PREEKLAMSIA BERAT DENGAN EDEMA PARU DAN INTRAUTERINE FETAL DEATH Oleh: Aslamatul Hayati Karim Debi Yulia Sandra Jessieca Liusen Mellia Fitrina Sofi Sumarlin Sri Rahayu Wanly Syahrizal Pembimbing : dr. FRANSISKUS HAMIDO H, Sp.OG KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2012 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PREEKLAMSIA BERAT DENGAN EDEMA PARU DAN INTRAUTERINE FETAL
DEATH
Oleh:
Aslamatul Hayati KarimDebi Yulia Sandra
Jessieca LiusenMellia FitrinaSofi Sumarlin
Sri RahayuWanly Syahrizal
Pembimbing :
dr. FRANSISKUS HAMIDO H, Sp.OG
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2012
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengalami
hipertensi.1 Biasanya sindroma ini muncul pada akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan.
Gejalanya berkurang atau menghilang setelah melahirkan sehingga terapi definitifnya
mengakhiri kehamilan.2
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah
atau intra uterine fetal death (IUFD).2
Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5 – 15% dari seluruh kehamilan di seluruh
dunia. Preeklampsia bersama dengan penyakit hipertensi kehamilan lainnya merupakan
merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian dan kesakitan terbanyak pada ibu hamil dan
melahirkan di samping infeksi dan perdarahan.2 Sampai saat ini etiologi preeklampsia belum
diketahui secara pasti. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeklampsia antara lain
iskemik plasenta, maladaptasi imun dan factor genetik. Akhir-akhir ini disfungsi endotel
dianggap berperan dalam patogenesis preeclampsia.3,5
Di Indonesia, preeklampsia dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama
mortalitas maternal dan perinatal. Sebagian besar mortalitas tersebut disebabkan oleh
keterlambatan diagnosis dan penanganan dini preeklampsia dan eklampsia, sehingga pasien tidak
sempat mendapat penanganan yang adekuat sebelum sampai ke rumah sakit rujukan, atau sampai
ke rumah sakit rujukan dalam kondisi yang sudah buruk. Belum semua rumah sakit rujukan
memiliki fasilitas perawatan intensif yang memadai untuk menangani kasus eklampsia pada
khususnya, sehingga pengetahuan mengenai pengenalan faktor resiko untuk dapat mendeteksi
secara dini preeklampsia sangat diperlukan agar tidak terjadi keterlambatan penanganan pertama
dan rujukan.6
2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Preeklampsia Berat
3.1.1 Defenisi
Preeklamsia/eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan. Definisi preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat
timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.2 Preeklamsia merupakan suatu
sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan
aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda yang penting dari preeklamsia.3 Preeklamsia adalah
keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat
kehamilan setelah minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan
hidatidiformis yang luas pada vili khorialis.4
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+.
Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia kemudian disertai kejang
dinamakan eklampsia.2 Penggolongan preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan
preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu yang relative
singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat.3
Preeklampsia berat dibagi menjadi:
a) Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa :
Muntah-muntah
Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak
Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau oedema, atau sakit
karena perubahan pada lambung.
3.1.2 Insidensi Preeklampsia
3
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam
penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-
10% , Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak
5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Pada primigravida frekuensi
preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida
muda. Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih
dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia.6
Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, mendapatkan
angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin. Bandung paling
banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak
terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. 4Wanita dengan
kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden
hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna
lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis
neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal.4
3.1.3 Etiologi Preeklampsia
Penyebab preeklamsia/eklamsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Banyak
teori yang menerangkan namum belum dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang
dewasa ini banyak dikemukakan adalah iskemia plasenta. Namun teori ini tidak dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan kondisi ini. Hal ini disebabkan karena banyaknya
faktor yang menyebabkan terjadinya preeklamsia/eklamsia.7
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.8 Adapun teori-teori tersebut
antara lain:
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
4
menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklamsia/eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada
kehamilan berikutnya. Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita preeklamsia/eklamsia:
a) Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks imun dalam
serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada
preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria.
3) Peran Faktor Genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia/eklamsia
antara lain:
a) Preeklamsia/eklamsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak-
anak dari ibu yang menderita preeklamsia/eklamsia.
c) Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan bukan pada ipar mereka.
d) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).
3.1.4 Faktor Risiko Preeklamsia/eklamsia
Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan kelainan
mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular serta jaringan
ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan
itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin.9
Berbagai faktor risiko preeklamsia (American Family Physician, 2004)10 :
1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
a) Kelainan kromosom
b) Mola hydatidosa
5
c) Hydrops fetalis
d) Kehamilan multifetus
e) Inseminasi donor atau donor oosit
f) Kelainan struktur kongenital
2) Faktor spesifik maternal
a) Primigravida
b) Usia > 35 tahun
c) Usia < 20 tahun
d) Ras kulit hitam
e) Riwayat preeklamsia pada keluarga
f) Nullipara
g) Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
h) Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas, hipertensi kronis,
penyakit ginjal, trombofilia
i) Stress
3) Faktor spesifik paternal
a) Primipatemitas
b) Patner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklamsia
3.1.5.Patofisiologi Preeklamsia/eklamsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia.3
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan
vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis
ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan
hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi
hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular,
meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan
6
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam
rahim.10
Perubahan pada organ-organ :
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan
eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya
secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.3
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia
dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam
yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan
penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak
menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.3,10-1
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio
retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat 9yang
mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina.3,10,1
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri,
pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.3,10
5) Uterus
7
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur. 3,10-1
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau
abses paru.3,10-1
3.1.6 Patogenesis Preeklampsia Berat
3.1.6.1 Vasospasme
Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan pengamatan langsung
tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan conjunctivae bulbar. Ia juga menduga dari
perubahan histologis terlihat dalam berbagai organ yang terkena.
Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan hipertensi
berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran yang
interstisial melalui darah konstituen, termasuk platelet dan fibrinogen, yang disimpan pada
subendothelial.
Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel junctional.
Suzuki dan rekannya (2003) menjelaskan perubahan resistensi ultrastruktural di wilayah
subendothelial arteri pada wanita preeklampsia. Dengan aliran darah yang berkurang
karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan,
dan lain organ akhir gangguan karakteristik sindrom tersebut.3
3.1.6.2 Aktivasi sel endotel
Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi bintang dalam pemahaman
kontemporer dari patogenesis preeklampsia. Dalam skema ini, faktor yang tidak diketahui -
kemungkinan berasal dalam plasenta - juga dikeluarkan ke sirkulasi ibu dan memprovokasi
aktivasi dan disfungsi vaskular endotelium. Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan
merupakan hasil dari perubahan sel endotel yang luas.
8
Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan bahwa sirkulasi
sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat dalam darah perifer wanita
preeklampsia.
Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel menumpulkan respon
otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan oksida nitrat. Sel endotel yang rusak
atau teraktivasi dapat memproduksi oksida nitrat dan mengeluarkan zat yang
mempromosikan koagulasi dan meningkatkan kepekaan terhadap vasopressors.3
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel