PERBANDINGAN HASIL LOADING TEST DAN PERHITUNGAN DATA LABORATORIUM PADA PEMBEBANAN TIANG PANCANG OLEH : A. A KETUT NGURAH TJERITA NIP : 195312311986021003 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2017
PERBANDINGAN HASIL LOADING TEST DAN PERHITUNGAN DATA
LABORATORIUM PADA PEMBEBANAN TIANG PANCANG
OLEH :
A. A KETUT NGURAH TJERITA
NIP : 195312311986021003
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
ii
KATA PENGANTAR
Percobaan pembebanan tiang adalah salah satu cara untuk menentukan besarnya daya
dukung tiang dengan cukup tepat. Jika daya dapat dukung ditentukan dengan tepat, maka akan
diperoleh pondasi pondasi yang lebih ekonomis. Cara lain untuk menentukan besarnya daya
dukung dari pondasi tiang adalah berdasarkan hitungan dengan rumus-rumus empiris dan rumus-
rumus pancang. Rumus empiris dihitung dengan memakai data yang diperoleh dari penyelidikan
geoteknik baik secara langsung dilapangan dan di lanoratorium. Jika penyelidikan geoteknik ini
memberikan hasil yang cukup baik, dalam arti susunan dan sifat tanah homogen, lapisan tanah
keras tidak terletak begitu dalam dan mempunyai ketebalan yang cukup maka penentuan daya
dukung tanah tidak begitu sukar. Tetapi kadang-kadang penyelidikan geoteknik ini memberikan
hasil yang meragukan sehingga timbul keragu-raguan dalam penetapkan daya dukung. Dalam
keragu-raguan inilah gunanya dilakukan percobaan pembebanan. Percobaan selalu dilakukan
dengan full skala, sehingga akan diperoleh gambaran tepat.
Percobaan pembebanan dapat dilakukan dalam arah mendatar maupun vertical (tiang
tarik dnn tiang teklan). Yang sering dilakukan adalah percobaan dalam arah vertical untuk tiang-
tiang tekan. Sampai sekarang di Indonesia belum ada peraturan/spesifikasi khusus mengenai
percobaan pembebanan, sehingga percobaan pembenanan selalu dilakukan menurut standard
spesifikasi dari luar negeri. Mengingat banyaknya spesifikasi ini, mengakibatkan ketidak
seragamnya cara-cara yang dipakai. Pada akhir-akhir ini permintaan untuk pelaksanaan loading
test makin banyak , sedangkan peraturan yang dipakai sebagai pegangan belum ada.
Dalam rangka inilah penulis mencoba mengemukakan cara yang dapat dipakai terutama
dilingkungan Direktorat Jendral Bina Marga. Penulis sendiri masih merasa sangat asing dalam
persoalan ini, sehingga tulisan ini jauh dari sempurna. Tulisan ini dikutip dari beberapa literature
dan dicocokan dalam pengalaman yang pernah diperoleh. Kritik da saran dari rekan-rekan yang
berminat dalam persoalan Soil & Foundation Engineering, terutama rekan-rekan yang sudah
medapat pengal;aman lapangan sangat dinantikan.
Denpasar, April 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………….…ii
Daftar Isi ……………………………….……………………………………………………….iii
1. Bab I Pendahuluan ….………...……………………………………………………1
2. Bab II Penyelidikan Geoteknik ……………………………………………………2
3. Bab III Daya Dukung Pondasi Tiang ……………………………………………….7
3.1 Perhitungan Dengan Rumus Statis ……………………………………………..8
3.2 Perhitungan Dengan Rumus Dinamis ………………………………………...13
3.3 Percobaan Pembebanan Tiang ………………………………………………..15
4. Bab IV Percobaan Pembebanan Tiang ……………………………………..…….17
4.1 Percobaan Dengan Pembebanan Langsung ………………………….……18
4.2 Percobaan Dengan Pembebanan Tidak Langsung ………………….…….21
4.3 Pembahasan Penentuan Daya Dukung Tiang …….………………………23
4.4 Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Loading Test ……………..…..25
4.5 Perbandingan hasil loading test dengan perhitungan……………………..27
5. Bab V Kesimpulan.. …………………………..…………………………………...29
Literatur ………………………………………………………………………………..30
Lampiran ……………………………………………………………………………….31
1
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu bangunan terdiri dari bangunan atas dan bangunan bawah. Bangunan
bawahdisebut pondasi bangunan bertugas memikul seluruh beban bangunan dan beban
lainnya yang turut diperhitungkan serta melimpahkannya kedalam tanah sampai lapisan atau
kedalaman tertentu. Lapisantanah dimana pondasi diletakkan harus mampu mendukung
beban-beban tadi tanpa terjadi suatu deformasi yang berarti
Pada umumnya pondasi suatu bangunan ditentukan oleh factor-faktor sebagai berikut :
- Susunan, tebal dan sifat lapisan tanah setempat
- Besar, macam dan sifat konstruksi
- Keadaan/sifat khusus setempat, misalkan sifat sungai, keadaan bangunan
disekitarnya dan lain-lain
- Peralatan yang tersedia
- Pertimbangan biaya.
Susunan, tebal dan sifat lapisan tanah dapat diketahui berdasarkan hasil penyelidikan
geoteknik yang harus dilakukan ditempat itu. Dari hasil penyelidikan ini, dapat ditentukan
macam pondasi, sampai berapa dalam harus diletakkan serta daya dukungnya. Disamping itu
dapat dihitung pula besarnya deformasi yang mungkin akan terjadi. Macam dan jumlah
penyelidikan geoteknik yang harus dilakukan tergantung pada besar kecil bangunan,situasi
dan macam tanah yang menutupi tempat itu hal mana dapat dibaca dalam buku “ Pedoman
Penyelidikan Geoteknik “ yang diterbikan oleh DPMJ, yang secara singkat akan diuraikan
dibawah ini,
2
BAB II .
PENYELIDIKAN GEOTEKNIK
Penyelidikan geoteknik dapat dilakukan baik dilapangan maupun dilaboratorium.
Penyelidikan dilapangan dapat dilakukan dengan alat-alat sodir, pemboran dan penetrasi,
vane shear, dan dengan alat-alat non destructive tester. Alat sondir dan bor, sudah tidak asing
lagi bagi teknisi di Indonesia, sedang non destructive testing perkembangannya belum begitu
lama. Yang termasuk dalam non destructive testing antara lain adalah penyelidikan-
penyelidikan dengan metoda : geolistrik, dengan metoda seismi seismic dan dengan metoda
radi isotope. Disamping itu dilakukkan pula penyelidikan laboratorium untuk memriksa
contoh-contoh tanah yang diambil dari lapangan (lobang bora atau test pit).
Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa ketepatan saran yang diperoleh bukan
saja tergantung pada cara (rumus) yang dipakai, tetapi sangat tergantung pada ketelitian dan
lengkapnya data yang diperoleh. Untuk mendapatkan data yang cukup teliti dan lengkap,
harus dilakukan penyelidikan yang mendetail dan tidak boleh percaya begitu saja pada salah
satu hasil yang diperoleh, misalkan tidak boleh percaya begitu saja pada hasil sondir, apalagi
jika penyondiran memberikan hasil yang berbeda satu sama lain, Bila perlu kita harus
membandingkan data yang diperoleh ditempat itu dengan data dari daerah lainnya yang
terdekat yang pernah diselidiki.
Disamping itu untuk mendapatkan data yang teliti tergantung pada ketepatan
pemilihan alat yang akan dipakai, misalkan sodir tidak tepat untuk dipakai pada daerah yang
terdiri dari pasir dan kerikil. Pada umumnya penyelidikan geoteknik di lapangan dapat
dilakukan dengan alat sebagai berikut :
1. Dengan alat sondir
Ada 2 (dua) macam alat sondir yang sering dipakai :
- Sondir ringan : dapat mengukur tekanan sampai 200 kg/cm2
- Sondir berat : dapat mengukur tekanan sampai 500 kg/cm2
Hasil sodir digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara
kedalaman dan besarnya nilai (konus ) sondir , jumlah hambatan pelekat (total skin
friction ) dan geseran setempat (local friction). Penyelidikan dengan alat sondir akan
memberikan hasil yang cukup terliti pada tanah yang berbutir halus dan kohesif
3
(lempung dan lanau), dan kadang-kadang pasir halus. Dan sebaiknya sondir tidak
dipakai pada daerah-daerah yang terdiri dari kerikil, kerakal dan brangkal.
2. Dengan alat pemboran
Ada 2 macam pemboran yang dapat dilakukan, yaitu pemboran dangkal dan
pemboran dalam. Pemboran dangkal biasanya dilakukan sampai kedalaman maksimal
10-15 meter dengan menggunakan peralatan bor tangan. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui susunan lapisan tanah yang bersifat lembek smpai teguh pada tanah-tanah
lempung, lanau dan pasir. Dari lobang bor biasanya dilakukan pengambilan contoh
tanah asli dari tiap kedalaman tertentu dan contoh-contoh tanah tidak asli dari setiap
pergantian lapisan. Pemboran tangan yang dilakukan dalam lapisan pasir biasanya
mengalami kesulitan terutama tanpa menggunakan peralatan khusus (casing, bor klep
dan lain-lain).
Pemboran dalam dilakukan dengan menggunakan mesin bor. Pemboran dalam ini
harus dilakukan jika menghadapi hal-hal sebagai berikut :
a. Ingin mengetaui tebalnya lapisan tanah keras atau alluvial yang dari penyondiran
belum dapat diketahui / diragukan.
b. Ingin mengetaui susunan, sifat dan tebal lapisan-lapisan pada kedalaman yang
lebih besar terutama untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan pendukung
(bearing layers) yang lebih baik.
Penyelidikan dengan pemboran ini selalu dilakukan bersama-sama dengan
penyelidikan sondir, sehingga hasilnya dapat dikorelasikan satu sama lain.
Pada waktu pemboran, terutama pemboran dengan mesin, selain dilakukan
pengambilan contoh-contoh tanah dilakukan pula percobaan penetrasi standard (SPT)
pada setiap kedalaman tertentu. Biasanya percobaan penetrasi dilakukan setiap
sesudah dilakukan pengambilan contoh tanah asli. Yang harus diperhatikan yaitu
bahwa pemboran dengan mesin memerlukan air untuk pembilas, karena itu factor air
sangat menentukan kelancaran pekerjaan pemboran.
3. Vane Shear Test
Jika ternyata pada waktu pemboran tidak dapat dilakukan pengambilan contoh-contoh
tanah asli yang disebabkan lapisan tanah sangat lembek, maka untuk mengukur
besarnya kekuatan geser tanah dapat dipakai alat vane ini. Yang harus diperhatikan
dalam penggunaan alat ini adalah bahwa alat ini dapat dipakai hanya lapisan-lapisan
4
lembek saja, sebab untuk lapisan yang keras biasanya daun vane akan rusak. Dengan
menggunakan alat ini, besarnya kekuatan geser dapat diukur langsung dilapangan.
Perlu dijelaskan bahwa yang diukur adalah geser undrained.
4. Non Destructive Tester
Ada 3 cara yang biasa dipakai, yaitu penyelidikan geolistrik yang menggunakan
resistivity meter, dengan alat seismic dan dengan radio isotope. Penyelidikan
geolistrik sudah sering dilakukan dibandingkan 2 cara yang terakhir. Penyelidikan
dengan radio isotope pertama kali digunakan dilingkungan Drektorat Jenderal Bina
Marga pada waktu penyelidikan pola kekar di jembatan Tukad Sukawati Gianyar
Bali.
Penyelidikan geolistrik ini dilakukan jika menghadapi hal-hal sebagai berikut :
a. Menentukan susunan lapisan tanah didaerah yang terdiri dari material kasar (pasir,
kerikil, krakal dan brangkal) dimana penggunaan mesin bor diperkirakan akan
memakan waktu dan biaya yang besar atau didaerah yang terpencil dimana
transportnya sangat sulit.
b. Daerahnya memungkinkan untuk dilakukan geolistrik.
Hasil penyelidikan geolistrik ini dipengaruhi oleh keadaan medan, air laut, pondasi-
pondasi bangunan yang ada. Perlu dijelaskan bahwa dari hasil penyelidikan geolistrik
ini hanya memberikan gambaran mengenai susunan lapisan tanah tetapi tidak
memberikan gambaran yang jelas mengenai sifat/kekuatan lapisan tersebut.
Seharusnyalah penyelidikan geolistrik ini dilengkapi dengan penyelidikan-
penyelidikan lainnya misalkan test pit. Penyelidikan di labpratorium terdiri dari
pemeriksaan-pemeriksaan untuk menentukan sifat dasar tanah , klasifikasi, kekuatan
geser dan kompresibilitas. Pemeriksaan sifat-sifat dasar terdiri dari pemeriksaan-
pemeriksaan :
- Berat isi (unit weight )
- Berat jenis (specific gravity)
- Kadar air
Sedangkan pemeriksaan-pemeriksaan klasifikasi dilakukan dengan percobaan
Atterberg (liquid limit, plastic limit, plastic indx, shrinkage limit) dan analisa butir.
Kekuatan geser ditentukan berdasarkan hasi-hasil pemeriksaan unconfined strength,
5
direct shear dan atau triaxial. Sedangkan kompresibilitas di tentukan berdasarkan hasil
percobaan konsolidasi.
Dari seluruh hasil penyelidikan ini kemudian dbuat suatu kesimpulan dan saran
mengenai macam pondasi yang dapat dipakai.
Jika penyelidikan tanah ini memberikan hasil yang baik dalam arti lapisan tanah keras
atau lapisan tanah yang mempunyai daya dukung tinggi terletak dangkal, maka
penentuan macam pondasi untuk bangunan t5idak begitu sulit. Karena jika lapisan
tanah dengan daya dukung tanah tinggi terletak dangkal berarti bahwa bangunan
tersebut dapat diletakkan diatas pondasi langsung. Untuk bangunan yang dibuat
disungai, misalkan pilar dan abutment jembatan, dan lain-lain, maka pemakaian
pondasi langsung harus dipertimbangkan terhadap kemungkinan adanya bahaya
scouring. Disamping itu pondasi langsung yang diletakkan diatas lapisan yang “tidak
keras”, walaupun daya dukungnya cukup tinggi masih harus dipertimbangkan
terhadap besarnya penurunan yang akan terjadi. Untuk bangunan-bangunan kecil,
adanya penurunan ini kemungkinan tidak akan membahayakan stabilitas konstruksi.
Tetapi untuk bangunan besar terutama bangunan dengan konstruksi statis tak tentu,
pondasi mesin, maka adanya penuruna ini harus turut dipertimbangkan. Pada
umumnya pondasi langsung ini secara efektip dapat dipakai sampai kedalaman – 1.00
m s/d 5.00 meter dari permukaan tanahsetempat. Sedangka untuk kedalaman yang
lebih besar lagi perlu dipertimbangkan pemakaian pondasi sumuran.
