PREVALENSI D PERESEPAN R Dr. SARDJIT Dia Me i DAN EVALUASI INTERAKSI FARMAKO RACIKAN PADA PASIEN RAWAT JALA TO YOGYAKARTA PERIODE DESEMB SKRIPSI iajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat emperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Lenny Aftalina Letlora NIM : 108114023 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 OKINETIK AN DI RSUP BER 2013 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Embed
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/17962/2/108114023_full.pdf · PREVALENSI DAN EVALUASI INTERAKSI FARMAKOKINETIK PERESEPAN RACIKAN PADA PASIEN RAWAT JALAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PREVALENSI DAN EVALUASI INTERAKSI FARMAKOKINETIK
PERESEPAN RACIKAN PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP
Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE DESEMBER 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lenny Aftalina Letlora
NIM : 108114023
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
i
PREVALENSI DAN EVALUASI INTERAKSI FARMAKOKINETIK
PERESEPAN RACIKAN PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP
Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE DESEMBER 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lenny Aftalina Letlora
NIM : 108114023
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
i
PREVALENSI DAN EVALUASI INTERAKSI FARMAKOKINETIK
PERESEPAN RACIKAN PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP
Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE DESEMBER 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lenny Aftalina Letlora
NIM : 108114023
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karyaku ini akan kupersembahkan kepada :
Allah dan Juruselamatku, Tuhan Yesus Kristus,
Papah dan Mamah tercinta,
Alm. Kakakku tercinta Hanter Letlora Putra,
Adikku tersayang Chris Letlora,
Teman-temanku dan Almamaterku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas
kasih karunia, dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan berjudul “Prevalensi dan Evaluasi Interaksi Farmakokinetik
Peresepan Racikan pada Pasien Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Periode
Desember 2013” ini dengan baik yang diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm), pada Program Studi
Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas
dari dukungan berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dari
tahap awal hingga akhir penulisan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah membesarkan dengan penuh kasih, yang telah
bersusah payah membiayai kuliah penulis, mendoakan, dan selalu
mendukung penulis.
2. Ibu Aris Widayati, M.Sc., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing dalam penyelesaian
skripsi. Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan atas
waktu, nasihat, semangat, dan ilmu yang telah diberikan dalam proses
penyusunan skripsi dari awal hingga skripsi ini selesai.
3. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. dan Ibu Dita Maria Virginia, S.
Farm., Apt., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
dan saran yang membangun kepada penulis dalam proses penyusunan
skripsi ini.
4. Segenap Staf administrasi, dan instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta yeng telah membantu dalam proses pengurusan surat izin
penelitian dan proses pengambilan data.
5. Vera Juniarta, I Dewa Ayu K.D., Lelo Susilo, Harris Kristanto, Septi
Martiani Pertiwi, Antonio Leonardo, dan Archie yang merupakan teman
seperjuangan yang saling melengkapi dan saling medukung dalam
penyelesaian skripsi.
6. Sahabat tercinta, Defilia Anogra Riani, Febriaty Ivana M.T., Khristina
Gambar 2 Persentase Interaksi Farmakokinetik di Instalasi Rawat Jalan
RSUP Dr. Sardjito Periode Desember 2013........................................................ ...............34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ..................................45
Lampiran 2 Ethical Clearence dari Komisi Etik Universitas Gadjah Mada .......................... ...............46
Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penyelesaian dari
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ..........................................................................47
Lampiran 4 Peresepan Obat dan Interaksi Farmakokinetik di Instalasi
Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta………………...... 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
INTISARI
Prevalensi peresepan racikan tidak dapat diabaikan keberadaannya. Datadi Amerika menunjukkan bahwa terdapat sekitar 1% dari 30 juta resep dan diAustralia sekitar 250 juta resep racikan setiap tahunnya. Di Indonesia sendiribelum ada data pasti mengenai prevalensi peresepan racikan tersebut, sehinggasulit untuk menggambarkan jumlah peresepan racikan di Indonesia. Interaksi obatyang kemungkinan dapat terjadi juga tidak dapat diabaikan demi keselamatanpasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi peresepanracikan, dan mengevaluasi interaksi obat yang terjadi, serta mengetahui harapankedepannya dari apoteker terkait dengan peresepan racikan di RSUP Dr. Sardjito.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatanrancangan penelitian cross sectional dengan menggunakan data studi retrospektif.Penelitian ini menggunakan semua peresepan racikan pada pasien rawat jalanperiode Desember 2013, dan jumlah total resep pada bulan Desember 2013 diinstalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Interaksi obat yang akanditeliti adalah interaksi farmakokinetik yang akan dievaluasi menggunakanpustaka acuan Medscape dan Drug Interaction Stockley. Untuk mengetahuiharapan dari Apoteker, akan dibagikan kuesioner yang bersifat open questionskepada apoteker yang bersedia, dan dianalisis dengan thematic analysis.
Terdapat sekitar 1,57% prevalensi peresepan racikan di instalasi rawatjalan RSUP Dr. Sardjito periode Desember 2013. Peresepan yang paling seringdiresepkan dan interaksi farmakokinetik yang paling banyak terjadi adalahparacetamol dan diazepam, dimana diazepam akan menurunkan kadarparacetamol dengan meningkatkan metabolisme, sehingga akan meningkatkantingkat metabolit hepatotoksik.
Kata kunci: prevalensi peresepan racikan, interaksi farmakokinetik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
ABSTRACT
Prevalence of mixing prescription could not be ignored. Data in the USAshowed that there are about 1% from 30 million prescriptions and in Australia areabout 250 million prescriptions on each year. In Indonesia itself, there are nocertain data about the compounding prevalence yet, therefore it is difficult todescribe the amount of mixing prescriptions in Indonesia. Drug interacationswhich can be possibly happened are also can not be ignored for the safety of thepatients. The aim of this research is to understand the mixing prescription’sprevalence and evaluate the drug’s interaction which is happened, also to find outthe expectation in the future from the pharmacist related to the mixingprescription in RSUP Dr. Sardjito.
This is a descriptive research with cross sectional research designapproach by using retrospective study data. this research used all thecompounding to the outpatients period December 2013 and the total amount ofprescription in December 2013 as the secondary data to count the mixingprescription's prevalence. drug interaction that will be observed is thepharmacokinetic interaction that will be evaluated by using Medscpae and DrugInteraction Stockley library references. in order to find out the expectation fromthe pharmacists, an open questions questioner will be distributed to the willingpharmacists and be analyzed with thematic analysis.
There are about 1,57% compounding prevalence in outpatient installationRSUP Dr. Sardjito period December 2013. the most frequent prescribedprescription and the most occurence pharmacokinetic interaction is paracetamol +diazepam, in which diazepam will decrease the paracetamol level by increasingmetabolism, so that it will increase the hepatotoxic metabolite level.
Keyword: prevalence of compounding, pharmacokinetic interaction
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peracikan obat didefinisikan sebagai suatu proses dimana apoteker
menggabungkan, atau mencampur bahan untuk membuat obat yang diseusaikan
dengan kebutuhan pasien (Glassgold, 2013). Peracikan obat yang dilakukan oleh
farmasis merupakan layanan penting yang membantu banyak orang, termasuk
masyarakat yang mempunyai alergi terhadapa bahan aktif dalam obat-obatan yang
disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) dan masyarakat lain yang
membutuhkan kandungan obat tersebut, namun obat tersebut tidak ada di pasaran
(FDA, 2012).
Bahan obat yang digunakan dalam peracikan resep harus kompatibel antara
zat satu dan zat lainnya untuk menghasilkan produk obat yang stabil, berkhasiat, dan
nyaman (Nahata dan Allen, 2008). Kurangnya pengetahuan akan interaksi obat yang
akan terjadi dapat mengakibatkan tidak rasionalnya penulisan resep. Kerasionalan
penulisan resep merupakan kesesuaian kombinasi obat dari sudut terjadinya interaksi
antar obat. Interaksi obat ialah reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia
(obat lain) di dalam tubuh maupun permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja
obat (Harianto, Kurnia, dan Siregar, 2006). Mekanisme interaksi obat salah satunya
adalah interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat. Interaksi farmakokinetik
terjadi jika perubahan efek obat terjadi dalam proses absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi (BPOM, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa terdapat sekitar 1% resep racikan
dari 30 juta resep setiap tahunnya. Di Australia terdapat sekitar 250 juta resep racikan
setiap tahunnya. Dalam survei nasional apotek yang diselenggarakan pada tahun 2002,
menunjukkan bahwa terdapat penawaran resep racikan sebesar 6,4%, dimana ini
merupakan praktek layanan khusus. Pada tahun 2004 dan 2006 dilakukan penelitian
serupa dan ditemukan bahwa sekitar 10% dari apotek yang berada di Australia
menawarkan layanan peracikan (Giam, McLachlan, and Krass, 2012).
National Patient Safety Agency (NPSA) mengidentifikasi bahwa terdapat
32.744 (23%) patient safety incidents (PSIs) melibatkan peracikan obat bermerek
maupun generik dalam 1, 2 atau 3 minggu. Berdasarkan jumlah tersebut, diketahui
bahwa 29 angka kematian dan 93 angka keparahan. Berdasarkan data dari PSIs,
angka keparahan diidentifikasi bahwa terjadi kesalahan dosis sebanyak 43%, 70%
terjadi selama administrasi obat-obatan, dan 13% kesalahan terjadi selama penulisan
resep (NPC, 2012). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh FDA pada tahun 2001
dan 2006 melalui internet menyatakan bahwa sekitar sepertiga (33%) mengenai gagal
pengujian analitik, sebagian besar mengenai keseragaman dosis (Glassgold, 2013).
Berdasarkan SK bersama antara Men.Kes. RI dan menteri P7K RI No.
522/Men.Kes/SKB/X/81 no. 0283a/U/1981 tanggal 2 Oktober 1981, telah dilakukan
penggabungan Rumah Sakit UGM ke dalam RSUP Dr. Sardjito. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1174/MENKES/SK/2204 pada tanggal 18
Oktober 2004, RSUP Dr. Sardjito ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Kelas A
yang merupakan rumah sakit rujukan tertinggi untuk daerah DIY dan Jawa Tengah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
bagian selatan, dengan 23 Staf medis fungsional, 29 instalasi, 750 tempat tidur
(Anonim a, 2009).
Berdasarkan data-data dari negara-negara maju seperti Amerika dan Australia
diatas, dapat dikatakan bahwa prevalensi peresepan racikan yang sudah ada selama
ini tidak dapat diabaikan keberadaannya. Di Indonesia sendiri belum ada kepastian
data mengenai prevalensi peresepan racikan tersebut, sehingga sulit untuk
menggambarkan penggunaan peresepan racikan di Indonesia. Interaksi-interaksi obat
yang kemungkinan dapat terjadi juga tidak dapat diabaikan demi kepentingan
keselamatan pasien. Dari data-data diatas, telah tergambarkan bahwa RSUP Dr.
Sardjito merupakan rumah sakit yang besar, dengan jumlah prescriber yang banyak,
sehingga resep yang ada di rumah sakit ini dapat bervariasi, sehingga perlu dilakukan
penelitian ini, dengan mengambil RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebagai tempat
penelitian.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa prevalensi dari peresepan racikan di RSUP Dr. Sardjito?
2. Bagaimana gambaran pola peresepan racikan tersebut?
3. Seperti apa interaksi farmakokinetik yang terjadi dalam peresepan racikan
tersebut?
4. Bagaimana harapan dari apoteker terkait dengan resep racikan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang telah dipublikasikan dan berkaitan kaitan dengan penelitian
ini, antara lain:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Wiedyaningsih dan Oetari (2004), dengan
judul “Tinjauan terhadap bentuk sediaan obat: kajian resep-resep di apotek
kotamadya Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk
sediaan padat (serbuk/serbuk dalam kapsul) mendominasi resep racikan
(71%), dengan penggerusan sediaan tablet.
b. Penelitian oleh Cahyono (2007) mengenai “Evaluasi komposisi, indikasi,
dosis, dan Interaksi obat resep racikan untuk pasien pediatrik rumah sakit
Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007”.
c. Penelitian dengan judul “Characterizing specialized compounding in
community pharmacies” oleh Giam, B dkk (2012). Hasil dari penelitian ini
adalah apoteker pengadaan peracikan melaporkan bahwa dibandingkan
dengan praktek rutin mereka sebelumnya, mereka menggunakan
komposisi yang besar dan bentuk sediaan untuk kondisi klinik yang lebih,
penggunaan peralatan dan proses yang berbeda, dan telah meningkatkan
fasilitas untuk penanganan produk racikan.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Qingnan (2004) di Rumah Sakit Pusat
Shantou, dengan judul “Investigation and Analysis of Drug Interactions in
Prescriptions of the Outpatient periode Juni 2004”. Dari 2.263 resep, 197
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
resep ditemukan memiliki potensi terjadinya interaksi obat dengan rasio
8,70% dari total resep yang diinvestigasi.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
prevalensi, dan interaksi farmakokinetik peresepan racikan pada pasien
rawat jalan di RSUP Dr. Sardjito pada periode Desember 2013.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti dan
masyarakat kesehatan serta instansi yang terkait mengenai prevalensi
peresepan racikan dan interaksi obat yang terjadi dalam peresepan racikan.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi peresepan racikan,
dan mengevaluasi interaksi farmakokinetik yang terjadi dalam peresepan
racikan si RSUP Dr. Sardjito, serta mengetahui harapan kedepannya dari
apoteker terkait dengan peresepan racikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Tujuan khusus
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan diatas, adapun tujuan
khusus dari penelitian ini adalah:
1. Menghitung prevalensi dari peresepan racikan di RSUP Dr. Sardjito.
2. Menggambarkan pola peresepan racikan yang terjadi.
3. Mengidentifikasi interaksi obat terkait interaksi farmakokinetik yang
terjadi dalam resep racikan yang diperoleh dari RSUP Dr. Sardjito.
4. Menggambarkan harapan dari apoteker terkait dengan peresepan
racikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Bab II
Penelaahan Pustaka
A. Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter
hewan, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (KepMenKes RI, 2004).
Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca
dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter
penulis resep (Anief, 2000).
1. Resep racikan
Resep yang memerlukan apoteker untuk mencampur berbagai bahan
menjadi suatu bentuk sediaan obat disebut resep racikan. Resep racikan
mengandung nama dan kuantitas tiap bahan yang diperlukan. Nama bahan pada
umumnya ditulis dengan nama generik (Siregar dan Amalia, 2004). Peracikan
obat dilakukan dibawah pengawasan seorang apoteker, dimana mutu bahan baku
yang digunakan dalam peracikan sesuai dengan spesifikasi farmakope (Hutabarat,
2005).
Penulis resep memberikan petunjuk penggunaan obat bagi penderita pada
bagian resep yang disebut “signatura”, biasa disingkat “signa” atau “sig”, yang
artinya “beri tanda”. Petunjuk dokter pada resep akan ditulis pada etiket oleh
apoteker di wadah obat yang akan diserahkan. Keuntungan adanya nama dan
kekuatan obat pada etiket obat adalah untuk mempermudah komunikasi antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
pasien dan apoteker dan/atau dokter, dan untuk identifikasi obat dengan cepat, jika
terjadi kecelakaan atau lewat dosis dengan maksud tertentu. Tanggal kadaluwarsa
juga akan dicantumkan pada etiket berdasarkan informasi yang terdapat pada
kemasan asli manufaktur (Siregar dan Amalia, 2004).
2. Prevalensi peresepan racikan
Peracikan merupakan salah satu peran tradisional inti dari apoteker,
bersama dengan pengadaan bahan, penyimpanan, dan dispensing dari persiapan
suatu obat. Industri farmasi global terus berkembang, namun peracikan oleh
apoteker masih tetap berlangsung dan dilaporkan meningkat dibeberapa negara.
Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa terdapat sekitar 1% resep racikan dari 30
juta resep setiap tahunnya. Perkiraan yang sama telah dibuat untuk resep racikan
di Australia. Dalam sebuah studi dari apotek di 4 negara di bagian Amerika
Serikat, dilaporkan bahwa obat racikan berjumlah kurang dari 1% dari resep
apotek secara keseluruhan. Dalam survey nasional apotek yang diselenggarakan
pada tahun 2002, menunjukkan bahwa terdapat penawaran resep racikan sebesar
6,4%, dimana ini merupakan praktek pelayanan khusus. Pada tahun 2004 dan
2006 dilakukan pula penelitian yang serupa, dan ditemukan bahwa sekitar 10%
dari apotek yang berada di Australia menawarkan layanan peracikan (Giam,
McLachlan, and Krass, 2012).
Penelitian sampling resep racikan di daerah kotamadya Yogyakarta pada
tahun 2001 dengan 12 apotek sample (masing-masing apotek diambil 75 resep
racikan), menunjukkan bahwa resep racikan dengan bentuk sediaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
serbuk/pulveres adalah yang paling dominan (71%), sedangkan lainnya adalah
bentuk sediaan semi padat (21,8%) ataupun cair (7,2%) (Wiedyaningsih,dan
Oetari, 2004).
B. Pola Peresepan
Peresepan obat yang dilakukan oleh dokter, harus memenuhi kriteria
peresepan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional merupakan
penggunaan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis pasien dalam jumlah dan
untuk masa yang memadai, dan dengan biaya yang terendah (Sadikin, 2011).
Menurut American Medical Association (AMA), 1994, peresepan
kombinasi obat secara umum perlu memperhatikan beberapa hal, meliputi:
1. Mengandung tidak lebih dari 3 macam obat dengan aksi farmakologis
yang berbeda dan tidak boleh mengandung lebih dari satu macam
obat dengan aksi farmakologis yang sama
2. Setiap komponen aktif terdapat dalam dosis yang efektif dan aman
serta mempunyai efek terapetik
3. Kombinasi obat dapat diberikan untuk mengobati penyakit yang
kompleks
4. Kombinasi obat dapat mempunyai nilai terapetik untuk mengatasi
gejala sesuai dengan tipe dan tingkat keparahannya
5. Interaksi obat yang merugikan antar komponen sudah
diperhitungkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1. Golongan obat
Obat dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu kegunaan
obat, cara penggunaan obat, cara kerja obat, undang-undang, sumber obat, bentuk
sediaan obat, serta proses fisiologi dan biokimia dalam tubuh. Berdasarkan cara
kerja obat dalam tubuh, penggolongan obat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Lokal: obat yang bekerja pada jaringan setempat, seperti pemakaian topikal.
2. Sistemik: obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh, seperti tablet analgetik
(Syamsuni, 2005).
2. Bentuk sediaan obat
Perkembangan ilmu biofarmasi, melihat bentuk sediaan sebagai suatu
“drug delivery system” yang menyangkut pelepasan obat berkhasiat dari
sediaannya, absorpsi dari obat yang sudah dilepaskan, distribusi obat yang sudah
diabsorpsi oleh cairan tubuh, metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat
dari tubuh. Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula
dan cara pembuatan sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran cerna
dan sebagian lagi masih belum dilepas sehingga belum sempat diabsorpsi sudah
keluar dari saluran cerna. Sesudah obat didistribusikan dalam tubuh maka
konsentrasinya akan ditentukan oleh parameter farmakokinetiknya (Sjuib, 2008).
Menurut bentuk sediaannya, obat dikelompokkan menjadi:
1. Bentuk padat, contohnya adalah serbuk (pulvis), tablet, pil, kapsul, dan
suppositoria.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2. Bentuk setengah padat, contohnya adalah salep (unguentum), krim, pasta,
cerata, gel, salep mata (occulenta).
3. Bentuk cair/larutan, contohnya adalah potio, sirup, eliksir, obat tetes,
gargarisme, clysma, epithemia, injeksi, infuse intravena, douche, dan lotio.
4. Bentuk gas, contohnya adalah inhalasi/spray/aerosol (Syamsuni, 2005).
a. Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet
cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan
merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat
dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan
baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan
permukaan tergantung pada desain cetakan. Tablet yang berbentuk kapsul
umumnya disebut kaplet. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk
lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet
tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan
selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan (Dirjen
POM RI, 1995).
b. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras
bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor yang paling besar (000),
kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Kapsul gelatin keras terdiri atas dua
bagian, bagian tutup dan bagian induk. Umumnya, ada lekuk khas pada bagian
tutup dan induk, untuk memberikan penutupan yang baik bila bagian induk dan
tutup cangkangnya dilekatkan sepenuhnya, yang mencegah terbukanya cangkang
kapsul yang diisi, selama transportasi dan penanganan. Kapsul cangkang keras
yang terbuat dari pati terdiri atas bagian tutup dan induk. Karena kedua bagian
tersebut tidak melekat dengan baik, maka bagian-bagian tersebut dilekatkan
menjadi satu pada saat pengisian, untuk menghindari pemisahan (Dirjen POM RI,
1995).
c. Pulvis (serbuk)
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau pemakaian luar. Serbuk lebih
mudah terdispersi dan lebih larut dan lebih larut daripada bentuk sediaan yang
dipadatkan, karena serbuk mempunyai luas permukaan yang luas. Anak-anak atau
orang dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih mudah menggunakan
obat dalam bentuk serbuk. Obat yang terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet
atau kapsul dalam ukuran yang lazim, dapat dibuat dalam bentuk serbuk. Obat
yang tidak stabil dalam suspensi atau larutan air dapat dibuat dalam bentuk serbuk
(Dirjen POM RI, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Serbuk oral dapat dapat diserahkan dalam bentuk terbagi (pulveres) atau
tidak terbagi (pulvis). Pada umumnya pulveres dibungkus dengan kertas
perkamen. Walaupun begitu apoteker dapat melindungi serbuk dari pengaruh
lingkungan dengan melapisi tiap bungkus dengan kertas selofan atau sampul
polietilena. Pulvis hanya terbatas pada obat yang relatif tidak poten, seperti laksan
antasida, makanan diet dan beberapa analgesik tertentu dan pasien dapat menakar
secara aman dengan sendok teh atau penakar lain. Serbuk tidak terbagi lainnya
antara lain, serbuk gigi, serbuk tabur. Serbuk tidak terbagi sebaiknya disimpan
dalam wadah gelas, bermulut lebar, tertutup rapat, untuk melindungi pengaruh
atmosfer dan mencegah penguapan senyawa yang mudah menguap. (Dirjen POM
RI, 1995).
d. Salep
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok:
1). Dasar salep senyawa hidrokarbon. Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep
berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Salep ini dimaksudkan
untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai
pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai
emolien, dan sukar dicuci, tidak mengering serta tidak berubah warna dalam
waktu yang lama (Dirjen POM RI, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2). Dasar salep serap. Dasar salep ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok kelompok
pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk
emulsi air dalam minyak (paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan
kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur
dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini juga
bermanfaat sebagai emolien (Dirjen POM RI, 1995).
3). Dasar salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini dinyatakan juga
sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit atau dilap
basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Keuntungan lain
dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap
cairan yang terjadi pada kelainan dermatologic (Dirjen POM RI, 1995).
4). Dasar salep larut air. Dasar salep ini juga sering disebut dengan dasar salep
tak berlemak, dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini tidak
mengandung bahan tak larut dalam air seperti paraffin, lanolin anhidrat atau
malam (Dirjen POM RI, 1995).
Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut. Pemilihan dasar
salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan
obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi
(Dirjen POM RI, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
e. Solutiones (larutan)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau
campuran pelarut yang saling bercampur. Penggunaan larutan sebagai bentuk
sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki
ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur. Bentuk sediaan larutan
digolongkan menurut cara pemberiaannya, misalnya larutan oral, larutan topikal,
atau penggolongan yang didasarkan pada sistem pelarut dan zat terlarut seperti
spirit, tingtur, dan larutan air. Larutan oral merupakan sediaan cair yang dibuat
untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan
pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven
air (Dirjen POM RI, 1995).
3. Rute pemberian
Obat dapat diberikan melalui jalur parenteral, enteral, inhalasi,
transdermal atau intranasal untuk absorpsi sistemik. Setiap rute pemberian obat
memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Tabel I. Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Rute Pemberian ObatRute Kelebihan Kekurangan
Rute parenteralIntravenous bolus (IV) Obat yang diberikan untuk
menimbulkan efek yangcepat
Kesempatan untuk reaksiyang merugikanmeningkat.
Intramuscularinjection (IM)
Mudah untuk menyuntikkancairan dengan volume yangbesar
Obat yang dapatmengiritasi mungkinsangat menyakitkan
Subcutaneousinjection (SC)
Umumnya digunakan untukinjeksi insulin
Tingkat absorpsi obattergantung pada alirandarah dan volume injeksi
Rute enteralOral (PO) Rute teraman dan termudah
dalam pemberian obat.Beberapa obat mungkinmempunyai absorpsi yangtidak menentu, tidakstabil dalam saluranpencernaan, ataudimetabolisme dihatisebelum absorpsisistemik.
Buccal atau sublingual(SL)
Tidak mengalami “first-pasteffect”
Kemungkinan obat dapattertelan
Rektal Berguna ketika pasien tidakdapat menelan obat.Digunakan untuk efek localdan sistemik.
kesehatan. Use alternative berarti bahwa interaksi tersebut bersifat serius,
sehingga memerlukan pemantauan berkala dari tim kesehatan atau obat alternatif.
Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat dibagi menjadi dua, yaitu
1. Induksi enzim
Beberapa obat dan polutan dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim
yang memetabolisme obat. Mekanisme yang terlibat tidak jelas, tetapi zat-zat
kimia yang mempengaruhi sekuens DNA spesifik “membangkitkan” produksi dari
enzim yang sesuai, biasanya adalah suatu subtipe sitokrom P-450 (Neal, 2006).
Dalam penelitian ini misalnya adalah parasetamol + diazepam, dimana diazepam
menurunkan tingkat parasetamol dengan meningkatkan metabolisme, peningkatan
metabolisme ini meningkatkan tingkat metabolik hepatotoksik. McLachlan, Bath,
Naganathan et al. (2011) menyatakan bahwa parasetamol dimetabolisme di hati
menjadi sulfat dan glukoronida konjugat, sebagian kecil diubah menjadi metabolit
NAPQI yang sifatnya sangat reaktif dan beracun. Dalam kondisi normal NAPQI
didetoksifikasi melalui konjugasi dengan glutathione dan kemudian diekskresi
melalui ginjal. Namun, jika tingkat produksi NAPQI melebihi tingkat glutathione
konjugasi, maka dapat terjadi nekrosis hati centrilobular.
2. Inhibisi enzim
Inhibisi (penghambatan) enzim bisa menyebabkan interaksi obat yang
tidak diharapkan. Interaksi ini cenderung terjadi lebih cepat daripada yang
melibatkan induksi enzim karena interaksi ini terjadi segera setelah obat yang
dihambat mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk berkompetisi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
obat yang dipengaruhi. Obat bisa menghambat berbagai bentuk sitokrom P-450
sehingga hanya mempengaruhi metabolisme obat yang dimetabolisme oleh
isoenzim tertentu (Neal, 2006).
D. Harapan Apoteker dan Asisten Apoteker
Resep racikan memerlukan apoteker untuk mencampur berbagai bahan
menjadi suatu bentuk sedian obat (Siregar dan Amalia, 2004). Peracikan obat
dilakukan dibawah pegawasan seorang apoteker, dimana mutu bahan baku yang
digunakan dalam peracikan sesuai dengan spesifikasi farmakope (Hutabarat,
2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Cahyono (2007), instalasi farmasi
memproduksi racikan atas dasar permintaan dari dokter dan tidak tersediannya
obat dipasaran dengan komposisi yang mendukung. Ketidakstabilan dari racikan
yang dihasilkan hendaknya diperhatikan oleh farmasis. Jika terjadi ketidakstabilan
hendaknya dilakukan komunikasi dengan dokter untuk dilakukan penggantian
obat ataupun pemisahan racikan.
Hasil wawancara dengan beberapa Apoteker dan Asisten Apoteker di
RSUP Dr. Sardjito mengenai kelebihan dan kekurangan dari peresepan racikan,
kelebihan dari peresepan racikan adalah
1. Lebih praktis karena obat dapat dikombinasikan dengan satu atau beberapa
obat lain dan dijadikan dalam satu sediaan, sehingga tidak perlu meminum
banyak obat sekaligus.
2. Dosis obat dapat disesuaikan dengan pasien tertentu, misalnya pasien anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
3. Bentuk sediaan dapat diubah, misal pada pasien yang tidak dapat
meminum tablet, obat diubah bentuk sediaannya menjadi kapsul atau
pulveres.
Kekurangan dari peresepan racikan adalah
1. Stabilitas dari obat dapat berkurang karena bentuk sediaan yang diubah,
sehingga obat menjadi cepat rusak.
2. Kemungkinan terjadinya interaksi obat
3. Waktu tunggu pasien menjadi lebih lama, karena obat harus mengalami
proses peracikan terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 3 Apoteker dan 4 Asisten
Apoteker, didapatkan harapan untuk peresepan racikan kedepannya, yaitu
1. Resep racikan seharusnya memperhatikan segi interaksi obat dan stabilitas
dari obat, jika tidak terlalu bermanfaat sebaiknya dihindari.
2. Resep harus disertai dengan keterangan umur, berat badan, serta diagnosa
yang lengkap.
3. Penulisan dosis pada resep agar ditulis dengan jelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Prevalensi peresepan racikan di instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito periode
Desember 2013 adalah sekitar 1,57%.
2. Pola peresepan yang paling sering di resepkan pada peresepan racikan di instalasi
rawat jalan RSUP Dr. Sardjito periode Desember 2013 adalah paracetamol +
diazepam, yaitu dengan jumlah 100 peresepan dalam periode 1 bulan, dengan
bentuk sediaan kapsul, dan rute pemberian melalui per oral.
3. Interaksi farmakokinetik yang paling banyak terdapat di instalasi rawat jalan
RSUP Dr. Sardjito periode Desember 2013 adalah paracetamol + diazepam
(62,11%). Mekanisme terjadinya interaksi ini yaitu diazepam akan menurunkan
tingkat paracetamol dengan meningkatkan metabolisme, sehingga akan
menimbulkan efek peningkatan metabolisme yang akan meningkatkan tingkat
metabolit hepatotoksik.
4. Harapan apoteker dan asisten apoteker di instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito
mengenai peresepan racikan kedepannya adalah resep racikan seharusnya
memperhatikan segi interaksi obat dan stabilitas dari obat, jika tidak terlalu
bermanfaat sebaiknya dihindari; resep racikan harus disertai dengan keterangan
umur, berat badan, serta diagnosa yang lengkap; penulisan dosis pada resep agar
ditulis dengan jelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan:
1. Untuk RSUP Dr. Sardjito diperlukan evaluasi rutin tentang interaksi obat antar
obat racikan yang telah diresepkan. Diperlukan juga pemecahan masalah untuk
setiap permasalahan yang ditemukan dari evaluasi yang dilakukan guna
meningkatkan kualitas pelayanan bagi pasien, misalnya seperti ketika resep obat
datang, pihak farmasi dapat mengecek interaksi obat yang terjadi didalamnya
melalui media online (drug interaction checker), jika terdapat obat yang
memiliki interaksi obat maka sebaiknya melakukan konfirmasi ulang kepada
pihak dokter yang memberikan resep tersebut.
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan di rumah sakit lainnya sebagai
perbandingan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
DAFTAR PUSTAKA
Anief, 2000, Ilmu Meracik Obat: teori dan Praktik, Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta, pp. 10.
Anonim a, 2009, Sejarah RSUP Dr. Sardjito,http://sardjitohospital.co.id/index.php?action=generic_content.main&id_gc=2,diakses tanggal 28 November 2013.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2008, Informatorium Obat NasionalIndonesia, Badan POM, Jakarta, pp. 13-14.
Brunton, L.L., Parker, K.L., Blumenthal, D.K., et al., 2008, Goodman andGilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics, EGC, Jakarta, pp. 2-7.
Cahyono, S.Y., 2008, Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis, dan Interaksi ObatResep Racikan untuk Pasien Pediatri Rumah Sakit Bethesda YogyakartaPeriode Juli 2007, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, FarmakopeIndonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp.1-4, 14-15, 18.
FDA, 2012, FDA Consumer Health Information: The Special Risks of PharmacyCompounding, FDA Consumer Health Information December 2012, 1-2.
Giam,J.A., McLachlan,A.J., Krass,I., 2012, Characterizing specializedcompounding in community pharmacies, Research in Sosial andAdministrative Pharmacy 8, 240-252.
Gitawati, R., 2008, Interaksi obat dan Beberapa Implikasinya, Media LitbangKesehatan, Volume XVIII Nomor 4 Tahun 2008.
Glassgold, J., M., 2013, Compounded Drugs, Congressional Research Service,CRS Report for Congress.
Harianto, Kurnia,R., dan Siregar,S., 2006, Hubungan Antara Kualifikasi Dokterdengan Kerasionalan Penulisan Resep Obat Oral Kardiovaskuler PasienDewasa Ditinjau dari Sudut Interaksi Obat (StudiKasus di Apotek “x” JakartaTimur), Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.2, Agustus, 66-77.
Hayes and Kee, 1996, Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan, EGC,Jakarta, pp. 140-141.
Hutabarat, 2005, Pemastian Mutu Obat: Kompendium Pedoman dan Bahan-Bahan Terkait, EGC, Jakarta, pp. 197.
Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 8, Penerbit SalembaEmpat, Jakarta, pp. 637.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004, Standar PelayananKefarmasian di Apotek, Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.
Li Qingan, 2005, Investigation and Analysis of Drug Interactions in Prescriptionsof The Outpatient, CNKI, http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-YYPF200501019.htm, diakses pada tanggal 20 September 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
McLachlan, A., Bath, S., Naganathan, V., et al., 2011, Clinical Pharmacology ofAnalgesic Medicines in Older People: Impact of Frailty and CognitiveImpairment, NCBI, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3045544/,diakses 13 Agustus 2014.
Medscape, 2014, Drug Interaction Checker, Medscape,http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, diakses pada tanggal27 April 2014.
Nahata,M.C., danAllen,L.V, 2008, Extemporaneous Drug Formulations, ClinicalTherapeutics, Volume 30, Number 11.
National Prescribing Center (NPC), 2012, Patient Safety Responsibilities ofControlled Drugs Accountable Officers, AO News-Issue, 8 March 2012, 3.
Neal, M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Erlangga,Jakarta, pp. 15.
Notoatmodjo, S., 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta,Jakarta, pp. 35.
Sadikin, Z.D., 2011, Penggunaan Obat yang Rasional, J. Indon Med Assoc,volume 61, nomor 4.
Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A.B.C., 2005, Applied Biopharmaceutics andPharmacokinetics, Fifth Edition, McGraw Hill, Singapore, pp. 371-372.
Sjuib, F., 2008, Farmakokinetika dan Biofarmasi Sebagai Jembatan Antara Dokterdan Apoteker, Makalah Prof. Dr. Fauzi Sjuib, 44-45.
Siregar, C.J.P., dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit: Teori danpenerapan, EGC, Jakarta, pp. 196-199.
Syamsudin, 2011, Interaksi Obat: Konsep Dasar dan Klinis, UI-Press, Jakarta, pp.15-18.
Syamsuni, 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, EGC, Jakarta, pp.33, 48.
Tatro D.S., 2001, Drug Interaction Facts, Facts & Comparison, Wolters Kluwer,USA, pp. xii-xiv.
Thorn, C.F., Leckband, S.G., Kelsoe, J., Leeder, S., and Muller, D.J., 2011,Cabamazepine Pathway Pharmacokinetics, PharmGKB,https://www.pharmgkb.org/pathway/PA165817070, diakses tanggal 18Agustus 2014.
Wiedyaningsih, C., dan Oetari, 2004, Tinjauan Terhadap Bentuk Sediaan Obat:Kajian Resep-resep di Apotek Kotamadya Yogyakarta, Majalah FarmasiIndonesia, 14 (4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Lampiran 2. Ethical Clearence dari Komisi Etik Universitas Gadjah Mada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari
RSUP Dr. Sardjito Yogyakart
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Lampiran 4. Peresepan Obat Racikan dan Interaksi Farmakokinetika di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. SardjitoNo Komposisi Resep Interaksi antar obat Mekanisme
1. R/ Paracetamol 600 mgDiazepam 1,3 mgmfla da in caps XXXS 2 dd 1
R/ Ranitidin xxxS 2 dd 1
R/ Canderin 16 gram xxxS 2 dd 1 (prn)
Paracetamol-Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
2. R/ Paracetamol 400 mgDiazepam 1 mgmfla da in caps dtd No. XVS 2 dd 1 (prn)
R/ Unalium 5 gram No. XVS 2 dd 1 (prn)
R/ Fornestan No. XS 2 dd 1
Paracetamol-Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
3. R/ Diazepam 1 mgEfedrin HCl 25 mgmfla da in caps No. XLVS 3 dd 1
Diazepam-Efedrin HCl Tidak ada
4. R/ Paracetamol 300 mgTramadol 30 mgAmitritylin 6,25 mgmfla da in caps No. LXS 2 dd 1
R/ Nepatic 300 gram No. XS 2 dd 1
R/ Mecobalamin 500 gram No. LXS 2 dd 1
Paracetamol-Tramadol Tidak ada
Paracetamol-Amitriptylin Tidak ada
Tramadol-Amitriptylin 1. Tramadol dan amitriptylin keduanya meningkatkantingkat serotonin. Berpotensi untuk interaksiberbahaya. Gunakan dengan hati-hati dan memantausecara ketat.
2. Tramadol dan amitriptylin keduannya meningkatkansedasi. Berpotensi untuk interaksi.
Diazepam 1,2 mgmfla pulv da in caps No.XXXS 2 dd 1
R/ Asam folat LXS 2 dd 1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
45. R/ Paracetamol 1/2 tabTramadol 1/2 tabmfla pulv da in caps No. XXS 3 dd 1
Paracetamol - Tramadol Tidak ada
46. R/ Teofilin 75 mgMethyprednisolon 2 mgSalbutamol 2 mgMfla da in capsS 3 dd 1
Teofilin – Methylprednisolon Methylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efekteofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat
Teofilin – Salbutamol Tidak adaMethylprednisolon – Salbutamol Tidak ada
47. R/ Paracetamol 450 mgDiazepam 1 mgmfla pulv da in caps No.XXVS 2 dd 1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Paracetamol 400 mgMfla da in caps No. XXS 3 dd 1 pc
R/ Mecobalamin 500 mg No. XLS 3 dd 1
Tramadol – Paracetamol Tidak ada
50. R/ Paracetamol 325 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.XVS 2 dd 1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
51. R/ Teofilin 60 mgSalbutamol 0,6 mgMetilprednisolon 11/2 tabMfla da in caps dtd No. XVS 3 dd 1 pc
R/ Flumucyl XVS 3 dd 1 pc
Teofilin – Salbutamol Tidak ada
Teofilin – Metilprednisolon Methylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efekteofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan, dipantausecara ketat
Salbutamol – Metilprednisolon Tidak adaTeofilin - Flumucyl Tidak adaSalbutamol - Flumucyl Tidak adaMetilprednisolon - Flumucyl Tidak ada
52. R/ Paracetamol 450 mgDiazepam 1 mgmfla pulv da in caps No.XVS 2 dd 1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Metilprednisolon 16 mg 5mfla pulvda in caps dtd No. XXS 3 dd cap 1
Teofilin – Metilprednisolon Methylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efekteofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat
67. R/ Paracetamol 300 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No. VIS 0-0-1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
68. R/ Paracetamol 325 mgDiazepam 1 mgCTM 1/4 tabmfla pulv da in caps dtd No.VIS 0-0-1
R/ Lansoprazole VIS 0-0-1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Paracetamol – CTM Tidak adaDiazepam – CTM Chlorpheniramine dan diazepam baik peningkatan sedasi.
