Top Banner
PROPOSAL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI BUBUK TERASI UDANG DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN Diajukan Kepada : Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Oleh : RIZKINA FITRIYANI H0908136 Pembimbing Utama : Rohula Utami, S.TP, MP Pembimbing Pendamping : Edhi Nurhartadi, S.TP, MP
35

Proposal Penelitian

Aug 09, 2015

Download

Documents

penelitian skripsi, uns, pertanian
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal Penelitian

PROPOSAL PENELITIAN

KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI

BUBUK TERASI UDANG DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK SEBAGAI

PEWARNA ALAMI DAN SUMBER ANTIOKSIDAN

Diajukan Kepada :

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Oleh :

RIZKINA FITRIYANI

H0908136

Pembimbing Utama : Rohula Utami, S.TP, MP

Pembimbing Pendamping : Edhi Nurhartadi, S.TP, MP

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: Proposal Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Di Indonesia sektor perikanan mempunyai peluang yang cukup besar

karena geografisnya yang berupa kepulauan. Peranan udang terhadap ekspor

komoditi pertanian cukup tinggi yaitu mencapai 21,56%. Indonesia

merupakan industri udang nomor 3 terbesar di dunia pada tahun 2005 (FAO,

2005). Dari data Ditjen Perikanan Budidaya DKP (2009) diketahui jumlah

hasil tangkap udang sebesar 540.000 ton dan tahun 2010 ada peningkatan

menjadi 555.000 ton. Naamin dkk, (1981) menyatakan bahwa ditemukan 81

jenis udang Penaeid di seluruh perairan Indonesia, 46 diantaranya sering

tertangkap oleh nelayan Indonesia. Ada sembilan jenis udang yang bernilai

tinggi, yaitu Penaeus merguiensis, P.indicus, P.chinensis, P.monodon,

P.semisulcatus, P.latisulcatus, Metapeneus monoceros, M. ensis dan M.

elegans (Naamin dkk, 1981 dalam Sembiring, 2008).

Ini info belum lengkap Udang rebon mempunyai kandungan gizi yang

tinggi. Berdasarkan Direktorat Gizi Depkes (1992) dalam seratus gram udang

rebon segar mengandung protein sebesar 16,2 gram dan mengandung 757 mg

kalsium. Akan tetapi udang rebon ini bersifat mudah rusak. Oleh karena itu

rebon harus diolah terlebih dahulu agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah

satu contoh produk olahan yaitu terasi.

Terasi merupakan bumbu tradisional yang banyak dikenal dan disukai

oleh masyarakat Indonesia. Banyak orang menyukai terasi karena rasa dan

aromanya yang khas, terutama untuk meningkatkan selera makan. Produk ini

berbentuk seperti pasta dan blok dan berwarna hitam-coklat. Akan tetapi

terasi yang disukai oleh konsumen adalah terasi yang berwarna merah yang

terlihat menarik. Hal ini mendorong produsen menggunakan pewarna buatan

dalam proses pembuatannya. Pewarna buatan yang terkadang digunakan yaitu

Rhodamin B. Padahal Rhodamin B merupakan pewarna untuk kertas dan

tekstil sehingga pewarna ini berbahaya bagi kesehatan (Salam, 2008).

Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila

Page 3: Proposal Penelitian

terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan, dan penyebabkan

kanker. Permasalahan ini mendorong untuk penggunaan pewarna alami pada

pembuatan terasi. Salah satu pewarna alami yang berpigmen merah yaitu

angkak.

Angkak adalah bahan pewarna alami yang dihasilkan oleh kapang

Monascus pupureus, memiliki warna yang konsisten dan stabil, dapat

bercampur dengan pigmen alami lainnya dan dengan bahan makanan, tidak

mengandung racun dan tidak karsinogen sehingga dapat digunakan sebagai

pewarna alami untuk makanan. Komponen pigmen yang dihasilkan oleh

angkak adalah rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah), monaskin

(kuning), ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu), dan

monaskorubramin (ungu) dan lebih dominan warna merah. Pada angkak

menghasilkan antioksidan monacolin K disebut juga lovastatin atau

mevalonin) yang dapat menurunkan kadar lipid dengan cara menghambat

aktivitas HMG-CoA reductase dalam intesis kolesterol pada hati (Fardiaz

dkk, 1996). Dengan kandungan pewarna alami dan senyawa antioksidan

dalam angkak diharapkan dapat menjadi pewarna alami dan sumber

antioksidan pada terasi.

Meskipun angka konsumsi terasi cukup tinggi, akan tetapi terasi masih

dianggap sebagai bumbu tradisional yang tidak praktis karena harus dibakar

terlebih dahulu. Oleh sebab itu, Pada penelitian ini terasi akan dibentuk

menjadi bubuk terasi udang yang telah diproses menjadi bumbu yang siap

dikonsumsi sehingga lebih praktis tanpa kehilangan cita rasa khas terasi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan

untuk mengetahui karakteristik fisikokimia, dan sensori bubuk terasi udang

dengan perlakuan perbedaan konsentrasi angkak yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap karakteristik

fisikokimia yang meliputi kadar air, kadar abu tidak larut asam, kadar

protein, warna, dan aktivitas antioksidan bubuk terasi udang?

2. Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap karakteristik

sensori (parameter aroma, warna dan overall) pada bubuk terasi udang?

Page 4: Proposal Penelitian

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap

karakteristik fisikokimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar

protein, warna, dan aktivitas antioksidan bubuk terasi udang.

2. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi angkak terhadap

karakteristik sensori (parameter warna, aroma dan overall) pada terasi

udang yang paling disukai oleh panelis.

D. Manfaat Penelitian

Setelah dilakukan penelitian mengenai karakteristik bubuk terasi

udang diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian dan pangan,

khususnya mengenai alternatif perwarna alami pada terasi.

2. Memberikan informasi tentang pembuatan terasi yang berkualitas dan

praktis pada bubuk terasi udang.

BAB II

LANDASAN TEORI

Page 5: Proposal Penelitian

A. Tinjauan Pustaka

1. Udang rebon (Mysist relicta)

Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai

maupun laut atau danau. Udang dapat ditemukan di air yang berukuran

besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi,

dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan.

Jenis yang sering dijumpai yaitu Mantis shrimp dan Mysid shrimp,

keduanya berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi

berasal dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae (Baclin,

1984). Udang rebon termasuk jenis Mysid shrimp dari ordo Mysidaceae

dengan nama latin (Mysist relicta).

Gambar 2.1 Anatomi Udang Rebon (Mysist relicta)

Anatomi dari udang rebon (Mysist relicta) pada Gambar 2.1 memiliki

kaki renang (swimming legs), mata tangkai (eye stalk), karapas, abdomen,

dan statocyst. Dada (torax) tertutup dalam karapas pada bagian belakang

dan samping. Kaki renang memanjang dari bagian perut dari dada. Betina

dewasa memiliki kulit (plate) didua segmen terakhir untuk melindungi telur

dan larva sedangkan jantan tidak mempunyai plate. Abdomen (perut) terdiri

dari enam segmen. Setiap segmen memiliki sepasang pleopoda. Pada jantan

pleopoda keempat lebih panjang. Hal ini mungkin untuk membantu

menangkap betina saat kawin. Setiap rongga berisi cairan yaitu statocyst

yang ditemukan di ekor mysist. Statocyst berisi partikel kecil dan padat

(Anonim, 1998). Taksonomi dari udang rebon yaitu:

Kingdom : Animalia

Page 6: Proposal Penelitian

Phylum : Arhtropoda

Subphylum : Crustacea

Class : Malacostraca

Order : Mysidacea

Family : Mysidae

Genus : Mysis

Species : relicta

Udang rebon : Mysis relicta

Udang rebon dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan terasi

karena rebon tersebut memiliki kulit dan cangkang yang lunak sehingga

memungkinkan untuk dihancurkan secara sempurna. Udang rebon kaya

akan protein dan mineral. Zat-zat yang dikandungnya bahkan mampu

menangkal osteoporosis, meningkatkan HDL (High-density lipoprotein),

sekaligus menurunkan kadar LDL (Low-density lipoprotein) dan lemak.

Seperti hewan air lainnya, udang rebon merupakan sumber protein hewani

yang sangat baik (Suprapti, 2002). Kandungan gizi udang rebon per 100 g

dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Udang Rebon per 100 g

Kandungan gizi Udang rebon kering Udang rebon segarEnergi (kkal) 299 81Protein (g) 59,4 16,2Lemak (g) 3,6 1,2Karbohidrat (g) 3,2 0,7Kalsium (mg) 2.306 757Fosfor (mg) 265 292Besi (mg) 21,4 2,2Vitamin A (SI) 0 60Vitamin B1 (mg) 0,06 0,04Air (g) 21,6 79,0

Sumber: Direktorat Gizi Depkes, 1992

Warna awal udang rebon adalah putih keabuan dan berubah warnanya

menjadi kemerahan. Udang memiliki pigmen astaksantin yang termasuk

golongan karotenoid. Krustasea (udang-udangan) mengandung karotenoid

yang terikat pada protein dengan akibat warna menjadi biru atau abu-abu

biru. Jika mengalami pemanasan, protein terdenaturasi dan mengakibatkan

Page 7: Proposal Penelitian

ikatan karotenoid-protein putus sehingga membebaskan warna karotenoid

merah jingga (Anonim, 2009).

Peranan udang terhadap ekspor komoditi pertanian cukup tinggi yaitu

mencapai 21,56%. Indonesia merupakan industri udang nomor 3 terbesar di

dunia pada tahun 2005 (FAO, 2005). Dari data Ditjen Perikanan Budidaya

DKP (2009) diketahui jumlah hasil tangkap udang sebesar 540.000 ton dan

tahun 2010 ada peningkatan menjadi 555.000 ton (DKP, 2009).

