Page 1
1
PL I
PENGUJIAN KOMPOSISI PASIR CETAK
1.1 Pengujian Kadar Air Pasir Cetak
Pada pengujian kadar air pasir cetak yang perlu diketahui terlebih dahulu
adalah tujuan pengujian dan pengetahuan / dasar teori yang mendalam mengenai
kadar air pasir cetak pada pengecoran logam. Setelah mengetahui tujuan dan
dasar teori pengujian kadar air pasir cetak, maka praktikan melaksanakan
pengujian untuk mendapatkan data praktikum untuk selanjutnya disajikan dalam
bentuk grafik dan dibahas. Pada bagian terakhir didapatkan kesimpulan dari
pengujian dan saran untuk praktikum selanjutnya.
1.1.1 Tujuan Pengujian
1. Praktikan mengetahui dan memahami prosentase kadar air pada pengujian
komposisi pasir cetak
2. Praktikan mengetahui laju penguapan air pada pasir cetak
3. Praktikan mengetahui penguapan rata – rata air pada pasir cetak
1.1.2 Dasar Teori
Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui
sebelum melakukan pengujian kadar air pasir cetak diantaranya adalah definisi
dan fungsi kadar air, macam-macam air, pengaruh kadar air terhadap pengujian
karakteristik pasir cetak dan faktor-faktor yang mempengaruhi selama
pengujian berlangsung.
1.1.2.1 Definisi dan Fungsi Kadar air
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung didalam pasir cetak
yang dinyatakan dalam presentase (%). Dari referensi yang ada, standar kadar
air yaitu 1,5% - 8% (Richard W.H ; 67). Kadar air yang diperlukan tergantung
dari bahan perekat yang digunakan contohnya perekat fireclay dengan
bentonite yang membutuhkan kadar air yang berbeda. Berat campuran fireclay
sekitar 12%-15% dan air 5% sampai maksimum 8% untuk kekuatan yang
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 2
2
maksimum bentonite dicampur pada pasir biasannya 3%-6% dan air 2,5%-4%
(Stephen Chaistain, 2004:145).
Rumus kadar air (%) = Berat basah−Berat kering
Berat basah x 100%
Sumber : Richard W. Heine (1987 : 88)
Berat basah ( berat awal ) = Berat campuran antara pasir, bentonit dan air
yang masih terkandung di dalam pasir
Berat kering ( berat akhir) = Berat campuran antara pasir, bentonit dan air
yang sudah dilakukan proses perlakuan panas
sehingga kadar air bebas sudah menguap.
Air berfungsi untuk mengaktifkan daya ikat bentonite sehingga dapat
untuk mengikat pasir.
1.1.2.2 Macam- macam Air
Ada dua macam air dalam pengecoran logam yakni :
1. Air terikat
Air terikat adalah air yang terikat pada lempung, sehingga dapat
mengikat antar butir pasir.
2. Air bebas
Air bebas adalah air yang terletak di permukaan pasir cetak yang
kehilangan fungsinya sebagai pengaktivasi dan akhirnya masuk ke dalam
celah-celah antara butir pasir sehingga tidak dapat mengikat antara butir
pasir.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 3
3
1.1.2.3 Pengaruh Kadar Air terhadap Pengujian Karakteristik Pasir Cetak
Gambar 1.1 Grafik Pengaruh Kadar Air terhadap Karakteristik Pasir Cetak
Sumber : Surdia dan Kenji (1987 : 112)
Pada gambar 1.1 dapat dilihat kondisi air meningkat sampai titik
maksimum, karena bentonite teraktivasi. Kemudian jika kadar air terus
meningkat maka permeabilitasnya akan cenderung menurun karena jumlah
air bebas yang mengisi rongga-rongga butir pasir semakin banyak
sehingga mengakibatkan fluida tidak dapat bergerak ke luar.
Kekuatan kering pasir cetak dalam kondisi bentonite tetap dan
kadar air yang semakin meningkat sampai permeabilitas cenderung
semakin bertambah. Kekuatan basah pasir cetak pada kadar air dan kadar
bentonite yang tetap maka permeabilitasnya akan meningkat sampai titik
maksimum setelah itu permeabilitasnya akan cenderung menurun seiring
kadar air yang semakin bertambah.
1.1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguapan Air
1. Waktu Pemanasan
Ketika waktu pemanasan semakin lama, maka kalor yang terkumpul
untuk memanaskan air semakin banyak, sehingga air yang dapat diuapkan
semakin banyak. Sebaliknya apabila waktu pemanasan hanya sebentar,
maka kalor yang terkumpul untuk menguapkan air hanya sedikit, sehingga
kadar air yang diuapkan hanya sedikit.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 4
4
2. Luas Permukaan Pasir Cetak
Semakin besar luas permukaan pasir cetak maka laju penguapan
yang terjadi semakin tinggi, hal ini dikarenakan pasir yang berkontak secara
langsung menerima kalor semakin banyak, sehingga kalor dapat
menguapkan air yang berikatan dengan pasir lebih mudah daripada ketika
luas permukaan semakin kecil, karena ketika luas permukaan pasir cetak
sedikit maka kalor yang diterima juga sedikit, sehingga penguapan lebih
sulit terjadi.
3. Ukuran Dimensi Butir Pasir Cetak
Butiran yang berukuran besar mempunyai laju penguapan yang lebih
tinggi daripada butiran yang berukuran kecil. Hal ini dikarenakan butiran
yang besar mempunyai rongga antar butir yang semakin besar sehingga
mudah terjadi penguapan. Hal ini karena butir bulat mempunyai rongga
yang lebih besar daripada butir kristal. Sehingga mempunyai sifat mampu
alir yang lebih baik dan ketika diberikan kalor, penguapan lebih cepat
terjadi pada butir pasir bulat sehingga uap air yang dihasilkan lebih banyak.
4. Tekanan Parsial
Tekanan parsial merupakan tekanan hipotetis gas pada saat gas
tersebut menempati volume campuran pada suhu yang sama. Perbedaan
tekanan parsial menyebabnya berpindahnya gas dari satu tempat ke tempat
lain. Tekanan parsial pada pasir cetak lebih tinggi daripada tekanan parsial
lingkungan sekitar sehingga menyebabkan uap air berpindah dari pasir cetak
ke lingkungan.
5. Tekanan Atmosfer
Tekanan yang berbeda ketika pengujian kadar air juga
mempengaruhi. Pada dataran tinggi dan dataran rendah terdapat perbedaan
tekanan atmosfer yang menyebabkan titik didih pada air menjadi berbeda.
Hal tersebut berdampak pada penguapan yang dihasilkan, pada dataran
tinggi air lebih cepat mendidih sehingga lebih mudah menguap, sehingga
penguapan yang dihasilkan lebih banyak.
1.1.3 Pelaksanaan Pengujian
1.1.3.1 Alat dan Bahan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 5
5
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian komposisi pasir cetak adalah :
1. Moisture Analyzer
Alat pada gambar 1.2 digunakan untuk mengukur kandungan kadar
air pasir cetak.
Spesifikasi alat :
Merk : Saitorius
Voltage : 100-120/220-290 V AC
Model : MA 30
Frekuensi : 50-60 Hz
Arus : 3,3 A / 1,6 A
Gambar 1.2 Moisture Analyzer Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Timbangan Elektrik
Alat pada gambar 1.3 digunakan untuk mengukur berat pasir cetak
sebelum dan sesudah dikeringkan.
Spesifikasi alat :
Merk : Melter
Type : PJ 3000
Frekuensi : 50-60 Hz
Voltage : 100-120 V 80 mA / 200-240 V 45 mA
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 6
6
Gambar 1.3 Timbangan ElektrikSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Cawan
Alat pada gambar 1.4 digunakan untuk tempat spesimen, dalam hal
ini spesimen adalah pasir cetak.
Spesifikasi :
Diameter : 10 cm
Luas Penampang : 78,5 cm2
Gambar 1.4 CawanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
1.1.3.2 Urutan Kerja Pengujian
Urutan kerja pengujian ini adalah :
1. Mengambil pasir cetak kemudian ditimbang seberat 25 gram sebanyak 3
buah sebagi spesimen
2. Menyalakan moisture analyzer yang ditunjukkan pada gambar 1.2 dengan
menekan tombol on/off hingga terdengar bunyi alarm
3. Masukkan cawan pertama kedalam alat penentu kelembaban kemudian
memanaskannya pada suhu 1100C selama 10 menit.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 7
7
4. Mengatur temperatur dengan menekan tombol “F1” dan tekan tombol “F1”
untuk menaikkan suhu sampai 1100C kemudian tekan enter.
5. Waktu pemanasan diatur dengan menekan tombol “F2” dan tekan tombol
“F1” untuk mengatur waktu sampai 10 menit kemudian tekan “ENTER”
6. Tekan “ENTER” menghilangkan “TAR” lalu letakkan spesimen dalam
cawan.
7. Menutup penutup moisture analyzer lalu menekan “ENTER” untuk
eksekusi.
8. Mencatat kandungan air yang terbaca pada alat pengukur tiap menitnya.
9. Setelah terdengar bunyi alarm, dilanjutkan dengan mengukur berat akhir
pasir cetak setelah dikeringkan dengan menekan tombol “CF”
10. Mengulangi langkah 3-9 untuk cawan berikutnya.
1.1.4 Pengolahan Data dan Pembahasan
1.1.4.1 Data Hasil Pengujian Kadar Air
Tabel 1.1 Data Hasil Pengujian
No.Berat Awal Spesimen
(gram)Berat Akhir Spesimen
(gram)Kadar Air
(%)
1 25 24.242 3.032
2 25 24.725 1.1
3 25 24.695 1.22
∑ 75 73.662 5.352
Kadar air (%) =Berat Awal−Berat Akhir
Berat Awal x 100 %
Kadar air (spesimen 1) = 25−24.242
25 x 100 % = 3.032 %
Kadar air (spesimen 2) = 25−24.725
25 x 100 % = 1.1 %
Kadar air (spesimen 3) = 25−24.685
25 x 100 % = 1.22 %
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 8
8
Tabel 1.2 Data Hasil Perhitungan Kadar Air
No.Berat Spesimen
(gram) Kadar Air (%)
(x-x) (x-x)2
Awal Akhir1 25 24.242 3.032 1.248 1.557
2 25 24.725 1.1 -0.684 0.468
3 25 24.695 1.22 -0.564 0.318
∑ 75 73.662 5.352 0 2.343
Kadar air rata-rata = Jumlah Kadar Air
n
= 5.352
3
= 1.784 %
Tabel 1.3 Hubungan antara Penguapan Rata-rata, Laju Penguapan dengan Waktu Pemanasan
Spesimen Waktu Pemanasan (Menit)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0.05 0.38 1.28 2.5 3.71 4.49 4.73 4.76 4.75 4.75
2 0.06 0.47 2.12 3.32 .05 4.24 4.26 4.27 4.29 4.28
3 0.19 0.75 1.75 2.78 3.43 3.51 3.59 3.6 3.6 3.6
∑ 0.3 1.6 5.15 8.6 11.19 12.3 12.58 12.63 12.64 12.63
Penguapan
Rata-Rata0.1 0.53 1.72 2.87 3.73 4.10 4.19 4.21 4.21 4.21
Laju
Penguapan0.1 0.27 0.57 0.72 0.75 0.68 0.6 0.53 0.47 0.42
Penguapan Rata-Rata = Jumlah Penguapan
n =
0,33
= 0,1 %
Laju Penguapan = Penguapan Rata−Rata
Waktu=
0,11
= 0,1
1.1.4.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian Kadar Air
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 9
9
Kadar Air Rata-rata (x)
x=∑ x
n=
5.3523
=1.784 %
Simpangan Baku (δ)
δ=√∑ (x−x )2
n−1=√ 0.343
2=1.082
Simpangan Baku Rata-Rata (δ)
δ= δ
√n=1.082
√3=0.625
Kesalahan Relatif (KR)
KR = δx=0.625
1.784 ¿0.35
Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5%
α = KR x 100%
= 0.35 x 100%
= 35%
Derajat Kebebasan
db = n-1 = 3-1 = 2
t (α/2 ; db) = t(0,5/2 ; 2) = 4,303
Range Nilai Kesalahan
x – (t(α/2 ; db)δ) ≤ x ≤ (t(α/2 ; db)δ) + x
5,483 – (t(0,05 ; 2) 0,0089447) ≤ x ≤ (t(0,05 ; 2) 0,0089447) + 5,483
-2.872 ≤ x ≤ 6.44
-2.872 6.44
Dari grafik uji T diatas terlihat bahwa daerah tolak ≤ -2.872 atau ≥ 6.44,
sedangkan daerah terimanya adalah -2.872 sampai 6.44 artinya bahwa pada daerah
tolak adalah daerah yang memiliki tingkat kesalahan, sedangkan pada daerah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 10
10
terimanya adalah daerah tingkat kebenaran, maka nilai kadar air rata-rata 1.784
diterima.
1.1.4.3 Grafik Hubungan Antara Waktu Pemanasan Terhadap Penguapan
Rata-rata
0 2 4 6 8 10 120.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50f(x) = − 0.0873989898989899 x² + 1.44361111111111 x − 1.58766666666666
Kadar air 5 %Polynomial (Kadar air 5 %)
Waktu Pemanasan (menit)
Peng
uapa
n Ra
ta-r
ata
Gambar 1.5 Grafik Hubungan antara Waktu Pemanasan terhadap Penguapan Rata- rata
Pada gambar 1.5 dapat diketahui bahwa pada menit ke-1 sampai menit
ke-10 cenderung meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama waktu
pemanasan, semakin banyak kadar air yang menguap sehingga peguapan rata-
ratanya meningkat seiring bertambahnya waktu.
Pada menit ke-1 (0,10%) sampai menit ke-2 (0.53%), peningkatan
penguapan rata-rata naik 0.4%. Kemudian secara bertahap meningkat antara 1-
1,25 % pada menit ke 3 hingga menit ke 6 pasir cetak telah terpanasi.
Peningkatan yang kecil pada menit awal karena pemanasan yang belum
menyeluruh pada pasir cetak. Sedangkan pada menit 3 sampai 6 pasir cetak
telah terpanasi secara menyeluruh sehingga penguapan rata-rata meningkat.
Namun setelah menit ke 7 sampai 10, penguapan rata-rata turun karena kadar
air yang diuapkan sudah berkurang.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 11
11
1.1.4.4 Grafik Hubungan Antara Waktu Pemanasan Terhadap Penguapan Rata-
rata Data Antar Kelompok
Gambar 1.6 Grafik Hubungan antara Penguapan Rata-rata dengan Pemanasan antar Kelompok
Pada gambar 1.6 dapat kita lihat bahwa pada grafik terjadi peningkatan
pada berbagai variasi kadar air 3%, 4% dan 5%. Hal ini disebabkan karena
semakin lama waktu pemanasan maka semakin banyak pula kadar air pada
pasir cetak yang dapat diuapkan sehingga penguapannya akan semakin
meningkat seiring bertambahnya waktu pemanasan yang menyebabkan
penguapan rata-rata semakin besar, namun setelah mencapai titik maksimum
penguapan rata-rata akan cenderung konstan, karena air yang terdapat pada
pasir cetak hanya air terikat.
Pada grafik terlihat pada kelompok dengan kadar air 3% dan kadar air
4% terjadi penguapan rata-rata yang bertahap serta cenderung meningkat
setelah menit ke-6 dan akan mulai konstan pada menit ke-7 pada spesimen
dengan kadar air 3% dan begitu juga terjadi pada kadar air 4%. Sedangkan
pada kelompok dengan spesimen dengan kadar air 5%, pada grafik awalnya
penguapan rata-rata juga cenderung meningkat dan kemudian konstan.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 12
12
Pada menit ke-1 sampai ke-2, spesimen dengan kadar air 4% dan 5%
terjadi penyimpangan yaitu penguapan rata-rata spesimen dengan kadar air 5%
lebih rendah daripada penguapan rata-rata spesimen dengan kadar air 4%, hal
ini disebabkan karena pemanasan moisture analyzer yang masih belum
mencapai suhu yang optimal dan luas permukaan pasir yang belum merata
sehingga yang menguap pada menit pertama dan kedua baru permukaannya
saja. Sedangkan pada menit ketiga dan seterusnya penguapan pasir yang terjadi
sudah merata.
Selain faktor-faktor diatas, terdapat faktor lain seperti bentuk dan
dimensi butir pasir yang berbeda dari setiap pengujian akan menunjukkan hasil
pengujian yang berbeda. Apabila butir pasir memiliki butir pasir yang besar,
rongga yang terbentuk makin banyak dan akan memudahkan penguapan yang
terjadi.
1.4.1.5 Grafik Hubungan Antara Waktu Pemanasan Terhadap Laju
Penguapan
Gambar 1.7
Grafik
Hubungan antara Waktu Pemanasan terhadap Laju Penguapan Data Kelompok
Laju penguapan adalah kecepatan pada spesimen untuk menguap dalam
interval waktu tertentu dimana pada gambar 1.7 terlihat apabila waktu
pemanasan semakin tinggi maka laju penguapan rata-rata akan semakin tinggi.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 110.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
f(x) = − 0.00965802186730217 x² + 0.116886962245106 x + 0.0187219155844156
kadar air 5 %Polynomial (kadar air 5 %)
Waktu Pemanasan (Menit)
Laju
Pen
guap
an
Page 13
13
Namun pada saat mencapai titik maksimum, laju penguapan rata-rata akan
menurun, hal ini dikarenakan air yang terkandung dalam pasir cetak berangsur-
angsur habis.
Laju Penguapan = Rata−rata Penguapan
Waktu Penguapan
Dari gambar 1.7 terdapat peningkatan yang signifikan pada menit ke-1
sampai ke-3. Hal ini disebabkan pada moisture analyzer pemanasannya belum
optimal. Namun pada menit ke-4 dan ke-5 pemanasannya sudah mulai merata.
Setelah menit ke-5 sampai menit ke-10 laju penguapan mulai mengalami
penurunan. Hal ini dikarenakan air bebas yang dapat diuapkan pada temperatur
110°C ini tinggal sedikit dan hanya menyisakan air terikat yang telah
mengaktivasi bentonit pada pasir cetak dan jika pemanasan dilakukan secara
terus menerus maka air terikat ikut diuapkan, tetapi penguapan yang terjadi
tidak bertambah secara drastis.
1.1.4.6 Grafik Hubungan Antara Waktu Pemanasan Terhadap Laju
Penguapan Data Antar Kelompok
Grafik 1.8 Grafik Hubungan antara Laju Penguapan dengan Waktu Pemanasan antar Kelompok
Pada gambar 1.8 terlihat apabila waktu pemanasan semakin tinggi maka
laju penguapan rata-rata akan semakin tinggi. Namun pada saat mencapai titik
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 14
14
maksimum, laju penguapan rata-rata akan menurun, hal ini dikarenakan air
yang terkandung dalam pasir cetak berangsur-angsur habis.
Pada grafik terlihat pada kelompok dengan kadar air 3%, 4% dan 5%
terjadi kenaikan laju penguapan secara bertahap hingga mencapai titik
maksimum kemudian mengalami penurunan. Penurunan laju penguapan terjadi
akibat jumlah air yang diuapkan telah berkurang sehingga laju penguapan
menurun.
Penyimpangan terjadi pada kadar air 5 % yakni pada waktu pemanasan
pada menit ke 1 dan menit ke 2 lebih rendah dari kadar air 4 % karena
pemanasan pada moisture analyzer belum mencapai suhu optimal dan
disebabkan luas permukaan pasir yang tidak merata yang mengakibatkan laju
penguapan kadar air 5% menyimpang.
1.1.5 Kesimpulan dan Saran
1.1.5.1 Kesimpulan
1. Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam pasir cetak
Kadar air (% )=Berat awal (basah )−Berat akhir (kering)
Berat Awal (basah)× 100 %
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air
a. Waktu pemanasan
b. Luas permukaan pasir cetak
c. Tekanan parsial
d. Ukuran dan bentuk butir pasir
e. Tekanan atmosfer
3. Semakin lama waktu pemanasan, semakin tinggi pula penguapan rata-rata
sampai titik maksimum dan pada menit selanjutnya cenderung konstan.
Begitu juga dengan laju penguapan yang akan semakin naik seiring semakin
lamanya waktu pemanasan sampai titik maksimum kemudian perlahan
menurun. Pada pasir cetak dengan kadar air semakin tinggi penguapan rata-
rata serta laju penguapan juga semakin tinggi.
4. Pada grafik data hubungan antara penguapan rata-rata dan laju penguapan
rata-rata terjadi penyimpangan yang disebabkan oleh kelembapan udara
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 15
15
sekitar yang tinggi dan juga pemanasan pada moisture analyzer yang kurang
optimal.
1.1.5.2 Saran
1. Sebaiknya alat yang ada dilaboratorium dirawat secara berkala
2. Pada saat pratikum sebaiknya menggunakan masker
3. Sebaiknya pada saat asistensi semua sub bab dibahas
1.2 Pengujian Kadar Pengikat
Pada pengujian kadar pengikat pada pasir cetak yang perlu diketahui
terlebih dahulu adalah tujuan pengujian dan pengetahuan / dasar teori yang
mendalam mengenai kadar pengikat pasir cetak pada pengecoran logam. Setelah
mengetahui tujuan dan dasar teori pengujian kadar pengikat pasir cetak, maka
praktikan melaksanakan pengujian untuk mendapatkan data praktikum untuk
selanjutnya dibahas. Pada bagian terakhir didapatkan kesimpulan dari pengujian
dan saran untuk praktikum selanjutnya.
1.2.1 Tujuan Pengujian
1. Praktikan mengetahui prosentase kadar pengikat yang cocok dalam pasir
cetak.
2. Praktikan mengetahui dan mampu menganalisa pengujian kadar pengikat.
3. Praktikan mengetahui pengaruh kadar pengikat terhadap kekuatan pasir cetak.
1.2.2 Dasar Teori
Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui
sebelum melakukan pengujian kadar air pasir cetak diantaranya adalah definisi
dan fungsi kadar pengikat, macam-macam pengikat, pengaruh kadar pengikat
terhadap pengujian karakteristik pasir cetak dan faktor - faktor yang
mempengaruhi selama pengujian berlangsung.
1.2.2.1 Definisi dan Fungsi Kadar Pengikat
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 16
16
Kadar pengikat adalah banyak bahan yang digunakan untuk mengikat
butir-butir pasir yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar Pengikat berkisar
antara 2 % -8 % (Principle of Metal Casting, Richard W. 1987,89).
Bentonit mempunyai ukuran kurang dari 0,0001 in. Unsur penyusun
bentonit terdiri dari montmorillonite quarts dan lain-lain (tergantung jenis
bentonite), (Principle of Metal Casting, Richard .W hal.89).
Fungsi kadar pengikat adalah untuk mendapatkan komposisi
perbandingan campuran pasir cetak dengan pengikatnya.
Kadar pengikat =Berat basah−Berat kering
Berat basah x 100 % - Kadar air rata-rata
Sumber : Richard. W Heine (1987 : 89)
Dimana :
Berat basah = berat awal ketika pasir masih bercampur dengan pengikat
Berat kering = berat akhir setelah ditambah NaOH dan dibersihkan dari
pengikat
1.2.2.2 Macam-macam Pengikat
Macam-macam pengikat adalah :
1. Lempung / tanah liat
Lempung dihasilkan dari batuan yang berasal dari pelapukan kerak
bumi, yang sebagian besar tersusun oleh bantuan feldspatik, terdiri bantuan
grafit dan bantuan beku. Jenis – jenis lempung antara lain sebagai berikut.
a. Lempung primer
Lempung yang berasal dari pelapukan bantuan feldspatik yang
dipicu tenaga endrogen dan bantuan induk yang tidak berpindah.
Lempung ini mempunyai ciri-ciri putih dan kusam karena lempung ini
tidak pernah bersentuhan dan bercampur dengan bantuan organik dalam
tanah bantuan organik dalam tanah contohnya adalah bentonit. Berikut
macam-macam bentonite :
- Western bentonite.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 17
17
Adalah lempung yang dipakai pada pasir yang membutuhkan
kekuatan tekan kering yang tinggi (> 80 psi atau 5,44 atm).
Kandungan = 90% monmorilonit, 10% kwarsa, feldspar, mika, dll.
- Southern bentonite
Adalah lempung yang digunakan pada pasir yang
membutuhkan kekuatan tekan kering yang rendah (< 80 psi atau 5,44
atm). Kandungan = 85% monmorilonit , 15% kwarsa, limonit, dll.
b. Lempung sekunder
Lempung sekunder berasal dari pelapukan bantuan feldspatik
yang mengalami perpindahan jauh dari batuan induknya oleh tenaga
eksogen yang dibagi menjadi 4 yaitu :
- Tanah liat tahan api (fire clay)
Gambar 1.9 Tanah liat tahan apiSumber : Rio Eko, 2012
Lempung ini biasanya terang ke abu-abuan gelap menuju
hitam seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.9. Lempung ini
ditemukan dalam bentuk bongkahan padat, mempunyai titik lebur
mencapai ± 1500o C. Tergolong tanah liat tahan api pada suhu tinggi
tanpa mengubah bentuk. Contoh : kaolin dan mineral tahan api seperti
alumina dan silika. Bahan ini digunakan untuk bahan campuran
produk stone ware maupun porselen.
- Tanah liat stoneware
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 18
18
Gambar 1.10 Lempung Stone wareSumber : Rio Eko, 2012
Lempung yang dalam pembakaran gerabah telah mengalami
perubahan bentuk. Lempung ini berwarna coklat seperti terlihat pada
gambar 1.10 dan mempunyai titik lebur sampai suhu 1400o C
digunakan untuk membuat benda keramik.
- Tanah liat ball clay
Gambar 1.11 Tanah liat ball claySumber : Rio Eko, 2012
Jenis tanah liat pada gambar 1.11 disebut tanah liat / lempung
sedimen, memiliki butir-butir yang halus dengan daya plastik tinggi,
pada umumnya berwarna abu-abu. Mempunyai titik lebur sampai suhu
1250o C hingga 1350o C. karena sangat plastis, ball clay hanya dapat
dipakai sebagai bahan campuran tanah liat siap pakai.
- Tanah liat merah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 19
19
Gambar 1.12 Tanah liat merahSumber : Rio Eko, 2012
Tanah liat seperti pada gambar 1.12 memiliki tingkat plastik
yang sedang dan membuatnya mudah bentuk, warna bakar merah
coklat dan titik leburnya mencapai 1100-1200o C. Digunakan di
industri genteng dan gerabah.
2. Semen
Semen adalah hasil industri dan paduan bahan baku klinker (70 %-
90 %) merupakan olahan bahan pembakaran batu kapur, pasir silika dan
lempeng, gypsum (sekitar 5 % sebagai zat perlambat pengerasan) dan
material seperti batu kapur pezz dan abu terbang dan lain-lain. Macam-
macam semen yaitu :
- Semen Abu / Portland Cement
Portland Cement adalah bubuk bewarna abu-abu yang
ditunjukkan pada gambar 1.13. Semen ini dibentuk dari bahan utama
batu kapur atau gamping berkadar kalsium tinggi. Semen digunakan
sebagai perekat untuk memplester.
Gambar 1.13 Portland cement Sumber : Eko, 2011
- Semen putih
Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu
yang digunakan untuk perkerjaan finishing sebagai filler atau pengisi,
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 20
20
dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limostone murni. Semen ini
berwarna putih yang ditunjukkan pada gambar 1.14
Gambar 1.14 Semen PutihSumber : Eko , 2011
- Semen fly Ash
Campuran semen abu dengan pozzolan buatan. Flyash pozz
dan buatan merupakan hasil sampingan pembakaran batu bara yang
mengandung omorphus silika alumunium oksida, besi oksida dan
oksida lain. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat
beton sehingga menjadi lebih keras.
