1. DEFINISIAlergi adalah reaksi seseorang yang menyimpang
terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen), dengan akibat
timbulnya gejala-gejala klinis. Alergen tersebut untuk kebanyakan
orang dengan kontak atau pajanan yang sama tidak menimbulkan reaksi
dan tidak menimbulkan penyakit. Penyakit alergi adalah golongan
penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi
imunologis terhadap lingkungan. Walaupun faktor lingkungan
merupakan faktor penting, faktor genetik dalam manifestasi alergi
tidak dapat diabaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergen
tertentu menunjukkan bahwa seseorang pernah terpajan dengan alergen
tersebut sebelumnya.Alergi berasal dari kata allos yang berarti
suatu penyimpangan atau perubahan dari cara semula atau cara biasa.
Benda asing yang masuk ke tubuh dan menyebabkan perubahan reaksi
tersebut, dinamakan allergen ( Dian.H.Mahdi,1993)Alergi merupakan
suatu perubahan reaksi (menyimpang) dari tubuh seseorang terhadap
lingkungan berkaitan dengan peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E,
suatu mekanisme sistem imun (Retno W.Soebaryo,2002) Alergi
merupakan respons sistem imun yang tidak teapat dan seringkali
membahayakan terhadapa substansi yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi alergi merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi
akibat interaksi antara antigen dan antibodi ( Brunner &
Suddarth, 2002)Alergi adalah suatu perubahan reaksi, atau respon
pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang
sebenarnya tidak berbahaya (Robert Davies, 2003)Reaksi alergi tidak
selalu di ikuti dengan peningkatan kadar Imunoglobulin E.Istilah
tersebut dibedakan dengan sensitif, yaitu perubahan reaksi terhadap
bahan yang secara normal aman. Istilah lain yang juga harus
dibedakan ialah intoleransi, yaitu penyimpangan reaksi yang tidak
berdasarkan reaksi imun. (Retno W.Soebaryo,2002)
2. EPIDEMIOLOGI Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang
sering dijumpai di masyarakat. Diperkirakan 10-20 % penduduk pernah
atau sedang menderita penyakit tersebut. Alergi dapat menyerang
setiap organ tubuh, tetapi organ yang sering terkena adalah saluran
napas, kulit dan saluran pencernaan. Syamsuridjal dan kawan-kawan
(1994) melaporkan penyakit alergi yang sering dijumpai di Bagian
Penyakit Dalam RSCM Jakarta adalah asma, rinitis, urtikaria dan
alergi makanan. Dalam kasus tertentu, reaksi alergi diidap si
penderita sepanjang hidupnya. Setiap tahun di Amerika Serikat,
sekitar 400 orang meninggal akibat penggunaan penisilin yang salah
kaprah. Juga 50 orang meninggal akibat alergi saat disengat lebah
dan gigitan semut. Dalam kasus tertentu, reaksi alergi diidap si
penderita sepanjang hidupnya. Setiap tahun di Amerika Serikat,
sekitar 400 orang meninggal akibat penggunaan penisilin yang salah
kaprah. Juga 50 orang meninggal akibat alergi saat disengat lebah
dan gigitan semut.
3. ETIOLOGI PENYEBAB ALERGI
Alergi pada pernapasan sering ditimbulkan oleh adanya penyebab
seperti hirupan dan makanan. Pada bayi dan anak makanan adalah
sebagai penyebab yang utama sedangkan pada orang dewasa/tua
pengaruh makanan semakin berkurang. Penyebab lainnya adalah hirupan
seperti debu, serbuk sari bunga, bulu binatang, tungau (pada kasur
kapuk). Pada berbagai gangguan alergi tampaknya alergi makanan
berperanan paling utama sebagai penyebab. Alergi makanan dapat
mengganggu semua organ atau sistem tubuh. Tetapi pada kenyataan
sehari-hari sebagian besar masyarakat bahkan sebagian klinisi masih
sering menganggap debu sebagai biangkeladi penyebabnya. Hal ini
terjadi karena pada umumnya tes kulit alergi yang sering terdeteksi
adalah debu dan tungau sedangkan makanan sering negatif. Hal ini
terjadi karena pada tes kulit yang terdeteksi hanyalah penyebab
alergi reaksi cepat atau kurang dari 8 jam. Sedangkan penyebab
alergi yang masuk kategori reaksi lambat atau lebih dari 8 jam
seperti sebagain besar makanan seringkali hasilnya negatif, Hal
negatif ini bukan berarti penderita tidak alergi makananKlasifikasi
alergiAlergi dibagi menjadi 4 macam, macam I s/d IV berhubungan
dengan antibodi humoral, sedangkan macam ke IVmencakup reaksi
alergi lambat oleh antibodi seluler.
1. Macam/Type I (reaksi anafilaktis dini)
Setelah kontak pertama dengan antigen/alergen, di tubuh akan
dibentuk antibodi jenis IgE (proses sensibilisasi). Pada kontak
selanjutnya, akan terbentuk kompleks antigen-antibodi. Dalam proses
ini zat-zat mediator (histamin, serotonin, brdikinin, SRS (Slow
Reacting Substances of anaphylaxis) akan dilepaskan (released) ke
sirkulasi tubuh. Jaringan yang terutama bereaksi terhadap zat-zat
tersebut ialah otot-otot polos (smooth muscles) yang akan mengerut
(berkontraksi). Juga terjadi peningkatan permeabilitas (ketembusan)
dari kapiler endotelial, sehingga cairan plasma darah akan meresap
keluar dari pembuluh ke jaringan. Hal ini mengakibatkan pengentalan
darah dengan efek klinisnya hipovolemia berat. Gejala-gejala atau
tanda-tanda dari reaksi dini anafilaktis ialah: - shok anafilaktis
- urtikaria, edema Quincke - kambuhnya/eksaserbasi asthma
bronchiale - rinitis vasomotorica
2. Macam/type II (reaksi imun sitotoksis)
Reaksi ini terjadi antara antibodi dari kelas IgG dan IgM dengan
bagian-bagian membran sel yang bersifat antigen, sehingga
mengakibatkan terbentuknya senyawa komplementer. Contoh: reaksi
setelah transfusi darah, morbus hemolitikus neonatorum, anemia
hemolitis, leukopeni, trombopeni dan penyakit-penyakit
autoimun.
3. Macam/Type III (reaksi berlebihan oleh kompleks imun = immune
complex = precipitate)
Reaksi ini merupakan reaksi inflamasi atau peradangan
lokal/setempat (Type Arthus) setelah penyuntikan intrakutan atau
subkutan ke dua dari sebuah alergen. Proses ini berlangsung di
dinding pembuluh darah. Dalam reaksi ini terbentuk
komplemen-komplemen intravasal yang mengakibatkan terjadinya
kematian atau nekrosis jaringan. Contoh: fenomena Arthus, serum
sickness, lupus eritematodes, periarteriitis nodosa, artritis
rematoida.
4. Macam/Type IV (Reaksi lambat type tuberkulin)
Reaksi ini baru mulai beberapa jam atau sampai beberapa hari
setelah terjadinya kontak, dan merupakan reaksi dari t-limfosit
yang telah tersensibilisasi. Prosesnya merupakan proses
inflamatoris atau peradangan seluler dengan nekrosis jaringan dan
pengubahan fibrinoid pembuluh-pembuluh yang bersangkutan. Contoh:
reaksi tuberkulin (pada tes kulit tuberkulosa), contact eczema,
contact dermatitis, penyakit autoimun (poliarthritis, colitis
ulcerosa) dll.)
Macam-macam alergenAlergen adalah bahan yang dapat menimbulkan
reaksi alergi. Alergen dapat dibagi menjadi :
a. Alergen inhalatif, yaitu alergen yang masuk melalui udara
yang kita hirup dan masuk melalui saluran pernafasan, seperti bulu
hewan, kapuk, serbuk sari tumbuh-tumbuhan (rumput, macam-macam
pohon, dsb.), spora jamur (aspergillus, cladosporium, penicillium,
alternaria dsb.), debu atau bubuk bahan-bahan kimia atau dari jenis
padi-padian/gandum-ganduman (gandum, gandum hitam dsb.), uap
formalin dll.
b. Alergen ingestif/makanan, yaitu alergen yang masuk melalui
saluran pencernaan, seperti; susu, telur, ikan laut atau ikan air
tawar, udang, makanan asal tumbuhan (kacang-kacangan, arbei, madu
dsb.), obat-obat telan, dll.
c. Alergen kontak, yaitu alergen yang menimbulkan reaksi saat
bersentuhan dengan kulit atau selaput lendir melalui kontak
langsung, misalnya zat-zat kimia (obat gosok, salep, kosmetik,
dll), zat-zat sintetik (plastik, obat-obatan, bahan desinfeksi
dll.), bahan-bahan yang berasal dari hewan (sutera, woll dll.) atau
dari tumbuh-tumbuhan (jamur, getah atau damar dsb.).
d. Alergen suntik atau sengatan, yaitu alergen yang masuk ke
tubuh melalui sengatan atau disuntikkan dan biasanya dipakai pada
prosedur pengobatan, misalnya antibiotik, serum, antitoksin, serta
racun atau bisa dari serangga seperti lebah atau semut merah.
e. Alergen implant, yaitu alergen yang berasal dari bahan
sintetik atau logam tertentu atau bahan yang digunakan dokter gigi
untuk mengisi lubang di gigi
f. Auto alergen, yaitu zat dan organik itu sendiri yang keluar
dari sel-sel yang rusak atau pada proses nekrosa jaringan akibat
infeksi ( reaksi toksik)
4. PATOFISIOLOGI
Sel darah putih merupakan sistem imunitas tubuh paling
utama.
Saat antigen memasuki tubuh, secara otomatis seluruhjaringan
tubuh akan melakukan suatu proses kompleks untuk mengenali benda
asing tersebut. Sel darah putih menghasilkan antibodi spesifik
untuk melawan antigen. Proses ini disebut sensitisasi. Antibodi
bekerja dengan mendeteksi dan merusak substansi yang menyebabkan
penyakit. Pada reaksi alergi, antibodi dikenal sebagai
immunoglobulin E, atau IgE.
Antibodi ini memerintah para mediator untuk memproduksi semacam
zat yang mampu mengurangi kadar kimia dan hormon yang dimiliki
antigen.
Mediator yang umum dikenal diantaranya adalah Histamine.
Mediator mempunyai efek meningkatkan aktivitas sel darah putih.
Inilah yang memungkinkan terjadinya gejala yang mengikuti. Jika
hadirnya mediator dirasa sudah cukup, reaksi alergi bisa dikatakan
telah berakhir.
Reaksi alergi sebenarnya sebuah keunikan bagi kita. Tubuh sudah
pasti akan mengenali antigen jika sewaktu-waktu akan menyerang
kembali. Alergi tidak berkaitan dengan garis keturunan si
penderita. Bisa jadi satu anggota keluarga Reaksi alergi yang
kompleks dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi diawali dengan
pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen Presenting
Cell (APC), dipecah menjadi peptida-peptida kecil, diikat molekul
HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan dipresentasikan ke sel
Th-2 . Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara
lain IL-4 dan IL-13 yang memacu switching produksi IgG ke IgE oleh
sel B, terjadi sensitisasi sel mast dan basofil, sedangkan IL-5
mengaktifkan eosinofil yang merupakan sel inflamasi utama dalam
reaksi alergi. Antibodi IgE (antibody tersensitisasi) melekat pada
sel mast dan basofil. Bila ada alergen masuk dalam tubuh maka akan
terbentuk ikatan kompleks alergen dengan IgE. Ikatan tersebut
menyebabkan masuknya ion Ca++ ke dalam sel mast dan terjadi
perubahan pada membran sel mast dan basofil. Akibatnya terjadi
degranulasi sel mast yang kemudian menimbulkan pelepasan histamin
serta mediator peradangan lainnya. Selain itu sel residen juga
melepas mediator dan sitokin yang juga menimbulkan gejala alergi.
Mediator-mediator ini menyebabkan vasodilatasi perifer dan
pembengkakan ruang intestinum sehingga permeabilitas kapiler
meningkat dan terjadi perembesan cairan dan protein plasma ke
jaringan yang pada akhirnya menimbulkan oedem dan hipovolemik.Pada
sistem pernafasan histamin menyebabkan bronkokonstriksi yang
menyebabkan dispnoe. Pada saluran pencernaan pengeluaran histamin
pada fundus lambung mengaktifkan sel parietas yang meningkatkan
produksi asam lambung dan menyebabkan mual muntah dan diare.