2. Angkak

Angkak adalah bahan pewarna alami yang dihasilkan oleh kapang

Monascus pupureus, memiliki warna yang konsisten dan stabil, dapat

bercampur dengan pigmen alami lainnya dan dengan bahan makanan, tidak

mengandung racun dan tidak karsinogen (Su dan Wang, 1977).

Angkak telah banyak digunakan sebagai pewarna makanan di Negara-

negara asia seperti China, Indonesia, Jepang, dan Flipina. Pada umumnya

angkak digunakan untuk mewarnai berbagai produk makanan seperti produk

keju, ikan, kedelai, pikel sayuran, daging asin, anggur dan minuman alkohol

lainnya (Su dan Wang, 1977).

Monascus purpureus adalah kapang utama pada angkak. Angkak

adalah beras yang difermentasi oleh kapang sehingga penampakannya

berwarna merah. Angkak sudah sejak lama digunakan sebagai bahan

bumbu, pewarna dan obat karena mengandung bahan bioaktif berkhasiat.

Kapang menghasilkan pigmen yang tidak toksik dan tidak mengganggu

sistem kekebalan tubuh (Fardiaz dan Zakaria, 1996).

Monascus purpureus juga diketahui menghasilkan senyawa lovastatin

(Palo, 1960: Hesseltine,1965; 1965; Ma et al., 2000). Lovastatin

menghambat sintesis kolesterol karena menghambat aktifitas HMGCoA

reduktase enzim penentu biosintesis kolestrol (Brown et al., 1991). Sifat ini

dimanfaatkan sebagai obat untuk program diet, pencegah aterosklerosis,

jantung koroner dan stroke (Kasim, 2006).

Mevinolin dan lovastatin adalah dua komponen bioaktif yang

diketahui terdapat di dalam angkak sehingga dapat menurunkan kadar

kolesterol dalam darah. Senyawa-senyawa ini diketahui sangat efektif dalam

Page 8: Proposal Penelitian

terapi hiperkolesterolemia, karena kemampuannya untuk menghambat kerja

enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl CoA reductase (HMG-CoA reductase);

enzim yang bertanggung jawab dalam proses sintesis (pembentukan)

kolesterol. Dengan terhambatnya kerja enzim ini maka dapat dipastikan

dapat mengontrol pembentukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh.

Senyawa gamma-aminobutyric acid (GABA) dan acetylcholine chloride

adalah dua komponen aktif yang terkandung di dalam angkak diketahui

dapat sebagai hypotensive agent sehingga menyebabkan terjadinya

penurunan tekanan darah (Ardiyansyah, 2007).

Komponen pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus adalah

rubropunktatin (merah), monaskorubin (merah), monaskin (kuning),

ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu), dan monaskorubramin (ungu).

Untuk pengukuran intensitas pigmen dari angkak, diambil 0,05 serbuk

inokulum, lalu diekstrak dengan 10 ml metanol. Ekstraksi dilakukan dengan

pengocokan selama 24 jam, lalu disaring dan didapatkan filtrat. Dengan

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 390 nm, intensitas

pigmen kuning dapat diukur. Sedangkan intensitas pigmen merah diukur

pada panjang gelombang 500 nm (Su and Wang, 1977).

Monascus purpureus berperan sebagai antibakteri karena mengandung

monascidin A yang menginhibisi aktivitas bacteria dari sebagian besar

Bacillus, Streptococcus, dan Pseudomonas (Wong and Bau, 1977; Wong

and Koehler, 1981; Bau 1977). Penelitian lain yang dilakukan Chen (1933)

menunjukkan bahwa Monascus purpureus memiliki efek inhibisi secara

khusus pada Staphylococcus aureus. Dua pigmen kuning pada Monascus

purpureus memiliki sedikit fungsi bakteriostatik melawan Bacillus subtilis

(Rindiastuti, 2008)

Hasil uji terjadi penurunan intensitas pigmen merah dan kuning

angkak. Pengaruh suhu menunjukkan bahwa pada suhu lebih dari 1500C

selama 1 jam terjadi penurunan yang nyata pada pigmen merah tapi

stabilitasnya masih berkisar antara 87-95%. Berdasarkan hasil ini maka

sebaiknya pemasakan menggunakan angkak tidak melebihi suhu 150 C

selama 1 jam. Penurunan intensitas warna ini disebabkan karena terjadinya

Page 9: Proposal Penelitian

kerusakan kromofor pigmen yang menyebabkan pemucatan warna.

