BAB IPENDAHULUAN
Periode postpatum atau pascapersalinan, sering juga disebut
trimester keempat kehamilan. Periode ini dikenal dengan masa nifas
(puerperium). Puerperium berasal dari bahasa Latin, yaitu puer yang
artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah
melahirkan. Masa ini dimulai dari kelahiran plasenta sampai 6
minggu.(1) Pada masa ini, terjadi proses pengembalian organ-organ
reproduksi seperti keadaan sebelum kehamilan. Perubahan fisiologis
yang terjadi sangat jelas, dimana proses-proses pada kehamilan
berjalan terbalik. Berbagai macam sistem organ memiliki waktu yang
berbeda untuk proses ini, namun sebagian besar mengalami pemulihan
dalam kurun waktu 6 minggu.(2) Periode pascapersalinan dibagi
menjadi tiga periode puerperium yaitu sebagai berikut.(1)(2)
immediate puerperium yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan. Masa
ini dimulai segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.
Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan
karena atonia uteri. Oleh karena itu, harus dipantau kontraksi
uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu. early
puerperium yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu. Pada fase ini
harus dipastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik. late puerperium yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu
pascapersalinan. Pada periode ini perawatan tetap dilakukan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.Periode pascapersalinan
meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi dan keluarganya secara
fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju dan negara
berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak
tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang
sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko
kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada
masa nifas(3) Meskipun puerperium merupakan periode low-risk,
keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa atau komplikasi serius
dapat terjadi, sehingga keadaan ini harus dikenali dan ditangani
dengan tepat.(4)Dalam masa ini, harus dilakukan beberapa hal
sebagai berikut.(2) Memulihkan kesehatan maternal ibu dan mencegah
terjadinya keadaan sakit Mempertahankan kesehatan bayi dan mencegah
terjadinya keadaan sakit Mengadakan pemberian makanan bayi Edukasi
ibu mengenai kesehatan bayi dan kesehatan dirinya di masa yang akan
datangSelama masa nifas paling sedikit dilakukan 4 kali kunjungan.
Untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, mencegah, mendeteksi
dan menangani masalah-masalah yang terjadi.(3)
BAB IIPEMBAHASAN
2.1. Perubahan pada Sistem Reproduksia. UterusProses kembalinya
uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut
involusi.(5) Involusi uterus terdiri atas:(6)(1) StrukturPerubahan
struktur yang terjadi dalam proses involusi uterus terjadi melalu
tiga proses, yaitu: (I) autolisis dari serat otot yang berlebihan,
(II) pembuluh darah yang mengalami obliterasi oleh trombosis dan
menjadi degenerasi sementara sisanya bertransformasi menjadi
jaringan elastik, dan (III) desidua, kecuali basal layer, mengalami
pemisahan. Involusi uterus dimulai segera setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus dan berlangsung sangat
cepat.(5)(6)
Gambar 1(5)Otot wanita hamil, wanita tidak hamil dan wanita
pascapersalinanOtot berkontraksi di sekitar pembuluh darah pada
area dimana tempat melekatnya plasenta. Kontraksi ini mengontrol
perdarahan dari area yang ditinggalkan ketika plasenta telah
terlepas. Uterus akan berkurang ukurannya karena otot mulai
meregang dalam beberapa bulan, berkontraksi dan kembali ke bentuk
dan ukuran semula.(7)Meskipun sejumlah sel tidak mengalami
perubahan, sel otot yang membesar dari uterus yang mengalami
katabolisme mengubah protein sitoplasma yang menyebabkan terjadinya
reduksi dalam ukuran sel. Hasil dari proses katabolisme diabsorbsi
oleh aliran darah dan dieksresi dalam urine sebagai sisa
nitrogen.(7)Regenerasi dari lapisan epitel uterus berlangsung
segera setelah kelahiran bayi. Bagian portio yang lebih luar dari
lapisan endometrium keluar bersama plasenta.(7) Dalam 2-3 hari,
sisa-sisa desidua berpisah menjadi dua lapisan, yaitu:1.
Superficial Layer. Lokia merupakan lapisan superfisial desidua
endometrium yang terlepas karena terjadi nekrosis. Lapisan ini
keluar melalui vagina selama 3 minggu pertama
pascapersalinan.(8)(9)2. Basal Layer (berbatasan dengan miometrium)
merupakan kelenjar endometrial residu. Lapisan ini akan berubah
menjadi endometrium yang baru. Regenerasi dari endometrium, kecuali
pada tempat melekatnya plasenta akan membaik dalam waktu 16 hari
setelah kelahiran bayi.(7)(8)Peningkatan kadar estrogen dan
progesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan uterus selama masa
hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia,
peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel
yang sudah ada. Pada masa pascapersalinan penurunan kadar
hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan
secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab
ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil. Intensitas
kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, di duga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai
terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh
agregasi trombosit dan pembekuan bekuan. Hormon oksigen yang
dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi
uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama
1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksibisa
berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk
mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan
oksitosin secara intavena atau intramuskular diberikan segera
setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya,
dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir
karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan
oksitosin.(1)(2)(7)(2) BeratBerat uterus sesaat setelah melahirkan,
termasuk janin, plasenta, membran, dan cairan amnion adalah
sejumlah 1000 gram. Dalam 1 minggu, berat uterus menurun hingga 500
gram, dan dalam 6 minggu, berat uterus menjadi 50 gram, yaitu berat
uterus pada keadaan tidak hamil. Uterus pada seorang wanita
multipara biasanya lebih berat dan tidak ada akan pernah kembali ke
proporsi nulipara.(1)(5)(6)(7)Dalam 6 minggu setelah persalinan,
uterus mulai menyusut hingga 50-100 gram.(10)(3) UkuranLokasi dari
fundus uteri membantu untuk menentukan bahwa involusi uterus
berlangsung secara normal. Fundus dapat dipalpasi pada pertengahan
antara simfisis os pubis dan umbilikus. Dalam 12 jam, ukuran fundus
meningkat setinggi umbilikus atau di atas maupun di bawah
umbilikus.(7)Pada hari kedua, fundus turun kira-kira 1 cm, atau 1
jari per harinya. Biasanya fundus turun ke kavitas pelvis dalam 14
hari dan tidak dapat dipalpasi pada abdomen. Proses normal ini akan
lebih lambat ketika uterus mengalami distended selama kehamilan
dengan lebih dari satu janin, janin yang besar, atau
polihidramnion. Ketika proses involusi tidak berjalan seperti
semestinya, subinvolusi dapat terjadi. Subinvolusi dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum.(7) Gambar
2(7)Involusi uterus. Tinggi fundus uterus berkurang kira-kira 1 cm
tiap hari dan tidak teraba lagi pada hari ke-14
Gambar 3(11)Involusi uterus pada masa nifasKeterlambatan
involusi uterus menandakan infeksi uterus, retensi produk plasenta
atau fibroid dalam dinding uterus.(12)Gambaran karakteristik
makroskopis anatomi dan histologi dari proses involusi berdasarkan
autopsi, histerektomi dan spesimen biopsi endometrium. Penurunan
ukuran uterus selama masa puerperium digambarkan dengan pemeriksaan
MRI serial.(1)
Gambar 4(1)Pemeriksaan MRI serial, tampak perubahan uterus(A) 30
jam setelah melahirkan (B) 1 minggu (C) 2 minggu (D) 6 minggu (E) 6
bulan
Gambar 5(5)Gambaran uterus pada nulipara dan multipara
Gambar 6(5)Perubahan uterusInvolusiTinggi Fundus UteriBerat
Uterus
Bayi baru lahirSetinggi tali pusat1000 gr
Uri lahirDua jari dibawah pusat750 gr
Satu mingguPertengahan pusat-sympisis500 gr
Dua mingguBertambah kecil350 gr
Enam mingguSebesar normal50 gr
Delapan minggu30 gr
b. Tempat Implantasi PlasentaTerjadi kontraksi uterus yang
meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada
lokasi perlekatan plasenta (plasenta site) sehingga jaringan
perlekatan antara plasenta dan dinding uterus mengalami nekrosis
dan lepas. Diameter rata-rata dari plasenta 18 cm, dengan cepat
uterus menurun diameternya menjadi 9 cm dari tempat melekatnya
plasenta. Plasental site, yang berukuran diameter 8-10 cm (3-4
inci), mengalami penyembuhan melalui proses exfoliation (pelepasan
jaringan yang mati). Dalam 3 hari pertama, placental site
diinfiltrasi oleh granulosit dan sel mononuclear, sebuah reaksi
yang sampai pada endometrium dan superfisial myometrium. Pada hari
ketujuh, ada bukti dari regenerasi kelenjar endometrium, seting
tampak atipikal, dengan bentuk kromatin yang ireguler, bentuk yang
berbeda-beda, dan pembesaran nukleus, pleomorfik, dan peningkatan
sitoplasma. Endometrium baru biasanya dihasilkan pada tempat dari
sisi-sisi dan dari kelenjar-kelenjar dan jaringan yang tersisa pada
lapisan dalam dari desidua setelah pemisahan dari plasenta. Proses
ini meninggalkan lapisan halus dan spongi endometrium, seperti saat
sebelum kehamilan dan biasanya meninggalkan lapisan uterus yang
bebas dari jaringan skar. Skar pada lapisan uterus mungkin
berhubungan dengan implantasi pada kehamilan selanjutnya. Sesudah 2
minggu diameternya berkurang menjadi 3,5 cm. Biasanya jaringan
mengalami nekrosis dan lepas dalam waktu 6 minggu setelah
melahirkan. (1)(7) Kegagalan atau kelambatan penyembuhan dari
tempat menempelnya placenta disebut sub involusi tempat menempelnya
plasenta dapat menyebabkan pengeluaran lokia terus menerus,
perdarahan pervaginam tanpa nyeri.(1)
Gambar 7(13)Cross section uterus. Gambar ini menunjukkan
involusi placental site pada waktu yang bervariasi setelah
persalinanc. AfterpainsKontraksi uterus yang intermitten, dikenal
dengan afterpains, yang merupakan sumber ketidaknyamanan bagi
banyak wanita setelah melahirkan. Keadaan ini lebih akut terjadi
pada multipara karena regangan berulang dari muscle fibers hingga
kehilangan tonus otot yang dapat mengakibatkan kontraksi dan
relaksasi berulang pada uterus.(7)Uterus pada wanita primipara
berkontraksi, tetapi mungkin juga mengalami severe afterpains jika
uterusnya mengalami overdistended oleh karena kehamilan ganda atau
lebih, kehamilan besar, atau polihidramnion, atau jika adanya
bekuan darah. Aterpains biasanya memberat ketika menyusui.
Oxytocin, yang dikeluarkan dari pituitary posterior menstimulasi
rekfleks pengeluaran air susu, dan juga menstimulasi kontraksi kuat
pada otot-otot uterus.(7)Pada primipara, tonus uterus meningkat
sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi
yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri
yang bertahan sepajang awal puerperium. Rasa nyeri setelah
melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus
teralu teregang (misalnya, pada bayi besar, kembar). Menyusui dan
oksitosin tembahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya
merangsnag kontraksi uterus.(1)Ada beberapa hal yang dapat
dianjurkan kepada ibu yang mengalami afterpains yaitu sebagai
berikut.(14) Memposisikan pada poisi prone Meletakkan botol air
hangat di atas perut Memastikan kandung kemih selalu dikosongkan
Meminum air hangat Mengkonsumsi analgetikd. LokiaDischarge vagina
yang dikenal dengan lokia pada masa puerperium berasal dari
plasental site.(12) Lokia rubra/kruenta (merah kecoklatan)
merupakan cairan bercampur darah segar, dengan partikel-partikel
kecil dari sisa-sisa penebalan dinding rahim (desidua) dan
sisa-sisa trofoblas/penanaman plasenta (selaput ketuban) serta
mukus. Biasanya berbau amis dan keluar sampai hari ke-3 atau ke-4
pascapersalinan.(7)Lokia sanguinoleta berwarna merah kekuningan
berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7
pascapersalinan.(7L)Jumlah darah berkurang pada hari keempat,
ketika leukosit keluar menandakan terjadinya proses penyembuhan.
Warnanya berubah dari merah menjadi pink atau sedikit cokelat.
Lokia ini dikenal dengan lokia serosa. Lokia serosa terdiri dari
eksudat serosa, eritrosit, leukosit, dan mucus serviks. Cairan ini
seromukopurulen dan berbau khas. 10-15% wanita akan mengeluarkan
lokia serosa selama 6 minggu pascapersalinan.(1)(7)Sekitar hari
kesebelas, komponen eritrosit menurun. Discharge menjadi putih,
krem, dan kuning terang yang dikenal dengan lokiaalba. Lokia alba
mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, lemak, mucus serviks
dan bakteri. Hal ini mungkin menetap hingga minggu ketiga tetapi
ada kemungkinan hingga minggu keenam.(7)Lokia parulenta. Ini karena
terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk.(14)Lokiaotosis. Lokia tidak lancar keluarnya.(7)Usia
reproduksi, paritas, berat bayi, dan menyusui tidak mempengaruhi
durasi dan jumlah lokia.(13) Volume total lokia kira-kira 250 ml
dan biasanya ibu dianjurkan untuk menggunakan external pad
dibanding tampan untuk absorpsi. Ini mungkin dapat meminimalisir
resiko terjadinya infeksi. Selama dua jam pertama setelah lahir,
jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah
maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut,
aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang.(15)
Gambar 8(7)Panduan untuk menilai jumlah lokia pada perineal
padAliran lokia sering menjadi lebih banyak ketika ibu bangun dari
tempat tidur untuk pertama kalinya atau setelah tidur karena
gravitasi menyebabkan darah berkumpul di vagina selama beberapa jam
dan akan segera mengalir bila ibu berdiri.(7) Lokia yang tetap
berwarna merah dan masih dalam jumlah yang banyak mengindikasikan
keterlambatan involusi dari uterus. Hal ini dapat diasosiasikan
dengan retensi dari sebagian jaringan plasenta dalam uterus atau
dengan infeksi. Jika jaringan plasenta mengalami retensi, uterus
mungkin membesar dan serviks akan tetap membuka. Bahan-bahan yang
mengalami retensi dapat ditemukan melalui pemeriksaan USG. Kuretase
kadang diperlukan, terutama jika terdapat peningkatan jumlah
kehilangan darah dan pengeluaran gumpalan darah.(12)Lokia yang
banyak mungkin mengindikasikan suatu infeksi pada uterus, meskipun
organisme yang menginfeksi hanya berupa saprophyticus. Infeksi
virus dengan streptococcus hemoliticus biasanya tidak disertai
dengan bau yang menyengat.(12)Perlu diingat bahwa tidak semua
perdarahan pervaginam pascapartum adalah lokia. Sumber umum ialah
laserasi atau serviks yang tidak diperbaiki dan perdarahan bukan
lokia.(12)Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa
memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit
sampai efek obat hilang. Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang
keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat,
jika klien melakukan ambulasi dan menyusui.(1)Lokia rubra yang
menetap pada awal periode pascapartum menunjukkan perdarahan
berlanjut sebagai akibat periode pascapartum menunjukkan perdarahan
berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang
tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke-10
pascapartum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta
yang mulai memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan
mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau
lokia alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis.(7)Setelah
minggu 5-6, sekresi lokia menghilang yang menunjukkan bahwa proses
penyembuhan endometrium sudah hampir sempurna. Lokia yang sangat
berbau tidak sedap apalagi bila disertai dengan gejala sistemik
berupa tanda tanda infeksi menandakan adanya endometritis.(12)
e. Serviks
Gambar 9(5)Penampakan serviks pada ibu dengan nulipara dan ibu
multipara
Gambar 10(7)Penampang serviksSelama kehamilan, serviks
kehilangan elastisitasnya. Epitel serviks meningkat dalam ketebalan
dan kelenjar serviks menunjukkan hyperplasia dan hipertofi. Dalam
stroma, reaksi desidua tampak jelas. Perubahan ini diikuti dengan
peningkatan substansi dalam vaskularisasi serviks. Pemeriksaan
kolposkopik dapat dilakukan setelah persalinan untuk melihat
ulserasi, laserasi atau ekimosis dari serviks. Serviks
bengangsur-angsur melunak selama masa puerperium. Regresi epitel
serviks berlangsung dalam 4 hari setelah persalinan dan pada akhir
minggu pertama, edema dan perdarahan pada serviks mulai berkurang.
Hipertrofi dan hiperplasia vaskuler menetap pada minggu pertama.
Seminggu setelah persalinan, serviks memendek dan konsistensinya
menjadi lebih padat. Serviks tidak pernah kembali ke keadaan awal
meskipun telah mengalami penyembuhan karena akan meninggalkan
dilatasi dari 10 cm menjadi 2-3 cm.(1)(4)(5)(11)
f. Vulva dan VaginaSegera setelah melahirkan dinding vagina
tampak edema, memar serta rugae atau lipatan-lipatan halus tidak
ada lagi. Vagina dan vulva tampak meregang selama persalinan. Pada
minggu ketiga, vagina akan mengecil dan timbul rugae
(lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Rugae tampak pada
vagina, dan labium kembali normal namun lebih besar dibanding pada
kondisi nulipara. Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula
sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum
hamil enam samapi 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat walaupun tidak akan semenonjol
pada wanita nulipara. Pada umunya rugae akan memipih secara
permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui
sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan
mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan
estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus
(dispareunia) menetap samapi fungsi ovarium kembali normal dan
menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan
pelumas larut air saat melakukan hubunagn seksual untuk mengurangi
nyeri.(2)(4)
Gambar 11(5)Gambaran vagina wanita postpartumHanya karunkula
mirtiformis yang bersisa yang merupakan bagian dari robekan himen.
Ini merupakan bukti dari kehamilan sebelumnya. Labia mayora dan
minora tampak teregang dan tidak licin. Perlukaan vagina yang tidak
berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin
ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus
diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat
pada pemeriksaan spekulum.(5)
g. PerineumArea diantara vagina dan rektum disebut perineum.
Terjadinya robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi digaris tangan dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlebih dahulu dan terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil dari pada biasanya, kepala janin melewati pintu panggul
bawah dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia
suboksipito bregmatika.(14)(16)Pada daerah perineum akan tampak
goresan akibat regangan pada saat melahirkan. Biasanya setelah
melahirkan, perineum menjadi agak bengkak/ edema/ memar dan mungkin
ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomi. Bila dilakukan
episiotomi akan menyebabkan rasa tidak nyaman dan pemulihan lebih
lambat. Namun tanpa atau dengan dilakukannya episiotomi, perineum
akan tetap mengalami edema dan kelihatan memar. Proses penyembuhan
luka episiotomi sama seperti luka operasi lain. Perhatikan
tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi seperti nyeri, merah,
panas, bengkak atau keluar cairan tidak lazim. Penyembuhan luka
biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan. Pada awalnya,
introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada daerah
episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat,
pencegahan, atau pengobatan dini hematoma dan higienea yang baik
selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat
introitus dengan mudah dibedakan dari introitus pada wanita
nulipara. Ketidaknyamanan dari tindakan episiotomi atau laserasi
perineum dapat diminimalisir dalam 24 jam pertama dengan icebag
untuk mengurangi respon inflamasi edema. Heat lamp atau Sitz bath
lebih membantu pada hari pertama persalinan untuk membantu
mobilisasi cairan jaringan. Proses penyembuhan luka episotomi sama
dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas,
bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa
terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga
minggu.(9)(10)Hemoroid (varises anus) umunya terlihat. Wanita
sering mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman,
dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defekasi. Ukuran
hemoroid biasanya mengecil beberapa mingggu setelah lahir.(7)
h. PayudaraPayudara disiapkan untuk proses laktasi selama
kehamilan. Payudara dapat membengkak karena sistem vaskularisasi
dan limfatik disekitar payudara dan mengakibatkan perasaan tegang
dan sakit.(4)
Gambar 12(5)Payudara pada ibu postpartum
ASI tidak dihasilkan hingga 3-4 hari pertama setelah
melahirkan.(14)Colostrum disekresikan dalam beberapa hari pertama
setelah melahirkan. Karakteristik colostrum adalah sebagai
berikut.(14) Cairan berwarna kuning Mengandung tinggi protein dan
garam anorganik dibanding ASI Rendah lemak dan karbohidrat
dibanding ASI Mengandung antibodi dalam kadar yang tinggi, yang
dapat melindungi bayi dari infeksi Mengandung nutrisi yang lebih
rendah dibanding ASI Berperan sebagai laxative untuk bayi yang baru
lahir
Gambar 13(17)Struktur dari payudara pada ibu yang menyusuiCairan
ini juga mengandung mineral, protein, lemak, antibodi, komplemen,
makrofag, limfosit, lisosim, laktoferin, dan laktoperoksidase.
Colostrum disekresikan oleh payudara ibu dalam 3 hari pertama
pascapersalinan. Dengan adanya sekresi air susu ibu, payudara
menjadi lebih besar, terasa sakit terutama pada saat bayi
menghisap. Hal ini disebut breast engorgement. Engorgement adalah
suatu pembengkakan payudara akibat peningkatan aliran darah, edema
dan air susu. Hal ini sering menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu
karena menimbulkan rasa nyeri, juga sering menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu (puerperal fever).(7)(8)(10) Oksitosin dibutuhkan
untuk pengeluaran air susu. Hormon ini disekresikan oleh kelenjar
hopofisis posterior dan menyebabkan air susu dikeluarkan dari
alveoli ke duktus laktiferus selama proses menghisap. Pengeluaran
air susu ke duktus lactiferus terjadi karena kontraksi sel-sel
mioepitel. Proses ini bergantung pada sekresi oksitosin dan
rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi (6)(7)(8)
2.2. Perubahan pada Sistem KardiovaskulerSistem kardiovaskular
akan kembali pada keadaan sebelum kehamilan dalam kurun waktu 2
minggu pascapersalinan.(4)Perubahan pada sistem Kardiovaskuler dan
Koagulasi selama masa nifas(17)Early PuerperiumLate Puerperium
Cardiovascular
Heart RateFall 14% by 48 hNormal by 2 weeks
Stroke VolumeRise over 48 hNormal by 2 weeks
Cardiac OutputRemains elevated and then falls over 48 hNormal by
24 weeks
Blood PressureRises over 4 daysNormal by 6 weeks
Plasma VolumeInitial increase and then fallProgressive decline
in first week
Coagulation
FibrinogenRise in first weekNormal by 6 weeks
Clotting FactorsMost remain elevatedNormal by 3 weeks
Platelet CountFall and then riseNormal by 6 weeks
FibrinolysisRapid reversal of pregnancy inhibition of tissue
plasminogen activatorNormal by 3 weeks
Cardiac Output mencapai puncaknya segera setelah persalinan pada
80% pasien. Hal ini diikuti dengan peningkatan tekanan vena dan
peningkatan stroke volume. Segera setelah ibu melahirkan, keadaan
tersebut dapat meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60
menit. Nilai tersebut meningkat pada semua jenis kelahiran atau
semua pemakaian konduksi anestesi. Peningkatan ini disebabkan
karena (1) peningkatan aliran darah balik ke jantung ketika darah
dari uteroplasenta kembali ke sirkulasi sentral, (2) penurunan
tekanan pada pembuluh darah akibat uterus yang membesar karena
hamil, dan (3) mobilisasi dari cairan ekstraseluler yang belebih ke
kompartemen vaskuler. Peningkatan cardiac output, disebabkan oleh
peningkatan stroke volume, menetap kira-kira 48 jam setelah
kelahiran bayi. Berangsur-angsur, cardiac output kembali ke level
normal pada sebagian wanita dalam 6-12 minggu setelah kelahiran
bayi.(7)(8)(11)Tubuh mengalami diuresis dan diaforesis untuk
mengeluarkan kelebihan plasma. Volume plasma lebih banyak hilang
pada 72 jam pertama selama masa persalinan.(7) Diuresis
(meningkatnya eksresi urine) terjadi karena penurunan hormon
adrenal aldosteron, yang meningkat selama hamil untuk menetralkan
efek pembuangan garam dari progesteron. Penurunan kadar oksitosin,
yang menaikkan penyerapan cairan, juga berkontribusi tehadap
terjadinya diuresis. Output urine 3000 ml per hari, terutama pada
hari 2-5 postpartum.(7) Diaforesis (berkeringat) terjadi juga untuk
mengurangi cairan tubuh. Meskipun tidak secara signifikan,
diaforesis dapat menjadi tidak nyaman bagi ibu dan dapat ditangani
dengan mandi dan mengenakan pakaian kering.(7)Perubahan signifikan
yang terjadi pada masa kehamilan juga berpengaruh pada kemampuan
tubuh untuk koagulasi darah dan membentuk gumpalan. Selama hamil,
kadar plasma fibrinogen dan faktor lainnya yang dibutuhkan untuk
koagulasi meningkat. Hai ini terjadi sebagai proteksi dari
perdarahan postpartum. Akibatnya, tubuh ibu memiliki kemampuan
untuk membentuk bekuan atau gumpalan dan mencegah terjadinya
perdarahan hebat. Aktifitas fibrinolitik (mampu untuk menghancurkan
bekuan atau gumpalan) akan menurun selama kehamilan. Meskipun
fibrinolisis meningkat sesaat setelah persalinan pada masa
puerperium, peningkatan faktor pembekuan berlanjut hingga beberapa
hari, yang menyebabkan resiko terjadinya trombus. Hal ini
memerlukan waktu 4-6 minggu sebelum hemostasis kembali ke keadaan
normal ketika sebelum hamil.(7)Sampai pada 10 hari pertama pasca
persalinan, peningkatan faktor pembekuan dalam kehamilan akan
menetap dan diimbangi dengan kenaikan aktivitas
fibrinolisis.(7)Meskipun insidensi tromboflebitis menurun dengan
dilakukannya ambulasi pada masa postpartum, ibu juga mengalami
peningkatan resiko terbentuknya trombus. Wanita yang memiliki vena
varises, riwayat tromboflebitis, atau riwayat sesar merupakan
resiko tahap lanjut dan ekstremitas bawah harus dimonitor.(7) Di
samping faktor pembekuan, komponen lain dari darah juga berubah
selama masa postpartum. Leukositosis sering terjadi, dengan WBC
meningkat hingga 30.000/mm3 selama persalinan dan sesaat pada
periode postpartum. Rata-rata meningkat 14.000-16.000/mm3. WBC
turun kembali hingga nilai normal dalam waktu 6 hari setelah
melahirkan. Neutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak,
yang meningkat sebagai respon inflamasi, nyeri dan stres untuk
memproteksi diri. Keberadaan leukositosis disertai peningkatan
normal laju endap darah merah dapat membingungkan dalam menegakkan
diagnosis infeksi akut selama waktu tersebut.(7)Kadar hemoglobin
dan hematokrit maternal sulit pada beberapa hari setelah persalinan
karena remobilisasi dan ekskresi yang cepat dari cairan tubuh yang
berlebih. Hematokrit akan rendah kadarnya jika plasma meningkat dan
mengalami dilusi. Kelebihan cairan yang diekskresi, delusi
berangsur-angsur berkurang. Hematokrit seharusnya kembali pada
keadaan normal dalam 4-6 minggu kecuali jika kehilangan darah
terjadi sangat banyak.(7)Pada 24 jam pertama terjadi Hipervolemia
state. Hipervolemia terjadi akibat adanya pergeseran cairan
ekstravaskular ke dalam ruang intravaskular. Hipervolemia yang
menimbulkan 30%-45% peningkatan volume darah, membiarkan wanita
untuk mentoleransi kehilangan darah yang terjadi selama persalinan
tanpa efek sakit. Lebih dari 500 ml darah yang hilang pada
persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 ml kehilangan darah pada
kelahiran sesar.(7)Menggigil dapat terjadi segera setelah
melahirkan. Hal ini disebabkan karena instabilitas vasomotor, bila
tidak disertai panas hal ini tidak berarti. Untuk mengeluarkan
jumlah cairan yg banyak, sisa-sisa pembakaran banyak dikeluarkan
melalui keringat dan sering terjadi pada malam hari.(1)
2.3. Perubahan pada Sistem UrinariusGinjal kembali ke keadaan
normal dalam waktu 2-3 bulan setelah persalinan. Dilatasi dari
renal pelvis, calyx, dan ureter berakhir pada minggu keenam dan
kedelapan untuk sebagian besar wanita meskipun itu dapat berlanjut
sampai 16 minggu untuk beberapa wanita.(7)Protein dan aseton
mungkin ada pada urine pada beberapa hari pertama kelahiran.
Kira-kira 40 % wanita post partum mempunyai proteinuria fisiologis
(dalam 1-2 hari). Demi pemeriksaan laboratorium yang akurat,
specimen diambil langsung dari kateter agar tidak terkontaminasi
dengan lokia. Aseton menandakan dehidrasi yang sering tejadi pada
saat persalinan terutama pada persalinan yang lama. Proteinuria
biasanya merupakan hasil proses katabolisme dari involusi uterus.
Gula pada laktosa kadang juga ditemukan. Hematuria yang terjadi
menandakan adanya trauma pada kandung kemih waktu
persalinan.(7)
Gambar 14(7)Kandung kemih yang penuh dan fundusBeberapa wanita
mengalami kesulitan dalam pengeluaran urine selama hari pertama
atau kedua setelah persalinan. Perubahan selama kehamilan
menyebabkan vesika urinaria dari wanita postpartum mengalami
peningkatan kapasitas dan penurunan tonus otot. Kapasitas menahan
kandung kemih meningkat karena tiba-tiba kandung kemih punya banyak
ruang untuk mengembang, sehingga kebutuhan untuk berkemih menjadi
jarang.(7)(12) Selama persalinan, uretra, vesika urinaria, dan
jaringan di sekitar meatus urinaria mungkin menjadi edema dan
mengalami trauma karena kepala janin berada di bawah kandung kemih.
Akibatnya, sensitifitas kandung kemih akan berkurang terhadap
tekanan cairan dan beberapa ibu memiliki sedikit atau tidak sama
sekali sensasi miksi ketika kandung kemih mengalami distensi dan
dapat terjadi retensi terhadap urine residu.(7)Retensi urine dan
distensi berlebihan dari kandung kemih dapat menyebabkan dua
komplikasi, yaitu infeksi traktus urinarius dan perdarahan
postpartum. Infeksi traktus urinarius terjadi ketika urine statis
dalam waktu yang lama sehingga bakteri dapat menginfeksi. Resiko
perdarahan postpartum meningkat karena ligamen uterus, yang
meregang selama kehamilan, menyebabkan uterus yang berpindah ke
atas dan ke samping karena kandung kemih yang penuh. Hal ini
mengakibatkan ketidakmampuan otot uterus untuk berkomtraksi (atonia
uteri), dan akhirnya menyebabkan perdarahan hebat. Dilatasi kandung
kemih, ureter, dan ginjal meningkat pada minggu pertama setelah
melahirkan dan kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8
minggu kemudian.(7)Inkontinensia stres terjadi selama kehamilan
biasanya meningkat dalam 3 bulan setelah melahirkan. Untuk beberapa
wanita, masalahini dapat diselesaikan dengan latihan (Kegel
exercise) dan waktu untuk penyembuhannya.(7)Berkemih tidak mudah
bagi sebagian besar wanita dalam 24 jam pertama pascapersalinan.
Beberapa wanita merasa tidak ingin berkemih sama sekali, yang lain
merasa ingin berkemih tetapi tidak bisa melakukannya, dan mungkin
ada yang lain masih bisa berkemih tetapi disertai dengan rasa nyeri
dan terbakar. Sensitivitas daerah yang mengalami episiotomi bisa
menimbulkan rasa terbakar atau nyeri saat berkemih. Selain itu,
nyeri yang dirasakan saat berkemih sering terjadi karena iritasi
akibat kateterisasi selama masa persalinan. Terapi konservatif
dirasakan dapat menangani hal ini. Analgetik juga dapat diberikan
untuk menangani masalah ini.(9)Trauma kandung kemih selama proses
persalinan dapat meningkatkan volume residu urine. Jika residu
urine melebihi 250 ml, m. destrusor dapat terstimulasi untuk
berkontraksi dengan bethanechol (urecholine). Kadang-kadang kateter
Folley mungkin dibutuhkan untuk beberapa hari. Jika kandung kemih
atonik, akumulasi urine residu mungkin mengalami infeksi. Jika
terjadi retensi urine atau diduga banyaknya urine residu maka
dianjurkan untuk memasang kateter dengan asepsis untuk tindakan
pencegahan. Indwelling catheter dibiarkan selama 2-3 hari dan
dilakukan pemberian antobiotik profilaksis. Overdistensi dari
vesica urinaria yang dapat menyebabkan instabilitas pada otot
destrusor.(9)(12)Peningkatan produksi urine terjadi sebagai
konsekuensi dari pemberian cairan infus selama persalinan dan efek
dari antidiuretik oksitosin yang diberikan dalam dosis besar selama
persalinan. Fungsi ginjal menurun kembali seperti keadaan tidak
hamil dalam waktu 6 minggu pascapersalinan. Diuresis
pascapersalinan terjadi selama 1 atau 2 minggu setelah persalinan
dan mengganti retensi yang terjadi selama kehamilan. Perubahan
anatomi selama kehamilan seperti dilatasi ureter dan kaliks mungkin
menetap selama beberapa bulan.(4)Obat/anestesi bisa mengurangi
kepekaan kandung kemih. Wanita yang menerima anastesi regional
beresiko untuk mengalami distensi kandung kemih dan kesulitan dalam
pengosongan kandung kemih sampai terasa sensasi benar-benar
penuh.(7)
2.4. Perubahan pada Sistem GastrointestinalBanyak hal yang
terjadi setelah pascapersalinan. Perubahan yang terjadi pada sistem
gastrointestinal adalah atoni dari intestin, kelemahan pada abdomen
dan perineum, anorexia, dan kehilangan cairan tubuh(6)Segera
setelah melahirkan, sistem pencernaan menjadi sangat aktif. Ibu
akan segera merasa lapar karena kehilangan energi selama
persalinan. Ibu akan merasa haus karena kurangnya intake oral
selama persalinan dan kehilangan cairan dari usaha ibu saat
persalinan, pernapasan mulut, dan diaforesis dini. Jadi sebaiknya
segera diberikan makan dan minum setelah ibu
melahirkan.(7)Motilitas dari gastrointestinal yang menurun terjadi
karena nyeri pada perineum dan mobilisasi cairan, sehingga
mengakibatkan terjadinya konstipasi. Penyebab lain terjadinya
konstipasi adalah dehidrasi yang terjadi selama proses persalinan,
otot abdomen yang kendur, dan luka pada perineum. Hal ini dapat
menyebabkan nyeri saat berdefekasi.(7)(9)(12)Konstipasi sementara
tidak berbahaya. Meskipun begitu, hal ini dapat menyebabkan
perasaan penuh pada abdomen dan flatus. Banyak wanita khawatir
karena konstipasi, dan laxative atau obat pencahar sering diberikan
untuk mencegah atau menangani keluhan ini. Defekasi biasanya 2-3
hari post partum dan mulai normal kembali pada hari ke-8 sampai
hari ke 14 postpartum.(7) Pengeluaran cairan lebih banyak pada
waktu persalinan mempengaruhi konstipasi. Hal ini disebabkan karena
pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan colon menjadi kosong, selain itu mempengaruhi
peristaltik usus. Defekasi biasanya 2-3 hari post partum masih
susah BAB, maka sebaiknya dengan pemberian obat-obatan.(7)Kala II
yang lama akan memicu timbulnya hemoroid. Penanganannya dengan
meningkatkan oral hidrasi dan obat pencahar.(9)Keadaan
gastrointestinal kembali berfungsi ke keadaan semula setelah satu
minggu postpartum.(6)
2.5. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletala. Otot dan
SendiSelama beberapa hari pertama, kadar hormon relaksasi
berangsur-angsur berkurang, ligamen dan kartilago dari pelvis
kembali pada posisi sebelum kehamilan. Perubahan ini dapat
menyebabkan banyak wanita mengalami kelemahan dan nyeri otot,
terutama pada bahu, leher, dan lengan. Hal ini terjadi akibat
penggunaan tenaga selama proses persalinan. Masase akan
meningkatkan sirkulasi pada area tersebut dan memberikan rasa
nyaman dan relaksasi. Otot panggul juga mengalami perubahan.
