Presentasi Kasus Katarak Senilis Matur Pembimbing : dr. Teguh Anamani, Sp.M Disusun oleh: Shabrina Resi Putri G4A014077
Presentasi Kasus
Katarak Senilis Matur
Pembimbing :
dr. Teguh Anamani, Sp.M
Disusun oleh:
Shabrina Resi Putri G4A014077
SMF ILMU PENYAKIT MATARSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang
berjudul “Katarak Senilis Matur” ini dengan baik. Penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayan kesehatan, pendidikan, penelitian
dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak yang
berkepentingan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. dr. Teguh Anamani, Sp.M selaku pembimbing
2. Rekan-rekan yang membantu dalam penyusunan makalah presentasi
kasus ini
Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah presentasi ini
tentunya masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala masukkan
yang bersifat membangun sangat diharapkan demi proses penyempurnaan.
Purwokerto, April 2015
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus berjudul
"Katarak Senilis Matur"
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian
Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun Oleh :
Shabrina Resi Putri G4A014077
Pada tanggal : April 2015
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Teguh Anamani, Sp. M.
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 62 Tahun
Perkerjaan : Petani
KELUHAN UTAMA
Pandangan Mata kanan kabur
ANAMNESIS
Pasien datang ke poli mata RSMS diantar keluarganya dengan keluhan
pandangan mata kanan yang kabur. Keluhan ini dirasakan kurang lebih sudah 6
bulan yang lalu sebelum datang kerumah sakit. Pandangan kabur seperti
berembun atau berasap, semakin lama semakin memberat. Saat ini pasien
mengaku hanya dapat melihat lambaian tangan saja. Pasien juga mengaku
terganggu aktifitasnya 6 bln terakhir ini, karena pandangan matanya yang kabur.
Dan pasien juga mengeluh silau jika melihat cahaya.
Pasien menyangkal memiliki riwayat gula darah yang tinggi, pasien menyangkal
punya riwayat hipertensi, menyangkal konsumsi obat dalam jangka waktu yang
lama, menyangkal riwayat trauma, menyangkal keluarga punya riwayat keluhan
yang sama dan menyangkal sedang atau pernah menggunakan kaca mata baca.
STATUS PRESEN
Keadaan umum/ kesadaran: baik/ compos mentis
TD : 100/70mmHg RR : 20X/menit
N :80x/menit S : 36,5 °C
STATUS OFTALMOLOGIK
OCULUS DEXTER OCULUS SINISTER
1/300 VISUS0,2
-VISUS dg KACAMATA
SENDIRI-
- VISU KOREKSI -Eksoftalmus (-), gerak bebas ke segala arah
BOLA MATAEksoftalmus (-), gerak bebas ke segala arah
Madarosis (-), trikiasis (-) SILIA Madarosis(-),trikiasis (-)
Edema (-), hiperemis (-)PALPEBRA SUPERIOR
Edema (-), hiperemis (-)
Edema (-), hiperemis (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), hipermis (-),
sekret (-)KONJUNGTIVA
PALPEBRAEdema (-), hiperemis (-),
sekret (-)Edema (-), sekret (-), inj. Siliar (-), inj.Konjungtiva
(-)KONJUNGTIVA BULBI
Edema (-), sekret (-), inj. Siliar (-), inj.
Konjungtiva (-)Ikterik (-), inj. Episklera
(-)SKLERA
Ikterik (-), inj. Episklera (-)
Jernih (+), edema (-), infiltrat (-)
KORNEAJernih (+), Edema (-),
infiltrat (-)COA dalam, hifema (-),
hipopion (-)BILIK MATA DEPAN
COA dalam, hifema (-), hipopion (-)
Coklat gelap, reguler, sinekia (-)
IRISCoklat gelap, reguler,
sinekia (-)Isokor, bulat, refleks cahaya (+) D± 3 mm
PUPILIsokor, bulat, refleks cahaya (+) D± 3 mm
Keruh merata LENSA JernihTidak dilakukan REFLEKS FUNDUS Tidak dilakukanTidak dilakukan KORPUS VITREUS Tidak dilakukan
Normal 19,0 mmhgTEKANAN
INTRAOKULINormal (palpasi)
Edema (-), hiperemis (-)SISTEM KANALIS
LAKRIMALISEdema (-), Hiperemis (-)
Negatif (-) IRIS SHADOW TEST Negatif (-)
RINGKASAN
Identitas : Tn. S , 62 tahun
Anamnesis
• KU: Pandangan mata kanan kabur
onset: 6 bulan yang lalu
lokasi: mata kanan
• RPD: Alergi (-), DM (-),Hipertensi (-), riwayat penyakit dengan keluhan
serupa (-)
• RPK: keluarga dan orang terdekat tidak ada memiliki keluhan yang serupa
• RP Sos-Ek: Petani
Pemeriksaan
• Status presen: keadaan umum/ kesadaran : baik/ kompos mentis
TD 100/70mmHg N 80x/menit RR 20x/menit
S 36,5 °C
• Status lokalis:
OD
o lensa: keruh merata
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Katarak senile imature
DIAGNOSIS KERJA
Katarak senile mature
TERAPI
Operatif : Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK), Small Insicion Cataract
Surgery ( SICS)
Edukasi : menjelaskan tentang penyakit katarak dan menjelaskan komplikasi
katarak
PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam ad bonam ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad cosmeticam ad bonam ad bonam
USULAN/RENCANA
Rujuk ke dokter spesialis mata untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut
Tampak anterior
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna,
dan hampir transparan semua. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9
mm. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari
badan siliar. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa
pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini merupakan
membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. 65%
lensa terdiri atas air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi
diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit mineral. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Gambar 1. Anatomi Lensa
1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan
transparan tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel
lensa. Kapsul ini mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk
lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di bagian
anterior dan posterior zona preekuator, dan bagian paling tipis berada
di bagian tengah kutub posterior.
2. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar.
Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada
bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa.
3. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel
epitel. Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang
dilakukan sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan
lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan menuju
equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.
4. Nukleus dan korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk
dan akan menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah
lensa. Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa.
2.2. Definisi Katarak
Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi
dapat disembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang
terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata.
Katarak terjadi karena faktor usia, namun dapat juga terjadi pada anak-anak
yang lahir dalam kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma,
inflamasi, atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan
lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun (Ilyas, 2007).
2.3. Epidemiologi
Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada
individu berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50% dan meningkat hingga
70% pada individu di atas 75 tahun. Jelas dapat disimpulkan insiden
tertinggi pada katarak terjadi pada populasi yang lebih tua. Diketahui
kebutaan di Indonesia berkisar 1,5 % dari jumlah penduduk Indonesia.
Dari angka tersebut presentasi angka kebutaan utama ialah (Husain, 2005):
Katarak 0,78 %
Kelainan kornea 0,13 %
Penyakit glaukoma 0,20 %
Kelainan refraksi 0,14 %
Kelainan retina 0,03 %
Kelainan nutrisi 0,02 %
2.4. Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek, yaitu :
i. Menurut usia :
1) Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
2) Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun )
3) Katarak senile ( setelah usia 50 tahun )
ii. Menurut lokasi kekeruhan lensa :
1) Nuklear
2) Kortikal
3) Subkapsular (posterior/anterior) jarang
iii. Menurut derajat kekeruhan lensa :
1) Insipien
2) Imatur
3) Matur
4) Hipermatur
iv. Menurut etiologi :
1) Katarak primer
2) Katarak sekunder
a. Katarak Menurut Usia
i. Katarak Kongenital
Katarak Kongenital katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Kekeruhan sebagian pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu
lahir umumnya tidak meluas dan jarang sekali mengakibatkan
keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhan tergantung pada saat
mana terjadi gangguan pada kehidupan janin.
ii. Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat
pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1
tahun dan kurang dari 50 tahun. Merupakan katarak yang terjadi
pada anak-anak sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi
pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga
biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai
soft cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu
gejala penyakit keturunan lain. Pembedahan dilakukan bila
kataraknya diperkirakan akan menimbulkan ambliopia.
Tindakan untuk memperbaiki tajam penglihatan ialah
pembedahan. Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan seduah
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan
sangat bergantung pada usia penderita, bentuk katarak apakah
mengenai seluruh lensa atau sebagian lensa apakah disertai
kelainan lain pada saat timbulnya katarak, makin lama lensa
menutupi media penglihatan menambah kemungkinan ambliopia.
iii. Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat
pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun kadang-kadang pada
usia 40 tahun. Perubahan yang tampak ialah bertambah tebalnya
nukleus dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara
klinis, proses ketuaan lensa sudah tampak sejak terjadi
pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat mulai terjadinya
sklerosis lensa yang timbul pada usia dekade 4 dalam bentuk
keluhan presbiopia.
b. Katarak Menurut Lokasi Kekeruhan
Dikenal 3 bentuk katarak senil, yaitu katarak nuklear, kortikal, dan
subkapsular posterior.
i. Katarak Nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup
bertambah besar dan menjadi sklerotik.