Stabilitas zat warna angkak dipengaruhi oleh suhu, lama pemanasan, sinar

matahari, oksidator serta pH asam. Stabilitas warna merah pekatan angkak

terhadap pengaruh suhu adalah sebesar 91%, terhadap pengaruh sinar

matahari sedangkan bubuk angkak 91,7%. Angkak dalam bentuk pekatan

lebih stabil pada pH 7 sedangkan dalam bentuk bubuk lebih stabil pada pH

9,2. Kelebihan angkak dalam bentuk pekatan yaitu memeilki kelarutan yang

lebih baik dibanding kelarutan bentuk bubuk dalam air. (Betty dkk, 1997)

3. Terasi

Terasi merupakan produk setengah basah yang dibuat dari udang kecil

(Stelophorus atau Engraulis sp.) atau rebon (Schizopodes dan Mytis sp.).

yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi digunakan

sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan sayuran, sambal,

rujak, dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang

berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan (Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Departemen

Perindustrian, 1982).

Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama

fermentasi protein dihidrolisis menjadi turun-turunannya, seperti pepton,

peptide, dan asam-asam amino. Fermentasi juga menghasilkan ammonia

yang menyebabkan terasi berbau merangsang. Didalam masakan, terasi

digunakan sebagai penyedap dalam menimbulkan cita rasa (Flavoring

Agent) (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian,

Departemen Perindustrian, 1982).

Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan

sebagai berikut ini. Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau

keasaaman, sedangkan amonia dan amin menyebabkan bau anyir

beramonia. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan dan

disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi. Aroma terasi

tersebut dihasilkan dari 16 macam senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol,

46 karbonil, 7 macam lemak, 34 senyawa nitrogen, 15 macam senyawa

belerang, dan senyawa lain. Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan

Page 10: Proposal Penelitian

bau asam, sedangkan senyawa amonia dan amin menyebabkan bau anyir

beramonia (Rahayu, 1992).

Pada pembuatan terasi menggunakan garam. Garam dalam pembuatan

terasi mempunyai peranan utama sebagai pemberi rasa asin dan sebagai

pengawet. Dalam pembuatan produk-produk fermentasi ikan/udang lainnya

juga ditambahkan garam dalam jumlah yang optimum untuk merangsang

pertumbuhan bakteri asam laktat. Oleh karena itu fermentasi dalam

ikan/udang seringkali merupakan gabungan antara fermentasi garam dengan

fermentasi asam laktat (Susanto, 1993).

Penggaraman selama proses juga berpengaruh terhadap salah satu sifat

terasi, yaitu tekstur. Konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan terjadinya

salting out pada protein. Protein menjadi terdenaturasi karena adanya garam

menyebabkan struktur tersier dan kuartener terbuka sehingga bagian

hidrofilik terbuka. Akibatnya air tidak dapat berikatan dengan protein dan

keluar sel. Konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan osmosis air dari

dalam sel ke luar sel sehingga tekstur menjadi keras. Alur pembuatan terasi

udang (Chaijan and Panpipat, 2002) dilihat di Gambar 2.2

Nilai pH awal dari campuran rebon, garam dan bahan lainnya adalah 6

dan kemudian meningkat menjadi 6,5 selama fermentasi. Nilai pH akhir

pasta adalah 4,5. Fermentasi lebih lanjut akan meningkatkan nilai pH akibat

pembentukan ammonia. Jika garam yang ditambahkan kurang dari 10

Udang rebon

Pencucian

Pengeringan matahari 1-2 hari

Penumbukan dan penambahan garam 15%

Pencetakan

Fermentasi 4 minggu

Terasi

Gambar 2.2 Alur Pembuatan Terasi Udang Rebon

Page 11: Proposal Penelitian

persen, proses fermentasi pasta tidak dapat berlangsung sebagaimana

mestinya, sehingga produk yang dihasilkan tidak aman untuk dikonsumsi

akibat ammonia yang terbentuk terlalu banyak. Pada proses fermentasi

terasi, protein dihidrolisis menjadi derivatnya, seperti asam-asam amino,

pepida dan pepton. Fermentasi terjadi diakibatkan oleh aktivitas

mikroorganisme dan enzim (Winarno, 1973).

Terasi yang bermutu baik dipengaruhi oleh kesegaran bahan mentah

yang digunakan, komposisi kimia dan nutrisi bahan mentah, metoda

pengolahan, mutu garam, ketersediaan mikroorganisme pada bahan mentah,

aktivitas enzim pada bahan mentah, penambahan karbohidrat, ketersediaan

oksigen, suhu, pH, lama fermentasi dan penanganan produk akhir (Rahayu,

1992). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas terasi, antara

lain adalah sebagai berikut

a. Tingkat kesegaran bahan

Meskipun terasi merupakan produk yang ber “bau” spesifik, namun

bukan berarti busuk. Kualitas terasi sangat ditentukan oleh tingkat

kesegaran bahan bakunya. Bahan baku dengan tingkat kesegaran yang

baik, akan menghasilkan produk terasi yang berkualitas tinggi.

b. Aroma dan cita rasa

Lama waktu yang dipergunakan bagi pemeraman atau fermentasi,

sangat menentukan aroma dan cita rasa terasi yang dihasilkan. Makin

lama waktu yang dipergunakan, kualitas tearsi yang dihasilkan makin

tinggi. Disamping itu, cita rasa terasi juga dipengaruhi oleh jenis bahan

baku yang digunakan. Cita rasa terasi udang berbeda dengan cita rasa

terasi ikan.

c. Kehalusan butiran

Tingkat kehalusan atau kelembutan butir-butir terasi memang tidak

dapat di ukur dengan skala mesh, namun justru langsung nampak pada

penampilannya. Butiran yang kasar pada terasi, disebabkan antara lain

oleh proses penghancuran bahan yang tidak sempurna.