Reseptor histamin juga terdapat di ujung saraf sensori yang dapat
menimbulkan rasa nyeri dan gatal, sedangkan pada mata menyebabkan
mata gatal dan kemerahan.Reaksi alergi yang berat dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah, keadaan ini biasa disebut syok anafilaktik
yang ditandai dengan gatal, kram abdomen, kulit kemerahan, gangguan
saluran cerna dan sulit bernafas
IL-5 Sensitifitas sel mass dan basofilPATHWAY ALERGIEosinofil
aktifTh-2 inaktifSel B memproduksi IgGSensitifitas tidak
terjadiPresentasi ke sel Th 2Th-2 aktifProduksi IL-4 dan IL-13Sel B
memproduksi IgEHLA ( MHC )Peptide-peptida kecilDitangkap APC (
antigen precenting cell) pajanan allergen : bahan makanan,
obat-obatan, tungau, debu, dllDegranulasi sel mastPerubahan membran
sel mast & basofilIon Ca++ masuk sel mastAllergen berikatan dg
IgEIg E melekat pada sel mast & basofil
Mk :Resiko cideraMk : - Resti Kekurangan Vol Cairan- Nutrisi
kurang dari kebutuhanPengeluaran mediator , pelepasan histamin
B6Reseptor pd ujung saraf sensorigatalMK: - Ggn Integritas
kulit- Ggn Rasa NyamanurtikariB5Histamin pd fundus lambungAktivasi
sel parietalPe asam lambungMual / muntahKehilangan
keseimbanganhipotensiHipoksia jar otakVasodilatasi pembuluh
darahB2Vasodilatasi perifer & pembengkakan ruang
intertisiumPermeabilitas kapiler Perembesan cairan & protein
plasma ke jaringanOedemMK: Ggn. Perfusi JaringanTidak ditemukan
masalahB3B4Mk : pola nafas inefektifB1BronkokonstriksiDispnoeRespon
system imunePengeluran secret pada mukosaMk : bersihan jalan nafas
inefektif
KomplikasiPe TDSyok AnafilaktikTanda :Gatal, kram abdomen,
kemerahan kulit, gangguan saluran cerna, sulit bernafas
5. FAKTOR RESIKO
Macam-macam faktor pencetus alergi yang dikenali oleh umum :
Jenis makanan tertentu, vaksin dan obat-obatan, bahan berbahan
dasar karet, aspirin, debu, bulu binatang, dan lain sebagainya.
Sengatan lebah, gigitan semut api, penisilin, kacang-kacangan.
Biasanya reaksi yang ditimbulkan akan berlebihan dan bisa
mengakibatkan alergi serius di sekujur tubuh. Penyebab minor; suhu
udara panas ataupun dingin, dan kadar emosi yang berlebihan. Sering
kali, allergen secara spesifik sukar untuk diidentifikasi meskipun
di masa lampau pernah mengalami gejala serupa. Timbulnya gejala
alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi, tapi juga
dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau
mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor
pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin, panas
atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis,
berlari,olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress
atau ketakutan.
Faktor hormonal juga memicu terjadinya alergi pada orang dewasa.
Faktor gangguan kesimbangan hormonal itu berpengaruh sebagai pemicu
alergi biasanya terjadi saat kehamilan dan menstruasi. Sehingga
banyak ibu hamil mengeluh batuk lama, gatal-gatal dan asma terjadi
terus menerus selama kehamilan. Demikian juga saat mentruasi
seringkali seorang wanita mengeluh sakit kepala, nyeri perut dan
sebagainya. Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan
alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Bila
mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai dengan adanya
pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih
berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi
meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul.
Pencetus alergi tidak akan berarti bila penyebab alergi makanan
dikendalikan. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika
meskipun dingin, kehujanan, kelelahan atau aktifitas berlebihan
seorang penderita asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita
tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan,
debu dan sebagainya. Namun bila mengkonsumsi makanan penyebab
alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya keluhan
alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi
dingin mungkin keliru.
. Orang-orang tertentu yang mudah terjangkiti reaksi alergi: 1.
Pernah mengalami alergi tertentu pada masa sebelumnya. 2. Penderita
asma 3. Orang yang mengalami gangguan pada saluran pernapasannya.
4. Penderita polip 5. Penderita infeksi pada sinus, telinga, atau
pangkal tenggorokan. 6. Orang yang memiliki kulit sensitive
6. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan alergi terjadi secara berulang dan berubah-ubah. Ahli
alergi modern berpendapat bahwa serangan alergi atas dasar target
organ (organ sasaran). Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis
yang disebabkan oleh proses alergi dalam tubuh seorang anak yang
dapat menggganggu semua sistem tubuh.(Widodo judarwanto,2007)
Gejala-gejala alergi dapat berupa gatal-gatal, bersin-bersin,
dan sesak napas. Jenis alergi banyak macamnya. Terdapat dua
penyakit alergi yang sering dijumpai, yaitu penyakit alergi yang
terkait dengan pernafasan seperti asma dan rinitis alergi (bersin
dan pilek berulang terutama pada pagi hari) dan penyakit alergi
yang terkait dengan kulit seperti urtikaria (gidu-biduran/kaligata)
dan dermatitis atopik (eksem). Penyakit rinitis alergi biasanya
ditandai dengan bersin-bersin, hidung terasa gatal, hidung berair
atau tersumbat dan sukar bernapas, sedangkan pada mata akan terasa
gatal, kemerahan dan berair. Bila penyakit ini dibiarkan,
kemungkinan akan berkembang menjadi sinusitis. Urtikaria
(gidu-biduran/kaligata) adalah kelainan kulit yang ditandai oleh
bentol, kemerahan, dan gatal. Meskipun gejalanya merupakan
manifestasi penyakit alergi, tetapi penyebabnya seringkali bukan
karena alergen. Diperkirakan selama hidupnya sejumlah 15-25 persen
masyarakat pernah mengalami urtikaria. Gejala khusus urtikaria
biasanya terlihat bentol, kemerahan dan rasa gatal. Bila
penyebabnya telah diketahui, misalnya dari makanan (seperti susu,
telur, ikan laut, kacang-kacangan) maka berarti hindari
mengkonsumsi makanan tersebut.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Para spesialis alergi, Allergist, bisa diminta pendapat untuk
mengidentifikasi jenis alergi Anda. Ada berbagai macam tes
identifikasi pencetus alergi: a) Tes kulit, biasa dilakukan dan
hasil yang ditunjukkan sangat memuaskan. Jaringan kulit akan
diperiksa secara mendetail hingga dihasilkan laporan lengkap
tentang kesehatan kulit si penderita. b) Tes darah (RAST), biasa
dikenal sebagai tes identifikasi antibodi (IgE) untuk menentukan
spesifikasi antigen. c) Tes-tes lain yang dilakukan untuk
mengurangi allergen di lingkungan sekitar.d) Tes IgE spesifik
dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked
immuno assay).
UJI KULIT
Uji kulit intradermal Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1
ml semprit tuberkulin disuntikka secara superfisial pada kulit
sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan konsentrasi terendah
yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur
masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan
indurasi 5-15 mm. Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk
titrasi alergen pada kulit.
Uji tusuk Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan
lebih sesuai untuk anak. Tempat uji kulit yang paling baik adalah
pada daerah volar lengan bawah dengan jarak sedikitnya 2 sentimeter
dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen
dalam gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit.
Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkil ke atas memakai
lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau dengan menggunakan jarum
khusus untuk uji tusuk. Ekstrak alergen yang digunakan 1.000-10.000
kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk uji intradermal.
Dengan menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan
risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji tusuk
mempunyai spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan uji
intradermal, tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada konsentrasi
dan potensi yang lebih rendah.
Faktor yang mempengaruhi
Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena
itu, obat yang mengandung antihistamin harus dihentikan paling
sedikit 3 hari sebelum uji kulit. Pengobatan kortikosteroid
sistemik mempunyai pengaruh yang lebih kecil, cukup dihentikan 1
hari sebelum uji kulit dilakukan. Obat golongan agonis juga
mempunyai pengaruh, akan tetapi karena pengaruhnya sangat kecil
maka dapat diabaikan. Usia pasien juga mempengaruhi reaktivitas
kulit walaupun pada usia yang sama dapat saja terjadi reaksi
berbeda. Makin muda usia biasanya mempunyai reaktivitas yang lebih
rendah. Uji kulit terhadap alergen yang paling baik adalah
dilakukan setelah usia 3 tahun.
UJI PROVOKASI OBAT
Cara terbaik untuk membuktikan apakah seseorang alergi tehadap
obat tertentu adalah dengan memberikan kembali obat tersebut untuk
melihat kemungkinan timbulnya reaksi alergi yang serupa, yang
dikenal sebagai uji provokasi obat. UJI TEMPEL Uji tempel sering
dipakai untuk membuktikan dermatitis kontak. Suatu seri sediaan ujI
tempel yang mengandung berbagai obat ditempelkan pada kulit
(biasanya daerah punggung) untuk dinilai 48-72 jam kemudian. Uji
tempel dikatakan positif bila terjadi erupsi pruritus, eritema, dan
vesikular yang serupa dengan reaksi. Klinis alergi sebelumnya,
tetapi dengan intensitas dan skala lebih ringan.
UJI PROVOKASI
Uji provokasi obat, yang dalam kepustakaan disebut rechallenge
test, adalah pemberian kembali obat yang sudah dihentikan beberapa
waktu. Masa penghentian ini harus cukup untuk eliminasi komplit.
Karena sulit untuk menentukan eliminasi total maka ada penulis yang
menganjurkan untuk menghentikan obat sampai selama 5 kali masa
paruh obat tersebut. Uji provokasi dikatakan positif bila reaksi
yang timbul sama dengan gejala dan tanda seperti pada pemberian
obat sebelumnya, pada saat dicurigai alergi obat. Bila tidak
terjadi reaksi, atau reaksi yang timbul tidak sama dan tidak
berhubungan dengan gejala dan tanda alergi, maka uji provokasi
dikatakan negatif. Bila reaksi yang timbul tidak sama tetapi
diperkirakan sebagai gejala prodromal alergi obat maka hasil uji
provokasi dikatakan sugestif. Uji provokasi biasanya dilakukan
untuk pembuktian alergi obat dengan gejala klinis tidak berat,
misalnya demam obat atau erupsi obat fikstum. Bila gejala klinisnya
berat maka uji provokasi harus dilakukan dengan secara hati-hati.
Sebelum dilakukan uji provokasi dibuat daftar urut obat yang akan
diuji, mulai dengan obat yang paling tidak dicurigai.Biasany
diberikan obat mulai dengan dosis rendah secara oral. Dosis awal
dapat sampai 1% dari dosis terapeutik, tetapi untuk reaksi alergi
obat hebat dosis awal harus 100-1000 kali lebih rendah. Dosis
tersebut dinaikkan 10 kali setiap 15-60 menit (tergantung dari cara
pemberian obat). Bila terjadi reaksi maka uji provokasi dihentikan,
atau dilanjutkan dengan desensitisasi bila obat tersebut dianggap
sangat penting dan sulit digantikan. Pada uji provokasi dan
desensitisasi harus selalu tersedia peralatan resusitasi untuk
mengatasi kedaruratan yang mungkin terjadi.
DESENTISASI
Pada dasarnya desensitisasi adalah perluasan tindakan uji
provokasi dengan tujuan untuk melanjutkan pengobatan, bukan hanya
diagnosis. Tindakan ini antara lain telah berhasil mengatasi
sensitivitas terhadap antituberkulosis ketika belum tersedia obat
alternatif untuk tuberkulosis. Akhir-akhir ini telah dilaporkan
pula sukses serupa terhadap karbamazepin, sulfasalazin, dan bahkan
alopurinol. Umumnya desensitisasi tersebut dilakukan sangat
perlahan, dan dosis diturunkan setiap kali timbul reaksi sebelum
dinaikkan kembali. Desensitisasi terhadap obat lain umumnya
dilakukan lebih cepat. Desensitisasi terhadap serum xenogenik mulai
dengan suntikan 0,l ml subkutan larutan serum dengan pengenceran
terendah yang memberi hasil uji kulit positif. Dosis dinaikkan
dengan kelipatan dua setiap 15 menit sampai dengan dosis 1 ml serum
tanpa pengenceran. Setelah itu diberikan suntikan intramuskular
dengan dosis tersebut, dan kemudian suntikan obat dengan dosis
penuh.
Desensitisasi penisilin sangat sering dilakukan terhadap pasien
dengan uji kulit benzilpenisiloil positif, yang dapat dilakukan
secara oral maupun parenteral Desensitisasi peroral mulai dengan
dosis 100 unit dan memerlukan waktu 5 jam dengan kenaikan bertahap
sampai selesai. Secara parenteral benzilpenisilin atau homolognya
diberikan intravena secara bertahap (lihat Tabel 36-1). Tetesan
diberikan perlahan dahulu, kemudian secara bertahap semakin cepat
sampai timbul tanda untuk berhati-hati dengan munculnya gejala
pruritus atau flush. Pada saat itu tetesan segera dikurangi dan
diberikan antihistamin serta kortikosteroid, dan setelah gejala
tersebut menghilang tetesan dinaikkan kembali. Umumnya diperlukan
waktu 30 menit untuk setiap tahap pengenceran, dan dosis penuh
tercapai dalam waktu 3 jam. Desensitisasi terhadap insulin saat ini
jarang dilakukan karena sudah tersedia insulin yang berasal dari
manusia Bila dicurigai alergi terhadap insulin manusia dapat
dilakukan desensitisasi seperti terhadap serum xenogenik.
Desensitisasi dilaporkan berhasil pula terhadap obat anti-inflamasi
nonsteroid (OAINS) yang biasanya tercapai dalam waktu beberapa jam.
Dosis awal adalah dosis terkecil yang menimbulkan gejala (biasanya
paling rendah 10 mg), kemudian dinaikkan bertahap setiap 3 jam.
Toleransi akan terjaga terus bila obat dimakan setiap hari, tetapi
akan menghilang bila tidak dimakan lebih dari 2 hari.
8. PENATALAKSANAANPengobatan kelainan kul;it yang terjadi akibat
makanan tidak berbeda dengan pengobatan kelainan kulit akibat
penyebab lain yang bukan makanan. Bila diagnosis hipersensitivitas
makanan telah ditegakkan, maka alergen penyebab harus dihindari.
Diagnosis alergi makanan pada masa anak tidak bersifat menetap
seumur hidup, dan dianjurkan untuk melaksanakan evaluasi ulang
dengan uji kulit, pemeriksaan RAST atau oral challenge setiap 1-3
tahun. Keadaan ini tidak berlaku untuk dermatitis herpetiformis,
sehingga pada penyakit ini penghindaran alergen berlaku seumur
hidup.Sistemik. Antihistamin, misalnya chlorpheniramine,
promethazine, hydroxyzine. Kortikosteroid sistemik tidak
dianjurkan, kecuali bila kelainannya luas, atau eksaserbasi akut,
dapat diberikan dalam jangka waktu pendek (7-10 hari).Pengobatan
Topikal. Bergantung pada jenis kelainan kulit. Pada bayi kelainan
eksudatif, dikompres, misalnya dengan larutan asam salisil 1/ 1000
atau permanganas kalikus 1/ 10.000. setelah kering, dilanjutkan
dengan krim hidrokortison 1 % atau 2 %. Pada anak dan dewasa tidak
digunakan kompres karena kelainan kulit kering, melainkan salap
karena daya penetrasi lebih baik.Ada beberapa cara untuk mengobati
reaksi alergi. Pilihan tentang pengobatan dan bagaimana cara
pemberian disesuaikan dengan gejala yang dirasakan. A. Untuk jenis
alergi biasa, seperti reaksi terhadap debu atau bulu binatang,
pengobatan yang dilakukan disarankan adalah:i. Prescription
antihistamines, seperti cetirizine (Zyrtec), fexofenadine
(Allerga), dan Ioratadine (Claritin), dapat mengurangi gejala tanpa
menyebabkan rasa kantuk. Pengobatan ini dilakukan sesaat si
penderita mengalami reaksi alergi. Jangka waktu pemakaian hanya
dalam satu hari, 24 jam. ii. Nasal corticosteroid semprot. Cara
pengobatan ini dimasukkan ke dalam mulut atau melalui injeksi.
Bekerja cukup ampuh dan aman dalam penggunaan, pengobatan ini tidak
menyebabkan efek samping. Alat semprot bisa digunakan beberapa hari
untuk meredakan reaksi alergi, dan harus dipakai setiap hari.
Contoh: fluticasone (Flonase), mometasone (Nasonex), dan
triamcinolone (Nasacort).
B. Untuk reaksi alergi spesifik. Beberapa jenis pengobatan yang
dapat dilakukan untuk menekan gejala yang mengikuti : 1.
Epinephrine 2. Antihistamines, seperti diphenhydramine (Benadryl)
3. Corticosteroids
C. Pengobatan lain yang bisa diberikan jika dibutuhkan : Pada
orang tertentu, cromolyn sodium semprot mencegah alergi rhinitis,
inflamasi di hidung. Decongestan dapat menghilangkan ingus pada
sinus. Tersedia dalam bentuk cairan yang dimasukkan ke mulut dan
semprot. Digunakan hanya beberapa hari, namun terjadi efek samping
seperti tekanan darah yang meningkat, detak jantung yang menguat,
dan gemetaran.
9. ASUHAN KEPERAWATANA. PENGKAJIANA. Data dasar, meliputi :
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis,
sumber biaya, dan sumber informasi) Identitas Penanggung (nama,
jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien).
B. Riwayat Keperawatan, meliputi :
Riwayat KesehatanMengkaji data subjektif yaitu data yang
didapatkan dari klien, meliputi: Alasan masuk rumah sakit:Pasien
mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul
kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal Keluhan utama1.
Pasien mengeluh sesak nafas2. Pasien mengeluh bibirnya bengkak3.
Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah4. Pasien
mengeluh nyeri di bagian perut5. Pasien mengeluh gatal-gatal dan
timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.6. Pasien mengeluh diare7.
Pasien mengeluh demam Kronologis keluhanPasien mengeluh nyeri
perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada
kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien
dibawa ke rumah sakit. Riwayat Kesehatan Masa LaluMengkaji apakah
sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang
berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya,
sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami nyeri perut,sesak
nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau
pengobatan tertentu. Riwayat Kesehatan KeluargaMengkaji apakah
dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.
Riwayat Psikososial dan SpiritualMengkaji orang terdekat dengan
pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien terhadap
keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping
terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas
perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai
kepercayaan.Dikaji berdasarkan kebutuhan dasar: BernafasDikaji
apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk,
serta ukur respirasi rate. MakanDikaji apakah klien menghabiskan
porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien mengalami mual
atau muntah ataupun kedua-duanya. MinumDikaji kebiasaan minum
pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih
banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya). Eliminasi (BAB /
BAK)Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.
