennema, 1996). Selain untuk

mempertahankan produk tetap dalam kondisi yang diinginkan (cair), bahan

penstabil juga dapat memperbaiki sifat produk sehingga akan meningkatkan nilai

organoleptik.

Page 117: Minuman Rumput Laut

75

Formulasi yang dicobakan terdiri dari 1 sumber serat yaitu Eucheuma

cottonii, konsentrasi bahan penstabil yang digunakan masing-masing adalah 1 dan

3 %; formulasi yang terdiri dari 2 sumber serat yaitu Eucheuma cottonii dan

Glacilaria sp dengan perbandingan 8 : 2. Perbandingan sumber serat ini

berdasarkan kenampakan tepung rumput laut Glacilaria sp yang kurang putih

sehingga dengan konsentrasi yang rendah diharapkan dapat tertutupi oleh bahan

pewarna yang ditambahkan. Formulasi dapat dilihat pada Tabel 26. Selanjutnya

dilakukan uji organoleptik (uji kesukaan) dengan batas penolakan adalah pada

nilai 4,5 (agak tidak suka). Formulasi terpilih selanjutnya akan diuji sifat

kimianya yang meliputi viskositas, kelarutan, kadar serat dan uji organoleptik (uji

perbandingan pasangan).

Tabel 26. Formulasi minuman berserat

Formulasi Komposisi

Formulasi A E. cottonii 48,7 %, gum arab 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %.

Formulasi B E. cottonii 48,7 %, alginat 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %.

Formulasi C E. cottonii 48,2 %, gum arab 1,4 %, gula 48,2 %, asam sitrus 1,4 %, pewarna 0,3 % dan aroma 0,5 %

Formulasi D E. cottonii 48,2 %, alginat 1,4 %, gula 48,2 %, asam sitrus 1,4 %, pewarna 0,3 % dan aroma 0,5 %

Formulasi E E. cottonii 38,9 %, Glacilaria sp 9,8 %, gum arab 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %

Formulasi F E. cottonii 38,9 %, Glacilaria sp 9,8 %, alginat 0,5 %, gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %

Uji organoleptik (uji kesukaan) Formulasi Minuman Berserat a. Rasa

Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan oleh panelis, formulasi Eucheuma

cottonii dengan konsentrasi gum arab 0,5 % (formula A) adalah yang paling

disukai. Pada konsentrasi gum arab dan alginat 1,4 % (formula C dan D), panelis

menolak rasa minuman karena rasanya hambar (tidak ada rasa). Hal ini karena

bertambahnya konsentrasi gum arab dan alginat sedangkan konsentrasi bahan

tambahan lain tidak ditambah sehingga rasa tidak disukai. Formulasi dengan 2

Page 118: Minuman Rumput Laut

76

sumber serat, konsentrasi gum arab 0,5 % (formula E) memiliki nilai uji rasa pada

batas nilai penolakan (Gambar 22).

Gambar 22. Hasil Uji Rasa Minuman Berserat pada Formulasi yang berbeda.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi minuman

memberikan pengaruh nyata terhadap rasa minuman. Uji lanjut yang dilakukan

diperoleh hasil bahwa rasa minuman formulasi A, E, C dan D berbeda nyata

terhadap semua formulasi sedangkan formulasi B dan F tidak berbeda nyata

tetapi berbeda nyata dengan formulasi lainnya (Lampiran 62).

b. Aroma

Aroma suatu produk sangat mempengaruhi selera konsumen. Aroma yang

kurang enak akan menurunkan minat untuk mengkonsumsinya. Oleh karena itu,

industri pangan menganggap uji bau merupakan uji yang sangat penting karena

secara cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produksinya, disukai atau

tidak disukai. Pada minuman berserat hasil penelitian ini, aroma (flavor) yang

diberikan adalah aroma jeruk. Diharapkan bau khas rumput laut dapat tertutupi

oleh aroma tersebut. Penilaian panelis berada pada kisaran 5,2 – 6,6. Hasil

penilaian terhadap aroma disajikan pada Gambar 23.

Rasa

5

4

3.22.7

4.54

0

1

2

3

4

5

6

A B C D E FFormula minuman

Nila

i uji

rasa

Page 119: Minuman Rumput Laut

77

Gambar 23. Hasil Uji Aroma Minuman Berserat pada Formulasi yang berbeda.

Analisis sidik ragam terhadap aroma menunjukkan hasil berbeda nyata. Uji

lanjut terhadap aroma, menunjukkan bahwa formulasi A dan B tidak berbeda

tetapi berbeda dengan formulasi lainnya. Formulasi C, E dan F tidak berbeda

tetapi berbeda dengan formulasi lain sedangkan formulasi D berbeda dengan

formulasi lainnya (Lampiran 63).

c. Kenampakan

Uji kenampakan suatu produk meliputi warna dan penampilan dengan

menggunakan indera penglihatan. Meskipun warna paling cepat dan mudah

memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya.

Itulah sebabnya penilaian secara subyektif dengan penglihatan masih sangat

menentukan dalam penilaian komoditi (Soekarto, 1981). Gambar 24

menunjukkan hasil uji kesukaan terhadap kenampakan. Formulasi minuman A,

B, C, D dan E memiliki nilai diatas batas penolakan, artinya kenampakan

minuman dapat diterima konsumen. Formulasi F memiliki nilai dibawah batas

penolakan. Kenampakan minuman formula F agak kusam dan agak kotor. Hal ini

disebabkan sumber serat Glacilaria sp dan bahan tambahan alginat memiliki

warna agak kecoklatan sehingga pewarna yang diberikan tidak terserap sempurna

sesuai yang diinginkan. Warna yang ditimbulkan menjadi agak kusam.

Aroma6.6 6.4

5.95.2

5.8 5.7

0

1

2

3

4

5

6

7

A B C D E FFormula minuman

Nila

i uji

arom

a

Page 120: Minuman Rumput Laut

78

Gambar 24. Hasil Uji Kenampakan Minuman Berserat pada Formulasi yang berbeda.

Hasil analisis sidik ragam terhadap kenampakan adalah berbeda nyata.

Artinya formulasi minuman berpengaruh terhadap kenampakannya. Uji lanjut

Duncan terhadap kenampakan menunjukkan hasil bahwa formulasi A, B, C dan F

masing-masing berbeda dengan formulasi lainnya, formulasi D dan E tidak

berbeda tetapi berbeda dengan formulasi lainnya (Lampiran 64).

d. Kekentalan

Pada uji kekentalan, panelis menolak minuman berserat dengan formulasi

C, D dan F. Pada formulasi F, larutan berbentuk seperti bubur (terlalu kental)

sehingga tidak cocok disebut minuman. Formulasi satu sumber serat dengan

konsentrasi gum arab 0,5 % mempunyai kekentalan yang paling disukai panelis.

Hasil uji disajikan pada Gambar 25.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh formulasi terhadap

kekentalan minuman (berbeda nyata). Hasil uji lanjut kekentalan minuman rumput

laut yang diperoleh menunjukkan bahwa formulasi A dan D berbeda dengan

formulasi lainnya, formulasi E dan B tidak berbeda tetapi berbeda dengan

formulasi lainnya, formulasi C dan F tidak berbeda tetapi berbeda dengan lainnya

(Lampiran 65).

Kenampakan

6.676.26

5.464.6 4.8

4.13

0

1

2

3

4

5

6

7

8

A B C D E FFormula minuman

Nila

i uji

kena

mpa

kan

Page 121: Minuman Rumput Laut

79

Gambar 25. Hasil Uji Kekentalan Minuman Berserat pada Formulasi yang

berbeda.

Berdasarkan hasil uji kesukaan yang didapat, maka formulasi 1 sumber serat

(Eucheuma cottonii) dengan konsentrasi gum arab 0,5 % (formula A) dan

formulasi 2 sumber serat (Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp) dengan

konsentarsi gum arab 0,5 % (formula E) akan dilanjutkan untuk uji viskositas,

kelarutan, kadar serat pangan, organoleptik (uji perbandingan pasangan) dan Total

Plate Count (TPC).

4.5. Uji Formulasi Minuman Berserat Terpilih

4.5.1. Viskositas Minuman Berserat Formula A dan E

Viskositas berpengaruh pada bentuk dan penerimaan rasa dari produk yang

berupa cairan. Semakin tinggi nilai viskositas suatu larutan maka makin tinggi

pula tingkat kekentalannya. Pengamatan viskositas dilakukan pada suhu media

pelarut (air penyajian minuman) yang berbeda. Suhu media pelarut yang

digunakan adalah 10oC (air dingin), 28oC (air biasa) dan suhu 40oC (air hangat).