Gambar 1.15 Semen Fly AshSumber : Eko , 2011
- Oil Well Cement
Oil Well Cement adalah semen Portland yang dicampur
dengan bantuan khusus seperti asam barat, caselin, lignin, gula atau
organic hidroxid axid. Semen ini memiliki warna kehitam-hitaman
seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.16. Fungsi retarde untuk
mengurangi kecepatan pengerasan semen sehingga adukan dapat
dipompakan dalam sumur minyak atau gas yang dilakukan di dalam
proses pengeboran minyak bumi.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 21
21
Gambar 1.16 Oil Well Cement Sumber : Eko, 2011
1.2.3 Pengaruh Kadar Pengikat terhadap Karakteristik Pasir Cetak
Dengan kadar air tetap dan kadar bentonite yang berbeda maka akan
mempengaruhi grafik permeabilitas seperti terlihat pada gambar 1.1 dimana
ketika kadar bentonite semakin rendah maka permeabilitas akan meningkat.
Hal ini disebabkan daya ikat pada pasir cetak melemah dan menyebabkan
rongga-rongga antar butir semakin banyak
Gambar 1.17 Grafik pengaruh kadar pengikat terhadap bentonitSumber: Richard W. H. (1967:109)
Pada gambar 1.17 menunjukkan ketika kadar bentonit mencapai 10 %
dan seiring penambahan air maka kekuatan pasir cetak akan mencapai titik
maksimal karena bentonit telah teraktifasi sempurna, tetapi ketika penambahan
kadar bentonit lebih dari 10 % maka kekuatan pasir cetak akan konstan. Hal
tersebut dikarenakan air yang terdapat pada pasir cetak telah kehilangan fungsi
dan hanya akan mengikat butiran bentonit itu sendiri.
1.2.4 Pelaksanaan Pengujian
1.2.4.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
1. Timbangan elektrik
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 22
22
Alat yang terlihat pada gambar 1.18 digunakan untuk mengukur
berat pasir sebelum dan sesudah dikeringkan .
Gambar 1.18 Timbangan Elektrik Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Kompor listrik
Alat pada gambar 1.19 digunakan untuk mengeringkan spesimen
Spesifikasi Alat
Merk : Maspion
Model : S – 300
Daya : 300 W – 600 W
Tegangan : 220 V / 50 Hz
Ukuran (PxLxT) : 298 x 250 x 82 mm
Berat : 1,6 kg
Gambar 1.19 Kompor listrikSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Panci
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 23
23
Panci pada gambar 1.20 digunakan sebagai wadah untuk
menghilangkan lempung pada pasir dan untuk mengeringkan pasir pada
kompor listrik.
Spesifikasi alat
Volume : 7599,9 cm3 = 7,60 Liter
Gambar 1.20 Panci Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
4. Gelas ukur
Alat pada gambar 1.21 digunakan untuk mengukur volume larutan
yang dipakai.
Gambar 1.21 Gelas Ukur Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam
Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Sedangkan bahan yang digunakan untuk pengujian kadar pengikat antara lain :
Pasir Cetak seberat 100 gr
Larutan NaOH 25%
Air sebanyak 950 ml
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 24
24
1.2.4.2 Urutan Kerja Pengujian
Urutan kerja pengujian kadar lempung pasir cetak adalah :
1. Timbang pasir cetak seberat 100 gram sebagai spesimen
2. Larutan pasir didalam 950 ml air pada panci
3. Tambahkan NaOH 25 % sebanyak 50 ml
4. Aduk campuran tersebut dan biarkan pasir mengendap selama 5 menit
5. Buang airnya sebanyak 5 / 6 dari tinggi permukaan air ingatlah jangan
sampai ada pasir yang ikut terbuang
6. Tambahkan airnya hingga seperti semula dan ulangi langkah kerja 4, 5, 6
sebanyak beberapa kali hingga airnya bersih.
7. Panaskan pasir cetak dalam panci dengan suhu 100 % – 110 %
8. Aduk pasir hingga kering
9. Timbang pasir cetak kering dan catat hasilnya
10. Hitung kadar lempung dengan rumus :
Kadar lempung = Berat awal (basah )−Berat akhir (kering)
Berat awal (basah) x 100% - Kadar air rata-
rata
1.2.5 Pengolahan Data dan Pembahasan
1.2.5.1 Data Hasil Pengujian Kadar Pengikat
Tabel 1.4 Data Hasil Pengujian Kadar Pengikat
No.Berat Spesimen
(gram) Kadar Pengikat (%)
(x-x) (x-x)2
Awal Akhir1 100 85.64 12.576 1.143 1.306
2 100 87.02 11.196 -0.237 0.056
3 100 87.69 10.526 -0.907 0.823
∑ 300 260.35 34.298 0 2.185
1.2.4.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian Kadar Pengikat
Presentase kadar bentonit spesimen
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 25
25
Kadar air (%) =Berat Awal−Berat Akhir
Berat Awal x 100%
Kadar air (spesimen 1) = (100−85.64
25 x 100%) – 1.784 = 12.576%
Kadar air (spesimen 2) = (100−87.02
25 x 100%) – 1.784 = 11.196%
Kadar air (spesimen 3) = (100−87.69
25 x 100%) – 1.784 = 10.526%
Kadar Air Rata-rata (x)
x=∑ x
n
¿ 34.2983
¿11.433%
Simpangan Baku (δ)
δ=√∑ ( x−x )2
n−1
¿√ 2.1852
¿1.045
Simpangan Baku Rata-Rata (δ)
δ= δ
√n
¿ 1.045
√3
¿0.603
Kesalahan Relatif (KR)
KR ¿ δx
¿ 0.60311.433
¿0.053
Dengan mengambil resiko kesalahan α = 5%
α = KR x 100%
= 0.053 x 100%
= 5.3%
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 26
26
Derajat Kebebasan
db = n-1 = 3-1 = 2
t (α/2 ; db) = t(0,5/2 ; 2) = 4,303
Range Nilai Kesalahan
x – (t(α/2 ; db)δ) ≤ x ≤ (t(α/2 ; db)δ) + x
11.433 - 4.497 ≤ x ≤ 4.497 + 11.433
6.937 ≤ x ≤ 15.93
6.937 15.93
Dari grafik uji T diatas terlihat bahwa masuk pada daerah terima
yaitu dalam range 6.937 sampai 15.93 dengan keyakinan 95%.
1.2.5.3 Pembahasan Data Hasil Pengujian Kadar Pengikat
Kadar bentonit standar pasir cetak adalah 4 - 8 %. Apabila kadar
bentonit terlalu banyak, maka bentonit akan kehilangan fungsi sebagai pengikat
dan hanya mengisi celah-celah antar pasir. Jika terlalu sedikit, maka bentonit
akan menjadi pasta.
Dalam pengujian ini menggunakan NaOH untuk memisahkan pasir
dengan bentonit saat pencucian. Proses dimulai ketika NaOH bereaksi dan
menghasilkan panas. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
NaOH + H2O 2Na+ + 2OH-
Secara teoritis seharusnya kadar bentonit sebesar 6 %. Namun melalui
pengujian diketahui dengan kadar air 5 % kadar bentonit 11.433 % dengan
kadar air 5 % dan NaOH 5 %, maka terjadi reaksi kesetimbangan sehingga
mampu memisahkan bentonit dari pasir yang menyebabkan kadar bentonit
lebih banyak dari teoritisnya.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 27
27
1.2.5 Kesimpulan dan Saran
1.2.5.1 Kesimpulan
1. Pada pengujian kadar pengikat terjadi penyimpangan antara nilai kadar
pengikat teoritis 6 % dengan kadar pengikat aktual 11,433 %.
2. Penyebab terjadinya penyimpangan dikarenakan pasir masih memiliki
kandungan bentonit sehingga kadar bentonit aktual lebih tinggi dari
teoritisnya.
1.2.5.2 Saran
1. Sebaiknya semua praktikan mengambil data tentang pengujian kadar
pengikat.
2. Sebaiknya praktikan fokus pada saat praktikum.
3. Sebaiknya asisten pembahasan yang menemani praktikan saat jalannya
praktikum.
1.3 Pengujian Distribusi Besar Butir Pasir Cetak
Pada pengujian distribusi besar butir pasir cetak yang perlu diketahui
terlebih dahulu adalah tujuan pengujian dan pengetahuan / dasar teori yang
mendalam mengenai besar butir pasir cetak pada pengecoran logam. Setelah
mengetahui tujuan dan dasar teori pengujian distribusi besar butir pasir cetak,
maka praktikan melaksanakan pengujian untuk mendapatkan data praktikum
untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik dan dibahas. Pada bagian
terakhir didapatkan kesimpulan dari pengujian dan saran untuk praktikum
selanjutnya.
1.3.1 Tujuan Pengujian
1. Agar praktikan mengetahui pengaruh distribusi besar butir pasir cetak
terhadap karakteristik pasir cetak
2. Agar praktikan mengetahui cara pengujian distribusi besar butir pasir cetak
melalui nomor kehalusan.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 28
28
3. Agar praktikan mengetahui cara pengujian distribusi besar butir pasir cetak.
1.3.2 Dasar Teori
Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui
sebelum melakukan pengujian distribusi besar butir pasir cetak diantaranya
adalah definisi pasir, macam-macam pasir, ukuran dan dimensi butiran pasir
cetak, distribusi besar butir pasir cetak, syarat pasir cetak dan pengaruh
distribusi besar pasir cetak terhadap karakteristik pasir cetak.
1.3.2.1 Definisi Pasir
Pasir adalah partikel granular dari SiO2, yang pada prinsipnya 50-95 %
dari total material pada pasir cetak. Pada pasir cetakan komposisinya berbeda-
beda, bergantung pada distribusi pasir cetak, komposisi kimia refraktori dan
thermal stability
1.3.2.2 Macam-macam Pasir
Pasir digolongkan menjadi pasir cetak alami dan buatan yang
tergantung ikatan tanah liat material tersebut. Secara umum pasir dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu :
1. Pasir yang dapat langsung digunakan
a. Pasir Gunung
Umumnya pasir gunung terletak pada lapisan tua. Pasir ini sudah
mengandung lempung (abu vulkanik) seperti pada gambar 1.22 sehingga
kebanyakan dapat langsung dipakai setelah dicampur air.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 29
29
Gambar 1.22 Pasir GunungSumber : Arian, 2011
2. Pasir yang tidak bisa digunakan secara langsung
a. Pasir Pantai
Pasir ini dapat diambil dari pantai seperti terlihat pada gambar
1.23 Pasir ini tidak dapat melekat dengan sendirinya, sehingga
dibutuhkan pengikat.
Gambar 1.23 Pasir Pantai Sumber : Awyuswanto, 2012
b. Pasir Sungai
Pasir yang umumnya diambil dari sungai dan tidak dapat melekat
dengan sendirinya, karena mengandung kotoran seperti kotoran organik.
Gambar pasir sungai dapat ditunjukkan pada gambar 1.24.
Gambar 1.24 Pasir Sungai Sumber : Oceanlight, 2012.
c. Pasir Silika
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 30
30
Pasir yang didapat dari gunung dalam keadaan alamiah dan tidak
melekat dengan sendirinya sehingga dibutuhkan pengikat untuk mengikat
butir-butir pasir satu sama lain. Gambar pasir silika dapat ditunjukkan
pada gambar 1.25.
Gambar 1.25 Pasir Silika Sumber : Doni, 2002
d. Pasir Silika Buatan
Pasir seperti pada gambar 1.26 dapat diperoleh dengan memecah
batuan kuarsa atau kuarsit. Pasir ini tetap mengandung unsur utama yaitu
SiO2.
Gambar 1.26 Pasir Silika BuatanSumber : Memed, 2012
e. Pasir Chromit
Pasir berkualitas tinggi dengan impuritis sedikit yang mempunyai
ekspansi termal rendah dan konduktivitas termal tinggi, kandungan
utamanya Cr2, O4 dan Fe ( FeCr2O4 ) dan berwarna kehitam-hitaman
seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.27.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 31
31
Gambar 1.27 Pasir ChromitSumber : Rian, 2012
1.2.2.3 Ukuran dan Dimensi Butiran Pasir Cetak
Ukuran dan dimensi butiran pasir cetak macamnya adalah :
1. Bentuk butir pasit bulat
Butiran bulat permeabilitasnya tinggi karena bentuk butiran pasir
bulat menyebabkan banyak rongga, kekuatan kurang baik. Hal ini
dikarenakan sudut kontak pada butir pasir bulat kecil seperti yang terlihat
pada gambar 1.28.
Gambar 1.28 Butir pasir bulat Sumber : Heine (1990 : 149)
2. Bentuk pasir sebagian bersudut
Butiran pasir sebagian bersudut yang ditunjukkan pada gambar 1.29.
Permeabilitasnya lebih rendah dari pasir bulat, karena rongga antar butir
menjadi semakin kecil, kekuatan lebih tinggi dari butir pasir bulat, karena
sudut yang ada membuat lebih sulit terjadinya slip.
Gambar 1.29 Butir pasir sebagian bersudut Sumber : Heine (1990 : 149)
3. Bentuk butir pasir bersudut
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 32
32
Butiran bersudut permeabilitasnya lebih rendah dari butir pasir
sebagian bersudut karena pasirnya memiliki rongga bersudut. Kekuatan
butir pasir bersudut seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.30 lebih tinggi
daripada butir pasir sebagian bersudut karena sudut kontaknya lebih besar.
Gambar 1.30 Butir pasir bersudut Sumber : Heine (1990 : 49)
4. Bentuk Pasir Kristal
Bentuk bidangnya memiliki luas bidang kotak yang sedikit seperti
yang terlihat pada gambar 1.31 sehingga ermeabilitasnya buruk karena tidak
mempunyai rongga antar butiran. Kekuatan tinggi karena sudut kontaknya
paling besar.
Gambar 1.31 Butir pasir kristalSumber : Heine (1990 : 49)
1.3.2.4 Distribusi Besar Butir Pasir Cetak
Adalah persebaran butiran pasir atau prosentase butiran pada pasir cetak
suatu cara ukuran besarnya butiran pasir cetak ditunjukan GFN (Grain Finnest
Number) merupakan ukuran kehalusan rata-rata butiran pasir, makin tinggi
angkanya maka pasir semakin halus dan daya salur udaranya (permeabilitas)
relatif rendah.
Pada umumya pasir tidak terdiri dari butiran-butiran dengan ukuran
sama. Untuk mengetahui distribusi dari butir-butir yang mempunyai besar butir
yang berbeda-beda maka dilakukan analisis ayak ( sleve analysis ). Distribusi
ukuran butir pasir dapat dibagi menjadi 4 jenis :
a. Distribusi ukuran butir sempit artinya susunan butir hanya terdiri dari
kurang lebih 2 fraksi saja.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 33
33
b. Distribusi ukuran butir sangat sempit artinya 90 % dari ukuran besar butir
terdiri dari 1 fraksi saja.
c. Distribusi ukuran butir lebar artinya susunan butiran terdiri lebih kurang 3
fraksi.
d. Distribusi ukuran sangat lebar artinya susunan-susunan ukuran butir terdiri
dari 3 fraksi.
Tabel 1.5 Distribusi AFS Number
Sumber : Heine (1973 : 103)
AFS Ne =Total Produk
Total percent retained = ∈(Wi . Mi)∈Wi
Keterangan :
AFS Ne = Nomor kehalusan butir pasir cetak standart AFS.
ω = Berat pasir pada ayakan ke ayakan ke-1
Distribusi pasir cetak dari AFS number untuk ukuran 50 ± 1 akan
melewati 100 % mesh berukuran 40, akan melewati 95 % mesh berukuran 50
dan sisanya akan melewati mesh ukuran 70 dan 100.
Mesh adalah bagian yang berukuran sama dari suatu bentuk benda
berdiameter yang lebih besar atau dapat diartikan mesh adalah elemen kecil
dari suatu bagian benda, dalam hal ini mesh berfungsi untuk memisahkan besar
ukuran pasir berdasarkan ukurannya berdasarkan ”American Foundrymans
Society” maka mesh dikelompokan berdasarkan tabel berikut.
Tabel 1.6 Distribusi AFS Number
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 34
34
Sumber : Heine (1976 : 102)
Untuk butir ukuran pasir yang ukurannya sama atau lebih besar dari
ukuran mesh maka pasir tersebut tidak dapat lolos dari mesh tersebut. Sehingga
rasio antara ukuran pasir dan ukuran mesh ”American Foundrymans Society”
distandarkan berdasarkan tabel diatas makan mesh menggunakan satuan
mikron per inch.
1.3.2.6 Syarat Pasir Cetak
a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan
cetakan
dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga
tidak mudah rusak karena dipindah-pindahkan dan mampu menahan logam
cair.
b. Permebilitas yang cocok, sifat ini agar bisa menyerap udara yang terjebak
dalam coran, namun jika terlalu rendah permeabilitasnya maka akan ada
udara yang terjebak dalam coran.
c. Distribusi besar butir yang cocok, apabila distribusi besar butir kurang
baik dan terlalu padat maka udara akan sulit keluar, sehingga akan
menyebabkan cacat coran.
d. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang, butir pasir dan pengikat
harus mempunyai derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi
karena pada saat logam cair dengan temperatur tinggi mempunyai daya
tumbuk yang membuat kecepatan alir tinggi.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 35
35
e. Komposisi yang cocok, butir pasir bersentuhan dengan logam yang
dituang mengalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair
mempunyai temperatur tinggi. Maka hindari bahan bila tercampur
mungkin gas atau larut dalam logam yang tidak dikehendaki.
f. Mampu dipakai lagi dan bisa dipakai berulang-ulang.
g. Pasir harus murah.
1.2.3.6 Pengaruh Distribusi Besar Butir Pasir Cetak terhadap Karakteristik Pasir
Cetak
1. Pengaruh distribusi besar butir pasir cetak terhadap kekuatan.
Jika butirannya seragam maka pasir tersebut cenderung homogen,
hal ini menyebabkan kekuatan dari pasir cetak menjadi lebih rendah. Hal ini
dikarenakan sebagian besar memiliki bentuk butiran yang hampir sama
sehingga terjadi banyak rongga dan menyebabkan luas bidang kontak dari
tiap pasir jadi berkurang. Jika butirannya tidak seragam maka pasir cetak
cenderung heterogen. Hal ini disebabkan karena luas bidang kontak lebih
banyak. Butiran besar yang melekat pada butiran yang sama besar akan
mendapat celah. Celah tersebut ditutup oleh butiran yang kecil dikarenakan
distribusi besar butir pasirnya tidak merata dan memiliki berbagai macam
butiran, sehingga kekuatan dari pasir cenderung tinggi.
2. Pengaruh distribusi besar butir pasir cetak terhadap permeabilitas.
Jika butirannya seragam pasir tersebut cenderung homogen. Hal ini
menyebabkan permeabilitas dari pasir cetak menjadi tinggi. Hal ini
disebabkan oleh sebagian besar pasir memiliki bentuk butiran yang hampir
sama sehingga terjadi banyak rongga. Sebaliknya jika butiran tidak seragam
maka pasir cetak cenderung heterogen. Hal ini menyebabkan permeabilitas
dari pasir cetak rendah. Hal ini disebabkan karena luas bidang kontaknya
lebih banyak. Butiran besar yang melekat pada butiran yang sama akan
terdapat celah yang akan terisi oleh butir pasir yang tidak merata, sehingga
permeabilitasnya tersebut cenderung rendah.
1.3.3 Pelaksanaan Pengujian
1.3.3.1 Alat dan Bahan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 36
36
Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
1. Mesin pengguncang rotap
Alat pada gambar 1.32 digunakan untuk menyaring pasir dengan
spesifikasi:
Jenis : Rotap
Tipe : V51
Merk : Retsch
Voltage : 220 V
Daya : 430 watt
Buatan : Jerman
Artikel : 3040 0010
No. Seri : 01849038
Frekuensi : 50 Hz
Gambar 1.32 Mesin pengguncang rotap Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Timbangan elektrik
Alat pada gambar 1.33 digunakan untuk mengukur berat pasir cetak
sebelum dan sesudah dikeringkan. Berikut spesifikasinya :
Merk : Melter
Type : PJ 3000
Frekuensi : 50-60 Hz
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 37
37
Voltage : 100-120 V 80 mA / 200-240 V 45 Ma
Gambar 1.33 Timbangan Elektrik Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam
Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Tempat pasir
Alat pada gambar 1.34 digunakan sebagai wadah tempat pasir.
Gambar 1.34 Tempat PasirSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
1.3.3.2 Urutan Kerja Pengujian Distribusi Besar Pasir Cetak
1. Ambil pasir cetak seberat 50 gram sebanyak 3 sample
2. Susun ayakan dari bawah ke atas dengan tingkat mesh semakin ke atas
semakin besar meshnya, kemudian letakkan pada mesin pengguncang
rotap.
3. Letakan spesimen pasir cetak pada ayakan paling atas
4. Hidupkan mesin pengguncang rotap selama waktu dan juga frekuensi yang
dibutuhkan
5. Timbang berat pasir yang ada pada masing mesh setelah selesai di ayak
6. Cari harga Sn dari tiap-tiap mesh yang ada dari tabel yang terlampir
7. Hitung besar nomor kehalusan pasir cetak dalam skala FN maupun AFS
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 38
38
1.3.4 Pengolahan Data dan Pembahasan
1.3.4.1 Data Hasil Pengujian Distribusi Besar Butir Pasir Cetak
Tabel 1.7 Data Hasil Pengujian
No Ukuran Ayakan Berat 1 (gram)
Berat 2 (gram)
Berat 3(gram)
(µm) Mesh
1 315 45 26.85 28.29 29.12
2 280 50 2.78 6.64 2.81
3 250 55 7.38 2.80 2.73
4 200 67 10.05 5.35 4.98
5 180 77 7.74 2.98 2.58
6 160 90 7.67 3.13 2.78
7 140 106 6.09 1.60 1.24
8 125 123 6.08 1.26 1.30
9 residu 6.12 1.45 1.23
A. Perhitungan
Tabel 1.8 Data Hasil Pengujian Spesimen I
No Ukuran Ayakan Berat 1 (gram)
Sn Wn Sn
(µm) Mesh
1 315 45 26.85 60.366 1620.827
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 39
39
2 280 50 2.78 68.080 189.262
3 250 55 7.38 77.046 568.599
4 200 67 10.05 95.066 955.413
5 180 77 7.74 107.197 829.705
6 160 90 7.67 119.328 915.246
7 140 106 6.09 136.636 832.113
8 125 123 6.08 154.364 938.533
9 residu 6.12 620.000 3794.4
∑ 80.76 1438.083 10644.098
Perbandingan
Ukuran Pasir (µm) Sn
420 45
315 x
297 63
Mencari Sn untuk ukuran pasir 315
420−297420−315
= 45−6345−x
123105
= −18
45−x
-1890 = 5535-123x
123x = 7425
x = 60,366
Menghitung Finnest number
│Fn│=∑(Wn. Sn)
∑ =
10644.09880.76
= 131.799
Tabel 1.9 Data Hasil Pengujian Spesimen II
No Ukuran Ayakan Berat II (gram)
Sn Wn Sn
(µm) Mesh
1 315 45 28.29 60.366 1707.754
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 40
40
2 280 50 6.64 68.080 452.051
3 250 55 2.80 77.046 215.729
4 200 67 5.35 95.066 508.603
5 180 77 2.98 107.197 319.447
6 160 90 3.13 119.328 373.497
7 140 106 1.60 136.636 218.618
8 125 123 1.26 154.364 194.499
9 residu 1.45 620.000 899
∑ 53.5 1438.083 4889.198
Perbandingan
Ukuran Pasir (µm) Sn
297 63
250 x
210 89
Mencari Sn untuk ukuran pasir 250
297−250297−210
= 63−x63−89
4787
= 63−x−26
-1222 = 5481-87x
-87x = -6703
x = 77.046
Menghitung Finnest number
│Fn│=∑(Wn. Sn)
∑ =
4889.19853.5
= 91.389
Tabel 1.10 Data Hasil Pengujian Spesimen III
No Ukuran Ayakan Berat III (gram)
Sn Wn Sn
(µm) Mesh
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 41
41
1 315 45 29.12 60.366 1757.858
2 280 50 2.81 68.080 191.305
3 250 55 2.73 77.046 210.335
4 200 67 4.98 95.066 473.429
5 180 77 2.58 107.197 276.568
6 160 90 2.78 119.328 331.732
7 140 106 1.24 136.636 169.429
8 125 123 1.30 154.364 200.673
9 residu 1.23 620 762.6
∑ 48.77 1438.083 4373.929
Perbandingan
Ukuran Pasir (µm) Sn
210 89
200 x
149 126
Mencari Sn untuk ukuran pasir 200
210−200210−149
= 89−x
89−126
1061
= 81−x−37
-370 = 5429-61x
61x = 5799
x = 95.065
Menghitung Finnest number
│Fn│=∑(Wn. Sn)
∑ =
4373.92948.77
= 89.685
Tabel 1.11 Data Perhitungan Spesimen I
No Ukuran Ayakan Us M Wn1 Wn1 Sn
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 42
42
(µm) Mesh
1 315 45 48.319 38.320 26.85 1028.892
2 280 50 52.950 41.720 2.78 115.982
3 250 55 60.345 45.170 7.38 333.355
4 200 67 79.934 39.630 10.05 398.281
5 180 77 83.770 59.180 7.74 458.053
6 160 90 93.607 65.738 7.67 504.210
7 140 106 106.512 78.884 6.09 480.403
8 125 123 122.212 86.586 6.08 526.443
9 residu 620 300 6.12 1836
∑ - - 80.76 5681.619
Perbandingan
Ukuran Pasir (µm) Us M
414 40 30
315 x y
295 50 40
Untuk mencari ukuran pasir 315
414−315414−295
= 40−x
40−50414−315414−295
= 30− y30−40
0,8319 = 40−x−10
0,832 = 30− y−10
x = 40 + 8,399 y = 30 + 0,832
= 48,319 = 3,832
AFSn = ∑(Wn. M )
∑Wn1 =
5681.61980.76
= 70.352
Tabel 1.12 Data Perhitungan Spesimen II
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 43
43
No Ukuran Ayakan Us M Wn2 Wn2 Sn
(µm) Mesh
1 315 45 48.319 38.320 28.29 1084.073
2 280 50 52.950 41.720 6.64 277.021
3 250 55 60.345 45.170 2.80 126.336
4 200 67 79.934 39.630 5.35 212.020
5 180 77 83.770 59.180 2.98 176.356
6 160 90 93.607 65.738 3.13 205.760
7 140 106 106.512 78.884 1.6 126.214
8 125 123 122.212 86.586 1.26 103.098
9 residu 620 300 1.45 435
∑ - - 53.5 2751.878
Perbandingan
Ukuran Pasir (µm) Us M
295 50 46
250 x y
268 70 50
Untuk mencari ukuran pasir 250
295−250295−268
= 50−x50−70
295−250295−268
= 40− y40−50
4587
= 50−x−20
4587
= 40− y−10
x = 50 + 10.345 y = 40 + 5.120
= 60.345 = 45.120
AFSn = ∑(Wn. M )
∑Wn1 =
2751.87853.5
= 51.437
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 44
44
Tabel 1.13 Data Perhitungan Spesimen III
No Ukuran Ayakan Us M Wn3 Wn3 Sn
(µm) Mesh
1 315 45 48.319 38.320 29.72 1138.87
2 280 50 52.950 41.720 2.81 117.233
3 250 55 60.345 45.170 2.73 123.178
4 200 67 79.934 39.630 4.98 197.357
5 180 77 83.770 59.180 2.58 152.684
6 160 90 93.607 65.738 2.78 182.752
7 140 106 106.512 78.884 1.24 97.779
8 125 123 122.212 86.586 1.30 112.562
9 residu 620 300 1.23 369
∑ - - 48.77 2491.415
Perbandingan
Ukuran Pasir (µm) Us M
295 50 40
280 x y
208 70 50
Untuk mencari ukuran pasir 280
295−208295−280
= 50−7050−x
295−208295−280
= 40−5040− y
8715
= −20
50−x 0,832 =
−1040−x
x = 52.95 y = 41.720
AFSn = ∑(Wn. M )
∑Wn1 =
2491.41548.77
= 51.085
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 45
45
Perhitungan Statistika
Tabel 1.14 Skala FN
No Spesimen FN (FN-FNTot) (FN-FNTot)2
1 1 74,094 25,939 672,831
2 2 115,159 15,225 231,800
3 3 110,548 10,615 112,678
∑ 229,8 (-)0,099 8,017,309
FN = ∑ FN
n
= 312.873
3
= 104.291
Simpang Baku
δ =√∑ ¿¿¿¿
= √ 1136.4863−1
= 23.838
Simpangan Baku Rata-Rata
δ = δ
√n
= 23.838
√3
= 13.763
Kesalahan Rata-rata
KR = δx
= 13.763104.291
= 0.132
α = KR x 100%
= 0.132 x 100%
= 13.2% α = 5%
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 46
46
Derajat Kebebasan
Db= n – 1=3-1=2
t((α/2) ; db) = t (0,25;2) = 4.303
FN-( t((α/2) ; db)δ) < FN < FN+( t((α/2) ; db)δ)
104.291 – (4.303 x 23.838) < FN < 104.291 + (4.303 x 23.838)
1.716 < FN < 206.866
1.716 206.866
Dari grafik uji T diatas terlihat bahwa daerah tolak <1.716 atau >
206.866 sedangkan daerah terimanya adalah 1.716 sampai 206.866 artinya
bahwa nilai kehalusan pasir cetak sebesar 104.291 masuk pada daerah terima
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasir cetak rata-rata dapat diterima.
