PROPOSAL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI BUBUK TERASI UDANG DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN Diajukan Kepada : Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Oleh : RIZKINA FITRIYANI H0908136 Pembimbing Utama : Rohula Utami, S.TP, MP Pembimbing Pendamping : Edhi Nurhartadi, S.TP, MP
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPOSAL PENELITIAN
KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI
BUBUK TERASI UDANG DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK SEBAGAI
PEWARNA ALAMI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN
Diajukan Kepada :
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
Oleh :
RIZKINA FITRIYANI
H0908136
Pembimbing Utama : Rohula Utami, S.TP, MP
Pembimbing Pendamping : Edhi Nurhartadi, S.TP, MP
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Di Indonesia sektor perikanan mempunyai peluang yang cukup besar
karena geografisnya yang berupa kepulauan. Peranan udang terhadap ekspor
komoditi pertanian cukup tinggi yaitu mencapai 21,56%. Indonesia
merupakan industri udang nomor 3 terbesar di dunia pada tahun 2005 (FAO,
2005). Dari data Ditjen Perikanan Budidaya DKP (2009) diketahui jumlah
hasil tangkap udang sebesar 540.000 ton dan tahun 2010 ada peningkatan
menjadi 555.000 ton. Naamin dkk, (1981) menyatakan bahwa ditemukan 81
jenis udang Penaeid di seluruh perairan Indonesia, 46 diantaranya sering
tertangkap oleh nelayan Indonesia. Ada sembilan jenis udang yang bernilai
tinggi, yaitu Penaeus merguiensis, P.indicus, P.chinensis, P.monodon,
P.semisulcatus, P.latisulcatus, Metapeneus monoceros, M. ensis dan M.
elegans (Naamin dkk, 1981 dalam Sembiring, 2008).
Ini info belum lengkap Udang rebon mempunyai kandungan gizi yang
tinggi. Berdasarkan Direktorat Gizi Depkes (1992) dalam seratus gram udang
rebon segar mengandung protein sebesar 16,2 gram dan mengandung 757 mg
kalsium. Akan tetapi udang rebon ini bersifat mudah rusak. Oleh karena itu
rebon harus diolah terlebih dahulu agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah
satu contoh produk olahan yaitu terasi.
Terasi merupakan bumbu tradisional yang banyak dikenal dan disukai
oleh masyarakat Indonesia. Banyak orang menyukai terasi karena rasa dan
aromanya yang khas, terutama untuk meningkatkan selera makan. Produk ini
berbentuk seperti pasta dan blok dan berwarna hitam-coklat. Akan tetapi
terasi yang disukai oleh konsumen adalah terasi yang berwarna merah yang
terlihat menarik. Hal ini mendorong produsen menggunakan pewarna buatan
dalam proses pembuatannya. Pewarna buatan yang terkadang digunakan yaitu
Rhodamin B. Padahal Rhodamin B merupakan pewarna untuk kertas dan
tekstil sehingga pewarna ini berbahaya bagi kesehatan (Salam, 2008).
Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila
terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan, dan penyebabkan
kanker. Permasalahan ini mendorong untuk penggunaan pewarna alami pada
pembuatan terasi. Salah satu pewarna alami yang berpigmen merah yaitu
angkak.
Angkak adalah bahan pewarna alami yang dihasilkan oleh kapang
Monascus pupureus, memiliki warna yang konsisten dan stabil, dapat
bercampur dengan pigmen alami lainnya dan dengan bahan makanan, tidak
mengandung racun dan tidak karsinogen sehingga dapat digunakan sebagai
pewarna alami untuk makanan. Komponen pigmen yang dihasilkan oleh
angkak adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah), monaskin
(kuning), ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu), dan
monaskorubramin (ungu) dan lebih dominan warna merah. Pada angkak
menghasilkan antioksidan monacolin K disebut juga lovastatin atau
mevalonin) yang dapat menurunkan kadar lipid dengan cara menghambat
aktivitas HMG-CoA reductase dalam intesis kolesterol pada hati (Fardiaz
dkk, 1996). Dengan kandungan pewarna alami dan senyawa antioksidan
dalam angkak diharapkan dapat menjadi pewarna alami dan sumber
antioksidan pada terasi.
