Definisi
BAB II
ISI
2.1 Anatomi Mediastinum
Mediastinum adalah kumpulan struktur tanpa penggarisan dalam
toraks yang dikelilingi oleh jaringan ikat longgar dan merupakan
sentral dari kavum toraks. Mediastinum mengandung jantung, pembuluh
darah besar jantung, esofagus, trakea, timus dan nodus limfa dari
sentral toraks.
Mediastinum berada di antara pleura kanan dan kiri dan
berdekatan dengan plana sagital dari dada dan dimulai dari sternum
yang berada di depan dari kolumna vertebra yang berada di belakang
dan mengandung semua viscera dari toraks kecuali paru. Mediastinum
dapat dibagi dua:
Bagian atas ,yang berada di atas dari perikardium dan dinamai
mediastinum superior dengan batas atas pada bukaan toraks superior
dan bagian inferior pada plana dari angulus sternal sampai diskus
T-4 hingga T-5 ( Plana Ludwig )
Dan bagian bawah, di bawah batas atas dari perikardium. Bagian
bawah ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian:
yang berada di depan perikardium, mediastinum anterior
yang mengandung perikardium dan bagiannya, mediastinum
tengah
dan yang berda di belakang dari perikardium, mediastinum
posterior
mediastinum dikelilingi oleh dinding dada di depan ,paru di
bagia lateral, dan spinalis di belakang dan bersambungan dengan
jaringan ikat longgar dari leher hingga diafragma di inferior.
gambar 1. Anatomi Mediastinum dari sisi kanan dan kiri 32.1.1
Mediastinum Anterior
Mediastinum anterior wujud di bagian kiri di mana pleura bagian
kiri menyimpang dari garis midsternal dan sempit di atas tetapi
agak meluas ke bawahnya. Mediastinum anterior dibatasi:
sternum di depan
pleura di lateral
perikardium di posterior
transversus toracis kiri dan kartilago kosta kelima,enam dan
tujuh di anterior ia mengandung:
sejumlah jaringan areola longgar
sejumlah pembuluh limfe yang muncul dari permukaan konveks dari
liver
dua atau tiga glandula limfa mediastinal anterior
cabang kecil dari arteri mamaria interna mediastinal
2.1.2 Mediastinum Tengah
Merupakan bagian terluas dari interpleural space. Mediastinum
tengah mengandung : jantung yang diselaputi pericardium
Aorta ascenden
Tengah dari bagian bawah vena kava superior dengan bukaan vena
azygos.
Bifurkasi dari trachea dan dua bronki
Arteri pulmonari dan pembagian dua cabangnya
Vena pulmonari kanan dan kiri
Nervus phrenicus
Sejumlah limfatik dari bronkial
2.1.3 Mediastinum posterior
Mediastinum posterior adalah ruang segitiga irregular yang
berjalan paralel dengan kolumna vertebra. Batasan ;
Pericardium di bagian anterior
Permukaan thorasik diaphragma di inferior
Plana thorasik transversal di superior. Plana ini ditandai
dengan suatu garis imaginari berjalan melalui persendian manubrium
sternal sampai garis yang membagi diantara vertebra thorasik ke 4
dan ke 5.
Badan kolumna vertebra dari batas bawah vertebra thorasik ke 4
hingga ke 12 di posterior.
Pleura mediastinal di bagian lateral
Mediastinum posterior mengandung :
Arteri Bagian thorasik dari aorta descenden
Vena Vena azygot
Vena hemiazygos dan vena hemiazygos assesorius
Nervus
Nervus Vagus
Nervus splanchnic ( tidak termasuk cabang simpatetik)
Esofagus
Ductus Thoracicus
Sejumlah glandula limfa
gambar 2. Pembagian mediastinum menurut anatomi dan bedah 32.2.