Ketidaksempurnaan proses penghancuran bahan baku tersebut antara

lain disebabkan oleh kemampuan alat penghancur dalam

Page 12: Proposal Penelitian

menghancurkan bahan serta urutan proses yang digunakan. Pada proses

pembuatan terasi secara tradisonal, penghancuran dilakukan saat

penjemuran. Sehingga dengan demikian bahan baku tersebut telah

menjadi kering dan liat sehingga sulit dihancurkan hingga halus.

d. Warna

Penambahan warna buatan yang dimaksudkan agar penampilan produk

terasi menjadi lebih baik. Namun, bila pencampuran bahan pewarna

buatan tersebut dilakukan secara tidak merata, maka justru akan

berakibat sebaliknya (Suprapti, 2002).

Terasi memiliki kandungan gizi yang lebih lengkap daripada bahan

awalnya. Kandungan unsur gizi dalam terasi dari 3 sumber dapat dilihat

dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Terasi Udang Rebon

Komposisi Terasi I * Terasi II** Terasi III***Kadar air (%) 40 34.76 30-50Kadar protein (%) 30 23.37 20-40Kadar lemak (%) 3.5 3.72 2-4Kadar karbohidrat (%) 3.5 - 3.5-5Kadar serat kasar (%) - 9.02 -Kadar abu (%) - 14.08 10-40Kadar Ca (mg/100 gr) 100 - -Kadar P (mg/100 gr) 250 - -Kadar Fe (mg/100 gr) 3.1 - -Kadar garam (%) - 20.21 23

Sumber : *) Soedarmo dan Sediaoetama (1977)

**) Anonim (1979)

Selama proses fermentasi, protein terhidrolisis menjadi turunannya,

seperti protease, pepton, peptida dan asam amino. Terasi yang mempunyai

kadar air 26-42% adalah terasi yang baik, karena apabila kadar air terasi

terlalu rendah, maka permukaan terasi akan diselimuti oleh kristal-kristal

garam dan tekstur terasi menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air terasi

terlalu tinggi maka terasi akan menjadi terlalu lunak (Rosida dkk, 2007).

Adapun syarat mutu menurut SNI terasi udang dapat dilihat dalam Tabel

2.3

Tabel 2.3 Syarat Mutu Menurut SNI

Jenis uji Persyaratan mutu

Page 13: Proposal Penelitian

Mutu I Mutu IIa. Organoleptik Nilai minimum 8 8 Kapang Negatif Negatif b. Mikrobiologi Escherichia coli (cfu/gr) 3 3 Salmonella Negatif Negatif Staphylococus aureus (cfu/gr) 1x 103 1 x 10 3

Vibrio cholera Negatif Negatifc. Kimia Protein % bobot/bobot min 20 15 Air bobot/bobot 30-50 30-50Abu tidak larut dalam asam % bobot/bobot maksimum

1,5 1,5

Karbohidrat, % bobot/bobot maksimum

2 2

Sumber : SNI 01 2716 1992 Terasi Udang

***) Moeljohardjo (1972)

Di dalam terasi terkandung 1,2g/100g glutamat bebas sebesar 1199

mg per 100g. Glutamat merupakan asam amino terbesar di dalam tubuh

manusia dan diperlukan dalam jumlah besar untuk berbagai proses

metabolisme. Glutamat bekerja memberikan sinyal rasa enak dan gurih

(Anonim, 2009). Asam amino non-esensial yang terdapat dalam jumlah

yang tinggi pada terasi adalah asam glutamat dan dari kelompok asam

amino esensial adalah leusin terlihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Profil Asam Amino Pada Terasi

Asam amino Kandungan (mg/16gN)

Page 14: Proposal Penelitian

Asam amino esensialIsoleusin 4100Leusin 6700Lisin 6500Sustain 1050Fenilalanin 3500Tirosin 3600Threonin 3600Triptofan 810Valin 4500Methionin 2400Asam amino semiesensial Arginin 2600Histidin 1200Asam amino non esensial Alanin 5700Asam aspartat 8800Asam glutamate 14400Prolin 3400Serin 2600Ornitin 1350Taurin 1500Lisin terlarut 2070

Sumber : Moeljohardjo (1972)

Bakteri halofilik anaerobik memiliki peranan yang penting selama

fermentasi (Moeljohardjo, 1972). Mikroorganisme yang berperan dalam

proses pembuatan terasi yaitu bakteri Lactobacillus sp dan bakteri mesofil.