Hasil pengamatan nilai viskositas 2 formulasi terpilih pada suhu media pelarut

yang berbeda ada pada Gambar 26. Analisis ragam yang dilakukan terhadap

masing-masing suhu media pelarut pada formula yang berbeda menunjukkan

adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai viskositas. Uji lanjut yang

diperoleh memberi hasil bahwa pada 3 taraf suhu media pelarut, nilai viskositas

formula A lebih tinggi daripada formula E (Lampiran 66). Formula A dengan

kekentalan

6.2

4.84.06

3

5.134.4

0

1

2

3

4

5

6

7

A B C D E FFormula minuman

Nila

i uji

keke

ntal

an

Page 122: Minuman Rumput Laut

80

sumber serat Eucheuma cottonii memiliki kekentalan dan tekstur yang lebih halus

dan homogen daripada formula E dengan sumber serat campuran Eucheuma

cottonii dan Glacilaria sp. Menurut Towle (1973), sebagai penghasil karagenan,

larutan Eucheuma cottonii bersifat kental dan viskositasnya bergantung pada

konsentrasi, suhu, adanya molekul-molekul lain, jenis karagenan dan berat

molekulnya. Jika konsentrasi larutan karagenan meningkat maka viskositasnya

akan meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa viskositas formula

A dengan satu sumber serat, Eucheuma cottonii, memiliki viskositas yang lebih

tinggi daripada formula E dengan 2 sumber serat. Eucheuma cottonii dan

Glacilaria sp tidak dapat bercampur, tetapi dengan penambahan gum arab 0,5 %

dapat membantu pencampuran kedua serat tersebut walaupun tetap dengan nilai

viskositas yang lebih rendah daripada 1 sumber serat.

Gambar 26. Nilai Viskositas (cps) Minuman Berserat Formula A dan Formula E.

Berdasarkan Gambar 26, analisis ragam terhadap viskositas minuman

berserat formula A pada suhu media pelarut yang berbeda menunjukkan hasil

berbeda sangat nyata (Lampiran 67). Semakin tinggi suhu media pelarut,

viskositas minuman semakin tinggi. Pada suhu air 10 oC, formula A larut dengan

sedikit sekali perubahan pada struktur molekul bahan minuman. Pada suhu air

biasa, mulai terjadi perubahan pada struktur molekul bahan penyusun minuman,

hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya viskositas. Larutan semakin

559,44

11,79 36,53

188,44

2,35 23,47

0

100

200

300

400

500

600

Suhu 10° C Suhu 28°C Suhu 40°CSuhu Media Pelarut

visk

osita

s (c

ps)

Formula A Formula E

Page 123: Minuman Rumput Laut

81

homogen dan mengental. Pada suhu air 40 oC, terjadi perubahan struktur molekul,

molekul semakin mengembang sehingga larutan menjadi semakin mengental. Hal

ini ditandai dengan semakin tinggi nilai viskositasnya. Adanya bahan tambahan

pada formulasi minuman juga mempengaruhi viskositasnya. Menurut Hanson

(2000), viskositas larutan karagenan menurun dengan naiknya suhu dan

perubahan ini bersifat reversible. Pada penelitian ini, semakin tinggi suhu media

pelarut yang digunakan viskositas semakin tinggi pula. Kekentalan minuman tidak

berubah dengan semakin turun suhunya. Artinya larutan tetap mengental dan tidak

berubah menjadi cair setelah dingin. Hal ini kemungkinan karena terjadinya

pengembangan molekul bahan penyusun minuman karena suhu air yang tinggi.

Adanya bahan penstabil dalam formulasi minuman menyebabkan larutan tetap

mengental. Hal ini ditunjukkan dengan nilai viskositas yang tinggi.

Demikian juga pada minuman berserat dengan 2 sumber serat (Formula E).

Analisis ragam pada 3 taraf suhu media pelarut menunjukkan pengaruh yang

sangat nyata terhadap nilai viskositasnya. Uji lanjut menunjukkan bahwa masing-

masing suhu air berbeda nyata, nilai viskositas tertinggi ada pada suhu media

pelarut 40 oC (Lampiran 68). Semakin tinggi suhu media pelarut, viskositas

semakin tinggi. Pencampuran 2 sumber serat menurunkan kemampuan melarut

Eucheuma cottonii. Hal ini ditunjukkan dengan nilai viskositas yang lebih rendah

dari 1 sumber serat. Adanya gum arab dalam formulasi minuman mempengaruhi

kestabilan larutan. Larutan minuman menjadi agak homogen dan tekstur agak

halus, walaupun jika didiamkan akan membentuk 2 lapisan, yaitu endapan dan

cairan.

4.5.2. Kelarutan Minuman Berserat Formula A dan E

Hasil pengamatan kelarutan 2 formulasi minuman pada suhu media pelarut

10 oC, 28 oC dan 40 oC disajikan pada Gambar 27. Analisis sidik ragam pada

masing-masing suhu dan formula yang berbeda menyatakan formula A dan E

pada suhu 10 oC dan 40 oC berbeda sangat nyata terhadap nilai kelarutan, tetapi

berbeda nyata pada suhu 28 oC (Lampiran 69). Nilai kelarutan meningkat dengan

semakin meningkatnya suhu. Artinya pada suhu 40 oC, larutan semakin homogen

dan melarut lebih baik daripada suhu 10 oC. Hal ini sejalan dengan nilai viskositas

yang semakin tinggi, karena semua komponen pada minuman dapat menyatu

Page 124: Minuman Rumput Laut

82

dalam larutan. Pada 3 taraf suhu media pelarut, formula A memiliki nilai

kelarutan yang lebih tinggi daripada formula E. Hal ini karena tekstur rumput laut

Glacilaria sp tidak sehalus tekstur Eucheuma cottonii sehingga tidak dapat

melarut dalam air.

Gambar 27. Nilai Kelarutan (%) Minuman Berserat Formula A dan Formula E.

Berdasarkan Gambar 27, analisis sidik ragam terhadap kelarutan formula A

pada suhu yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Uji lanjut

Duncan yang diperoleh menyatakan masing-masing suhu media pelarut berbeda

nyata. Nilai kelarutan tertinggi ada pada suhu air 40 oC (Lampiran 70). Hal ini

karena pada suhu 40 oC, terjadi perubahan pada molekul-molekul bahan penyusun

minuman sehingga daya larutnya menjadi lebih baik. Demikian juga pada formula

E, analisis sidik ragam menyatakan suhu media pelarut berpengaruh nyata

terhadap nilai kelarutannya. Uji lanjut menunjukkan masing-masing suhu

berbeda dan nilai kelarutan pada suhu 40 oC lebih tinggi (Lampiran 71).

4.5.3. Kadar Serat Pangan Minuman Berserat Formula A dan E

Hasil pengamatan kadar serat pangan minuman berserat formulasi A dan E

seperti pada Gambar 28. Kadar serat pangan total kedua formulasi minuman

sama, yaitu 41,8 %. Kadar serat pangan larut lebih tinggi daripada serat pangan

tidak larut. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi minuman

38,08

58,14

35,81

57,62 60,0864,13

0

10

20

30

40

50

60

70

Suhu 10° C Suhu 28°C Suhu 40°CSuhu Media Pelarut

Kel

arut

an (%

)

Formula A Formula E

Page 125: Minuman Rumput Laut

83

berbeda nyata terhadap kadar serat pangan larut tetapi tidak berpengaruh terhadap

serat pangan tidak larut dan kadar serat pangan total minuman berserat

(Lampiran 72).

Keterangan : SDF = Soluble dietary fiber (serat pangan larut) ISF = Insoluble dietary fiber (serat pangan tak larut) TDF = Total dietary fiber (serat pangan total)

Gambar 28. Kadar Serat Pangan (%) Minuman Berserat Formula A dan E.

Pada saat ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi serat

pangan sudah semakin baik. Selain manfaat serat untuk kesehatan, sebagian

masyarakat menggunakan serat untuk tujuan diet (menjaga berat badan). Menurut

Angka Kecukupan Gizi (AKG), kebutuhan serat perhari/orang adalah 25 gram.

