Triger: Mbah Kung dan Eyang Uti sudah menikah selama 47 tahun, keduanya berusia 66 tahun. Kedua anaknya sudah menikah dan tinggal terpisah. Selama 9 bulan terakhir, Eyang Uti tidak bisa mengingat nama anak-anaknya dan juga nomor telepon mereka. Kesehariannya, sebagian besar aktifitas di rumah dibantu oleh Mbah Kung, bahkan untuk memilih bajunya pun tidak bisa. Untuk berpakaian, Eyang Uti dibantu oleh Mbah Kung. Suatu sore, Mbah Kung meminta Eyang Uti untuk membelikan roti di warung, namun setelah ditunggu 1 jam, Eyang Uti tidak kunjung pulang. Tetangga mereka menemukan Eyang Uti terlihat gemetar, bingung dan berjalan tanpa tujuan yang jelas. Saat diperiksa oleh perawat, kesadaran baik, afebril, skor MMSE 20/30, mempunyai riwayat DM tipe 2, TD 160/100mmHg, N=80x/mnt, RR=18x/mnt, S=37,5oC, penampilan tidak rapi, kancing baju tidak urut, rambut gimbal. Mbah Kung mengatakan kesulitan merawat Eyang Uti dengan kondisi seperti ini. Dokter menginstruksikan pemberian anti kholinesterase, anti hipertensi. SLO: a) Definisi Alzheimer b) Epidemiologi Alzheimer c) Patofisiologi Alzheimer d) Faktor resiko Alzheimer e) Manifestasi klinis Alzheimer f) Pemeriksaan diagnosis Alzheimer g) Penatalaksanaan medis Alzheimer h) Asuhan keperawatan Alzheimer
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Triger:
Mbah Kung dan Eyang Uti sudah menikah selama 47 tahun, keduanya berusia 66
tahun. Kedua anaknya sudah menikah dan tinggal terpisah. Selama 9 bulan terakhir,
Eyang Uti tidak bisa mengingat nama anak-anaknya dan juga nomor telepon mereka.
Kesehariannya, sebagian besar aktifitas di rumah dibantu oleh Mbah Kung, bahkan
untuk memilih bajunya pun tidak bisa. Untuk berpakaian, Eyang Uti dibantu oleh Mbah
Kung. Suatu sore, Mbah Kung meminta Eyang Uti untuk membelikan roti di warung,
namun setelah ditunggu 1 jam, Eyang Uti tidak kunjung pulang. Tetangga mereka
menemukan Eyang Uti terlihat gemetar, bingung dan berjalan tanpa tujuan yang jelas.
Saat diperiksa oleh perawat, kesadaran baik, afebril, skor MMSE 20/30, mempunyai
riwayat DM tipe 2, TD 160/100mmHg, N=80x/mnt, RR=18x/mnt, S=37,5oC, penampilan
tidak rapi, kancing baju tidak urut, rambut gimbal. Mbah Kung mengatakan kesulitan
merawat Eyang Uti dengan kondisi seperti ini. Dokter menginstruksikan pemberian anti
kholinesterase, anti hipertensi.
SLO:
a) Definisi Alzheimer
b) Epidemiologi Alzheimer
c) Patofisiologi Alzheimer
d) Faktor resiko Alzheimer
e) Manifestasi klinis Alzheimer
f) Pemeriksaan diagnosis
Alzheimer
g) Penatalaksanaan medis
Alzheimer
h) Asuhan keperawatan Alzheimer
Analisis:
a) Definisi Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah suatu sindrom demensia yang ditandai dengan
penurunan ingatan dan kemampuan kognitif pasien secara progresif.
Penyakit Alzheimer adalah suatu gangguan otak progresif yang tidak dapat
dibalik, yang dicirikan dengan kemerosotan secara perlahan dari ingatan,
penalaran, bahasa, dan fungsi fisik (Santrock, 1995).
Penyakit Alzheimer adalah penyakit syaraf yang sifatnya irreversible akibat
penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan keputusan,
orientasi fisik secara keseluruhan dan pada cara berbicara.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang dapat dimulai dengan hilangnya sedikit
ingatan dan kebingungan, tetapi pada akhirnya akan menyebabkan pelemahan
mental yang tidak dapat diubah dan menghancurkan kemampuan seseorang
dalam mengingat, berfikir , belajar dan berimajinasi.
Penyakit Alzheimer adalah bentuk demensia yang paling umum dan terdapat
pada 50% sampai 70% dari semua kasus demensia. Ini adalah penyakit menurunnya
fungsi otak secara berangsur-angsur. Dengan mengecil atau menghilangnya sel-sel
otak, bahan-bahan abnormal bertimbun membentuk “kekusutan” di tengah sel otak,
dan sebagian “lapisan” di luar sel otak. Sel-sel abnormal itu mengganggu jalannya
pesan-pesan di dalam otak dan merusak hubungan antar sel otak. Sel otak pada
akhirnya mati dan ini berarti informasi tidak dapat diterima atau dicerna. Karena
penyakit Alzhaimer berefek pada setiap area di otak, fungsi-fungsi atau kemampuan-
kemampuan tertentu hilang.
b) Epidemiologi Alzheimer
Tahun 2000 : Kurang lebih 4 juta orang Amerika menderita Alzhaimer.