Lama kelamaan inti lensa yang mulanya
menjadi putih kekuningan menjadi cokelat
dan kemudian menjadi kehitaman.
Keadaan ini disebut katarak brunesen atau
nigra.
ii. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan
air sehingga lensa menjadi cembung dan
terjadi miopisasi akibat perubahan indeks
refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita
seakan-akan mendapatkan kekuatan baru
untuk melihat dekat pada usia yang
bertambah.
iii. Katarak Subkapsular Posterior
Katarak subkapsular posterior ini
sering terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan tipe nuklear dan kortikal.
Katarak ini terletak di lapisan posterior
kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal
adalah terlihatnya gambaran halus seperti
pelangi dibawah slit lamp pada lapisan
posterior kortikal. Pada stadium lanjut
terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini.
Gejala yang dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau
dan penurunan penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga
terjadi penurunan penglihatan pada jarak dekat dan terkadang
beberapa pasien juga mengalami diplopia monokular.
c. Katarak Menurut Derajat Kekeruhan
Katarak berdasarkan kekeruhan yang sudah terjadi dapat
dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
i. Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dasar di perifer dan daerah jernih membentuk
gerigi dengan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
Kekeruhan biasanya teletak di korteks anterior atau posterior.
Kekeruhan ini pada umumnya hanya tampak bila pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan
uji bayangan iris akan positif.
ii. Katarak Imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih
tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga
masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan
lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan
memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
miopik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris
ke depan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.
Pada stadium intumensen ini akan mudah terjadi penyulit
glaukoma. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif.
iii. Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di
dalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa
berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena
deposit kalsium. Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat
negatif.
iv. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks
mengkerut dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan
mencairnya korteks, nukleus lensa tenggelam ke arah bawah
(katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan
bilik mata menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif.
Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat
menimbulkan penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom
fakolitik.
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 ↓ (6/6 –
1/60)
↓↓ (1/300-
1/~)
↓↓ (1/300-1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata
Depan
Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik
Mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Tabel 2. Derajat Kekeruhan Katarak
Gambar 4. Stadium Katarak
d. Katarak Menurut Etiologi
a. Katarak Primer
Katarak primer merupakan katarak yang terjadi karena
proses penuaan atau degenerasi, bukan karena penyebab yang lain,
seperti penyakit sistemik atau metabolik, traumatik, toksik, radiasi
dan kelainan kongenital.
b. Katarak Sekunder
1) Katarak Metabolik
Katarak metabolik atau disebut juga katarak akibat penyakit
sistemik, terjadi bilateral karena berbagai gangguan sistemik
berikut ini : diabetes melitus, hipokalsemia (oleh sebab
apapun), defisiensi gizi, distrofi miotonik, dermatitis atopik,
galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner, serta Down.
2) Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma
benda asing pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata.
Peluru senapan angin dan petasan merupakan penyebab yang
sering; penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah,
batu, kontusio, pajanan berlebih terhadap panas (glassblower’s
cataract), dan radiasi pengion. Di dunia industri, tindakan
pengamanan terbaik adalah sepasang kacamata pelindung yang
bermutu baik.
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueous
dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam struktur lensa.
Pasien sering kali adalah pekerja industri yang pekerjaannya
memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan kecil
palu baja dapat menembus kornea dan lensa dengan kecepatan
yang sangat tinggi lalu tersangkut di vitreus atau retina.
3) Katarak Komplikata
Penyakit intraokular atau penyakit di bagian tubuh yang
lain dapat menimbulkan katarak komplikata. Penyakit
intraokular yang sering menyebabkan kekeruhan pada lensa
ialah iridosiklitis, glukoma, ablasi retina, miopia tinggi dan
lain-lain. Katarak-katarak ini biasanya unilateral.
Pada uveitis, katarak timbul pada subkapsul posterior akibat
gangguan metabolisme lensa bagian belakang. Kekeruhan juga
dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa (sinekia
posterior) yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa.
Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior.
Bentuk kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga
dinamakan katarak pungtata subkapsular diseminata anterior
atau dapat disebut menurut penemunya katarak Vogt. Katarak
ini bersifat reversibel dan dapat hilang bila tekanan bola mata
sudah terkontrol.