PneumomediastinumPneumomediastinum adalah suatu kondisi dimana
udara berada di mediastinum (suatu ruangan di thorak yang berada
diantara kedua paru). Hal ini dapat disebabkan oleh trauma atau
penyakit.1
2.2.1 Epidemiologi
Di USA, pneumomediastinum biasanya berhubungan dengan suatu
penyakit penyerta. Pnemomediastinum merupakan suatu kondisi yang
jarang ditemukan. Berdasarkan data tahun 2001 oleh Chalumeau, dkk,
angka prevalensi dari pneumomediastinum sebanyak 1 dari 800 untuk
dewasa sampai 1 dari 42.000 pasien anak-anak yang ada di bagian
rumah sakit emergensi. Berdasarkan data Stack dkk, dilaporkan angka
kejadian sebesar 0,3% berhubungan dengan asma dalam kurun waktu 10
tahun ini. Umur rata-rata pasien kira-kira 11 tahun. Berdasarkan
data statistik secara kohort tidak didapatkan perbedaan jenis
kelamin. Berdasarkan studi dari Nasville, Tennessee melaporkan 45%
pasien pneumomediastinum berasal dari udara diluar abdomen pada
pemeriksaan foto thorak. Biasanya pneumomediastinum suatu kondisi
yang self-limited dan jarang mengancam jiwa. Angka mortalitas dan
morbiditas pneumomediastinum umumnya tergantung dari penyakit yang
mendasari. Pada kejadian luka tumpul di dada sebesar 10% dapat
terjadi pneumomediastinum. Rata-rata angka mortalitas yang
berhubungan dengan pneumomediastinum sebesar 50-70% pada Boerhaave
syndrome (rupture oesphagus diikuti dengan muntah) dan ada juga
beberapa kondisi lain seperti trauma (tumpul/tusuk), ashma,
perforasi tracheabronchial. Sedangkan kejadian morbiditas paling
sering disertai suatu gejala nyeri dada, perubahan suara dan
batuk.22.2.2 Etiologi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pneumomediastinum.
Manuver yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrathorakal
dapat memicu terjadinya pneumomediastinum. Misalnya manuver
valsava, batuk, tangis yang kuat, atau muntah. Hiperpnea yang
berhubungan dengan ketoasidosis diabetikum dapat menyebabkan
pneumomediastinum. (Carolan, 2007)
Peningkatan tekanan paru (alveoli)
- Beberapa manuver dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan
alveoli yang menyebabkan pneumomediastinum.
- Batuk yang terlalu kuat, menangis, berteriak dapat
meningkatkan tekanan.
- Muntah, defekasi, dan manuver valsava dapat meningkatkan
tekanan alveoli.
Gangguan pernafasan
- Penyakit paru obstruktif (misalnya asma, bronchiolitis,
aspirasi corpus alienum, displasia bronchopulmoner), khususnya pada
pasien dengan intubasi dan ventilasi mekanik, merupakan faktor
resiko.
- Infeksi traktus respiratorius, khususnya yang berhubungan
dengan asma, merupakan predisposisi pneumomediastinum.
-Aspirasi corpus alienum dilaporkan berhubungan dengan
pneumomediastinum
Kerusakan organ
- Trauma penetrasi atau trauma tumpul thoraks dapat menyebabkan
sindroma kebocoran udara (air leak syndrome) termasuk
pneumomediastinum. Etiologi ini dihubungkan dengan efek Macklin
- Ruptur trakeobronkial, trauma esophagus, atau perforasi organ
berongga dalam abdomen menyebabkan adanya udara bebas dalam
mediastinum.
Kondisi medis lain : pneumomediastinum dilaporkan berkaitan
dengan konvulsi, ekstraksi gigi dan dermatomyositis.
2.2.3 Patofisiologi
Pneumomediastinum jarang menyebabkan komplikasi yang serius.
Umumnya, kondisi yang berkaitan atau yang menyebabkan
pneumomediastinum itu sendiri yang menyebabkan kondisi serius.
Kasus yang jarang, tension pneumomediastinum menyebabkan
peningkatan tekanan mediastinum sehingga mengurangi cardiac output
karena kompresi jantung langsung atau pengurangan venous return.