Tabel 1.15 Skala AFSNo Spesimen AFS (AFS-AFS Tot) (AFS-AFS Tot)2
1 1 70.352 12.727 161.976
2 2 51.437 -6.188 38.291
3 3 51.085 -6.54 42.772
∑ 172.874 -0.001 243.039
AFS = ∑ AFS
n
= 172.874
3
= 104.291
Simpang Baku
δ =√∑ ¿¿¿¿
= √ 243.0393−1
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 47
47
= 11.02
Simpangan Baku Rata-Rata
δ = δ
√n
= 11.02
√3
= 6.632
Kesalahan Relatif
KR = δx
= 6.632
57.625
= 0.1104
α = KR x 100%
= 0.1104 x 100%
= 11.04% α = 5%
Derajat Kebebasan
Db= n – 1=3-1=2
t((α/2) ; db) = t (0,25;2) = 4.303
AFS - ( t((α/2) ; db)δ) < AFS < AFS + ( t((α/2) ; db)δ)
57.625 – (4.303 x 11.02) < AFS < 57.625 + (4.303 x 11.02)
10.206 < AFS < 105.044
10.206 105.044
Dari grafik uji T diatas terlihat bahwa daerah tolak <10.206 atau >
105.044 sedangkan daerah terimanya adalah 10.206 sampai 105.044 artinya
bahwa nilai kehalusan pasir cetak sebesar 57.625 masuk pada daerah terima
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasir cetak rata-rata dapat diterima.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 48
48
1.3.4.2 Pembahasan Data Hasil Perhitungan Pengujian Distribusi Besar Butir
Pasir Cetak
1. Perhitungan FN
Pada data spesimen untuk nilai FN pada saat pengujian diperoleh
data sebagai berikut:
a. Berat 1 : Nilai FN = 74,094
b. Berat 2 : Nilai FN = 45,159
c. Berat 3 : Nilai FN =110,548
Dengan perhitungan statistika diperoleh resiko kesalahan 5 % dan
derajat kebebasan sebesar 2 selain itu juga diperolehan 1.716 < FN <
206.866 dimana dengan derajat tingkat keyakinan 95 % menunjukkan
bahwa data sangat spesimen yang diperoleh dalam daerah terima.
2. Perhitungan AFS
Pada data nilai AFS dari hasil pengujian diperoleh data sebagai
berikut:
a. Berat 1 : Nilai AFS = 63,448
b. Berat 2 : Nilai AFS = 54,466
c. Berat 3 : Nilai AFS = 59,928
Dengan perhitungan statistika diambil resiko kesalahan sebesar
5% dan derajat kebebasan (db) sebesar 2 diperoleh 10.206 < AFS <
105.044 dimana dengan derajat tingkat keyakinan 95% mengukur bahwa
data sampel spesimen yang diperoleh dalam daerah terima. Dari
pengukuran tiap berat tersebut diperoleh data nilai AFS sesuai dengan
nomor kehalusan butir pasir berdasarkan standar AFS yaitu 57.625.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa nilai FN digunakan
untuk mencari nilai kehalusan butir dengan memasukan kedalam range
tersebut, sedangkan AFS yaitu suatu nilai untuk mencari tingkat
kehalusan butir pasir dengan memasukan ke dalam range nilai apakah
memenuhi standar butir pasir cetak sehingga layak untuk cetakan.
1.3.5 Kesimpulan dan Saran
1.3.5.1 Kesimpulan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 49
49
1. Butir pasir cetak pada perhitungan kelompok di dapat nilai FN berat
pertama 131.799, FN pada berat kedua 91.389 dan FN pada berat ketiga
89.685. Semakin tinggi nilai FN, kehalusannya semakin bagus.
2. AFS adalah suatu nilai untuk mencari tingkat kehalusan butir pasir. Pada
pengujian AFS mendapatkan nilai 70.352 pada spesimen 1, 51.437 pada
spesimen 2 dan 51.085 pada spesimen.
1.3.5.2 Saran
1. Pada saat asistensi sebaiknya untuk tidak menyalakan musik keras-keras
2. Kendaraan bermotor disarankan untuk tidak dimasukan ke dalam lab
3. Sebaiknya pada saat janjian harus lebih dipermudah.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 50
50
PL II
PENGUJIAN KARAKTERISTIK PASIR CETAK
2.1 Tujuan Pengujian Karakteristik Pasir Cetak
1. Agar praktikan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik
pasir cetak
2. Agar praktikan mengetahui macam-macam karakteristik pasir cetak
3. Agar praktikan mampu menganalisis karakteristik pasir cetak
2.2 Dasar Teori
Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui
sebelum melakukan pengujian karakteristik pasir cetak diantaranya adalah
definisi karakteristik pasir cetak, permeabilitas, kekuatan, faktor-faktor yang
mempengaruhi karakteristik pasir cetak dan pengaruh karakteristik pasir cetak
terhadap hasil coran.
2.2.1 Definisi Karakteristik Pasir Cetak
Kualitas benda hasil coran dipengaruhi oleh jumlah komposisi pasir
cetak, komposisi kimia, logam cair, maupun proses yang dilakukan pengujian
seperti kekuatan tekan, kekuatan geser dan kekuatan tarik terhadap pasir cetak
sangat diperlukan untuk mengetahui sifat mekanik dari pasir cetak, sehingga
dapat mengurangi resiko cacat pada hasil coran. Karakteristik pasir cetak ada 2,
yaitu permeabilitas dan kekuatan ( Jain 1979 : 54-55)
2.2.2.1 Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemapuan suatu pasir cetak pada panjang dan
tinggi tertentu untuk dialiri fluida udara dengan volume tertentu tiap tekanan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 51
51
dan luas penampang dalam waktu tertentu. Permeabilitas dirumuskan sebagai
berikut.
P= V . Hp . A . T
Dimana:
P : Permeabilitas (ml/ mnt)
V :Volume udara yang lewat melalui spesimen (ml)
H : Tinggi spesimen (cm)
p : Tekanan fluida yang mengalir (cmka)
A : Luas penampang (cm2)
T : Waktu yang diperlukan untuk mengalirkan 2000 cm3 udara (menit)
(Jain 1979:149)
2.2.2 Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan beban baik
beban statik atau dinamis yang menyebabkan gaya tekan, gaya tarik atau gaya
geser hingga mencapai titik tepat sebelum patah. Berdasarkan gaya yang
dialami kekuatan dibagi menjadi dua berdasarkan arah gayanya dan
berdasarkan kadar air.
a. Berdasarkan kadar air
Kekuatan berdasarkan kadar air dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Kekuatan Basah
Kekuatan yang terdapat pada pasir cetak, setelah pasir cetak
tersebut masih terdapat air bebas. Apabila kadar lempung tetap dan kadar
air bertambah maka kekuatan akan meningkat sampai titik maksimumnya
dikarenakan seiring bertambahnya air maka jumlah lempung yang
teraktivasi dan berkaitan dengan pasir cetak bertambah dan kekuatan
tekan basah meningkat, tetapi akan menurun setelah melewati batas
maksimumnya. Seiring bertambahnya kadar air menyebabkan kekuatan
tekan basah menurun. Standar kekuatan 5 – 22 psi. (Heine,1990: 95)
2. Kekuatan Kering
Kekuatan tekan kering adalah kekuatan yang terdapat pada pada
pasir cetak setelah air bebas yang terdapat pada pasir cetak telah habis.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 52
52
Pasir tersebut memiliki kekuatan untuk menahan erosi dan kekuatan
statis. Kekuatan ini dipengaruhi oleh kadar air dan lempung. Apabila
kadar lempung tetap dan kadar air bertambah (pada gambar 1.1), maka
kekuatan kering akan meningkat terus. Hal ini berlawanan dengan
kekuatan tekan basah karena semakin banyak air yang terdapat di pasir
cetak maka lempung akan menjadi encer, akibatnya lempung yang encer
akan dengan mudah masuk ke celah butiran menyelimuti butiran
menjadikannya kuat, ketika air habis menguap ikatan butirnya sangat
tinggi dan kekuatannya meningkat. Standar kekuatan 22-250 psi.
b. Berdasarkan Arah Gayanya
1. Kekuatan Tekan
Kemampuan pasir cetak menahan tekanan hingga beban tekan
maksimumnya per satuan luas penampang. Beban tekanan terjadi pada
saat penuangan logam cair. Pada kekuatan arah gaya yang diberikan
berada dalam satu garis dan arah vektor gayanya ke arah material.
Standar kekuatan 5-22 psi.
2. Kekuatan Tarik
Kemampuan pasir cetak menerima beban tarik per satuan luas
penampang. Beban tarik biasanya terjadi pada saat penyusutan logam
cair. Pada kekuatan arah gaya yang diberikan berada dalam satu garis dan
arah vektor gayanya keluar atau menjauhi material. Standar kekuatan 1-6
psi.
3. Kekuatan Geser
Kemampuan pasir cetak menahan gaya gesek per satuan luas
penampang. Beban tekanan terjadi pada saat logam cair mengalir didasar
cetakan pasir atau saat melewati saluran. Pada kekuatan geser, arah gaya
yang diberikan sejajar tetapi tidak berada dalam satu garis. Standar
kekuatan 1,5-7 psi.
2.2.3 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Karakeristik Pasir Cetak
1. Bentuk butir pasir
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 53
53
Dari bentuk butirannya, butir pasir dibagi menjadi 4 yaitu butir pasir
bulat, butir pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut, dan butir
compound.
a. Butir Pasir Bulat
Memiliki permeabilitas tinggi karena rongga udara antar butiran
besar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1, namun memiliki
kekuatan yang rendah karena bidang kontak antar butir kecil.
Gambar 2.1 Butir Pasir BulatSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 110)
b. Butir Pasir Sebagian Bersudut
Butir pasir sebagian bersudut yang ditunjukkan pada gambar 2.2
memiliki permeabilitas lebih rendah dibanding butir bulat karena rongga
udara antar butir lebih sempit. Hal tersebut menyebabkan butir pasir
sebagian bersudut memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada butir pasir
bulat karena luas bidang kontaknya lebih besar.
Gambar 2.2 Butir Pasir Sebagian BersudutSumber : Surdia dan Kenji (1996:110)
c. Butir Pasir Bersudut
Memiliki permeabilitas lebih rendah dibanding butir sebagian
bersudut karena rongga udara antar butirnya lebih sempit yang ditunjukkan
pada gambar 2.3. Namun memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada
butir pasir bulat dan sebagian bersudut karena luas bidang kontaknya lebih
besar.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 54
54
Gambar 2.3 Butir Pasir BersudutSumber : Surdia dan Kenji (1996:110)
d. Butir Pasir Compound
Bentuk pasir ini terdiri dari campuran tiga bentuk pasir di atas seperti
terlihat pada gambar 2.4. Selain itu butir compound terdiri dari tiga
gabungan butir yang tergabung menjadi satu luas bidang kontak antara butir
yang menyebabkan kekuatan tinggi namun permeabilitas rendah.
Gambar 2.4 Butir Pasir CompoundSumber : Jain (1976 : 49)
2. Distribusi Besar Butir Pasir Cetak
Distribusi besar butir pasir cetak merupakan persebaran butir atau
persentase dari besar butir pasir cetak yang digunakan. Ada 3 hal yang
berhubungan dengan distribusi besar pasir cetak, yaitu Mesh, GFN, dan
AFS Standard Sand. Mesh adalah ukuran yang digunakan pada alat
pengayak untuk menunjukkan berapa banyak lubang yang berada pada
sebuah satuan luas pada pengayak tersebut, GFN (Grain Fineness Number)
adalah perhitungan untuk mencari nilai rata-rata ukuran pasir cetak yang
dikeluarkan oleh AFS dengan rumus,
GFN = Total produk AFSTotal massa pasir
,
AFS Standard Sand adalah standar yang dipakai untuk pasir cetak,
dimana bila pasir memiliki angka AFS 50 ± 1 maka pasir itu dapat lewat
100 % melalui ayakan berukuran Mesh 40 dan 95 % bila menggunakan
ayakan berukuran Mesh 50 (Heine, 1979 ; 103)
Pada umumnya pasir tidak terdiri dari butiran dengan ukuran sama.
Untuk mengetahui distribusi dari butiran tersebut perlu dilakukan analisa
ayak ( Sleve analysis ).
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 55
55
Distribusi ukuran butir pasir dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu :
a. Distribusi ukuran butir sempit, artinya susunan butir hanya terdiri dari
kurang lebih dua fraksi saja
b. Distribusi ukuran butir agak sangat sempit, 90 % ukuran besar butir hanya
terdiri dari satu fraksi saja
c. Distribusi ukuran butir lebar, artinya susunan terdiri dari lebih kurang tiga
fraksi
d. Distribusi ukuran butir sangat lebar, susunan ukuran butir terdiri dari tiga
fraksi
Distribusi pasir sempit akan memberi permeabilitas yang lebih
tinggi, dan sebaliknya. Distribusi ukuran butir berpengaruh juga pada
kekuatan cetakan. Distribusi ukuran butir lebar akan memberikan kekuatan
pasir cetak yang lebih tinggi.
3. Pemadatan
Semakin banyak penekanan saat kita membuat cetakan pasir maka
dapat menyebabkan jarak antar butir menjadi rapat dan padat. Hal ini dapat
menurunkan permeabilitasnya, pemadatan juga mengakibatkan kekuatannya
meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya penyempitan celah antar
butir sehingga daya ikat dan gaya tarik menarik antar butir semakin tinggi,
sehingga kekuatan pasir cetak semakin meningkat akibat jarak antar butiran
yang lebih rapat. Standar pemadatan menurut buku Principles of Metal
Casting oleh Richard H.W adalah tiga kali pemadatan pemukulan dengan
beban sebesar 50 - 150 gram, tiga kali pemadatan bertujuan agar spesimen
memiliki ketinggian yang tepat yaitu 2.0 In ± 1
32 In agar bisa ditempatkan
pada tabung spesimen uji (Heine, 1979 ; 93 - 94)
4. Kadar air
a. Pengaruh kadar air terhadap permeabilitas
Kadar air standar adalah 1,5 % – 8 % tergantung dari cetakan dan
logam cair yang akan dituang. Permeabilitas pasir cetak akan meningkat
seiring dengan penambahan air. Ketika kadar air ditambah dan kadar
bentonitnya tetap maka permeabilitasnya meningkat. Hal ini dikarenakan
ketika penambahan air, bentonit mulai teraktivasi hingga titik maksimum
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 56
56
dimana permeabilitasnya optimum. Namun saat kadar air terus-menerus
ditambah permeabilitasnya menurun, karena air menjadi air bebas dan
akan mengisi celah antar butiran dan menyebabkan rongga antar butiran
tertutup sehingga fluida akan sulit mengalir keluar dari pasir cetak saat
penuangan logam cair.
b. Pengaruh kadar air terhadap kekuatan
Apabila kadar air bertambah dan kadar bentonit tetap, kekuatan
tekan basah akan meningkat karena bentonit akan teraktivasi semua
namun hal ini berlawanan dengan pengaruhnya terhadap kekuatan kering.
Pada kekuatan kering seiring bertambahnya air maka bentonit semakin
encer, hal ini memudahkan bentonit mengisi celah butiran yang lebih
kecil sehingga ketika air bebas menguap, kekuatan tekan keringnya
meningkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.1.
5. Kadar Pengikat
a. Pengaruh kadar bentonit terhadap permeabilitas
Semakin tinggi kadar bentonit dan kadar air tetap, maka
permeabilitas menurun, karena semakin tinggi kadar bentonit, ikatan
antar butir makin kuat dan rongga yang seharusnya terbentuk akan terisi
bentonit yang tidak teraktivasi sehingga permeabilitasnya menurun.
b. Pengaruh kadar bentonit terhadap kekuatan
Pada gambar 1.17 diasumsikan air telah teraktivasi pengikat ± 10
% maka pasir akan terikat sempurna, tetapi apabila jumlah pengikat
melebihi 10 %, kekuatan akan konstan karena bentonit hanya akan
berikatan dengan bentonite saja.
Pada grafik dapat kita lihat pada kekuatan 20 - 30 psi berada pada
posisi yang sejajar dalam komposisi dan clay yang sama, akan tetapi nilai
kekuatannya berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kemurnian dari bentonit
dan sumber dari bentonitnya sendiri. (Heine, 1976 : 110)
2.2.4 Pengaruh Karakteristik Pasir Cetak terhadap Hasil Coran
1. Pengaruh permeabilitas terhadap hasil coran
Jika permeabilitas pasir cetak rendah, maka akan mengakibatkan
udara sulit keluar melalui celah-celah antar butir pasir cetak pada saat
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 57
57
proses penuangan logam cair. Udara yang terjebak dalam logam cair
akan menyebabkan cacat rongga pada logam setelah pendinginan.
Namun apabila permeabilitas terlalu tinggi udara dengan mudah keluar
lewat celah butiran, namun logam cair bisa masuk ke sela-sela antar
butiran sehingga mengakibatkan inklusi pasir.
2. Pengaruh kekuatan pasir cetak terhadap hasil coran
a. Pengaruh kekuatan tekan
Apabila kekuatan tekan rendah, maka cetakan pasir akan cepat
rusak saat penuangan. Hal ini akan mengakibatkan melendutnya
permukaan cetakan pasir yang dapat menyebabkan coran menjadi
tidak presisi bahkan rusaknya cetakan, namun bila kekuatan tekan
berlebih dapat menyebabkan cacat rongga karena logam cair yang
harusnya menyusut karena proses pembekuan tidak dapat berkurang
volumnya dikarenakan cetakan yang terlalu padat hingga udara tidak
bisa masuk, sehingga dapat muncul rongga dalam saat penyusutan
(solidifikasi).
b. Pengaruh kekuatan geser
Apabila kekuatan geser rendah, maka saat dilakukan
penuangan logam cair, ketika logam cair tersebut melewati permukaan
pasir yang kekuatan gesernya rendah maka akan ada proses pengikisan
pasir, sehingga pasir terjebak didalam coran sehingga dapat
menyebabkan cacat inklusi pasir pada hasil coran.
c. Pengaruh kekuatan tarik
Apabila kekuatan tarik rendah, maka saat logam cair
dituangkan, permukaan dalam rongga cetakan akan mengalami
inklusi. Apabila hal ini terjadi, maka ketika terjadi penyusutan logam
cair, pasir cetak akan tertarik oleh logam cair, pasir cetakan akan
tertarik oleh logam.
2.3 Pelaksanaan Pengujian
2.3.1 Pengujian Permeabilitas Pasir Cetak
2.3.1.1 Alat dan Bahan
1. Sand Rammer
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 58
58
Alat pada gambar 2.5 digunakan untuk menumbuk pasir cetak
menjadi bentuk spesimen yang dikehendaki yaitu panjang 5 cm dan
diameter 5 cm ( luas penampang = 19,625 cm2 ).
Tipe : POU
Merk : George Fisher
Fabrikasi : 2054
Buatan : Jerman Barat
Gambar 2.5 Sand RammerSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Stop watch
Alat pada gambar 2.6 digunakan untuk mengukur waktu sampai
2000 cc udara.
Gambar 2.6 StopwatchSumber : Dori, 2010
3. Permeabilitas meter
Alat pada gambar 2.7 digunakan untuk mengetahui seberapa besar
angka permeabilitas dari pasir cetak yang diuji.
Spesifikasi alat :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 59
59
Tipe : POU
Buatan : Jerman Barat
Fabrikasi : 1725
Gambar 2.7 Permeabilitas MeterSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
4. Timbangan elektrik
Alat pada gambar 2.8 digunakan untuk menimbang bahan dan berat
spesimen yang akan digunakan dalam pengujian.
Gambar 2.8 Timbangan ElektrikSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Bahan yang digunakan adalah pasir cetak dengan komposisi
1. Pasir silika : 91 %
2. Bentonit : 6 %
3. Air : 3 %
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 60
60
2.3.1.2 Urutan Kerja Pengujian
1. Panaskan pasir cetak selama 60 menit dengan temperatur 110o C
2. Siapkan 150 gr pasir cetak untuk pengujian ini dengan menggunakan sand
rammer.
3. Buka pelindung orifice dan pilihlah salah satu posisi penunjuk skala yang
akan digunakan.
a. Tanda biru untuk skala P = 0 – 50
b. Tanda merah untuk skala P = 0 – 500
Skala P dibaca dari skala merah bagian luar dari pengukuran tekanan.
Skala paling dalam menunjukkan tekanan dinamis antara orifice dan
spesimen dalam mm kolom air.
4. Memutar kran pada posisi B dan angkat tabung udara ke atas secara
perlahan – lahan hingga angka nol terlihat tepat pada batas tabung bawah
lalu kunci pada posisi E.
5. Letakkan tabung spesimen berikut spesimen di dalamnya pada orifice.
6. Putar kran pada posisi A bersamaan mulai menghitung waktu dengan
stopwatch saat udara dialirkan ke spesimen pasir cetak. Hal ini ditandai
dengan tabung udara mulai turun ke bawah.
7. Catat besar P spesimen pasir cetak dengan tekanan yang terbaca pada skala
permeabilitas meter saat 1000 cc udara yang sudah terlewatkan.
8. Catat waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan udara sebanyak 2000 cc
melalui tabung spesimen pasir cetak yang diuji.
9. Ulangi langkah 1 – 8 sampai spesimen 3 serta catat data P (tekanan).
2.3.2 Pengujian Kekuatan Pasir Cetak
2.3.2.1 Alat Dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian kekuatan pasir cetak, adalah
sebagai berikut:
1. Universal Strength Machine
Alat pada gambar 2.9 digunakan untuk menguji kekuatan pasir cetak.
Spesifikasi alat:
Merk : George Fisher
Buatan : Jerman Barat
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 61
61
Gambar 2.9 Universal Strength MachineSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Kepala uji kekuatan tekan
Alat pada gambar 2.10 digunakan untuk menguji kekuatan tekan
pasir cetak.
Gambar 2.10 Kepala uji kekuatan tekanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Kepala uji kekuatan geser
Alat pada gambar 2.11 digunakan untuk menguji kekuatan geser
pasir cetak
Gambar 2.11 Kepala uji kekuatan geser
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 62
62
Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijay
4. Kepala kekuatan tarik
Alat pada gambar 2.12 digunakan untuk menguji kekuatan tarik pasir
cetak
Gambar 2.12 Kepala uji kekuatan tarikSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
5. Sand Rammer
Alat pada gambar 2.13 digunakan untuk menumbuk pasir cetak
menjadi bentuk spesimen yang dikehendaki yaitu panjang 5 cm dan
diameter 5 cm ( luas penampang = 19,625 cm2 ).
Tipe : POU
Merk : George Fisher
Fabr : 2054
Buatan : Jerman Barat
Gambar 2.13 Sand RammerSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
6. Timbangan elektrik
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 63
63
Alat pada gambar 2.14 digunakan untuk menimbang bahan dan berat
spesimen yang akan digunakan dalam pengujian.
Gambar 2.14 Timbangan ElektrikSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Bahan yang digunakan adalah pasir cetak dengan komposisi
Pasir silika : 91 %
Bentonit : 6 %
Air : 3 %
2.3.2.2 Urutan Kerja Pengujian
Urutan Kerja pengujian kekuatan tekan
a. Langkah pengujian tanpa perlakuan panas
1. Ambil campuran pasir cetak seberat 100 gram, lalu buat spesimen uji
tekan dengan menggunakan sand rammer (spesimen sebanyak 5
buah).
2. Pasang kepala uji tekan pasir cetak yang ditunjukkan pada gambar
2.10 pada alat uji kekuatan pasir cetak
3. Letakkan spesimen pada kepala uji tekan pasir cetak secara hati-hati
jangan sampai rusak.
4. Putar handwheel secara terus-menerus dengan putaran konstan dan
perlahan-lahan hingga hancur.
5. Baca dan catat besar kekuatan tekan pasir cetak tersebut (lengkap
dengan satuannya) pada skala paling lauar yang terdapat pada alat uji
tekan pasir cetak.
6. Lakukan langkah 1-5 untuk spesimen berikutnya.
b. Langkah pengujian dengan perlakukan panas.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 64
64
Langkah pengujian sama dengan tanpa perlakuan panas, hanya
setelah pasir cetak dibuat spesimen uji tekan, dilakukan pemanasan
dalam dapur pemanas dengan suhu 110 C selama 1 jam.
Urutan Kerja Pengujian Kekuatan Geser
a. Langkah-langkah Pengujian tanpa perlakuan panas
1. Ambil campuran pasir cetak seberat 150 gram, kemudian buat
spesimen uji geser dengan sand rammer (spesimen sebanyak 5 buah).
2. Pasang kepala uji geser pasir cetak yang ditunjukkan pada gambar
2.11 pada alat uji kekuatan geser pasir cetak
3. Letakkan spesimen pada kepala uji geser secara hati-hati jangan
sampai spesimen rusak.
4. Putar hand wheel secara terus-menerus dengan putaran konstan dan
perlahan-lahan hingga spesimen hancur.
5. Baca dan catat besar kekuatan tekan pasir cetak tersebut pada skala
yang di tengah pada alat uji geser tersebut.
6. Lakukan langkah 1-5 untuk spesimen berikutnya.
b. Langkah pengujian dengan perlakuan panas.
Langkah pengujian sama dengan tanpa perlakuan, hanya setelah
pasir cetak dibentuk spesimen uji geser, dilakukan pemanasan dalam
dapur pemanasan dengan suhu 110 C selam 1 jam.
Urutan Kerja Pengujian Kekuatan Tarik pasir Cetak
a. Langkah-langkah pengujian tanpa perlakuan panas
1. Ambil campuran pasir cetak seberat 150 gram, lalu buat spesimen uji
tarik dengan menggunakan sand rammer (spesimen sebanyak 5 buah).