Potensi untuk interaksi, memantau
69. R/ Paracetamol 500 mgTramadol 15 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1
Paracetamol – Tramadol Tidak adaParacetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol dengan
meningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Tramadol – Diazepam Diazepam dan tramadol baik peningkatan sedasi70. R/ Paracetamol 400 mg
Diazepam 1 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1
Tramadol 1/2 tabmfla pulv da in caps dtd No.XVS 2 dd 1
R/ Meloxicam 75 mg XVS 2 dd 1
Paracetamol – Tramadol Tidak ada
80. R/ Paracetamol 600 mgDiazepam 1 mgAmytriptilin 5 mgmfla pulv da in caps No.LXS 2 dd 1
R/Captropil 25 gram LXS 2 dd 1
R/ Ranitidin LXS 2 dd 1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Paracetamol – Amytriptilin Tidak ada
Diazepam – Amytriptilin Diazepam dan amitriptyline baik peningkatan sedasi.Potensi untuk interaksi, memantau
81. R/ Metilprednisolon mg 6Salbutamol mg 75Teofilin mg 70mfla pulv da in caps No. VS 1 dd 1
Metilprednisolon – Salbutamol Tidak adaMetilprednisolon – Teofilin Methylprednisolone + teofilin
Methylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efekteofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat.
Diazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.XS 1 dd 1 prn.
R/ Clopidogrel 75 No. XXXS 1 dd 1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
86. R/ Paracetamol 600 mgTramadol 10 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1
Paracetamol – Tramadol Tidak adaParacetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol dengan
meningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Tramadol – Diazepam Diazepam + tramadolDiazepam dan tramadol baik peningkatan sedasi. Potensiuntuk interaksi, memantau.
87. R/ Paracetamol 325 mgDiazepam 2 mgMetilprednisolon 4 mgmfla pulv da in caps dtd No.XIVS 1 – 0 – 1
R/ Ranitidin XIVS 1 – 0 – 1
R/ Meloxicam 7,5 mgS 1 – 0 – 1
Paracetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Paracetamol – Metilprednisolon Tidak ada
Diazepam – Metilpredisolon Methylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efekdiazepam dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat.
88. R/ Paracetamol 500 mgTramadol 40 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 3 dd 1
Paracetamol - Tramadol Tidak adaParacetamol – Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol dengan
meningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Tramadol – Diazepam Diazepam dan tramadol baik peningkatan sedasi. Potensiuntuk interaksi, memantau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
No Komposisi Resep Interaksi antar obat Mekanisme89. R/ Asam Salisilat 3%
Inerson oint.. 12 gramOl. Cocos ad. 30 mlmfla da in lag IS 2 dd ve
Asam salisilat – inerson ointment Tidak adaAsam salisilat – Oleum cocos Tidak adaInerson ointment – Oleum cocos Tidak ada
90. R/ Paracetamol 600 mgTramadol 10 mgKlobazam 7,5 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1
R/ Nepatic 100 gram No. XXXS 2 dd 1
R/ Flunarizin 5 gram No. XXS 2 dd 1
Paracetamol – Tramadol Tidak ada
Paracetamol – Klobazam Tidak ada
Tramadol – Klobazam Klobazam + tramadolklobazam akan meningkatkan tingkat atau efek tramadoldengan mempengaruhi enzim hati CYP2D6 metabolisme.Interaksi yang signifikan mungkin, memantau secaraketat. Dosis yang lebih rendah dari obat yangdimetabolisme oleh CYP2D6 mungkin diperlukan biladigunakan secara bersamaan.
Tramadol + klobazamPotensi untuk interaksi, memantau. Komentar:administrasi bersamaan dapat meningkatkan potensi efekCNS (misalnya, peningkatan sedasi atau depresipernafasan).
91. R/ Paracetamol 325 mgTramadol 37,5 mgmfla pulv da in caps dtd No.XS 2 dd 1
Tramadol 37,5 mgAmitryptilin 12,5 mgmfla pulv da in caps No.LXS 2 dd 1
R/ Meloxicam 500 mg No.LXS 2 dd 1
Paracetamol + Tramadol Tidak adaParacetamol + Amitriptylin Tidak ada
Tramadol + Amitriptylin Amitriptyline dan tramadol kedua tingkat serotoninmeningkat. Potensi untuk interaksi berbahaya. Gunakandengan hati-hati dan memantau secara ketat.
Tramadol dan amitriptyline baik peningkatan sedasi.Potensi untuk interaksi, memantau.
97. R/ Teofilin 75 mgSalbutamol 1 mgAmbroxol 15 mgmfla pulv da in caps dtd No. XXXS 3 dd 1 bila batuk/sesak
Teofilin + Salbutamol Tidak adaTeofilin + Amboxol Tidak adaSalbutamol + Ambroxol Tidak ada
98. R/ Paracetamol 650 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.XVS 3 dd 1 prn.
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
99. R/ Paracetamol 500 mgTramadol 37,5 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.LXS 2 dd 1 prn.
Paracetamol + Tramadol Tidak adaParacetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol dengan
meningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Tramadol + Diazepam Diazepam + tramadolDiazepam dan tramadol baik peningkatan sedasi. Potensiuntuk interaksi, memantau
Metilprednisolon tab 4Codein tab 3mfla pulv da in caps dtd No. XXXS 2 dd 1
Teofilin + Metilprednisolon Methylprednisolone + teofilinMethylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efekteofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat.
Teofilin + Codein Tidak ada
Metilprednisolon + Codein Tidak ada114. R/ Paracetamol 650 mg
Diazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.LXS 2 dd 1 cap
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
115. R/ Alprazolam 0,125 mgClobazam 3 mgmfla pulv da in caps dtd No. XXS 1 – 1 – 0
Alprazolam + Clobazam Alprazolam + clobazamAlprazolam, clobazam. Lain (lihat komentar). Potensiuntuk interaksi, memantau. Komentar: administrasibersamaan dapat meningkatkan potensi efek CNS(misalnya, peningkatan sedasi atau depresi pernafasan).