Untuk memenuhinya dapat mengkosumsi makanan yang kaya akan serat, seperti

sayuran. Salah satu suplemen yang dapat mencukupi kebutuhan serat adalah

minuman berserat. Salah satu minuman berserat yang sudah beredar di

masyarakat dapat mensuplai kebutuhan serat sebanyak 3 gram/kemasan saji

seberat 8 gram. Aturan minum yang dianjurkan adalah 3 bungkus sehari. Artinya

minuman beserat ini dapat mensuplai 9 gram serat perhari.

Kadar serat yang terkandung dalam minuman berserat pada penelitian ini

cukup tinggi yaitu 41,8 %. Dengan demikian setiap gram pada formula minuman

mengandung 0,42 gram total serat pangan. Jika dalam satu takaran saji adalah

sebanyak 8 gram, maka jumlah serat yang dikonsumsi adalah 3,36 gram.

Berdasarkan analisis sidik ragam, kandungan serat total berbeda nyata antara 2

36.1

5.7

41.8

35.2

6.6

41.8

05

101520

253035

4045

SDF IDF TDFJenis Serat Pangan

Kad

ar S

erat

Pan

gan

(%)

Formula a Formula e

Page 126: Minuman Rumput Laut

84

produk minuman komersil dan produk hasil penelitian (Lampiran 73).

Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa produk minuman berserat yang

dihasilkan pada penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif pilihan minuman

berserat. Artinya rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp dapat

digunakan sebagai sumber serat alternatif pada minuman berserat.

4.5.4. Uji Organoleptik (Uji Perbandingan Pasangan) Minuman Berserat

Formula A dan E dengan Minuman Berserat Komersil

Dalam dunia usaha dan industri selalu terjadi persaingan dan berlangsung

kebutuhan pengembangan. Untuk menghadapi hal tersebut, maka selalu dilakukan

upaya mengembangkan produk baru, diantaranya adalah memperbaiki mutu,

mengganti bahan, menambah bahan tambahan, mengganti bentuk dan penampilan,

mengganti kemasan dan lain-lan. Untuk menilai keberhasilan suatu produk baru,

maka perlu dilakukan uji pembedaan sifat atau mutu produk yang dihasilkan

terhadap produk lama. Produk minuman berserat baru yang dihasilkan pada

penelitian ini dibandingkan dengan produk minuman berserat komersil. Hasil uji

yang didapat adalah respon beda, dimana respon beda yang diberikan adalah lebih

tinggi atau lebih rendah. Respon yang diinginkan adalah lebih tinggi, artinya

produk baru yang dihasilkan mempunyai mutu yang lebih baik. Produk minuman

berserat dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Minuman Berserat (kiri : formula A; tengah : produk komersil; kanan : formula E)

Page 127: Minuman Rumput Laut

85

formula A

1.13

-0.3

-1.4 -1.3

0

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

Warna Aroma Rasa manis Rasa asam Kekentalan

parameter uji

Nila

i rat

a-ra

ta

Hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan oleh panelis terhadap

formula A disajikan pada Gambar 30, sedangkan untuk formula E dapat dilihat

pada Gambar 31.

Gambar 30. Hasil Uji Perbandingan Pasangan terhadap Formula A.

Gambar 31. Hasil Uji Perbandingan Pasangan terhadap Formula E.

Panelis memberikan nilai pada parameter warna rata-rata 1,13 untuk formula

A dan 0,2 untuk formula E. Nilai positif yang dihasilkan menunjukkan bahwa

tingkat kecerahan warna produk baru berada diatas tingkat kecerahan produk lama

(komersil). Pada uji kesukaan panelis memberikan nilai 6,67 (suka) untuk formula

A dan 4,8 (netral) untuk formula E. Artinya upaya untuk menjadikan warna lebih

menarik dapat dicapai pada produk baru yang dihasilkan.

formula E

0.2

-0.6

-1.7 -1.6

0

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

Warna Aroma Rasamanis

Rasa asam Kekentalan

parameter uji

Nila

i rat

a-ra

ta

Page 128: Minuman Rumput Laut

86

Indera yang digunakan untuk uji rasa adalah lidah. Tingkat kepekaan

seseorang terhadap rasa manis dan rasa asam tidak sama. Pada uji rasa ini panelis

memberikan respon yang berbeda tergantung kesukaan dan kepekaan inderanya,

walaupun respon yang diberikan diharapkan tidak mempengaruhi kesukaan

panelis. Pada uji pembanding rasa manis, rata-rata nilai yang dihasilkan adalah

-1,4 untuk formulasi A dan -1,7 untuk formulasi E. Untuk rasa asam berturut-

turut adalah -1,3 dan -1,6. Nilai negatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa rasa

manis dan rasa asam produk baru tidak sama dengan produk lama (komersil).

Bedasarkan hasil uji kesukaan, kedua formula produk baru berada di atas batas

nilai penolakan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa manis dan asam sudah dapat

diterima panelis walaupun berada dibawah tingkat kemanisan dan keasaman

produk komersil. Berdasarkan hasil tersebut, maka perlu dilakukan

penyempurnaan formulasi dan pengujian ulang sehingga dapat tercapai rasa

manis dan rasa asam yang diinginkan.

Aroma yang ingin ditonjolkan pada produk adalah aroma jeruk. Bau tepung

rumput laut yang kurang enak diharapkan dapat tertutup oleh aroma jeruk. Hasil

uji pembeda untuk masing-masing formula A dan E berturut-turut adalah -0,3 dan

-0,6. Pada uji kesukaan, panelis memberikan nilai 6,6 (suka) untuk formula A dan

5,8 (agak suka) untuk formula E. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut,

walaupun aroma produk baru bernilai negatif tetapi disukai oleh panelis, hal ini

kemungkinan karena produk lama (komersil) mempunyai aroma yang sangat kuat

sehingga pada uji pebandingan pasangan, nilai yang didapat adalah negatif.

Kekentalan dua produk baru tidak berbeda dengan produk lama. Nilai yang

dihasilkan pada uji pembanding adalah 0 (tidak berbeda). Artinya upaya untuk

mencapai kekentalan yang sesuai dengan produk pembanding (komersil) sudah

tercapai.

4.5.5. Total Plate Count (TPC) Minuman Berserat Formula A dan E

Salah satu analisis kuantitatif mikrobiologi untuk mengetahui mutu bahan

pangan adalah dengan menghitung jumlah sel. Metode perhitungan yang

digunakan yaitu hitungan cawan (Total Plate Count). Prinsip dari metode ini

adalah jika jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka

Page 129: Minuman Rumput Laut

87

sel jasad renik tersebut akan tumbuh berkembang biak dan membentuk koloni.

Koloni ini dapat dihitung langsung tanpa menggunakan mikroskop.

Hasil perhitungan total plate count minuman berserat yang dihasilkan pada

penelitian ini adalah 1 x 103 koloni/ml untuk formula A dan 9,7 x 102 koloni/ml

untuk formula E, masing-masing untuk 8 gram penyajian dalam air steril

sebanyak 230 ml . Hasil perhitungan ini masih dalam batas maksimal syarat mutu

pada SNI serbuk minuman rasa jeruk, yaitu 3 x 103 koloni/ml. Artinya minuman

ini aman dikonsumsi.

