Dimulai dengan bertanya, mengapa perlu bertanya? Apakah bertanya memerlukan jawaban, kalaupun ada jawaban, mengapa mesti dijawab, apa pentingnya dijawab? Menentukan pertanyaan yang tepat dan mencari jawaban atas pertanyaan pun harus punya landasan untuk bisa diterima. Namun, saya tak pernah bisa berhenti bertanya, apakah saya bertanya kepada diriku sendiri, orang lain, kemudian menemukan jawabannya sendiri, atau mendengar jawaban yang disampaikan kepadaku. Tak bisa juga menemukan jawaban untukku bisa berhenti mempertanyakan segala sesuatu. Saya tidak bisa mengerti apa yang terjadi padaku, setiap kali melihat sesuatu akan muncul pertanyaan baru. Apa itu? Kok bisa seperti itu? Sulit untuk menghilangkan pertanyaan-pertanyaan di kepalaku. Suatu ketika saya ditanya, kau manusia atau binatang? Saya menjawab manusia, kemudian dia melanjutkan mengapa kau tahu bahwa kau adalah manusia, apa yang menbedakanmu dengan binatang? Saya hanya diam tak bisa memberi jawaban. “Kalau ada pangkal, akan ada ujung. Ada pertanyaan, ada jawaban!” Ah, jawaban tidak mesti harus dicari, tapi jawaban harus dibuat “membuat jawaban”. Karena jika saya mencari, akan ada kesimpulan dapat atau tidak dapat, tapi kalau “membuat jawaban” entah diterima atau tidak yang jelas buat dulu jawabannya, nanti mudah membenturkan antara tesis, antitesis, kemudian akan jadi sintesis. Saya akan membuat jawaban tentang pertanyaan itu! Manusia adalah mahluk hidup, untuk memahaminya harus dipahami juga kehidupan dan perilakunya. Perilaku manusia jauh lebih kompleks daripada hewan. Manusia juga termasuk dalam jenis hewan (baca: Homo Sapiens), hewan yang berpikir. Dan untuk bertahan hidup manusia butuh makan, makanan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari manusia. Makan pun disertai dengan kebutuhan lain seperti rasa aman, estetika, dan kebutuhan lainnya. Pada umumnya manusia pemakan segala sesuatu, namun manusia memiliki kemampuan untuk memilih, menentukan, meramu, dan menciptakan pola makanannya secara tersendiri. Bisa menjadi vegetarian maupun amnivora, bergantung dari pilihan bukan karena nalurinya. Sedangkan, hewan memenuhi kebutuhan untuk makanan secara naluriah semata. Sehingga, hewan tidak memilih, merencanakan, mengolah atau menyimpan makanan. Misalkan saja, kera yang dekat dengan wujud manusia, ketika mendapatkan makanan apakah kera dapat pernah berpikir untuk membuat lumbung pisang, untuk persiapan esok hari. Tentu saja tidak, namun manusia selain menentukan pilihan, mengolah dan akan membuat lumbung makanan tempat menyimpan untuk persiapan esok hari. Bukan hanya itu kera pasti tak pernah berpikir untuk mengolah pisang menjadi sesuai rasa yang diinginkan, namun manusia mampu berpikir jauh, manusia dapat menciptakan rasa, mengolah, dan menerbitkan rumus baru dalam mengolah makanan. Perkembangan manusia semakin jauh, tidak hanya sekadar berusaha untuk bertahan hidup, tapi manusia melibatkan simbolik, kreasi dan fantasi dalam usaha hidupnya dan menciptakan kebutuhan- kebutuhan yang tadinya tidak dibutuhkan. Manusia membentuk pakaian serta cara berpakaian, demikian juga dengan hunian. Manusia tidak berhenti untuk merespon cuaca setempat. Bahkan menciptakan aneka macam bentuk bangunan, begitu pun dengan pakaian, bukan hanya untuk menghadapi cuaca, bahkan lebih dijadikan sebagai gaya hidup. Bahkan Manusia dalam menghadapi alam juga akan wilayah simbolik dan estetika. Wilayah simbolik yang