Meskipun angka konsumsi terasi cukup tinggi, akan tetapi terasi masih
dianggap sebagai bumbu tradisional yang tidak praktis karena harus dibakar
terlebih dahulu. Oleh sebab itu, Pada penelitian ini terasi akan dibentuk
menjadi bubuk terasi udang yang telah diproses menjadi bumbu yang siap
dikonsumsi sehingga lebih praktis tanpa kehilangan cita rasa khas terasi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan
untuk mengetahui karakteristik fisikokimia, dan sensori bubuk terasi udang
dengan perlakuan perbedaan konsentrasi angkak yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap karakteristik
fisikokimia yang meliputi kadar air, kadar abu tidak larut asam, kadar
protein, warna, dan aktivitas antioksidan bubuk terasi udang?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap karakteristik
sensori (parameter aroma, warna dan overall) pada bubuk terasi udang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap
karakteristik fisikokimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar
protein, warna, dan aktivitas antioksidan bubuk terasi udang.
2. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap
karakteristik sensori (parameter warna, aroma dan overall) pada terasi
udang yang paling disukai oleh panelis.
D. Manfaat Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai karakteristik bubuk terasi
udang diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian dan pangan,
khususnya mengenai alternatif perwarna alami pada terasi.
2. Memberikan informasi tentang pembuatan terasi yang berkualitas dan
praktis pada bubuk terasi udang.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Udang rebon (Mysist relicta)
Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai
maupun laut atau danau. Udang dapat ditemukan di air yang berukuran
besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi,
dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan.
Jenis yang sering dijumpai yaitu Mantis shrimp dan Mysid shrimp,
keduanya berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi
berasal dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae (Baclin,
1984). Udang rebon termasuk jenis Mysid shrimp dari ordo Mysidaceae
dengan nama latin (Mysist relicta).
Gambar 2.1 Anatomi Udang Rebon (Mysist relicta)
Anatomi dari udang rebon (Mysist relicta) pada Gambar 2.1 memiliki
kaki renang (swimming legs), mata tangkai (eye stalk), karapas, abdomen,
dan statocyst. Dada (torax) tertutup dalam karapas pada bagian belakang
dan samping. Kaki renang memanjang dari bagian perut dari dada. Betina
dewasa memiliki kulit (plate) didua segmen terakhir untuk melindungi telur
dan larva sedangkan jantan tidak mempunyai plate. Abdomen (perut) terdiri
dari enam segmen. Setiap segmen memiliki sepasang pleopoda. Pada jantan
pleopoda keempat lebih panjang. Hal ini mungkin untuk membantu
menangkap betina saat kawin. Setiap rongga berisi cairan yaitu statocyst
yang ditemukan di ekor mysist. Statocyst berisi partikel kecil dan padat
Teknologi pembuatan terasi instan telah dikembangkan. Di dalam
pembuatannya, tahap pengolahan yang dilakukan adalah pengecilan ukuran
terasi, pra-pengeringan, pengeringan yang sekaligus sebagai pemasakan,
penepungan, pengayakan dan pengemasan. Pengecilan ukuran terasi dengan
diiris tipis setebal kurang lebih 3 mm dimaksudkan untuk mempercepat
pengeringan dan mendapatkan hasil pengeringan yang sempurna. Pra-
pengeringan dilakukan dengan pengovenan pada suhu 40 – 50oC selama 12
jam atau dijemur selama sehari. Tahap pengeringan dan pemasakan
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 150oC selama 30 menit.
Produk hasil pengeringan dan pemasakan selanjutnya ditepungkan dan
diayak dengan ukuran 60 mesh (Subagio, 2006).
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Penggunaan angkak pada pembuatan bubuk terasi udang dengan
perbedaan konsentrasi angkak yang digunakan akan menghasilkan karakteristik
fisikokimia, maupun karakteristik sensori yang berbeda.