Ablasio dan miopia tinggi juga dapat menimbulkan katarak
komplikata. Pada katarak komplikata yang mengenai satu mata
dilakukan tindakan bedah bila kekeruhannya sudah mengenai
seluruh bagian lensa atau bila penderita memerlukan
penglihatan binokular atau kosmetik.
Jenis tindakan yang dilakukan ekstraksi linear atau
ekstraksi lensa ekstrakapsular. Iridektomi total lebih baik
dilakukan dari pada iridektomi perifer.
Katarak yang berhubungan dengan penyakit umum
mengenai kedua mata, walaupun kadang-kadang tidak
bersamaan. Katrak ini biasanya btimbul pada usia yang lebih
muda. Kelainan umum yang dapat menimbulkan katarak adalah
diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonia distrofia, tetani
infantil dan lain-lain.
Diabetes melitus menimbulkan katarak yang memberikan
gambaran khas yaitu kekeruhan yang tersebar halus seperti
tebaran kapas di dalam masa lensa.
Pada hipoparatiroid akan terlihat kekeruhan yang mulai
pada dataran belakang lensa, sedang pada penyakit umum lain
akan terlihat tanda degenerasi pada lensa yang mengenai
seluruh lapis lensa.
4) Katarak Toksik
Katarak toksik atau disebut juga katarak terinduksi obat,
seperti obat kortikosteroid sistemik ataupun topikal yang
diberikan dalam waktu lama, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol, antikolinesterase, klorpromazin, miotik, busulfan.
Obat-obat tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan
lensa.
5) Katarak Ikutan (membran sekunder)
Katarak ikutan merupakan kekeruhan kapsul posterior yang
terjadi setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular akibat
terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal,
paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari pasca ekstraksi
ektrakapsular. Epitel lensa subkapsular yang tersisa mungkin
menginduksi regenerasi serat-serat lensa, memberikan
gambaran telur ikan pada kapsul posterior (mutiara Elschnig).
Lapisan epitel berproliferasi tersebut dapat membentuk banyak
lapisan dan menimbulkan kekeruhan yang jelas. Sel-sel ini
mungkin juga mengalami diferensiasi miofibroblastik.
Kontraksi serat-serat tersebut menimbulkan banyak kerutan
kecil di kapsulposterior, yang menimbulkan distorsi
penglihatan. Semua faktor ini dapat menyebabkan penurunan
ketajaman penglihatan setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular.
Katarak ikutan merupakan suatu masalah besar pada
hampir semua pasien pediatrik, kecuali bila kapsul posterior
dan vitreus anterior diangkat pada saat operasi. Dulu, hingga
setengah dari semua pasien dewasa mengalami kekeruhan
kapsul posterior setelah mengalami ekstraksi katarak
ekstrakapsular. Namun, tehnik bedah yang semakin
berkembang dan materi lensa intraokular yang baru mampu
mengurangi insiden kekeruhan kapsul posterior secara nyata.
2.5. Patofisiologi
Semakin bertambah usia lensa, maka akan semakin tebal dan berat
sementara daya akomodasinya semakin melemah. Ketika lapisan kortikal
bertambah dalam pola yang konsentris, nukleus sentral tertekan dan
mengeras, disebut nuklear sklerosis. Ada banyak mekanisme yang
memberi kontribusi dalam progresifitas kekeruhan lensa. Epitel lensa
berubah seiring bertambahnya usia, terutama dalam hal penurunan densitas
(kepadatan) sel epitelial dan penyimpangan diferensiasi sel serat lensa
(lens fiber cells). Walaupun epitel lensa yang mengalami katarak
menunjukkan angka kematian apoptotik yang rendah, akumulasi dari
serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan
pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan
hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia
lensa, penurunan rasio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat
molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium
dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan
antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa akibat
pertambahan usia mengarahkan pada terjadinya katarak senilis (hiller
1993; berson 1993)
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa
dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul
tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air.
Hasil perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks
Faktor resiko katarak:Usia (penuaan)Paparan sinar UVInfeksi intrauterineTraumaMetabolik (DM)
Perubahan struktur korteks
Hidrasi sel-sel lensa
Kerusakan sel-sel korteks
Kepadatan lensa berkurang
Lensa menjadi keruh
Sinar sejajar masuk
Tidak bisa difokuskan
Penurunan visus penglihatan
refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan
kejernihan. Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada
perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral
serta vitamin (Kenski, 1993)
Selain dari itu, terdapat juga teori free radical, dimana free radical
terbentuk jika terjadi reaksi intermediate reaktif kuat. Free radical
mengakibatkan degenerasi molekul normal, dan dapat dinetralisir oleh
vitamin E dan antioksidan. Teori Across-Link dari para ahli biokimia
mengatakan terjadi pengikatan asam nukleat dan molekul protein sehingga
terjadi gangguan fungsi (Ilyas 2003; John 2011).