Pondasi sumuran dapat dipakai sampai kedalaman -10.00 s/d 12.00 meter dari muka
tanah setempat. Mengingat berat sendiri dari sumuran cukup besar, maka lapisan ideal
jika dasar sumuran diletakkan diatas atau masuk kedalam lapisan tanah keras.
Kadang-kadang jika berdasarkan pertimbangan pelaksanaan pondasi langsung lebih
mudah dilaksanakan dari sumuran, maka pondasi langsung ini dipakai sampai
kedalaman – 10.00 meter dari muka tanah setempat.
Sebagai contoh adalah pondasi jembatan Kedep - Cibinong. Dari hasil penyelidikan
tanah ternyata bahwa pada kedalaman – 4.00 meter dar dasar sungai terdiri dari
lapisan pasir kompak dan padat dengan SPT 50 , jika hanya ditinjau dari segi daya
dukung tanah, maka baik pilar maupun abutment dapat diletakkan dalam lapisan
serpih yang terletak pada – 8.00 meter dari dasar sungai terendah diprofil sungai itu.
6
Sering kali terjadi bahwa dari hasil-hasil penyelidikan tanah terlihat bahwa ditempat
rencana bangunan terdiri dari lapisan tanah lembek sangat tebal, bahkan kadang-
kadang dijumpai sampai kedalaman – 10.00 meter dar muka tanah belum dijumpai
lapisan tanah keras. Untuk bangunan kecil atau bangunan dimana adanya penurunan
tidak menjadi problem, kemungkinan masih dapat memakai pondasi langsung. Tetapi
jika bangunan dimana beban-beban yang harus dipikul pondasi cukup besar, atau
bangunan-banguan yang tidat boleh adanya penurunan, maka salah satu jalan adalah
meletakannya diatas pondasi tiang.
Pada umumnya pondasi tiang dipakai jika menghadapi hal-hal sebagai berikut :
a. Ditempat bangunan terdiri dari lapisan tanah lembek cukup tebal dan lapisan
tanah keras terletak pada kedalaman lebih dari – 10.00 meter.
Beban-beban bangunan cukup besar sehingga lapisan tanah tidak mampu
memikul beban tersebut dan atau penurunan yang akan terjadi diperkirakan
cukup besar. Untuk mengatasi ini tentu saja beban-beban bangunan harus
dilimpahkan kedalam lapisan tanah keras atau lapisan yang daya dukungnya
lebih tinggi dengan menggunakan tiang-tiang.
Bangunan-bangunan statis tak tentu pondasi mesin-mesin dimana adanya
penurunan akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan atau keruntuhan.
b. Lapisan atas terdiri dari tanah yang cukup baik tetapi tidak begitu tebal dan
dibawahnya didapatkan lapisan-lapisan tanah yang tidak begitu baik dan jika akan
membangun suatu jembatan diatas tanah seperti ini tentu saja pondasi yang akan
dipilih harus dipertimbangkan terhadap adanya bahaya scouring.
Jika scouring kecil atau adanya bahaya scouring masih dapat diatasi dengan
bangunan pengaman, maka dalam hal ini masih mungkin pilar dan abutment
jembatan diletakkan diatas pondasi langsung.
Jika ternyata pembuatan bangunan pengamanan ini sulit dilaksanakan atau
memerlukan biaya yang mahal, maka salah satu alternatip adalah pemakaian
pondasi yang dimasukan cukup dalam.
Sebagai contoh kasus ini adalah jembatan Muara Penjalina Padang dan
Jembatan Mojokerto.
7
BAB III.
DAYA DUKUNG PONDASI TIANG
Ditinjau dari segi daya dukung tanahnya, maka pondasi tiang dapat dbagi dalam 2
(dua) golongan yaitu :
a. Tiang-tiang pondasi yang dimasukkan sampai atau masuk lapisan tanah keras. Yang
dimaksud lapisan tanah keras disini adalah lapisan dimana mempunyai nilai sondir
lebih dari 150 kg/cm2 atau mempunyai harga N lebih dari 50 dan mempunyai
ketebalan minimal 4,00 meter . Jika ketebalan kurang dari 4,00 meter, maka harus
dilihat sifat dan susunan lapisan tanah yang ada dibawahnya. Sekiranya lapisan yang
terletak dibawah lapisan keras itu bersfat lembek, maka kita harus hati-hati serta tidak
boleh percaya begitu saja dan menganggap sebagai point bearing pile. Seyogyanya
jika menghadapi persoalan seperti ini daya dukung tiang ditentukan berdasarkan
loading test. Lapisan-lapisan tanah keras dapat berupa lapisan pasir,kerikil-krakal
padat, terekat (cemented), lapisan serpih, batu lempung , batu lanau, breksi dan lain-
lain.
Besarnya daya dukung point bearing piles diperhitungkan terhadap kekuatan bahan
tiang yang dipakai, tetapi agar ada keseimbangan antara daya dukung tanah dan
kekuatan bahan, maka disarankan agar kekuatan bahan tiang diperhitungkan masimal
sama dengan daya dukung tanah.
b. Tiang-tiang yang dimasukkan tidak mencapai lapisan tanah keras.
Daya dukung tiang terdiri dari perlawanan ujung dan perlawanan geser yang bekerja
disekeliling tiang. Jika suatu pondasi terdiri dari susunan sekelompok tiang lekat
dimana spasingnya kurang dari 3,5 d (d = lebar tiang), maka besarnya daya dukung
pondasi sama dengan jumlah daya dukung masing-masing tiang dikalikan dengan
suatu factor reduksi. Faktor reduksi ini disebut dengan factor efisiensi dari kelompok
tiang yang besarnya tergantung pada jumlah dan susunan tiang dalam kelompok,
dapat dihitung antara lain dengan cara-cara : Convers Labere Method, Los Angles
group action method dan lain-lain.
Besarnya daya dukung tiang dapat ditentukan dengan menggunakan satu atau lebih
rumus-rumus, tergantung pada data yang ada. Pada umumnya daya dukung pondasi
tiang dapat dihitung dengan cara-cara sebagai berikut :
8
1. Dengan rumus-rumus statis.
Disini perhitungan didasarkan atas rumus-rumus empiris dengan
menggunakan hasil sondir, hasil percobaan penetrasi dan hasil-hasil
percobaan laboratorium.
2. Dengan rumus-rumus dinamis.
Besarnya daya dukung tiang ditentukan berdasarkan hasil-hasil
pemancangan tiang. Rumus-rumus dinamis ini sebetulnya hanya
memberikan hasil yang tepat jika dipakai untuk point bearing pile, sedang
jika dipakai untuk friction piles sering tidak tepat sama sekali.
3. Berdasarkan hasil pile loading test.
Daya dukung tiang harus ditentukan berdasarkan loading test, terutama
jika hasil-hasil penyelidikan tanah meragukan dan untuk tiang-tiang lekat
(friction piles). Dengan cara loading test ini, maka besarnya daya dukung
tiang ditentukan dengan tepat.
Perhitungan daya dukung akan memberikan hasil yang cukup tepat jika data
yang diperoleh betul dan teliti. Untuk mendapatkan data yang betul dan teliti,
maka penyelidikan geoteknik harus dilakukan alat-alat yang tepat. Misalnya
untuk daerah-daerah yang terdiri dari lapisan pasir, kerikil dan kerakal, maka
penyelidikan tidak boleh menggunakan alat sondir.
Dibawah ini diberikan beberapa rumus-rumus untuk menentukan daya dukung
tiang q.
3.1 Perhitungan dengan rumus statis.
a. Berdasarkan hasil sondir.
Rumus umum untuk perhitungan daya dukung pondasi tiang adalah :
P =𝑠 𝑥 𝑎
3+
𝑓 𝑥 0
5
……………………………………………………(3.1)
Dimana : P = daya dukung yang diijinkan (kg)
Cn = nilai conus sondir (kg/cm2)
9
F = jumlah hambatan pelekat (kg/cm)
3 & 5 = factor keamanan
A = luas penampang tiang (cm2)
O = keliling tiang (cm)
Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan rumus ini adalah cara
mengambil harga sondir Cn (conus). Disini besarnya conus sondir
harus diambil harga rata-rata dari kedalaman 3d diatas sampai 3d
dibawah ujung tiang. Sedangkan f merupakan jumlah hambatan pada
ujung tiang.
Kalau diperhatikan rumus diatas terdiri dari dua factor , yaitu 𝑐𝑛 𝑥 𝐴
3
menunjukan perlawanan ujung sedang 𝑓 𝑥 0
5 merupakan perlawanan
geser. Untuk tiang-tiang yang dimasukan sampai lapisan tanah keras,
maka factor perlawanan geser diabaikan sehingga untuk tiang-tiang
yang menumpu pada lapisan tanah keras (point bearing), besarnya daya
dukung adalah :
P =𝑐𝑛 𝑥 𝐴
3 ………………………………………………………….(3.2)
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
Contoh-contoh tanah yang diambil dari lobang bor, dilakukan
pemeriksaan di laboratorium untuk menentukan klasifikasi, sifat-sifat
dasar dan kekuatan gesernya. Dari hasil penyelidikan di laboratorium
ini dapat juga dihitung besarnya daya dukung tiang, dengan
menggunakan rumus Terzaghi. Rumus Terzaghi sendiri semula dibuat
untuk menghitung daya dukung tanah dangkal. Tetapi dengan
membuat beberapa anggapan rumus tersebut dapat dipakai juga untuk
pondasi-pondasi dalam.
Modified Terzaghi formula dapat ditulis :
P = q.A + fs . Uf . L ……………………………………..(3.3)
A = luas penampang tiang
10
Fs = geseran rata-rata sekeliling tiang
Uf = keliling tiang
L = panjang tiang yang masuk kedalam tanah
q = α.c.Nc + β.ϒ.D. Nϒ + ϒ .L.Nq ……………….(3.4)
Dimana : α = 1,3 (tiang bundardan persegi)
Β = 0,3 (tiang bundar dan 0,4 (tiang persegi)
C = kohesi dari tanah
L = dalamnya ujung tiang dari permukaan tanah
Nc, Nq, dan Nϒ merupakan factor daya dukung tanah yang
besarnya tergantung pada ϕ sudut geser tanah.
ϒ = unit weight (berat isi) tanah
D = lebar (diameter) tiang.
Untuk tiang-tiang yang dimasukan kedalam lapisan tanah lempung dan
lanau yang lembek, maka fs biasanya kecil hingga dapat diabaikan.
Disamping itu untuk tanah-tanah lempung lembek, biasanya derajat
kejenuhannya mendekati 100% , dan sudut-sudut geser ϕ mendekati
nol.
Untuk ϕ = 0 , maka Nq = 1 dan Nϒ = 0. Dengan demikian rumus –
rumus diatas menjadi :
P = q x A …………………...……………………………………(3.5)
q = α.c,Nc + ϒ. L ………………………………………………(3.6)
Jadi besarnya daya dukung tiang yang dimasukkan kedalam lapisan
tanah lempung atau lempung kelanauan sampai lempung kepasiran
adalah :
P = A (α.c.Nc + ϒ.L)
…………..………………………………(3.7)
Disini harga Nc = 9 , sedang c dapat diambil ½ qu (setengah dari
harga unconfined compressive strengthnya).
11
Daya dukung yang diijinkan per tiang diambil dengan membagi harga
tersebut diatas dengan suatu factor keamanan. Faktor keamanan dapat
diambil 2 – 3 . Jika daya dukung ini dipakai untuk menghitung daya
dukung pondasi yang terdiri dari kelompok tiang, maka harus dikoreksi
dengan factor efisiensi. Ada suatu rumus yang langsung dapat dipakai
untuk menentukan besarnya daya dukung pondasi dari kelompok tiang
yaitu :
Q = c.Nc.A + k.c.o. L …………………………………………(3.8)
.
Dimana : Q = daya dukung pondasi maksimum
C = kohesi = ½ qu
A = a x b = luas penampang dari ,kelompok tiang
O = 2 (a + b) = keliling dari kelompok tiang .
L = panjang tiang
K = factor yang besarnya tergantung pada kekuatan geser
tanah dan bahan tiang.
Daya dukung pondasi yang diijinkan :
Q ijin = 𝑄
𝑠𝑓 sf = 2 - 3
c. Berdsarkan harga penetrasi standard test (SPT)
Ada beberapa rumus yang dapat dipakai, antara lain adalah :
(i). Rumus Mayerhoof .
Rumus ini sebetulnya hanya cocok dipakai untuk menentukan
daya dukung tiang-tiang yang dimasukkan kedalam lapisan
“cohesionless soil”. Untuk lapisan-lapisan cohesionless biasanya
paling efektip jika dipakai tiang-tiang pancang baja, karena
mempunyai daya penetrasi yang lebih besar dibandingkan tiang
pancang beton.
12
Rumus yang dipakai adalah :
P = 40. N. Ap + 1
5 N . As (pipe) ……………………..(3.9)
P = 40. N. Ap + 1
10 N. As (H) ……………………..(3.10)
Dimana : P = daya dukung tiang maksimum (ton)
N = nilai standard penetrasi pada ujung tiang .
Ap = luas penampang tiang (m2)
As = luas selimut tiang (m2)
N = harga rata-rata dari N sepanjang tiang
Catatan : Ap dan As dihitung sebagai berikut :
Tiang, bundar : Ap = 𝜋
4 x (D)2
As = D.L.
Tiang H : Ap = H x B
As = (2H + 2B) L
H dan B lebar flange dan tinggi profil
(ii). Rumus Dunham
Ǭ = q .a. + 1 2⁄ 1 U (1,6 L1 +L2) tan2 (45o + 1 2⁄ Ø). tan Ø
…………………………………………….(3.11)
Dimana : Ǭ = daya dukung tiang yang diijinkan (ton)
q = daya dukung tanah pada ujung (t/m2)
U = dalamnya bagian yang masuk kedalam lapisan
keras
L1 = panjang bagian tiang bagian atas sampai
permukaan
air tanah
L2 = panjang tiang dibawah permukaan air tanah.
Untuk tanah kepasiran : q = N
13
Kita tulis : K = tan2 (45o+ 1 2⁄ Ø). tan Ø, besarnya tergantung pada
bentuk butir dari tanah. Berdasarkan hasil penyelidikan ditetapkan
besarnya harga K sebagai berikut :
K = 0,46 + 0,067 N : butir-butir seragam dan bundar
K = 0,74 + 0,098 N : butir-butir tidak seragam, bundar atau butir-
butir
seragam dan angular.
K = 1,15 + 0,147 N : butir-butir angular dan tidak seragam.
Dengan demikian rumus (3.U) dapat ditulis sebagai berikut :
Ǭ = N.Ap + 12⁄ . K.I. (1,6
L1+L2)………………………………………(3.12)
3.2 Perhitungan dengan rumus dinamis
Disini besarnya daya dukung tiang ditentukan berdasarkan hasil-hasil
pemancangan. Rumusnya cukup banyak, tergantung pada tipe dari alat
pancang yang dipakai.
