Top Banner
STUDENT LEARNING OBJECTIVE ( SLO ) PJBL TOPIK 1 Topik: Fundamental Pathophysiology (FP) ALL dan Thalassemia A. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) 1. Definisi 2. Etiologi 3. Faktor Resiko 4. Epidemiologi 5. Patofisiologi (berupa bagan dan termasuk pohon masalah keperawatan) 6. Tanda dan Gejala 7. Pemeriksaan Diagnostik 8. Penatalaksanaan 9. Pencegahan 10. Komplikasi B. Thalassemia 1. Definisi 2. Etiologi 3. Faktor Resiko 4. Epidemiologi 5. Patofisiologi (berupa bagan dan termasuk pohon masalah keperawatan) 6. Tanda dan Gejala 7. Pemeriksaan Diagnostik
53
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PJBL 1 KEL.1

STUDENT LEARNING OBJECTIVE ( SLO ) PJBL TOPIK 1

Topik: Fundamental Pathophysiology (FP) ALL dan Thalassemia

A. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)

1. Definisi

2. Etiologi

3. Faktor Resiko

4. Epidemiologi

5. Patofisiologi (berupa bagan dan termasuk pohon masalah keperawatan)

6. Tanda dan Gejala

7. Pemeriksaan Diagnostik

8. Penatalaksanaan

9. Pencegahan

10. Komplikasi

B. Thalassemia

1. Definisi

2. Etiologi

3. Faktor Resiko

4. Epidemiologi

5. Patofisiologi (berupa bagan dan termasuk pohon masalah keperawatan)

6. Tanda dan Gejala

7. Pemeriksaan Diagnostik

8. Penatalaksanaan

9. Pencegahan

10. Komplikasi

Page 2: PJBL 1 KEL.1

A. ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA (ALL)

1. DEFINISI ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal

dari sumsum tulang, ditandai proliferasi sel-sel darah putih, gangguan

pengaturan leukosit dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam

darah tepi (Permono,et al. 2010). Menurut Soto (2009) leukemia akut

adalah suatu penyakit keganasan primer dari organ pembentuk darah,

adanya infiltrasi progresif dan penggantian sumsum tulang normal serta

jaringan limfatik oleh sel immatur pembentuk limfoid dan myeloid.

LLA adalah yang paling umum keganasan pada anak-anak.

Klinis LLA ditentukan oleh derajat kegagalan sumsum tulang, disebabkan

oleh infiltrasi limfoblas dan infiltrasi organ ekstramedullar (Arceci, Hann &

Smith, 2006).

Leukemia limfositik akut (LLA) adalah suatu penyakit yang

berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang

menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan

menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. LLA merupakan

leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Sekitar 85% dari

semua tipe leukemia pada anak merupakan LLA. Leukimia jenis ini

merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di

bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-10

tahun, tetapi kadang terjadi pada usia dewasa dengan umur 30-50 tahun.

(Mughal,2006)

Dalam penelittian pada leukemia limfoblastik akut menunjukkan

bahwa sebagian besar LLA (Leukemia limfoblastik akut) mempunyai

homogenitas pada fenotif permukaan sel blas dari setiap pasien, sehingga

dugaan semakin kuat bahwa populasi sel leukemia itu berasal dari sel

tunggal. Oleh karena homogenitas itu maka LLA diklasifikasikan secara

morfologik sebagai berikut:

Page 3: PJBL 1 KEL.1

L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogen

anak inti umumnya tidak tampak dari sitoplasma sempit.

L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi,

kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.

L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,

banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan

bervakuolisasi.

LLA 5 kali lebih sering daripada LMA dengan perkiraan 70-80% leukemia

pada anak merupakan leukemia jenis LLA. (Gurney et al, 1995; Pui, 1997,

2000; Zipf et al, 2000). Selain itu LLA juga memiliki tingkat kesembuhan

kira-kira 75-80% (Pui et al, 2003)

2. ETIOLOGI ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

Penyebab Akut Limfoblastik Leukimia (ALL) sampai saat ini belum

jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain

yang mungkin berperan, yaitu:

1.      Faktor Predisposisi

a)  Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya agannaglobulinemia;

kelainan kromosom, misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali lipat

populasi umumnya); sindrom Bloom.

b)  Virus

Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Kita

tahu bahwa virus disebut HTLV-1 (manusia sel T leukemia virus)

meningkatkan risiko mengembangkan jenis langka dewasa sel T

leukemia.Sel leukemia mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim

yang diperkirakan berasal dari virus). Limfoma Burkitt, yang diduga

disebabkan oleh virus EB, dapat berakhir dengan leukemia.

c)  Radiasi ionisasi

Page 4: PJBL 1 KEL.1

Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu

selama kehamilan dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik

dilingkungan kerja, maupun pengobatan kanker sebelumnya.

Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzene, arsen, kloramfenikol,

fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.

d)  Herediter

Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung terutama

pada kembar monozigot.

e)   Obat-obatan

Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti

diethylstilbestrol

f) Merokok dan Alkohol

Sebuah tinjauan studi (analisis meta) pada tahun 2009

menunjukkan bahwa rokok dalam rumah oleh orang tua dapat

meningkatkan risiko ALL pada anak-anak mereka. Ini termasuk

merokok oleh ayah dalam waktu sebelum konsepsi. Data dari studi

ESCALE Perancis pada tahun 2013 menunjukkan bahwa minum

lebih dari 2 cangkir kopi sehari dapat sedikit meningkatkan risiko

anak ALL. Penelitian lebih lanjut diperlukan pada hal ini.

2.      Faktor Lain

a)      Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia

(benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).

b)      Faktor endogen seperti ras

c)      Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-

kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar

satu telur).

Page 5: PJBL 1 KEL.1

3. FAKTOR RESIKO ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

a. Faktor genetik

Insidensi ALL pada anak-anak penderita sinddrom down adalah

20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat

mengakibatkan leukemia akut Insiden leukemia akut juga meningkat

pada penderita kelainan kongenital dengan aneuloidi, misalnya

agranulositosis kongenital,sindrom ellis van greveld,penyakit

seliak,sindrom bloom,anemia fanconi, sindrom klenefelter dan sindrom

trisomi D.

b. Sinar Radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas

dapat menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia .

Angka kejadian leukemia mioblastik akut (AML) dan leukemia granulositik

kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah sinar radioaktif. Penderita

yang diobati dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia sekitar 6 %

klien dan baru terjadi sesudah 5 tahun.

c. Virus

Ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa penyebab

leukemia adalah virus. Terutama dalam penelitian tersebut penyebabnya

adalah adanya enzymreverse transkriptase yang ditemukan dalam darah

manusia. Seperti diketahui bahwa enzym ini juga ditemukan dalam virusw

onkogenikseperti retrovirus tipe C yaitu jenis virus RNA yang

menyebabkan leukemia pada binatang. Enzym tersebut menyebabkan

virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetic yang kemudian

bergabung dengan genom yang terinfeksi.

d. Bahan Kimia

Belson et al (2007) menguraikan bahwa bahan-bahan kimia

yang pada umumnya kebanyakan berhubungan dengan leukemia anak

adalah hidrokarbon dan pestisida. Beberapa studi membuktikan adanya

hubungan antara leukemia dan keterpaparan langsung dengan bahan-

Page 6: PJBL 1 KEL.1

bahan kimia tersebut (misalnya pestisida yang digunakan dirumah

tangga) (Freedman et al, 2001; Lowengart 1987). Hidrokarbon merupakan

bahan organic yang terdiri dari kardon dan hydrogen, dan terdapat dalam

bensin. Hidrokarbon juga banyak ditemukan dalam rumah tangga dan

produk industry seperti cat, tinta, dan bahan pelarut yang digunakan untuk

melarutkan bahan kimia lain.

e. Radiasi Non-Ionisasi

Radiasi medan elektromagnetik merupakan radiasi yang

bersifat non-ionisasi. Radiasi ini terdiri dari medan magnet dan medan

listrik yang berperan dalam meningkatkan risiko leukemia. Beberapa

penelitian menemukan bahwa keterpaparan terhadap medan

elektromagnetik memiliki hubungan dengan leukemia pada anak (Ross et

al, 1994; Kyle, 2001).

f. Alkohol

Konsumsi alcohol selama hamil dapat meningkatkan risiko

leukemia jenis LMA. (Shu et al, 1996; Van Duijin et al, 1994). Shu et al

(1996) menguji pengaruh konsumsi alcohol terhadap peningkatan risiko

leukemia anak, mulai 1 bulan sebelum kehamilan sampai selama masa

kehamilan. Risiko LMA dengan konsumsi alcohol selama kehamilan

hampir 2 kali dari LLA. (Belson et al, 2007).

g. Riwayat Reproduksi

Terdapat factor pada orang tua yang mempengaruhi kejadian

leukemia pada anak, diantaranya adalah riwayat reproduksi. Beberapa

penelitian menyatakan bahwa riwayat reproduksi ibu berhubungan

dengan leukemia anak (Ross et al, 1994). Ibu yang pernah keguguran

sebanyak dua kali atau lebih memiliki risiko 25 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan anak yang ibunya tidak pernah keguguran.

Penelitian tersebut dilakukan pada kasus leukemia anak dengan usia di

bawah 2 tahun

Page 7: PJBL 1 KEL.1

Faktor lain adalah umur ibu. Umur ibu yang sudah tua saat

mengandung berhubungan dengan leukemia anak khususnya tipe

leukemia limfositik akut. Ibu yang mengandung pada umur > 35 tahun

meningkatkan risiko leukemia pada anak yang dikandung (Belson et al,

2007).

4. EPIDEMIOLOGI ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

ALL merupakan jenis leukimia yang dijumpapi pada anak-anak.

Hampir semua leukimia terjadi pada anak-anak yang berusia di bawah 4

tahun dan separuh dari remaja adalah leukemia jenis ini. Beberapa data

epidemiologi menunjukkna data sabagai berikut :

a. Insidensi

Insiden leukemia dinegara barat adalah 13/100.000 penduduk /tahun.

Leukemia merupaka n 2,8 % dari seluruh kasus kanker,belum ada

angka pasti mengenai insiden leukemia di Indonesia.

b. Frekuansi Relative

Frekuensi relativ leukemia di negara barat menurut Gunz adalah

sebagai berikut :

-Leukemia akut 60%

c. Usia

Penyakit leukemia lymphoblastik acute lebih sering terjadi pada anak-

anak.

d. Jenis kelamin

Leukemia lebih sering dijumpai laki-laki daripada wanita dengan

perbandingan sekitar 2:1.

Page 8: PJBL 1 KEL.1

Leukemia adalah jenis kanker anak yang paling umum terjadi;

ALL rerjadi pada 80% kasus leukemia anak. Insidens paling tinggi terjadi

pada anak yang berusia antara 3-5 tahun. Anak perempuan menunjukkan

prognosis yang lebih baik daripada anak laki-laki. Sedikitnya 60%-70%

akan mencapai penyembuhan atau kelangsungan hidup jangka panjang.

Anak afrika amerika mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit dan

angka kesintasan median yang juga lebih rendah

5. PATOFISIOLOGI ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami

diferensiasi, poliferasi dan maturasi untuk membentuk sel-sel darah

matang yang dapat dilihat pada sirkulasi perifer. Sel-sel induk majemuk

awalnya dibedakan untuk membentuk dua kolam sel induk yang berbeda.

Sel induk myeloid menimbulkan enam jenis sel darah (eritrosit, trombosit,

monosit, basofil, neutrofil, eusinofil). Sedangkan sel induk limfoid

dibedakan untuk membentuk sirkulasi limfosit T Band. Leukimia dapat

berkembang pada setiap tahap dan dalam setiap baris sel. Dua hal yang

umum pada acute lymphocytic atau lymphoblastic leukemia (ALL), acute

myeloid leukemia (AML). Pertama, keduanya muncul dari sebuah sel

leukimia tunggal yang mengembang dan memperoleh mutasi tambahan,

yang berpuncak pada populasi sel leukimia monoklonal. Kedua, adanya

kegagalan untuk menjaga keseimbangan relatif antara proliferasi dan

diferensiasi, sehingga sel-sel tidak bisa membedakan melewati tahap

tertentu sel yang hematopoiesis. Sel (lymphoblast atau myeloblast)

kemudian berkembang tak terkendali.

Sel yang berasal dari sel myeloid akan menyebabkan Acute

Myeloid Leukimia (AML) sementara sel yang berasal dari sel induk limfosit

akan menyebabkan Acute Lymphobastic Leukimia (ALL). ALL akan

Page 9: PJBL 1 KEL.1

melakukan invasi keberbagai organ tubuh, baik organ vital seperti hati,

limpa, dan tulang. Selain itu sel leukosit itu juga akan menginvasi sitem

syaraf pusat dan sumsum tulang. Apabila sel kanker menginvasi sumsum

tulang akan menyebabkan penggantian unsur sel normal sehingga kerja

dari sumsum tulang sebagai produsen eritrosit akan berpengaruh dengan

berkurangnya jumlah produksi eritrosit yang akan menyebabkan

timbulnya anemia. Anemia sendiri akan menyebabkan suplai oksigen ke

jantung menurun, lesu, pucat, dispneu dan letargi yang akan

menyebabkan perubahan pada pola nafas seseorang. Invasi sel leukosit

itu juga bisa menyebabkan trombositopenia yang bisa mengakibatkan

pendarahan sehingga bisa terjadi syok hipovolemik. Selain itu akibat

berkurangnya sel leukosit yang normal akan menyebabkan penurunan

status imun dalam tubuh sehingga resiko seseorang mengalami infeksi

juga semakin besar. Sementara apabila sel leukosit abnormal menginvasi

system syaraf pusat Sakit kepala, nausea, diplopia, penglihatan kabur.