2. Pasang kepala uji tarik pasir cetak yang ditunjukkan pada gambar 2.12
pada alat uji kekuatan pasir cetak
3. Letakkan spesimen pada kepala uji tekan pasir cetak secara hati-hati
jangan sampai rusak.
4. Putar handwheel secara terus-menerus dengan putaran konstan dan
perlahan-lahan hingga spesimen hancur.
5. Baca dan catat besar kekuatan tarik pasir cetak tersebut (lengkap
dengan satuannya) pada skala paling dalam yang terdapat pada alat uji
tarik pasir cetak.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 65
65
b. Langkah pengujian dengan perlakuan panas.
Langkah pengujian sama dengan tanpa perlakuan, hanya setelah
pasir cetak dibentuk spesimen uji tarik, dilakukan pemanasan dalam
dapur pemanasan dengan suhu 110 C selama 1 jam.
2.4 Pengolahan Data dan Pembahasan
2.4.1 Pengolahan Data dan Pembahasan Permeabilitas
2.4.1.1 Data Hasil Pengujian
Tabel 2.1 Data Hasil Pengujian PermeabilitasNo Tekanan (cm.ka) Waktu (menit) Panjang (mm) Permeabilitas (ml/menit)
1 2,2 0,6 50 400
2.4.1.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian Permeabilitas
Perhitungan permeabilitas spesimen
P= V . Hp . A . t
P= 2000 ml .50 mm
2,2 cmka .19,625 cm2 .0 .6 menit
P=386,03 ml /menit
2.4.1.3 Pembahasan Data Hasil Pengujian Permeabilitas
Gambar 2.15 Pengaruh Air dan Bentonit pada Pasir Diikat Bentonit
Sumber: Surdia dan Kenji,1996:109
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 66
66
Dari gambar 2.15 dapat disimpulkan bahwa permeabilitas pasir cetak
akan meningkat seiring penambahan kadar air. Ketika kadar air bertambah,
maka permeabilitas pasir cetak meningkat. Hal ini dikarenakan ketika kadar air
ditambah bentonit mulai teraktifasi hingga titik optimum dimana
permeabilitasnya juga optimum. Namun saat kadar air ditambah terus,
permeabilitasnya cenderung menurun. Ketika air telah mengaktivasi semua
bentonit dan ketika kadar air masih ditambah maka air akan menjadi air bebas.
Hal ini menyebabkan akan terisinya rongga hingga menyebabkan permeabilitas
cenderung menurun.
Dari hasil pengujian di dapat permeabilitas 400 ml / menit, hal ini
menunjukkan bahwa pasir cetak dalam tabung mampu mengalirkan 400 ml /
menit udara tiap satuan luas penampang. Dari grafik pada gambar 1.1 dengan
kadar bentonit 6 % dan kadar air 5 % permeabilitasnya 130 ml / menit,
sehingga hasil uji telah melebihi hasil teoritisnya, hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Pengadukan pasir cetak yang kurang merata akan
menyebabkan permeabilitas cenderung meningkat karena adanya rongga-
rongga pada pasir cetak. Penyebab lainnya adalah distribusi besar butir pasir
cetak yang mana besar butir lebih besar dari yang seharusnya sehingga
menyisakan rongga yang akan mudah dilalui udara. Selain itu dapat
diakibatkan pasir yang digunakan adalah pasir daur ulang yang terkadang pasir
yang berukuran kecil terbuang sehingga hanya tersisa pasir berukuran besar
yang mengakibatkan pemeabilitas tinggi.
2.4.1.4 Grafik Pengaruh Kadar Air dan Kadar Pengikat terhadap
Permeabilitas Data Antar Kelompok
Tabel 2.2 Data Pengujian Permeabilitas Antar KelompokKelompo
k
Kadar air Kadar pengikat Permeabilitas
2 5 8 440
3 5 6 400
5 4 6 380
6 4 8 345
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 67
67
9 3 6 290
Lab 3 8 250
3 4 5200
250
300
350
400
450
500
290
380400
250
345
440
Kadar Bentonit 6%
Kadar air (%)
Perm
eabi
litas
(ml/
cm2.
men
it)
Gambar 2.16 Grafik Pengaruh Kadar Air dan Kadar Pengikat terhadap Permeabilitas Data Antar Kelompok
Pada gambar 2.16 dapat dilihat bahwa pasir dengan kadar bentonit 8 %
dan kadar air 5 % tidak sesuai dengan kadar bentonite dan air lainnya hal ini
dapat dikarenakan pasir yang digunakan hanya pasir berukuran besar atau juga
pengadukan yang kurang sempurna sehingga menimbulkan rongga yang
menyebabkan tingginya tingkat permeabilitas.
2.4.2 Pengolahan Data dan Pembahasan Kekuatan
2.4.2.1 Data Hasil Pengujian
1. Kekuatan Tekan
Tabel 2.3 Data Hasil Pengujian Kekuatan Tekan Basah
No
.
Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2
1. 8,6 - 0,375 0,141
2. 9,1 0,125 0.016
3. 9 0,025 0,001
4 9,2 0,225 0,051
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 68
68
∑ 35,9 0,000 0,209
Tabel 2.4 Data Hasil Pengujian Kekuatan Tekan Kering
No. Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2
1. 16 1,150 1,322
2. 15 0,150 0,025
3. 14,3 - 0,550 0,302
4 14,1 - 0,750 0,562
∑ 59,4 0,000 2,211
2. Kekuatan Geser
Tabel 2.5 Data Hasil Pengujian Kekuatan Geser Basah
No
.
Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2
1. 3,9 0,1 0,01
2. 3,8 0,2 0,04
3. 3,8 0.2 0,04
4 4,5 - 0,5 0,25
∑ 16 0 0,3
Tabel 2.6 Data Hasil Pengujian Kekuatan Geser Kering
No Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2
1. 5,4 - 0,2 0,04
2. 6,1 0,5 0,25
3. 4,8 - 0,8 0,64
4 6,1 0,5 0,25
∑ 22,4 0 1,18
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 69
69
3. Kekuatan Tarik
Tabel 2.7 Data Hasil Pengujian Kekuatan Tarik Basah
No Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2
1. 0,8 0,2 0,04
2. 0,8 0,2 0,04
3. 0,7 - 0,8 0,64
4 0,8 0,2 0,04
5 0,8 0,2 0,04
∑ 3,9 0 0,96
Tabel 2.8 Data Hasil Pengujian Kekuatan Tarik Kering
No Kekuatan (N/cm2) (x-x) (x-x)2
1. 0,75 - 0,02 0,00004
2. 0,7 - 0,07 0,0049
3. 0,8 0,03 0,0009
4 0,8 0,03 0,0009
5 0,8 0,03 0,0009
∑ 3,85 0 0,00719
2.4.2.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian
1. Kekuatan tekan basah
- Kekuatan tekan basah rata-rata
X=ΣXn
X=35 , 94
=8 , 975
- Simpangan baku
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 70
70
δ=√ Σ( X−X )2
n−1
δ=√0 . 294−1
δ=0 ,264
- Simpangan baku rata-rata
δ=δ
√n
δ=0 .264
√3=0 , 132
- Kesalahan relatif
KR=δX
KR=0 ,1328 ,913
=0 , 014
α=KRx 100 %α=0 ,014 x 100 %=1,4→5%
db = n -1
= 4-1 = 23
t ( α2
;db ) = 3,182
- Interval
x−[ t ( α2
; db)δ ]< x< x+[ t ( α2
;db )δ ]
8,975 – 0,42 < X < 8,975 + 0,42
8,55 < X < 9,395
2. Kekuatan tekan kering
- Kekuatan rata-rata
X=ΣXn
X=59 , 43
=14 ,85
- Simpangan baku
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 71
71
δ=√ Σ( X−X )2
n−1
δ=√2 , 2114−1
δ=0 ,737
- Simpangan baku rata-rata
δ=δ
√n
δ=0 .737
√4=0,0 , 368
- Kesalahan relatif
KR=δX
KR=0 ,36814 , 85
=0 ,0247
α=KRx 100 %α=0 ,02475 x100 %=2 ,475 %→5%
db = n -1
= 3-1 = 2
t ( α2
;db ) = 3,182
- Interval
x−[ t ( α2
; db)δ ]< x< x+[ t ( α2
;db )δ ]
14,85 - 1,17 < X < 14,85 + 1,17
13,68 < X < 16,02
Uji T
Hipotesa: 1. Daerah terima, Ho= µ1 = µ2
2. Daerah tolak, H1= µ1 ≠ µ2
Derajat kebebasan db = n1 + n2-2=6
α = 5%
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 72
72
t ( α2
;db ) = 2,447
t hitung=( x1−
__
x2
__
)
√ [(n1−1 )δ12+(n2−1 )δ2
2] [1n1
+1n2]
n1+n2−2
t hitung=( 8 ,975−14 ,85 )
√[ ( 4−1 ) (0 , 264 )2+( 4−1 ) (0 , 737 )2 ][14+1
4 ]4+4−2
t hitung=−15 ,025
-2,447 2,447
Dari grafik di atas dapat diambil kesimpulan nilai H1 tidak dapat
diterima karena nilai uji T terbaik diluar batas kritis yang terjadi. Perbedaan
antara kekuatan tekan dengan kekuatan tekan kering.
3. Kekuatan geser basah
- Kekuatan geser basah rata-rata
X=ΣXn
X=164
=4
- Simpangan baku
δ=√ Σ( X−X )2
n−1
δ=√0,34−1
δ=0 ,316
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 73
73
- Simpangan baku rata-rata
δ=δ
√n
δ=0 .316
√2=0 ,158
- Kesalahan relatif
KR=δX
KR=0 ,1584
=0 , 079
α=KRx 100%α=0 , 079 x100%=7,9 %→5%
Db = n -1
= 4-1 = 3
t ( α2
;db ) = 3,182
x−[ t ( α2
; db)δ ]< x< x+[ t ( α2
;db )δ ]
4 – 0,5 < X < 4 + 0,5
3,5 < X < 4,5
4. Kekuatan geser kering
- Kekuatan geser kering rata-rata
X=ΣXn
X=22 , 44
=5,6
- Simpangan baku
δ=√ Σ( X−X )2
n−1
δ=√1 ,184−1
δ=0 ,627
- Simpangan baku rata-rata
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 74
74
δ=δ
√n
δ=0 ,627
√2=0 , 313
- Kesalahan relatif
KR=δX
KR=0 ,3135,6
=0 , 055
α=KRx 100 %α=0 ,055 x100 %=5,5 %
Db = n -1
= 4-1 = 3
t ( α2
;db ) = 3,182
x−[ t ( α2
; db)δ ]< x< x+[ t ( α2
;db )δ ]
5,6 – 0,995 < X < 5,6 – 0,995
4,604 < X < 6,596
Uji T
Hipotesa :1. Daerah terima, Ho= µ1 = µ2
2. Daerah tolak, H1= µ1 ≠ µ2
Derajat kebebasan db = n1 + n2-2=6
α = 5%
thitung=( x1−
__
x2
__
)
√[(n1−1 )δ12+(n2−1 ) δ2
2 ][1 n1
+1n2]
n1+n2−2
thitung=(4−5,6 )
√ [ (4−1 )2 (0 , 0998 )2+ (4−1 )2 (0 , 393 )2 ][1 4+1
4]4+4−2
thitung=−23 , 04
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 75
75
-2,447 2,447
Dari grafik diatas dapat ditarik kesimpulan nilai H1 tidak diterima
karena nilai uji t terletak diluar wilayah kritis yang artinya terjadi perbedaan
antara kekuatan geser pada kondisi kering dan basah.
5. Kekuatan tarik basah
- Kekuatan tarik rata-rata
X=ΣXn
X=3,95
=0 ,78
- Simpangan baku
δ=√ Σ( X−X )2
n−1
δ=√0 ,965−1
δ=0 ,499
- Simpangan baku rata-rata
δ=δ
√n
δ=0 .489
√5=0 , 218
- Kesalahan relatif
KR=δX
KR=0 ,2180.78
=0 , 279
α=KRx 100%α=0 , 279 x100%=27 ,9%
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 76
76
Db = n -1
= 5-1 = 4
t ( α2
;db ) = 2,776
x−[ t ( α2
; db)δ ]< x< x+[ t ( α2
;db )δ ]
0,78 – 0,605 < X < 0,78 + 0,605
0,175 < X < 1,385
6. Kekuatan tekan kering
- Kekuatan rata-rata
X=ΣXn
X=3 ,855
=0 ,77
- Simpangan baku
δ=√ Σ( X−X )2
n−1
δ=√0 , 007195−1
δ=0 ,042
- Simpangan baku rata-rata
δ=δ
√n
δ=0 ,042
√5=0 .018
- Kesalahan relatif
KR=δX
KR=0 ,0180 ,77
=0 , 023
α=KRx 100%α=0 ,023 x100%=2,3%
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 77
77
Db = n -1
= 5-1 = 4
t ( α2
;db ) = 4,303
x−[ t ( α2
; db)δ ]< x< x+[ t ( α2
;db )δ ]
0,77 – 0,49 < X < 0,77 + 0,49
0,721 < X < 0,819
Uji T
Hipotesa : 1.Daerah terima, Ho= µ1 = µ2
2.Daerah tolak, H1= µ1 ≠ µ2
Derajat kebebasan db = n1 + n2-2=8
α = 5%
-2,036 2,036
Dari grafik di atas dapat disimpulkan nilai H1 dapat diterima karena
nilai uji t terletak didalam wilayah kritis yang artinya perbedaan antara
kekuatan tekan kering dan basah sangat kecil.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
t=( x1−
__
x2
__
)
√[ (n1−1 ) δ__
12+(n2−1 ) δ
__
22][1n1
+1n2]
n1+n2−2
t=(0 ,767−0 ,667 )
√ [ (5−1 ) (0 , 047 )2+(5−1 ) (0 ,0003 )2 ][15+1
5 ]5+5−2
t=0 ,103
Page 78
78
2.4.2.3 Pembahasan Kekuatan Data Kelompok
1. Kekuatan Tekan
Gambar 2.17 Pengaruh Air dan Bentonit pada Pasir Diikat
BentonitSumber : Surdia dan Kenji (1996:109)
a. Kekuatan tekan basah
Pada kekuatan tekan basah, semakin bertambah kadar air maka
kekuatan tekan basahnya pun akan meningkat pada pasir cetak seiring
bertambahnya kadar air dengan dengan kadar pengikat akan teraktivasi
hingga titik maksimal kekuatan tekan basahnya, namun segera setelah
bentonit habis teraktivasi dan kadar air bertambah maka kekuatan tekan
basahnya akan menurun. Hal ini dikarenakan air telah menjadi air bebas
sehingga kekuatan tekan basahnya menurun.
Pada gambar 2.17 dengan kadar air 5 % dan bentonit 6 % pasir
cetak memiliki kekuatan tekan basah 0,55 kgf/cm2 , sedangkan saat
pengujian didapatkan nilai 8,9 N/cm2 atau sekitar 0,91 kgf/cm2, nilai ini
melebihi standar kekuatan tekan basah pasir cetak. Hal ini dapat
dikarenakan pasir yang digunakan adalah pasir bekas yang belum tercuci
dengan sempurna dan masih memiliki kandungan bentonit sehingga saat
ditambahkan bentonit jumlahnya sudah tidak sesuai dengan perhitungan
teoritisnya.
b. Kekuatan tekan kering
Pada kekuatan tekan kering, seiring bertambahnya kadar air dan
bentonit tetap, maka kekuatan tekan keringnya meningkat. Hal ini
disebabkan seiring bertambahnya kadar air maka bentonit mulai
teraktivasi sehingga kekuatan tekan keringnya meningkat, ketika kadar
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Kekuatan tekan kering
Kekuatan tekan basah
Page 79
79
air ditambah lagi maka bentonit akan semakin encer, sehingga semakin
mudah untuk mengisi celah antar butiran. Saat air bebas habis menguap
maka ikatan antar butir lebih kuat sehingga kekuatan tekan keringnya
meningkat.
Pada gambar 2.17 dengan kadar air 5 % dan bentonit 6 %, pasir
cetak memiliki kekuatan tekan kering 8 kgf/cm2 sedangkan pada
pengujian didapat nilai 14,85 N/cm2 atau sekitar 1,51 kgf/cm2. Perbedaan
terlihat sangat signifikan. Hal ini dikarenakan karena pencampuran yang
kurang merata, serta penumpukan spesimen pada waktu pemanasan di
ruang pemanasan akan menyebabkan air bebas masih tersisa pada pasir
cetak tersebut sehingga kekuatan tekan keringnya turun.
2. Kekuatan Geser
Pengaruh kadar air dan kadar bentonit pada pasir cetak adalah ketika
telah berikatan dengan pasir harus menghasilkan kekuatan sesuai standar.
Standar untuk kekuatan geser pasir cetak adalah 1,5 – 7 psi. Hasil pengujian
untuk kekuatan geser basah adalah 4 N/cm2 atau sebesar 5,8 psi atau 8,41
psi. Nilai kekuatan geser kering tidak memenuhi standar dapat dikarenakan
campuran pasir yang kurang merata.
3. Kekuatan Tarik
Standar untuk kekuatan tarik adalah 1-6 psi. Hasil pengujian untuk
kekuatan tarik basahnya adalah 0,78 N/cm2 atau sekitar 1,13 psi dan untuk
kekuatan tarik keringnya adalah 0,77 N/cm2 atau sebesar 1,12 psi. Maka
untuk spesimen uji tarik baik basah maupun kering memenuhi standar.
2.4.2.4 Grafik Kekuatan Tekan Basah Data antar Kelompok
Tabel 2.9 Data Kekuatan Tekan Basah antar Kelompok
Kelompok Kadar air Kadar pengikat Kekuatan tekan
basah
2 5 8 9,42
3 5 6 8,96
5 4 6 10,71
6 4 8 13,85
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 80
80
9 3 6 11,42
Lab 3 8 17,5
Gambar 2.18 Grafik Kekuatan Tekan Basah Data antar Kelompok
Pada gambar 2.18 dapat dilihat pada kadar bentonite 6% dan 8%
kekuatannya cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan grafik pengaruh kadar
air dan kadar pengikat yang terdapat pada gambar 1.1, pada grafik tersebut
dapat dilihat ketika kadar air ditambah dari 3% hingga 5% kekuatan basahnya
cenderung menurun.
Untuk grafik dengan kadar pengikat 8% memiliki kekuatan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bentonite 6%. Pernyataan tersebut sesuai dengan
dasar teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar bentonite maka
kekuatannya juga semakin tinggi karena semakin banyak pengikat yang
mengikat butir-butir pasir. Kesimpulannya grafik data antar kelompok di atas
sesuai dengan pernyataan dasar teori.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
3 4 51
6
11
16
21
26
11.42 10.778.96
17.5
14
9.42
Kadar Bentonit 6%Kadar Bentonit 8%
Kadar air (%)
Keku
atan
(N/c
m2)
Page 81
81
2.4.2.5 Grafik Kekuatan Tekan Kering Data antar Kelompok
Tabel 2.10 Data Kekuatan Tekan Kering antar Kelompok
Kelompok Kadar air Kadar pengikat Kekuatan Tekan
Kering
2 5 8 15,6
3 5 6 14,85
5 4 6 15,55
6 4 8 15,8
9 3 6 22,22
Lab 3 8 20,9
3 4 51
6
11
16
21
2622.22
15.55 14.85
20.9
15.8 15.6
Kadar Bentonit 6%
Kadar air (%)
Keku
atan
(N/c
m2)
Gambar 2.19 Grafik Kekuatan Tekan Kering Data antar Kelompok
Pada gambar 2.19 dapat dilihat kadar bentonit 6% dan 8% kekuatannya
cenderung menurun hal ini sesuai dengan grafik kadar air dan kadar pengikat
pada dasar teori, pada grafik ketika kadar air ditambah 3 – 5 % kekuatan tekan
kering cenderung meningkat.
Untuk grafik kadar pengikat 8% memiliki kekuatan lebih dari kadar
bentonite 6% hal ini menyebabkan bahwa semakin tinggi kadar bentonite maka
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 82
82
kekuatan tekan kering semakin tinggi karena semakin banyak pengikat yang
mengikat butir.
2.5 Kesimpulan dan Saran
2.5.1 Kesimpulan
1. Faktor – faktor yang mempengaruhi kekuatan pasir cetak
- kadar air
- kadar pengikat
- distribusi pasir cetak
- jenis butir pasir cetak
- permeabilitas
2. Dari pengujian permeabilitas dengan kadar air 5 % dan kadar bentonit 6 %
didapatkan nilai permeabilitas 386 ml / menit hal ini tidak sesuai dengan
teoritis karena pasir yang digunakan merupakan pasir daur ulang sehingga
permeabilitasnya meningkat
3. Dari pengujian permeabilitas data antar kelompok hanya kadar air 5 % dan
kadar bentonit 8 % yang tidak sesuai yang dikarenakan pasir yang
digunakan hanya berbutir besar atau pengadukan kurang merata sehingga
permeabilitasnya tinggi
4. Standart kekuatan pasir cetak sebagai berikut
- Kekuatan tekan basah = 5 – 22 psi
- Kekuatan tekan kering = 22 – 250 psi
- Kekuatan tarik = 1 – 6 psi
- Kekuatan geser = 1 – 5 psi
5. Penyebab nilai aktual dan kekuatan teoritis berbeda adalah pasir cetak yang
digunakan merupakan daur ulang yang ketika waktu pencucian pasir kecil
ikut terbuang selain itu disebabkan pengadukan yang tidak merata sehingga
terdapat pasir cetak yang tidak terikat bentonit.
2.5.2 Saran
1. Pada saat pencampuran pasir cetak menggunakan sand molen sehingga
campuran merata
2. Sebaiknya saat praktikum pasir cetak tidak dibagi ke alat lain sehingga
dapat lebih memahami alat tersebut
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 83
83
3. Sebaiknya saat praktikum disediak tempat duduk untuk praktikan
PL III
CASTING PLAN
3.1 Tujuan
1. Agar praktikan mampu memahami teori yang dibutuhkan dalam casting plan.
2. Agar praktikan dapat merencanakan dan membuat cetakan pasir, sistem saluran
dan pola.
3. Agar praktikan mampu memecahkan masalah-masalah dalam casting plan.
3.2 Dasar Teori
Pada casting plan terdapat hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain
pola, sistem saluran dan pelapis.
3.2.1 Pola
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian pola, macam –
macam pola, bahan pola, serta perencanaan pembuatan pola.
3.2.1.1 Pengertian Pola
Pola adalah bentuk tiruan dari produk yang akan dibuat dengan
tambahan toleransi. Pola merupakan hal yang penting dalam pembuatan coran.
Pola yang dipakai haruslah sesuai dengan pembuatan cetakan yang akan
dibuat. Selain itu macam pola yang akan dipakai harus mempertimbangkan
masalah biaya pembuatan cetakan dan pembuatan pola itu sendiri. Dengan kata
lain pola merupakan alat yang dibuat untuk membuat rongga di dalam cetakan.
3.2.1.2 Macam-macam Pola
1. Pola Tunggal
Pola ini dibentuk sesuai dengan corannya sesuai yang ditunjukkan
pada gambar 3.1, disamping itu kecuali tambahan penyusutan, tambahan
penyelesaian mesin dan kemiringan pola, kadang dibuat menjadi satu
dengan telapak inti.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 84
84
Keuntungan : - Pembuatan pola tunggal mudah.
Kerugian : - Hanya untuk dimensi benda kerja yang simetris.
Gambar 3.1 Pola TunggalSumber : Surdia dan Kenji (1991: 57)
2. Pola Belahan
a. Pola Belahan Dua
Pola ini dibelah ditengah seperti terlihat pada gambar 3.2 untuk
memudahkan pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalau mungkin
dibuat satu bidang.
Keuntungan : - Dapat digunakan untuk geometri yang rumit.
- Untuk jumlah produksi menengah.
Kerugian : - Posisi antara cetakan pada drag dan kup
kemungkinan
dapat bergeser.
Gambar 3.2 Pola BelahSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 57)
b. Pola Setengah
Pola ini dibuat untuk coran dimana kup dan drag dibuat simetri
terhadap permukaan pisah seperti yang terlihat pada gambar 3.3. Kup dan
drag nya hanya dicetak dengan setengah pola.
Keuntungan : - Harga pola setengah dari harga pola tunggal lebih
murah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 85
85
- Hanya untuk bentuk sederhana tanpa ada banyak
sudut dan kelengkungan yang butuh ketelitian tinggi
Kerugian : - Posisi drag tidak tepat pada kupnya.
Gambar 3.3 Pola SetengahSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 57)
c. Pola belahan banyak
Dalam hal ini pola dibagi menjadi 3 bagian atau lebih seperti pada
gambar 3.4 untuk melakukan penarikan cetakan dan untuk
penyederhanaan pemotongan inti.
Keuntungan : - Dapat digunakan untuk bentuk-bentuk yang banyak
memiliki kelengkungan.
- Memudahkan penarikan dari cetakan.
Kerugian : - Sering menyebabkan salah ukuran.
- Pembuatan pola membutuhkan waktu yang lama
Gambar 3.4 Pola Belahan banyakSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 57)
3. Pola Pelat
a. Pola Pelat Pasangan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 86
86
Pola pada gambar 3.5 merupakan pelat dimana kedua belahnya
ditempelkan pola demikian juga saluran turun, pengalir, saluran
masukdan penambah. Pola ini biasanya dibuat dari logam atau
plastik.
Keuntungan : - Dapat dipakai untuk produksi massal
Kekurangan : - Pengerjaan cetakan memerlukan waktu yang lama
dan harus bergantian
Gambar 3.5 Pola Pelat PasanganSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 58)
b. Pola Kup dan Drag
Dalam hal ini pola kayu, logam atau plastik akan diletakkan pada
dua pelat demikian pula saluran turun, pengalir, saluran masuk dan
penambah. Pola seperti pada gambar 3.6 dipakai untuk meningkatkan
produksi.
Keuntungan : - Dapat dipakai untuk meningkatkan produksi.
Kerugian : - Untuk membuat pola dibutuhkan tenaga yang
berpengalaman.
Gambar 3.6 Pola Kup dan DragSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 58)
4. Special Device
a. Pola Cetakan Sapuan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 87
87
Alat seperti pada gambar 3.7 dibuat dari pelat dengan sebuah
penggeret dan pemutar pada bagian tengahnya. Pembuatan cetakan
dilakukan dengan memutar penggeret di sekitar pemutar
Keuntungan : - Harga untuk membuat pola relatif murah.
- Bentuk pola relatif sederhana.
Kerugian : - Harus penuh ketelitian pada pembuatan pola dan
dalam membuat penggeret.
Gambar 3.7 Pola Cetakan SapuanSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 58)
b. Pola Penggeret dengan Penuntun
Alat pada gambar 3.8 dipergunakan untuk pipa lurus atau
lengkung yang penampangnya tidak berubah. Pembuatan cetakan
dilakukan dengan menggerakan penggerek sepanjang penuntun.
Keuntungan : - Harga pola ini tidak mahal
- Bagus untuk pola melengkung dan penampangnya
tetap.
Kerugian : - Pembuatan cetakan membutuhkan waktu yang lama.
Gambar 3.8 Pola Pengeret dengan PenuntunSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 58)
c. Pola Penggeret dengan Rangka Cetak
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 88
88
Pola yang dimana bagian pola dapat ditukar serta konsentris.
Kedua ujung penggeret mempunyai poros seperti yang terlihat pada
gambar 3.9.
Keuntungan : - Poros mudah diatur
Kerugian : - Pembuatan cetakan rumit
Gambar 3.9 Pola Penggeret Berputar dengan Rangka CetakSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 59)
d. Pola Kerangka
Pola pada gambar 3.10 dibuat dengan meletakan pelat dasar dan
membuat pelat dudukan penuntun lalu disapu oleh penggeret untuk
membuat permukaan lengkung yang kontinyu.