Pada akhir-akhir ini rumus pancang yang cukup popular dan sering dipakai
antara lain adalah :
a. Rumus pancang dari Hiley
Untuk alat-alat pancang tipe : drop hammer, single acting steam
hammer
Ru = 𝑒𝑓.𝑊𝑟.ℎ
𝑠+12(𝐶1+𝐶2+𝐶3) ⁄
x 𝑊𝑟+𝑒2.𝑊𝑝
𝑊𝑟+𝑊𝑝
Untuk diesel hammer, double acting steam hammer, differential acting
steam hammer :
Ru = 12 𝑒𝑓.𝐸𝑛
𝑠+12(𝐶1+𝐶2+𝐶3) ⁄
x 𝑊𝑟+𝑒2.𝑊𝑝
𝑊𝑟+𝑊𝑝
Dimana : Ru = ultimate bearing capacity (lbs)
Wr = berat ram (lbs)
Wp= berat tiang (lbs)
h = tiang jatuh dari hammer
ef = factor efisiensi dari alat pancang
e = koefisien restitusi
En = energy per tumbukan dari hammer (lbs-ft)
14
s = penurunan/pukulan terakhir (inches)
C1= deformasi elastis dari tiang
C2= deformasi elastis dari tanah
C3= deformasi elastis dari kepala tiang
Harga-harga C1, C2, C3 harus diukur dilapangan pada waktu
pemancangan.
Sedang s diambil harga rata-rata pada 10 pukulan terakhir.
b. Engineering News Formula
Drop hammers : Ru = 𝐴 𝑊𝑟.ℎ
3+1 (faktor keamanan = 6)
Single acting : Ru = 2 𝑊𝑟.ℎ
𝑠+0,1
Double & differential acting :
Ru = 2 𝐸𝑛
𝑠+0,1
Dalam penggunaannya sering dihadapi bahwa perbandingan dengan
berbagai rumus pancang memberikan hasil yang berlainan sehingga
akan ditemui kesulitan harga mana yang akan dipakai atau dipilih.
Bahkan sering pula dihadapi bahwa perhitungan dengan rumus
pancang memberikan hasil yang meragukan, biasanya harga yang
diperoleh jauh lebih kecil dibandingkan hasil yang dihitung dengan
rumus-rumus statis; ini trutama terjadi pada perhitungan daya dukung
tiang-tiang lekat (friction piles). Hal ini dapat diterangkan sebagai
berikut :
“pada tiang-tiang friction, tiang dipancang tidak sampai mencapai
tanah keras, tetapi hanya sampai kedalaman tertentu. Pada tiang-tiang
seperti ini, beban-beban sebagian dipikul pada ujungnya dan sebagian
lagi oleh perlawanan geser disekeliling permukaan tiang.
Pada waktu pemancangan energi yang diberikan oleh hammer
ituditerima oleh tiang, dan sebagian besar dari energi ini dilimpahkan
melalui ujung tiang untuk menembus lapisan tanah. Sebagian kecil
energi dipakai untuk melawan geseran yang terjadi disekeliling tiang.
Menurut hasil-hasil penyelidikan, pada waktu pemancangan ini,
perlawanan geser yang bekerja disekeliling tiang baru sekitar 10-25%
saja- dus belum bekerja penuh. Akibat belum bekerja penuh ini, maka
15
penetrasi dari ujung tiang akan jauh lebih besar. Sehingga jika
besarnya penetrasi ini dimasukkan dalam rumus pancang akan
memberikan harga daya dukung tiang yang lebih kecil. Perlawanan
geser ini makin besar dan diperkirakan 3-4 minggu setelah
pemancangan perlawanan geser ini sudah bekerja penuh.”
Karena itu penulis berpendapat bahwa sebaiknya rumus-rumus
pancang jangan dipakai untuk tiang-tiang lekat, sebab hasil
perhitungan tidak dapat memberikan gambaran yang sebetulnya.
Sedang untuk point bearing piles, perhitungan dengan rumus-rumus
pancang dapat membantu. Yang perlu harus diperhatikan adalah
mengenai besarnya penetrasi per pukulan yang harus diambil, sehingga
pemancangan bias dihentikan.
Untuk tiang-tiang lekat jelas tidak dapat dipakai pedoman yang jelas.
Sedang untuk point bearing piles, setelah tercapai penetrasi sebesar 1,0
cm/10 pukulan sudah dianggap cukup. Untuk keamanannya sebaiknya
diambil 3 kali 10 pukulan maksimal 3,0 cm.
3.3 Percobaan pembebanan tiang
Kadang-kadang kita jumpai keadaan dimana penyelidikan tanah masih
memberikan hasil yang meragukan atau ditempat itu terdiri dari lapisan
sangat jelek. Dengan hasil-hasil penyelidikan tanah seperti ini tentu saja
kita agak sulit untuk menentukan besarnya daya dukung tanah atau
pondasi.
Perhitungan daya dukung tiang terutama bertujuan agar pondasi yang
ditentukan seekonomis mungkin. Agar pondasi yang kita pilih semurah
mungkin, tentu saja harus kita ketahui berapa besarnya daya dukung tanah
yang sebenarnya dari tiang tersebut. Untuk menentukan besarnya daya
dukung tiang dengan cukup tepat, dimana perhitungan berdasarkan rumus-
rumus empiris masih diragukan, maka satu-satunya jalan adalah dengan
melakukan percobaan pembebanan tiang (pile loading test).
Pada umumnya pile loading test ini harus dilakukan jika kita menghadapi
hal-hal sebagai berikut :
- Penyelidikan tanah memberikan hasil yang meragukan misalnya
lapisan tanah tidak homogeny atau lapisan lembek sangat tebal
sehingga besarnya daya dukung tiang yang dihitung berdasarkan
16
rumus-rumus empiris masih diragukan, sebagai contoh adalah
pondasi jembatan Cisanggarung Losari.
- Kadang-kadang besarnya daya dukung untuk point bearing pile
masih kita ragukan atau kita menginginkan daya dukung yang lebih
besar dari perhitungan teoritis. Sebagai contoh kasus ini adalah
pondasi tiang dari pilar dan abutment jembatan mojokerto.Untuk
pilar digunakan steel pipe piles yang dimasukkan sampai lapisan
tanah keras dengan sondir 400 kg/cm2 dan N = 50 lebih.
Dalam uraian selanjutnya akan dibahas cara-cara pelaksanaan dan evaluasi
dari hasil-hasil loading test.
17
BAB IV
PERCOBAAN PEMBEBANAN TIANG
Percobaan pembebanan tiang ini pada prinsipnya adalah kita memberikan pembebanan
percoban sampai suatu harga tertentu atau sampai beban maksimum yang diperkirakan,
kemudian kita mengukur besarnya penurunan atau deformasi yang terjadi. Penurunan yang
terjadi ini terdiri dari deformasi elastis (pemendekan elastis dari tiang dan deformasi elastis
dari tanah) serta deformasi plastis (deformasi yang diakibatkan terjadi keruntuhan pada tanah
pendukungnya). Kemudian dari hubungan antara besarnya penurunan dan beban ini, kita
dapat menetapkan besarnya daya dukung dari pondasi tiang.
Dari prinsip diatas, sebetulnya yang penting bagi kita adalah menentukan hubungan antara
beban dengan deformasi plastis karena tujuan kita adalah ingin mengetahui sampai beban
berapa sebetulnya suatu lapisan dapat bertahan tanpa melalui suatu keruntuhan. Tetapi dalam
praktek kita tidak selalu dapat mengukur besarnya deformasi plastis itu, hal ini akan lebih
jelas dalam uraian selanjutnya.
Yang perlu dijelaskan disini adalah bahwa dari hasil loading test ini kita tidak dapat
menentukan besarnya settlement dari suatu tiang apalagi pondasi yang terdiri dari kelompok
tiang. Dalam lapisan tanah yang berisi fat kohesip, besarnya settlement merupakan fungsi
dari waktu, artinya settlement yang diakibatkan oleh proses konsolidasi pada umumya
berlangsung dalam waktu yang lebih lama dibandingkan waktu pelaksanaan loading test.
Karena itu dalam percobaan pembebanan, waktu yang singkat itu belum memberikan
gambaran mengenai besarnya settlement yang sebetulnya.
Pada lapisan-lapisan yang terdiri dari “cohesionless soils”, waktu yang diperlukan untuk
mencapai settlement maksimum lebih cepat dibandingkan pada tanah kohesip. Walaupun
begitu masih belum memberikan gambaran yang sebetulnya mengenai besarnya penurunan
itu. Dengan demikian, maka dari loading test, kita hanya mendapatkan besarnya daya dukung
maksimum, tetapi bukan settlementnya.
Tergantung pada waktu dan peralatan yang tersedia, maka untuk mencapai pembebanan
maksimum dapat dilakukan sekaligus/serentak, dapat juga diberikan secara bertahap dan
berulang (cyclic loading), hal ini akan diuraikan dibawah ini.
Karena itu pelaksanaan percobaan pembebanan tiang dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
18
- Pembebanan langsung
- Pembebanan tidak langsung
4.1 Percoban dengan pembebanan langsung
Prinsipnya adalah diatas tiang langsung kita berikan beban-beban. Untuk menempatkan
beban-beban ini harus dibuatkan meja beban atau platform, dan beban-beban diletakkan
diatsnya. Untuk beban dapat dipakai: balok-balok beton, karung yang diisi tanah, pasir
atau kerikil, profil-profil baja dan tanki yang diisi air.
Besarnya beban maksimum untuk percobaan diambil kira-kira 2 kali dari perkiraan
design load.
Cara pemberian beban dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Beban maksimum diberikan serentak, kemudian dibiarkan bekerja sedemikian
lama sehingga penurunan dari tiang berhenti. Setelah itu beban secara serentak
dihilangkan pula.
b. Beban maksimum diberikan secara bertahap, sebesar 20, 40, 60, 80, 100, 120,
140, 160, 180 dan 200 % dari design load; setiap tahap beban diberikan
kesempatan bekerja sampai penurunan yang terjadi pada kepala tiang berhenti.
Setelah beban maksimum tercapai, maka secara bertahap pula dihilangkan.
Peralatan yang diperlukan terdiri dari :
- Meja beban atau platform
- Beban-beban yang diperlukan : tergantung pada bahan yang tersedia (balok-balok
beton, karung yang diisi tanah, pasir atau kerikil, profil-profil baja dan tanki yang
diisi air dan lain-lain)
- Kran atau katrol untuk mengangkat dan menurunkan beban
- Alat pengukur penurunan dari tiang yang terdiri dari minimal 2 buah dial gauge
(arloji ukur) yang mempunyai panjang tungkai minimal 10 cm.
Mengingat cara ini membutuhkan beban-beban yang banyak sekali, maka cara ini
sebetulnya hanya efektif dipakai untuk percobaan beban pada tiang-tiang friction yang
dimasukkan kedalam lapisan lembek, dimana beban maksimum tidak melebihi 100 ton
Jika beban maksimum melebihi 100 ton, tentu saja memerlukan beban-beban yang yang
lebih banyak lagi, disamping itu memerlukan konstruksi meja beban khusus: hal mana
19
tentu saja memerlukan biaya yang lebih mahal. Salah satu keuntungan cara ini adalah
tidak diperlukannya “tiang reaksi”, sehingga cara ini sangat cocok untuk percobaan yang
dilakukan terhadap pondasi single pile.
Cara ini mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain :
i. Operasionalnya suliot karena memerlukan adanya kran;
ii. Memerlukan banyak beban-beban, apalagi jika harus membuat balok beton
sebagai beban akan mengakibatkan biaya sangat mahal;
iii. Karena beban harus diangkat denga kran, maka penambahan maupun
pengurangan beban memakan waktu lebih lama; ini menyebabkan cara ini
menjadi kurang teliti
iv. Sulit untuk mengatur letak beban agar posisinya sesentris mungkin terhadap tiang
percobaan. Jika pososo beban tidak sentris, maka akibat eksesntrisitas
kemungkinan akan menyebabkan patahnya tiang percoban. Kasus ini pernah
terjadi pda waktu dilakukan percobaan pembebanan untuk pondasi abutment
jembatan Way Kuala-Lampung.
Dengan adanya kelemahan ini, penulis berpendapat bahwa percobaan pembebanan tiang
dengan beban langung ini sebaiknya dilakukan dengan pemberian beban serentak. Hal
ini dimaksudkan untuk mempermudah pengaturan posisi beban sesentris mungkin serta
pelaksanaan percobaan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.
a. Prosedur
i. Persiapan, terdiri dari pembuatan meja beban, pembuatan beban-beban
pemasangan alat pengukur penurunan dan lain-lain
ii. Setelah persiapan selesai, maka pembebanan dapat dimulai :
x. Jika pembebanan akan diberikan secara serentak, maka diatas meja
beban diberikan beban maksimum.
Beban maksimum ini dibiarkan bekerja sampai terjadi suatu
penurunan (deformasi) yang maksimum. Besarnya deformasi ini
dibaca pada arloji ukur yang dipasang pada kepala tiang. Deformasi
sudah mencapai maksimum jika pembacaan arloji sudah tetap.
Setelah deformasi maksimum tercapai,maka secara serentak beban
bekerja dihilangkan (diangkat) dan arloji diukur lalu dibaca lagi
sampai menunjukkan pembacaan yang tetap. Perlu dijelaskan disini
20
bahwa dengan cara ini, maka yang diukur adalah besarnya deformasi
total dan deformasi tetap dari kepala tiang.
xx. Jika dikehendaki pemberian beban secara bertahap, maka beban diatur
sebesar : 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180 dan 200 % dari
design load. Setiap tahap beban dibiarkan bekerja sampai tercapai
penurunan maksimal, baru beban ditambah. Besarnya penurunan
diukur dengan arloji ukur. Setelah tercapai beban maksimum, maka
pengurangan beban harus dilakukan secara bertahap pula, yaitu 160,
120, 80, 40 dan 0 % dari design load.
Mengingat pembebanan dilakukan ecara bertahap, maka waktu
percobaan menjadi lebih lama, sehingga cara ini sebetulnya kurang
praktis sedang hasilnya tidak jauh berbeda.
Salah satu keuntungan cara ini adalah kita juga mendapatkan
gambaran mengenai sifat-sifat elastis dari tanah.
Pembacaan penurunan menggambarkan besarnya deformasi total dan
penururan tetap dari kepala tiang.
iii. Pembacaan arloji pengukur harus dilakukan setiap interval 1 jam, dan jika
pada 2 jam terakhir berturut-turut sudah menunjukkan pembacaan tetap, ini
berarti bahwa telah tercapai deformasi maksimum.
iv. Setelah selesai, dibuat grafik yang menunjukkan hubungan-hubungan
antara : beban-penurunan, beban-waktu, penurunan-waktu.
b. Evaluasi
Dengan melihat grafik-grafik yang diperoleh, maka besarnya daya dukung tiang
yang diijinkan ditetapkan menurut cara-cara sebagai berikut :
i. Daya dukung tiang yang diijinkan diambil setengah dari beban maksimum
yang diberikan dengan catatan bahwa sampai beban maksimum itu belum
terdapat tanda-tanda terjadinya keruntuhan serta penurunan tetap dari
kepala tiang tidak melebihi 1,25 cm.
ii. Daya dukung tiang yang diijinkan dapat diambil setengah dari beban yang
akan mengakibatkan terjadinya penurunan total sebesar 0,25 mm/ton beban.
iii. Daya dukung tiang diijinkan diambil setengah dari beban maksimum
setelah 24 jam bekerja mengakibatkan penurunan tetap tidak lebih dari 6
mm.
iv.