116. R/ Paracetamol 600 mgDiazepam 1 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
117. R/ Paracetamol 450 mgDiazepam 1 mgFrisium 5 mgmfla pulv da in caps dtd No.XIVS 2 dd 1
R/ Natrium Diclofenac 50 XIVS 2 dd 1 pc
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Paracetamol + Frisium Tidak ada
Diazepam + Frisium Diazepam, clobazam. Lain (lihat komentar). Potensiuntuk interaksi, memantau. Komentar: administrasibersamaan dapat meningkatkan potensi efek CNS(misalnya, peningkatan sedasi atau depresi pernafasan)
Teofilin + Metilprednisolon Methylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efekteofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat.
Salbutamol + Metilprednisolon Tidak ada121. R/ Paracetamol 450 mg
Diazepam 1 mgmfla pulv da in caps No.XXXS 2 dd 2
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
122. R/ Teofilin 60 mgSalbutamol 1 mgAmbroxol 150 mgmfla pulv da in caps dtd No. XXXS 3 dd 1
Teofilin + Salbutamol Tidak adaTeofilin + Ambroxol Tidak adaSalbutamol + Ambroxol Tidak ada
MetilprednisolonMfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1
Teofilin + Metilprednisolon Methylprednisolone + teofilinmethylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efekteofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat.
124. R/ Paracetamol 400 mgCodein 5 mgmfla pulv da in caps No.XVS 2 dd 1
R/ Mecobalamin tab XXS 2 dd 1
Paracetamol + Codein Tidak ada
125. R/ Paracetamol 450 mgDiazepam 1 mgAmitriptylin 7,5 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1
R/ Bamgetol 200 gram LXS 2 dd 1
R/ Nepatic 300 gram LXS 2 dd 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Paracetamol + Amitriptilin Tidak ada
Diazepam + Amitriptylin Diazepam dan amitriptyline baik peningkatan sedasi.Potensi untuk interaksi, memantau.
126. R/ Paracetamol 300 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps No.XXS 2 dd 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
134. R/ Paracetamol 350 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1
R/ Lapibal 500 gram No. XXXS 2 dd 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
135. R/ Teofilin 75 mgGG 50 mgSalbutamol 2 mgmfla pulv da in caps No. XCS 3 dd caps 1
Teofilin + GG Tidak adaTeofilin + Salbutamol Tidak adaGG + Salbutamol Tidak ada
136. R/ Paracetamol 600 mgDiazepam 1,2 mgmfla pulv da in caps No.XXXS 2 dd 1
R/ Ranitidin XXXS 2 dd 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
137. R/ Teofilin 60 mgSalbutamol 0,6 mgMetilprednisolon 11/2 tabmfla pulv da in caps dtd No. XXS 3 dd 1 pc
Teofilin + Salbutamol Tidak adaTeofilin + Metilprednisolon Methylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efek
teofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat.
Salbutamol + Metilprednisolon Tidak ada138. R/ Teofilin 65 mg
Salbutamol 2 mgCTM 1/2 tab
Teofilin + Salbutamol Tidak adaTeofilin + CTM Tidak adaTeofilin + Metilprednisolon Methylprednisolone akan menurunkan tingkat atau efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
No Komposisi Resep Interaksi antar obat MekanismeMetilprednisolon 2 mgMfla pulv da in caps No. XXXS 3 dd 1 caps
teofilin dengan mempengaruhi hati / usus metabolismeenzim CYP3A4. Interaksi yang signifikan mungkin,memantau secara ketat.
Salbutamol + CTM Chlorpheniramine meningkatkan dan albuterolmenurunkan sedasi. Pengaruh interaksi tidak jelas,gunakan hati-hati. Potensi untuk interaksi, memantau.
Salbutamol + Metilprednisolon Tidak adaCTM + Metilprednisolon Tidak ada
139. R/ Paracetamol 800 mgDiazepam 1,2 mgmfla pulv da in caps No.XXXS 2 dd 1
R/ Lansoprazol XXXS 2 dd 1
R/ Canderin 8 gram XXXS 2 dd 1
R/ Simvastatin XXXS 2 dd 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
140. R/ Paracetamol 325 mgDiazepam 1,2 mgmfla pulv da in caps dtd No.LXS 1 – 0 – 1
R/ Ranitidin LXS 1 – 0 – 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
141. R/ Paracetamol 450 mgDiazepam 1 mgAmitriptylin 5 mgmfla pulv da in caps No.XXXS 2 dd 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
Paracetamol + Amitriptylin Tidak adaDiazepam + Amitripylin Diazepam + amitriptyline
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
No Komposisi Resep Interaksi antar obat Mekanismediazepam dan amitriptyline baik peningkatan sedasi.Potensi untuk interaksi, memantau.
142. R/ Paracetamol 300 mgDiazepam 2 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXXS 2 dd 1 pc
R/ Meloxicam 15 mg tab XVS 2 dd 1
R/ Methylcobal 500 mg XXXS 2 dd 1
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismemeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
143. R/ Paracetamol 500 mgCodein 5 mgmfla pulv da in caps No.XVS 2 dd 1
Paracetamol + Codein Tidak ada
144. R/ Miconazole cr 10 gramHidrokortison cr 10 gramMfla da in lacS 2 dd ne
Miconazole + Hidrokortison Tidak ada
145. R/ Paracetamol 400 mgDiazepam 1,5 mgmfla pulv da in caps dtd No.XXS 2 dd 1 caps
Paracetamol + Diazepam Diazepam menurunkan tingkat paracetamol denganmeningkatkan metabolisme. Peningkatan metabolismmeningkatkan tingkat metabolit hepatotoksik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul “Prevalensi dan Evaluasi InteraksiFarmakokinetik Peresepan Racikan pada Pasien RawatJalan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Desember2013” memiliki nama lengkap Lenny Aftalina Letlora,lahir di Palangkaraya 27 Juni 1992, yang merupakan anakkedua dari tiga bersaudara, dari pasangan BernadusLetlora, S.H., dan Rayan Murtiaty. Awal pendidikannyaditempuh di TK Palangka I Kota Palangkaraya (1997-1998). Kemudian penulis menempuh pendidikannya di SDKatolik Santo Don Bosco Palangkaraya (1998-2004), SMPKatolik Santo Paulus Palangkaraya (2004-2007), dan SMANegeri 2 Palangkaraya (2007-2010). Setelah lulus daripendidikan tingkat SMA, penulis melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi yaitu di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta(2010-2014). Penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan di dalam fakultas, antaralain panitia donor darah sejuta jiwa (2010), Peserta Pengabdian Masyarakat dalamkegiatan penyuluhan (2011), Peserta Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan(2012), volunteer kampanye informasi obat (2012). Kegiatan di luar kampus yangdiikuti oleh penulis adalah sebagai relawan tenaga kefarmasian di PersekutuanMahasiswa Kristen Antar Universitas Yogyakarta (Perkantas), dan aktivis di GKIGejayan Yogyakarta.