Mikroorganisme yang diisolasi dari terasi adalah Micrococcus, Neisseria,

Aerococcus dan beberapa jenis kapang. Berdasarkan hasil identifikasi

terhadap terasi yang dibeli di Bogor, Susilowati (1989) dan Rahayu et al.

(1989) mendapatkanbahwa bakteri yang diisolasi adalah Micrococcus,

Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium

dan Acinobacter (Salam, 2008).

Teknologi pembuatan terasi instan telah dikembangkan. Di dalam

pembuatannya, tahap pengolahan yang dilakukan adalah pengecilan ukuran

terasi, pra-pengeringan, pengeringan yang sekaligus sebagai pemasakan,

penepungan, pengayakan dan pengemasan. Pengecilan ukuran terasi dengan

diiris tipis setebal kurang lebih 3 mm dimaksudkan untuk mempercepat

pengeringan dan mendapatkan hasil pengeringan yang sempurna. Pra-

pengeringan dilakukan dengan pengovenan pada suhu 40 – 50oC selama 12

Page 15: Proposal Penelitian

jam atau dijemur selama sehari. Tahap pengeringan dan pemasakan

dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 150oC selama 30 menit.

Produk hasil pengeringan dan pemasakan selanjutnya ditepungkan dan

diayak dengan ukuran 60 mesh (Subagio, 2006).

B. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Penggunaan angkak pada pembuatan bubuk terasi udang dengan

perbedaan konsentrasi angkak yang digunakan akan menghasilkan karakteristik

fisikokimia, maupun karakteristik sensori yang berbeda.

BAB III

METODE PENELITIAN

Udang rebon diolah menjadi terasi melalui proses penggaraman dan fermentasi

Angkak sebagai pewarna alami pada terasi

Pembuatan bubuk terasi udang sehingga lebih mudah ketika akan digunakan

Terasi yang disukai konsumen berwarna merah. Produsen menggunakan pewarna buatan (Rhodamin B) yang berbahaya bagi kesehatan

Udang rebon merupakan hasil perikanan yang perishible mudah rusak

Terasi merupakan bumbu tradisional yang harus dibakar terlebih dahulu agar aromanya mantap

Bubuk terasi udang dengan penambahan angkak sebagai pewarna alami dan sumber antioksidan

Page 16: Proposal Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses

Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan

Laboratorium Rekayasa Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta pada bulan April sampai September 2012

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan utama dalam penelitian ini adalah udang rebon kering yang

didapatkan dari UKM Terasi, Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Emas, Kota

Semarang, bubuk angkak dan garam yang diperoleh dari Pasar Legi

Surakarta. Bahan untuk análisis fisikokimia dan mikrobiologi yaitu:

a. Analisis kadar abu tidak larut asam: HCl 10%

b. Analisis aktivitas antioksidan : DPPH (2,2 dhiphenil-1-picryldhydrazil

radical) dan metanol

c. Analisis kadar protein dengan metode kjeldahl: K2SO4, HgO,H2SO4,

batu didih, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator metil merah dan metilen

biru dan HCl 0,22 N

d. Analisis perhitungan jumlah mikrobia adalah media Plate Count Agar

(PCA), dan garam fisiologis.

2. Alat

Alat yang digunakan pada pembuatan terasi udang bubuk yaitu

tampah, penggiling, timbangan, plastik bening, plastik hitam besar, ember

kecil dan tutup, oven, penepung, dan ayakan. Untuk analisa fisikokimia

dan sensori dari penelitian ini yaitu:

a. Analisis kadar air: cawan porselen, desikator, oven (Memmert), botol

timbang, dan neraca analitik (Ohaus Adventurer).

b. Analisis kadar abu tidak larut asam: oven, desikator, cawan porselin,

timbangan analitik, tanur listrik, kertas saring tak berabu (whatman

41), kertas pH

Page 17: Proposal Penelitian

c. Análisis protein kjeldahl: timbangan analitik, alat destruksi kjeldahl,

destilasi uap, labu destruksi,

d. Análisis antioksidan DPPH: menggunakan spektrofotometer UV Vis

1240, tabung reaksi, sentrifuge, mesin vortex

e. Análisis warna: chromameter CR-200 Minolta

f. Análisis perhitungan mikroba : autoclave, Laminer Flow, inkubator,

cawan petri, hotplate, vortex, sentrifuge, dan coloni counter

g. Análisis sensori : borang, piring kecil, dan nampan.

C. Tahapan Penelitian

1. Pembuatan adonan

Udang rebon kering dicampur dengan garam 15% ditambahkan

angkak bubuk sesuai perlakuan (0%; 0,5 %; 1%; 1,5%; dan 2%)

kemudian diperam selama 12 jam dari jam 07.00-19.00 pada wadah

yang tertutup pada suhu kamar kemudian digiling.

Setelah digiling kemudian diperam pada wadah yang tertutup

selama satu malam dari jam 21.00-08.00. Setelah itu dijemur sun-dryed.

selama 8 jam hari dari jam 08.00-16.00.

2. Fermentasi terasi

Adonan terasi digiling dan dimasukkan dalam plastik selama 30

jam dari jam 17.00-06.00. Kemudian adonan dijemur sun-dryed selama

8 jam dari 07.00-15.00. Setelah diperam adonan digiling dan disiapkan

pada ember. Pada ember adonan diperam selama 30 hari dengan kondisi

tertutup. Selama fermentasi ember ditutup dengan tas plastik untuk

mencegah kontaminasi dari material luar dan serangga.

3. Pengeringan dan pematangan terasi

Adonan hasil fermentasi diiris dengan ukuran 3 mm. Terasi blok

di oven 50 C untuk mengeringkan terasi selama 12 jam dan dioven 150

C selama 30 menit untuk mematangkan terasi

4. Penepungan

Proses selanjutnya yaitu menggiling terasi kering sampai halus

dengan menggunakan mesin penepung. Kemudian diayak dengan

Page 18: Proposal Penelitian

pengayak 60 mesh. Diagaram alir proses pembuatan bubuk terasi udang

tersaji pada Gambar 3.1

Garam 15 %

Angkak dengan konsentrasi 0%;

0,5 % ; 1 % ;1,5% dan 2%

Pengirisan adonan terasi

Pemeraman (fermentasi) dalam kuali dan ditutupi dengan plastik pada suhu

kamar selama 30 hari

Rebon kering

Penambahan dengan garam selama 12 jam pada wadah tertutup pada suhu kamar

Penjemuran 8 jam

Penggilingan adonan

Pemeraman (fermentasi) dalam wadah tertutup pada suhu kamar

selama 30 jam

Penggilingan bahan terasi

Pemeraman selama satu malam

Penjemuran selama 8 jam

Penggilingan adonan

++

Analisis air, abu, protein, antioksidan, warna, total mikroba,

dan organoleptik (warna, aroma)

Bubuk terasi

Pengovenan 50 C selama 12 jam (untuk mengeringkan)

Pengovenan 150 C selama 30 menit

Penepungan

pengayakan dengan 60 mesh

+

Page 19: Proposal Penelitian

Gambar 3.1 Pembuatan Bubuk terasi udang

D. Rancangan Penelitian

Perancangan penelitian menggunakan pola rancangan acak lengkap

(RAL). Pola rancangan acak lengkap digunakan untuk mengetahui pengaruh

perlakuan terhadap sampel. Dalam penelitian ini menggunakan 1 perlakuan

dan 2 ulangan sampel. Perlakuan yang digunakan yaitu konsentrasi angkak

yang akan ditambahkan dalam pembuatan terasi. Konsentrasi angkak yang

digunakan yaitu 0%; 0,5% ; 1%; 1,5% dan 2%. Data yang diperoleh dianalisis

dengan metode Oneway analysis of variance (ANOVA). Bila ada perbedaan

antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut dengan Duncans Multiple

Range Test (DMRT) pada taraf signifikan 5 %.

E. Pengamatan Parameter

Bubuk terasi udang akan dianalisis karakteristik fisikokimia (abu tidak

larut asam, kadar air, kadar protein, warna, aktivitas antioksidan),

mikrobiologi (total mikroba) dan karakteristik sensori (parameter warna,

aroma dan overall). Metode analisis dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Metode AnalisisNo Macam Metode

Pengovenan 50 C selama 12 jam (untuk mengeringkan)

Pengovenan 150 C selama 30 menit

Penepungan

pengayakan dengan 60 mesh

Page 20: Proposal Penelitian

1.2.3.4.5.6.7.

Abu tidak larut asamAir Protein Aktivitas AntioksidanWarna Total MikrobaSensori

Gravimetri (SNI 2354-1-2010)Termogravimetri (SNI-01-2354.2-2006)Kjeldahl (SNI 01-2354.4-2006)DPPH(Rohman dkk, 2008).Hunter Chroma (Sudarmadji dkk, 2011)Total Plate Count (SNI 01-2332.3-2006)Hedonic dengan Parameter Warna, dan Aroma dan overall (Soekarto, 1985)

BAB IV

Page 21: Proposal Penelitian

JADWAL KEGIATAN

No. KegiatanBulan ke-

1 2 3 4 5 61 Penyusunan Proposal X 2 Seminar Proposal X 3 Persiapan Penelitian X

4Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data X X

6 Penyusunan Skripsi X X7 Seminar Hasil X 8 Revisi Skripsi X9 Pendadaran X 10 Yudisium X

DAFTAR PUSTAKA

Page 22: Proposal Penelitian

Anonim. 1998. Zooplankton of the Great Lakes. http://www.cst.cmich.edu/ . (Diakses Tanggal 10 Oktober 2011)

Ardiyansyah. 2007. Khasiat Angkak. Universitas Tohoku. Jepang.