Gerak dan aktifitasDikaji apakah pasien mengalami
gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita suatu
penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi)
atau saat menjalani perawatan di RS. Rasa NyamanDikaji kondisi
pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya
pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST
: faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan
skala nyeri) Kebersihan DiriDikaji kebersihan pasien saat dirawat
di RS Rasa AmanDikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap
tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien
merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS. Sosial
dan komunikasiDikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga,
petugas RS dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien
lainnya). PengetahuanDikaji tingkat pengetahuan pasien tentang
penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang akan diberikan
untuk kesembuhannya. RekreasiDikaji apakah pasien memiliki hobi
ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
SpiritualDikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya,
apakah pasien menerima penyakitnya adalah karena murni oleh
penyakit medis ataupun sebaliknya. Pemeriksaan fisik Keadaan umum-
Tingkat kesadaran CCS Tanda-tanda vital Keadaan fisik Kepala dan
leher Dada Payudara dan ketiak Abdomen Genitalia Integument
Ekstremitas Pemeriksaan neurologist
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan spasme jalan napas 2. Nyeri berhubungan dengan
suplai oksigen ke otak menurun 3. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah 4. Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuantentang gejala penyakit
C. PERENCANAAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan napas Tujuan : mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi
napas bersih dalam 1x24 jam Kriteria hasil : pasien akan mempunyai
jalan napas yang paten, mempunyai irama dan frekuensi pernapasan
dalam rentang yang normal Mempunyai fungsi paru dalam batas
normal
TINDAKANRASIONAL
1. Kaji dan pantau frekuensi pernapasn
2. Tingkatkan masukan cairan hangat sesuai toleransi jantung,
memberikan air hangat
3. Berikan obat sesuai indikasi bronkodilator xantin steroid
oralPernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memenjang
dibanding ekspirasi Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme
bronkus
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan
spasme jalan napas, menurunkan edema mukosa, mencegah reaksi
alergi
b. Nyeri berhubungan dengan suplai oksigen ke otak menurun
Tujuan : nyeri dapat hilang atau ditoleransi pasien dalam 1x24 jam
Kriteria hasil : menunjukkan teknik relaksasi secara individual yg
efektif
INTERVENSIRASIONAL
1. Teliti keluhan nyeri;skala, lokasi, karakter.
2. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila muncul
3. Berikan kompres dingin pada kepala
4. Berikan obat sesuai indikasi : analgetik
1. Digunakan untuk memilih intervensi yang tepat dan evaluasi
keefektifan terapi 2. Pengenalan segera intervensi diri dan
menurunkan beratnya serangan
3. Mengurangi vasodilatasi
4. Penanganan pertama dari sakit kepala secara umum
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan vasodilatasi
pembuluh darah Tujuan : menunjukkan perbaikan integritas kulit
(urtikaria berkurang/tidak ada) dalam 1x24 jam Kriteria hasil :
suhu, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna kulit dalam
kondisi normal , keutuhan kulit ,kemerahan dan urtikaria
berangsur-angsur menghilang
TINDKANRASIONAL
1. Inspeksi kulit adanya edema, pigmentasi dan bercak.
2. Kompres pada daerah edema
3. Berikan perawatan kulit
4. Hindari obat IM 1.Mengetahui penyebab dan kemungkinan
terjadi
2.mengurangi pembengkakan pada kulit
3.Terlalu kering/ lembab mempercepat kerusakan
4.Edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorpsi obat dan predispos
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gejala
penyakit Tujuan : ansietas dapat berkurang dalam 2x24 jam Kriteria
hasil : pasien akan menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya
dengan cara sehat ,mengatakan ansietas menurun sampai tingkat yang
dapat ditolerir ,menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada
pengetahuan mengenai gejala alergiTINDAKANRASIONAL
1. Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang
gejala, diagnosis, perawatan dan prognosis
2. Kaji, pantaudan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
3. Intruksikan pasien tentang penggunaan teknik
relaksasi1.Pengetahuan mengenai penyakit dapat mengurangi
kecemasan
2.Mengontrol tingkat ansietas
3.Memberikan edukasi kepada pasien tentang tindakan mandiri
ketika nyeri datang
DAFTAR PUSTAKABrunner & Suddarth. 1996.Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah edisi 8 vol 3. Terjemahan dari: Brunner &
Suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing 8/E.Pe n e rj e ma h
: dr.Andry Hartoyo, dkk. Jakarta: EGC Wilkinson, Judith.2000. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC, Ed 7. terjemahan dari Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervensions and NOC Outcomes. Penerjemah: Widyawati, dkk.
Jakarta: EGC Capernito, Lynda Jual. 1999. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan, E/8. terjemahan dari: Handbook of Nursing Diagnosis,
8/E. penerjemah: Monica Ester. Jakarta: EGC