Keuntungan : - Cocok untuk bentuk dengan lengkungan yang
berbeda-beda.
- Dapat digunakan untuk cetakan yang kecil
Kerugian : - Pembuatan cetakan lama
- Hanya dipakai untuk jumlah produksi yang
terbatas.
Gambar 3.10 Pola Kerangka Sumber : Surdia dan Kenji (1996 : 59)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 89
89
3.2.1.3 Bahan Pola
1. Kayu
Keuntungan : - Tersedia banyak dan murah.
- Penanganan mudah karena ringan.
Kerugian : - Mudah lembab.
- Membutuhkan pengawet saat disimpan.
- Tempat penyimpanan harus kering.
2. Metal
Keuntungan : - Permukaan lebih halus.
- Dimensi lebih akurat.
- Kuat.
Kerugian : - Biaya untuk permesinan mahal.
- Resistan terhadap oksigen dan kelembaban rendah.
3. Plastik
Keuntungan : - Tahan korosi
Kerugian : - Plastik mudah rapuh.
4. Plaster
Keuntungan : - Mudah dibentuk.
- Kekuatan tekan tinggi.
Kerugian : - Tidak dapat untuk produksi masal.
5. Wax
Keuntungan : - Cocok untuk benda - benda rumit.
- Mudah dibentuk.
Kerugian : - Hanya dapat dipergunakan sekali.
3.2.1.4 Perencanaan Pembuatan Pola.
1. Menetapkan Kup dan Drag
Dalam pembuatan Kup dan Drag, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan
Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan,
Penempatan inti harus mudah
Sistem saluran harus dibuat sempurna agar aliran optimal
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 90
90
2. Penentuan tambahan penyusutan
Pembuatan pola perlu menggunakan mistar susut, yang telah
diperpanjang sebelumnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola.
Tabel 3.1 Toleransi penyusutan
Sumber : Heine (1976 : 81)
Cara membaca tabel 3.1 adalah pertama menentukan jenis logam
pengecoran yang dipakai kemudian menetapkan diameter pola yang akan
dijadikan tambahan penyusutan. Selanjutnya mengkonversi ukuran
penyusutan dari in/ft menjadi mm. Terakhir, mengalikan perbandingan
tambahan penyusutan dengan ukuran pola.
3. Penentuan tambahan penyelesaian mesin
Tempat dimana coran memerlukan penyelesaian mesin harus
dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebalnya berbeda
menurut bahan, ukuran, serta pekerjaan mekanis seperti yang ditunjukkan
pada tabel 3.2.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 91
91
Tabel 3.2 Toleransi Permesinan
Sumber : Heine (1976 : 81)
4. Kemiringan pola
Permukaan yang tegak pada pola dimiringkan dari permukaan pisah
agar memudahkan pengangkatan pola dari cetakan setiap panjang vertikal
30 mm ditambahi 1 mm panjang horizontal seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3.11.
Gambar 3.11 Contoh kemiringan polaSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 53)
3.2.2 Sistem Saluran
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 92
92
Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian sistem saluran,
bagian – bagian dari sistem saluran, serta macam – macam sistem saluran.
3.2.2.1 Pengertian
Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan
kedalam rongga cetakan dengan tujuan mengatur pola aliran logam.
3.2.2.2 Bagian-bagian Sistem Saluran
Gambar 3.12 Bagian-bagian sistem saluranSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 65)
1. Pouring Basin (Cawan Tuang)
Berbentuk wadah yang menerima logam cair langsung dari ladel
seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.12. Cawan tuang biasanya dibentuk
dengan saluran turun. Di bawah cawan tuang harus mempunyai konstruksi
yang tidak dapat dilalui kotoran yang terbawa logam cair dari ladel.
2. Sprue
Bagian dari cetakan yang membawa logam cair dari cawan ke
pengalir. Sprue atau saluran turun seperti yang tertulis pada gambar 3.12
biasanya didesain dengan bentuk mengerucut untuk mengurangi terjadinya
erosi pada cetakan dan turbulensi pada logam.
Rumus-rumus perhitungan yang digunakan :
a. Hukum Kontinuitas
Hukum ini digunakan untuk mengukur laju aliran logam cair.
Q=A1V1=A2V2
Keterangan : Q = Volume air (m3/s)
A = Luas penampang (m3)
V = Laju aliran (m/s)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 93
93
Sumber : Thermodynamics as Engineering Approach, Cengel
b. Hukum Choked
Choked adalah bagian dengan luas penampang terkecil. Pada free
gating system, sprue berperan sebagai choked untuk menghasilkan
distribusi logam cair yang tidak merata. Pada choked system, gate
berperan sebagai choked untuk membuat sistem bertekanan.
Ca = w / (c.d.t.)
Keterangan : Ca= Area choked (m3)
C = Koefisien nozzle
T = Waktu penuangan (detik)
w = Berat dari pengecoran (gr)
d = Massa jenis dari cairan (gr/mm3)
Sumber: Manufacturing Technology: Foundry, Forming and Welding,
Second edition ; Rao.
3. Pengalir (Runner) dan Saluran masuk (Ingate)
Runner adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun
ke saluran masuk yang ditunjukkan pada gambar 3.12. Bentuk dari saluran
pengalir sebaiknya bersudut dan runcing untuk mencegah udara masuk.
Ingate adalah saluran yang menyalurkan logam cair dari saluran
pengalir ke rongga cetakan.
4. Saluran penambah (Riser)
Sebuah lubang pada cetakan yang memungkinkan logam cair naik
melebihi titik tertinggi pada pengecoran. Jadi ketika tidak ada logam yang
meluber maka berarti ada rongga cetakan yang terisi logam.
Perhitungan yang dipakai :
- Hokum Chorinov
t=B(VA )n
Keterangan: t = waktu solidifikasi (sekon)
B = konstanta cetakan yang bergantung pada property
metal (min/cm2)
n = konstanta antara 1 dan 2
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 94
94
Sumber: Material Processing and Manufacturiing Science, Asthama
-VriserAriser
=1.25 xVprodukA produk
Keterangan : V riser = Volume riser
A riser = Luas area riser
V produk = Volume Produk
A produk = Luas area produk
- Perbandingan Luas Sprue – Runner – Ingate
Sprue Area : Runner : Ingate Area
1 : 3 : 3
Tabel 3.3 Gating ratio
Sumber : Heine (1976 : 244)
5. Dam dan Trap
Adalah bagian yang berfungsi menjebak kotoran yang memiliki
berat jenis lebih kecil dari logam. Dam terletak diantara saluran turun dan
pengalir seperti pada gambar 3.13.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 95
95
Gambar 3.13 Dam dan TrapSumber : Surdia dan Kenji (2006:65)
3.2.2.3 Macam-Macam Sistem Saluran
Terdapat beberapa macam sistem saluran yaitu :
1. Saluran Langsung
Saluran yang dibuat langsung jatuh diantara rongga cetakan jadi
waktu dituang logam cair langsung mengisi rongga pada cetakan seperti
yang ditunjukkan pada gambar 3.14. Jadi ketika logam cair dituangkan
maka langsung mengisi cetakan. Saluran ini terdiri dari cawan tuang, sprue
dan riser.
Keuntungan : - Lebih ekonomis dan lazim digunakan karena mudah
dan lebih pendek.
Kerugian : - Logam cair yang jatuh kedalam rongga akan
mengganggu logam yang terlebih dahulu dituang.
Gambar 3.14 Saluran LangsungSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 69)
2. Saluran Bawah
Saluran bawah mempunyai saluran masuk pada bagian bawah dari
rongga cetakan yang ditunjukkan pada gambar 3.15
Keutungan : - Logam cair lebih merata saat menempati rongga pada
cetakan
Kerugian : - Logam cair cepat membeku sebelum mencapai atas.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 96
96
Gambar 3.15 Saluran BawahSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 69)
3. Saluran Cincin
Saluran cincin adalah model saluran yang menggunakan saluran
melalui bawah coran. Pengalir yang berbentuk melingkar seperti cincin dan
mempunyai saluran masuk yang banyak mengelilingi rongga cetakan. Hal
tersebut ditunjukkan pada gambar 3.16
Keuntungan : - Logam cair akan masuk dan mengisi rongga pada
cetakan secara merata.
- Hasil coran akan lebih padat dan mengurangi cacat-
cacat rongga pada benda.
Kerugian : - Kecepatan penuangan harus lebih tinggi untuk
menghindari pembekuan dini pada rongga cetakan.
Gambar 3.16 Saluran CincinSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 69)
4. Saluran Pisah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 97
97
Saluran pisah yang ditunjukkan pada gambar 3.17 mempunyai
saluran masuk pada permukaan pisah dari cetakan, dimana logam cair
dijatuhkan ke dalam rongga cetakan.
Keuntungan : - Memiliki dua saluran yang berbeda sehingga ada jalan
bagi udara untuk keluar.
Kerugian : - Temperatur penuangan harus tinggi dan kecepatan
penuangan juga harus cepat.
Gambar 3.17 Saluran PisahSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 69)
5. Saluran Terompet
Pada saluran terompet saluran masuk menjadi satu dengan saluran
turun yang berbentuk seperti terompet yang semakin mengecil dari atas
sampai masuk kedalam rongga cetakan seperti yang terlihat pada gambar
3.18.
Keuntungan : - Cocok untuk benda-benda yang berbentuk pejal.
Kerugian : - Penuangan logam harus dengan kecepatan tinggi agar
dapat menghindari solidifikasi dini
Gambar 3.18 Saluran TerompetSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 70)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 98
98
6. Saluran Bertingkat.
Sistem saluran yang ditunjukkan pada gambar 3.19 mempunyai
saluran turun yang dihubungkan dengan beberapa saluran masuk. Logam
cair mengalir ke dalam rongga dari saluran masuk yang terbawa dan
kemudian dari saluran masuk kedua dan seterusnya.
Keuntungan : - Logam cair lebih cepat mengisi cetakan
Kerugian : - Pembuatan cetakan yang rumit dan sistem saluran
yang dibuat menjadi panjang.
Gambar 3.19 Saluran BertingkatSumber : Surdia dan Kenji. 1996 :70
7. Saluran Pensil
Merupakan sistem saluran dimana logam cair dituangkan kebawah
melalui beberapa lubang pada dasar dari cawan tuang seperti terlihat pada
gambar 3.20
Keuntungan : - Harga untuk benda simetris mahal
Kerugian : - Pembekuan saluran relatif lebih sulit dan rumit.
Gambar 3.20 Saluran PensilSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 70)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 99
99
8. Saluran Baji
Dibuat seperti celah pada bagian atas coran dapat dilihat pada
gambar 3.21. Saluran ini dibuat dengan tujuan menghasilkan coran dengan
ketebalan sama. Logam cair diberikan sedikit demi sedikit dengan tidak
terganggu melalui celah dan bagian atas logam lebih panas daripada bagian
bawah sehingga rongga penyusutan kecil.
Keuntungan : - Dalam sekali tuang dapat dihasilkan coran lebih dari
satu dengan ukuran yang sama besar.
Kerugian : - Kecepatan penuangan harus tinggi karena hanya ada
satu saluran masuk untuk beberapa cetakan yang
harus diisi.
Gambar 3.21 Saluran BajiSumber : Surdia dan Kenji (1996 : 70)
3.2.3 Pelapis
Pelapis adalah suatu lapisan yang diberikan pada permukaan cetak
dengan sebelum logam cair dituangkan ke dalam cetakan.
3.2.3.1 Fungsi Pelapis
Pelapis memiliki fungsi sebagai berikut :
a) Mencegah difusi dan penetrasi logam.
b) Mendapatkan permukaan coran yang halus.
c) Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah saat pembongkaran.
d) Menghilangkan cacat-cacat yang disebabkan pasir
3.2.3.2 Syarat Pelapis
Untuk menjadikan pelapis yang baik, ada syarat yang harus dipenuhi :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 100
100
a) Tahan panas saat menerima temperatur penuangan
b) Pelapis saat kering harus cukup kuat dan tidak rusak karena logam cair.
c) Ketebalan pelapis harus cukup tebal agar dapat mencegah penetrasi logam.
d) Gas yang ditimbulkan harus lebih sedikit.
3.2.3.3 Bahan Pelapis
1. Jika temperatur penuangan di bawah 1350oC memakai bubuk grafit atau
arang. Contoh kompositnya :
a. Campuran grafit 100 (grafit kerak 0-40 grafit tanah (100-60) bentonite
10-20 (lempung tahan api 20-40).
b. Campuran grafit (grafit kerak 20-50, grafit tanah atau jelaga kokas 80-
50); bentonite 10-20 (tanah lempung tahan api 20-40). Dalam hal
penggunaan lempung tahan api, dicampur gula total 2-5 abu lignin asam
sulfat kurang dari 2 untuk tiap campuran grafit 100.
2. Untuk lapisan cetakan yang mengalami temperature penuangan 13500C.
Sebagai contoh komposisi :
a. Campuran granit 100 (grafit kerak 90-80, jelaga kokas 20) bentonite 10-
20.
b. Grafit kerak 100, amonium klorida 0,5, bentonite 10-20.
Agar permukaan inti kuat, terutama sifat ketahanan panasnya serta
dapat memberikan kehalusan permukaan dan hasil coran, permukaan inti dapat
diberi bahan pelapis dan serbuk silika, zircon atau campuran air atau alkohol
3.2.4 Desain Kerja I
3.3.1 Desain Benda Kerja
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 1 dan 2)
3.3.2 Desain Kup dan Drag
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 9 dan 10)
3.3.3 Desain Pola
1. Perhitungan Toleransi Penyusutan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 101
101
Perhitungan ini mengacu pada tabel penyusutan pola. Bahan yang
digunakan adalah pola dengan bahan alumunium, dengan melihat tabel 3.1.
Dengan dimensi pola “up to 48 in”, tipe “open construction” nilai
penyusutannya adalah 5/32 (in/ft).
xy= 5
32inft
=127 mm9753 , 6mm
a. 60 mm→ 60 x127
9753,6 = 0,0781 mm
b. 30 mm→ 30 x127
9753,6= 0,391 mm
c. 20 mm→ 20 x127
9753,6 = 0,026 mm
2. Perhitungan Toleransi Permesinan
Perhitungan ini mengacu pada tabel finishing pola permesinan
pada tabel 3.2. Bahan yang digunakan yaitu alumunium, dimensi “up to 12
in” dengan perbandingan 1/16 in.
a. 60 mm→ 60 x25,4
4876,86 = 3.75 mm
b. 30 mm→ 30 x25,4
4876,86 = 1,875 mm
c. 20 mm→ 20 x25,4
4876,86 = 1,25 mm
3. Toleransi Kemiringan
Tabel 3.4 Dimensi Toleransi
Dimensi yang ditoleransi
(mm)
Toleransi Penyusutan
(mm)
Tolerasi Permesinan
(mm)
Total Toleransi
(mm)30 0,391 1,875 2,266
15 0,195 0,937 1,132
30 =
130 x 2,266 mm = 0,076 mm
15 =
130 x 1,132 mm = 0,037 mm
4. Total Dimensi
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 102
102
Gambar 3.22 Desain PolaSumber : Dokumentasi Pribadi (2014)
Tabel 3.5 Total DimensiBagian Toleransi
Penyusutan (mm)
Toleransi Permesinan
(mm)
Total Dimensi(mm)
A 0,26 1,25 21,51B 0,391 1,875 32,266
C dan D 0,781 3,75 64,531
5. Gambar Pola Benda Kerja
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 3 dan 4)
3.3.4 Desain Sistem Saluran
Saluran yang digunakan adalah saluran langsung:
a. Perhitungan
Volume benda kerja (V) = 373315,5 mm3 = 3,73 x 10-4 m3
Luas Permukaan (A) = 38784,74 mm2 = 3,9 x 10-2 m3
Densitas Alumunium = 2700 kg/m3
Gating ratio = Sprue : Runner : Gate = 1 : 3 : 3
Massa Coran
m = ρ x V
= 2700 kg/m3 x 3,73 x 10-4 m3
= 1,007 kg
Berat Coran
t = k √m , untuk berat coran < 100 lb, maka k = 1,2
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 103
103
= 1,2 √2 ,21 = 1,79 s
Menentukan diameter sprue bawah
h2 = 50 mm = 0,05 m
A2 =
mρ . t √2 , g . h2
=
1 ,0072700 .1 ,79√2.9 ,81.0 ,05
=
1 , 0074784 , 67
= 2,10 x 10-4 m3
r2 = √ A2
π
= √2103 ,14
= 8,17 mm
θ2 = 2 r2
= 2. 8,17
= 16,34 mm
Diameter Sprue atas (θ1 )
h1 = 25 mm = 0,25 m
m1 = m2
A1.V1 = A2.V2
A1.√2g ∙ h1 = A2.2
A1 = A 2.√2g ∙ h2
√2 g∙ h1
A1 = A2√ h2
h1
A1 = 296,98 mm
A2 = л.r2
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 104
104
r = √ 296,98л
.
r = 9,73 mm
d = 19,46 mm
a. Desain Cetakan Pasir
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 5, 6, 7 dan 8)
3.3.5 Desain Cetakan Pasir
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 12, 13 dan 14)
3.4 Urutan Kerja Pembuatan Cetakan Pasir
3.4.1 Alat dan Bahan
Alat –alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
1. Kup dan Drag
Alat pada gambar 3.23 digunakan sebagai tempat untuk membuat
cetakan pasir.
Gambar 3.23 Kup dan DragSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Sprue dan Riser
Alat pada gambar 3.24 digunakan sebagai tempat mengalirkan logam
cair kedalam cetakan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 105
105
Gambar 3.24 Saluran masuk dan saluran tambahanSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Pola
Alat seperti yang terlihat pada gambar 3.25 digunakan untuk membuat
bentuk rongga cetakan benda cor.
Gambar 3.25 PolaSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan
Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
4. Papan Datar
Alat pada gambar 3.26 digunakan sebagai tempat landasan dalam
membuat cetakan.
Gambar 3.26 Papan DatarSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 106
106
5. Kamera
Alat pada gambar 3.27 digunakan sebagai alat dokumentasi pengujian.
Gambar 3.27 KameraSumber : Siti, 2013
3.4.2 Urutan kerja pembuatan cetakan pasir dengan sistem saluran.
1. Aduk pasir cetak dengan komposisi tertentu dengan sand mollen agar
campurannya merata.
2. Letakkan pola cetakan pada papan datar berikut drag. Kemudian masukkan
pasir cetak dan padatkan hingga rata dan padat memenuhi drag. Ratakan
permukaan pasir cetak bagian atas dengan papan kayu
3. Balik drag kemudian taburi pola dengan grafit. Sedangkan untuk pasir cetak
taburi dengan pasir silika halus agar pola dan pasir cetak tidak lengket.
Kemudian ratakan dengan kuas secara hati-hati.
4. Letakkan kup diatas drag kemudian letakkan saluran turun dan saluran
penambah.
5. Isi kup dengan pasir cetak, padatkan dan selama pemadatan jangan sampai
saluran turun maupun saluran penambah berubah posisinya.
6. Ambil saluran turun dan saluran penambah dengan hati-hati jangan sampai
pasir ikut terangkat.
7. Angkat kup dari drag secara hati – hati, kemudian ambil polanya. Apabila
masih terjadi kerusakan, maka tempatkan kembali pola ke posisi semuladan
isi bagian – bagian yang rusak tersebut dengan pasir cetak.
8. Taburi rongga bekas pola tersebut dengan grafit, kemudian ratakan dengan
kuas secara hati – hati.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 107
107
9. Letakkan kembali kup diatas drag, kemudian cetakan yang sudah jadi
tersebut letakkan di tempat yang aman dan datar, diatas cetakan beri
pemberat.
3.5 Studi Kasus dan Analisa
3.5.1 Studi Kasus
1. Pola sulit dilepas
Pada saat melakukan pelepasan pola, pola sulit dilepaskan dari
cetakan pasir seperti yang terlihat pada gambar 3.28.
Gambar 3.28 Pola sulit dilepasSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Cetakan pasir rontok
Terdapat masalah pada sistem saluran yaitu adanya rontokan pasir
pada pasir cetak seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.29.
Gambar 3.29 Cetakan pasir rontokSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 108
108
3.5.2 Analisa
1. Pola sulit dilepas
Pola sengaja dibuat dengan dimensi yang lebih besar karena adanya
toleransi – toleransi yang diperlukan. Berdasarkan hasil perhitungan
kemiringan pola sebesar 0,07 mm dengan faktor kemiringan 1/30 sesuai
pada gambar 3.11. Toleransi yang kecil memungkinkan menjadi penyebab
pola sulit dilepas karena dimensi yang hampir serupa dengan tanpa adanya
kemiringan. Selain itu bentuk pola yang kebanyakan bersudut, permukaan
pola yang kurang halus, kadar air pasir cetak yang masih banyak serta
ukuran pasir yang cenderung homogen dapat menjadi penyebab sulitnya
pola untuk dilepas.
2. Cetakan pasir rontok
Pemberian pelapis pada pola bertujuan untuk menjaga pasir tidak
ikut terangkat ketika pola diangkat dari cetakan. Cetakan pasir rontok yang
ditunjukkan pada gambar 3.29 kemungkinan disebabkan karena kurangnya
pelapis pada pola sehingga saat pengangkatan pasir ikut terangkat.
3.5.3 Pemecahan Masalah
1. Pola sulit dilepas
Faktor kemiringaan pola yang ada adalah 1/30 dan 1/100. Dengan
menggunakan faktor kemiringan 1/30 toleransinya sebesar 0,07 mm. tidak
mungkin menggunakan 1/100 karena toleransinya akan semakin kecil.
Solusinya dengan memperhalus permukaan pola dan melakukan
penambahan pelapis dengan merata, menunggu sebentar sampai
diperkirakan kadar air pada pasir cetak sudah sedikit.
2. Cetakan pasir rontok
Sebaiknya pelapis pola dilakukan merata sehingga tidak ada pasir
yang ikut terbawa saat pengangkatan pola dilakukan. Selain itu pemadatan
juga harus dilakukan dengan lebih baik.
3.6 Desain Kerja II
3.6.1 Desain Benda Kerja
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 15 dan 16)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 109
109
3.6.2 Desain Kup dan Drag
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 9 dan 10)
3.6.3 Desain Pola
1. Perhitungan Toleransi Penyusutan
Perhitungan ini mengacu pada tabel 3.1. Bahan yang digunakan
adalah pola dengan bahan alumunium, dengan dimensi pola “up to 48 in”.
Tipe “open construction” nilai penyusutan 5/32 (in/ft).
xy= 5
32inft
=127 mm9753 , 6mm
a. 60 mm → 60 x127
9753,6 = 0,0781 mm
b. 30 mm → 30 x127
9753,6= 0,391 mm
c. 20 mm → 20 x127
9753,6 = 0,026 mm
2. Perhitungan Toleransi Permesinan
Perhitungan ini mengacu pada tabel finishing pola permesinan sesuai
pada tabel 3.2 Bahan yang digunakan alumunium, dimensi “up to 12 in”
dengan perbandingan 1/16 in.
a. 60 mm→ 60 x25,4
4876,86 = 3.75 mm
b. 30 mm→ 30 x25,4
4876,86 = 1,875 mm
c. 20 mm→ 20 x25,4
4876,86 = 1,25 mm
3. Toleransi Kemiringan
Tabel 3.6 Dimensi Toleransi
Dimensi yang ditoleransi
(mm)
Toleransi Penyusutan
(mm)
Tolerasi Permesinan
(mm)
Total Toleransi
(mm)30 0,391 1,875 2,266
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 110
110
15 0,195 0,937 1,132
30 =
130 x 2,266 mm = 0,076 mm
15 =
130 x 1,132 mm = 0,037 mm
4. Total Dimensi
Sesuai dengan gambar penampang pada gambar nomor 3.22, maka
dapat diperoleh hasil dari perhitungan pada tabel berikut :
Tabel 3.7 Total DimensiBagian Toleransi
Penyusutan(mm)
Toleransi Permesinan
(mm)
Total Dimensi(mm)
A 0,26 1,25 21,51B 0,391 1,875 32,266
C dan D 0,781 3,75 64,531
5. Gambar Pola Benda Kerja
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 3 dan 4)
3.6.4 Desain Sistem Saluran
Saluran yang digunakan adalah saluran pisah.
a. Perhitungan
Volume benda kerja (V) = 373315,5 mm3 = 3,73 x 10-4 m3
Luas Permukaan (A) = 38784,74 mm2 = 3,9 x 10-2 m3
Densitas Alumunium = 2700 kg/m3
Gating ratio = Sprue : Runner : Gate = 1 : 3 : 3
Massa Coran
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 111
111
m = ρ x V
= 2700 kg/m3 x 3,73 x 10-4 m3
= 1,007 kg
Berat Coran
t = k √m , untuk berat coran < 100 lb, maka k = 1,2
= 1,2 √2 ,21 = 1,79 s
Menentukan diameter sprue bawah
h2 = 82 mm = 0,082 m
A2 =
mρ . t √2 , g . h2
=
1 ,0072700 .1 , 79√2. 9 ,81. 0 ,082
=
1, 0076130 ,1799
= 1,64 x 10-4 m3
r2 = √ A2
π
= √1643 ,14
= 7,23 mm
θ2 = 2 r2
= 2. 7,23
= 14,46 mm
Diameter Sprue atas (θ1 )
h1 = 25 mm = 0,25 m
m1 = m2
A1.V1 = A2.V2
A1.√2g ∙ h1 = A2.2
A1 = A 2.√2g ∙ h2
√2 g∙ h1
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 112
112
A1 = A2√ h2
h1
A1 = 297,02 mm
A2 = л.r2
r = √ 297,02л
.
r = 9,72 mm
d = 19,44 mm
Desain Ingate
Gating ratio = sprue : ingate = 1 : 3
AG = 3 As
= 402 mm2
AG = A persegi
402 = S2
S = 20,181 mm
Desain Riser
V casting
Acasting =
125100
V riser
A riser
=
125100
πr 2 hr
2 πr2+2 π rhr
373315 ,5038784 ,74 =
125100
rhr
2(r+hr )
Tinggi riser yang direncanakan (hr) = 75 mm = 0,075 m
5,4 (r+hr) = r hr
15,4 r + 15,4 hr = r hr
59,6 r =115,5
r = 19,38 mm
θ1 = 2r
= 2.19,38
= 38,76 mm
b. Desain Sistem Saluran
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 19, 20, 21 dan 22)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 113
113
3.6.5 Desain Cetakan Pasir
(Terlampir pada gambar lampiran nomor 26, 27 dan 28)
3.7 Studi Kasus dan Analisa
3.7.1 Studi Kasus
1. Pola Sulit Dilepas
Pada saat melakukan pelepasan pola sulit dilepas dan pasir pada
pinggiran pola ikut terangkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.30.
Gambar 3.30 Pola Sulit DilepasSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2. Cetakan Pasir Rontok
Adanya cetakan pasir rontok pada saat pengangkatan pola seperti
terlihat pada gambar 3.31.
Gambar 3.31 Cetakan Pasir Rontok Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Kup dan Drag Mudah Bergeser
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 114
114
Pada saat pemasangan, Kup dan Drag tidak terkunci seperti yang
terlihat pada gamabar 3.32 sehingga mengakibatkan kup drag menjadi mudah
bergeser.
Gambar 3.32 Kup dan Drag Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya3.7.2 Analisa
1. Pola Sulit Dilepas
Pelepasan pola yang sulit diakibatkan karena pola memiliki banyak
sudut – sudut sehingga pola sulit dilepas. Selain itu pada saat pelepasan pola
, pasir dibagian pinggir pola ikut terangkat seperti yang telihat pada gambar
3.31 sehingga masih perlu ditekan – tekan lagi agar cetakan tidak rusak.