2.6. Manifestasi klinis
Katarak biasanya terbentuk secara perlahan sehingga terkadang
gejala yang timbul tidak dirasakan oleh penderitanya. Gejala yang sering
dikeluhakan oleh penderita katarak antara lain (Vaughan, 2007):
Penglihatan berawan, kabur atau berkabut
Lebih nyaman saat melihat jarak dekat
Perubahan persepsi warna
Fotosensitif baik pada malam hari maupun siang hari
Penglihatan ganda (double vision)
Perubahan ukuran kacamata yang signifikan
2.7 Diagnosis
Diagnosa katarak dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi
adanya penyakit-penyakit yang menyertai. Penyakit seperti Diabetes
Mellitus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu
dideteksi secara dini dan bisa dikontrol sebelum operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Pemeriksaan adneksa okuler dan
struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien
dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi
opasitas lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva,
kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan
hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah
pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga
dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya
trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.
Kemudian lakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium
pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari integritas bagian belakang harus dinilai.
Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai gangguan penglihatan
(Ilyas, 2003).
2.8 Diagnosis banding
Katarak Senilis imatur
2.9. Penatalaksanaan
Satu-satunya terapi katarak adalah tindakan bedah. Indikasi operasi
katarak secara umum adalah untuk rehabilitasi visus, mencegah dan
mengatasi komplikasi, tujuan terapeutik dan diagnostik, mencegah
ambliopia dan tujuan kosmetik. Saat ini terapi bedah katarak sudah
mengalami banyak perkembangan (Vaughan, 2003).
Dahulu bedah katarak dilakukan dengan teknologi yang disebut
ECCE dan ICCE masih memerlukan sayatan lebar untuk mengeluarkan
lensa secara utuh, sehingga pasien pun harus mendapatkan jahitan yang
cukup banyak pada matanya yang mengakibatkan proses pemulihan
matanya menjadi lama. Sekarang dengan teknologi fakoemulsifikasi
sayatan pada mata menjadi sangat kecil dan seringkali tidak memerlukan
jahitan.
I. Metode “Ekstraksi intrakapsuler (ICCE)”, yang jarang lagi
dilakukan sekarang adalah mengangkat lensa in toto yakni didalam
kapsulnya melalui limbus superior 140-160 derajat. ICCE
dilakukan pada negara-negara dimana terdapat keterbatasan
mikroskop untuk melakukan operasi katarak. ICCE diindikasikan
pada kasus-kasus katarak tidak stabil, intumesen, hipermatur, dan
katarak luksasi. Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada
anak dan dewasa muda serta katarak traumatik dengan ruptur
kapsul. Kontraindikasi relatif ICCE adalah miopi tinggi, sindrom
Marfan, katarak Morgagni.
II. Metode ”Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)”, yang saat ini
masih sering dipakai juga memerlukan insisi limbus superior.
Bagian anterior kapsul dipotong atau diangkat, nukleus diekstraksi
dan korteks lensa dinuang dari mata dengan irigasi dengan atau
tanpa aspirasi, sehingga meninggalkan kapsul posterior. ECCE
diindikasikan untuk operasi katarak yang diiringi dengan
pemasangan IOL atau penambahan kacamata baca, terjadinya
perlengketan luas antara iris dan lensa, ablasi atau prolaps badan
kaca. Kontraidikasi ECCE adalah pada keadaan dimana terjadi
insufisiensi zonula zinni.
Gambar 5. Teknik ECCE
III. Metode fakoemulsifikasi yaitu dengan sayatan kecil dan tidak
memerlukan benang. Ada berbagai keuntungan dari metode
tersebut, antara lain tanpa dijahit. Ini karena sayatannya kecil.