dimaksud, semakin besar dan bertingkat hunian yang dimiliki, jadilah simbol status sosial seseorang. Begitu pun dengan cara berpakaian, akan melibatkan simbol-simbol dalam masyarakat, lihatlah cara berpakaian presiden, pengusaha, militer, pelajar, selebriti, pengemis, dan sebagainya bukankah menciptakan simbol- simbol sehingga tercipta kelas sosial. Sehingga cara berpakaian dan hunian bukan lagi respon terhadap alam menjadi dasar. Masih banyak yang belum terjawab dari perilaku manusia, untuk memahaminya secara lanjut butuh petanyaan-pertanyaan baru? Dan bahkan jawaban dari pertanyaan itu menimbulkan pertanyaan pula. Masih banyak yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika, saya bertanya lagi tentang adanya Revolusi Industri di Inggris adab ke-18 karena kebutuhan manusia. Namun, di abad ini apakah manusia masih menciptakan kebutuhannya atau untuk kebutuhan Industri?. 21 Januari 2011 /ilo. Catatan KAKI Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan Edisi I/2011 Membuat Jawaban http://catatankaki.org Manusia Catatan Akhir “ “ RED AKSI New-shit-letter ini diterbitkan oleh Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Universitas Hasanuddin Penanggung Jawab: Tuhan Yang Maha Esa Pemimpin Umum: Haidir Sulle Pemimpin Redaksi: Wahyudin Editor: Irsyan Hasyim Layouter: Reedho Al Diwani Reporter: Anugrah Febriadi, Abdul Rasyid Sirkulasi: Caco, Anugrahandini Natsir Catatan Awal Akhirnya, kami hadir kembali setelah hibernasi sekian lama. Salam.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
D i m u l a i d e n g a n b e r t a n y a , mengapa perlu bertanya? Apakah bertanya memerlukan jawaban, kalaupun ada jawaban, mengapa mesti dijawab, apa pent ingnya di jawab? Menentukan pertanyaan yang tepat dan mencari jawaban atas pertanyaan pun harus punya landasan untuk bisa diterima. Namun, saya tak pernah bisa berhenti bertanya, apakah saya bertanya kepada diriku sendiri, orang lain, kemudian menemukan jawabannya sendiri, atau mendengar jawaban yang disampaikan kepadaku. Tak bisa juga menemukan j a w a b a n u n t u k k u b i s a b e r h e n t i mempertanyakan segala sesuatu.
Saya tidak bisa mengerti apa yang terjadi padaku, setiap kali melihat sesuatu akan muncul pertanyaan baru. Apa itu? Kok bisa seperti itu? Sulit untuk menghilangkan pertanyaan-pertanyaan di kepalaku. Suatu ketika saya ditanya, kau manusia atau binatang? Saya menjawab manusia, kemudian dia melanjutkan mengapa kau tahu bahwa kau adalah manusia, apa yang menbedakanmu dengan binatang? Saya hanya diam tak bisa memberi jawaban. “Kalau ada pangkal, akan ada ujung. Ada pertanyaan, ada jawaban!”
Ah, jawaban tidak mesti harus dicari, tapi jawaban harus dibuat “membuat jawaban”. Karena jika saya mencari, akan ada kesimpulan dapat atau tidak dapat, tapi kalau “membuat jawaban” entah diterima atau tidak yang jelas buat dulu jawabannya, nanti mudah membenturkan antara tesis, antitesis, kemudian akan jadi sintesis.Saya akan membuat jawaban tentang pertanyaan itu!
Manusia adalah mahluk hidup, untuk memahaminya harus dipahami juga kehidupan dan perilakunya. Perilaku manusia jauh lebih kompleks daripada hewan. Manusia juga termasuk dalam jenis hewan (baca: Homo Sapiens), hewan yang berpikir. Dan untuk bertahan hidup manusia butuh makan, makanan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari manusia. Makan pun disertai dengan kebutuhan lain seperti rasa aman, estetika, dan kebutuhan lainnya.
Pada umumnya manusia pemakan segala sesuatu, namun manusia memiliki kemampuan untuk memilih, menentukan, m e r a m u , d a n m e n c i p t a k a n p o l a makanannya secara tersendiri. Bisa menjadi vegetarian maupun amnivora, bergantung dari pilihan bukan karena nalurinya. Sedangkan, hewan memenuhi kebutuhan untuk makanan secara naluriah semata. S e h i n g g a , h e w a n t i d a k m e m i l i h , merencanakan, mengolah atau menyimpan makanan. Misalkan saja, kera yang dekat d e n g a n w u j u d m a n u s i a , k e t i k a mendapatkan makanan apakah kera dapat pernah berpikir untuk membuat lumbung pisang, untuk persiapan esok hari. Tentu saja tidak, namun manusia selain menentukan pilihan, mengolah dan akan membuat lumbung makanan tempat menyimpan untuk persiapan esok hari. Bukan hanya itu kera pasti tak pernah berpikir untuk mengolah pisang menjadi sesuai rasa yang diinginkan, namun manusia mampu berpikir jauh, manusia dapat menciptakan rasa, mengolah, dan menerbitkan rumus baru dalam mengolah makanan.
Perkembangan manusia semakin jauh, tidak hanya sekadar berusaha untuk bertahan hidup, tapi manusia melibatkan simbolik, kreasi dan fantasi dalam usaha hidupnya dan menciptakan kebutuhan-kebutuhan yang tadinya tidak dibutuhkan.
Manusia membentuk pakaian serta cara berpakaian, demikian juga dengan hunian. Manusia tidak berhenti untuk merespon cuaca setempat. Bahkan menciptakan aneka macam bentuk bangunan, begitu pun dengan pakaian, bukan hanya untuk menghadapi cuaca, bahkan lebih dijadikan sebagai gaya hidup. Bahkan Manusia dalam menghadapi alam juga akan wilayah simbolik dan estetika. Wilayah simbolik yang dimaksud, semakin besar dan bertingkat hunian yang dimiliki, jadilah simbol status sosial seseorang. Begitu pun dengan cara berpakaian, akan melibatkan simbol-simbol dalam masyarakat, lihatlah cara berpakaian presiden, pengusaha, militer, pelajar, selebriti, pengemis, dan sebagainya bukankah menciptakan simbol-simbol sehingga tercipta kelas sosial. Sehingga cara berpakaian dan hunian bukan lagi respon terhadap alam menjadi dasar.
Masih banyak yang belum terjawab dari perilaku manusia, untuk memahaminya secara lanjut butuh petanyaan-pertanyaan baru? Dan bahkan jawaban dari pertanyaan itu menimbulkan pertanyaan pula. Masih banyak yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika, saya bertanya lagi tentang adanya Revolusi Industri di Inggris adab ke-18 karena kebutuhan manusia. Namun, di abad ini apakah manusia masih menciptakan kebutuhannya atau untuk kebutuhan Industri?.
21 Januari 2011/ilo.
Cat
atan
KAKI
Kaki Tangan D
em
okra
si dan K
eadila
n
Ed
isi
I/20
11
Membuat Jawaban
http://catatankaki.org
Manusia Cat
atan
Akhir
“
“
RED AKSI
New-shit-letter ini diterbitkan oleh
Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM)
Universitas Hasanuddin
Penanggung Jawab: Tuhan Yang Maha Esa Pemimpin Umum: Haidir SullePemimpin Redaksi: WahyudinEditor: Irsyan HasyimLayouter: Reedho Al DiwaniReporter: Anugrah Febriadi, Abdul RasyidSirkulasi: Caco, Anugrahandini Natsir
Catatan AwalAkhirnya, kami hadir kembali
setelah hibernasi sekian lama.
Salam.
Ruang publik atau yang sering
dikenal dengan public space, merupakan
sebuah tempat yang dapat digunakan oleh
masyarakat luas dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Ruang publik atau ruang
terbuka yang dapat diakses oleh masyarakat
tanpa mengeluarkan biaya. Menurut Nurhady
Siromorok, “ruang publik adalah tempat umum
yang bisa diakses oleh siapa pun dan kapan pun”.
Secara sederhana ruang publik itu ada dua
macam yaitu ruang publik yang berbayar dan
tidak berbayar. Ruang publik yang berbayar
adalah tempat yang harus mengeluarkan biaya
untuk mengaksesnya. Misalnya mall dan
beberapa tempat bermain lainnya. Ruang publik
yang tidak berbayar adalah ruang yang tidak
memiliki peraturan dan orang dengan sesuka
hat i b i sa datang di tempat i tu tanpa
mengeluarkan biaya. Seharusnya ruang publik
yang diperbanyak adalah ruang publik tidak
berbayar.