Selain itu juga pada bagian takikan pada pola pasir yang terisi sedikit dan
pola juga bersudut sehingga menyulitkan pengangkatan karena pasir cetak
bagian ini mudah sekali terangkat. Secara umum dapat disimpulkan
penyebab pola sulit dilepas adalah bentuk pola yang bersudut, kemiringan
pola yang terlalu kecil, kadar air pada pasir cetak yang masih banyak
sehingga membuat kondisi cetakan pasir rapuh, permukaan pola yang
kurang halus serta bentuk butir pasir yang cenderung homogen sehingga
pasir yang terdapat pada pinggiran pola ikut terangkat.
2. Cetakan Pasir Rontok
Pada saat pencabutan dilakukan masih ada pasir cetak yang ikut
terangkat pada bagian pinggir pola yang mengindikasikan bahwa kekuatan
pasir cetak masih kurang. Hal ini bisa disebabkan karena ukuran butir pasir
yang ditunjukkan pada gambar 3.33 yang cenderung homogen sehingga
pasir – pasir yang ada mudah lepas dan akhirnya bisa rontok.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 115
115
Gambar 3.33 Butir Pasir RontokSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Kup dan Drag Mudah Bergeser
Kup dan drag tidak terkunci dengan seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3.34 karena kesalahan dalam pembuatan pengunci kup dan drag
sehingga pengunci yang ada tidak dapat menahan kup dan drag ketika
bergeser.
Gambar 3.34 Pengunci Kup dan DragSumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3.7.3 Pemecahan Masalah
1. Pola Sulit Dilepas
Perlu lebih memperhatikan lagi masalah dimensi pola dengan
penggunaan toleransi – toleransinya dan juga pelapisan pada pola harus
merata yang sebelumnya permukaan pola harus halus agar meskipun
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 116
116
memiliki sudut, pola lebih mudah diangkat serta menunggu sebentar sampai
kira – kira kadar air dalam pasir cetak sedikit agar cetakan kuat.
2. Cetakan Pasir Rontok
Seperti pada analisa, cetakan pasir rontok kemungkinan dikarenakan
butiran pasir yang cenderung homogen untuk itu agar mengurangi
kerontokan harus diperhatikan ukuran butir pasir dan komposisi cetakan
pasir jadi kekuatan pasir dapat dimaksimalkan. Untuk ukuran butir pasir
cetak, sebaiknya 2/3 bagian dari pasir cetak adalah dari 2 mesh yang
berurutan sehingga pasir cetak yang didapatkan cenderung heterogen.
Komposisi yang digunakan adalah 5% air dan 6% bentonit, seharusnya
untuk mendapatkan kekuatan yang maksimal pada gambar 2.1 dengan
menggunakan kadar air 5% dengan kadar bentonit yang digunakan adalah
8% dengan begitu kekuatan dapat dimaksimalkan dan mengurangi pasir
yang rontok.
3. Kup dan drag mudah Bergeser
Pembuatan pengunci kup dan drag harus diperhatikan agar Kup dan
drag terkunci sempurna dan tidak mengalami pergeseran. Pengunci ini
dapat dibuat pada bagian depan dan belakang atau jika ingin menambahkan
pada bagian samping kup dan drag. Pada bagian drag seharusnya ada
penjepit kunci dimana penjepit kunci itu memiliki tinggi yang tidak
melebihi tinggi dari drag sehingga mempermudah perataan permukaan
ketika membuat cetakan pada bagian drag. Untuk bagian kup pembuatan
pengunci harus diperhatikan agar sesuai dengan penjepit pada drag.
Pengunci ini harus dibuat dengan teliti agar kup dan drag dapat terkunci dan
tidak mengalami pergeseran.
3.8 Kesimpulan dan Saran
3.8.1 Kesimpulan
1. Jika dibandingkan antara pembuatan cetakan 1 dengan pembuatan cetakan II
maka bisa dikatakan bahwa pembuatan cetakan I lebih baik secara proses
karena pada pembuatan cetakan I permasalahan yang terjadi adalah pola sulit
dilepas dan pasir rontok sedangkan pembuatan cetakan 2 bertambah menjadi
kup drag yang mudah bergeser.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 117
117
2. Pemecahan masalah untuk pembuatan cetakan I untuk masalah pola sulit
dilepas adalah dengan memperhalus permukaan dan menambahkan pelapis
secara merata. Sedangkan untuk masalah cetakan pasir rontok adalah
melakukan pemadatan yang lebih baik.
3. Pemecahan masalah untuk pembuatan cetakan II untuk masalah pola sulit
dilepas adalah dengan memperhalus permukaan. Sedangkan untuk maslash
pasir rontok adalah dengan cara memperhatikan ukuran butir melalui
penggunaan mesin rotap yakni menggunakan 2/3 bagian dari pasir cetak dari
3 mesh yang berurutan. Kup dan drag yang mudah bergeser dapat diatasi
dengan pemberian penjepit kunci pada bagian samping kup drag.
3.8.2 Saran
1. Sebaiknya saat praktikum, praktikan diwajibkan memakai masker agar tidak
menganggu kesehatan pernapasan praktikan.
2. Untuk desain benda kerja yang dibuat agar ukurannya disamakan.
3. Seharusnya lab memiliki ventilasi yang cukup agar ketika praktikum
udaranya tidak panas.
4. Sebaiknya sebelum menggunakan pasir untuk pembuatan cetakan, pasir
dimasukkan terlebih dahulu pada mesin rotap sehingga ukuran butir yang
digunakan tepat.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 118
118
PL IV
PENUANGAN DAN INSPEKSI
4.1 Tujuan
1. Praktikan dapat mengetahui dan memahami definisi beserta macam
pengecoran logam.
2. Praktikan dapat mengetahui macam cacat coran beserta penyebab dan
pencegahannya.
3. Praktikan mampu menganalisa hasil coran beserta solusi pada cacat coran.
4.2 Dasar Teori
Pada dasar teori terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui
sebelum melakukan praktikum pengecoran logam diantaranya adalah definisi
dari pengecoran logam, peleburan, solidifikasi, fluiditas, cacat coran dan
inspeksi.
4.2.1 Pengecoran Logam
Pengecoran logam adalah suatu proses manufaktur produk dimana di
dalamnya terdapat rangkaian proses peleburan logam di dalam tangki
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 119
119
peleburan seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1. Setelah logam mencair
dilanjutkan proses penuangan logam cair ke dalam cetakan dimana proses ini
bergantung pada fluiditas logam. Setelah logam cair mengalir dan mengisi
cetakan maka proses selanjutnya adalah solidifikasi. Setelah logam kembali ke
bentuk padat cetakan dapat disingkirkan dari coran yang dapat digunakan
untuk proses sekunder.
Gambar 4.1 Diagram alir proses pengecoran logam Sumber : Kalpakjian (2009:262)
Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam yaitu
expendable mold casting dan permanent mold casting.
a. Expendable Mold Casting
Expendable mold casting adalah teknik pengecoran logam yang
cetakannya hanya dapat digunakan satu kali proses saja. Macam macam
expendable mold casting adalah :
1. Sand casting
Sand mold casting adalah proses pengecoran logam dengan
menggunakan pasir, bahan pengikat dan air sebagai cetakannya. Cetakan
pasir merupakan teknik yang paling banyak digunakan karena memiliki
keunggulan:
Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi seperti baja nikel
dan titanium.
Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai ukuran besar.
Klasifikasi cetakan pasir adalah sebagai berikut :
Cetakan pasir basah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 120
120
Cetakan pasir basah adalah cetakan yang terbuat dari
campuran pasir, lempung dan air.
Cetakan pasir kering
Cetakan pasir kering dibuat dengan menggunakan cetakan
yang dibakar dalam oven dengan temperature 204o C sampai 316o C
pembakaran dalam oven dapat memperkuat cetakan dan mengeraskan
permukaan rongga cetakan.
Proses pembuatan cetakan pasir dengan kup dan drag:
1. Papan cetakan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar
mendatar.
2. Pola dan rongga cetakan untuk drag diletakkan di atas papan cetakan.
Rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya pasir 30 sampai
50 mm. Letak salurannya ditentukan terlebih dahulu.
3. Pasir muka yang telah ditaburkan untuk menutupi permukaan pola
dalam rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm.
4. Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan
penumbuk. Dalam penumbukkan ini harus dilakukan secara hati hati
agar pola tidak terdorong langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir
tertumpuk melewati tepi atas dari rangka cetakan digaruk dan cetakan
diangkat bersama pola dari papan cetakan.
5. Cetakan di balik dan diletakkan pada papan cetakan dan setengah pola
lainnya bersama-sama rangka cetakan untuk kup dipasang di atasnya,
kemudian bahan pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan
permukaan pola.
6. Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipotong, kemudian
pasir muka dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan
dipadatkan kemudian kalau rangka cetakan itu harus ditandai agar
tidak keliru dalam penutupannya. Selanjutnya kup dipisah dari drag
dan diletakkan mendatar pada papan cetakan.
7. Pengalir dan saluran dibuat dengan mempergunakan spatula. Pola
untuk pengalir dan saluran dipasang sebelumnya yang bersentuhan
dengan pola utama , jadi tidak perlu dibuat dengan spatula. Pola di
ambil dari cetakan dengan jari. Inti yang cocok dipasang pada rongga
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 121
121
cetakan dan kemudian kup dan drag ditutup, maka pembuatan cetakan
berakhir.
Sand mold casting biasanya digunakan untuk pengecoran
logam dengan titik lebur tinggi.
Secara umum proses pembuatan cetakan pasir ditunjukkan pada
gambar 4.2 sebagai berikut.
Gambar 4.2 Tahapan Membuat Cetakan PasirSumber : Surdia dan Kenji (1996:94)
2. Investment Casting (Pola Lilin)
Cara lilin adalah cara yang khas diantara teknik pengecoran
logam lainnya yang disebut juga dengan pengecoran investment. Berikut
adalah garis besar dari proses pengecoran dengan metode ini :
1. Dibuat cetakan untuk pengecoran lilin.
2. Pola lilin dan sistem saluran tersebut dibuat dengan menggunakan
cetakan tersebut diatas.
3. Pola lilin dan sistem saluran disusun menjadi susunan pola.
4. Susunan tersebut dilapisi.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 122
122
5. Susunan pola lilin yang telah dilapisi itu ditutup dengan
campuran investment pembuatan cetakan.
6. Menghilangkan lilin dengan memanaskan pada temperatur 100O C
sampai 110oC.
7. Cetakan dibakar pada temperatur 800O C.
8. Logam cair dihitung pada cetakan yang temperature tinggi.
9. Pekerjaan penyelesaian.
Investment Casting biasanya digunakan untuk pengecoran logam
paduan dengan titik cair tinggi misalnya komponen turbin atau perhiasan.
Secara umum tahapan Investment Casting ditunjukkan pada
gambar 4.3 sebagai berikut.
Gambar 4.3 Tahapan Investment CastingSumber : Kalpakjian (2009 : 273)
3. Evaporative Pattern Casting (Lost foam Process)
Proses yang ditunjukkan pada gambar 4.4 menggunakan pola
polystyrene dimana pola ini akan menguap ketika bersentuhan dengan
logam cair untuk membuat rongga saat pengecoran. Proses ini menjadi
salah satu proses penting dalam pengecoran logam ferrous dan non-
ferrous terutama pada industri otomotif.
Dalam proses ini, polystyrene yang mengandung 5 sampai 8%
pentana ditempatkan didalam die yang sudah dilakukan preheated dan
die terbuat dari aluminium. Kemudian polystyrene melebar dan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 123
123
memenuhi tempat / rongga dari die. Die kemudian didinginkan dan
dibuka lalu pola polystyrene disingkirkan
Gambar 4.4 Tahapan Evaporative Mold CastingSumber : Kalpakjian (2009 : 270)
b. Permanent Mold Casting
Permanent mold casting adalah teknik pengecoran logam yang
cetakannya dapat digunakan lagi setelah proses pengecoran. Jenis cetakan
ini bisa dipakai berulang kali (terbuat dari logam). Pengecoran
menggunakan metode ini dikhususkan untuk pengecoran logam non ferrous
dan paduan.
Macam macam permanent mold casting adalah :
1. Pengecoran Sentrifugal
Pengecoran sentrifugal dilakukan dengan menggunakan logam
cair ke dalam cetakan yang berputar akibat pengaruh gaya sentrifugal,
logam cair akan terdistribusi ke dinding rongga cetak dan kemudian
membeku, jenis-jenis pengecoran sentrifugal antara lain :
a. Pengecoran sentrifugal sejati
Dalam pengecoran sentrifugal sejati logam cair dituangkan ke
dalam cetakan yang berputar untuk menghasilkan benda cor bentuk
tabular seperti pipa, tabung, bushing, cincin dll. Pada pengecoran
logam cair dituangkan ke dalam cetakan horizontal yang sedang
berputar melalui cawan tuang (pouring basin) yang terletak pada salah
satu ujung cetakan pada beberapa mesin seperti pada gambar 4.5.
Cetakan baru diputar setelah logam cair di tuangkan kecepatan putar
yang sangat tinggi menghasilkan gaya sentrifugal, sehingga logam
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 124
124
akan terbentuk sesuai dengan bentuk dinding cetakan. Karakteristik
benda cor hasil pengecoran sentrifungal sejati :
Memiliki densitas (kepadatan) yang tinggi terutama pada bagian
luar cor.
Tidak terjadi penyusutan pembekuan pada bagian luar benda cor
karena adanya gaya sentrifungal yang bekerja secara kontinyu
selama pembekuan.
Terdapat ada impuritas pada dinding sebelah dalam coran dan
hal itu dapat dihilangkan dengan permesinan.
Gambar 4.5 Proses pengecoran sentrifugal sejatiSumber : Groover Mikel P (2007 : 232)
b. Pengecoran Semi Sentrifugal
Pada metode ini gaya sentrifugal digunakan untuk
menghasilkan coran yang pejal (bukan bentuk tabular) cetakan
dirancang dengan riser pada pusat untuk pengisian logam cair,
seperti ditunjukkan dalam gambar 4.6.
Gambar 4.6 proses Pengecoran Semi SentrifugalSumbar : Groover Mikel P (2007 : 233)
Densitas logam dalam alur pengecoran lebih besar pada
bagian luar dibandingkan dengan bagian dalam coran, yaitu bagian
yang dekat dengan pusat rotasi. Kondisi ini dimanfaatkan untuk
membuat benda dengan lubang ditangah seperti roda, puli, bagian
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 125
125
tangah. Biasanya digunakan untuk pengecoran logam paduan,
biasanya untuk membuat roda gigi atau membuat baling baling.
c. Pengecoran Sentrifuge
Dalam pengecoran Sentrifuge, cetakan dirancang dengan
beberapa rongga cetak yang diletakkan disebelah luar dari pusat rotasi
sedemikian rupa sehingga logam cair yang dituangkan ke dalam
cetakan akan didistribusikan ke setiap rongga cetak dengan gaya
sentrifugal seperti yang ditunjukan dalam gambar 4.7.
Gambar 4.7 Proses Pengecoran SentrifugeSumber : Groover Mikel P (2007 : 234)
2. Squeeze Casting
Proses pengecoran ini dikembangkan pada tahun 1960-an dan
meliputi pemadatan dari logam cair dibawah tekanan tinggi. Produk –
produk yang dihasilkan dari proses ini adalah komponen otomotif dan
rangka mortar. Alat – alat yang dibutuhkan meliputi sebuah die, punch
dan pin pelepas. Tekanan yang bekerja pada die menjaga gas yang
terperangkap didalamnya dan kontak yang terjadi antara permukaan die
dengan logam yang berada dalam tekanan tinggi menghasilkan stutur
mikro yang baik pada logam sehingga logam memiliki mampu mesin
yang baik.
Secara umum proses squeeze casting ditunjukkan pada gambar
4.8 sebagai berikut.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 126
126
Gambar 4.8 Proses squeeze castingSumber : Kalpakjian (2009:283)
3. Die Casting
Pengecoran die casting dilakukan dengan cara menginjeksikan
logam cair ke dalam rongga cetaan tekanan tinggi (1-30 Mpa). Tekanan
tetap dipertahanan selama proses pembekuan. Terdapat dua jenis die
casting yaitu :
a. Hot Chamber (Mesin Cetak Ruang Panas)
Tungku peleburan terdapat pada mesin dan silinder injeksi
terendam dalam logam cair. Tekanan injeksi berkisar antara 7-35
MPa. Mesin ini digunakan untuk logam cor dengan titik lebur rendah
seperti Sn , Pb ,dan Zn. Dalam mesin pengecoran cetak panas logam
dilebur di dalam kontainer yang menjadi 1 dengan mesin cetaknya,
seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.9.
Gambar 4.9 Proses Hot chamberSumber : Groover Mikel P (2007 : 230)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 127
127
b. Cold Chamber (Mesin Cetak Ruang Dingin)
Pada mesin cetak ruang dingin, tungku peleburannya terpisah
dan silinder injeksi diisi logam cair secara manual seperti pada
gambar 4.10. Tekanan injeksinya berkisar antara 14 sampai 140 Mpa
digunakan untuk logam cair dengan titik lebur lebih tinggi dan
biasanya digunakan untuk pengecoran logam non ferrous.
Gambar 4.10 Proses cold chamberSumber : Groover Mikel P (2007 : 231)
Perbedaan Hot Chamber dan Cold Chamber Die Casting adalah
sebagai berikut :
Hot Chamber
Umumnya digunakan untuk material seng, tembaga,
magnesium dan material lainnya yang memiliki titik lebur rendah
yang tidak merusak dan mengikis cetakan, silinder, plunger.
Tungku peleburan logam menjadi satu dengan mesin cetak dan
silinder injeksi terendam dalam logam cair seperti yang ditunjukkan
pada tabel 4.1.
Cold Chamber
Digunakan untuk material paduan yang memiliki titik lebur
tinggi seperti alumunium. Tungku peleburannya terpisah dari mesin
cetak sesuai pada tabel 4.1.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 128
128
Tabel 4.1 Perbedaan antara mesin cetak tekan ruang panas dan ruang dinginMesin cetak tekan ruang panas Mesin cetak tekan ruang dingin
Tungku peleburan terdapat di
mesin cetak
Silinder injesi terendam dalam
logam cair
Tekanan injesi 7-35 Mpa
Digunakan logam cair titik
didih rendah
Laju produksi cepat
Tungku peleburan terpisah
Silinder injeksi diisi logam
cair secara manual atau secara
mekanis
Tekanan injeksi 14-140 Mpa
Digunakan untuk logam cair
dengan titik lebur lebih tinggi
(Al)
Sumber : Groover Mikel P. (2007 :231)
4.2.2 Peleburan
Peleburan merupakan proses yang menghasilkan perubahan fase zat
dari padat ke cair. Energi internal zat padat meningkat (karena panas)
mencapai temperature tertentu (disebut titik leleh) saat zat berubah cair.
Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi pengecoran
karena mempengaruhi kualitas produk cor. Pada proses peleburan mula-mula
muatan yang terdiri dari logam, unsur paduan dan material lainnya serta unsur
pembentuk terak dimasukkan ke dalam tungku. Tungku peleburan yang
biasanya antara lain tungku listrik dan tanur industri.
a. Tungku / dapur listrik
Merupakan jenis dapur dimana bahan baku dilebur dengan panas
yang dihasilkan dari busur listrik. Biasanya dapur listrik menggunakan 2
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 129
129
atau 3 elektroda seperti yang terlihat pada gambar 4.11 dan biasa digunakan
untuk pengecoran baja. Material logam dapat mencair karena adanya
elektroda yang dihubungkan dengan rangkaian listrik yang akan membentuk
suatu busur api yang akan mencairkan logam. Electrical-arm furnace
menggunakan 3 elektroda sesuai dengan jumlah fase dari aliran listrik yang
digunakan adalah arus AC 3 fase. Bahan isian akan dipanaskan dan
dicairkan oleh adanya radiasi dari busur listrik yang terjadi antara elektroda
yang digunakan. Pada instalasi ini digunakan step down transformator yang
berguna untuk menurunkan tegangan aliran listrik yang tinggi yang akan
digunakan untuk memanaskan dan mencairkan bahan isian. Tanur listrik
memiliki lapisan baja berbentuk silinder dengan landasan berbentuk
lengkung atau datar yang ditopang rol penahan yang memungkinkan tanur
untuk dimiringkan. Karakteristik dari busur listrik adalah :
a. Laju peleburan tinggi sehingga laju produksinya tinggi
b. Polusi yang ditimbulkan lebih rendah dibandingkan tungku lainnya
c. Memiliki kemampuan menahan logam cair pada temperature
tertentu untuk jangka waktu lama
Gambar 4.11 Tanur listrikSumber : Surdia dan Kenji (1996:164)
b. Tungku / dapur induksi
Tungku induksi dapat digunakan untuk keperluan superheating.
Cara kerja dari tungku ini menggunakan energi listrik sebagai sumber energi
panasnya. Material yang digunakan harus tahan temperatur tinggi. Tungku
juga harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 130
130
Mekanismenya dibantu oleh medan magnet. Medan magnet ini
melakukan pengadukan agar komposisi logam cair homogen.
Transformator dapur menggunakan kumparan primer yang terdiri dari arus
AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder. Kumparan sekunder yang
diletakkan didalam medan magnet. Kumparan menghasilan arus induksi.
Arus induksi tersebut menjadi panas yang mencairkan logam bahan. Secara
umum bagian-bagian dari tungku induksi ditunjukkan pada gambar 4.12.
Gambar 4.12 Tungku induksiSumber : Surdia dan Kenji (1996:164)
Tabel 4.2 Perbedaan Dapur Listrik dengan Dapur InduksiDapur Listrik Dapur Induksi
Elektroda yang dihubungkan
dengan rangkaian listrik akan
membentuk busur api yang
dapat mencairkan logam
Terjadi kontak dengan
pemanas
Kapastias peleburan tinggi
Konsumsi daya listrik tinggi
Arus AC dialirkan ke suatu
komponen menghasilkan medan
magnet dan terjadi arus induksi
yang menghasilan panas untuk
mencairkan logam
Tidak terjadi kontak dengan
pemanas
Kapasitas peleburan lebih rendah
Konsumsi daya listrik rendah
Sumber : Surdia dan Kenji (1996 : 146)
Energi yang dibutuhkan untuk peleburan
Titik lebur sebuah benda padat pada suhu dimana benda dan berubah
wujud menjadi cair. Energi internal zat padat meningkat mencapai titik
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 131
131
leleh saat zat ini menjadi zat cair. Logam melebur dengan suhu tetap.
Energi kalor tida digunakan menaikkan suhu tapi mengubah wujud logam
dari padat menjadi cair. Kalor adalah energi yang berpindah dari suhu tinggi
ke suhu rendah. Satuan energi adalah kalori (kal). Satu kalori adalah jumlah
kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram air sebesar 1°C.
Kekuatan dari alumunium ditunjukkan pada tabel 4.3 sedangkan untuk
sifat-sifat mekanik dari alumunium ditunjukkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.3 Sifat Sifat Fisik Alumunium
Sumber : Ella Sundari (2011)
Tabel. 4.4 Sifat-Sifat Mekanik Alumunium
Sumber : Ella Sundari (2011)
Kalor untuk meleburkan alumnium (Q)
Kalor yang dibutuhkan untuk melebur alumunium terdiri dari :
Qa yaitu kalor yang menaikkan temperature alumunium padat dari
suhu 27oC (suhu ruangan) hingga mencapai titik alumunium cair 660oC
sesuai seperti pada tabel 4.4.
Qb yaitu kalor yang merubah fase alumunium padat menjadi cair
(kalor laten) pada suhu 660o C
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 132
132
Qc yaitu kalor yang menaikkan temperature alumunium cair dari
660o C ke temperature penuangan 750o C. Kalor peleburan 10.71
KJ.mol-1
Maka kalor yang dibutuhkan adalah
Q = Qa + Qb + Qc
= Mal . Cp1 . t1 + Mal . h + Mal . Cp2 . t2
Dimana :
Mal = berat alumunium yang akan dileburkan (kg)
Cp1 = panas jenis alumunium padat (Kkal/kgoC)
T1 = perubahan suhu dari suhu kamar ke titik cair alumunium (oC)
H = panas laten alumunium cair (Kkal/kg)
Cp2 = panas jenis alumunium cair (Kkal/kgoC)
T2 = perunahan suhu dari fase alumunium padat menjadi cair (oC)
(sumber : Ella Sundari, 2011)
Waktu Pemanasan
t=Q
P
Keterangan :
t = waktu pemanasan (s)
Q = Kalor untuk meleburkan logam (kkal/joule)
P = Daya Dapur (watt)
(Sumber : Cengel, 2005)
Super heating
Super heating pada proses peleburan adalah pemanasan hingga
temperature diatas titik lebur logam sebagaimana rentang temperature
yang diperbolehkan. Tujuan dari superheating adalah sebagai berikut:
Untuk memperbaiki fluiditas logam cair
Agar tidak terjadi solidifikasi dini pada proses pengecoran
4.2.3 Solidifikasi
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 133
133
Solidifikasi adalah transformasi logam cair kembali ke bentuk
padatnya. Proses solidifikasi adalah sebagai berikut:
1. Pembekuan Inti Stabil dalam Logam Cair
Terdapat 2 mekanisme pengintian dari partikel padat pada logam cair, yaitu:
a. Pengintian homogenous, pengintian suatu logam cair terjadi saat
logam menyediakan atom-atom untuk membentuk inti
b. Pengintian heterogen, proses pengintian yang sama dengan homogen.
Hanya saja pengintian terjadi di dalam logam cair yang tidak murni
2. Pertumbuhan Kristal dalam Logam Cair dan Pembekuan Butir
a. Pertumbuhan setelah inti yang stabil terbentuk pada logam yang sedang
memadat
b. Inti tumbuh menjadi kristal seperti pada gambar 4.13
c. Pada setiap kristal atom berjajar beraturan sedangkan arah barisan
berbeda antara satu kristal dengan yang lainnya
d. Saat pembekuan total terjadi antar kristal saling bertemu membentuk
batas butir
Gambar 4.13 Pembentukan butirSumber: Beeley, 2001
Jenis Solidifikasi Menurut Komposisi Logam
1. Solidifikasi Logam Murni
Logam murni membentuk padatan pada temperatur konstan,
yaitu sama dengan temperatur pembekuannya atau lebarnya seperti pada
gambar 4.14.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 134
134
Gambar 4.14 Solidifikasi logam murniSumber: Beeley, 2001
2. Solidifikasi Logam Paduan
Logam paduan umumnya membeku pada daerah temperatur
tertentu seperti pada gambar 4.15.
Gambar 4.15 Solidifikasi logam paduanSumber: Beeley, 2001
Garis awal terjadi saat pembekuan disebut liquidus dan garis akhir
disebut garis solidus suatu paduan dengan komposisi tertentu. Bila
didinginkan dalam waktu yang sangat lambat maka pembekuan akan
mulai terjadi pada saat temperatur mencapai garis liquidus dan
pembekuan akhir bila telah mencapai garis solidus. Setelah itu pendinginan
akan berjalan terus hingga mencapai suhu kamar.
3. Solidifikasi Logam Paduan Eutektik
Suatu paduan yang memiliki komposisi tertentu bila mengalami
pendinginan saat lambat maka pembekuan akan berlangsung pada
temperatur konstan seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.16.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 135
135
Gambar 4.16 Solidifikasi logam eutektikSumber: Ica, 2011
Daerah pembekuan logam ada 3 yaitu :
1. Chill Zone
Selama proses penuangan logam cair ke dalam cetakan logam cair
yang berkontak langsung dengan dinding cetakan akan mengalami
pendinginan yang cepat di bawah temperatur liquidusnya. Akibatnya pada
dinding cetakan timbul banyak inti padat seperti yang ditunjukkan pada
gambar 4.17. Selanjutnya tumbuh ke arah cairan logam, cairan akan
membeku secara cepat di bawah temperatur liquidus.