Struktur dan penopang otot uterus dan vagina dapat mengalami cedera
selama waktu melahirkan. Hal ini dapat meyebabkan relaksasi
panggul, yang berhubungan dan pemanjangan dan melemahnya topangan
permukaan struktur panggul yang menopang uterus, dinding vagina,
rektum, uretra dan kandung kemih. Jaringan penopang dasar panggul
yang teregang saat ibu melahirkan akan kembali ke tonus semula
setelah enam bulan.(7)Ibu seharusnya diberitahu mengenai
ketidaknyamanan yang bersifat sementara dan bukan merupakan masalah
medis yang berarti. Mekanika tubuh yang baik dan postur tubuh yang
benar sangat penting pada masa ini untuk membantu mencegah
terjadinya low back pain dan injury pada sendi.(7)
b. Dinding AbdomenSelama hamil, dinding abdomen meregang untuk
menyediakan tempat pertumbuhan janin, tonus otot juga menurun.
Banyak wanita mengharapkan otot-otot abdomen kembali ke keadaan
sebelum kehamilan segera setelah bayi lahir. Hal yang ditakutkan
adalah menemukan dinding abdomen lemah, halus, dan kendur. Dinding
abdomen menjadi kendur karena distensi yang berlangsung lama akibat
pembesaran uterus selama hamil dan ruptur serat-serat elastis
kulit. Hal ini akan kembali ke keadaan sebelum hamil dalam beberapa
minggu, kecuali stria mungkin membutuhkan waktu lebih lama.
Pemulihan dapat dilakukan dengan latihan.(7)(8)
Gambar 15(7)A. Lokasi normal m.rectus pada abdomen B. Diastasis
recti: pemisahan dari m.rectusOtot-otot longitudinal dari abdomen
mungkin mengalami pemisahan (diastasis recti) selama hamil.
Pemisahan yang terjadi bisa minimal atau ekstensif. Pada keadaan
ini, dinding tengah abdomen dibentuk oleh peritonium, fasia yang
tipis, lemak subkutaneus, dan kulit. Ibu dapat menentukan jumlah
pemisahan dengan meletakkan ujung jari pada umbilikus dan
mengangkat kepala serta bahu dalam posisi supine. Dia mungkin
mengalami keuntungan dari latihan memperkuat dinding abdomen, yang
biasanya kembali normal dalam waktu 6 minggu setelah kelahiran
bayi. Seberapa diatesis terpisah ini tergantung dan beberapa faktor
termasuk kondisi umum dan tonus otot. Sebagian besar wanita
melakukan ambulasi (ambulation = bisa berjalan) 4-8 jam post
partum. Ambulasi dini dianjurkan untuk menghindari komplikasi,
meningkatkan involusi dan meningkatkan cara pandang
emosional.(7)(13)Latihan diperlukan untuk mengembalikan tonus otot
dan mempertahankan aliran vena pada tungkai dan pelvis. Latihan ini
bertujuan pada: (2) Latihan pernapasan Kaki untuk mencegah
stagnansi aliran darah vena Dinding abdomen untuk mengembalikan
tonus dari m.rectus Lantai pelvis untuk mengembalikan fungsi
levator ani.
Gambar 16(7)Abdominal exercises untuk diastasis recti.
2.6. Perubahan pada Sistem Endokrin Sistem endrokrin mengalami
perubahan secara tiba-tiba selama kala IV persalinan dan mengikuti
lahirnya plasenta. Setelah pengeluaran plasenta, kadar hormon
plasenta dan hormon-hormon lainnya mengalami perubahan.(7)Perubahan
endokrin yang terjadi selama kehamilan akan terjadi secara cepat.
Estrogen dan ProgesteronEstrogen merupakan hormon wanita utama dan
merupakan hormon utama selama masa kehamilan. Selama hamil, sumber
utama estrogen adalah plasenta dan juga janin. Setelah kelahiran
bayi, sumber estrogen menurun sangat drastis. Dalam waktu tiga jam
postpartum, kadar estrogen menurun hingga 10% dari nilai
prenatal.(18)Progesteron merupakan hormon kehamilan kedua.
Progesteron juga menurun secara drastis setelah kelahiran bayi dan
tidak dapat dideteksi dalam 72 jam setelah persalinan. Progesteron
menjadi stabil kembali pada siklus menstruasi pertama.(18)Kadar
estrogen dan progesteron serum mengalami penurunan dengan segera
sejak tiga hari postpartum dan mencapai nilai pra-kehamilan pada
hari ketujuh. Nilai tersebut akan menetap bila pasien memberikan
ASI pada bayinya, bila tidak memberikan ASI estradiol akan mulai
meningkat dan menyebabkan pertumbuhan folikel.(18) hPLHuman
Placental Lactogen serum menurun dengan cepat dalam 48 jam tetapi
tetap dapat dideteksi pada akhir minggu pertama.(19) hCGHuman
Chorionic Gonadotropin hadir dalam 3-4 minggu.(7) hPrHuman
Prolactine merupakan hormon lainnya yang berperan dalam proses
menyusui. Selama hamil, massa payudara meningkat karena efek
prolaktin. Meskipun begitu, estrogen dan progesteron juga berperan
dalam proses ini. Pada periode pascapersalinan, prolaktin merupakan
hormon dari produksi susu. Kadar hormon ini meningkat dan menurun
bergantung pada stimulasi puting susu ibu. Selama minggu pertama
pascapersalinan, kadar prolaktin menurun hingga 50% dan meningkat
seluruhnya jika ibu menyusui. Untuk ibu yang memilih botol susu dan
tidak menyusui langsung, kadar prolaktin kembali normal pada hari
ketujuh pascapersalinan. Hormon prolaktin dapat diidentifikasi pada
susu dari payudara ibu. Prolaktin diserap oleh bayi, mempengaruhi
pengangkutan cairan, sodium, potassium, dan kalsium.(7)(18)
OksitosinOksitosin akan meningkat selama fase ekspulsi dari masa
persalinan. Selama pascapersalinan, oksitosin melanjutkan fungsi
sebelumnya yaitu mempertahankan kontraksi uterus dengan
berkontraksi selama sesi menyusui dan sampai 20 menit setelah
menyusui. Dengan kata lain, hormon ini akan terus diproduksi bila
ibu menyusui bayinya. (18) Tiroksin dan tiroid yang berikatan
dengan globulin menurun dengan lambat menuju keadaan normal selama
6 minggu. GDP, insulin, dan kurva respon insulin kembali normal
dalam 2 hari setelah persalinan.(19)
2.7. Perubahan pada Sistem IntergumentariTerdapat banyak
perubahan pada kulit yang muncul selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena peningkatan kadar hormon. Ketika kadar hormon
menurun setelah persalinan, kulit berangsung-angsur kembali pada
keadaan sebelum hamil. Sebagai contoh, kadar estrogen, progesteron
dan melanosit stimulating hormone, yang menyebabkan terjadinya
hiperpigmentasi selama kehamilan, menurun segera setelah kelahiran
bayi, dan pigmentasi menyusut. Perubahan ini tampak nyata ketika
melasma, the mask of pregnancy, dan linea nigra menghilang untuk
kebanyakan wanita. Spider nevi dan eritema palmaris, yang juga
terjadi pada masa kehamilan sebagai hasil kadar estrogen,
berangsur-angsur menghilang.(7)Striae gravidarum (stretch marks),
yang sering terjadi selama masa kehamilan ketika jaringan konektif
pada abdomen dan dada meregang, berangsur-angsur pudar hingga
menjadi garis silver tetapi tidak menghilang.(7)Pada waktu hamil
terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena proses
hormonal.pigmentasi berupa kloasma gravidarum pada pipi,
hiperpigmentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit
dinding perut (striae graviarum). Setelah persalinan hormonal
berkurang dan hiperpigmentasi pun menghilang. Pada dinding perut
akan menjadi putih mengkilap (striae albikan). (7)
2.8. Perubahan pada Sistem NeurologiPada periode early
puerperium setelah persalinan, wanita mungkin mengalami perubahan
neurologi seperti kurang rasa pada kaki dan rasa pusing akibat
anestesi dan analgetik. Selama waktu ini, pencegahan jatuh
merupakan prioritas.(7)Ketidaknyamanan dan lemah setelah kelahiran
bayi sering dirasakan. Afterpains, rasa tidak nyaman pada luka
episiotomi, nyeri otot mungkin meningkatkan ketidaknyamanan dan
kesulitan untuk tidur.(7)Keluhan sakit kepala memerlukan penilaian
yang hati-hati. Sakit kepala bagian frontal dan bilateral tidak
biasa terjadi pada minggu pertama pascapersalinan dan mungkin
sebagai hasil dari keseimbangan cairan dan elektrolit. Sakit kepala
berat jarang ditemukan, tetapi nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk
terjadi akibat efek anestesi regional. Mungkin menjadi gejala yang
berat ketika wanita dalam posisi berdiri dan dapat berkurang dengan
posisi supine. Sakit kepala, yang disertai pandangan kabur,
fotofobia, proteinuria dan nyeri perut juga mengindikasikan
pre-eklampsia.(7)Nyeri terus berlangsung. Beberapa ibu merasa nyeri
yang diduga berhubungan dengan kemampuan mereka untuk melindungi
diri sendiri dan bayinya.(7)
2.9. Perubahan lainnyaa. Weight LossSalah satu perubahan yang
terjadi pada ibu setelah persalinan adalah kehilangan berat badan.
Umumnya ibu akan kehilangan berat badan selama kehamilan hingga
persalinan akibat kehilangan air dan hasil konsepsi. Kehilangan
berat badan dengan segera sekitar 10-13 lb (4,5-5,8 kg) setelah
kelahiran bayi, plasenta dan cairan amnion serta kehilangan darah.
Selain itu, 2,3-3,6 (5-8 lb) juga hilang akibat diuresis yang
dialami pada hari ketiga dan keempat dan 0,9-1,4 kg (2-3 lb) hilang
dari involusi dan lokia pada akhir minggu pertama. Kehilangan
cairan banyak terjadi melalui urine dan keringat. Meskipun begitu,
kebanyakan wanita tidak mengalami hal ini sampai 1-2 minggu setelah
persalinan karena disebabkan oleh retensi cairan yang tejadi.
Wanita mungkin mengalami edema sekunder karena retensi cairan.
Dalam waktu 6 minggu pascapersalinan, hanya 28% wanita yang kembali
ke berat badan semula ketika sebelum hamil, sebagian lagi mungkin
membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk kembali ke berat badan
semula. Menyusui memiliki sedikit efek pada kehilangan berat badan
setelah melahirkan.(1)(7)(19)b. Perubahan tanda vitalTanda-tanda
vital ibu harus dipantau selama masa nifas ini. Adapun waktu-waktu
pemantauannya adalah sebagai berikut.(7) Setiap 15 menit dalam 1
jam pertama Setiap 30 menit dalam 1 jam kedua Setiap 4 jam dalam 24
jam pertama Setiap 8 jam selanjutnyaPada ibu postpartum, terdapat
beberapa perubahan tanda-tanda vital, yaitu perubahan suhu, nadi,
tekanan darah, dan pernapasan.(7)1. SuhuSelama 24 jam pertama, suhu
mungkin meningkat hingga 38C. Hal ini diduga terjadi akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan
hormonal.(5)(12)Jika terjadi peningkatan suhu 38C yang menetap
selama 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan
adanya suatu infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama
postpartum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan
endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.(5)(12) 2.
NadiDalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering
ditemukan bradikardi 50-70 kali permenit dan dapat berlangsung
sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Keadaan ini berhubungan dengan
penurunan kerja jantung, penurunan volume darah yang mengikuti
pemisahan plasenta dan kontraksi uterus, peningkatan stroke volume.