Balcer, B.D., N.L. Korda, S.I. Dodson. 1984. Zooplankton of the Great Lakes. The University of Wisconsin Press, Ltd. London, England. pp. 103-106

Betty Sri, K. Dhanna dan Srikandi Fardiaz. 1997. Produksi Konsentrat dan Bubuk Pigmen Angkak dari Monascus Purpureus Serta Stabilitasnya Selama Penyimpanan. Bulletin teknologi dan industry pangan, vol VIII, no 2 th 1997.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Departemen Perindustrian, 1982. Produk Fermentasi Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta

Direktotat Gizi Depkes. 1992. Produk Fermentasi Ikan Garam. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Ditjen Perikanan Budidaya DKP. 2009. Kebijakan dan Program Prioritas Tahun 2009. Makalah Disampaikan dalam Rakornas Departemen Kelautan Dan Perikanan Tahun 2009. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta

Fardiaz, Srikandi, Dang Bunyan Fauzi dan Fransisca Zakaria. 1996. Toksisitasdan Imunitas Pigmen Angkak yang Diproduksi dari Kapang Monascus Pupureus Pada Subtrat Limbah Cair Tapioka. Buletin Teknologi Dan Industri Pangan Volume VII No 2 Th 1996.

Fitriani. 2006. Hubungan Pemberian (Monascus Purpureus Pada Beras Angkak Merah Terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis. UNS Press. Surakarta

Kasim, Ernawati dkk. 2006. Kandungan Pigmen dan Lovastatin pada Angkak Beras Merah Kultivar Bah Butong dan BP 1804 IF 9 yang Difermentasi dengan Monascus purpureus Jmba. Jurnal Biodiversitas. Bogor.

Naamin, 1981 dalam Sembiring. Herlina. 2008. Keanekaragaman dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. USU Press. Medan

Putriutami, Wahyu dan Andi Suhendi. 2009. Analisis Rhodamin B Dalam Jajanan Pasar Dengan Metode Kromatografi LAPIS TIPIS. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 148 – 155.

Page 23: Proposal Penelitian

Rahayu, P. W., 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, IPB, Bogor.

Rindiastuti, Yuyun. 2008. Potensi Angkak Merah untuk Terapi Nutrisi Mengatasi Dislipidemia pada Diabetes Melitus Tipe 2. UNS Press. Surakarta

Rosida dan Enny Karti Basuki Susiloningsih. 2007. Pengaruh Konsentrasi Starter Lactobacillus Plantarum dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas dan Kerusakan Produk Terasi. Jurnal Protein. Vol.15 N0.2 Tahun 2007

Subagio, 2006. Analisis Permintaan Udang Indonesia di Pasar Internasional. ISSN 0854-5804

Susanto. 1993. Kapang Monascus Purpureus Dalam Angkak Sebagai Penurun Kolesterol. Http://Bioindustri.Blogspot.Com. (Diakses Pada Tanggal 6 September 2011)

Salam, Nirwana. 2008. Manfaat Mikroorganisme Pada Industri Pembuatan Terasi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan. Makassar

Sembiring. Herlina. 2008. Keanekaragaman Dan Distribusi Udang Serta Kaitannya Dengan Faktor Fisik Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. USU Press. Medan

Standar Nasional Indonesia. 1992. Terasi Udang. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01.2716.1992

Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 1:Spesifikasi .Badan Standardisasi Nasional. SNI 2716.1 : 2009

Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Mikrobiologi Bagian 3:Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada Produk Perikanan .BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2332.3-2006.

Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Kimia Bagian 4:Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Total Nitrogen Pada Produk Perikanan. BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2354.4-2006.

Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 3: Penanganan Dan Pengolahan .BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2716.3-2009.

Standar Nasional Indonesia. 2006. Cara Uji Kimia Bagian 2:Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan. .BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2354.2-2006.

Page 24: Proposal Penelitian

Standar Nasional Indonesia. 2010. Cara Uji Kimia Bagian 1:Penentuan Kadar Abu dan Abu Tidak Larut dalam Asam Pada Produk Perikanan.BadanStandardisasi Nasional. SNI 01—2354.1-2010.

Standar Nasional Indonesia. 2009. Terasi Udang-Bagian 2: Persyaratan Bahan Baku.Badan Standardisasi Nasional. SNI 2716.2-2009.

Su Y.C, and Wang, H.W. 1997. Chinese Red Rice Anka. Didalam Handbook of Indigenous Fermented Foods. K.H Stenkraus (ed). Marcel Dekker Inc, New York

Suprapti, M. Lies. 2002. Membuat Terasi Teknologi Tepat Guna. Kanisius Yogyakarta