Gambar 4.17 Chill zoneSumber: Beeley, 2001
2. Coloumnar Zone
Sesaat setelah penuangan, gradien temperatur pada dinding cetakan
menurun dan kristal pada daerah chill tumbuh memanjang dalam arah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 136
136
perpindahan panas. But ditunjukkan pada gambar 4.18 dimana kristal-
kristal tersebut tumbuh memanjang yang disebut dendrit. Setiap kristal
dendrit banyak mengandung logam-logam dendrit sekunder dan tersier.
Daerah yang terbentuk antara dendrit dan titik coran disebut mushy zone.
Gambar 4.18 Coloumnar ZoneSumber: Beeley, 2001
3. Equiaxed Zone
Daerah ini terjadi dari butir-butir equiaxed yang tumbuh secara
acak di tengah ingate seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.19. Pada
daerah ini perbedaan suhu yang tidak menyebabkan terjadinya pembekuan
butir.
Gambar 4.19 Equiaxed ZoneSumber: Beeley, 2001
4.2.4 Fluiditas
A. Pengertian Fluiditas
Fluiditas telah digunakan untuk menjelaskan perilaku logam
cair yang membuatnya mengalir melalui jalur cetakan dan mengisi semua
celah-celah cetakan. Sifat fluiditas menyediakan gambaran dan desain
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 137
137
cetakan pengecoran. Fluiditas yang rendah mengarah pada cacat dan
kegagalan pengecoran.
B. Faktor – faktor yang mempengaruhi fluiditas
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fluiditas logam cair yaitu
sebagai berikut :
1. Temperatur penuangan
2. Komposisi logam (mempengaruhi panas lebur dari logam)
3. Viskositas logam cair
4. Panas yang diserap lingkungan sekitar
C. Pengujian Fluiditas logam cair
Terdapat beberapa metode dalam pengujian fluiditas logam cair antara
lain:
1. Pengujian Spiral
Pengujian fluiditas digunaan cetakan uji yang berbentuk spiral
seperti yang terlihat pada gambar 4.20. Dari percobaan ini didapat indeks
fluiditasnya. Semakin banyak bagian yang terisi, semakin besar indeks
fluiditasnya. Dengan tingkat fluiditas yang baik, seluruh bagian cetakan
semakin mudah dicapai aliran logam.
Gambar 4.20 Pengujian Fluiditas Spiral Sumber: Beeley (2001 : 86)
2. Pengujian Fluiditas logam cair dalam kondisi vakum
Pengujian ini paling mendekati uji standar yang lengkap
menggunakan vakum fluidity test yang diusulkan Rangone, Adam dan
Taylor. Pada gambar 4.21 logam cair mengalir melalui tabung gelas
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 138
138
halus di bawah pengaruh hisapan kondisi vakum sebagai pressure heat
dan faktor manusia dihilangkan pada proses pemanasan.
Gambar 4.21 Pengujian Fluiditas pada kondisi vakumSumber : Beeley (2001 : 88)
3. Pengujian Fluiditas tanpa perubahan kecepatan
Pengujian ini hampir sama dengan pengujian spiral tapi dibuat
suatu tampungan sehingga logam cair mengalir ketika penampang penuh
sehingga pengujian yang tidak stabil dapat dihindari. Pengujian ini
ditunjukkan pada gambar 4.22.
Gambar 4.22 Pengujian fluiditas tanpa perubahan kecepatanSumber : Heine (1976 : 580)
4. Multiple Channel Fluidity Test
Pengujian ini dilakukan untuk fluiditas logam cair saat melalui
saluran lebih dari satu dengan penampang sempit yang banyak pada
saluran seperti pada gambar 4.23. Bentuk cetakan berpengaruh pada
fluiditas.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 139
139
Gambar 4.23 Multiple Channel Fluidity TestSumber: Beeley (2001 : 86)
D. Macam-macam metode pembekuan saluran
Pada pengujian fluiditas terdapat beberapa metode pembekuan
dalam saluran antara lain :
1. Plane Interface Mode
Gambar 4.24 Plane InterfaceSumber: Beeley (1978:21)
a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar,
proses solidifikasi dimulai.
b. Butiran kolumnar terus timbul dari inti seperti yang ditunjukkan pada
gambar 4.24 langkah (b).
c. Choke off terjadi
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 140
140
d. Sisa pengecoran membeku dengan pertumbuhan cepat akan terjadi
penyusutan
2. Jagged Interface
Gambar 4.25 Jaged InterfaceSumber: Beeley (1978:21)
a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar
dengan proses solidifikasi dimulai
b. Butiran kolumnar terus timbul, timbul juga butiran halus pada bagian
ujung. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 4.25 langkah (b).
c. Choke off tejadi. Saluran masuk logam cair meskipun tidak sepadat
penampang
d. Sisa pengecoran membeku dan pembentukan rongga penyusutan
3. Independent Crystalization
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 141
141
Gambar 4.26 Independent CrystallizationSumber: Beeley (1978:21)
a. Logam cair memasuki saluran dan terjadi pembekuan kolumnar
dengan proses solidifikasi dimulai.
b. Butiran halus timbul cepat selama aliran berlangsung.
c. Timbul butiran halus pada ujung saat konsentrasi kritis
d. Terjadi solidifikasi dengan zona equiaxed terlihat pada gambar 4.26
dan terjadi distribusi penyusutan mikro.
E. Thermal Properties
Salah satu faktor yang disebabkan cetakan dan karakteristik heat
transfer logam cair. Kecepatan pendinginan dan suhu akhir aliran
ditentukan oleh difusivitas material sesuai persamaan berikut.
D=(k .C P . ρ )12
Keterangan :
D = Difusivitas Termal
k = Konduktivitas termal
c = Panas spesifik
ρ = Massa jenis
Semakin kecil difusivitas termal suatu zat maka waktu yang
dibutuhkan untuk bertambah fase menjadi solid/padat lebih lama.
4.2.5 Cacat Coran
1. Shift (Pergeseran)
Cacat yang dikarenakan ketidakcocokan bagian dari pengecoran
di daerah belahan yang ditunjukkan pada gambar 4.27.
a. Penyebabnya adalah
- Pergeseran titik tengah pola
- Pergeseran titik tengah inti
- Rangka cetak kurang kuat
b. Cara pencegahannya adalah
- Dengan pembuatan dimensi, penahan dimensi dan desain yang tepat
- Dengan dimensi pengunci
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 142
142
Gambar 4.27 Cacat GeserSumber : Dialer Bisnis, 2013
2. Fin (Sirip)
Cacat karena melebarnya coran pada sisi permukaan antara kup dan
drag sehingga terbentuk cacat seperti sirip seperti ditunjukkan oleh gambar
4.28.
a. Penyebab cacat fin adalah
- Kup dan Drag tidak menempel dengan baik
b. Cara pencegahan cacat fin
- membuat permukaan halus dan rata
- lebih hati-hati dalam pelepasan pola dari cetakan
- perencangan gating system yang tepat
Gambar 4.28 Cacat SiripSumber: Beeley (1978:21)
3. Porositas
Cacat yang terjadi karena ada gas yang terperangkap dalam logam
cor atau cetakan pada waktu penuangan. Cacat porositas terbagi menjadi 2
yaitu:
a. Interdendritic Porosity
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 143
143
Cacat porositas yang terjadi akibat gelembung gas yang
terperangkap diantara cabang dendrit seperti terlihat pada gambar 4.29.
Penyebab cacat ini adalah
- Gas terbawa logam cair selama penuangan
- Permeabilitas pasir cetak rendah
Cara pencegahannya adalah dengan pembuatan cetakan
yang permeabilitas dan pemadatan yang cukup.
Gambar 4.29 Independent CrystallizationSumber: Beeley (1978:21)
b. Gas Porosity
Cacat karena pembentukan gelembung dalam coran setelah
dingin.Gelembung tersebut ditunjukkan dengan adanya lubang hitam
pada gambar 4.30. Penyebab cacat ini adalah :
- Gas terbawa logam cair selama penuangan
- Permeabilitas pasir rendah
- Lubang angin kurang memadai
Cara pencegahannya dengan pembuatan cetakan permeabilitas,
pemadatan dan lubang angin yang cukup.
Gambar 4.30 Gas PorositySumber: Hofla, 2012
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 144
144
4. Shrinkage (Penyusutan)
Cacat seperti yang terlihat pada gambar 4.31 terjadi karena
pembekuan yang tidak seragam pada bagian coran yang memiliki
perbedaan ketebalan dan luas permukaan yang cukup besar.
a. Penyebab cacat ini adalah
- Pembekuan yang tidak seragam
- Letak riser yang kurang tepat
b. Pencegahannya agar cacat bisa dihindari yaitu dengan menggunakan
riser/chill agar pembekuan mengarah ke riser
Gambar 4.31 ShrinkageSumber: Diater Bisnis, 2013
5. Hot Tear (Retakan)
Cacat yang terjadi pada retakan permukaan coran akibat kontraksi
setelah logam membeku seperti yang terlihat pada gambar 4.32.
a. Penyebab cacat ini adalah
- Retakan akibat tegangan sisa
- Penempatan gate dan riser tidak tepat
- Kekuatan cetakan rendah
b. Cara pencegahan cacat ini dengan
- Memperbaiki desain cetakan
- Menyeragamkan proses pembekuan dengan menggunakan chill
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 145
145
Gambar 4.32 Cacat retakSumber: Beeley (2001 : 54)
6. Dirt (Inclusion) dan Sand Inclusion
Cacat karena partikel asing yang tertanam pada permukaan coran
seperti pada gambar 4.33.
a. Penyebab cacat ini adalah
- Adanya pasir yang terkikis selama penuangan
- Adanya terak dalam cetakan
b. Cara pencegahannya adalah dengan pemberian saringan pada saluran
penuangan sehingga terak tidak ikut ke cetakan
Gambar 4.33 InklusiSumber: Diater Bisnis, 2013
4.2.6 Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan terhadap produk coran untuk mengetahui
ada tidaknya cacat pada produk coran tersebut. Macam-macam metode
pengujian yang dilakukan yaitu
1. Liquid Penetrant Test
Digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari
komponen solid logam maupun non logam. Caranya dengan memberi
cairan terang pada permukaan yang diinspeksi.
Kelebihan inspeksi adalah :
- Mudah diaplikasikan
- Murah
- Tidak dipengaruhi sifat kemagnetan material dan komposisi logam.
Secara umum cara kerja liquid penetrant test ditunjukkan pada
gambar 4.34 sebagai berikut.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 146
146
Gambar 4.34 Liquid Penetrant TestSumber: Degarmo (1984 : 270)
2. Magnetic Particle Inspection
Dengan metode ini, cacat pada permukaan atau subsurface pada
benda yang bersifat ferromagnetic dapat diketahui. Adanya cacat yang
tegak lurus arah medan magnet akan mengakibatkan kebocoran medan
magnet. Kebocoran medan agnet ini mengindikasikan adanya cacat pada
material. Caranya dengan menabur partikel magnetic dipermukaan.
Partikel-pertikel tersebut akan mengumpul pada daerah kebocoran medan
magnet.
Kelebihan :
- Mudah diaplikasikan
- Tidak memerlukan keahlian khusus bagi operator
Kekurangan
- Penggunaan terbatas pada material ferromagnetic
- Adanya kemungkinan cacat tidak terdeteksi akibat orientasi cacat
searah medan magnet
Secara umum cara kerja Magnetic Particle Inspection ditunjukkan
pada gambar 4.35 sebagai berikut.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 147
147
Gambar 4.35 Magnetic Particle InspectionSumber : Degarmo (1984 :271)
3. Ultrasonic Test
Inspeksi yang menggunakan gelombang suara yang dirambatkan
pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan seperti
yang terlihat pada gambar 4.36. Gelombang ultrasonic yang digunakan
memiliki frekuensi 0,5-20 Mhz. Gelombang ultrasonic dibangkitkan oleh
transduser dari bahan piezoelektrik yang dapat merubah energi listrik
menjadi getaran mekanis kemudian menjadi energi listrik lagi.
Kelebihan
- Cukup teliti dan akurat
- Hanya diperlukan satu sisi untuk dapat mendeteksi keseluruhan
- Indikasi dapat langsung diamati
Kekurangan
- Memerlukan pelaksana yang terlatih dan berpengalaman
- Benda uji dengan permukaan kasar, tidak beraturan, sangat kecil sangat
sulit diuji.
Gambar 4.36 Ultrasonic TestSumber : Degarmo (1984 : 273)
4. Eddy Current Test
Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik. Prinsipnya arus
listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet
didalamnya. Jika medan magnet dikenakan pada benda logam yang akan
diinspeksi, akan terbangk it arus eddy, kemudian diinspeksi. Adanya
medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan magnet seperti terlihat
pada gambar 4.37.
Kelebihan inspeksi ini adalah :
- Hasil pengujian dapat langsung diketahui
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 148
148
- Pengujian eddy aman dan tidak ada bahaya radiasi
Kekurangan inspeksi ini adalah :
- Hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau
- Hanya diterapkan pada bahan logam saja
Gambar 4.37 Eddy Current TestSumber: Degarmo (1984 : 278)
5. Radiografic inspection
Metode ini menggunakan sinar x dan sinar gamma. Prinsipnya sinar
x dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus
material, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitas berkurang,
intensitas akhir kemudian direkam dalam film yang sensitif. Jika t e r d a p
a t cacat pada material maka intensitas yang terekam memperlihatkan
bagian material yang mengalami cacat.
Kelebihan pengujian ini adalah :
- Faktor ketebalan benda tidak mempengaruhi. ini mengingat daya
tembus sinar gamma yang besar
- Mampu menggambarkan bentuk cacat dengan baik.
Secara garis besar cara kerja Radiografic Inspection ditunjukkan
pada gambar 4.38.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 149
149
Gambar 4.38 Radiografic inspectionSumber: ndt, 2014
6. Pemeriksaan porositas dengan uji piknometri dan uji komposisi
Pada pengujian komposisi ketidakteraturan bahan, komponen
struktur mikro dan sifat mekanik diperiksa. Pemeriksaan porositas dapat
dilakukan dengan baik dengan perlakuan tekanan maupun foto
mikrostruktur dan coran
Untuk mencari prosentase porositas yang terdapat dalam suatu
coran dibandingkan 2 buah densitas, yaitu :
True Density (gram / cm3)
Kepadatan dari suatu benda tanpa porositas yang terdapat di
dalamnya merupakan perbandingan massa terhadap volume sebenarnya.
Apparent Density (kg/cm2)
Berat tiap unit volume material termasuk cacat yang terdapat
dalam material uji. Pengujian porositas menggunakan metode piknometri
yaitu membandingkan densitas relative dari padatan dan cairan diketahui,
maka densitas padatan dapat diketahui
Untuk memperoleh nilai t rue density dapat dicari dengan
menggunakan persamaan yang ada pada standar ASTM E252-84, yaitu :
Dengan :
Ρth : True density (gr/cm2)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 150
150
ρ a1 ρcu ρfe etc : Densitas unsur (gr/cm3)
%al %cu %fe etc : presentase berat unsur
Dengan perhitungan Apparent Density menggunakan persamaan
ASTM B311-93, yaitu
ρ s=ρw
W s
W s−(W sb−W b)
Dengan :
ρs = Apparent density (gr/cm3)
ρw = density air (gr/cm3)
Ws = berat sample udara (gr)
Wsb = berat sample dan keranjang didalam air (gr)
Wb = berat keranjang dalam air (gr)
Perhitungan prosentase porositas yang terjadi dapat diketahui dengan
membandingkan apparent density dengan densitas teoritis
% P = ( 1- Ps/ Pth) x 100%
Dimana :
%P = persentase porositas (%)
Ρs = apparent density (gr/cm2)
ρth = true density (gr/cm3)
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 151
151
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 152
152
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 153
153
I. Analisa Dimensi Hasil Coran I
Sebelum Finishing
Gambar 4.39 Dimensi Benda Kerja Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014)
Tabel 4.5 Perbandingan Dimensi Pola, Pola dan Hasil Coran
Bagian Desain Pola (mm) Pola (mm) Hasil Coran (mm)
A 21,51 21,6 22,01
B 64,35 65,2 64,00
C 64,35 65,6 65,45
D 17,07 17,1 16,07
E 64,36 66,3 64,05
F 34,14 34,4 34,5
Tabel 4.5 merupakan perbandingan antara desain pola, pola dan hasil
coran. Dapat dilihat bahwa pada bagian A,B,C,D,E,F terjadi perubahan ukuran
dimensi, dimana pada bagian A,C,E dan F desain pola yang ditunjukkan pada
gambar 4.39 lebih kecil daripada hasil coran.
a. Pada bagian A dan C disebabkan karena pada saat penarikan pola, pola
ditekan dan digeser-geser untuk melepaskan pola.
b. Pada bagian F, pelepasan pola hanya ditekan saja sehingga tebal dari bagian F
lebih besar dari besar pola
Sedangkan pada bagian B, D dan E hasil coran lebih kecil dari desain pola
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 154
154
a. Pada bagian B terjadi penyusutan yang mengurangi dimensi pola
b. Pada bagian D, berkurangnya ukuran hasil coran disebabkan karena bagian A
mengalami penambahan ukuran akibat penarikan pola sehingga mengurangi
dimensi D
c. Bagian E mengalami penyusutan akibat perbedaan gradien temperatur yang
tinggi
Pemecahan Masalah :
a. Pola harus diperhalus sehingga memudahkan pencabutan saat pembuatan
cetakan. Dengan demikian perbesaran dimensi hasil coran akibat proses
pencabutan dapat diminimalisir.
b. Pola yang tidak sesuai dengan desain pola sebaiknya diamplas lebih halus lagi
supaya dimensi pola sesuai dengan dimensi pola.
c. Mengganti pelapis pola grafit dengan pelapis yang mengandung magnesium
karbonat. Diharapkan dengan penggantian tersebut dapat mempermudah
proses pencabutan pola.
d. Sebaiknya pasir lebih dipadatkan lagi agar ketika pelapisan pola tidak ada
pasir yang rontok yang dapat mengakibatkan berubahnya ukuran rongga
cetakan pasir.
e. Lebih berhati-hati dalam pencabutan pola dan ketika pencabutan pola, pasir
diberi penahan diatasnya sehingga pasir tidak ikut tercabut bersama pola.
Sesudah Finishing
Dimensi bendak kerja sesudah finishing ditunjukkan pada gambar 4.39
Tabel 4.6 Perbandingan Desain Benda Kerja dengan Hasil Finishing
Bagian Desain Benda Kerja (mm) Hasil Finishing (mm)
A 20 20,25
B 60 60,8
C 60 59,9
D 20 20,65
E 20 60
F 30 30,05
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 155
155
Tabel 4.6 merupakan perbandingan desain benda kerja dengan hasil
benda kerja yang sudah difinishing. Dapat dilihat bahwa sebagian besar
dimensinya mendekati dengan desain benda kerja. Hanya bagian E yang ukuran
dimensinya hasil coran sesuai dengan desain benda kerja. Ketidaksesuaian
dimensi antara hasil benda kerja yang telah difinishing dengan desain benda
kerja disebabkan pemakanan benda kerja terlalu sedikit atau terlalu banyak
2. Analisa Cacat Coran
Sebelum Finishing
a. Cacat Lubang Jarum
Gambar 4.40 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan benda kerja seperti yang
terlihat pada gambar 4.40
Penyebab :
Terdapat gas hidrogen hasil reaksi kimia antara logam cair ke dalam
cetakan pasir sehingga menyebabkan gelembung gas yang terperangkap
saat penuangan logam cair ke dalam cetakan.
Pemecahan Masalah :
Sebaiknya sebelum melakukan penuangan logam cair ke dalam cetakan
pasir, cetakan pasir tersebut harus dalam kondisi sepenuhnya kering agar
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 156
156
tidak timbul gas hidrogen akibat reaksi kimia antara logam cair dengan air
yang terkandung dalam cetakan pasir yang masih basah.
b. Cacat Pasir Rontok
Gambar 4.41 Cacat Pasir RontokSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Terdapat Permukaan hasil coran yang tidak merata dan bentuk bongkahan
yang tidak menetu seperti yang terlihat pada gambar 4.41.
Penyebab :
Kekuatan pasir cetak yang rendah sehingga tidak mampu menahan
ketika pengangkatan pola akhirnya pasir rontok membentuk hasil coran yang
tidak merata.
Pemecahan Masalah :
Saat pengangkatan pola lebih hati-hati
Sebaiknya menggunakan pasir heterogen agar kekuatan pasir cetak tinggi
c. Cacat Inklusi Pasir
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 157
157
Gambar 4.42 Cacat Inklusi PasirSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri
Pada hasil coran terdapat inklusi pasir, hal ini dapat dilihat pada gambar
4.42 terdapat pasir yang ikut menempel pada permukaan hasil coran.
Penyebab
Pada cacat inklusi pasir terjadi akibat besar butir pada pasir cetak yang
dibuat terdiri dari pasir yang homogen dan memiliki ukuran butir yang
besar sehingga pasir dapat ikut tercampur pada hasil coran
Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi cacat tersebut adalah ketika hendak membuat pasir cetak
memiliki pasir yang heterogen dan memiliki besar butir yang berbeda
dengan menggunakan mesin penagayak pasir (rotap)
d. Cacat Sirip (Fin)
Gambar 4.43 Cacat Sirip (Fin)Sumber: Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 158
158
Ciri-ciri :
Pada hasil coran terdapat cacat berbentuk seperti sirip seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.43
Penyebab :
Pengambilan pola yang sulit diangkat sehingga pengambilan pola tersebut
harus dilakukan dengan cara ditekan dan digoyang-goyangkan. Dengan
cara pengambilan seperti itu dapat mengakibatkan pasir di sekitar dasar
pola ikut terangkat dan meninggalkan lubang sehingga logam cair dapat
masuk ke lubang tersebut.
Pemecahan Masalah
Permukaan pola dibuat sehalus mungkin
Pemberian pelapis yang lebih merata agar pola mudah untuk diangkat
e. Cacat Kesalahan Ukuran
Gambar 4.44Cacat Kesalahan UkuranSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Adanya perbedaan dimensi antara dimensi sebelah kanan dengan sebelah
kiri seperti yang terlihat pada gambar 4.44.
Penyebab:
Pola yang dibuat untuk membuat cetakan ukurannya tidak sesuai dengan
ukuran coran yang diharapkan
Kesalahan ukuran dapat terjadi akibat cetakan yang mengembang atau
penyusutan logam yang tinggi saat pembekuan
Pemecahan Masalah :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 159
159
Membuat pola dengan teliti dan cermat
Menjaga cetakan tidak mengembang dan memperhitungkan penyusutan
logam dengan cermat sehingga penanmbahan ukuran pola sesuai dengan
penyusutan logam yang terjadi saat penyusutan.
f. Cacat Porositas.
Gambar 4.45 Cacat PorositasSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Pada permukaan hasil coran terdapat lubang-lubang seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.45. Hal tersebut disebabkan karena
terperangkapnya gelembung udara sewaktu proses pembekuan logam cair
Penyebab :
Pada logam cair terdiri dari bermacam-macam jenis logam seperti Al, P, K
dan lain-lain. Sehingga kecepatan penyusutannya berbeda-beda pula. Hal
ini menyebabkan proses solidifikasinya terjadi secara tidak bersamaan,
sehingga memungkinkan adannya udara yang terjebak saat solidifikasi.
Kandungan air dalam cetakan pasir awalnya 5 %. Namun pada saat
penuangan tidak bisa dipastikan berapa kandungan air yang terkandung
pada cetakan pasir. Kandungan air yang tersisa tersebut dapat
menyebabkan timbulnya gas, sehingga menimbulkan cacat porositas.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 160
160
Ketika penuangan aliran terlalu turbulen karena penempatan saluran
masuk yang kurang baik akibatnya logam cair yang dituangkan dari atas
langsung menuju rongga coran membuat udara yang berada di rongga
coran sulit keluar.
Penempatan riser tidak tepat di pinggir rongga coran, sehingga aliran
udara tidak bisa langsung keluar, namun bersinggungan terlebih dahulu
dengan sisi samping rongga coran. Udara yang terjebak itulah
mengakibatkan porositas.
Pemecahan Masalah :
Penuangan logam sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah
pembuatan cetakan pasir agar kandungan air dalam cetakan pasir dapat
diketahui atau tidak begitu banyak berubah dai kadar air semula.
Mengganti sistem saluran langsung menjadi saluran samping dan
memindahkan riser untuk mengurangi turbulensi udara
g. Cacat Penyusutan (Shrinkage)
Gambar 4.46 Cacat PenyusutanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Adanya cekungan yang menjorok ke dalam pada permukaan coran
seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.46.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 161
161
Penyebab :
Penyusutan dapat disebabkan karena perbedaan gradien suhu yang
terlalu tinggi antara dinding dengan logam cair. Sehingga ketika logam cair
mulai mengalami solidifikasi dan akhirnya mengalami penyusutan. Namun
hal tersebut sudah diantisipasi dengan penambahan toleransi penyusutan
desain pola.
Walaupun demikian, seringkali besarnya penyusutan melebihi dari yang
telah diprediksi pada desain pola. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi
logam yang memiliki titik lebur berbeda-beda sehingga waktu untuk
solidifikasi juga berbeda. Waktu solidifikasi yang berbeda-beda
mengakibatkan terperangkapanya udara di dalam coran. Udara yang
terperangkap tersebut nantinya bisa diisi oleh logam cair, sehingga
permukaan coran diatasnya berkurang
Waktu penuangan yang lambat juga dapat mengakibatkan terjadinya
solidifikasi dini pada logam yang telah dituang terlebih dahulu. Solidifikasi
dini juga menyebabkan porositas.
Pemecahan Masalah
Peletakan saluran masuk dan riser harus tepat, agar aliran laminar dan
udara dapat engan mudah keluar dari logam coran
Sebaiknya logam untuk pengecoran tidak terlalu banyak komposisi
sehingga waktu solidifikasinya seragam
Waktu penuangan harus cepat sesuai dengan pouring time
Temperatur peleburan harus diatas titik lebur semua unsur logam paduan
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 162
162
Sesudah Finishing
a. Cacat Porositas
Gambar 4.47 Cacat PorositasSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Pada permukaan hasil coran terdapat lubang-lubang akibat
terperangkapnya gelembung udara sewaktu proses pembekuan logam cair.
Cacat ini masih terlihat sesudah finishing karena porositas tidak hanya
terjadi di luar tetapi juga di dalam benda kerja seperti yang ditunjukkan
pada gambar 4.47.
Penyebab :
Pada logam cair terdiri dari bermacam-macam jenis logam seperti Al, P, K
dan lain-lain. Sehingga kecepatan penyusutannya berbeda-beda pula. Hal
ini menyebabkan proses solidifikasinya terjadi secara tidak bersamaan,
sehingga memungkinkan adannya udara yang terjebak saat solidifikasi.
Kandungan air dalam cetakan pasir awalnya 5 %. Namun pada saat
penuangan tidak bisa dipastikan berapa kandungan air yang terkandung
pada cetakan pasir. Kandungan air yang tersisa tersebut dapat
menyebabkan timbulnya gas, sehingga menimbulkan cacat porositas.
Ketika penuangan aliran terlalu turbulen karena penempatan saluran
masuk yang kurang baik akibatnya logam cair yang dituangkan dari atas
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 163
163
langsung menuju rongga coran membuat udara yang berada di rongga
coran sulit keluar.