Dan apabila invasi dari sel leukosit abnormal sudha masuk ke organ vital

dalam tubuh akan memperburuk kondisi kesehatan pasien, mulai dari

nyeri tulang apabila sel leukosit memasuki tulang, hepatomegali apabila

menginfiltrasi hati sampai terjadi splenomegali dan limfadenopati akibat

infiltrasi sel leukosit abnormal ke limfa. (Dipiro, et al, 2005. Cecily Lynn

Betz & Linda A.).

Page 10: PJBL 1 KEL.1

6. TANDA DAN GEJALA ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

Manifestasi klinis leukemia limfositik menyerupai leukemia

granulositik akut, dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan

unsur sumsum tulang normal (Wujcik, 2000). Karena itu, infeksi,

perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Sepertiga pasien

tampak dengan infeksi dan perdarahan waktu didiagnosis. Malaise,

demam, letargi, kehilangan berat badan, dan keringat pada malam hari

juga dapat menjadi gejala yang tampak. Karena menyerang daerah

ekstramedular, pasien ini mengalami limfadenopati (kelenjar getah bening

yang membesar) dan hepatosplenomegali (lien dan hepar membesar).

Nyeri tulang dan arthralgia, meskipun terdapat pada orang dewasa, lebih

sering pada anak-anak. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2005)

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ACUTE LYMPHOBLASTIC

LEUKIMIA

Secara umum diagnosis penyakit leukemia (kanker darah)

dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, antara lain:

Pemeriksaan fisik : dokter memeriksa pembengkakan nodus-nodus

getah bening, limpa, dan hati.

Tes darah : laboratorium memeriksa tingkat sel-sel darah. Leukemia

menyebabkan suatu tingkatan sel-sel darah putih yang sangat tinggi.

Ia juga menyebabkan tingkatan-tingkatan yang rendah dari platelet-

platelet dan hemoglobin, yang ditemukan di dalam sel-sel darah

merah. Pasien dengan leukemia pada umumnya mengalami

peningkatan jumlah sel darah putih (leukosit) yaitu antara 20 sampai

200 x 109/liter. Banyak factor yang mempengaruhi jumlah sel darah

putih pada manusia seperti infeksi bakteri namun jumlah sel yang

sangat tinggi menandakan kemungkinan besar adalah leukemia.

Page 11: PJBL 1 KEL.1

Biopsi : dokter mengangkat beberapa sumsum tulang dari tulang

pinggul atau tulang besar lainnya. Seorang ahli patologi memeriksa

contoh di bawah sebuah mikroskop. Pengangkatan jaringan untuk

mencari sel-sel kanker disebut biopsi. Biopsi adalah cara satu-satunya

yang pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada didalam

sumsum tulang. Ada dua cara dokter dapat memperoleh sumsum

tulang. Beberapa pasien-pasien akan mempunyai prosedur kedua-

duanya:

a. Bone marrow aspiration (Penyedotan sumsum tulang): dokter

menggunakan sebuah jarum untuk mengangkat contoh-contoh dari

sumsum tulang.

b. Bone marrow biopsy (Biopsi sumsum tulang): dokter

menggunakan suatu jarum yang sangat tebal untuk mengangkat

sepotong kecil dari tulang dan sumsum tulang.

Kemudian akan dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. Pada

pasien leukemia akut, dalam sumsum tulang yang diperiksa tedapat

jumlah sel blast yang sangat banyak. Sel blast akan terlihat pada

sumsum tulang meskipun tidak terlihat pada saat pemeriksaan darah.

Pada leukemia mielositik kronik, sel yang terlihat tidak normal adalah

sel granulosit. Sementara pada leukemia limfositik kronik adalah sel

limfosit sama seperti yang terlihat pada darah.

Cytogenetics : Lab melihat pada kromosom-kromosom dari sel-sel

dari contoh-contoh dari peripheral blood, sumsum tulang, atau nodus-

nodus getah bening.

Spinal tap : dokter mengangkat beberapa dari cairan cerebrospinal

(cairan yang mengisi ruang-ruang di dan sekitar otak dan sumsum

tulang belakang). Dokter menggunakan suatu jarum panjang yang

kecil untuk mengangkat cairan dari kolom tulang belakang (spinal

columm). Prosedur memakan waktu kira-kira 30 menit dan

dilaksanakan dengan pembiusan local. Pasien harus terbaring untuk

Page 12: PJBL 1 KEL.1

beberapa jam setelahnya untuk mempertahankannya dari mendapat

sakit kepala. Lab memeriksa cairan untuk sel-sel leukemia dan tanda-

tanda lain dari persoalan-persoalan.

Chest X-ray : X-ray dapat mengungkap tanda-tanda dari penyakit di

dada.

Diagnosis leukemia lymphoblastic akut dilakukan dengan

pemeriksaan fisik yaitu ditemukan splenomegaly (80%), hepatomegaly,

limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan pendarahan retina.

Kemudian ada beberapa pemeriksaan penunjang diantaranya

pemeriksaan darah tepid an pemeriksaan sumsum tulang. Pada

pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang

leukopeni (25%). Namun untuk menentukan seseorang terkonfirmasi

sebagai penderita leukemia haruslah dengan pemeriksaan sumsum

tulang. Pada diagnosis jenis LLA ditemukan lebih dari 50% sel sumsum

tulang merupakan lymphoblasts. Jumlah blast minimal 20-30% dari sel

berinti sumsum tulang (Mughal, et al. 2006).

8. PENATALAKSANAA ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

Pengobatan leukemia lymphoblastic akut (ALL) bervariasi

menurut usia, kondisi umum, diagnosa dan hasil pengujian cytogenetic.

Terapi standar untuk ALL telah berubah kurang lebih dalam 15 tahun

terakhir, strategi saat ini telah sangat efektif menyembuhkan orang

dewasa. Tujuan terapi adalah obat. Pengobatan dapat dibagi menjadi

empat tahap:

Tahap pertama - induksi kemoterapi

Tahap kedua - konsolidasi kemoterapi

Tahap Ketiga - perawatan kemoterapi

Tahap keempat - profilaksis sistem saraf pusat (SSP)

Page 13: PJBL 1 KEL.1

Dua fase pertama menggunakan obat kemoterapi intensif

dirancang untuk membunuh sel-sel leukemia yang tumbuh dengan cepat.

