Top Banner
PERUBAHAN MUTU MI MIE BASAH TERSUBSTI SARI FAKULTAS TE IKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN OR ITUSI MOCAF DENGAN PENAMBAHA KUNYIT SELAMA PENYIMPANAN ARTIKEL ILMIAH OLEH HASFI YULIANA J1A 014 038 EKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDU UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2018 RGANOLEPTIK AN AIR KI DAN USTRI
22

PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

Mar 25, 2019

Download

Documents

truongcong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN ORGANOLEPTIK MIE BASAH TERSUBSTITUSI

SARI

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN

i

MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN ORGANOLEPTIK TERSUBSTITUSI MOCAF DENGAN PENAMBAHAN AIR KI DAN

SARI KUNYIT SELAMA PENYIMPANAN

ARTIKEL ILMIAH

OLEH

HASFI YULIANA J1A 014 038

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2018

MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN ORGANOLEPTIK MOCAF DENGAN PENAMBAHAN AIR KI DAN

AGROINDUSTRI

Page 2: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

ii

Page 3: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

iii

Page 4: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

1

PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN ORGANOLEPTIK MIE BASAH TERSUBSTITUSI MOCAF DENGAN PENAMBAHAN AIR KI DAN SARI KUNYIT

SELAMA PENYIMPANAN THE CHANGES OF MICROBIOLOGY, CHEMICAL, PHYSICAL AND ORGANOLEPTIC QUALITY

OF WET NOODLE SUBSTITUTED MOCAF WITH ADDITION OF KI WATER AND TURMERIC JUICES DURING STORAGE

Hasfi Yuliana1*), Sri Widyastuti2), dan Wiharyani Werdiningsih2)

1)Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, FATEPA, UNRAM 2) Staf Pengajar Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, FATEPA, UNRAM

Jl. Majapahit No. 58 Mataram *Email: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the changes in several components quality of wet noodles with the substitution of fermented cassava flour (mocaf) and the addition of ki water and turmeric juice during storage at room temperature. The method used in this study was an experimental method carried out in the laboratory. Observated data were analyzed using a simple linear regression statistical technique using Co-stat software which was used to measure the magnitude of the effect of one independent variable and one dependent variable. The independent variables in this study were storage time (0, 6, 12, 18, 24 and 36 hours) and the dependent variable was the parameters tested such as moisture content, pH, color physical quality, organoleptic quality (aroma, appearance and taste), and total microbes. Whereas in observing the total microbiological test results the mold was used descriptive method. The duration of storage of wet noodles with the addition of ki water and turmeric juice had a significantly different effect on the total microbial parameters, moisture content, pH, oHue value, organoleptic aroma and flavor test scoring, organoleptic test of hedonic aroma and appearance, but did not gave a different effect real to total mold parameters, L value and organoleptic scoring appearance and hedonic organoleptic taste test. The results of this study indicate that the total microbial, water content, pH, oHue value of wet noodles with the addition of ki water and turmeric juice increased during storage, as well as pH and organoleptic quality (aroma, appearance and taste) of wet noodles decreased during storage. Mocaf substituted wet noodles with the addition of ki water and turmeric juice can last up to 30 hours of storage with total microbes (9.6 x 105 CFU / gram), total mold (<1.0 x 102 CFU / gram), moisture content (38,33%), pH value (4.79), oHue value is reddish yellow and organoleptic quality that is acceptable to consumers. Keywords : Ki water, modified cassava flour, turmeric juice, wet noodles.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perubahan beberapa komponen mutu mie basah dengan substitusi tepung singkong fermentasi (mocaf) serta penambahan air ki dan sari kunyit selama penyimpanan pada suhu ruang Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan teknik statistik regresi linier sederhana dengan menggunakan software Co-stat yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh satu variebel bebas dan satu variebel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah lama penyimpanan (0, 6, 12, 18, 24 dan 36 jam) dan variabel terikatnya adalah parameter yang diuji seperti kadar air, pH, mutu fisik warna, mutu organoleptik (aroma, kenampakan dan rasa), serta total mikroba. Sedangkan pada pengamatan hasil uji mikrobiologi total kapang digunakan metode deskriptif. Lama penyimpanan mie basah dengan penambahan air ki dan sari kunyit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter total mikroba, kadar air, pH, nilai oHue, uji organolepttik aroma dan rasa secara skoring, uji organoleptik aroma serta kenampakan secara hedonik, namun tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter total kapang, nilai L dan uji organoleptik kenampakan secara skoring serta uji organoleptik rasa secara hedonik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Total mikroba, kadar air, pH, nilai oHue mie basah mocaf dengan penambahan air ki dan sari kunyit mengalami peningkatan selama penyimpanan, sedangkan nilai pH dan mutu organoleptik (aroma, kenampakan dan rasa) mie basah mengalami penurunan selama penyimpanan. Mie basah tersubstitusi mocaf dengan penambahan air ki dan sari kunyit mampu bertahan hingga lama penyimpanan 30 jam dengan total mikroba (9,6 x 105 CFU/gram), total kapang (<1,0 x 102 CFU/gram), kadar air (38,33%), nilai pH (4,79), nilai oHue berwarna kuning kemerahan serta mutu organoleptik yang dapat diterima konsumen. Kata kunci : Air ki, mie basah, sari kunyit, tepung MOCAF.

Page 5: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

2

PENDAHULUAN

Mie basah adalah produk pangan yang

terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa

penambahan bahan pangan lain dan bahan

tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk

khas mie yang tidak dikeringkan (SNI 2987-

2015, 2015). Sebanyak 3,8% penduduk

Indonesia mengonsumsi mi basah lebih dari satu

kali per hari (Riskesdas, 2013). Tingginya

konsumsi mie basah ini menyebabkan tingginya

konsumsi tepung terigu yang merupakan bahan

dasar pada proses pembuatan mie. APTINDO

(Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia)

menyebutkan bahwa konsumsi terigu nasional

pada tahun 2012 sebesar 5,1 juta ton,

meningkat sebanyak 8,93% dibanding tahun

2011. Sedangkan pada tahun 2013 konsumsi

terigu nasional mencapai 5,3 juta ton atau

meningkat 3,3% dari tahun 2012 (BPS, 2014).

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan

tersebut adalah dengan memanfaatkan bahan

pangan lokal seperti tepung singkong fermentasi

sebagai substitusi tepung terigu.

Tepung singkong fermentasi atau dikenal

dengan istilah Modified Cassava Flour (MOCAF)

merupakan produk tepung dari singkong yang

diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel

singkong secara fermentasi. Tepung ini

merupakan salah satu jenis tepung yang dapat

menggantikan tepung terigu atau tepung

gandum yang biasanya dikenal masyarakat

(Rosmeri, 2013). Hasil uji coba berdasarkan

penelitian Sukoco (2013), formulasi substitusi

tepung terigu dengan tepung singkong

fermentasi yang terbaik pada pembuatan mie

telur adalah 30% dengan penambahan puree

wortel 110%. Menurut Lala dkk (2013), mie

instan yang disukai panelis dalam penelitan yang

telah dilakukannya adalah perlakuan dengan

substitusi tepung singokng fermentasi 25%. Hal

ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang

dilakukan oleh Rosmeri dkk (2013) yang

menyatakan bahwa mie basah kualitas terbaik

diperoleh dari kombinasi 20% tepung singkong

fermentasi dan 80% tepung terigu.

Mie basah memiliki kadar air yang cukup

tinggi yaitu 35%-60% sehingga memiliki umur

simpan yang pendek yaitu 24 jam bila disimpan

pada suhu ruang (Chamdani, 2005). Berdasarkan

penelitian Pahrudin (2006), mie basah tanpa

penambahan pengawet memiliki umur simpan 26

jam pada suhu ruang, berdasarkan terdeteksinya

bau asam dan lendir. Sedangkan penelitian

Shiddqqah (2017) menunjukkan bahwa mie

basah tepung komposit melewati batas SNI

secara mikrobiologis diantara jam ke-12 hingga

jam ke-24 jam. Masa simpan mie basah yang

relatif singkat, menyebabkan penggunaan bahan

tambahan ilegal seperti formalin masih banyak

dilakukan oleh para produsen mie. Mengingat

banyaknya penyalahgunaan tersebut, maka

diperlukan suatu bahan pengawet selain formalin

yang aman digunakan. Salah satu bahan

pengawet alami yang dapat diaplikasikan ke

produk mie basah adalah air ki serta sari kunyit.

Air ki atau air abu jerami adalah air

tapisan yang diperoleh dari proses perendaman

abu hasil bakaran batang jerami setelah

dipisahkan dari abunya. Air abu jerami dapat

mengawetkan pangan dengan aman, karena air

tersebut diperoleh dari proses pengendapan air

dan abu jerami (Cahyadi, 2008). Jerami padi

mengadung kurang lebih 32% selulosa dan 24%

hemieselulosa. Kandungan lain yang terdapat

pada jerami yaitu lignin dapat menghasilkan

senyawa-senyawa yang mempunyai sifat

Page 6: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

3

antimikroba melalui proses pirolisis seperti

senyawa asam yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme (Fatmawati,

2009). Jerami atau limbah padi dapat

dimanfaatkan sebagai pengawet karena

mengandung kalium natrium, zat antimikroba

yang dapat menghambat pembusukan

(Desrosier, 2009). Selain itu, bahan alami seperti

rempah-rempah juga dilaporkan memiliki

aktivitas antimikroba yaitu suatu senyawa yang

dapat menghambat pertumbuhan mikroba

sehingga makanan menjadi awet. Kunyit

merupakan rempah yang juga memiliki aktivitas

antimikroba. Selain sebagai antimikroba, kunyit

juga memiliki potensi lain yaitu dapat dijadikan

zat pewarna alami kuning pada bahan pangan

(Sihombing, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno

dkk (2014) menunjukkan bahwa aplikasi asap

cair konsentrasi 5% dapat memperpanjang masa

simpan mie basah hingga 37 jam. Berdasarkan

penelitian Serie, Nur’aini dan Hidaiyanti (2014),

penggunaan air ki 5% dan sari kunyit 1%

mampu memperbaiki mutu organoleptik dan sifat

fisik mie basah. Sedangkan penelitian

pendahuluan yang telah dilakukan dengan

penambahan air ki dan sari kunyit memberikan

hasil bahwa mie basah MOCAF memiliki aroma

yang agak berbau asam dan tidak berlendir pada

penyimpanan 36 jam di suhu ruang. Berdasarkan

landasan pemikiran tersebut, maka telah

dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh

lama penyimpanan terhadap beberapa mutu mie

basah MOCAF dengan penambahan air ki 5%

serta sari kunyit 4%.

METODOLOGI

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam produksi mie

adalah tepung terigu yang merk “Cakra Kembar”,

garam dapur, telur, minyak goreng yang dibeli di

Toko Yaoya Mataram, kunyit yang dibeli di toko

Giant dan tepung singkong fermentasi merk

“Prodes” yang dibeli di Tokopedia. Bahan yang

digunakan dalam pembuatan air ki adalah jerami

yang diperoleh dari desa Buwun Sejati, Lombok

Barat dan air kemasan merk “Aqua”. Bahan-

bahan yang digunakan untuk analisis

mikrobiologis, fisik, kimia dan organoleptik

adalah aquades, alkohol 70%, larutan buffer

phosfat, media Plate Count Agar (PCA), Potato

Dextrose Agar (PDA), spiritus, tissue, dan kapas.

Peralatan yang digunakan dalam produksi

mie adalah noodle machine, timbangan analitik,

baskom, gelas ukur, sarung tangan plastik,

kemasan plastik, gelas piala, plastik wrap dan

pisau. Alat-alat untuk analisis adalah mortar &

pastle cawan, botol timbang, sendok, petri steril,

desikator, oven merek Memmert, cawan porselin,

tanur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet

mikro, stomacher, inkubator merek Memmert,

autoclave merek Hiclave HVA-85, bunsen,

erlenmeyer, gelas ukur, otoklaf, hot plate

Heidolph, sealer, aluminium foil, laminar air flow

merek Isocide dan waterbath merek GFL.

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode eksperimental yang

dilaksanakan di Laboratorium. Data hasil

pengamatan dianalisis menggunakan teknik

statistik regresi linier sederhana dengan

menggunakan software Co-stat yang digunakan

untuk mengukur besarnya pengaruh satu

variebel bebas dan satu variebel terikat. Variabel

Page 7: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

4

bebas pada penelitian ini adalah lama

penyimpanan (0, 6, 12, 18, 24 dan 36 jam) dan

variabel terikatnya adalah parameter yang diuji

seperti kadar air, pH, mutu fisik warna, mutu

organoleptik (aroma, kenampakan dan rasa),

serta total mikroba. Sedangkan pada

pengamatan hasil uji mikrobiologi total kapang

digunakan metode deskriptif.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Mie Basah

1. Persiapan alat, bahan baku dan bahan

tambahan

Langkah pertama dalam pembuatan mie

adalah persiapan yaitu persiapan alat dan

bahan. Persiapan alat meliputi penyiapan

alat-alat yang digunakan sedangkan

persiapan bahan meliputi pemilihan bahan

dan penimbangan bahan sesuai dengan

resep yaitu 75 gram tepung terigu, 25 gram

tepung singkong fermentasi, garam 0,5

gram, telur 20 gram, serta pembuatan bahan

tambahan yaitu pembuatan air ki dengan

konsentrasi 5% dan pembuatan sari kunyit

4%.

1) Pembuatan Air Ki (Air Rendaman Abu

Jerami)

a. Pengeringan Jerami

Jerami sebanyak 1 kg dikeringkan

dengan menggunakan bantuan cahaya

matahari selama beberapa jam.

b. Pembakaran Jerami

Selanjutnya, jerami yang sudah kering

dibakar sehingga menghasilkan abu jerami

padi.

c. Perendaman Abu Jerami

Abu jerami padi kemudian direndam

dalam air selama 24 jam sesuai konsentrasi

yang digunakan yaitu 5% (5 gr abu jerami

padi dalam 95% gram air).

d. Penyaringan Abu Jerami

Air rendaman tersebut disaring sehingga

diperoleh air rendaman abu jerami yang jernih

dan tidak berwarna.

2) Pembuatan Sari Kunyit

a. Pengupasan dan Pencucian kunyit

Kunyit segar sebanyak 100 gram dikupas

dan dicuci hingga bersih dengan

menggunakan air mengalir.

b. Pemarutan

Selanjutnya, kunyit yang telah

dibersihkan diparut dengan menggunakan

parutan yang bertujuan untuk

mempermudah proses pemerasan kunyit.

c. Penyaringan

Kunyit yang telah diparut kemudian

diperas dan disaring dengan menggunakan kain

saring untuk mendapatkan sari kunyit tanpa

ampas. Pada penelitian ini dilakukan

penambahan sari kunyit 4% dari berat tepung

yaitu 4 gram.

2. Pencampuran adonan

Proses pencampuran dilakukan dengan

mencampurkan semua bahan baku dan

bahan tambahan seperti 75 gram tepung

terigu, 25 gram tepung singkong fermentasi,

garam 0,5%, telur 10%, serta air ki 28%

dan sari kunyit 4%. Pencampuran cukup

dilakukan sampai adonan homogen.

3. Pengadukan

Pengadukan bertujuan untuk

mendapatkan adonan dengan struktur

kompak, penampilan mengkilat, halus dan

elastis, tidak lengket, tidak mudah terpisah,

lunak dan lembut. Waktu pengadukan yang

baik sekitar 15-25 menit. Pengadukan yang

Page 8: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

5

lebih dari 25 menit dapat menyebabkan

adonan menjadi rapuh, keras dan kering.

Sedangkan pengadukan yang kurang dari 15

menit menyebabkan adonan lunak dan

lengket. (Astawan, 2008).

4. Pemeraman

Setelah itu adonan yang sudah kalis

diperam dengan cara adonan ditutup dengan

plastik wrap pada suhu ruang selama 10

menit dengan tujuan untuk mengembangkan

adonan.

5. Pembentukan Lembaran Adonan

Proses ini dapat dilakukan dengan

memasukkan adonan mie ke dalam mesin

roll, yang akan mengubah adonan menjadi

lempengan-lempengan. Saat pengepresan,

gluten ditarik ke satu arah sehingga seratnya

menjadi sejajar. Tujuan proses ini adalah

menghaluskan serat-serat gluten dan

membuat adonan menjadi lembaran. Serat

yang halus dan searah akan menghasilkan

mie yang elastis, kenyal dan halus. Suhu

juga mempengaruhi proses penekanan. Suhu

yang diharapkan sekitar 37 oC, di bawah

suhu tersebut adonan menjadi kasar dan

pecah-pecah, tekstur mie kasar dan mudah

patah (Astawan, 2008).

6. Pembentukan untaian Mie

Pembentukan untaian mie dilakukan

dengan memasukkan lembaran tipis ke

dalam mesin pencetak mie (slitter) yang

berfungsi mengubah lembaran mie menjadi

untaian mie (Astawan, 2008).

7. Perebusan

Proses perebusan dilakukan dengan

mendidihkan air hingga mencapai suhu 100

oC. Mie basah direbus selama 2 menit,

kemudian diangkat menggunakan

penyaringan. Perubahan yang terjadi pada

untaian mie setalah direbus yaitu mie

menjadi mengembang.

8. Penirisan

Penirisan bertujuan untuk

menghilangkan air yang terikut pada

permukaan mie basah, dengan cara mie

disaring menggunakan penyaringan untuk

mengurangi air pada mie basah, penirisan

dihentikan sampai air tidak ada yang

menetes.

9. Penyimpanan

Mie basah dikemas dalam mika dengan

bobot 100 gram/mika, hal ini disesuaikan

dengan bobot 1 porsi mie yang biasa

dikonsumsi. Mie yang sudah dikemas

kemudian disimpan pada suhu ruang dengan

lama penyimpanan 0 jam, 6 jam, 12 jam, 18

jam, 24 jam, 30 jam dan 36 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan terhadap masing-

masing parameter teh hijau daun kakao yang

diuji pada penelitian ini dijelaskan sebagai

berikut:

Page 9: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

6

Tabel 1. Analisis Regresi Linier Sederhana Perubahan Total Mikroba, Kadar Air, pH dan mutu fisik warna Mie Basah Selama Penyimpanan Ruang

Respon

Signifikansi pada taraf 5% Total Mikroba

(CFU/g)

Kadar Air

(%)

pH Nilai L Nilai oHue

Linier S S S NS S

Kuadratik S NS S NS NS Keterangan : S = Signifikan (berbeda nyata); NS = Non Signifikan (tidak berbeda nyata).

Tabel 2. Purata Hasil Pengamatan Total Kapang Mie Basah Selama Penyimpanan Suhu Ruang

Lama Penyimpanan (jam) Purata Total

Kapang (CFU/g)

0 <1,0 x 102 6 <1,0 x 102 12 <1,0 x 102 18 <1,0 x 102 24 <1,0 x 102 30 <1,0 x 102 36 <1,0 x 102

Tabel 3. Analisis Regresi Linier Sederhana Perubahan Mutu Organoleptik Mie Basah Selama Penyimpanan Suhu Ruang

Respon Signifikansi pada taraf 5%

Aroma Kenampakan Rasa

Skoring Hedonik Skoring Hedonik Skoring Hedonik

Linier S S NS S S NS

Kuadratik S NS NS NS NS NS Keterangan : S = Signifikan (berbeda nyata); NS = Non Signifikan (tidak berbeda nyata).

Total Mikroba

Mikroba merupakan salah satu penyebab

utama terjadinya kerusakan pada makanan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

mikroba adalah ketersediaan nutrient, air, suhu,

pH, oksigen dan potensi reduksi-oksidasi, adanya

zat penghambat dan adanya jasad renik lain

(Fardiaz 1992).

Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat

bahwa selama penyimpanan telah terjadi

perubahan total mikroba dan perubahan tersebut

mengalami peningkatan dengan persamaan y =

0,007x + 5,791 dan koefisien determinasi R² =

0,939. Nilai 0,007 menentukan arah regresi linier

yang bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa

total mikroba mie basah semakin meningkat

seiring dengan bertambahnya lama

penyimpanan. Bertambahnya lama penyimpanan

menyebabkan peningkatan total mikroba mie

basah sebesar 0,007. Nilai koefisien determinasi

0,939 menunjukkan bahwa 93,9% total mikroba

mie basah dipengaruhi oleh lama penyimpanan.

Gambar 1. Grafik Total Mikroba Mie Basah Mocaf dengan Penambahan Air Ki dan Sari Kunyit Selama Penyimpanan Suhu Ruang Grafik juga menunjukkan bahwa jumlah

mikroba berbeda-beda pada sampel dengan

lama penyimpanan yang berbeda. Pertumbuhan

5,76

5,84

5,95,94

5,99

5,98

6,04

y = 0,007x + 5,791R² = 0,939

5,7

5,8

5,9

6

6,1

0 6 12 18 24 30 36Lo

g T

ota

l M

ikro

ba

(C

FU

/g

)

Lama Penyimpanan (Jam)

Page 10: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

7

mikroba mengalami peningkatan selama

penyimpanan dan pertumbuhan 1 log terjadi

pada penyimpanan 36 jam. Berdasarkan data

tersebut, total mikroba tertinggi terdapat pada

lama penyimpanan 36 jam yaitu sebesar 1,1 x

106 CFU/gram dan total mikroba terendah

didapatkan pada lama penyimpanan 0 jam yaitu

sebesar 5,68 x 105. Hal ini menunjukkan bahwa

terjadi perubahan mutu mikrobiologi yaitu total

mikroba pada mie basah selama penyimpanan.

Total mikroba pada penelitian ini menunjukkan

hasil yang sesuai dengan SNI mie basah yaitu

batas maksimum total mikroba adalah 1,0 x 106

CFU/gram, kecuali pada lama penyimpanan 36

jam.

Kerusakan mie basah disebabkan oleh

mikroba yang tumbuh pada saat penyimpanan.

Jenis mikroba yang banyak tumbuh pada mie

basah adalah bakteri. Hal ini terlihat dari

rendahnya total kapang pada mie basah. Setiap

mikroba memiliki pH optimum, minimum dan

maksimum untuk pertumbuhannya. Sebagian

besar bakteri tumbuh paling baik pada pH

mendekati netral, tetapi beberapa bakteri

menyukai suasana asam dan yang lain dapat

tumbuh dengan sedikit asam atau dalam

suasana basa. Mie basah dengan penambahan

air ki dan sari kunyit memiliki pH 7,07 pada

penyimpanan 0 jam. Dengan nilai pH yang netral

ini menyediakan pH optimum untuk

pertumbuhan bakteri, sehingga semakin lama

penyimpanan menyebabkan pertumbuhan

mikroba semakin meningkat.

Jenis bakteri yang mungkin tumbuh pada

mie basah bila dilihat dari faktor suhu yaitu suhu

penyimpanan suhu ruang adalah bakteri jenis

mesofilik. Bakteri mesofilik merupakan jenis

mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu

20 oC sampai 45 oC. Mikroba yang terdapat pada

mie diduga berasal dari bahan baku yaitu

tepung. Selain dari tepung, mikroba juga dapat

berasal dari lingkungan, pekerja dan alat yang

digunakan pada proses pembuatan mie basah.

Bakteri yang biasanya terdapat pada tepung

adalah Pseudomonas, Miecrococcus,

Lactobacillus, serta beberapa spesies

Achromobacterium.

Pertumbuhan bakteri pada mie basah

menyebabkan perubahan aroma, penampakan

serta cita rasa dari mie basah. Perubahan aroma

yang terjadi pada mie basah terindikasi oleh

munculnya aroma asam yang merupakan hasil

dari metabolisme mikroba. Selain aroma asam,

pertumbuhan bakteri juga menyebabkan

munculnya lendir pada permukaan mie basah.

Sedangkan dari segi rasa, pertumbuhan bakteri

yang tinggi menyebabkan penyimpangan rasa

pada mie basah. Menurut Fardiaz (1992)

pertumbuhan bakteri pada bahan pangan dapat

menyebabkan perubahan pada penampakan

maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan

pangan. Perubahan yang dapat terlihat dari luar

antara lain pembentukan lendir dan

pembentukan bau asam. Dalam

pertumbuhannya, bakteri memerlukan zat

organik yaitu karbohidrat, protein, lemak dan

komponen lainnya. Mie basah mengandung

berbagai zat organik sebagai media

pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, bakteri

dapat tumbuh dengan baik pada mie basah.

Riandi (2007) menyebutkan bahwa mie

basah dengan komposisi 100% tepung terigu

mengalami kerusakan secara mikrobiologis pada

lama penyimpanan 24 jam. Pada mie basah

tepung komposit, kerusakan mikrobiologis terjadi

pada lama penyimpanan di atas 12 dan

Page 11: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

8

setelahnya. Lama waktu simpan mie basah

tepung komposit lebih singkat daripada mi basah

dengan komposisi 100% tepung terigu pada

penelitian Riandi (2007). Sedangkan pada

penelitian ini apabila dilihat dari pertumbuhan

total mikroba, zat antimikroba sari kunyit dan air

ki mampu bekerja hingga jam ke-30. Hal ini

terjadi seiring dengan menurunnya aktivitas

antimikroba kunyit yaitu kurkumin selama

penyimpanan akibat penguraian oleh mikroba.

Kurkumin merupakan senyawa fenolik yang

mekanisme kerjanya mirip dengan senyawa

fenolik lainnya yang berfungsi sebagai

antimikroba. Menurut Fardiaz (1992) bahwa

beberapa kapang dan bakteri dapat dirusak oleh

komponen fenol.

Mikroba membutuhkan waktu untuk

membelah diri atau memperbanyak diri yang

disebut sebagai waktu generasi. Waktu yang

dibutuhkan oleh mikroba untuk membelah diri

sangat bervariasi tergantung pada kondisi

lingkungan. Sebagian besar mikroba mempunyai

waktu generasi 1-3 jam (Radji, 2011).

Pertumbuhan mikroba pada bahan pangan terdiri

dari beberapa tahap, yaitu tahap pertama

disebut fase lag dimana mikroba terus hidup tapi

belum berkembang biak. Tahap kedua yaitu fase

eksponensial, apabila nutrisi yang tersedia cukup

dan kondisi optimum mikroba akan berkembang

pesat. Tahap ketiga adalah fase stasioner

dimana pertumbuhan mikroba menurun karena

nutrisi yang tersedia menurun atau adanya racun

hasil metabolismenya sendiri. Berikutnya akan

terjadi pertumbuhan dimana jumlah mikroba

yang baru dan yang mati seimbang. Akhirnya

akan terjadi tahap kematian dimana jumlah yang

mati lebih besar dari yang tumbuh, disebabkan

komponen bahan pangan tidak mencukupi

kebutuhan mikroba untuk tumbuh (Fardiaz,

1992).

Total Kapang

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

tidak adanya perbedaan yang nyata pada lama

penyimpanan terhadap total kapang mie basah.

Data hasil pengamatan menunjukkan jumlah

kapang yang terdapat pada mie basah dengan

penyimpanan 0 jam sampai 36 jam sangat

rendah yaitu <1.0 x 102 CFU/gram. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa mie basah

mentah dengan penambahan air ki dan sari

kunyit tidak melewati batas SNI hingga lama

penyimpanan 36 jam. Hal ini menunjukkan

bahwa senyawa yang terkandung dalam air ki

dan sari kunyit mampu menghambat

pertumbuhan kapang pada suhu ruang. Menurut

Saha (2004), air ki mengandung lignin sekitar

10-25% yang dapat menghasilkan senyawa

kimia aromatis berupa fenol, terutama kresol

pada proses pirolisis. Selain itu, minyak atsiri

pada kunyit juga dapat menghambat

pertumbuhan Aspergillus flavus, A. Parasiticus,

Fusarium moniliforme, dan Penicillium digitatum.

Kapang adalah mikroorganisme yang

mempunyai filamen. Filamen kapang sangat

mudah terlihat karena penampakannya

berserabut seperti kapas. Kapang memiliki

filamen dengan warna yang berbeda-beda

tergantung jenis kapang. Kapang dapat

menggunakan berbagai komponen makanan,

dari yang sederhana hingga yang kompleks

sebagai media pertumbuhannya (Fardiaz, 1992).

Kapang dapat tumbuh pada rentang pH yang

luas yaitu berkisar antara 2 sampai 8,5.

Kadar Air

Kadar air merupakan komponen

penting dalam bahan pangan karena dapat

Page 12: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

9

mempengaruhi tekstur dan citarasa makanan.

Kandungan air dalam bahan juga ikut

menentukan acceptability, kesegaran dan daya

tahan bahan. Selain itu, kadar air merupakan

faktor penentu daya awet suatu bahan.

Kandungan air yang tinggi dalam bahan

menyebabkan mikroba mudah tumbuh sehingga

daya tahan bahan rendah (Winarno, 1992).

Bahan pangan baik sebelum diolah secara

alamiah bersifat higrokospis, artinya dapat

menyerap uap air dari udara atau sebaliknya

melepaskan air ke udara sehingga dapat

berpengaruh terhadap kadar air.

Hubungan pengaruh lama

penyimpanan terhadap kadar air dari mie basah

dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 8.

Gambar 2. Grafik Kadar Air Mie Basah Mocaf dengan Penambahan Air Ki dan Sari Kunyit Selama Penyimpanan Suhu Ruang

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa

terjadi peningkatan kadar air mie basah dengan

persamaan y = 0,021x + 37,79 dengan koefisien

determinasi R² = 0,934. Nilai 0,021 menentukan

arah regresi linier yang bernilai positif. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan kadar

air mie basah yang semakin meningkat seiring

dengan bertambahnya lama penyimpanan.

Bertambahnya lama penyimpanan menyebabkan

peningkatan kadar air mie basah sebesar 0,021.

Nilai koefisien determinasi 0,934 menunjukkan

bahwa 93,4% kadar air mie basah dipengaruhi

oleh lama penyimpanan.

Grafik juga menunjukkan bahwa kadar

air mie basah selama penyimpanan berkisar

antara 37,77%-38,59%. Berdasarkan hasil

penelitian Shiddiiqah (2017) tentang pengaruh

lama penyimpanan terhadap kadar air dan

jumlah mikroba mie basah dari tepung komposit

didapatkan kadar air mie basah berkisar antara

37,9% hingga 52,2% pada lama penyimpanan 0

jam sampai 36 jam. Sedangkan menurut

Wardani (2017), dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa kadar air mie basah

berkisar antara 31,60%-39,88%. Standar mutu

yang ditetapkan SNI untuk kadar air produk mie

basah mentah yaitu berkisar antara 20-35%.

Kadar air yang terukur pada penelitian ini pada

setiap perlakuan sebagian besar lebih tinggi

dibandingkan syarat mutu SNI.

Perubahan kadar air yang tinggi

berakibat pada kestabilan produk pangan. Pada

penelitian ini, kadar air mie basah selama

penyimpanan cenderung meningkat meskipun

peningkatan yang terjadi tidak terlalu tinggi. Hal

ini disebabkan karena kondisi penyimpanan mie

basah dalam keadaan tertutup rapat sehingga

tidak terjadi migrasi uap air dari lingkungan ke

bahan atau sebaliknya sehingga kadar air mie

basah selama penyimpanan relatif konstan.

Sedangkan Sedjati dkk (2007) berpendapat

bahwa kadar air pada permukaan bahan

dipengaruhi oleh kelembaban udara di sekitarnya

dan bila kadar air bahan rendah sedangkan

kelembaban udara sekitarnya tinggi maka akan

terjadi penyerapan udara sehingga bahan

menjadi basah atau kadar airnya menjadi lebih

tinggi.

37,7737,8638,14 38,21 38,4 38,33

38,59

y = 0,021x + 37,79R² = 0,934

35

36

37

38

39

40

0 6 12 18 24 30 36

Ka

da

r A

ir (

%)

Lama Penyimpanan (Jam)

Page 13: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

10

Perubahan kadar air dapat terjadi karena

adanya proses absorbs uap air dari udara ke

produk selama masa penyimpanan (Solihin,

2015). Hal ini akan terjadi apabila produk

dibiarkan dalam kondisi terbuka. Adanya aktivitas

mikrobia yang tumbuh juga dapat menyebabkan

perubahan kadar air pada produk pangan.

Mikroba menghasilkan H2O atau uap air sebagai

salah satu produk metabolisme (Sopandi, 2014).

Metabolisme adalah proses kimiawi yang

terjadi di dalam sel hidup untuk kelangsungan

hidup sel (Radji, 2011). Mikroorganisme aerob

serta beberapa fakultatif anaerob dalam kondisi

aerob dapat menggunakan molekul oksigen

sebagai penerima elektron akhir selama

metabolisme karbohidrat, untuk menghasilkan

piruvat melalui satu jalur utama metabolisme

(glikolisis). Asam piruvat yang dihasilkan dapat

dioksidasi secara lengkap melalui dekarboksilasi

oksidasi untuk menghasilkan CO2, H2O dan

sejumlah ATP (Adenosine Trifosfat). Jalur siklus

krebs juga menghasilkan produk antara yang

dimanfaatkan untuk sintesis material sel dimana

pada tahap transfer elektron akan dihasilkan H2O

sebagai produk akhir apabila sitokrom oksidase

(cyt.a) mentransfer dua pasang elektron pada

molekul oksigen. Sedangkan jika sitokrom

oksidase (cyt.a) hanya mentransfer satu pangan

elektron maka produk yang dihasilkan adalah

H2O2 yang selanjutnya dihidrolisis oleh katalase

mikroba menjadi H2O dan O2. Setiap asam

piruvat berpotensi menghasilkan 15 molekul ATP

(Sopandi, 2014).

pH

pH adalah derajat keasaman yang

digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman

atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.

Besarnya pH berhubungan dengan terbentuknya

senyawa-senyawa yang bersifat basa selama

penyimpanan dan akan mempengaruhi

pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba masing-

masing mempunyai pH optimum, minumum dan

maksimum untuk pertumbuhannya. Sebagian

besar bakteri tumbuh paling baik pada pH

mendekati netral, tetapi beberapa bakteri

menyukai suasana asam dan yang lain dapat

tumbuh dengan sedikit asam atau dalam

suasana basa. Mie basah memiliki pH basa yaitu

7.32 untuk mie basah mentah dan 9.22 untuk

mie basah matang (Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, 2005). Air ki yang digunakan

pada penelitian ini memiliki pH 9,09, sedangkan

pH kunyit 5,75. Mie basah dengan penambahan

sari kunyit dan air ki pada lama penyimpanan

yang berbeda-beda memiliki kisaran pH 7,07-

4,70. Hubungan pengaruh lama penyimpanan

terhadap pH dari mie basah dapat dilihat pada

Tabel 8 dan Gambar 9.

Gambar 3. Grafik Nilai pH Mie Basah Mocaf

dengan Penambahan Air ki dan Sari Kunyit

Selama Penyimpanan Suhu Ruang

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa

terjadi penurunan pH dengan persamaan y = -

0,068x + 6,757 dan koefisien determinasi R² =

0,839. Bertambahnya lama penyimpanan

menyebabkan penurunan pH mie basah sebesar

-0,068. Nilai regresi linier yang bernilai negatif

7,07 6,715,35

5,264,83 4,79 4,70

y = -0,068x + 6,757R² = 0,839

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 6 12 18 24 30 36

pH

Lama Penyimpanan (Jam)

Page 14: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

11

menentukan arah regresi linier yaitu terdapat

hubungan pH mie basah yang semakin menurun

seiring dengan bertambahnya lama

penyimpanan. Nilai koefisien determinasi 0,839

menunjukkan bahwa 83,9% pH mie basah

dipengaruhi oleh lama penyimpanan.

Gambar 9 juga menunjukkan bahwa

purata nilai pH mie basah tertinggi didapatkan

pada lama penyimpanan 0 jam yaitu 7,07,

sedangkan nilai pH terendah terdapat pada lama

penyimpanan 36 jam yaitu sebesar 4,70.

Berdasarkan penelitian Firdaus, Utami dan

Nurhartadi (2015), nilai pH mie basah kontrol

mengalami penurunan selama penyimpanan 2

hari yaitu dari 8,79 menjadi 6,78. Sedangkan mie

basah dengan substitusi 10% sari abu sabut

kelapa mengalami penurunan pH dari 8,96

menjadi 7,53.

Penurunan pH mie basah selama

penyimpanan dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, antara lain lama penyimpanan dan

adanya pertumbuhan mikroba. Puspasari (2007)

mengatakan bahwa nilai pH mie berangsur-

angsur turun seiring dengan bertambahnya

jumlah mikroba perusak dalam mie yang

disimpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pertumbuhan mikroba mengalami peningkatan

selama penyimpanan, sehingga nilai pH mie

basah pada penyimpanan 0 jam hingga 36 jam

mengalami penurunan. Penurunan nilai pH ini

disebabkan oleh dekomposisi karbohidrat dan

protein mie oleh mikroba pembusuk, khususnya

bakteri sehingga terbentuklah asam. Sedangkan

menurut teori Archenius, semakin banyak ion H+

maka semakin besar konsentrasi H+ (H+)

sehingga pH semakin rendah (Anjani, 2003).

Menurut Hayes dan Forsythe (1998), produk

yang berbahan dasar fruktooligosakarida atau

jenis karbohidrat lainnya cenderung

memproduksi asam (H+) pada perubahan sifat

kimia.

Mutu Fisik Warna (Colorimeter)

Warna memiliki peranan yang cukup

penting dalam pangan. Selain bergizi, pangan

harus memiliki warna yang menarik untuk dapat

dikonsumsi. Mie basah umumnya berwarna putih

kekuningan. Warna ini disebabkan karena

kandungan flavonoid yang terdapat pada tepung

terigu (Kruger et al., 1996 dalam Sihombing,

2007). Komponen warna terlepas dari pati pada

kondisi alkali sehingga flavonoid berpeluang

membentuk warna kuning. Selain secara

subyektif, warna mie basah juga dapat diukur

menggunakan alat colorimeter.

Colorimeter merupakan alat untuk

mendeteksi warna yang dilihat berdasarkan nilai

L dan nilai oHue. Nilai L merupakan nilai yang

diberikan terhadap kecerahan suatu produk

dengan menunjukkan angka-angka mulai dari 0-

100. Nilai 0 merupakan warna hitam sedangkan

nilai 100 merupakan warna putih, sehingga

semakin tinggi kisaran nilai L yang diperoleh

maka semakin cerah warna produk yang

dihasilkan. Sedangkan nilai oHue diperoleh

dengan menghitung nilai a dan b yang terukur

pada alat colorimeter yang menyatakan

penggolongan warna dari suatu produk. Nilai a

menunjukkan warna kromatik antara +0 sampai

+100 dengan intensitas warna merah dan -0

sampai -80 dengan intensitas warna hijau.

Sedangkan nilai b menunjukkan warna kromatik

antara +0 smpai +100 dengan intensitas warna

kuning dan -0 sampai -80 dengan intensitas

warna biru (Soekarto, 1990 dalam Yulianti,

2016). Penentuan warna berdasarkan nilai °Hue

menggunakan colorimeter dapat dilihat pada

Page 15: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

12

Tabel 6, sedangkanh hubungan pengaruh lama

penyimpanan terhadap nilai L dan nilai oHue dari

mie basah dapat dilihat pada tabel 10 dan

Gambar 10.

Gambar 4. Grafik Nilai L dan Nilai oHue Mie

Basah Mocaf dengan Penambahan Air Ki

dan Sari Kunyit Selama Penyimpanan pada

Suhu Ruang

Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat

bahwa selama penyimpanan telah terjadi

perubahan nilai oHue pada mie basah dan

perubahan tersebut cenderung meningkat

dengan persamaan y = 0,077x + 85,24 dengan

koefisien determinasi R² = 0,860. Nilai 0,077

menentukan arah regresi linier yang bernilai

negatif. Hal ini menunjukkan bahwa nilai oHue

mie basah semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya lama penyimpanan.Bertambahnya

lama penyimpanan menyebabkan peningkatan

nilai oHue mie basah sebesar 0,077. Nilai

koefisien determinasi 0,860 menunjukkan bahwa

86% nilai oHue mie basah dipengaruhi oleh lama

penyimpanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai

oHue Mie basah dengan penambahan air ki dan

sari kunyit berada pada kisaran 84,90 - 88,41

yang berarti mie basah berwarna yellow red

(kuning kemerahan). Berdasarkan penelitian

Puspasari (2017), nilai Hue mie basah yang

dihasilkan selama penyimpanan 0 jam hingga 44

jam berkisar antara 81-83. Sihombing (2007)

menyatakan bahwa mie basah mentah kontrol

selama penyimpanan 0 sampai 60 jam memiliki

nilai hue berkisar antara 71-74, sedangkan

penggunaan 20% sari kunyit segar menghasilkan

nilai hue mie basah sebesar 36,39 hingga 73,40

yang berarti mie basah berwarna merah hingga

kuning kemerahan.

Warna kuning kemerahan (yellow red)

yang dihasilkan disebabkan oleh komponen

warna yang terdapat pada kunyit yaitu

kurkuminoid. Pigmen kurkuminoid memiliki

gugus keto-enol yang sangat sensitif terhadap

perubahan pH. Gugus keto-enol menyebabkan

pigmen kurkuminoid berwarna kuning jingga

pada pH asam. Sebaliknya pada pH netral atau

basa, warna yang dihasilkan menjadi merah

kecoklatan (Purseglove et sal.,1981). Mie basah

pada penelitian ini memiliki nilai pH yang asam

selama penyimpanan, sehingga mie basah

dengan penambahan air ki dan sari kunyit

berwarna kuning kemerahan. Berdasarkan

Gambar 10., semakin lama penyimpanan

menyebabkan nilai oHue mie basah cenderung

meningkat meskipun peningkatan yang terjadi

tidak signifikan. Pada penelitian ini, semakin

lama penyimpanan menyebabkan pH mie basah

semakin rendah (asam), hal inilah yang

menyebabkan semakin lama penyimpanan maka

tingkat penggolongan warna (nilai oHue) mie

basah semakin tinggi.

Berdasarkan parameter nilai L, mie

basah dengan penambahan air ki dan sari kunyit

memiliki nilai L yang berbeda-beda. Namun hasil

regresi linier (Gambar 10) menunjukkan bahwa

tidak terjadi perubahan nilai L pada mie basah

55,6656,4755,01 56,73 55,14 56,91 55,38

84,985,87 86,68 86,78 86,75 87,04 88,41

y = 0,001x + 55,88R² = 0,000

y = 0,077x + 85,24R² = 0,860

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 6 12 18 24 30 36

Wa

rna

Lama Penyimpanan (Jam)

Nilai L

Nila Hue

Page 16: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

13

selama penyimpanan dengan persamaan 0,001x

+ 55,88 dan koefisian determinasi

R² = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa lama

penyimpanan tidak mempengaruhi tingkat

kecerahan produk mie basah pada penelitian ini.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai L

Mie basah dengan penambahan air ki dan sari

kunyit berada pada kisaran 55,01o – 56,91o.

Uji Organoleptik

Aroma

Aroma merupakan salah satu sifat

sensoris yang menentukan penerimaan

konsumen terhadap suatu produk. Aroma dari

produk yang telah mengalami proses pengolahan

seharusnya sesuai dengan aroma bahan baku

utama yang digunakan. Hubungan pengaruh

lama penyimpanan terhadap aroma dari mie

basah baik secara hedonik dan skoring dapat

dilihat pada Tabel 11, Tabel 12 dan Gambar 11.

Gambar 5. Grafik Respon Panelis terhadap

Aroma Mie Basah Mocaf dengan

Penambahan Air Ki dan Sari Kunyit Selama

Penyimpanan

Suhu Ruang

Berdasarkan Gambar 11 menunjukkan

bahwa terjadi penurunan aroma secara skoring

dan hedonik. Penurunan aroma mie basah

secara skoring mengalami penurunan dengan

persamaan y = -0,052x + 4,069 dengan

koefisien determinasi R² = 0,992. Nilai -0,052

yang menentukan arah regresi linier yang

bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa

aroma mie basah secara skoring semakin

menurun seiring dengan bertambahnya lama

penyimpanan. Bertambahnya lama penyimpanan

menyebabkan penurunan aroma mie basah

secara skroing sebesar -0,052. Nilai koefisien

determinasi 0,992 menunjukkan bahwa 99,2%

aroma mie basah secara skoring dipengaruhi

oleh lama penyimpanan. Sedangkan penurunan

aroma mie basah secara hedonik juga

mengalami penurunan dengan persamaan y = -

0,035x + 3,532 dengan koefisien determinasi R²

= 0,914. Nilai -0,035 yang menentukan arah

regresi linier yang bernilai negatif. Hal ini

menunjukkan bahwa aroma mie basah secara

hedonik semakin menurun seiring dengan

bertambahnya lama penyimpanan.

Bertambahnya lama penyimpanan menyebabkan

penurunan aroma mie basah secara hedonik

sebesar -0,035. Nilai koefisien determinasi 0,914

menunjukkan bahwa 91,4% aroma mie basah

secara hedonik dipengaruhi oleh lama

penyimpanan.

Tingkat penerimaan panelis terhadap

aroma (skoring) berkisar antara 2,25-4,15, skor

tertinggi terdapat pada perlakuan lama

penyimpanan 0 jam dengan 4,15 (tidak berbau

asam), sementara tingkat penerimaan panelis

terhadap aroma (skoring) yang terendah

terdapat pada perlakuan lama penyimpanan

terlama yaitu 36 jam dengan kriteria 2,25 (agak

berbau asam). Untuk tingkat penerimaan panelis

terhadap aroma (hedonik) akibat lama

penyimpanan yang berbeda menghasilkan nilai

dengan kriteria 2,15-3,70 (agak suka hingga

suka). Adanya perbedaan kesukaan panelis

4,153,75

3,403,05

2,75 2,50

2,25

3,73,20

3,0 2,902,6 2,7

2,2

y = -0,052x + 4,069R² = 0,992

y = -0,035x + 3,532R² = 0,914

0

1

2

3

4

5

0 6 12 18 24 30 36

Aro

ma

Lama Penyimpanan (Jam)

Skoring

Hedonik

Page 17: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

14

terhadap aroma mie basah pada lama

penyimpanan 0 jam dengan lama penyimpanan

lainnya disebabkan karena lama penyimpanan 0

jam tidak berbau asam sama sekali yang

cenderung lebih diterima. Sedangkan perlakuan

penyimpanan 36 jam agak tidak disukai karena

adanya bau asam.

Data tersebut menunjukkan bahwa

semakin lama waktu penyimpanan maka akan

menyebabkan munculnya aroma asam.

Perubahan aroma tersebut berbanding lurus

dengan perubahan pH yang terjadi selama

penyimpanan. Munculnya aroma asam seiring

dengan bertambahnya waktu penyimpanan

disebabkan oleh penurunan pH mie basah.

Semakin lama penyimpanan maka pH mie basah

semakin asam, sehingga pada penyimpanan ke-

36 jam mie basah berubah aroma menjadi agak

berbau asam.

Kenampakan

Selain dari segi aroma, mie basah

selama penyimpanan mengalami perubahan

dalam segi fisik. Hal yang terlihat salah satunya

adalah mulai munculnya lendir pada permukaan

mie basah. Uji organoleptik yang digunakan

adalah uji skoring dan hedonik dengan skala

penilaian 1 hingga 5, dimana semakin besar

skala penilaian maka jumlah lendir semakin

sedikit, dan tingkat kesukaan panelis semakin

tinggi dan sebaliknya. Hubungan pengaruh lama

penyimpanan terhadap kenampakan (jumlah

lendir) dari mie basah baik secara hedonik dan

skoring dapat dilihat Tabel 12 dan Gambar 12.

Gambar 6. Grafik Respon Panelis terhadap

Kenampakan Mie Basah Mocaf dengan

Penambahan Air Ki dan Sari Kunyit Selama

Penyimpanan Suhu Ruang

Berdasarkan Gambar 12 menunjukkan

bahwa terjadi penurunan kenampakan secara

skoring dan hedonik. Penurunan kenampakan

mie basah secara skoring mengalami penurunan

dengan persamaan y = -0,014x + 4,110 dengan

koefisien determinasi R² = 0,726. Nilai -0,014

yang menentukan arah regresi linier yang

bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa

kenampakan mie basah secara skoring semakin

menurun seiring dengan bertambahnya lama

penyimpanan. Bertambahnya lama penyimpanan

menyebabkan penurunan aroma mie basah

secara skroing sebesar -0,014. Nilai koefisien

determinasi 0,726 menunjukkan bahwa 72,6%

kenampakan mie basah secara skoring

dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Sedangkan

penurunan kenampakan mie basah secara

hedonik juga mengalami penurunan dengan

persamaan y = -0,024x + 3,573

dengan koefisien determinasi R² = 0,804. Nilai -

0,024 yang menentukan arah regresi linier yang

bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa

kenampakan mie basah secara hedonik semakin

menurun seiring dengan bertambahnya lama

penyimpanan. Bertambahnya lama penyimpanan

4,1 4,05 3,85 3,8 3,85 3,853,4

3,7 3,353 3,35

3 2,85 2,65

y = -0,014x + 4,110R² = 0,726

y = -0,024x + 3,573R² = 0,804

0

1

2

3

4

5

0 6 12 18 24 30 36

Ke

na

mp

ak

an

Lama Penyimpanan (Jam)

Skoring

Hedonik

Page 18: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

15

menyebabkan penurunan kenampakan mie

basah secara hedonik sebesar -0,024. Nilai

koefisien determinasi 0,804 menunjukkan bahwa

80,4% kenampakan mie basah secara hedonik

dipengaruhi oleh lama penyimpanan.

Tingkat penerimaan panelis terhadap

kenampakan (skoring) berkisar antara 3,40 -

4,10, skor tertinggi terdapat pada perlakuan

lama penyimpanan 0 jam dengan 4,10 (tidak

berlendir), sementara tingkat penerimaan panelis

terhadap kenampakan (skoring) yang terendah

terdapat pada perlakuan lama penyimpanan

terlama yaitu 36 jam dengan kriteria 3,40

(mendekati tidak berlendir). Untuk tingkat

penerimaan panelis terhadap kenampakan

(hedonik) akibat lama penyimpanan yang

berbeda menghasilkan nilai dengan kriteria 2,65-

3,70 (agak suka hingga suka). Adanya

perbedaan kesukaan panelis terhadap

kenampakan mie basah pada perlakuan

penyimpanan 0 jam dengan perlakuan lainnya

disebabkan karena perlakuan penyimpanan 0

jam tidak terbentuk lendir sama sekali yang

cenderung lebih diterima. Sedangkan perlakuan

penyimpanan 36 jam agak tidak disukai karena

agak berlendir.

Dari data tersebut menunjukkan bahwa

semakin lama waktu penyimpanan menyebabkan

terbentuknya lendir di permukaan mie basah,

namun lendir yang terbentuk tidak berbeda jauh

antara lama penyimpanan yang satu dengan

lama penyimpanan lainnya. Terbentuknya lendir

pada permukaan mie basah disebabkan oleh

pertumbuhan mikroba yang semakin meningkat

seiring dengan bertambahnya waktu

penyimpanan. Menurut Susiwi (2009,

pertumbuhan mikroba pada bahan pangan dapat

mengubah komposisi bahan pangan yang terjadi

melalui mekanisme : (1) hidrolisis pati dan

selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil,

menyebabkan fermentasi gula; (2) hidrolisis

lemak dan menyebabkan ketengikan ; serta (3)

hidrolisis protein dan mneghasilkan bau busuk

dan amoniak. Beberapa mikroba dapat

membentuk lendir, gas, busa, warna, asam,

toksin dan lainnya.

Rasa

Parameter rasa mie basah menjadi hal

penting dalam mengetahui tingkat kesukaan

konsumen, sehingga SNI menetapkan rasa mi

basah harus normal, tidak basi, sehingga layak

untuk dikonsumsi. Hubungan pengaruh lama

penyimpanan terhadap rasa dari mie basah baik

secara hedonik dan skoring dapat dilihat Tabel

12 dan gambar 13.

Gambar 7. Grafik Respon Panelis terhadap

Rasa Mie Basah Mocaf dengan

Penambahan Air Ki dan Sari Kunyit Selama

Penyimpanan Suhu Ruang

Berdasarkan Gambar 13 menunjukkan

bahwa terjadi penurunan rasa secara skoring

dan hedonik. Penurunan rasa mie basah secara

skoring mengalami penurunan dengan

persamaan y = -0,025x + 3,746 dengan

koefisien determinasi R² = 0,743. Nilai -0,025

yang menentukan arah regresi linier yang

bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa rasa

4,05

3,353,2 3,4

3,15 2,95 2,93,55

3,2 3,1 3,3 3,05 3,0 2,9

y = -0,025x + 3,746R² = 0,743

y = -0,014x + 3,414R² = 0,729

0

1

2

3

4

5

0 6 12 18 24 30 36

Ra

sa

Lama Penyimpanan (Jam)

Skoring

Hedonik

Page 19: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

16

mie basah secara skoring semakin menurun

seiring dengan bertambahnya lama

penyimpanan. Bertambahnya lama penyimpanan

menyebabkan penurunan rasa mie basah secara

skroing sebesar -0,025. Nilai koefisien

determinasi 0,743 menunjukkan bahwa 74,3%

rasa mie basah secara skoring dipengaruhi oleh

lama penyimpanan. Sedangkan penurunan rasa

mie basah secara hedonik juga mengalami

penurunan dengan persamaan

y = -0,014x + 3,414 dengan koefisien

determinasi R² = 0,729. Nilai -0,014 yang

menentukan arah regresi linier yang bernilai

negatif. Hal ini menunjukkan bahwa rasa mie

basah secara hedonik semakin menurun seiring

dengan bertambahnya lama penyimpanan.

Bertambahnya lama penyimpanan menyebabkan

penurunan rasa mie basah secara hedonik

sebesar -0,014. Nilai koefisien determinasi 0,729

menunjukkan bahwa 72,9% rasa mie basah

secara hedonik dipengaruhi oleh lama

penyimpanan.

Tingkat penerimaan panelis terhadap

rasa (skoring) berkisar antara 2,90-4,05, skor

tertinggi terdapat pada perlakuan lama

penyimpanan 0 jam dengan 4,05 (rasa normal),

sementara tingkat penerimaan panelis terhadap

rasa (skoring) yang terendah terdapat pada

perlakuan lama penyimpanan terlama yaitu 36

jam dengan kriteria 2,90 (agak normal). Dari

data tersebut menunjukkan bahwa semakin lama

waktu penyimpanan maka akan menyebabkan

perubahan rasa pada mie basah. Perubahan rasa

tersebut disebabkan oleh pertumbuhan mikroba

selama penyimpanan.

Penilaian uji hedonik, rata-rata panelis

memberikan nilai agak suka hingga suka

terhadap rasa mie basah yaitu berkisar antara

2,90-3,55 dengan nilai tertinggi pada perlakuan

0 jam dan nilai terendah pada lama

penyimpanan 36 jam. Hasil analisis statistik

menunjukkan tidak adanya perbedaan yang

nyata terhadap rasa mie basah secara hedonik.

Walaupun terlihat adanya kecenderungan bahwa

semakin lama penyimpanan, maka semakin

rendah tingkat kesukaan panelis yang

dihasilkan.

Kesimpulan

Total mikroba, kadar air, pH, nilai oHue

mie basah mocaf dengan penambahan air ki dan

sari kunyit mengalami peningkatan selama

penyimpanan, sedangkan nilai pH dan mutu

organoleptik (aroma, kenampakan dan rasa) mie

basah mengalami penurunan selama

penyimpanan. Berdasarkan Standarisasi Nasional

Indonesia (SNI) 2987-2015, parameter kadar air

untuk semua perlakuan tidak memenuhi SNI,

adapun total mikroba memenuhi SNI sampai

lama penyimpanan 30 jam serta total kapang

pada semua perlakuan telah memenuhi syarat

mutu SNI. Mie basah mocaf dengan

penambahan air ki dan sari kunyit mampu

bertahan hingga lama penyimpanan 30 jam

dengan total mikroba (9,6 x 105 CFU/gram), total

kapang (<1,0 x 102 CFU/gram), kadar air

(38,33%), nilai pH (4,79), nilai oHue berwarna

kuning kemerahan serta mutu organoleptik yang

dapat diterima konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Amanu, F. N dan W.H. Susanto, 2014. Pembuatan Tepung Mocaf di Maduran (Kajian Varietas dan Lokasi Penanaman) terhadap Mutu dan Rendemen. Jurnal Pangan dan Agroidnustri. 2(3) : 162-269.

Anonim, 2001. Isi kandungan gizi tepung terigu. Http://www.organisais.org/1970/isi-kandungan-gizi-tepung-terigu-komposisi-

Page 20: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

17

nutrisi-bahan-makanan.html (Diakses pada tanggal 18 September 2017).

Anomin, 2016. Pembuatan Mi Basah Sendiri Di Rumah. http://Www.Kuliner123.Com/Cara-Membuat-Mi-Basah-Sendiri-DiRumah/ (Diakses tanggal 24 September 2017).

Anjani, G., 2003. Perubahan Karakteristik Fisik Dan Kimia Gel Aloe Vera Linn Selama Penyimpanan Pasca Panen Dan Pengaruh Penambahan Asam Askorbat Dan Asam Sitrat Terhadap Aktivitas Enzim PPD. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Astawan, M., 2008. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional, 1992. SNI 01-2987-1992. Mie Basah. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

, 2015. SNI 2987-2015. Mie Basah. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

, 2011. SNI 7622-2011. Tepung Mocaf. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) sebagai Bahan Pembuat Mie Kering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

BPS, 2014. Distribusi Perdagangan Komoditi Tepung Terigu Indonesia 2014. Badan Pusat Statistik, Statistics Indonesia.

Cahyadi, W., 2008. Analisis Dan Aspek Bahan Tambahan Pangan Edisi Ke-2. PT Bumie Aksara. Jakarta.

Chamdani. 2005. Pemilihan Bahan Pengawet yang Sesuai pada Produk Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahlia dan A. R. Pulungan, 2011. Penggunaan Abu Merang Padi (Oryza sativa) untuk Pengolahan Snack Cumie-Cumie (Loligo sp) Asap yang Disimpan Secara Vakum. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 16(1) : 12-20.

Departemen Kesehatan RI. 1989. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, 2005. Perbaikan Mutu dan Umur Simpan Mie Basah di Indonesia. IPB. Bogor.

Desrosier, N., 2009. Teknologi Pengawetan Pangan. UI PreJK. Jakarta.

Fatmawati, R., 2009. Produksi Xilitol Dari Hidrolisat Hemieselulosa Jerami Padi (Oryza Sativa) Dengan Khamir Candida Fukuyamaensis UICC Y-247. Universitas Indonesia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Kimia. Depok.

Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Firdaus, R. A., R. Utami dan E. Nurhartadi, 2015. Aplikasi Sari Abu Sabut Kelapa sebagai Bahan Pengenyal dan Pengawet Alami dalam Pembuatan Mie Basah. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 8(2) : 103-104.

Gracecia D. 2005. Profil Mie Basah Yang Diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harahap, N. A., 2007. Pembuatan Mie Basah dengan Penambahan Wortel (Daucus carota L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universita Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Hariyanti, R. D., 2006. Formulasi Mie Basah yang Aman. Artikel publikasi. Www.Pikiran-rakyat.com.

Hartati, S. Y. dan Balitro, 2013. Khasiat Kunyit sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya. Jurnal Puslitbang Perkebunan. 19 : 5-9.

Hayes PR, Forsythe SJ. 1998. Food Hygiene, Microbiology, and HCCP. An Aspen Publication. Maryland.

Hoseney, R. C. 1998. Principles Cereal Science and Technology. Second Edition. American AJKociation of Cereal Chemists, inc. St. Paul, Minnesota.

Irviani, L. I. Dan F.C. Nisa, 2014 Kualitas Mie Kering Tersubstitusi Mocaf. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(1) : 215-225.

Koswara, S., 2009. Teknologi Pengolahan Mie. eBook.Pangan.Com Diakses tanggal 19 November 2017.

Lala, F.H., B. Susilo dan N. Komar, 2013. Uji Karakteristik Mie Instan Berbahan Baku Tepung terigu dengan Substitusi Mocaf. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 1(2) : 11-20.

Liandani, W dan E. Zubaidah., 2015. Formulasi Pembuatan Mi Instan Bekatul (Kajian Penambahan Tepung Bekatul terhadap Karakteristik Mi Instan). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(1):174-185.

Page 21: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

18

Muchtadi, T. R., 2008. Teknologi Proses pengolahan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mugiarti, 2001. Mempelajari pengaruh substitusi tepung kedelai pada pembuatan mie basah (Boiled Noodle). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Murniati, 2015. Rasio Konsentrasi Tepung Terigu, Tepung Mocaf, Bubu Jagung Manis dan Tepung Lombos Terhadap Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik Mie Kering. Skripsi. Universitas Mataram. Mataram.

Nugraheni, D. M., T. W. Handayani, dan A. Utama., 2013. Teknologi Pengembangan Mocaf (ModifiedCaJKava Flour) Untuk Peningkatan Diversifikasi Pangan dan Ekonomie. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Pahrudin, 2006. Aplikasi Bahan Pengawet Untuk Memperpanjang Umur Simpan Mie Basah Matang. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green dan S.R.J. Robbins. 1981. Spices. Vol 2. Longman Inc., New York.

Puspasari, K., 2007. Aplikasi Teknologi dan Bahan Tambahan Pangan untuk Meningkatkan Umur Simpan Mie Basah Matang. Skripsi. Istitut Teknologi Bandung. Bandung.

Radji, M. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. EGC. Jakarta.

Rahma R.A, dan S.B. Widjanarko., 2014. Pembuatan Mi Basah Dengan Substitusi Parsial Mocaf (Modified CaJKava Flour) terhadap Sifat Fisik, Kimia Dan Organoleptik (Kajian Penambahan Tepung Porang dan Air). Jurnal Teknologi asil Pengolaan.2(1): 20-29.

Riandi, A.N. 2007. Pengaruh Penambahan Sari Temu Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.)dan Garam Dapur (NaCl) Terhadap Mutu Simpan Mi Basah Matang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Riskesdas, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI.

Rosmeri, V. I. dan B. N. Monica, 2013. Pemanfaatan Tepung Umbi Gadung

(Dioscorea hispida Dennst) dan Tepung Tepung singkong fermentasi (Modified CaJKava Flour) sebagai Bahan Substitusi dalam Pembuatan Mie Basah, Mie Kering, dan Mie Instan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(2) : 246-256.

Saha, B. C., 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in Biotechnology, In: Lignocellulocic Biodegradation, American Chemichal Society, Washington, D.C.

Said, A., 2001. Khasiat dan Manfaat Kunyit. PT Sinar Wadja Lestari. Jakarta.

Sayono, 2008. Pengaruh Modifikasi Ovitrap terhadap Jumlah Nyamuk Aedes yang Terperangkap. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Serie, E. T., H. Nur’aini dan R. Hidaiyanti, 2014. Pengaruh Penambahan Sari Abu Jerami Dan Sari Kunyit terhadap Elastisitas dan Mutu Organoleptik Mie Basah. AGRITEPA. 1(1) : 52-62.

Shiddiiqah, A., 2017. Pegaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air dan Jumlah Mikroba pada Mie Basah dari Komposit Tepung Ubi Jalar Ungu dan Tepung Tapioka. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Sihombing, 2007. Aplikasi Sari Kunyit (Curcuma domestica) sebagai Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Standar Nasional Indonesia, 1992. SNI 01-2987-1992. Mi Basah. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Solihin, Muhtarudin, dan Sutrisna, R. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Kualitas Fisik dan Sebaran Jamur Wafer Limbah Sayuran dan Umbi-Umbian. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 3 (2): 48 – 54.

Sopandi, T dan Wardah. 2014. Mikrobiologi Pangan – Teori dan Praktik. ANDI. Yogyakarta.

Subagio, A., W. Siti, Y. Witono, dan F. Fahmie, 2008. Prosedur Operasional Standar (SOP) Produksi Mocal Berbasis Klaster. Bogor : Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFEST) Center, Institut Pertanian Bogor.

Soekarto, S.T., 1985. Penelitian Organoleptik. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Sukoco, D. H., 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Mocaf (Modified CaJKava Flour) dan Penambahan Puree Wortel (Daucus

Page 22: PERUBAHAN MUTU MIKROBIOLOGI, KIMIA, FISIK DAN …eprints.unram.ac.id/7921/1/Artikel hasfi Yuliana.pdfartikel ilmiah oleh hasfi yuliana j1a 014 038 agroindustri universitas mataram

19

Carota L) Terhadap Sifat Organoleptik Mie Telur. E-Journal Boga. 2(3) : 25-33.

Susilo I, Irianto dan E. Hari, 2008. Dukungan teknologi Penyedian Produk Perikanan. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia 2008

Susiwi, 2009. Kerusakan Pangan. Penerbit UPI. Jakarta.

Sutrisno, A. D., Y. Garnida dan W. Marayani, 2014. Aplikasi Asap Cair Tempurung Kelapa terhadap Umur Simpan Mie Basah (Triticum sp). Pasundan Food Technology Journal. 1(1).

Tarwiyah, 2001. Minyak Atsiri Jahe. http://www.ristek.go.id (Diakses tanggal 20 Maret 2018).

Wahidin, S., M. As’ad, C. N. Laksmiesari, dan D. M. Ramadhani, 2011. Aplikasi Pemanfaatan Air Ki (Air Rendaman Abu Jerami) Sebagai Bahan Pengawet Alternatif Pada Tahu. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wahyuningsih, S. B., B. Kunarto dan A. Sampurno, 2009. Kajian Mutu Tepung Mocaf (Modified CaJKava Flour) yang Dibuat dengan Berbagai Metode, Aplikasinya untuk Mie Kering dan Analisi Ekonomienya. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Semarang. Semarang.

Wardani, Y., 2017. Pengaruh Penambahan Tepung Beras Merah Dan Karagenan Terhadap Kualitas Produkmi Basah (Shomein). Skripsi. Universitas Mataram. Mataram.

Widyaningsih, T. D. Dan Murtini, E. S., 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Winarno, 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. Dan I. S. Rahayu, 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Winarto, I. W., 2004. Hasiat dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Winarti, C., dan N., Nurdjanah, 2005. Peluang Tanaman Rempah dan Obat sebagai Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. 24(2) : 47-55.

Yulianti, 2016. Pengaruh Penambahan Garam dan Asam Jawa terhadap Mutu dan Masa Simpan Ikan Lemuru (Sardinella Sp)

Kering. Skripsi. Universitas Mataram. Mataram.