Penempatan riser tidak tepat di pinggir rongga coran, sehingga aliran
udara tidak bisa langsung keluar, namun bersinggungan terlebih dahulu
dengan sisi samping rongga coran. Udara yang terjebak itulah
mengakibatkan porositas
Pemecahan Masalah :
Penuangan logam sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah
pembuatan cetakan pasir agar kandungan air dalam cetakan pasir dapat
diketahui atau tidak begitu banyak berubah dari kadar air semula
Mengganti sistem saluran langsung menjadi saluran samping dan
memindahkan riser untuk mengurangi turbulensi aliran udara
Sebelum dilakukan penuangan, cetakan pasir sebaiknya dikeringkan
terlebih dahulu sehingga tidak ada lagi air bebas
b. Cacat Penyusutan (Shrinkage)
Gambar 4.48 Cacat PenyusutanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Ciri-ciri :
Adanya cekungan yang menjorok ke dalam pada permukaan coran seperti
yang terlihat pada gambar 4.48. Cacat penyusutan ini masih terlihat setelah
finishing karena penyusutan yang terjadi terlalu dalam.
Penyebab :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 164
164
Penyusutan dapat disebabkan karena perbedaan gradient suhu yang
terlalu tinggi antara dinding dengan logam cair. Sehingga ketika logam cair
mulai mengalami solidifikasi dan akhirnya mengalami penyusutan. Namun
hal tersebut sudah diantisipasi dengan penambahan toleransi penyusutn
desain pola.
Walaupun demikian, seringkali besarnya penyusutan melebihi dari yang
telah diprediksi pada desain pola. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi
logam yang memiliki titik lebur berbeda-beda sehingga waktu untuk
solidifikasi juga berbeda. Waktu solidifikasi yang berbeda-beda
mengakibatkan terperangkapanya udara di dalam coran. Udara yang
terperangkap tersebut nantinya bisa diisi oleh logam cair, sehingga
permukaan coran diatasnya berkurang.
Waktu penuangan yang lambat juga dapat mengakibatkan terjadinya
solidifikasi dini pada logam yang telah dituang terlebih dahulu. Solidifikasi
dini juga menyebabkan porositas.
Pemecahan Masalah
Peletakan saluran masuk dan riser harus tepat, agar aliran laminar dan
udara dapat dengan mudah keluar dari logam coran
Waktu penuangan harus optimal
c. Cacat Lubang Jarum
Gambar 4.49 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 165
165
Ciri-ciri :
Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan benda kerja seperti yang
terlihat pada gambar 4.49.
Penyebab :
Terdapat gas hidrogen hasil reaksi kimia antara logam cair ke dalam
cetakan pasir sehingga menyebabkan gelembung gas yang terperangkap saat
penuangan logam cair ke dalam cetakan.
Pemecahan Masalah :
Sebaiknya sebelum melakukan penuangan logam cair ke dalam
cetakan pasir, cetakan pasir tersebut harus dalam kondisi sepenuhnya kering
agar tidak timbul gas hidrogen akibat reaksi kimia antara logam cair dengan
air yang terkandung dalam cetakan pasir yang masih basah
d. Cacat Permesinan
Gambar 4.50 Cacat PermesinanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Terlihat pada gambar 4.50 hasil permesinan kurang rapi pada
permukaan hasil coran.
Penyebab
Hal ini dikarenakan ketika permesinan pahat yang digunakan tumpul
dan tidak tajam lagi, sehingga pemakanan meninggalkan bekas.
Pemecahan Masalah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 166
166
Sebaiknya mengganti pahat yang masih tajam sehingga hasil
permesinan terlihat lebih rapi
s
Uji Porositas
Perhitungan prosentase yang terdapat pada hasil coran porositas dapat
diketahui dengan uji piknometri dengan membandingkan apparent density
dengan true density. Rumus yang digunakan
% P = (1 -ρ s
ρth) x 100 %
Dimana :
% P = prosentase porositas (%)
ρ s = Apparent Density (gr/cm3)
ρth = True Density (gr/cm3)
Tabel 4.7 Kandungan Unsur Logam
No Unsur Kadar (%) Massa Jenis (gr/cm3)1. Al 85,8 2,7
2. P 0,49 1,82
3. Ca 0,53 1,54
4. Ti 0,097 4,51
5. V 0,026 6
6. Cr 0,471 7,5
7. Mn 0,641 7,3
8. Fe 4,71 7,87
9. Ni 1,20 7,14
10. Cu 3,43 8,96
11. Zn 2,34 7,14
12. As 0,025 5,72
13. Pb 0,30 11,3
14. Eu 0,09 5,26
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 167
167
ρth =
100
(% Alρ Al
)+(%PρP
)+(%Cuρ Cu
)+.. . .+(% Euρ Eu
)
=
10034 ,035 = 2,93
ρ s = ρw .
W s
W s−(W sb−W b )
= 1.
751 ,39751 ,39−( 478 , 13−5 ,86 )
= 2,69 %
%P = (1−
ρs
ρth
)x 100%
= (1 -
2 ,692 ,93
)x 100 %
= (1-0,918) x 100%
= 0,081 x 100% = 8,1 %
Permasalahan
Dari perhitungan uji porositas diketahui bahwa prosentase porositas benda
hasil coran adalah 8,1 %. Pengujian dilakukan setelah benda hasil coran di
finishing. Prosentse porositas 8,1 % didapat karena setelah dilakukan finishing
masih terdapat penyusutan yang cukup besar.
Penyebab
Cacat porositas yang terdapat di coran disebabkan salah satu faktornya
adalah dari komposisi unsur-unsur penyusunnya. Semakin banyak unsur penyusun
alumunium paduannya, maka kecenderungan untuk terjadi porositas semakin
besar.
Tabel 4.8 Prosentase Penyusutan Logam
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 168
168
Sumber : Suprapto, 2010
Tabel 4.8 merupakan tabel penyusutan dan ekspansi logam cair. Pada benda
kerja diketahui bahwa kandungan unsur terbesar adalah alumunium 85,8 %,
Tembaga (Cu) 3,43 % dan Zinc (Zn) 2,34 %. Dari tabel penyusutan diatas
diketahui ketiga unsur diatas memiliki prosentase penyusutan yang besar yakni 6%
ke atas.
Akibat prosentase penyusutan tersebut maka logam coran akan mengalami
penyusutan dengan kecepatan penyusutan yang berbeda akibat waktu solidifikasi
dari setiap unsur juga berbeda.
Porositas juga disebabkan karena pada kondisi cair, alumunium juga
termasuk logam yang mudah menyerap gas hidrogen dari sekelilingnya (udara
lembab, kandungan air dalam tungku, dan lain-lain). Gas hidrogen yang terjebak
dalam logam cair akan menyebabkan porositas.
Solusi
Sebaiknya bahan logam yang digunakan saat pengecoran merupakan
alumunium murni sehingga unsur-unsur penyusunnya lebih sedikit.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 169
169
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 170
170
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 171
171
I. Analisa Dimensi Hasil Coran II
Sebelum Finishing
Dimensi benda kerja sebelum finishing sesuai pada gambar 4.39
Tabel 4.9 Perbandingan Dimensi Pola, Pola dan Hasil Coran
Bagian Desain Pola (mm) Pola (mm) Hasil Coran (mm)
A 21,51 21,2 22
B 64,35 64 64,65
C 64,35 64,4 64,8
D 17,07 17 16,35
E 64,36 65 64,65
F 34,14 33,3 32,45
Tabel 4.9 merupakan perbandingan antara desain pola, pola dan hasil
coran. Dapat dilihat bahwa pada bagian A,B,C,D,E,F yang ditunjukkan pada
gambar 4.39 terjadi perubahan ukuran dimensi, dimana pada bagian A,B,C dan
E desain pola lebih kecil daripada hasil coran.
a. Pada bagian A,B dan C disebabkan karena pada saat penarikan pola, pola
ditekan dan digeser-geser untuk melepaskan pola.
b. Pada bagian E, pelepasan pola hanya ditekan saja sehigga tebal dari bagian F
lebih besar dari besar pola.
Sedangkan pada bagian D dan F hasil coran lebih kecil dari desain pola
a. Pada bagian D, berkurangnya ukuran hasil coran disebabkan karena bagian A
dan B mengalami penambahan ukuran akibat penarikan pola sehingga
mengurangi dimensi D.
b. Pada bagian F terjadi penyusutan yang mengurangi dimensi pola.
Pemecahan Masalah
a. Pola harus diperhalus sehingga memudahkan pencabutan saat pembuatan
cetakan. Dengan demikian perbesaran dimensi hasil coran akibat proses
pencabutan dapat diminimalisir.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 172
172
b. Pola yang tidak sesuai dengan desain pola sebaiknya diamplas lebih halus lagi
supaya dimensi pola sesuai dengan dimensi pola.
c. Sebaiknya pasir lebih dipadatkan lagi agar ketika pelapisan pola tidak ada
pasir yang rontok yang dapat mengakibatkan berubahnya ukuran rongga
cetakan pasir.
d. Lebih berhati-hati dalam pencabutan pola dan ketika pencabutan pola, pasir
diberi penahan diatasnya sehingga pasir tidak ikut tercabut bersama pola.
e. Pelapis pola grafit yang diganti dengan pelapis yang mengandung magnesium
karbonat sedikit memudahkan pencabutan pola namun belum maksimal.
Sebaiknya mencari bahan pelapis lain yang bisa membuat pola mudah ketika
dicabut.
Sesudah Finishing
Dimensi benda kerja sesudah finishing sesuai pada gambar 4.39
Tabel 4.10 Perbandingan Desain Benda Kerja dengan Hasil Finishing
Tabel 4.10 merupakan perbandingan desain benda kerja dengan hasil
benda kerja yang sudah difinishing. Dapat dilihat bahwa sebagian besar dimensinya
mendekati dengan desain benda kerja Hanya bagian A yang dimensi hasil finishing
yang lebih kecil dari desain benda kerja Ketidak sesuaian dimensi antara hasil benda
kerja yang telah difinishing dengan desain benda kerja disebabkan pemakanan benda
kerja terlalu sedikit atau terlalu banyak
2. Analisa Cacat Coran
Sebelum Finishing
a. Cacat Lubang Jarum
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Bagian Desain Benda Kerja (mm) Hasil Finishing (mm)
A 20 19,4
B 60 60,1
C 60 60,2
D 20 20,9
E 30 30,2
F 30 60,2
Page 173
173
Gambar 4.51 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan benda kerja. Cacat lubang
jarum pada benda coran II lebih sedikit dibandingkan dengan cacat lubang
jarum. Hal itu ditunjukkan oleh perbandingan gambar 4.40 dengan gambar
4.51.
Penyebab :
Terdapat gas hidrogen hasil reaksi kimia antara logam cair ke dalam
cetakan pasir sehingga menyebabkan gelembung gas yang terperangkap
saat penuangan logam cair ke dalam cetakan. Reaksi kimianya adalah
sebagai berikut :
2Al + 3 H 2O 𝐴𝑙2𝑂3 + 3𝐻2Pemecahan Masalah :
Sebaiknya sebelum melakukan penuangan logam cair ke dalam cetakan
pasir, cetakan pasir tersebut harus dalam kondisi kering agar tidak timbul
gas hidrogen akibat reaksi kimia antara logam cair dengan air yang
terkandung dalam cetakan pasir yang masih basah.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 174
174
b. Cacat Inklusi Pasir
Gambar 4.52 Cacat Inklusi PasirSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri
Pada hasil coran terdapat inklusi pasir, hal ini dapat dilihat pasir yang ikut
menempel pada permukaan hasil coran. Pada gambar 4.52 cacat inklusi
pasir lebih banyak daripada di gambar 4.42
Penyebab
Pada cacat inklusi pasir terjadi akibat besar butir pada pasir cetak yang
dibuat terdiri dari pasir yang homogen dan memiliki ukuran butir yang
besar sehingga pasir dapat ikut tercampur pada hasil coran
Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi cacat tersebut adalah ketika hendak membuat pasir cetak
memiliki pasir yang heterogen dan memiliki besar butir yang berbeda
Sebelum penuangan rongga cetakan dibersihkan terlebih dahulu
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 175
175
c. Cacat Sirip (Fin)
Gambar 4.53 Cacat Sirip (Fin)Sumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Pada hasil coran terdapat cacat berbentuk seperti sirip. Cacat sirip yang
ditunjukkan pada gambar 4.53 lebih besar daripada cacat sirip pada coran I
yang ditunjukkan pada gambar 4.43
Penyebab :
Pengambilan pola yang sulit diangkat sehingga pengambilan pola tersebut
harus dilakukan dengan cara ditekan dan digoyang-goyangkan. Dengan
cara pengambilan seperti itu dapat mengakibatkan pasir di sekitar pola ikut
terangkat dan meninggalkan lubang sehingga logam cair dapat masuk ke
lubang. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar kup drag yang
mengeluarkan asap seusai penuangan logam seperti yang terlihat pada
gambar 4.54. Hal itu membuktikan bahwa ada logam cair yang masuk ke
celah antara belahan pola sehingga terbentuk sirip.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 176
176
Gambar 4.54 Kup dan Drag yang terbakarSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Pemecahan Masalah
Permukaan pola dibuat sehalus mungkin
Pemberian pelapis yang lebih merata agar pola mudah untuk diangkat
d. Cacat Porositas
Gambar 4.55 Cacat PorositasSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Pada permukaan hasil coran terdapat lubang-lubang akibat
terperangkapnya gelembung udara sewaktu proses pembekuan logam cair
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 177
177
seperti yang terlihat pada gambar 4.55. Cacat porositas pada coran II lebih
besar dibandingkan dengan cacat coran I . Hal tersebut ditunjukkan dari
pengujian porositas dari kedua benda coran.
Penyebab :
Pada logam cair terdiri dari bermacam-macam jenis logam seperti Al, P, K
dan lain-lain. Sehingga kecepatan penyusutannya berbeda-beda pula. Hal
ini menyebabkan proses solidifikasinya terjadi secara tidak bersamaan,
sehingga memungkinkan adannya udara yang terjebak saat solidifikasi
Kandungan air dalam cetakan pasir awalnya 5 %. Namun pada saat
penuangan tidak bisa dipastikan berapa kandungan air yang terkandung
pada cetakan pasir. Kandungan air yang tersisa tersebut dapat
menyebabkan timbulnya gas, sehingga menimbulkan cacat porositas.
Kandungan kimia pelapis
Pemecahan Masalah :
Penuangan logam sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah
pembuatan cetakan pasir agar kandungan air dalam cetakan pasir dapat
diketahui atau tidak begitu banyak berubah dari kadar air semula
e. Cacat Penyusutan (Shrinkage)
Gambar 4.56 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 178
178
Adanya cekungan yang menjorok ke dalam pada permukaan coran
seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.56
Penyebab :
Penyusutan terjadi akibat udara yang terjebak di dalam coran karena
udara tidak berhasil keluar melalui riser. Pada saat logam mulai mengalami
solidifikasi maka udara yang terjebak meninggalkan rongga dan diisi oleh
logam coran diatasnya. Pengisian logam coran tersebut mengakibatkan
penyusutan pada bagian permukaan coran.
Pemecahan Masalah
Penambahan riser sehingga tidak sampai terjadi penyusutan akibat
kegagalan logam mengisi rongga cetakan
Sebaiknya logam untuk pengecoran tidak terlalu banyak komposisi
sehingga waktu solidifikasinya seragam
Waktu penuangan harus cepat sesuai dengan pouring time
Temperatur peleburan harus diatas titik lebur semua unsur logam paduan
f. Cacat Geser
Gambar 4.57 Cacat GeserSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Ciri –ciri :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 179
179
Terdapat pergeseran pola bagian atas sehingga ukuran dimensi menjadi
tidak tepat yang ditunjukkan pada gambar 4.57.
Penyebab :
Pelepasan pola yang sulit dengan cara menggoyang-goyang dan memukul
pola menyebabkan bergesernya rongga cetakan.
Posisi kup dan drag yang tidak menempel dan terkunci sempurna membuat
benda coran mengalami cacat geser. Kup drag tidak terkunci dengan
sempurna dikarenakan pada bagian samping kup drag tidak terdapat
pengunci. Hal tersebut ditunjukkan pada gambar 4.58.
(a) (b)
Gambar 4.58 Kup Drag (a) tampak samping (b) tampak depanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Pemecahan Masalah :
Cermat dan teliti saat pembuatan cetakan
Cermat pada saat pemasangan kup drag dan memastikan kup drag
memiliki pengunci yang rapat di semua sisi
Pemberian pelapis yang lebih merata agar pelepasan pola menjadi mudah
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 180
180
g. Cacat Kekasaran Permukaan
Gambar 4.59 Cacat Kekasaran PermukaanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Terdapat permukaan yang kasar pada benda coran seperti yang terlihat
pada gambar 4.59.
Penyebab :
Pemadatan cetakan kurang sehingga ada pasir yang rontok dan membuat
permukaan benda cor menjadi kasar
Kekuatan pasir cetak kurang karena pasir yang dipakai adalah pasir
homogen sehingga ikatan antar butir menjadi rendah. Selain itu ukuran
butir yang besar yang ditunjukkan pada gambar 4.60 membuat pasir
mudah untuk rontok.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 181
181
Gambar 4.60 Butir PasirSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Pemecahan Masalah :
Pasir harus lebih dipadatkan
Pola dibuat sehalus mungkin sehingga pola mudah untuk dicabut sehingga
tidak ada pasir yang rontok dan membuat hasil coran menjadi kasar
Pemberian pelapis pola lebih merata
Sebaiknya pasir yang digunakan adalah pasir yang heterogen sehingga
memiliki ikatan antar butir yang tinggi.
Sesudah Finishing
a. Cacat Porositas
Gambar 4.61 Cacat PorositasSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Pada permukaan hasil coran terdapat lubang-lubang yang ditunjukkan
pada gambar 4.61 akibat terperangkapnya gelembung udara sewaktu proses
pembekuan logam cair. Cacat ini masih terlihat sesudah finishing karena
porositas tidak hanya terjadi di luar tetapi juga di dalam benda kerja
Penyebab :
Pada logam cair terdiri dari bermacam-macam jenis logam seperti Al, P,
K dan lain-lain. Sehingga kecepatan penyusutannya berbeda-beda pula.
Hal ini menyebabkan proses solidifikasinya terjadi secara tidak
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 182
182
bersamaan, sehingga memungkinkan adannya udara yang terjebak saat
solidifikasi
Kandungan air dalam cetakan pasir awalnya 5 %. Namun pada saat
penuangan tidak bisa dipastikan berapa kandungan air yang terkandung
pada cetakan pasir. Kandungan air yang tersisa tersebut dapat
menyebabkan timbulnya gas, sehingga menimbulkan cacat porositas.
Kandungan kimia pelapis
Pemecahan Masalah :
Penuangan logam sebaiknya dilakukan secepat mungkin setelah
pembuatan cetakan pasir agar kandungan air dalam cetakan pasir dapat
diketahui atau tidak begitu banyak berubah dari kadar air semula
Sebelum dilakukan penuangan, cetakan pasir sebaiknya dikeringkan
terlebih dahulu sehingga tidak ada lagi air bebas.
b. Cacat Penyusutan (Shrinkage)
Gambar 4.62 Cacat PenyusutanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Adanya cekungan yang menjorok ke dalam pada permukaan coran
seperti yang terlihat pada gambar 4.62. Cacat penyusutan ini masih terlihat
setelah finishing karena penyusutan yang terjadi terlalu dalam. Penyusutan
pada benda coran II terjadi di bawah riser dan memiliki kedalaman yang
lebih besar dibandingkan dengan penyusutan pada benda coran I.
Penyebab :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 183
183
Penyusutan dapat disebabkan karena perbedaan gradien suhu yang
terlalu tinggi antara dinding dengan logam cair. Sehingga ketika logam cair
mulai mengalami solidifikasi dan akhirnya mengalami penyusutan. Namun
hal tersebut sudah diantisipasi dengan penambahan toleransi penyusutn
desain pola.
Walaupun demikian, seringkali besarnya penyusutan melebihi dari
yang telah diprediksi pada desain pola. Hal tersebut disebabkan oleh
komposisi logam yang memiliki titik lebur berbeda-beda sehingga waktu
untuk solidifikasi juga berbeda. Waktu solidifikasi yang berbeda-beda
mengakibatkan terperangkapanya udara di dalam coran. Udara yang
terperangkap tersebut nantinya bisa diisi oleh logam cair, sehingga
permukaan coran diatasnya berkurang
Waktu penuangan yang lambat juga dapat mengakibatkan terjadinya
solidifikasi dini pada logam yang telah dituang terlebih dahulu. Solidifikasi
dini juga menyebabkan porositas.
Pemecahan Masalah
Waktu penuangan harus optimal
Penambahan riser
c. Cacat Lubang Jarum
Gambar 4.63 Cacat Lubang JarumSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 184
184
Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan benda kerja. Pada benda
coran II cacat lubang jarum lebih sedikit dibandingkan dengan benda coran I.
Hal ini dapat ditunjukkan oleh gambar 4.49 dengan gambar 4.63
Penyebab :
Terdapat gas hidrogen hasil reaksi kimia antara logam cair ke dalam
cetakan pasir sehingga menyebabkan gelembung gas yang terperangkap saat
penuangan logam cair ke dalam cetakan.
Pemecahan Masalah :
Sebaiknya sebelum melakukan penuangan logam cair ke dalam
cetakan pasir, cetakan pasir tersebut harus dalam kondisi kering agar tidak
timbul gas hidrogen akibat reaksi kimia antara logam cair dengan air yang
terkandung dalam cetakan pasir yang masih basah.
d. Cacat Permesinan
Gambar 4.64 Cacat PermesinanSumber : Laboratorium Pengecoran Logam Jurusan Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Ciri-ciri :
Terlihat hasil permesinan yang tidak rata pada permukaan benda
coran. Bila dibandingkan dengan cacat permesinan benda coran I yang
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 185
185
ditunjukkan pada gambar 4.50 maka, cacat permesinan pada benda coran II
yang ditunjukkan pada gambar 4.64 lebih berkurang karena benda coran
terlihat lebih rapi
Penyebab
Hal ini dikarenakan ketika permesinan pahat yang digunakan tumpul
dan tidak tajam lagi, sehingga pemakanan meninggalkan bekas
Pemecahan Masalah
Sebaiknya mengganti pahat yang masih tajam sehingga hasil dari
proses permesinan terlihat lebih rapi
Uji Porositas
Perhitungan prosentase yang terdapat pada hasil coran porositas dapat
diketahui dengan uji piknometri dengan membandingkan apparent density
dengan true density. Rumus yang digunakan
% P = (1−
ρs
ρth
)x 100 %
Dimana :
% P = prosentase porositas (%)𝜌𝑠 = Apparent Density (gr/cm3)𝜌𝑡ℎ = True Density (gr/cm3)
Kandungan unsur logam seperti pada tabel 4.7 sehingga didapatkan,
ρth =
100
(% Alρ Al
)+(%PρP
)+(%Cuρ Cu
)+.. . .+(% Euρ Eu
)
=
10034 = 2,93
ρ s = ρw .
W s
W s−(W sb−W b )
= 1.
728 , 52728 , 52−( 463 , 2−5 , 71)
= 2,69 %
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 186
186
%P = (1−
ρs
ρth
)x 100%
= (1 -
2 ,692 ,93
)x 100 %
= (1-0,91) x 100%
= 0,09 x 100%
= 9 %
Permasalahan
Dari perhitungan uji porositas diketahui bahwa prosentase porositas
benda hasil coran adalah 9 %. Prosentase porositas tersebut lebih besar dari
prosentase porositas benda coran I.
Penyebab :
Cacat porositas yang terdapat di coran disebabkan salah satu faktornya
adalah dari komposisi unsur-unsur penyusunnya. Semakin banyak unsur
penyusun alumunium paduannya, maka kecenderungan untuk terjadi porositas
semakin besar karena tiap unsur waktu solidifikasinya berbeda-beda.
Tabel 4.8 merupakan tabel penyusutan dan ekspansi logam cair. Pada
benda kerja diketahui bahwa kandungan unsur terbesar adalah alumunium (Al)
85,8 %, Tembaga (Cu) 3,43 % dan Zinc (Zn) 2,34 %. Dari tabel penyusutan
diatas diketahui ketiga unsur diatas memiliki prosentase penyusutan yang besar
yakni 6% ke atas.
Akibat prosentase penyusutan tersebut maka logam coran akan
mengalami penyusutan dengan kecepatan penyusutan yang berbeda akibat waktu
solidifikasi dari setiap unsur juga berbeda. Perbedaan waktu solidifikasi ini
menyebabkan udara terjebak di dalam coran. Sehingga mengakibatkan porositas.
Porositas juga disebabkan karena pada kondisi cair alumunium juga
termasuk logam yang mudah menyerap gas hidrogen dari sekelilingnya (udara
lembab, kandungan air dalam tungku, dan lain-lain). Gas hidrogen yang terjebak
dalam logam cair akan menyebabkan porositas.
Solusi :
Sebaiknya bahan logam yang digunakan saat pengecoran merupakan
alumunium murni sehingga unsur-unsur penyusunnya lebih sedikit.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 187
187
4.4 Kesimpulan dan Saran
4.4.1 Kesimpulan
1. Jika dibandingkan antara hasil coran I dan II bisa dikatakan dimensi hasil
coran II lebih baik dari hasil coran I. Karena pada hasil coran II dimensi
antara desain pola, pola dan hasil coran perbedaannya tidak terlalu jauh jika
dibandingkan dengan coran I.
2. Jika dibandingkan antara benda kerja I dan II bisa dikatakan dimensi benda
kerja I lebih baik dari benda kerja I karena pada hasil coran II ada dimensi
yang lebih kecil daripada desain benda kerja. Sedangkan untuk coran I
ukuran dimensinya sebagian besar mendekati desain benda kerja. Namun
jika berdasarkan hasil finishing benda kerja II lebih baik dari benda kerja I
karena hasil pembubutan lebih rapi.
3. Cacat yang dihasilkan pada saat penuangan logam I sebelum finishing
adalah cacat lubang jarum, cacat sirip, cacat inklusi pasir, cacat kesalahan
ukuran, cacat porositas, cacat penyusutan dan cacat pasir rontok.
Sedangkan cacat yang dihasilkan pada saat penuangan logam II sebelum
finishing adalah cacat geser, cacat lubang jarum, cacat inklusi pasir
,kekasaran permukaan, cacat sirip, cacat porositas, dan cacat penyusutan.
4. Pada hasil benda kerja penuangan logam I dan II setelah finishing memiliki
jumlah dan jenis cacat yang sama yaitu cacat porositas, cacat lubang jarum,
cacat penyusutan dan cacat permesinan. Hasil benda kerja penuangan logam
I lebih baik daripada hasil benda kerja penuangan logam I karena
porositasnya yang ada di hasil benda kerja penuangan I lebih kecil I lebih
rapih dan sesuai dengan prosedur daripada benda kerja penuangan II.
5. Besar persentase porositas coran II lebih besar daripada persentase porositas
coran I. Pada benda coran II persentase porositasnya sebesar 9% sedangkan
persentase porositas benda coran I sebesar 8,1 %. Penambahan porositas
pada benda coran II disebabkan penyusutan pada benda coran II lebih besar
dari penyusutan benda coran I.
4.4.2 Saran
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya
Page 188
188
1. Sebaiknya jadwal praktikum diacak/digilir agar setiap kelompok pada saat
praktikum tidak selalu di hari yang sama
2. Sebaiknya lab memiliki ventilasi yang cukup agar lab tidak panas saat
praktikum berlangsung
3. Sebaiknya asisten tetap mendampingi saat pembuatan cetakan kedua
4. Diharapkan pasir yang digunakan praktikum adalah pasir baru.
Laboratorium Pengecoran LogamJurusan Mesin Universitas Brawijaya