Terapi yang lengkap untuk ALL biasanya berkelanjutan selama dua

sampai tiga tahun.

Pengobatan dan perawatan yang terselesaikan dicapai sekitar

90 persen dari pasien, dengan 25 persen menjadi 40 persen menikmati

kelangsungan hidup jangka panjang. Sekitar 5 persen dari pasien

meninggal karena komplikasi terkait pengobatan selama terapi awal

mereka, dan 5 persen lain tidak pernah mencapai penyelesaian awal.

a. Kemoterapi

Pengobatan dari ALL biasanya mendesak dan perlu diberikan

dalam hari, dan kadang-kadang hari yang sama, seperti penetapan

diagnosis . Tahap pertama dari pengobatan, disebut induksi kemoterapi,

mensyaratkan bahwa pasien tetap di rumah sakit selama sekitar empat

minggu.

b. Induksi kemoterapi

Obat yang paling umum digunakan untuk induksi pengobatan

dari ALL ini adalah daunorubicin, vincristine, prednison, asparaginase dan

kadang-kadang siklofosfamid. Intensif perawatan suportif menyertai

kemoterapi, termasuk transfusi sel darah merah dan trombosit. Antibiotik

yang diperlukan baik preventatively maupun sebagai pengobatan untuk

infeksi bakteri dan jamur. Agen G-CSF (Neupogen) dapat bermanfaat

dalam menghitung darah putih normal yang dapat membangun kembali

dengan cepat. Walaupun kemungkinan luka mulut dan gangguan pada

saluran usus jarang ditemukan, tapi sementara terjadi rambut rontok.

Setelah jumlah darah kembali normal, sumsum tulang biopsi

dilakukan ulang untuk menentukan apakah pasien telah memasuki remisi

Page 14: PJBL 1 KEL.1

lengkap. Remisi lengkap dicapai ketika darah dan sumsum

tulang tidak menunjukkan bukti leukemia dan jumlah darah kembali

normal.

c. Konsolidasi kemoterapi

Konsolidasi kemoterapi biasanya mencakup beberapa siklus

kemoterapi intensif yang diberikan selama enam sampai sembilan bulan.

Rawat inap sering diminta dan intensif perawatan suportif masih

diperlukan, termasuk transfusi sel darah merah dan trombosit.

Transplantasi sel induk tidak biasanya dilakukan untuk mengobati ALL

kecuali terdapat Sitogenetik abnormal. Agen kemoterapi digunakan

selama konsolidasi termasuk agen sama digunakan selama induksi, serta

Ara-C, etoposide, metotreksat dan 6-mercaptopurine.

d. Perawatan kemoterapi

Setelah pasien menyelesaikan kemoterapi intensif, mereka

perlu mengambil pil oral kemoterapi untuk 18-24 bulan tambahan. Pil oral

kemoterapi ini biasanya metotreksat dan 6-mercaptopurine biasanya

dapat ditoleransi dengan baik dan dengan efek samping yang minimal.

Pasien harus melakukan tes darah mereka dan memeriksakan sebulan

sekali saat mengambil pil kemoterapi. Kebanyakan pasien dengan ALL

dapat kembali bekerja selama terapi berlangsung.

e. Profilaksis Sistem saraf pusat (SSP)

ALL sering dapat kambuh dalam cairan tulang belakang, cairan

yang banyak mengandung sum-sum tulang belakang dan otak. Untuk

mencegah kambuh di lokasi ini, kemoterapi harus disuntikkan langsung ke

dalam cairan yang mengandung sum-sum tulang belakang. Hal ini

dilakukan dengan memasukkan jarum antara vertebra punggung ( disebut

keran tulang belakang atau fungsi lumbal) dan menanamkan kemoterapi

langsung ke cairan tulang belakang. Ini disebut intrathecal kemoterapi.

Page 15: PJBL 1 KEL.1

Pasien secara rutin diberikan suntikan enam atau lebih

intrathecal kemoterapi untuk mencegah terulangnya ALL. Suntikan lain

mungkin diperlukan jika sel-sel leukemia terdeteksi dalam sum – sum

tulang belakang. Kebanyakan orang melakukan intrathecal terapi dalam

dua sampai empat bulan dari awal pengobatan mereka. Sakit kepala dan

mual adalah efek samping yang kadang-kadang terjadi.

f. Terapi ajuvan

Hingga satu-seperempat dari orang dewasa dengan semua

memiliki "kromosom Philadelphia" dalam sel-sel leukemia mereka, yang

menunjukkan prognosis yang buruk. Ada beberapa obat yang disetujui

FDA yang tersedia untuk pasien seperti ini, termasuk imatinib (Gleevec)

dan dasatinib (Sprycel). Pasien mulai mendapatkan obat tersebut selama

induksi kemoterapi dan terus tanpa batas. Seperti semua pasien biasanya

diberi alogenik transplantasi sumsum tulang sebagai obat terbaik untuk

mereka. Semua pasien rentan terhadap infeksi virus dan radang paru-

paru yang disebut pneumocystis selama pengobatan mereka.

Pencegahan dengan antibiotik, seperti asiklovir dan Septra atau Bactrim,

diberikan selama terapi ALL.

g. Transplantasi sel induk

Transplantasi sel induk, juga disebut transplantasi darah atau

sumsum (BMT), dilakukan hanya pada pasien yang memiliki Sitogenetik

normal, pengujian kromosom atau lainnya beresiko tinggi pada semua

fitur. Sitogenetik adalah komponen yang paling penting untuk

memutuskan apakah seseorang harus melakukan transplantasi sumsum

tulang untuk ALL. Pasien dengan kromosom Philadelphia atau dengan

translokasi melibatkan kromosom 4 dan 11, harus melakukan BMT.

Di UCSF Medical Center, transplantasi alogenik yang

menggunakan sel induk atau sumsum tulang dari saudara yang cocok

atau saudari pilihan dan dianggap terapi standar untuk ALL. Pasien-

pasien muda dengan ALL sangat berisiko tinggi membutuhkan

Page 16: PJBL 1 KEL.1

transplantasi alogenik tapi kekurangan donor saudara yang cocok

kadang-kadang dilakukan dengan transplantasi alogenik menggunakan

donor yang tidak cocok diidentifikasi pada Program Donor sumsum

Nasional (NMDP). UCSF kami juga menawarkan transplantasi autologous

yang menggunakan sel-sel yang dikumpulkan dari darah pasien sendiri

setelah mereka telah mencapai remisi lengkap-untuk pasien dengan ALL

berisiko tinggi donor yang kurang kompatibel.

Protokol transplantasi sel induk autologous adalah terapi

penelitian. Setelah sukses induksi terapi, pasien dengan ALL berisiko

tinggi diberikan satu siklus kemoterapi intensif konsolidasi. Ketika jumlah

darah mulai kembali normal setelah konsolidasi terapi, sel-sel induk yang

dikumpulkan dari darah yang menggunakan teknik yang disebut

apheresis. Kateter IV besar yang disebut kateter Quentin dimasukkan ke

salah satu pembuluh darah besar di leher. Kateter ini terhubung ke

sebuah mesin apheresis, yang bertindak sebagai sebuah centrifuge yang

memisahkan darah ke komponen individual, memungkinkan terdapat

hanya sel darah putih. Semua sel lain, termasuk sel-sel darah merah dan

trombosit, diberikan kembali kepada pasien.

Setiap prosedur apheresis mengambil empat jam, dan dua

sampai tiga prosedur biasanya diperlukan untuk mengumpulkan sel induk

yang cukup. Setelah menyelesaikan radiasi dan kemoterapi, sel-sel induk

autologous dicairkan dan kembali diinfus melalui pembuluh darah untuk

me-restart produksi darah. Terapi dosis tinggi dalam semua protokol

termasuk terapi radiasi dan kemoterapi. Rawat inap perlu untuk radiasi

dengan dosis tinggi, kemoterapi dan infus ulang sel-sel induk darah

perifer autologous berlangsung kira-kira empat minggu. Efek sampingnya

sangat banyak dan perawatan suportif agresif merupakan langkah-

langkah yang diperlukan.

Page 17: PJBL 1 KEL.1

9. PENCEGAHAN ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat

menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu

terjadi.

a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif

Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien

yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas

radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi,

mengurangi paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja.

Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik

radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.

b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia

Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar

dengan benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan

dengan memberikan pengetahuan atau informasi mengenai bahan-bahan

karsinogen agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan

langsung terhadap zat-zat kimia tersebut.

c. Mengurangi frekuensi merokok

Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar

dapat berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA

disebabkan oleh merokok. Dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan kanker

termasuk leukemia (LMA).

d. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah

Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan

menikah. Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing

calon mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari

pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom

Down atau kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli

Page 18: PJBL 1 KEL.1

hematologi. Jadi pasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap

menikah atau tidak.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan

perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke

arah kerusakan atau ketidakmampuan.Dapat dilakukan dengan cara

mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.

a. Diagnosis dini

a.1 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali

(86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis,

dan perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi

yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang

disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia

jenis LLK ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia,

gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat)

menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut.Pada LGK/LMK hampir selalu

ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga

didapatkan nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-

kadang terdapat purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar

getah bening dan kadang-kadang priapismus.

a.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan

darah tepi dan pemeriksaan sumsum tulang.

a.2.1 Pemeriksaan darah tepi

Page 19: PJBL 1 KEL.1

Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis

(60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%).Pada penderita LMA

ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit.Pada penderita LLK

ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita

LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.

a.2.2. Pemeriksaan sumsum tulang

Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia

akut ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang

diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda

(blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast

minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK

ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40%

dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh

peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan

keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan

aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.

10.KOMPLIKASI ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKIMIA

Anak yang selamat dari leukemia mengalami peningkatan risiko

untuk terjadi keganasan baru di masa selanjutnya dibandingkan

dengan anak-anak yang tidak sakit leukemia, lebih cendrung

berhubungan dengan sifat agresif regimen kemoterapeutik (atau

radiologi).

Regimen terapi, termasuk transplantasi sumsum tulang,

dihubungkan dengan depresi sumsum tulang temporer, dan

peningkatan risiko perkembangan infeksi berat yang dapat

menyebabkan kematian.

Page 20: PJBL 1 KEL.1

Bahkan pada terapi dan remisi yang berhasil, sel-sel leukimik

masih tetap ada, meninggalkan gejala sisa penyakit. Implikasi

untuk prognosis dan pengobatan masih belum jelas. (Elizabeth J

Corwin, 2009)

Page 21: PJBL 1 KEL.1

B. THALASSEMIA

1. DEFINISI THALASSEMIA

Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang

diturunkan. Pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat

dan Itali antara 1925-1927. Kata Talasemia dimaksudkan untuk

mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam

bahasa Yunani Thalasa berarti laut. (Permono, & Ugrasena, 2006).

Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit

genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen

utama molekul hemoglobin (Hb).

Menurut studi yang dilakukan oleh Sylvia Morais de Souza et al,

thalassemia adalah penyakit monogenik paling umum dan ditandai

dengan anemia hipokromatik dan mikrositik, yang terjadi akibat dari

tidak adanya atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Menurut studi yang dilakukan oleh Deborah Rund dan Eliezer

Rachmilewitz, talasemia adalah anemia turunan yang disebabkan . Oleh

kelainan produksi hemoglobin. Thalassemia menyebabkan tubuh

mensintesa lebih sedikit sel-sel darah merah yang sehat dan hemoglobin

kurang dari biasanya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Azhar

Ibrahim Kharza, thalassemia merupakan suatu kelainan bawaan sintesis

hemoglobin (Hb). Kelainan ini bervariasi, dari asimtomatik sampai parah,

dan bervariasi sesuai dengan rantai hemoglobin darah yang terpengaruh.

Rantai yang mengalami kelainan mempengaruhi usia onset gejala (α-

Thalassemia mempengaruhi janin, β-Thalassemia mempengaruhi bayi

yang baru lahir).

Page 22: PJBL 1 KEL.1

2. ETIOLOGI THALASSEMIA

Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin

pada kromosom manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok

gen yang terletak pada kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini

diatur oleh locus control region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau

pada unsur-unsur dasargen menyebabkan cacat pada inisiasi atau

pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal, substitusi, dan

frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau pemberhentian daripada

penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan sindrom

thalassemia beta.mMutasi Beta-zero (β) ditandai dengan tidak adanya

produksi beta-globin, yang biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift,

atau splicing.Sedangkan mutasi beta-plus(β) ditandai dengan adanya

produksi beberapa beta-globin tetapi dengan sedikit cacat splicing.

Mutasi yang spesifik memiliki beberapa hubungan dengan faktor etnis

atau kelompok berbeda yang lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali,

sebagian besar individu yang mewarisi penyakit ini mengikuti pola

resesifautosomal, dengan individu heterozigot memiliki kelainan gen

tersebut, sedangkan pada individu heterozigot atau individu compound

homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai penyakit beta-thalassemia

mayor atau intermedia.

3. FAKTOR RESIKO THALASSEMIA

a. Faktor Genetik

Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen

globin beta dan gen golbin alpha yang terletak pada kromosom 11 dan

kromosom 16. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan.

Bila hanya sebelah gen globin yang mengalami kelainan disebut carrier

thalassemia. Seorang carrier thalassemia tampak normal/sehat, sebab

masih mempunyai sebelah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi

dengan baik). Seorang carrier thalassemia jarang memerlukan

Page 23: PJBL 1 KEL.1

pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,

dinamakan penderita thalassemia ( homozigot/mayor). Kedua belah gen

yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing

carrier thalassemia.

Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen

globin dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang

tuanya masing-masing carrier thalassemia maka pada setiap pembuahan

akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama anak

mendapatkan gen globin yang berubah (gen thalassemia) dari bapaknya

dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak

hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayahnya maka

anak hanya menjadi carrier penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak

mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya.

b. Umur

Thalassemia mayor terjadi bila kedua orang tua carrier

thalassemia. Anak-anak dengan thalassemia mayor tampak normal saat

lahir, tetapi akan menderita kekurangan darah pada usia antara 3-18

bulan. Penderita memerlukan transfusi darah secara berkala seumur

hidupnya. Apabila penderita thalassemia mayor tidak dirawat, maka hidup

mereka biasanya hanya bertahan antara 1-8 tahun.

Pada thalassemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala

tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan

pada thalassemia minor gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru dating

berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.

c. Riwayat keluarga thalassemia.

Thalassemia diwariskan dari orang tua kepada anak-anak

mereka melalui gen hemoglobin yang bermutasi. Karena ini adalah

penyakit turunan maka setidaknya tidak perlu menunggu gejala itu muncul

bila memang orang tua memiliki riwayat dengan penyakit ini. Bagi orang

tua yang hidup dengan thalasemia hendaknya segera memeriksakan

Page 24: PJBL 1 KEL.1

kondisi kesehatan anaknya karena bukan tidak mungkin apa yang

diidapnya sekarang menurun ke anak.

d. Keturunan ras tertentu.

Thalassemia cenderung lebih sering terjadi pada orang-orang

Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

4. EPIDEMIOLOGI THALASSEMIADi seluruh dunia, thalassemia adalah suatu penyakit yang

umum terdapat pada manusia. Thalassemia mengenai seluruh kelompok

etnik di kebanyakan negara di seluruh dunia. Sebagai contoh, di Siprus,

satu dari tujuh individu adalah sebagai pembawa genetik thalassemia,

yang akan menyebabkan 49 pernikahan diantara pembawa genetik

thalassemia menghasilkan 158 kasus thalassemia mayor yang baru.

Sebuah studi longitudinal jangka panjang di German yang dijalankan oleh

Elisabeth Konne dan Enno Kleihauer dari 1971 sampai dengan 2007 telah

mendapati daripada 34.228 orang, 34% dari mereka yang diteliti

ditemukan memiliki sebuah hemoglobinopati. Sebagian besar kasus

melibatkan thalassemia (25798 kasus, 25,6%) dan kelainan struktural

hemoglobin (8.430 kasus, 8,4%). Dari sebuah studi yang dilakukan oleh

M. Sengupta pada penduduk desa di India, daripada 4635 komunitas

etnis, lima mutasi umum dan 12 mutasi langka telah dilaporkan. Dari

sebuah studi survei skala besar di Cina yang dilakukan oleh Yi-Tao Zeng

dan Shu-Zhen Huang, dalam dua dekade terakhir ini, dari satu juta orang

di 28 provinsi, kasus α-thalassemia yang dilaporkan adalah 2,64% dan

untuk β-thalassemia adalah 0,66%. Dalam satu studi yang dilakukan di

Inggris oleh Hickman Met al, sekitar 3000 bayi yang lahir (0,47%)

membawa sifat sickle cell dan 2800 (0,44%) membawa sifat thalassemia

pertahun. Sekitar 178 (0,28 per 1000 kelahiran) mempunyai penyakit

Page 25: PJBL 1 KEL.1

sickle cell(SCD) dan 43 (0,07 per 1000 kelahiran) mempunyai kelainan

thalassemia beta mayor / intermedia.

Prevalensi dan tingkat keparahan Thalassemia tergantung

kepada populasi (Wiwanitkit, 2007). Thalassemia juga sering dijumpai di

daerah endemik untuk malaria di seluruh dunia (Mosby, 2002). Prevalensi

yang tinggi dijumpai di Mediterranean dan Asia Tenggara. Thalassemia β

mayor pertama kali dijumpai di Itali tetapi masalah ini lebih besar di Asia

Tenggara terutama di Thailand dan Laos. Di Asia Tenggara, penderita

dan pembawa Thalassemia adalah sebanyak 1% sampai 40% dari

seluruh populasi. Prevalensi tertinggi dilaporkan di timur laut Thailand,

selatan Laos dan daerah utara dari Kemboja. Tipe utama di daerah ini

adalah Thalassemia α (Wiwanitkit, 2007). Thalassemia Β mempunyai

insidens yang tinggi di Mediterranean. Pada African American, 2-3%

mempunyai Thalassemia α minor (Mosby, 2002).

Negara-negara ini dapat dibagi kepada tiga kategori

berdasarkan fasilitas yang ada. Pertama adalah negara di Mediterranean

dimana sebanyak 80 sampai 100% pencegahan tercapai hasil dari

program pencegahan yang sudah lama dibangunkan. Kedua, daerah

industri yang maju dimana prevalensi meningkat akibat dari migrasi.

Negara-negara ini mempunyai keupayaan untuk mengontrol masalah ini

tetapi payah untuk mencapai kelompok imigran yang mempunyai latar

belakang budaya yang berbeda-beda. Ketiga adalah negara-negara

membangun yang mana penangan terhadap Thalassemia terganggu

akibat masalah ekonomi, prioritas terhadap masalah kesehatan yang lain

seperti penyakit infeksius serta halangan dari segi agama atau budaya.