Kalaupun perlu jahitan hanya satu jahitan. Fakofragmentasi atau
fakoemulsi dengan irigasi atau aspirasi atau keduanya adalah
teknik ekstrakapsuler yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui incisi
limbus yang kecil (2-5mm), sehingga mempermudah
penyembuhan luka operasi dan keluhan mata merah tidak lama.10,12
Gambar 6. Teknik Fakoemulsifikasi
Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan
tambahan untuk memfokuskan benda dekat dibandingkan untuk melihat
jauh. Akomodasi hilang dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang hilang
pada sistem optik mata tersebut harus digantikan oleh kacamata afakia
yang tebal, lensa kontak yang tipis atau implantasi lensa plastik (IOL) di
dalam bola mata (Vaughan, 2007)
Metode Indikasi Keuntungan Kerugian
ICCE Zonula lemah Tidak ada resiko
katarak sekunder.
Peralatan yang
dibutuhkan sedikit.
Resiko tinggi kebocoran vitreous
(20%).
Astigmatisme.
Rehabilitasi visual terhambat.
IOL di COA atau dijahit di
posterior.
ECCE Lensa sangat
keras.
Endotel kornea
kurang bagus.
Peralatan yang
dibutuhkan paling
sedikit.
Baik untuk endotel
kornea.
IOL di COP.
Astigmatisme.
Rehabilitasi visual terhambat.
Phaco Sebagian besar
katarak kecuali
katarak
Morgagni dan
trauma.
Rehabilitasi visual cepat. Peralatan / instrumen mahal.
Pelatihan lama.
Ultrasound dapat mempengaruhi
endotel kornea.
Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian Operasi Katarak
IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang
difiksasi ke dalam mata atau dekat dengan posisi lensa alami yang
mengiringi ECCE. Sebuah IOL dapat menghasilkan pembesaran dan
distorsi minimal dengan sedikit kehilangan persepsi dalam atau tajam
penglihatan perifer.
IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan
penanganan khusus dan tidak dirasakan pasien atau diperhatikan orang
lain. Dengan sebuah IOL kacamata baca dan kacamata untuk melihat dekat
biasanya tetap dibutuhkan dan umumnya dibutuhkan kacamata tipis untuk
penglihatan jauh (Ilyas, 2003).
Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang,
retinopati diabetik progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler.
Tentunya setiap tindakan operasi memiliki resiko, yang paling
buruk adalah hilangnya penglihatan secara permanen. Setelah dilakukan
operasi masih mungkin muncul masalah pada mata, sehingga diperlukan
kontrol post operasi yang teratur.
Jangka Pendek Jangka Panjang
Infeksi pada mata
Perdarahan pada kornea
(hifema)
Edema papil
Edema kornea
Rupture kapsul lensa
Ablasio retina
Fotosensitif
Dislokasi IOL
Kekeruhan pada kapsul lensa
Ablasio retina
Astigmatisma
Glaukoma
Ptosis13
Tabel 4. Efek Operasi Katarak
2.10. Komplikasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif,
intraoperatif, postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang
berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL).
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas)
akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5
mg dapat memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik
topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa
pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan
operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa;
dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama
teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema,
prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan
endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina,
dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah
beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa
toksik (toxic lens syndrome).
2.11. Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak dewasa. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk
perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral
inkomplit yang progresif lambat.
Sedangkan pada katarak senilis jika katarak dapat dengan cepat
terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang
tepat maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.
Hlm 172-3, 199, 200-13.
2. Hiller R, Sperduto RD, Ederer F. Epidemiologic Associations With Cataract in The
1971-1972 National Health and Nutrition Examination Survey. Am J Epidemiol
1983; 118 : 239-49.
3. Berson, Frank G. Basic Ophtalmology for medical students and Primary Care
Residents. Sixth Edition. American Academy of Ophtalmology. 1993.
4. Kanski, Jack J. Clinical Ophtalmology, A Systemic Approach, second edition.
Oxford: Butterworth-Heinemann, 1993, 234-251.
5. Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short Textbook. New York :Thieme stutrgart, 2000.
6. Johns J.K Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Section 11. American
Academy of Ophthalmology. 2011.
7. Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum, edisi 17.
Jakarta: EGC, 2007, p169-176.
8. Ilyas, Sidarta. Katarak (Lensa Mata Keruh) cetakan ketiga. Jakarta: Balai penerbit
FKUI,2003.
9. Husain R, Tong L, Fong A, Cheng JF, How A, Chua WH, Lee L, Gazzard G, Tan
DT, Koh D, Saw SM. Prevalence of Cataract in Rural Indonesia. Ophthalmology,
Jul 2005; 112(7): 1255-62
10. Cataract Surgery. Available at:
http://www.webmd.com/eye-health/cataracts/extracapsular-surgery-for-cataracts.
Updated on: 24 August 2011. Accessed on: 3 April 2015.