Page 130: Minuman Rumput Laut

V. Simpulan dan Saran

5.1. Simpulan

a. Tepung rumput laut yang digunakan sebagai sumber serat alternatif dapat

dibuat dengan menggunakan metode penepungan kering. Pengolahan tepung

rumput laut melalui tahapan pencucian, perendaman, penghancuran,

pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Media perendam terbaik untuk RL

Eucheuma cottonii dan Sargassum sp adalah air tawar selama 9 jam. Media

perendam terbaik untuk RL Glacilaria sp adalah kombinasi air tawar dan

larutan kapur tohor 0,5% yaitu direndam dalam air tawar 2 jam selanjutnya

direndam dalam larutan kapur tohor 0,5% 10 menit, kemudian dijemur dan

direndam kembali dalam air tawar selama 7 jam. Suhu pengeringan 70 oC

lebih baik daripada suhu 50 oC untuk ketiga jenis tepung rumput laut.

b. TRL Eucheuma cottonii, Glacilaria sp dan Sargassum sp mempunyai

kandungan serat pangan yang tinggi. Kandungan serat pangan Eucheuma

cottonii berturut-turut adalah 72,19 % (serat pangan larut), 11,23 % (serat

pangan tidak larut) dari 83,42 % serat pangan total. Glacilaria sp yaitu 62,95

% (serat pangan larut), 20,67 % (serat pangan tidak larut) dari 83,62 % serat

pangan total. Sargassum sp adalah 24,99 % (serat pangan larut), 57,62 %

(serat pangan tidak larut) dari 82,61 % serat pangan total. Dengan demikian

berdasarkan sifat fisik-kimia maka TRL Eucheuma cottonii adalah yang

terbaik dan dapat digunakan sebagai sumber serat alternatif untuk minuman

berserat.

c. Berdasarkan uji kesukaan, formula A ( E. cottonii 48,7 %, gum arab 0,5 %,

gula 48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %) dan

formula E (E. cottonii 38,9 %, Glacilaria sp 9,8 %, gum arab 0,5 %, gula

48,7 %, asam sitrus 1,5 %, pewarna 0,2 % dan aroma 0,4 %) dapat diterima

oleh panelis. Kandungan serat kedua formula tersebut lebih tinggi 1,12 % dari

kandungan serat pada minuman berserat komersil. Uji perbandingan pasangan

menghasilkan nilai positif untuk warna, nilai negatif untuk rasa manis, rasa

asam dan aroma, serta nilai nol (tidak berbeda) untuk kekentalan. Berdasarkan

penilaian organoleptik maka TRL Eucheuma cottonii adalah yang terbaik dan

dapat digunakan sebagai sumber serat alternatif untuk minuman berserat.

Page 131: Minuman Rumput Laut

89

5.2. Saran

Rendemen merupakan salah satu faktor yang menentukan nilai ekonomis

suatu produk, maka untuk meningkatkan rendemen dalam pengolahan tepung

rumput laut sebaiknya menggunakan alat penepung tipe disk-mill sehingga dapat

menggerus rumput laut dengan sempurna.

Formula minuman berserat yang dihasilkan masih perlu disempurnakan

terutama pada rasa manis, rasa asam dan aroma, terutama bila dikaitkan dengan

selera konsumen secara umum sehingga minuman yang dihasilkan dapat bersaing

di pasaran. Penambahan persentase gula dan penambahan penguat rasa asam dapat

diujicobakan sehingga dapat dicapai rasa manis dan asam yang diinginkan.

Page 132: Minuman Rumput Laut

Daftar Pustaka AACC, 2001. The Definition of Dietary Fiber. Cereal. World. Afrianto E, Liviawaty E. 1987. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya.

Penerbit Bhatara. Jakarta. Alikolis JJ.1979. Candy Technology. AVI Publ. Connecticut. Anonymous a. Macam dan Sumber Serat. http://www . vegeta.co.id [20 Januari 2006]. Anonymous b. Kebutuhan sehari. http://www. vegeta.co.id [20 Januari 2006] Anonymous c. Seaweed’s Nutritional Value. Fisheries Information Newsletter #95

(October-December 2000). Source : Algo Rythme, no. 51, 3rd quarter 2000. Andon SA. 1987. Application of Soluble Dietary Fiber. J. Food Technology

141: 74 – 75. Anggadireja J. 1993. Potensi Makro Algae Laut (Seaweed) sebagai Pangan dan

Nilai Gizi Berbeda Jenis. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V. LIPI. Jakarta 20 – 22 April 1993.

Angka SL dan Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Cetakan Pertama,

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Astawan M, Koswara S, Herdiani F. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma

cottonii) untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi dan Industri pangan. XV (1) : 61.

Aslan. 1991. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius, Malang. BPPMHP. 2005. Penggunaan Khlorin Dioksida (ClO2) atau Minatrit Dalam

Penanganan Ikan. Petunjuk Teknis. BPPMHP, Jakarta. BeMiller JN., Whistler RL. 1996. Carbohydrate. Dalam Fennema OR (Ed). Food

Chemistry (3rd ed). Marcell Dekker, New York. Chan JCC, Cheung PCK, Ang Jr. 1997. Comparitive Studies on the Effect of

Three Drying Methods on the Nutritional Composition of Seaweed Sargassum hemiphyllum (Turn.)C.Ag. J.Agric.FoodChem. 45: 3056 - 3059.

Chichester DF, Tanner.1968. Antimicrobial Food Additives. Di dalam Furia T.E.

editor Handbook of Food Additives. Florida CRC Press.

Page 133: Minuman Rumput Laut

91

Davidson MH and Mc Donald MD. 1998. Fiber : Forms and functions. Nutrition Research 18 : 671 – 674.

Desrosier NW, Desrosier JN. 1977. The Technology of Food Preservation.

Connecticut. AVI Publ. Ditjen Perikanan Budidaya. 2005. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2004.

Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Doty MS. 1973. Eucheuma Farming for Carrageenan. Sea Grant Advisory Report.

UNIHI Seagrant A. 273 – 02. Dreher M. 1987. Conventional and Unconventional Dietary Fiber Components.

Handbook of Dietary Fiber. Marcell Dekker, New York. Escrig AJ and Muniz FJS. 2000. Dietary Fiber from Edible Seaweed : Chemical

Structure, Physicochemical Properties and Effects on Cholesterol Metabolism. Nutrition Research 20 : 585 – 598.

Fardiaz D.1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, PAU

Pangan dan Gizi, IPB. Fennema OR.1996. Food Chemistry (3rd ed). Marcell Dekker, New York. Gardner WH. 1968. Acidulants in Food Processing. Di dalam Furia TE, editor.

Handbook of Food Additives. CRC. Florida. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, Sardjono. 1994. Ilmu Pangan. Terjemahan.

Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Glicksman M.1969. Gum Technology in Food Industry. Acad Press. New York. Glicksman M., Sand RE. 1973. Gum Arabic. Dalam Whistler R. Industrial Gums,

Polysaccharides and Their Derivatives. Second Edition. Academic Press, New York.

Glicksman M.1982. Food Hydrocolloids. Volume ke 1. Florida. CRC Press. Glicksman M.1984. Food Hydrocolloids. Volume ke 2. Florida. CRC Press. Goni I, Valdivieso L, Garcia-Alonso A. 2000. Nori Seaweed Consumption

Modifies Glycemic Response in Healthy Volunteers. Nutrition Research 20 (10) : 1367 – 1375.

Guhardja E. 1981. Algae dalam Botani Umum. Departemen Botani, IPB. Heath HB. 1978. Flavor Technology, Profiles, Product Application. AVI

Publishing. Connecticut.

Page 134: Minuman Rumput Laut

92

Imeson A. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food. Blackie Academic & Professional. London.

Imeson A. 2000. Carrageenan. Didalam Phillips G.O dan Williams, editors.

Handbook of Hydrocolloids. Florida. CRC Press. Istini S, Zatnika A, Suhaimi, Anggadireja J. 1986. Manfaat dan Pengolahan

Rumput Laut. Jurnal Penelitian. BPPT, Jakarta. Ito K and Hori K. 1989. Seaweed : Chemical Composition and Potential Uses.

Food Reviws International. 5 (10) : 101 – 144. Januar HI, Wikanta T, Nursid M. 2004. Metode Uji Radikal Bebas 2,2 Difenil

Pikril Hidrasil (DPPH) Dalam Eksplorasi Bioaktivitas Antioksidan dari Rumput Laut. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. 10 (7) : 5 -9.

Joseph G. 2006. http://www. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita.

htm [13 Desember 2006]. Kadi A dan Wanda SA. 1988. Rumput Laut (Algae) Jenis, Reproduksi, Produksi,

Budidaya dan Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumber Daya Alam Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Osenologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Karsini. 1993. Ekstraksi Natrium Alginat dari Algae Coklat Jenis Hormophysa

triquetra. Majalah Kimia 49 : 2-8. King AH. 1983. Brown Seaweed Extract (Alginates). Dalam Glicksman M (Ed).

Food Hydrocolloids. Volume ke 2. Florida. CRC Press. Klose RE, Glicksman M. 1972. Gums. Dalam Furia TE. (Ed). Handbook of Food

Additives, 2nd ed. Volume 1. CRC Press Inc. Ohio. Kurniasari R.1997. Penentuan Jenis dan Konsentrasi Hidrokoloid dan Bahan

Pemanis untuk membuat Selai Nanas Rendah Kalori. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor, Indonesia.

Le Marie WH. 1985. Food in The Year 2000. Food Engineering 57 (5) : 90 – 120. Mabeu S dan Fleurence J. 1995. Seaweed in Food Products : biochemical and

nutritional aspects. Trends Food Sci Tech 6 : 103-107. Matz S. 1972. Bakery Technology and Engineering. Second Edition. The AVI

Publishing Company. INC. Connecticut. Mc Connaughey BH. 1970. Introduction to Marine Biology. The CV. Mosby Co.

St Lois USA.

Page 135: Minuman Rumput Laut

93

Mc Hugh DJ. 1987. Production, Properties and Uses of Alginates. Dalam McHugh DJ (Ed). Production and Utilization of Products from Commercial Seaweeds. Food and Agriculture Organization of United Nation. Fisheries Technical Paper 288, Rome : 58 – 113.

Mc Hugh DJ and Lanier BV. 1983. The World Seaweed Industry and Trade.

ADB/FAO Infofish Market Report Vol. 6. Merck Index. 1976. An Encyclopedia of Chemical and Drugs. Merck and Co. Inc.

Rodway, USA : 777 – 1957. Miyake Y, Sasaki S, Ohya, Miyamoto S, Matsunaga I. 2006. Dietary Intake of

seaweed and Mineral and Prevalence of Allergic Rhinitis in Japanese Pregnant Females: Baseline Data From the Osaka Maternal and Child Health Study. Article In Press. November 29, 2005.

Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloid Applications. Blackie Academic &

Professional, London. Peranginangin R, Bandol BS, Mulyasari. 2003. Teknologi Pemanfaatan Rumput

Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Depertemen Kelautan dan Perikanan.

Percival E. 1970. Algae Polysaccharide. Di dalam Pigman W, Horton D (Eds).

The Carbohydrates Chemistry and Biochemistry, 2rgd ed. AP New York. Piliang WG dan Djojosoebagio S. 2002. Fisiologi Nutrisi Vol. I. Edisi Ke-4 IPB

Press, Bogor. Primahartini A. 2005. Karakteristik Fisiko-kimia Tepung dari Beberapa Species

Rumput Laut Asal Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor, Indonesia.

Raharja S, Paryanto I, Yuliani F. 1998. Ekstraksi dan Analisa Dietary Fiber Dari

Buah Mengkudu. J. Tek. Ind. Pert. 14 (1) : 30 -39. Rai NK. 1996. Peranan Ikan dalam Pola Konsumsi Penduduk Indonesia. Makalah

pada Seminar Hari Pangan Sedunia XVI. Jakarta 9 Oktober 1996. Ristanti. 2003. Pembuatan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai

Sumber Iodium dan Dietary Fiber. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor, Indonesia.

Salminen S, Hallikainen A. 1990. Sweetener. Didalam Branen AL, Davidson PM,

Salminen S, editors. Food Additives. Marcell Dekker, New York.

Page 136: Minuman Rumput Laut

94

Saloko S, Margana CCE, Junaidi M. Teknologi Pengeringan dan Penepungan Rumput Laut. http://www.dikti.org/p3m/vucer 9/02103_1jpg. [9 Februari 2006]

Schneeman BO. 1987. Soluble vs Insoluble Fiber – Different Physiological

Responses. J. Food Technology 41 (2) : 81 – 88. Sihombing ABH. 2003. Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Pangan

Dalam Ransum Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor, Indonesia.

SNI 01-0222-1995. Bahan Tambahan Makanan. Badan Standardisasi Nasional. Southgate DAT. 1982. Dietary Fiber. Dalam Schneeman BO. A Scientific Status

Summary by The Institute of Food Technologist Expert Panel on Food Safety ND Nutrition. J. Food Technology 4 (10) : 133 – 139.

Suryaningrum TD. 1988. Kajian sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut

Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Tesis. IPB, Bogor, Indonesia.

Susanto M, Lappas, Endang P. 1978. Penelitian Agar-agar pada Bermacam-

macam Jenis Sango-sango (Rumput Laut) Sepanjang Pantai Makassar. Balai Penelitian Kimia, Ujung Pandang.

Suwandi R, Iriani S, Bambang R dan Uju S. 2002. Rekayasa Proses Pengolahan

dan Optimasi Produksi Hidrokoloid Semi Basah (Intermediate Moisture Food) Dari Rumput Laut. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing PT Tahun Anggaran 2001/2002. IPB. Bogor.

Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Processing Engineering. Second edition.

Van Nostrand Reinhold, New York. Urbano MG and Goni I. 2002. Bioavailability of Nutrient in Rats Fed on Edible

Seaweed, Nori (Porphyra tenera) and Wakame (Undaria pinnatifida), as a source of Dietary Fibre. Food Chemistry 76 : 281 – 286.

Wadarsa S. 1985. Menentukan Kebutuhan Energi yang Maksimum dari Proses

Penggilingan dan Pelarutan Gum Arabic. Skripsi. Teknologi Pertanian, Fateta. IPB. Bogor, Indonesia.

Whistler R. 1973. Industrial Gums, Polysaccharides and Their Derivatives.

Second Edition. Academic Press, New York. Whistler RL dan JR Daniel. 1985. Carbohydrates. Didalam Fennema O.R. editor.

Food Chemistry. New York. Marcel Dekker, Inc.

Page 137: Minuman Rumput Laut

95

Widirga JS. 1994. Mempelajari Profil Industri Sirup: Kasus Enam Perusahaan Sirup di Kabupaten Bagor dan Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor, Indonesia.

Winarno FG.1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Sinar Pustaka Harapan.

Jakarta. Winarno FG.1992. Kimia pangan dan Gizi.. Sinar Pustaka Harapan. Jakarta. Winarno FG.1997. Kimia pangan dan Gizi.. Sinar Pustaka Harapan. Jakarta. Wirakusumah ES. 1995. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Whistler R. 1973. Industrial Gums, Polysaccharides and Their Derivatives.

Second Edition. Academic Press, New York. Wong KH and Cheung PCK. 2000. Nutritional Evaluation of Some Subtropical

Red and Green Seaweeds Part I – Proximate Composition, amino acid profiles and some physico-chemical properties. Food Chemistry : 475 -482.

Yunizal. 2003. Minuman Sari Rumput Laut Coklat alginate dalam Teknologi

Pemanfaatan Rumput Laut.. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Yunizal. 2004. Teknologi Pengolahan Alginat. Pusat Riset Pengolahan Produk

dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Page 138: Minuman Rumput Laut

96

Lampiran 1. Lembar isian uji perbandingan pasangan. Nama panelis : Tanggal Jenis Produk : Minuman berserat Instruksi : Bandingkan warna, aroma, rasa, kekentalan produk A1 dan E1

yang disajikan terhadap produk pembanding V. Berilah tanda X pada pernyataan yang sesuai dengan pilihan Saudara.

Kode produk : A1 dan E1 Kode pembanding : V Warna Aroma A1 E1 A1 E1

Sangat lebih cerah Labih cerah Agak lebih cerah Tidak berbeda Agak kurang cerah Kurang cerah Sangat kurang cerah

Sangat lebih enak Labih enak Agak lebih enak Tidak berbeda Agak kurang enak Kurang enak Sangat kurang enak

Rasa A1 E1 A1 E1

Sangat lebih manis Labih manis Agak lebih manis Tidak berbeda Agak kurang manis Kurang manis Sangat kurang manis

Sangat lebih asam Labih asam Agak lebih asam Tidak berbeda Agak kurang asam Kurang asam Sangat kurang asam

Kekentalan A1 E1

Sangat lebih kental Labih kental Agak lebih kental Tidak berbeda Agak kurang kental Kurang kental Sangatkurang kental

Page 139: Minuman Rumput Laut

97

Lampiran 2. Score Sheet Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman

No. Spesifikasi Nilai Kode Contoh 1.

Kenampakan

Bersih, transparan, warna putih merata, cemerlang

9

Bersih, transparan, warna putih kekuningan tidak merata, cemerlang

8

Bersih, kurang transparan, warna putih kekuningan tidak merata, agak cemerlang

7

Bersih, tidak transparan, warna putih kekuningan, agak kusam

6

Kurang bersih, tidak transparan, warna agak kuning, agak kusam

5

Kurang bersih, tidak transparan, warna kuning, agak kusam

3

Kurang bersih, tidak transparan, warna kuning, kusam

1

2.