BAB III
METODE PENELITIAN
Udang rebon diolah menjadi terasi melalui proses penggaraman dan fermentasi
Angkak sebagai pewarna alami pada terasi
Pembuatan bubuk terasi udang sehingga lebih mudah ketika akan digunakan
Terasi yang disukai konsumen berwarna merah. Produsen menggunakan pewarna buatan (Rhodamin B) yang berbahaya bagi kesehatan
Udang rebon merupakan hasil perikanan yang perishible mudah rusak
Terasi merupakan bumbu tradisional yang harus dibakar terlebih dahulu agar aromanya mantap
Bubuk terasi udang dengan penambahan angkak sebagai pewarna alami dan sumber antioksidan
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
Laboratorium Rekayasa Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta pada bulan April sampai September 2012
B. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini adalah udang rebon kering yang
didapatkan dari UKM Terasi, Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Emas, Kota
Semarang, bubuk angkak dan garam yang diperoleh dari Pasar Legi
Surakarta. Bahan untuk análisis fisikokimia dan mikrobiologi yaitu:
a. Analisis kadar abu tidak larut asam: HCl 10%
b. Analisis aktivitas antioksidan : DPPH (2,2 dhiphenil-1-picryldhydrazil
radical) dan metanol
c. Analisis kadar protein dengan metode kjeldahl: K2SO4, HgO,H2SO4,
batu didih, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator metil merah dan metilen
biru dan HCl 0,22 N
d. Analisis perhitungan jumlah mikrobia adalah media Plate Count Agar
(PCA), dan garam fisiologis.
2. Alat
Alat yang digunakan pada pembuatan terasi udang bubuk yaitu
tampah, penggiling, timbangan, plastik bening, plastik hitam besar, ember
kecil dan tutup, oven, penepung, dan ayakan. Untuk analisa fisikokimia
dan sensori dari penelitian ini yaitu:
a. Analisis kadar air: cawan porselen, desikator, oven (Memmert), botol
timbang, dan neraca analitik (Ohaus Adventurer).
b. Analisis kadar abu tidak larut asam: oven, desikator, cawan porselin,
timbangan analitik, tanur listrik, kertas saring tak berabu (whatman
41), kertas pH
c. Análisis protein kjeldahl: timbangan analitik, alat destruksi kjeldahl,
destilasi uap, labu destruksi,
d. Análisis antioksidan DPPH: menggunakan spektrofotometer UV Vis
1240, tabung reaksi, sentrifuge, mesin vortex
e. Análisis warna: chromameter CR-200 Minolta
f. Análisis perhitungan mikroba : autoclave, Laminer Flow, inkubator,
cawan petri, hotplate, vortex, sentrifuge, dan coloni counter
g. Análisis sensori : borang, piring kecil, dan nampan.
C. Tahapan Penelitian
1. Pembuatan adonan
Udang rebon kering dicampur dengan garam 15% ditambahkan
angkak bubuk sesuai perlakuan (0%; 0,5 %; 1%; 1,5%; dan 2%)
kemudian diperam selama 12 jam dari jam 07.00-19.00 pada wadah
yang tertutup pada suhu kamar kemudian digiling.
Setelah digiling kemudian diperam pada wadah yang tertutup
selama satu malam dari jam 21.00-08.00. Setelah itu dijemur sun-dryed.
selama 8 jam hari dari jam 08.00-16.00.
2. Fermentasi terasi
Adonan terasi digiling dan dimasukkan dalam plastik selama 30
jam dari jam 17.00-06.00. Kemudian adonan dijemur sun-dryed selama
8 jam dari 07.00-15.00. Setelah diperam adonan digiling dan disiapkan
pada ember. Pada ember adonan diperam selama 30 hari dengan kondisi
tertutup. Selama fermentasi ember ditutup dengan tas plastik untuk
mencegah kontaminasi dari material luar dan serangga.
3. Pengeringan dan pematangan terasi
Adonan hasil fermentasi diiris dengan ukuran 3 mm. Terasi blok
di oven 50 C untuk mengeringkan terasi selama 12 jam dan dioven 150
C selama 30 menit untuk mematangkan terasi
4. Penepungan
Proses selanjutnya yaitu menggiling terasi kering sampai halus
dengan menggunakan mesin penepung. Kemudian diayak dengan
pengayak 60 mesh. Diagaram alir proses pembuatan bubuk terasi udang
tersaji pada Gambar 3.1
Garam 15 %
Angkak dengan konsentrasi 0%;
0,5 % ; 1 % ;1,5% dan 2%
Pengirisan adonan terasi
Pemeraman (fermentasi) dalam kuali dan ditutupi dengan plastik pada suhu
kamar selama 30 hari
Rebon kering
Penambahan dengan garam selama 12 jam pada wadah tertutup pada suhu kamar
Penjemuran 8 jam
Penggilingan adonan
Pemeraman (fermentasi) dalam wadah tertutup pada suhu kamar
selama 30 jam
Penggilingan bahan terasi
Pemeraman selama satu malam
Penjemuran selama 8 jam
Penggilingan adonan
++
Analisis air, abu, protein, antioksidan, warna, total mikroba,
dan organoleptik (warna, aroma)
Bubuk terasi
Pengovenan 50 C selama 12 jam (untuk mengeringkan)
Pengovenan 150 C selama 30 menit
Penepungan
pengayakan dengan 60 mesh
+
Gambar 3.1 Pembuatan Bubuk terasi udang
D. Rancangan Penelitian
Perancangan penelitian menggunakan pola rancangan acak lengkap
(RAL). Pola rancangan acak lengkap digunakan untuk mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap sampel. Dalam penelitian ini menggunakan 1 perlakuan
dan 2 ulangan sampel. Perlakuan yang digunakan yaitu konsentrasi angkak
yang akan ditambahkan dalam pembuatan terasi. Konsentrasi angkak yang
digunakan yaitu 0%; 0,5% ; 1%; 1,5% dan 2%. Data yang diperoleh dianalisis
dengan metode Oneway analysis of variance (ANOVA). Bila ada perbedaan
antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut dengan Duncans Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf signifikan 5 %.
E. Pengamatan Parameter
Bubuk terasi udang akan dianalisis karakteristik fisikokimia (abu tidak
larut asam, kadar air, kadar protein, warna, aktivitas antioksidan),
mikrobiologi (total mikroba) dan karakteristik sensori (parameter warna,
aroma dan overall). Metode analisis dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Metode AnalisisNo Macam Metode
Pengovenan 50 C selama 12 jam (untuk mengeringkan)
Pengovenan 150 C selama 30 menit
Penepungan
pengayakan dengan 60 mesh
1.2.3.4.5.6.7.
Abu tidak larut asamAir Protein Aktivitas AntioksidanWarna Total MikrobaSensori
Gravimetri (SNI 2354-1-2010)Termogravimetri (SNI-01-2354.2-2006)Kjeldahl (SNI 01-2354.4-2006)DPPH(Rohman dkk, 2008).Hunter Chroma (Sudarmadji dkk, 2011)Total Plate Count (SNI 01-2332.3-2006)Hedonic dengan Parameter Warna, dan Aroma dan overall (Soekarto, 1985)
BAB IV
JADWAL KEGIATAN
No. KegiatanBulan ke-
1 2 3 4 5 61 Penyusunan Proposal X 2 Seminar Proposal X 3 Persiapan Penelitian X
4Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data X X
6 Penyusunan Skripsi X X7 Seminar Hasil X 8 Revisi Skripsi X9 Pendadaran X 10 Yudisium X
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1998. Zooplankton of the Great Lakes. http://www.cst.cmich.edu/ . (Diakses Tanggal 10 Oktober 2011)
Ardiyansyah. 2007. Khasiat Angkak. Universitas Tohoku. Jepang.
Balcer, B.D., N.L. Korda, S.I. Dodson. 1984. Zooplankton of the Great Lakes. The University of Wisconsin Press, Ltd. London, England. pp. 103-106
Betty Sri, K. Dhanna dan Srikandi Fardiaz. 1997. Produksi Konsentrat dan Bubuk Pigmen Angkak dari Monascus Purpureus Serta Stabilitasnya Selama Penyimpanan. Bulletin teknologi dan industry pangan, vol VIII, no 2 th 1997.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982. Produk Fermentasi Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta
Direktotat Gizi Depkes. 1992. Produk Fermentasi Ikan Garam. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Ditjen Perikanan Budidaya DKP. 2009. Kebijakan dan Program Prioritas Tahun 2009. Makalah Disampaikan dalam Rakornas Departemen Kelautan Dan Perikanan Tahun 2009. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta
Fardiaz, Srikandi, Dang Bunyan Fauzi dan Fransisca Zakaria. 1996. Toksisitasdan Imunitas Pigmen Angkak yang Diproduksi dari Kapang Monascus Pupureus Pada Subtrat Limbah Cair Tapioka. Buletin Teknologi Dan Industri Pangan Volume VII No 2 Th 1996.
Fitriani. 2006. Hubungan Pemberian (Monascus Purpureus Pada Beras Angkak Merah Terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis. UNS Press. Surakarta
Kasim, Ernawati dkk. 2006. Kandungan Pigmen dan Lovastatin pada Angkak Beras Merah Kultivar Bah Butong dan BP 1804 IF 9 yang Difermentasi dengan Monascus purpureus Jmba. Jurnal Biodiversitas. Bogor.
Naamin, 1981 dalam Sembiring. Herlina. 2008. Keanekaragaman dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. USU Press. Medan
Putriutami, Wahyu dan Andi Suhendi. 2009. Analisis Rhodamin B Dalam Jajanan Pasar Dengan Metode Kromatografi LAPIS TIPIS. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 – 155.
Rahayu, P. W., 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, IPB, Bogor.
Rindiastuti, Yuyun. 2008. Potensi Angkak Merah untuk Terapi Nutrisi Mengatasi Dislipidemia pada Diabetes Melitus Tipe 2. UNS Press. Surakarta
Rosida dan Enny Karti Basuki Susiloningsih. 2007. Pengaruh Konsentrasi Starter Lactobacillus Plantarum dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas dan Kerusakan Produk Terasi. Jurnal Protein. Vol.15 N0.2 Tahun 2007
Subagio, 2006. Analisis Permintaan Udang Indonesia di Pasar Internasional. ISSN 0854-5804
Susanto. 1993. Kapang Monascus Purpureus Dalam Angkak Sebagai Penurun Kolesterol. Http://Bioindustri.Blogspot.Com. (Diakses Pada Tanggal 6 September 2011)
Salam, Nirwana. 2008. Manfaat Mikroorganisme Pada Industri Pembuatan Terasi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan. Makassar
Sembiring. Herlina. 2008. Keanekaragaman Dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. USU Press. Medan
Standar Nasional Indonesia. 1992. Terasi Udang. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01.2716.1992
Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 1:Spesifikasi .Badan Standardisasi Nasional. SNI 2716.1 : 2009
Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Mikrobiologi Bagian 3:Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada Produk Perikanan .BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2332.3-2006.
Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Kimia Bagian 4:Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Total Nitrogen Pada Produk Perikanan. BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2354.4-2006.
Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 3: Penanganan Dan Pengolahan .BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2716.3-2009.
Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Kimia Bagian 2:Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan. .BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2354.2-2006.
Standar Nasional Indonesia. 2010. Cara Uji Kimia Bagian 1:Penentuan Kadar Abu dan Abu Tidak Larut dalam Asam Pada Produk Perikanan.BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2354.1-2010.
Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 2: Persyaratan Bahan Baku.Badan Standardisasi Nasional. SNI 2716.2-2009.
Su Y.C, and Wang, H.W. 1997. Chinese Red Rice Anka. Didalam Handbook of Indigenous Fermented Foods. K.H Stenkraus (ed). Marcel Dekker Inc, New York
Suprapti, M. Lies. 2002. Membuat Terasi Teknologi Tepat Guna. Kanisius Yogyakarta