Takikardi mungkin dapat ditemukan apabila terjadi perdarahan atau
infeksi. Takikardi juga dapat timbul apabila terjadi
trombosis.(2)(5)(6)(12)3. Tekanan DarahBiasanya bervariasi
tergantung posisi ibu dan lengan yang digunakan untuk penilaian.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, periksa pada lengan yang sama
dan dengan posisi ibu yang sama setiap waktunya. Tekanan darah
pascapersalinan harus dibandingkan dengan tekanan darah sebelum
persalinan. Peningkaatan tekanan darah mungkin menandakan adanya
pre-eklamsia sewaktu hamil sehingga harus dipantau terus tekanan
darahnya.(2) Setelah melahirkan, terjadi penurunan tekanan
intraabdominal yang menyebabkan terjadinya dilatasi dari pembuluh
darah yang mensuplai organ viseral. Hal ini yang menyebabkan
penurunan tekanan darah 20 mmHg sistoliknya ketika ibu bergerak
dari posisi berbaring ke posisi duduk. Akibatnya, ibu merasa pusing
dan mungkin pingsan ketika ia berdiri. Hal ini disebut hipotensi
ortostatik.(7)Hipotensi megindikasikan suatu hipovolemia. Penilaian
perdarahan harus dilakukan dengan memperhatikan lokasi perdarahan,
jumlah lokia, dan nadi yang takikardi.(7)4. PernafasanPernapasan
normal yaitu antara 12-20 kali per menit seharusnya bisa
dipertahankan setelah persalinan. Penilaian suara napas tidak
penting jika ibu melakukan persalinan normal secara pervaginam,
melakukan ambulasi setelah melahirkan, dan tanpa tanda-tanda
distres napas. Suara napas harus diperiksa jika ibu melahirkan
anaknya dengan operasi sectio caesarian atau ibu yang meneriman
terapi MgSO4, perokok, atau ibu yang memiliki riwayat infeksi
saluran napas, ataupun asma.(7)c. Hair LossPertumbuhan rambut
berubah pada masa kehamilan dan pada masa pascapersalinan.
Kehilangan rambut sering menjadi kekhawatiran wanita setelah
melahirkan. Hal ini merupakan respon normal terhadap perubahan
hormon yang menyebabkan terjadinya penurunan kehilangan rambut
selama kehamilan. Setelah melahirkan, rambut lebih cepat gugur
hingga tiga bulan. Banyak rambut gugur ketika ibu menyisir dan
menyikat. Rambut yang gugur menyebar, bukan botak. Fenomena
sementara ini disebut telogen effluvium. Rambut Kehilangan rambut
berlangsung 4-20 minggu setelah persalinan dan akan mulai tumbuh
kembali dalam 4-6 bulan untuk 2/3 wanita dan dalam 15 bulan untuk
sisanya.(1)(7)(17)
BAB IIIKESIMPULAN
Periode post partum (puerperium) atau juga sering disebut masa
nifas adalah masa sejak ibu melahirkan bayi (bayi lahir) sampai 6
minggu (42 hari) kemudian. Kadang juga disebut sebagai trimester
keempat. Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali pada keadaan sebelum
hamil.Seorang ibu hamil akan mengalami perubahan perubahan
fisiologis pada saat setelah melahirkan (masa nifas). Perubahan
yang terjadi adalah perubahan anatomi dan fisiologi pada sistem
reproduksi, sistem kardiovaskuler, sistem urinarius, sistem
gastrointestinal, sistem endokrin, sistem intergumentari, sistem
neurologi dan perubahan-perubahan lainnya.
Gambar 17(5)Perubahan-perubahan dari hari ke hari pada ibu di
masa nifasUntuk menghadapi perubahan-perubahan ini, penting adanya
bagi ibu untuk memahami betul bagaimana perubahan yang terjadi pada
beberapa sistem organ saat masa nifas, agar ibu mampu membedakan
antara perubahan yang fisiologis atau patologis pada saat masa
nifas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. 2007. Chapter 21 -
Postpartum Care. In: Obstetrics Normal and Problem Pregnancies.
Fifth Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2. Hamilton D,
Fairley. 2004. Chapter 14 Puerperium. In: Lecture Notes Obstetrics
and Gynaecology. 2nd Edition. London: Blackwell Publishing. pp.
203-10.3. Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT
Bina Pustaka. Hal.356-7.4. Evans AT. 2007. Chapter I Obstetric
Care, 4 Puerperium. In: Manual of Obstetrics. Seventh Edition.
Texas: Lippincott Williams & Wilkins.5. Hanretty, Kevin P.
2004. Chapter 15 Puerperium Normal and Abnormal. In: Obstetrics
Illustrated. Sixth Edition. China: Churchill Livingstone. pp.
336-53.6. El-Mowafi DM. 2010. The Puerperium Puerperal Sepsis.
[online] [cited December 29th 2014]. Available from:
http://www.gfmer.ch/Obstetrics_ simplified/puerperium.htm. 7.
Anonym. 2008. Chapter 17 Postpartum Physiologic Adaptations.
[online] [cited December 29th 2014]. Available from:
http://www.nccwebsite.org /resources/docs/Postpartumchges.pdf. 8.
Anonym. 2010. Postpartum. [online] [cited December 29th 2015].
Available from:
http://books.mcgraw-hill.com/medical/firstaidfortheboards/pdf/00713-64234/0071364234_83.pdf.
9. Anonym. 2005-2006. USMLE Step 2 CK Lecture Notes Obstetrics and
Gynecology. US: Kaplan Medical. p.97-101.10. Spiliopoulos M. 2013.
Medscape Normal and Abnormal Puerperium. [online] [cited December
29th 2014]. Available from: http://emedicine.medscape.com/
article/260187-overview#showall. 11. Pernoll ML. 2001. Chapter 9
The Puerperium. In: Handbook of Obstetrics & Gynecology. 10th
Edition. Ney York: The McGraw-Hill Companies. p.275-293.12.
Chamberlain G. 1997. Chapter 6 Normal Puerperium. In: Obstetrics By
Ten Teachers. 16th Edition. New York: Oxford University.
p.249-266.13. Cunningham FG, et al. 2007. Chapter 30: The
Puerperium. In: Williams Obstetrics. 22nd Edition. London: Mc Graw
Hill.14. Anonym. 2006. Lesson 6: Changes of the Postpartal Patient.
[online] [cited December 29th 2014]. Available from:
http://brooksidepress.org/Products/
Obstetric_and_Newborn_Care_II/lesson_6_Section_1.htm.15. Gibbs RS,
Karlan BY, Haney AF. 2008. Chapter 2 Normal Labor, Delivery Newborn
Care and Puerperium. In: Danforths Obstetrics and Gynecology. Tenth
Edition. London: Lippincott Williams & Wilkins. p.25-43.16.
Anonym. 2006. Postpartum Changes: Taking Care of Yourself. [online]
[cited December 21st 2014]. Available from:
https://www.google.com/?
gws_rd=ssl#q=postpartum+changes+taking+care+of+yourself .17.
Edmonds K. 2007. Chapter 10: Puerperium and Lactation. In:
Dewhursts Textbook of Obstetrics & Gynaecology. Seventh
Edition. London: Blackwell Publishing. p.69-80.18. Behnke A. 2003.
The Physical and Emotional Effects of Postpartum Hormone Levels.
[online] [cited December 21st 2014]. Available from: http://www.
encognitive.com/files/The%20Physical%20and%20Emotional%20Effects%20of%20Postpartum%20Hormone%20Levels.pdf.
19. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. 2003. The Normal Puerperium.
In: Obstetrics and Gynaecology An Illustrated Colour Text. UK:
Churchill Livingstone. p.64-7.
LAMPIRAN21