Bau

Segar, bau spesifik jenis netral 9 Segar, bau spesifik jenis mengarah netral 8 Segar, bau spesifik jenis 7 Segar, sedikit agak amis 6 Kurang segar, amis cukup dominan 5 Kurang segar, sedikit bau tambahan

/kaporit 3

Kurang segar, bau tambahan/kaporit tajam

1

3.

Tekstur

Thalus padat, kuat, liat, tidak mudah patah

9

Thalus padat, agak liat, tidak mudah patah 8 Thalus padat, agak liat, agak mudah patah 7 Thalus agak lunak, agak mudah patah 6 Thalus agak lunak, mudah patah 5 Thalus lunak, mudah patah 3 Thalus lunak, mudah hancur 1

Page 140: Minuman Rumput Laut

98

Lampiran 3. Score Sheet Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman

No. Spesifikasi Nilai Kode Contoh 1.

Kenampakan

Bersih, transparan, warna putih merata, cemerlang

9

Bersih, transparan, warna putih krem tidak merata, cemerlang

8

Bersih, transparan, warna putih krem kehijauan tidak merata, agak cemerlang

7

Bersih, tidak transparan, warna putih ungu kehijauan, tidak merata, agak kusam

6

Kurang bersih, tidak transparan, warna ungu kehijauan, agak kusam

5

Kurang bersih, tidak transparan, warna hijau lebih dominan, agak kusam

3

Kurang bersih, tidak transparan, warna hijau, kusam

1

2.

Bau

Segar, bau spesifik jenis netral 9 Segar, bau spesifik jenis mengarah netral 8 Segar, bau spesifik jenis 7 Segar, sedikit agak amis 6 Kurang segar, amis cukup dominan 5 Kurang segar, sedikit bau tambahan/kaporit 3 Kurang segar, bau tambahan/kaporit tajam 1 3.

Tekstur

Thalus padat, kuat, liat, tidak mudah patah 9 Thalus padat, agak liat, tidak mudah patah 8 Thalus padat, agak liat, agak mudah patah 7 Thalus agak lunak, agak mudah patah 6 Thalus agak lunak, mudah patah 5 Thalus lunak, mudah patah 3 Thalus lunak, mudah hancur 1

Page 141: Minuman Rumput Laut

99

Lampiran 4. Score Sheet Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman

No. Spesifikasi Nilai Kode Contoh 1.

Kenampakan

Bersih, agak kecoklatan, merata, cemerlang 9 Bersih, coklat muda tidak merata,

cemerlang 8

Bersih, coklat agak buram, tidak merata, agak cemerlang

7

Bersih, coklat tua, tidak merata, agak kusam 6 Kurang bersih, coklat tua, agak kusam 5 Kurang bersih, coklat tua, kusam 3 Kurang bersih, coklat kehitaman, kusam 1 2.

Bau

Segar, bau spesifik jenis netral 9 Segar, bau spesifik jenis mengarah netral 8 Segar, bau spesifik jenis 7 Segar, sedikit agak amis 6 Kurang segar, amis cukup dominan 5 Kurang segar, sedikit bau tambahan/kaporit 3 Kurang segar, bau tambahan/kaporit tajam 1 3.

Tekstur

Thalus padat, kuat, liat, tidak mudah patah 9 Thalus padat, agak liat, tidak mudah patah 8 Thalus padat, agak liat, agak mudah patah 7 Thalus agak lunak, agak mudah patah 6 Thalus agak lunak, mudah patah 5 Thalus lunak, mudah patah 3 Thalus lunak, mudah hancur 1

Lampiran 5. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Perendaman 2 8.93333333 4.46666667 18.27 <.0001

Galat 42 10.26666667 0.24444444 Total 44 19.20000000

Duncan Grouping Mean N Perendaman

A 7.3333 15 C A 7.0000 15 A B 6.2667 15 B

Page 142: Minuman Rumput Laut

100

Lampiran 6. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Eucheuma Cottonii Hasil Perendaman

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Perendaman 2 74.5333333 37.2666667 42.69 <.0001

Galat 42 36.6666667 0.8730159 Total 44 111.2000000

Duncan Grouping Mean N PerendamanA 6.5333 15 AB 4.6667 15 B C 3.4000 15 C

Lampiran 7. Analisis ragam dan uji lanjut Tekstur Rumput Laut Eucheuma

Cottonii Hasil Perendaman Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Perendaman 2 3.24444444 1.62222222 6.08 0.0048 Galat 42 11.20000000 0.26666667 Total 44 14.44444444

Duncan Grouping Mean N Perendaman

A 7.3333 15 A A 7.2667 15 C B 6.7333 15 B

Lampiran 8. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Glacilariai

sp Hasil Perendaman Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Perendaman 2 58.13333333 29.06666667 57.95 <.0001Galat 42 21.06666667 0.50158730 Total 44 79.20000000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 7.8000 15 F B 5.5333 15 E B 5.2667 15 D

Lampiran 9. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Perendaman 2 11.91111111 5.95555556 11.87 <.0001

Galat 42 21.06666667 0.50158730 Total 44 32.97777778

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 6.1333 15 F B 5.2000 15 E B 4.9333 15 D

Page 143: Minuman Rumput Laut

101

Lampiran 10. Analisis ragam Tekstur Rumput Laut Glacilaria sp Hasil Perendaman

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Perendaman 2 0.57777778 0.28888889 1.65 0.2034

Galat 42 7.33333333 0.17460317 Total 44 7.91111111

Lampiran 11. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Rumput Laut Sargassum

sp Hasil Perendaman. Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Perendaman 2 34.53333333 17.26666667 59.12 <.0001 Galat 42 12.26666667 0.29206349 Total 44 46.80000000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 7.8000 15 A B 6.2667 15 B C 5.7333 15 C

Lampiran 12. Analisis ragam dan uji lanjut Bau Rumput Laut Sargassum sp Hasil Perendaman

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Perendaman 2 85.9111111 42.9555556 71.22 <.0001

Galat 42 25.3333333 0.6031746 Total 44 111.2444444

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 6.8667 15 G B 6.0000 15 H C 3.6000 15 I

Lampiran 13. Analisis ragam Tekstur Rumput Laut Sargassum sp Hasil

Perendaman Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Perendaman 2 0.57777778 0.28888889 0.70 0.5023 Error 42 17.33333333 0.41269841

Corrected Total 44 17.91111111 Lampiran 14. Analisis ragam dan uji lanjut Rendemen TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.10240000 0.10240000 19.32 0.0481

Galat 2 0.01060000 0.00530000 Total 3 0.11300000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 8.33000 2 A2 B 8.01000 2 A1

Page 144: Minuman Rumput Laut

102

Lampiran 15. Analisis ragam Rendemen TRL Glacilaria sp Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 0.03240000 0.03240000 2.23 0.2736 Galat 2 0.02900000 0.01450000 Total 3 0.06140000

Lampiran 16.Analisis ragam dan uji lanjut Rendemen TRL Sargassum sp Sumber DF Sum of Squares Mean

Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 0.64000000 0.64000000 110.34 0.0089 Galat 2 0.01160000 0.00580000 Total 3 0.65160000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 7.94000 2 C1 B 7.14000 2 C2

Lampiran 17. Analisis ragam pH TRL Eucheuma Cottonii Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 0.43560000 0.43560000 13.61 0.0662 Galat 2 0.06400000 0.03200000 Total 3 0.49960000

Lampiran 18. Analisis ragam pH TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.19360000 0.19360000 17.76 0.0520

Galat 2 0.02180000 0.01090000 Total 3 0.21540000

Lampiran 19. Analisis ragam dan uji lanjut pH TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.29160000 0.29160000 291.60 0.0034

Galat 2 0.00200000 0.00100000 Total 3 0.29360000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 7.76000 2 C1 B 7.22000 2 C2

Lampiran 20. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 12091.20160 12091.20160 30.54 0.0312

Galat 2 791.76320 395.88160 Total 3 12882.96480

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 5080.36 2 A1 B 4970.40 2 A2

Lampiran 21. Analisis ragam Viskositas TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 5.33610000 5.33610000 2.11 0.2835

Galat 2 5.05760000 2.52880000 Total 3 10.39370000

Page 145: Minuman Rumput Laut

103

Lampiran 22. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas TRL Sargassum sp Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 5.87092900 5.87092900 119.87 0.0082 Galat 2 0.09795200 0.04897600 Total 3 5.96888100

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 3.4200 2 C2 B 0.9970 2 C1

Lampiran 23. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 84.64000000 84.64000000 638.79 0.0016

Galat 2 0.26500000 0.13250000 Total 3 84.90500000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 36.8000 2 A2 B 27.6000 2 A1

Lampiran 24. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 8.88040000 8.88040000 1200.05 0.0008

Galat 2 0.01480000 0.00740000 Total 3 8.89520000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 18.01000 2 B2 B 15.03000 2 B1

Lampiran 25. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan TRL Sargassum sp Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 76.56250000 76.56250000 813.63 0.0012Galat 2 0.18820000 0.09410000 Total 3 76.75070000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 26.9600 2 C1B 18.2100 2 C2

Lampiran 26. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.22562500 0.22562500 24.20 0.0389

Galat 2 0.01865000 0.00932500 Total 3 0.24427500

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 14.19000 2 A2 B 13.71500 2 A1

Page 146: Minuman Rumput Laut

104

Lampiran 27. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Glacilaria sp Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr >

F Suhu pengeringan 1 4.41000000 4.41000000 648.53 0.001

5 Galat 2 0.01360000 0.00680000 Total 3 4.42360000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 11.18000 2 B2 B 9.08000 2 B1

Lampiran 28. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Air TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 8.52640000 8.52640000 313.47 0.0032

Galat 2 0.05440000 0.02720000 Total 3 8.58080000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 10.4800 2 C1 B 7.5600 2 C2

Lampiran 29. Analisis ragam Kadar Abu TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.00902500 0.00902500 0.04 0.8529

Galat 2 0.40805000 0.20402500 Total 3 0.41707500

Lampiran 30. Analisis ragam Kadar Abu TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.39062500 0.39062500 5.10 0.1524

Galat 2 0.15305000 0.07652500 Total 3 0.54367500

Lampiran 31. Analisis ragam Kadar Abu TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.06250000 0.06250000 0.20 0.6985

Galat 2 0.62500000 0.31250000 Total 3 0.68750000

Lampiran 32. Analisis ragam Kadar Protein TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.06250000 0.06250000 4.51 0.1676

Galat 2 0.02770000 0.01385000 Total 3 0.09020000

Lampiran 33. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Protein TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 2.41802500 2.41802500 50.04 0.0194

Galat 2 0.09665000 0.04832500 Total 3 2.51467500

Page 147: Minuman Rumput Laut

105

Duncan Grouping Mean N PerlakuanA 10.5050 2 B1B 8.9500 2 B2

Lampiran 34. Analisis ragam Kadar Protein TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.00302500 0.00302500 0.02 0.8932

Galat 2 0.26225000 0.13112500 Total 3 0.26527500

Lampiran 35. Analisis ragam Kadar Karbohidrat TRL Eucheuma Cottonii Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 0.00810000 0.00810000 0.10 0.7828 Galat 2 0.16360000 0.08180000 Total 3 0.17170000

Lampiran 36. Analisis ragam Kadar Karbohidrat TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.00250000 0.00250000 3.12 0.2191

Galat 2 0.00160000 0.00080000 Total 3 0.00410000

Lampiran 37. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Karbohidrat TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 8.88040000 8.88040000 97.32 0.0101

Galat 2 0.18250000 0.09125000 Total 3 9.06290000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 67.1950 2 C2 B 64.2150 2 C1

Lampiran 38. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL

Eucheuma cottonii Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 2.32562500 2.32562500 78.77 0.0125 Galat 2 0.05905000 0.02952500 Total 3 2.38467500

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 11.2250 2 A2 B 9.7000 2 A1

Lampiran 39. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Eucheuma Cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 8.91022500 8.91022500 14.38 0.0631

Galat 2 1.23965000 0.61982500 Total 3 10.14987500

Lampiran 40. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Eucheuma Cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 2.13160000 2.13160000 5.62 0.1413

Galat 2 0.75890000 0.37945000 Total 3 2.89050000

Page 148: Minuman Rumput Laut

106

Lampiran 41. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 3.31240000 3.31240000 22.65 0.0414

Galat 2 0.29250000 0.14625000 Total 3 3.60490000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 22.4850 2 B1 B 20.6650 2 B2

Lampiran 42. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 4.32640000 4.32640000 9.92 0.0878

Galat 2 0.87250000 0.43625000 Total 3 5.19890000

Lampiran 43. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Glacilaria sp Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 0.06760000 0.06760000 0.27 0.6564 Galat 2 0.50500000 0.25250000 Total 3 0.57260000

Lampiran 44. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Tidak Larut TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 3.06250000 3.06250000 1.34 0.3672

Galat 2 4.58530000 2.29265000 Total 3 7.64780000

Lampiran 45. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Larut TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.81000000 0.81000000 0.66 0.5032

Galat 2 2.47130000 1.23565000 Total 3 3.28130000

Lampiran 46. Analisis ragam Kadar Serat Pangan Total TRL Sargassum sp Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 0.72250000 0.72250000 0.35 0.6148 Galat 2 4.14760000 2.07380000 Total 3 4.87010000

Lampiran 47. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.60840000 0.60840000 760.50 0.0013

Galat 2 0.00160000 0.00080000 Total 3 0.61000000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 6.79000 2 A2 B 6.01000 2 A1

Page 149: Minuman Rumput Laut

107

Lampiran 48. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Glacilaria sp Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 2.04490000 2.04490000 2044.90 0.0005 Galat 2 0.00200000 0.00100000 Total 3 2.04690000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 11.27000 2 B2 B 9.84000 2 B1

Lampiran 49. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Iodium TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.04840000 0.04840000 96.80 0.0102

Galat 2 0.00100000 0.00050000 Total 3 0.04940000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 4.77000 2 C2 B 4.55000 2 C1

Page 150: Minuman Rumput Laut

108

Lampiran 50. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Eucheuma Cottonii

No. Spesifikasi Nilai Kode Contoh 1.

Kenampakan

Bersih, putih, cemerlang 9 Bersih, putih, ada sedikit butir hitam,

cemerlang 8

Bersih, agak putih, ada sedikit butir hitam, agak cemerlang

7

Bersih, putih krem, ada butir hitam, agak kusam

6

Kurang bersih, putih agak kuning, banyak butir hitam, agak kusam

5

Kurang bersih, kuning, banyak butir hitam, agak kusam

3

Kotor, kuning, kusam 1 2.

Bau

Bau spesifik jenis netral 9 Bau spesifik jenis mengarah netral 8 Bau spesifik jenis 7 Bau sedikit agak amis 6 Bau amis cukup dominant 5 Bau agak apek 3 Bau apek 1 3.

Tekstur

Sangat halus, lembut 9 Halus, agak lembut 8 Agak halus 7 Agak kasar, butiran terasa 6 Kasar 5 Sangat kasar 3 Amat sangat kasar 1

Page 151: Minuman Rumput Laut

109

Lampiran 51. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Glacilaria Sp

No. Spesifikasi Nilai Kode Contoh 1.

Kenampakan

Bersih, agak putih cemerlang 9 Bersih, putih krem, cemerlang 8 Bersih, krem kehijauan, agak cemerlang 7 Bersih, kehijauan, agak kusam 6 Kurang bersih, kehijauan, agak kusam 5 Kurang bersih, hijau, agak kusam 3 Kotor, hijau, kusam 1 2.

Bau

Bau spesifik jenis netral 9 Bau spesifik jenis mengarah netral 8 Bau spesifik jenis 7 Bau sedikit agak amis 6 Bau amis cukup dominan 5 Bau agak apek 3 Bau apek 1 3.

Tekstur

Sangat halus, lembut 9 Halus, agak lembut 8 Agak halus 7 Agak kasar, butiran terasa 6 Kasar 5 Sangat kasar 3 Amat sangat kasar 1

Page 152: Minuman Rumput Laut

110

Lampiran 52. Score Sheet Tepung Rumput Laut Jenis Sargassum Sp

No. Spesifikasi Nilai Kode Contoh 1.

Kenampakan

Bersih, agak kecoklatan, cemerlang 9 Bersih, coklat muda, 8 Bersih, coklat agak buram, agak

cemerlang 7

Bersih, coklat tua, agak kusam 6 Kurang bersih, coklat tua, agak kusam 5 Kurang bersih, coklat tua, kusam 3 Kurang bersih, coklat kehitaman, kusam 1 2.

Bau

Bau spesifik jenis netral 9 Bau spesifik jenis mengarah netral 8 Bau spesifik jenis 7 Bau sedikit agak amis 6 Bau amis cukup dominant 5 Bau agak apek 3 Bau apek 1 3.

Tekstur

Sangat halus, lembut 9 Halus, agak lembut 8 Agak halus 7 Agak kasar, butiran terasa 6 Kasar 5 Sangat kasar 3 Amat sangat kasar 1

Lampiran 53. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 4.80000000 4.80000000 13.44 0.0010

Galat 28 10.00000000 0.35714286 Total 29 14.80000000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 7.2000 15 A2 B 6.4000 15 A1

Lampiran 54. Analisis ragam Kenampakan TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.53333333 0.53333333 2.15 0.1534

Galat 28 6.93333333 0.24761905 Total 29 7.46666667

Page 153: Minuman Rumput Laut

111

Lampiran 55. Analisis ragam Kenampakan TRL Sargassum sp Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Suhu pengeringan 1 0.30000000 0.30000000 0.97 0.3333 Galat 28 8.66666667 0.30952381 Total 29 8.96666667

Lampiran 56. Analisis ragam Bau TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.03333333 0.03333333 0.08 0.7762

Galat 28 11.33333333 0.40476190 Total 29 11.36666667

Lampiran 57. Analisis ragam Bau TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.03333333 0.03333333 0.11 0.7394

Galat 28 8.26666667 0.29523810 Total 29 8.30000000

Lampiran 58. Analisis ragam Bau TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > FSuhu pengeringan 1 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000

Galat 28 7.20000000 0.25714286 Total 29 7.20000000

Lampiran 59. Analisis ragam Tekstur TRL Eucheuma cottonii

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.03333333 0.03333333 0.13 0.7240

Galat 8 7.33333333 0.26190476 Total 29 7.36666667

Lampiran 60. Analisis ragam Tekstur TRL Glacilaria sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.03333333 0.03333333 0.13 0.7240

Galat 28 7.33333333 0.26190476 Total 29 7.36666667

Lampiran 61. Analisis ragam Tekstur TRL Sargassum sp

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu pengeringan 1 0.30000000 0.30000000 1.19 0.2849

Galat 28 7.06666667 0.25238095 Total 29 7.36666667

Lampiran 62. Analisis ragam dan uji lanjut Rasa Formula Minuman Berserat

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Formulasi 5 52.22222222 10.44444444 41.65 <.0001

Galat 84 21.06666667 0.25079365 Total 89 73.28888889

Page 154: Minuman Rumput Laut

112

Duncan Grouping Mean N FormulasiA 5.0000 15 AB 4.5333 15 E C 4.0000 15 B C 4.0000 15 F D 3.2000 15 C E 2.7333 15 D

Lampiran 63. Analisis ragam dan uji lanjut Aroma Formula Minuman Berserat

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Formulasi 5 17.42222222 3.48444444 12.00 <.0001

Galat 84 24.40000000 0.29047619 Total 89 41.82222222

Duncan Grouping Mean N Formulasi

A 6.6000 15 A A 6.4000 15 B B 5.9333 15 C B 5.8000 15 E B 5.7333 15 F C 5.2667 15 D

Lampiran 64. Analisis ragam dan uji lanjut Kenampakan Formula Minuman

Berserat Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Formulasi 5 71.52222222 14.30444444 48.45 <.0001 Galat 84 24.80000000 0.29523810 Total 89 96.32222222

Duncan Grouping Mean N Formulasi

A 6.6667 15 A B 6.2667 15 B C 5.4667 15 C D 4.8667 15 E D 4.6667 15 D E 4.1333 15 F

Lampiran 65. Analisis ragam dan uji lanjut Kekentalan Formula Minuman

Berserat Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Formulasi 5 86.5333333 17.3066667 58.00 <.0001 Galat 84 25.0666667 0.2984127 Total 89 111.6000000

Duncan Grouping Mean N Formulasi

A 6.2000 15 A B 5.1333 15 E B 4.8000 15 B C 4.4000 15 F C 4.0667 15 C D 3.0000 15 D

Page 155: Minuman Rumput Laut

113

Lampiran 66. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas Formula Minuman Berserat A dan E

viskositas air dingin

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Formulasi 1 89.20802500 89.20802500 96441.1 <.0001

Galat 2 0.00185000 0.00092500 Total 3 89.20987500

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 11.79000 2 A1 B 2.34500 2 E1

viskositas air biasa

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Formulasi 1 170.5897210 170.5897210 327427 <.0001

Galat 2 0.0010420 0.0005210 Total 3 170.5907630

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 36.53000 2 A2 B 23.46900 2 E2

viskositas air hangat

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Formulasi 1 137641.0000 137641.0000 3.059E7 <.0001

Galat 2 0.0090 0.0045 Total 3 37641.0090

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 559.44000 2 A3 B 188.44000 2 E3

Lampiran 67. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas Formula Minuman Berserat A

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu air 2 382644.9721 191322.4861 5.857E7 <.0001

Galat 3 0.0098 0.0033 Total 5 382644.9819

Duncan Grouping Mean N Perlakuan (suhu air)

A 559.44000 2 A3 B 36.53000 2 A2 C 11.79000 2 A1

Lampiran 68. Analisis ragam dan uji lanjut Viskositas Formula Minuman Berserat E

Sumber DF Sm of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu air 2 41528.66883 20764.33441 2.978E7 <.0001

Galat 3 0.00209 0.00070 Total 5 41528.67092

Page 156: Minuman Rumput Laut

114

Duncan Grouping Mean N Perlakuan (suhu air)

A 188.44000 2 E3 B 23.46900 2 E2 C 2.34500 2 E1

Lampiran 69. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minumana Berserat A dan E Kelarutan Air dingin

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Formulasi 1 5.15290000 5.15290000 3963.77 0.0003

Galat 2 0.00260000 0.00130000 Total 3 5.15550000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 38.08000 2 A1 B 35.81000 2 E1

Kelarutan Air biasa Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Formulasi 1 0.27040000 0.27040000 84.50 0.0116 Galat 2 0.00640000 0.00320000 Total 3 0.27680000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 58.14000 2 A2 B 57.62000 2 E2

Kelarutan Air hangat Sumber DF Sm of Squares Mean Square F Value Pr > F

Formulasi 1 16.40250000 16.40250000 5656.03 0.0002 Galat 2 0.00580000 0.00290000 Total 3 16.40830000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 64.13000 2 A3 B 60.08000 2 E3

Lampiran 70. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minuman Berserat A

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu air 2 744.5908000 372.2954000 111689 <.0001

Galat 3 0.0100000 0.0033333 Total 5 744.6008000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 64.13000 2 A3 B 58.14000 2 A2 C 38.08000 2 A1

Page 157: Minuman Rumput Laut

115

Lampiran 71. Analisis ragam dan uji lanjut Kelarutan Formula Minuman Berserat E

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Suhu air 2 713.8404000 356.9202000 223075 <.0001

Galat 3 0.0048000 0.0016000 Total 5 713.8452000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 60.08000 2 E3 B 57.62000 2 E2 C 35.81000 2 E1

Lampiran 72. Analisis ragam dan uji lanjut Kadar Serat Pangan Minuman Berserat Formula A an Formula E. Serat Pangan Larut (SDF)

Sumber DF Sum of Squares

Mean Square F Value Pr > F

Serat larut 1 1.32250000 1.32250000 21.16 0.0442 Galat 2 0.12500000 0.06250000 Total 3 1.44750000

Duncan Grouping

Mean N Perlakuan

A 36.3500 2 A1 B 35.2000 2 E1

Serat Pangan Tidak Larut (IDF)

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Serat tidak

larut 1 0.81000000 0.81000000 10.13 0.0862

Galat 2 0.16000000 0.08000000 Total 3 0.97000000

Serat Pangan Total (TDF)

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Serat total 1 0.00000000 0.00000000 0.00 1.0000

Galat 2 0.20000000 0.10000000 Total 3 0.20000000

Lampiran 73. Analisis ragam dan uji lanjut Kandungan Serat Pangan Minuman Berserat Komersil dan Produk Baru

Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Serat pangan 1 0.12960000 0.12960000 Infty <.0001

Galat 2 0.00000000 0.00000000 Total 3 0.12960000

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 3.360 2 A B 3.000 2 V