Tiap kota di Indonesia memiliki ruang
publik. Di Makassar, ada Benteng Somba Opu,
Karebosi dan Pantai Losari. Beberapa tempat
inilah sering dikunjungi oleh masyarakat
perkotaan. Karebosi yang merupakan ikon
Makassar bahkan Sulawesi Selatan yang terletak
tepat dijantung kota Makassar. Karebosi,
merupakan sebuah ruang publik. Karena di
karebosi banyak kegiatan publik yang dilakukan
di sana, seperti kegiatan olahraga, tempat
nongkrong kaum muda, dan juga PK-5
yang berjualan serta
berbagai aktivitas masyarakat lainnya.
Melihat peran dari ruang
publik yang dijadikan sebagai tempat
bersama, ruang-ruang publik secara
tidak langsung akan memberikan
dampak terhadap hubungan dalam
masyarakat. Hubungan yang tanpa
dibatasi dengan materi. Dimana tidak
ada kelas diantara kita, semuanya sama.
Fenomena seperti inilah yang disajikan
ruang publik.
Publik ke Privat
Perlahan tapi pasti beberapa
ruang publik yang ada di Makassar akan
beralih fungsi. Mulai diprivatisasi
sesuai dengan keinginan pemerintah
dan pemilik modal (investor). Ketika
ruang publik sudah diprivatisasi dan
dijadikan tempat untuk meraup
k e u n t u n g a n , m a k a a p a y a n g
diharapkan terhadap ruang publik
sebagai tempat muara segala aktivitas
masyarakat itu tidak mungkin.
Misalkan Karebosi yang sudah
diserahkan kepada investor untuk
mengelolahnya. Revitalisasi Karebosi
yang memakan biaya begitu besar yang
mencapai ratusan milliar. Pemodal
(investor) butuh ruang untuk
m e m u t a r
modal mereka, dalam
artian dana (modal)
yang mereka salurkan
tidak disumbangkan
begitu saja tapi akan
ditarik keuntungan
yang sebesar-besarnya,
u n g k a p N u r h a d y
Simorok salah seorang
p e m e r h a t i r u a n g
publik.
Apa kemudian yang
terjadi? Itu bisa dilihat di Karebosi
sekarang. Apa yang terjadi disana?
D e n g a n a l a s a n b a g a i m a n a
mengembalikan modal yang sudah
ditanamkan disana. Otomatis
semua harus dinilai dengan uang.
Karebosi merupakan kebanggaan
warga Makassar sekarang jadi
milik swasta, bukan lagi tempat
umum yang bisa dikunjungi tiap
saat. Karebosi tidak ada bedanya
dengan pusat perbelanjaan yang
mewah. Berbeda dengan Karebosi
dulu yang memberikan begitu
banyak manfaat dan kenyamanan.
P e m e r i n t a h k o t a
Makassar dengan alasan penataan
K a r e b o s i , t i d a k p e r n a h
memperhatikan dampak yang
diakibatkan dari penataan.
K a r e b o s i s e k a r a n g
menjadi tempat yang
eksklusif, bangunan
bertambah modern ada
mall dibawah dan diatas
t a n a h . K a r e b o s i
s e k a r a n g m e n j a d i
business space. Karebosi
bukan lagi ruang publik yang mana
orang bebas mengaksesnya. Tapi
sekarang ketika ingin berkunjung ke
Karebosi, banyak aturan-aturan
baru dan larangan masuk di
K a r e b o s i . N u r h a d y j u g a
menambahkan pemerintah sekarang
lebih menyenangkan para investor
daripada rakyatnya, tidak pernah
memperhatikan kebutuhan rakyat
mengenai keberadaan ruang publik.
Privatisasi ruang publik
merupakan sebuah ancaman besar
bagi masyarakat perkotaan. Ruang
dimana kita bebas berekspresi tidak
akan dijumpai lagi di Makassar,
yang ada hanya tempat bermain
yang cukup mahal, seperti dunia
fantasi dan produk luar lainnya.
Padahal kita butuh ruang yang
memberikan kebebasan buat kita,
sebuah ruang yang memfasilitasi
terjadinya interaksi sesama warga
dalam keberagaman status sosial,
mulai dari pengusaha, pedagang
kaki lima, penjual obat keliling dan
orang yang berolahraga atau orang
luar Makassar yang sekedar
b e r k u n j u n g k e
Karebosi. Tapi itu tidak lagi terjadi di Karebosi. Selain itu dengan hadirnya privatisasi terhadap ruang publik akan menghilangkan beberapa mata pencaharian buat sebagian orang. Misalnya penjual bakso atau penjual makanan khas Makassar yang memiliki modal untuk mengelolah usahanya dengan modal seadanya haruslah bersaing dengan pengusaha lain yang memiliki banyak modal atau punya kedekatan dengan pemerintah dan pemodal. Pengelolahan ruang publik dengan
alasan penataan adalah bohong besar. Buktinya bisa lihat di beberapa ruang publik di Makassar. Sangat jauh perbedaannya sebelum dan setelah “penataan” pemerintah. Di zaman yang serba kapitalistik ini, semua bisa digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Semuanya akan diprivatisasi entah bagaimana caranya. Tempat yang dijadikan sebagai tempat melepaskan kepenatan dari hiruk pikuk kehidupan kota, tak lagi kita jumpai. Hanya tembok dan pagar-pagar besi yang kita lihat.
Karebosi yang sudah berhasil diprivatisasi dan ruang-ruang publik lainnya tinggal menunggu giliran untuk diprivatisasi dengan alasan penataan. Belakangan beberapa ruang publik pun mulai ramai dibicarakan untuk diprivatisasi. Benteng Somba Opu salah satunya ruang publik yang sementara diupayakan pemerintah untuk diprivatisasi dengan menyerahkan kepada
investor untuk mengelolahnya. Benteng Somba Opu yang diganti menjadi sebuah tempat yang dilengkapi dengan wahana bermain.
Pemerintah yang dipercayakan untuk mengelolah ruang publik, malah sebaliknya memuluskan upaya privatisasi dengan membuatkan serangkaian deregulasi dan regulasi baru (misalnya Keppres tentang privatsisasi, UU Permigas, UU PMA, dll). Sebagai penanggungjawab dari privatisasi adalah rakyat, karena kenaikan barang dan jasa, sampai saat ini tak ada pihak swasta yang mampu menekan harga barang dan jasa yang diproduksinya (setelah privatisasi tarif telpon, biaya rumah sakit, pendidikan dll semakin mahal).
Menurut Nurhady, usaha yang harus kita lakukan hari ini untuk menghindari privatisasi ruang publik adalah mengkampanyekan betapa penting kehadiran ruang publik sampai ke masyarakat umum. Selain kampanye kita juga harus mempunyai data yang kuat mengenai pentingnya sebuah ruang yang tidak membatasi status sosial kita. Privatisasi terhadap ruang publik
merupakan upaya pemerintah untuk membatasi kita dalam meengakses ruang p u b l i k . P e m e r i n t a h s e h a r u s n y a menjadikan ruang publik pada fungsi bukan malah berusaha menjadi lahan bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Apa yang harusnya menjadi milik kita telah dirampas dan mari rampas kembali apa yang memang jadi milik kita serta pertahankan milik kita supaya tidak kehilangan untuk kedua kalinya.[]
PRIVATISASI RUANG PUBLIKSeharusnya negara (pemerintah) melindungi rakyatnya
dari cengkraman pemodal,
bukan malah menjadi sekutu mereka.
Benteng Somba Opu dibangun oleh
Sultan Gowa ke-IX yang bernama Daeng
Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna pada
tahun 1525. Pada pertengahan abad ke-16,
benteng ini menjadi pusat perdagangan dan
pelabuhan rempah-rempah yang ramai
dikunjungi pedagang asing dari Asia dan
Eropa. Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini
d i k u a s a i o l e h V O C d a n k e m u d i a n
dihancurkan hingga terendam oleh ombak
pasang, begitu panjang sejarah benteng
tersebut hingga hari ini mampu tetap terjaga
keistimewaannya.
Tapi belakangan ini terdengar kabar
tentang perombakan situs bersejarah tersebut.
Tenyata penguasa dan penguasaha telah
bermain didalamnya untuk bersama-sama
merusak situs tersebut dan meraup
keuntungan sebesar-besarnya. Di benteng
t e r s e b u t s e k a r a n g t e r j a d i k e g i a t a n