Tahun 2050 : Diperkirakan 7,4 – 14 juta orang mengidap Alzhaimer.
Biasanya terjadi di atas usia 60 tahun dan meningkat dengan bertambahnya
usia.
Kejadian pada wanita dua kali lebih banyak daripada kejadian pada pria.
3% wanita atau pria berumur 65 – 74 tahun mengalami Alzhaimer.
Presentase menjadi meningkat 50% pada usia 85 tahun ke atas.
Survival rate: 3 – 20 tahun.
Penyakit Alzhaimer dapat muncul pada semua umur, 96% dijumpai pada usia 40
tahun ke atas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi berdasarkan
umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80 tahun.
Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia
60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80
tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit
alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta
orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit alzheimer belum diketahui
dengan pasti.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan
laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama
dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis
kelamin.
c) Patofisiologi Alzheimer
Keterangan: Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa serabut
neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya
kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal
Keterangan: Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal
d) Faktor resiko
Usia
Meskipun rata-rata umur serangan pikun kira-kira 80 tahun, onset penyakit
menggambarkan bahwa hal ini sebenarnya telah terjadi pada usia 60-65 tahun, ini
dapat terjadi akan tetapi jarang. Suatu komunitas di Perancis telah diteliti bahwa
serangan terjadi pada usia sebelum 61 tahun dengan prevalensi 41 pasien tiap
100.000.
Faktor Genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga
penderita alzheimer mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol normal
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial early onset
terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm, sedangkan pada
familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada
penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40
tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan Marker
kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan
histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah
monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik
berperan dalam penyaki
alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan
kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor
lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
Faktor Infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita alzheimer
yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi
reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang
bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob
disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut
mempunyai beberapa persamaan antara lain:
Manifestasi klinis yang sama.
Tidak adanya respons imun yang spesifik.
Adanya plak amyloid pada susunan syaraf pusat.
Timbulnya gejala mioklonus.
Adanya gambaran spongioform.
Abnormalitas pada gen ApolipoproteinE (ApoE) terutama pada ras Kaukasian.
Faktor Lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc.
Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum
dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab
degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita
alzheimer, juga ditemukan keadan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium,
dengan patogenesa yang belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui
reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-
influks) danmenyebabkan kerusakan
metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
Faktor Imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti
trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari
penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit
inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor
immunitas
Faktor Trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma
kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana
pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
Faktor Neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai
peranan yang sangat penting seperti:
Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter
dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer
didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport
kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik
kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior, nukleus
basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang
selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer, dimana
pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada
penelitian dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan
berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik
sebagai patogenesa penyakit alzheimer
Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun pada jaringan otak
penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan
tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan defisit
kortikal noradrenergik. Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan
otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik
neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi
noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.
Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio
hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada
penderita alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena
potongan histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid
pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada
nukleus basalis dari meynert.
Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan
maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler
hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini
berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus
rephe dorsalis.
MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas normal
MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan
sebagian kecil dopamin,
sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer,
didapatkan peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B
meningkat pada daerah temporal dan menurun pada nukleus basalis dari meynert.
Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit
Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan
tiga kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu
yang memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar
daripada yang tidak memiliki gen tersebut. Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini
tidak direkomendasikan untuk saat ini, karena gen tersebut ditemukan juga pada
individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan pada seluruh penderita
demensia.
e) Manifestasi klinis Alzheimer
Penyakit ini menyebabkan penurunan kemampuan intelektual penderita secara
progresif yang mempengaruhi fungsi sosialnya, meliputi:
Penurunan ingatan jangka pendek atau kemampuan belajar atau menyimpan informasi.
Penurunan kemampuan berbahasa : kesulitan menemukan kata atau kesulitan
memahami pernyataan atau petunjuk.
Ketidakmampuan menggambar atau mengenal gambar dua-tiga dimensi, dll.
Defisit Kognitif Gejala psikiatrik non-kognitif
Memori loss: susah mengingat, agnosia,
kehilangan barang
Depresi
Dysphasia: Anomia (susah mengingat
nama benda atau orang), aphasia
Gejala psikotik: halusinasi, delusi, curiga
Dispraxia/apraxia Gangguan non-psikotik yang merusak:
Agresif (fisik maupun verbal),
hiperreaktif, tidak kooperatif,
menentang, melakukan kegiatan
berulang-ulang
Disorientation: waktu, tempat, tidak
mengenal keluarga, teman, diri sendiri
Tidak bisa menghitung
Impaired judgmen & problem solving skills
Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit Alzheimer yaitu:
Stadium I (Lama penyakit 1 – 3 tahun)
Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired