BAB I PENDAHULUAN Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologist yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram lebih atau kematian janin dalam rahim ada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi 1 . Pada tahun 2003, data dari pusat statistik kesehatan nasional di Amerika Serikat didapatkan frekuensi IUFD sebesar 6,9 per 1000 kelahiran. Sedangkan angka di seluruh dunia menunjukkan terdapat variasi berdasarkan tingkat kualitas pelayanan kesehatan tiap Negara. Pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia masih belum didapatkan data yang valid (pasti) mengenai IUFD akibat sistem pelaporan dan pendataan yang kurang baik 2 . Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik plasenta. Adapun penyebabnya sebagai berikut 2,3 : Faktor maternal, antara lain kehamilan postterm (>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologist yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim
dengan berat badan 500 gram lebih atau kematian janin dalam rahim ada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir gangguan
pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi1.
Pada tahun 2003, data dari pusat statistik kesehatan nasional di Amerika
Serikat didapatkan frekuensi IUFD sebesar 6,9 per 1000 kelahiran. Sedangkan
angka di seluruh dunia menunjukkan terdapat variasi berdasarkan tingkat kualitas
pelayanan kesehatan tiap Negara. Pada negara-negara berkembang termasuk
Indonesia masih belum didapatkan data yang valid (pasti) mengenai IUFD akibat
sistem pelaporan dan pendataan yang kurang baik2.
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin
dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor maternal, fetal, atau
kelainan patologik plasenta. Adapun penyebabnya sebagai berikut2,3:
Faktor maternal, antara lain kehamilan postterm (>42 minggu), diabetes
mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi,
preeklamsia, eklampsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus,
ruptur uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, dan kematian ibu.
Faktor fetal, antara lain kehamilan kembar, pertumbuhan janin terhambat,
dan kelainan kongenital pada fetus.
Faktor placental, antara lain kelainan tali pusat (tali pusat pendek atau tali
pusat panjang), solusio plasenta, ketuban pecah dini, dan vasa previa.
Faktor-faktor lain, antara lain penyakit-penyakit saluran kencing seperti
bakteriuria, pielonefritis, glomerulonefritis dan payah ginjal serta trauma
pada ibu saat hamil.
Sedangkan faktor resiko terjadinya kematian janin intrauterine meningkat
pada usia >40 tahun, pada ibu infertil, hemokonsentrasi pada ibu, riwayat
1
bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum),
kegemukan, dan ayah berusia lanjut.
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian pada janin sebaiknya dilakukan
otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara
komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis
kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan
selanjutnya. Pengelolaan kehamilan selanjutnya bergantung pada penyebab
kematian janin. Meskipun kematian janin berulang jarang terjadi, demi
kesejahteraan keluarga, pada kehamilan berikut diperlukan pengelolaan yang
lebih ketat tentang kesejahteraan janin. Pemantauan kesejahteraan janin dapat
dilakukan dengan anamnesis, ditanyakan aktivitas gerakan janin pada ibu hamil,
bila mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan tokokardiografi2,3,5.
Cara untuk menentukan diagnosis pasti telah terjadi kematian janin dalam
kandungan, dapat melalui beberapa cara, antara lain2,3 :
1. Anamnesis
Pada anamnesis, umumnya ibu tidak merasakan gerakan janin dalam
beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak
bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya
atau belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit
seperti mau melahirkan. Dapat pula terjadi penurunan berat badan ibu serta
lingkaran perut ibu mengecil.
2. Inspeksi
Pada inspeksi tidak terlihat tanda-tanda adanya gerakan-gerakan janin,
yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, pada
perabaan tidak teraba gerakan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan
adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral maupun dengan Deptone akan terdengar
DJJ.
2
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam
kandungan.
6. Rontgen Foto Abdomen
Pada rontgen foto abdomen didapatkan adanya akumulasi gas dalam
jantung dan pembuluh darah besar janin.
Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.
Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
7. Ultrasonografi
Tidak terlihat denyut jantung janin dan gerakan-gerakan janin, badan dan
tungkai janin tidak terlihat bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu
terlihat tidak bertambah panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang
bertumpuk, tidak terlihat struktur janin, terlihat penumpukan tulang tengkorak,
dan reduksi cairan yang abnormal.
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun
keluarga, apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung
lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila
kematian janin lebih dari 2 minggu2,3.
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi
informasi. Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana penatalaksanaannya.
Rekomendasikan untuk segera diintervensi.
Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu kadar fibrinogen menurun
dengan kecenderungan terjadinya koagulopati. Masalah menjadi rumit bila
kematian janin terjadi pada salah satu dari bayi kembar.
Bila kematian diagnosis janin telah ditegakkan, dilakukan pemeriksaan
tanda vital ibu, dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, dan gula
3
darah. setelah itu,berikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan
penyebab kematian janin, rencana tindakan, dukungan mental emosional pada
penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.
Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu,
umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi
persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan perabdominal bila janin
letak lintang. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin misoprostol. Hati-
hati pemberian induksi dengan uterus pasca seksio sesarea ataupun miomektomi,
dapat memicu terjadinya ruptur uteri.
Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan misoprostol secara
vaginal (50 -100 µg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28