(Angastiniotis, 1998)

Studi tentang karakteristik pada penderita Thalassemia telah

dilakukan di RS Dr. Pirngadi dari tahun 1979 sampai 1989. didapatkan

131 kasus di mana 61.60% menderita Thalassemia mayor, 35.71%

Page 26: PJBL 1 KEL.1

Thalassemia Hb E dan 2.20% menderita Hemoglobin H. (Sinulingga,

1991)

Perubahan tengkorak lebih konsisten berat pada pasien dengan

thalassemia mayor dibandingkan pada mereka dengan kondisi lainnya

yang menghasilkan hiperplasia sumsum tulang. Dalam sebuah penelitian

terhadap 60 pasien (usia 11-16 tahun) dengan thalassemia, Wisetsin

mengamati bahwa lima (8,3%) memiliki penampilan ’hair-on-end’. Dalam

satu penelitian yang dijalankan tentang kelainan yang terdapat pada

thalassemia, gambaran radiologi yang dijumpai adalah 83% merupakan

perubahan pada trabekular, 65% adalah penipisan dari lamina dura, dan

33% adalah penampilan hair-on-end.

Page 27: PJBL 1 KEL.1

5. PATOFISIOLOGI THALASSEMIA

Hemoglobin post natal ( Hb A )

Rantai alfa Rantai beta

Defisiensi rantai beta

Thalassemia beta Defisiensi sintesa rantai beta

Hiperplasia Menstimuli Hemopoiesis Sintesa rantai alfa

Sumsum tulang eritropoiesis extramedular

Perubahan SDM rusak Splenomegali Kerusakan pem

Skeletal limfadenopati bentukan Hb

Anemia Hemolisis Hemokromatosis Hemolisis

Maturasi Sexual Hemosiderosis Fibrosis Anemia berat

& pertumbuhan

Terganggu Kulit kecoklatan Pembentukan eritrosit

oleh sumsum tulang

disuplay dari transfusi

Fe meningkat

Hemosiderosis

Jantung Liver Kandung empedu pancreas limpa

Gagal Sirosis Kolelitiasis Diabetes Splenomegali

Jantung

Page 28: PJBL 1 KEL.1

6. TANDA DAN GEJALA THALASSEMIA

Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum anemia

yaitu: anemis, pucat, mudah capek, dan adanya penurunan kadar

hemoglobin.  Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin

dalam menyuplai atau membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang

digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang.

Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen

merah eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin ke

jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat. Penurunan fungsional

hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan

pembentukan hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen

dalam hemoglobin.

Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke jaringan tetap terjaga

maka jantung sebagai pemompa darah berdenyut lebih keras dan sering

yang disebut sebagai takikardia di mana hal ini juga terjadi pada anak

(denyut nadi 120 kali/menit, normal 60-100 kali.menit). Tetapi frekuensi

respirasi pasien dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24

kali/menit). Lemas dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai

oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel sebagai proses penghasil energi

berkurang. Pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin (4,8 g/dl) di

mana nilai rujukan normal untuk anak-anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo,

2007).

Penurunan ini dapat disebabkan oleh adanya kelainan

produksi/pembentukan hemoglobin berupa kelainan susunan asam amino

dan kelainan kecepatan sintesis hemoglobin. Kelainan dua hal tersebut

dapat dikategorikan adanya hemoglobinopati. Kelainan pembentukan

hemoglobin tersebut dapat mengakibatkan adanya morfologi eritrosit

abnormal (mikrositik, Heinz bodies, sel target) sehingga dengan cepat

akan didestruksi oleh limpa dan hati. Peristiwa destruksi eritrosit secara

cepat kurang dari masa hidupnya (120 hari) disebut sebagai hemolisis.

Page 29: PJBL 1 KEL.1

Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu tanda dari

anemia hemolitik di mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin.

Pada pasien ditemukan splenomegali sebesar 1 shuffner (satuan

splenomegali yang diukur dengan membuat garis diagonal antara arcus

costarum dengan crista illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut

dibagi menjadi delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner.

Splen atau limpa secara normal bertugas menghancurkan

eritrosit tua maupun abnormal sehingga dapat melepaskan hemoglobin

yang akan dimetabolisme menjadi biliribun di hati/hepar, menjadi reservoir

cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel plasma dalam system imun,

dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru lahir. Adanya

hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat.

Eritrosit abnormal cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan

makrofag sehingga semakin banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa

akan semakin berat. Hal inilah yang menyebabkan adanya splenomegali.

Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu

sebagai kompensasi atau umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin

akibat oksigenasi ke jaringan kurang merangsang terjadinya eritropoesis

6-8 kali lipat oleh sumsum tulang. Untuk menunjang dan membantu kerja

sumsum tulang dalam eritropoesis sehingga terbentuk eritropoesis

ekstramedular pada limpa dan hati sehingga merupakan salah satu

penyebab hepatosplenomegali. Pada pasien hemoglobinopati anemia sel

sabit tidak ditemukan hepatomegali di mana limpa mengecil dikarenakan

terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa lebih aktif dibandingkan

makrofag pada hati.

Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan oleh

pemberian obat penambah darah dan penyerapan besi meningkat akibat

peningkatan eritropoesis di mana mengandung preparat besi (sulfas

ferrosus) sehingga terjadi penimbunan cadangan besi berlebih. Padahal

hati secara normal berfungsi sebagai sintesis ferritin (simpanan besi) dan

Page 30: PJBL 1 KEL.1

transferin (protein pengikat besi) dan sebagai tempat penyimpanan

terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.

Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat

mengakibatkan penurunan imunitas tubuh sehingga tubuh rentan

terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa sebagai tempat sintesis limfosit

dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan salah satu pertahanan

imunitas tubuh. Hati sebagai tempat yang sering dilalui mikroorganisme

patogenik yang akan dihancurkan sebelum memasuki saluran

gastrointestinal. Kemungkinan pasien mengalami infeksi dimana terdapat

tanda-tanda infeksi pada pasien, yaitu : suhu (38,00C), panas, tonsil

membesar dan kemerahan, dan faring kemerahan. Infeksi ini bisa

didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria, hepatitis, haemophilus,

streptococcus, pneumococcus, dll.

Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya metabolisme organ

yang berlebihan terhadap infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan

limfoid yang memproduksi limfosit untuk pertahanan imunitas tubuh dan

akan membesar apabila bekerja berlebihan terhadap suatu infeksi atau

penurunan imunitas lainnya. Infeksi mikroorganisme menyerang saluran

pencernaan salah satu faring sehingga membuat organ tersebut

mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya pada pasien yaitu batuk

pilek.

Gejala klinis thalasemia mayor :

1.      Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen

tidak terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF)

memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen

2.      Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena

hiperplasia sumsum hebat

3.      Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah

merah berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.

Page 31: PJBL 1 KEL.1

4.      Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar,

korteks tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan

diploe dan pada anak besar kadang-kandang terlihat brush appereance.

5.      Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan

keterlambatan menarse dan gangguan perkembangan sifat seks

sekunder. Selain itu juga menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia

jantung, gagal jatung, dan perikarditis.

6.      Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot)

yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa

hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut

membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas

mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak

tertarik, maloklusi gigi.

Gejala klinis Thalasemia minor

            Penderita yang menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier

dan hanya menunjukkan gejala-gejala yang ringan. Orang dengan anemia

talasemia minor (paling banyak) ringan (dengan sedikit menurunkan

tingkat hemoglobin dalam darah). Situasi ini dapat sangat erat

menyerupai dengan anemia kekurangan zat besi ringan. Namun, orang

dengan talasemia minor memiliki tingkat besi darah normal (kecuali

mereka miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan lain). Tidak ada

perawatan yang diperlukan untuk thalassemia minor. Secara khusus, besi

tidak perlu dan tidak disarankan.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK THALASSEMIA

1.      Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan,

gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena

Page 32: PJBL 1 KEL.1

pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai

timbul pada usia 6 bulan.

2.      Pemeriksaan fisis

-      Pucat

-      Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)

-      Dapat ditemukan ikterus

-      Gangguan pertumbuhan

-      Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut

membesar

3. Pemeriksaan penunjang

a. Darah tepi :

-      Hb rendah dapat sampai 2-3 g%

-      Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel

target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,

mikrosferosit, polikromasi,basophilic stippling, benda Howell-

Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang

khas.

-      Retikulosit meningkat.

b.      Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)

-      Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak

dari jenis asidofil.

-      Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

c.       Pemeriksaan khusus :

-      Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

-      Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar

Hb F.

Page 33: PJBL 1 KEL.1

-      Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia

mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>

3,5% dari Hb total).

4.      Pemeriksaan lain :

-      Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end,korteks

menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada

korteks.

-      Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan

sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

5.      Diagnosis banding

Thalasemia minor :

-      Anemia kurang besi

-      Anemia karena infeksi menahun

-      Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)

-      Anemia sideroblastik

8. PENATALAKSANAAN THALASSEMIA

1. Tranfusi darah

Trannfusi darah sangat dibutuhkan pada penderita

thalasemia sedang ataupun berat. Dengan transfusi darah, kadar sel

darah merah dan kadar hemoglobin dapat dipertahankan. Untuk

thalasemia intermedia, tranfusi dapat diberikan dengan jangka waktu yang

lebih jarang di banding thalasemia yang berat. Misalnya saat penderita

mengalami infeksi atau saat penderita mengalami anemia berat sehingga

menyebabkan kelelahan. Sebaliknya, untuk thalasemia berat seperti

Page 34: PJBL 1 KEL.1

thalasemia beta mayor, tranfusi darah sangat di butuhkan. Dan tranfusi di

lakukan secara reguler kira-kira setiap 2 sampai 4 minggu.

2. Terapi iron chelatin

Dampak dari tranfusi darah adalah overloading besi. Hal ini

dikarenakan hemoglobin yang ada di dalam sel darah merah merupakan

protein kaya besi. Sehingga dengan tranfusi darah yang sering dapat

menyebabkan kelebihan besi pada darah. Kondisi ini dapat menyebabkan

kerusakan pada hati, jantung, dan organ-organ lainya yang ada di dalam

tubuh.

Untuk mencegah kerusakan ini, dibutuhkan terapi iron chelation

untuk membuang kelebihan besi dari tubuh. Ada dua obat yang paling

sering digunakan dalam terapi ini yaitu:

Deforxamine ( desferal ) merupakan obat cair yang diberikan di

bawah kuliat. Biasanya obat ini diberikan dengan mengunakan alat

semacam portable pump. Efek samping obat ini adalah

berkurangnya kemampuan mendengar dan melihat.

Defarasrox, merupakan pil yang di makan sekali dalam sehari. Efek

samping obat ini antara lain skit kepala, nause, muntah,diare, dan

lelah.

3. Suplemen asam folat

Asam folat sangat berperan dalam proses pematanga sel darah

merah. Biasanya suplemen asam folat ini di butuhkan dalam terapi iron

chelation dan tranfusi darah.

9. PENCEGAHAN THALASSEMIA

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah mencegah seseorang untuk tidak

menderita thalasemia ataupun menjadi carrier thalasemia yaitu dengan

Page 35: PJBL 1 KEL.1

konseling genetik pranikah. Konseling genetik pranikah (marniage

counseling untuk mencegah perkawinan di antara pasien thalasemia agar

tidak mendapat keturunan yang homozigot atau varian-varian thalasemia

dengan motalitas tinggi. Perkawinan antara 2 heterozigot (carrier)

menghasilkan: 25% thalasemik (homozigot), 50% carrier (heterozigot) dan

25% normal (Genie, 2004).

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder pada penderita thalasemia dilakukan

dengan cara (Genie, 2004):

1) Diagnosis Prenatal

Diagnosis prenatal selain ditujukan untuk pasangan carrier, juga

dimaksudkan bagi pasangan beresiko lainnya yang telah mempunyai

bayi thalasemia. Tujuan dari diagnosis prenatal adalah untuk

mengetahui sedini mungkin apakah janin yang dikandung menderita

thalasemia mayor atau tidak. Diagnosis prenatal pada thalasemia

dapat dilakukan pada usia 8-10 minggu kehamilan dengan sampel

villi chorialis sehingga masih memungkinkan untuk melakukan

terminasi jika dibutuhkan.

2) Skrining

Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan

pemantauan hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi:

a) Hematologi rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel

darah.

b) Gambaran darah tepi untuk melihat bentuk, warna dan

kematangan sel-sel darah.

c) Feritin, Serum Iron (SI) untuk melihat status besi.

d) Analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis

thalasemia.

e) Analisis DNA untuk diagnosa prenatal (pada janin) dan penelitian.

Page 36: PJBL 1 KEL.1

3) Transfusi Darah

Pemberian transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar

hemoglobin sekitar 11 g/dl. Kadar hemoglobin setinggi ini akan

mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum

tulang dan mengurangi absorpsi Fe dari traktus digestivus. Pasien

dengan kadar Hb yang rendah untuk waktu yang lama, perlu

ditransfusi dengan hati-hati dan sedikit demi sedikit. Frekuensi

sebaiknya sekitar 2-3 minggu. Sebelum dan sesudah pemberian

transfusi ditentukan hematrokit. Berat badan perlu dipantau paling

sedikit 2 kali 1 tahun.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan

mengadakan rehabilitasi bagi penderita thalasemia. Pencegahan tersier

bagi penderita thalasemia adalah dengan mendirikan pusat rehabilitasi

medis bagi penderita thalasemia.

10. KOMPLIKASI THALASSEMIA

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal

jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis

menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam

berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dan lain lain.

Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut

(hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang

ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung

(Harnawatiaj, 2008).

Page 37: PJBL 1 KEL.1