Adanya udara yang luas pada subkutan dan mediastinum, dapat
menyebabkan kompresi pada jalan nafas. (Carolan, 2007)
Secara umum, pneumomediastinum terjadi karena adanya udara bebas
akibat ruptur alveoli sepanjang peribronchial vasculer sheath ke
arah hillus paru. Dari sini, meluas secara proksimal dalam
mediastinum. (Carolan, 2007)
Efek Macklin, pertama kali dijelaskan pada tahun 1939, urutan
terjadinya pneumomediastinum adalah : (1) ruptur alveoli, (2)
keluarnya udara sepanjang bronchovascular sheath (3) udara bebas
mencapai mediastinum.
Keluarnya udara bebas tidak hanya terkumpul pada mediastinum.
Zylak et al mencatat bahwa mediastinum berhubungan dengan ruang
submandibula, retropharyngeal, dan vascular sheath dalam leher.
Sebagai tambahan, terdapat 2 jalur yang berhubungan dengan
retroperitoneum , yaitu melalui jaringan sternocostal sampai
diafragma, dan juga periaorta, dan periesofagus. Akibatnya, adanya
udara dalam mediastinum dapat keluar melalui jaringan tersebut,
menyebabkan pneumopericardium, pneumothorax, emphysema subkutan,
pneumoperitoneum atau pneumoretroperitoneum. (Carolan, 2007)
2.2.4 Gejala dan Tanda
Nyeri dada
Nyeri dada merupakan gejala yang sering dikeluhkan pada 50-90 %
kasus pneumomediastinum, khususnya nyeri di daerah retrosternal
atau substernal yang dirasakan lebih parah saat inspirasi dan
menelan. Nyeri dapat menjalar ke bahu, leher dan punggung.
Dyspneu dan takipneu tapi tidak pernah sampai terjadi sianosis
atau kesulitan bernafas yang parah. Gejala ini diakibatkan oleh
karena pasien cemas dan terasa nyeri saat bernafas.
Demam subfebris karena terjadi pelepasan sitokin akibat adanya
perembesan udara ke mediastinum. Akan tetapi , pasien dengan demam
tetap harus di diagnosis banding dengan penyakit infeksi atau
inflamasi.
Dysfoni dan disfagi
Nyeri tenggorok dan rahang Pembengkakan leher
2.2.5 DiagnosaPneumomediastinum harus dibedakan dengan penyebab
nyeri dada yang lain. Oleh karena itu, anamnesis yang baik dan
pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus dikerjakan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyebab dari jantung, paru,
muskuloskletal, atau esofagus. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan adanya gelembung udara kecil dibawah kulit pada dada,
lengan, atau leher.Penegakan diagnosis adanya suatu
pneumomediastinum dengan foto x-ray dada yang menunjukkan adanya
udara pada rongga mediastinum. Penyakit ini bisa disertai adanya
penyakit paru seperti pneumothorax, pneumoperitoneum,
pneumoretroperitoneum dari pneumopericardium. Gambaran radioluscent
pada foto dada menunjukkan udara bebas sepanjang garis tepi
jantung, di dalam ruang retrosternal, atau mengelilingi trakea.
Gambaran khas pneumomediastinum pada foto dada disebabkan oleh
udara yang menggambarkan struktur anatomi normal yang terperangkap
di mediastinum yang menimbulkan thymic sail sign yang timbul pada
bayi dengan pneumomediastinum dimana lobus thymus bergeser ke atas
menyerupai layar penuh, "ring around the artery/tubular artery sign
yaitu area radioluscent yang mengelilingi arteri pulmonalis kanan
yang terlihat pada foto lateral, continuous diaphragm sign yaitu
diantara hemidiafrgma kanan dan kiri tampak adanya garis akibat
adanya udara yang masuk diantara jantung dan diafragma. Adanya
udara bebas diantara pericardium dengan diafragma menyebabkan
bagian sentral diafragma menjadi terlihat, dan cardiac
shadow.Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan CT scan dada pada
pneumomediastinum bila pada pemeriksaan foto dada tidak nampak
suatu pneumomediastinum. Hal ini biasanya terjadi pada
pneumomediastinum yang kecil yang tidak tampak pada pemeriksaan
foto dada. CT scan dada juga dapat digunakan sebagai tambahan untuk
mengetahui adanya penyakit penyerta lain seperti perforasi
esophagus. Sedangkan penggunaan MRI tidak rutin dilakukan dalam
menegakkan diagnosis pneumomediastinum.
Adapun pemeriksaan penunjang pada pneumomediastinum antara
lain:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Blood gas artery (BGA)
Pemeriksaan BGA dilakukan pada pasien dengan gangguan
pernapasan. Sesuai dengan beratnya gangguan pernapasan, maka hasil
BGA dapat normal, hipoksia, hipokarbia, atau hiperkarbia.b. Cardiac
enzymes
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan adanya infark
miokardium.
b. Pemeriksaan darah rutin dan CRP
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya infeksi. Peningkatan leukosit dan CRP merupakan tanda awal
suatu mediastinitis.
2. Elektrocardiography (ECG)
Pemeriksaan ECG dilakukan untuk mengetahui adanya infark
miokardium, pericarditis, dan miokarditis.
Gambar 3. Foto dada menunjukkan suatu pneumomediastinum ditandai
adanya cardiac shadow (panah besar), dan continuous diaphragma sign
(panah kecil)
Gambar 4. Foto dada (Panel A) menunjukkan paru yang bersih,
pneumomediastinum (panah), dan pneumopericardium tanpa adanya
fraktur costae atau pneumothorax. CT dada (Panel B dan C)
menunjukkan emfisema subkutan pada leher, pneumomediastinum
(panah), dan pneumopericardium.
2.2.6 Terapi2.2.6.1 Terapi Medis
Terapi medis tergantung dari status klinik pasien. Pada umumya,
mayoritas anak-anak dengan pneumomediastinum tanpa gejala, dan
penyebab alami untuk pneumomediastinum sembuh secara spontan.
Ventilasi mekanik
Walaupun ventilasi mekanik(MV) bisa menyebabkan kebocoran udara,
termasuk pneumomediastinum, pengulangan dari MV dan peningkatan
dukungan respiratori mungkin tergantung dari keparahan respiratori
distress dan derajat compromise yang disebabkan oleh kebocoran
udara. Sasaran utama termasuk penggunaan tekanan terendah atau
volume tidal yang diperlukan untuk mencapai pengeluaran karbon
dioksida yang diinginkan dan oksigenasi. Hipercapnia permisive,
strategi ventilator yang berdasarkan pertahan oksigenasi yang
adekuat dan PH darah ketika mengikuti tekan parsial tinggi dari
karbon dioksida, mengikuti ventilator support ketika barotrauma
kecil.
Laporan kasus telah mendiskripsikan sukses dari penggunaan
frekuensi tinggi dari ventilasi osilator (HFOV) pada anak-anak
dengan ARDS dan pneumomediastinum
Ventilasi paru yang tidak sinkron telah dilaporkan sebagai
terapi untuk PM.
Pembersihan nitrogen dengan inhalasi oksigen 100% dianjurkan
sebagai terapi untuk PM. Indikasi nyata untuk prosedur ini masih
belum jelas.
Analgesik adekuat perlu untuk anak-anak yang kesakitan.
2.2.6.2 Terapi Bedah
Intervensi bedah jarang dideskripsikan pada PM. Penggunaannya
pada PM untuk menilai gangguan pada cardiorespiratori.
Penggunaan mediastinocopy pada pengurangan PM yang mengancam
nyawa telah dilaporkan dalam kasus yang sedikit. Penempatan
percutan dari tube drainase mediastinal telah dilaporkan. Chau et
al mendeskripsikan dekompresi percutan dari tension
pneumomediastinum dibawah bimbingan fluoroscopic menggunakan
catheter drainase dan katub Heimlic pada anak kecil 2 tahun dengan
keterlibatan dermatomyositis dan paru. Penempatan CT scan dapat
juga dipertimbangkan2.2.7 MonitorA. Perawatan Yang Terkait Dengan
Pasien langsung
Pengawasan
Pasien sebaiknya diawasi dengan ketat (secara klinis dan dengan
pulse oximetry atau monitor jantung-paru) untuk mengantisipasi
perkembangan komplikasi yang lebih serius terkait dengan
pulmomediastinum, seperti tension pneumothorax, atau
pneumopericardium.
Pasien sebaiknya dilarang melakukan aktivitas fisik berat,
maneuver ekspirsi yang dipaksakan seperti spirometri atau uji faal
paru sebaiknya dihindari.
Jika perforasi esophagus terjadi, risiko untuk berkembang
menjadi mediastinitis sangat besar. Pasien ini sebaiknya
diobservasi lebih ketat untuk perkembangan demam dan tanda-tanda
distress penapasan yang memburuk atau sepsis sistemik.
Perforasi esophagus, dengan risiko tambahan berkembangnya
mediastinitis, mungkin memerlukan penanganan dengan antibiotic
spectrum luas.
B. Perawatan lebih jauh di luar aspek pasien
Pasien sebaiknya menghindari factor-faktor yang berhubungan
dengan perkembangan PM. Bagaimanapun juga, bukti-bukti yang
dipublikasikan untuk mendukung pedoman ini jarang, dan rekomendasi
selanjutnya sebagian besar diambil dari yang terkait dengan
pneumothorax:
Aktivitas fisik yang berhubungan dengan perkembangan PM (seperti
angkat besi, menyelam dengan scuba, memainkan instrument angin)
sebaiknya diminimalisir. Bahkan perhitungan dari data yang terkait
dengan kebocoran udara dan penyelaman dengan scuba, riwayat
pneumomediastinum sebaiknya dianggap sebagai kontraindikasi mutlak
untuk menyelam. Penulis menyarankan untuk berhenti melakukan
aktivitas yang tercantum di atas minimal selama kurun 6 bulan. Jika
PM terjadi, pelarangan aktivitas ini secara permanen sebaiknya
disarankan.
Kondisi medis terkait dengan perkembangan PM sebaiknya ditangani
secara agresif. Hal ini termasuk asma dan muntah yang berkurang
(seperti dari GERD, kemoterapi, muntah siklik, bulimia).
PM terkait dalam hubungannya dengan persalinan (pervaginam)
Anak-anak dengan risiko PM atau dengan riwayat perkembangan PM
sebaiknya divaksin lengkap, termasuk vaksinasi untuk pertussis dan
influenza.
C. Pengobatan yang terkait langsung/tidak dengan pasien
Tidak terapi medis yang spesifik yang diindikasikan untuk
pencegahan atau penanganan PM. Sebagaimana yang telah disebut di
atas, kondisi yang berhubungan sebaiknya diterapi dengan agresif.
Mereka yang dengan riwayat PM mungkin diuntungkan dengan antitusif
selama serangan batuk.
D. Transfer Intensive care: pasien dengan distress pernapasan
berat, kebutuhan oksigen yang meningkat, sindrom kebocoran udara
lainnya, atau tanda-tanda cardiovascular compromise mungkin
memerlukan pengalihan ke pediatric intensive care unit untuk
observasi dan manajemen lebih lanjut.
Pediatric tertiary care: Jika pasien mengalami cardiorespiratory
compromise atau kondisi serius yang berhubungan dengan PM (contoh
perforasi esophagus), pemindaha ke fasilitas pediatric tertiary
care mungkin diperlukan.
2.2.8 Pencegahan
Hindari perilaku berisiko tinggi
Perilaku berisiko tinggi termasuk aktivitas atletik yang berat,
scuba diving, angkat berat, dan memainkan instrument angin.
Batuk paroksismal, menjerit, dan menangis dapat menyebabkan
PM.
Inhalasi baik obat yang legal (rokok) dan obat-obatan terbatas
(contoh: cocaine, marijuana) sebaiknya dihindari.
2.2.9 Komplikasi
Berhubungan dengan kebocoran udara
Sindrom kebocoran udara lainnya (khususnya pneumothorax) mungkin
diamati berhubungan dengan pneumomediastinum .
Emfisema subkutan umumnya terjadi, walaupun tidak biasanya
terkait dengan komplikasi serius.
Tension PM: walaupun jarang, tension PM mungkin terjadi, yang
menyebabkan tekanan vena besar, compromising venous return, yang
mungkin menyebabkan hipotensi dan hipoksemia sekunder terhadap
ventilasi/kekacauan perfusi.
Mediastinitis: PM mengikuti muntah yang massif yang mungkin
berhubungan dengan sindrom Boerhaave; perkembangan menjadi
mediastinitis merupakan risiko.
Kondisi yang terkait: komplikasi mungkin terjadi dari kondisi
yang terkait seperti asma, corpus alienum, tertelan obat. 2.2.10
Prognosis dan Edukasi
Walaupun PM berulang adalah resiko, PM hampir selalu
jinak,dengan morbiditas atau mortalitas yang berhubungan dengan
kondisi yang terkait atau kondisi pencetus. Edukasi pasien
Menyarankan pasien untuk menghindari aktivitas risiko tinggi.
Instruksi meliputi hal-hal berikut:
Hindari aktivitas atletik berat, khususnya mereka yang melakukan
Valsalva maneuvers seperti angkat beban.
Hindari memainkan instrument angin.
Hindari barotrauma dari aktivitas-aktivitas seperti terbang,
parachuting, atau scuba diving.
Mempertahankan kontrol asma yang bagus. Memastikan vaksinasi
influenza dan pertusis sudah dilakukan.
Hindari merokok dan menghirup obat-obatan terlarang.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan Pneumomediastinum adalah suatu kondisi dimana
udara berada di mediastinum (suatu ruangan di thorak yang berada
diantara kedua paru). Pneumomediastinum merupakan suatu kondisi
yang self-limited dan jarang mengancam jiwa. Angka mortalitas dan
morbiditas pneumomediastinum umumnya tergantung dari penyakit yang
mendasari. Pneumomediastinum disebabkan oleh beberapa faktor,
misalnya akibat peningkatan tekanan paru (alveoli), kondisi yang
menyebabkan gangguan pernafasan, kerusakan organ, maupun beberapa
kondisi medis lain. Pneumomediastinum terjadi karena efek Macklin,
yakni akibat ruptur alveoli, keluarnya udara sepanjang
bronchovascular sheath, sehingga udara bebas mencapai
mediastinum.
Gejala pneumomediastinum diantaranya nyeri dada, dispneu,
takipneu, demam subfebris, disfoni, disfagi, nyeri tenggorok dan
rahang, serta pembengkakan leher. Diagnosis pneumomediastinum
ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, maupun pemeriksaan
penunjang, misalnya dengan foto x-ray dada, CT scan dada bila pada
pemeriksaan foto dada tidak nampak suatu pneumomediastinum,
pemeriksaan laboratorium, dan EKG. Terapi pneumomediastinum
meliputi terapi medis atau bedah. Pada umumnya, penyebab alami
untuk pneumomediastinum sembuh secara spontan. Intervensi bedah
pada pneumomediastinum jarang digunakan.
Monitoring dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan
komplikasi yang lebih serius terkait dengan pneumomediastinum.
Pencegahan dilakukan dengan menghindari perilaku berisiko tinggi
misalnya aktivitas atletik berat, batuk paroksismal, maupun
obat-obatan. Komplikasi pneumomediastinum yang dapat terjadi
misalnya pneumothorax, emfisema subcutan, tension
pneumomediastinum, mediastinitis.