21
4.2 Percobaan dengan pembebanan tidak langsung
Prinsip kerjanya adalah tiang percobaan ditekan dengan menggunakan dongkrak yang
diletakkan diatas tiang percoban. Bagian atas dongkrak ditumpukkan pada suatu
kontraksi penahan. Ada 2 cara untuk membuat konstruksi penahan ini, yaitu :
a. Dengan menggunakan beban konstra/beban reaksi. Untuk menempatkan beban
kontrak itu, diperlukan konstruksi meja beban yang simetris terhadap tiang
percobaan. Untuk beban-beban kontra dapat dipakai : balok-balok beton, profil-
profil baja, tanki yang diisi air, karung berisi tanah atau pasir/kerikil. Untuk
mengangkat beban-beban ini diperlukan kran atau katrol.
Cara ini dipakai jika harus melakukan percobaan pada pondasi yang terdiri dari
single pile; atau dapat juga dipakai pada kelompok tiang yang pemancangannya
baru 1 tiang saja
b. Dengan menggunakan tiang-tiang reaksi/angker. Disini dongkrak ditumpukkan
pada suatu konstruksi balok penahan yang “diikatkan” pada tiang-tiang angker.
Jumlaj tiang angker yang dipakai tergantung pada besarnya beban maksimum
yang akan diberikan. Cara ini dipakai jika harus melakukan percobaan pada
tiang-tiang dalam kelompok, karena tiang-tiang angker dapat dipakai tiang-tiang
yang ada didekatnya. Disamping itu dengan cara ini sekaligus kita dapat
menentukan besarnya kekuatan tarik dari tiang (pulling test) yang harus
diperhatikan pada penggunaan cara ini adalah bahwa balok-balok penahan harus
kaku sedemikian sehingga lenturan yang terjadi tidak boleh melebihi 2,5 mm.
Besarnya lendutan yang terjadi pada balok penahan ini harus diukur dengan
menggunakan 2 buah arloji ukur dikiri dan kanan. Selain itu posisi tiang-tiang
angker harus dikontrol untuk mengetahui kemungkinan tercabutnya tiang-tiang
tersebut, dengan menggunakan arloji ukur. Jika arloji ukur ini tidak ada,
pengontrolan dapat dilakukan dengan instrument waterpass.
Dalam praktek, pemilihan cara mana yang akan dipakai sebetulnya tergantung
pada pertimbangan waktu dan biaya. Pada prinsipnya harus dipilih cara mana
yang relative lebih murah dan cepat, pembuatan meja beban beserta beban-
bebannya atau pembuatan tiang angker.
Pengaturan beban pada percobaan pembebanan tidak langsung ini dapat
dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
22
a. Pembebanan serentak/disini beban maksimum diberikan sekaligus beban
maksimum ini dibiarkan bekerja sampai terjadi penurunan maksimum,
setelah itu dihapus (seperti pada beban langsung).
b. Pembebanan bertahap, dilakukan juga seperti pada pembebanan langsung.
c. Pembebanan berulang (cyclic loading) – prinsip kerjanya sama dengan
pembebanan bertahap, bedanya pada akhir setiap tahap sebelum beban
ditambah, selama beberapa waktu beban dihapus dulu sampai arloji
menunjukkan pembacaan tetap. Cara ini memberikan hasil yang lebih
teliti, karena disini besarnya deformasi plastis dan elastis dari tanah dan
tiang dapat dipisahkan.
Hasil-hasil loading test ini digambar dalam bentuk grafik-grafik yang
memberikan hubungan antara : beban-deformasi ; beban-waktu serta deformasi-
waktu.
Evaluasi dari daya dukung tiang yang diijinkan ditentukan berdasarkan grafik
tadi dengan pedoman sebagai berikut :
i. Daya dukung tiang yang diijinkan dapat ditentukan sesuai dengan hal
yang telah diuraikan pada bab 4.1.b mengenai evaluasi.
ii. Daya dukung tiang yang diijinkan dapat diambilkan setengah dari beban
yang akan mengakibatkan suatu total deformasi sebesar 0,05 inchi perton
beban atau deformasi plastis sebesar 0,03 inchi perton beban.
4.3 Pembahasan mengenai penentuan daya dukung tiang
Dari hal-hal yang telah diuraikan diatas, ternyata bahwa dalam penentuan besarnya daya
dukung tiang yang diijinkan dipakai beberapa cara atau spesifikasi. Disamping cara-cara
yang telah diuraikan diatas, sebetulnya banyak kita jumpai spesifikasi lainnya yang
dipakai, misalnya spesifikasi dari AASHO, Raymond Concrete Pile Coy, New York
State Deprtment of Public Work dan lain-lain semuanya dapat dibawa dalam literature-
literatur dari luar nengeri (baca: Roberts D. Chellis/Pile Foundation-Mc. Graw-Hill Book
Company, Inc-New York pp 465-467). Semua spesifikasi itu mempunyai prinsip yang
sama, hanya batas-batas/angka yang diberikan berbeda. Dus jika menghadapi persoalan
mengenai percobaan pembebanan, maka sebetulnya kita dapat menggunakan salah satu
spesifikasi itu. Tetapi dalam praktek penentuan atau pemilihan spesifikasi yang akan
23
dipakai tidak semudah itu, karena harus dipertimbangkan dulu dengan keadaan dan sifat
tanah setempat.
Dari grafik-grafik penurunan beban yang diperoleh dari beberapa percobaan
pembebanandapat dilihat bahwa grafik-grafik itu pada umumnya terdiri dari 3 bagian,
yaitu :
- Sampai suatu harga beban tertentu, bentuk grafik beban penurunan merupakan
garis lurus. Secara matematis dapat ditulis :
dp/ds = C (constant)
Ini berarti bahwa besarnya penurunan sebanding dengan besarnya beban yang
bekerja. Disini dapat diinterpretasikan bahwa beban-beban yang bekerja
sebagian besar dipakai untuk menimbulkan deformasi elastis, yaitu deformasi
yang disebabkan oleh pemendekan dari tiang, terjadinya konsolidasinya lapisan
tanah sampai derajat konsolidasi tertentu dan juga deformasi yang diakibatkan
oleh sifat elatis dari tanah. Yang jelas sampai batas beban ini lapisan tanah
pendukung belum mengalami keruntuhan.
Pada tiang-tiang yang dipancang sampai lapisan tanah keras, bentuk grafik yang
lurus ini lebih jelas dibandingkan pada friction piles.
- Bagian yang membentuk lengkung parabolis terjadi jika penurunan yang terjadi
tidak sebanding lagi dengan besarnya beban yang bekerja. Secara matematis
dapat ditulis :
dp/ds = f (t)
Keadaan ini memberi tanda bahwa tanah pendukung sudah mulai mengalami
keruntuhan. Jika tanah pendukung bersifat rapuh, maka bagian ini lebih pendek
dibandingkan pada lapisan yang bersifat elastis/kenyal. Sedang pada friction
piles, bentuk lengkung ini kadang-kadang tidak jelas (sangat pendek), apalagi
jika friction piles diletakkan dalam lapisan yang sangat lembek.
- Bagian yang curam, yaitu keadaan dimana tanah pendukung sudah mengalami
keruntuhan total. Secara matematis dapat ditulis :
dp/ds = ∞
dari persamaan ini dapat dilihat bahwa pada suatu harga beban tertentu akan
mengakibatkan terjadinya penurunan terus menerus. Beban dimana keadaan ini
terjadi disebut beban maksimum.
24
Dari uraian-uraian diatas ini jelas bagi kita bahwa sebetulnya yang terpenting dalam
percobaan pembebanan tiang ini adalah menentukan beban maksimum yang akan
mengakibatkan keruntuhan pada tanah pendukungnya. Adanya keruntuhan ini akan lebih
jelas dapat diketahui jika besarnya deformasi plastis dapat ditentukan. Umtuk
menentukan besarnya deformasi plastis ini, maka kita akan melakukan percobaan
pembebanan dengan cara cyclic loading.
Karena itu penulis berpendapat bahwa jika tidak ada pertimbangan-pertimbangan lain,
loading test yang dilakukan untuk pondasi-pondasi jembatan sebaiknya dilakukan
dengan cara cyclic loading ini, dengan alasan-alasan berikut :
i. Pondasi jembatan selalu dipikul oleh lebih dari satu tiang sehingga
percobaan dapat dilakukan dengan menggunakan tiang angker.
ii. Untuk balok-balok penahan dapat dipakai profil-profil baja bekas gelagar
jembatan, sehingga tidak memerlukan adanya beban-beban kontra
iii. Dengan cyclic loading ini kita akan mendapatkan gambaran yang lebih
nyata mengenai daya dukung dari tanah sehingga kita dapat pula
menentukan besarnya daya dukung tiang dengn tepat
Kembali kepersoalan spesifikasi atau batas-batas mana yang akan dipakai dalam
penentuan daya dukung tiang tersebut . ini berarti kita harus memilih salah satu cara
diatas yang dapat dipakai sebagai pegangan, atau mungkin kita akan membuat batasan
sendiri.
Sebelum menetapkan batasan mengenai hal ini, akan kita tinjau sepintas lalu batasan-
batasan yang telah ada (spesifikasi luar negeri) :
“Menurut peraturan-peraturan dari luar negeri, maka besarnya daya
dukung tiang yang diijinkan (safe load) diambil setengah dari beban yang
akan mengakibatkan penurunan total sekitar 0,001 sampai 0,05 inchi
setiap ton beban atau mengakibatkan penurunan plastis sebesar 0,03 inchi
setiap ton beban. Atau daya dukung ini diambil setengah dari beban
dimana grafik sudah menunjukkan dp/ds = ∞ jadi dapat diambil
kesimpulan bahwa daya dukung tiang yang diijinkan hamper semuanya
masih terletak pada bagian grafik yang linier”.
25
Dalam hal ini penulis mengusulkan bahwa besarnya daya dukung tiang ditentukan
dengan mengambil salah satu kriteria sebagai berikut :
a. Daya dukung yang diijinkan diambil setengah dari beban maksimum yang
akan mengakibatkan suatu penurunan total (setelah rebound) sebesar 0,075
cm untuk setiap ton beban ; atau
b. Daya dukung yang diijinkan diambil setengah dari beban maksimum yang
akan mengakibatkan suatu deformasi plastis sebesar 0,025 cm untuk setiap
ton beban
c. Jika percobaan ini dilakukan tidak sampai beban maksimum (tidak mencapai
beban dimana dp/ds = ∞), maka besarnya daya dukung tiang yang diijinkan
dapat diambil setengah dari beban yang setelah 24 jam bekerja akan
mengakibatkan penurunan total (setelah rebound) sebesar 6 mm.
Hal ini penulis kemukakan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pernah dilakukan
sendiri serta data-data yang pernah dilakukan oleh pihak lain, dengan
mempertimbangkan pula peraturan-peraturan dari luar negeri.
4.4. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam loading test
Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, maka selain hal-hal yang telah diuraikan
diatas, maka harus diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
a. Berapa lama setelah dipancang atau dicor, tiang itu dapat dilakukan
oercobaan pembebanan. Mengenai hal ini sebetulnya belum ada peraturan
yang tegas. Tetapi sebagai pegangan dapat diikuti petunjuk sebagai berikut :
i. Untuk tiang-tiangh yang dipancang sampai lapisan tanah keras (point
bearing piles), dapat dilakukan paling cepat 3 (tiga) hari setelah
pemancangan
ii. Untuk friction piles pada tanah lempung, loading test harus dilakukan 1
bulan setelah pemancangan, begitu juga tiang angkernya.
iii. Untuk tiang-tiang yang dipancang yang diletakkan pada lapisan yang
permeable, maka percobaan dapat dilakukan paling cepat setelah 3 hari
pemancangan.
26
iv. Untuk cast in place piles, sebaiknya dilakukan setelah beton mengeras
atau paling cepat setelah 4 minggu tiang dicor.
Pada prinsipnya, lamanya selang waktu itu dimaksudkan agar memberi
kesempatan tanah sudah sepenuhnya mendukung.
b. Bagian tiang yang menonjol diatas tanah harus sependek mungkin untyuk
menghindari terjadinya bahaya tekuk. Percobaan pembebanan yang dilakukan
didarat, maka bagian yang menonjol ini tidak boleh lebih dari 80 cm. sedang
pencobaan yang dulakukan di air, maka penonjolan ini bias saja lebih
panjang, asal dilakukab pengontrolan terhadap bahaya tekuk ini. Jika terjadi
bahaya tekuk, maka bagian tiang yang menonjol harus diperkaku.
c. Percobaan yang menggunakan tiang-tiang angker, maka posisi tiang angker
dan balok penahan harus dikontrol setiap interval tertentu ini dimaksudkan
untuk mengetahui besarnya lendutan balok dan juga menjaga kemungkinan
tercabutkan tiang angker
d. Dongkrak hidrolis harus dilindungi dari sinar matahari. Jika dongkrak ini
terkena panas, maka olinya dapat memuai, ini tentu saja mengakibatkan
besarnya beban percobaan tidak tetap/berubah.
e. Pada waktu dilaksanakan percobaan pembebanan tidak dilakukan
pemancangan pada radius 100 meter dari tempat percobaan. Adanya
pemancangan, mengakibatkan tidak tetapnya posisi jarum lari arloji ukur
(akibat getaran jarum melompat-lompat), kecuali jika ternyata bahwa
pemancangan ini tidak berpengaruh terhadap arloji ukur.
f. Pembacaan arloji ukur setelah penambahan beban/pemberian beban harus
dilakukan pada 15, 30, 45 dan 60 menit pertama, selanjutnya dilakukan setiap
interval 1 jam.
g. Arloji ukur harus diletakkan pada kepala tiang, kira-kira 30 cm diatas
permukaan tanah. Arloji ini posisinya tidak boleh berubah selama percobaan.
Arloji ini dipasang pada dudukan yang dilas pada tiang (untuk tiang baja)
atau pada tulangan untuk tiang beton (sebagian dari tiang dimana dudukan
akan dipasang dibobok dulu, sampai tulangan tiang, lalu dilas).
Tungkai arloji ukur harus ditumpukan pada balok penumpu dari profil INP 10
yang disangga dengan 2 buah tiang. Tiang penyangga harus diletakkan
27
minimal 1.00 meter dari tiang percobaan. Tiang penyangga harus tetap
posisinya-sebaiknya ditanam dengan adukan beton.
4.5. Perbandingan hasil loading test dengan perhitungan
Sebagai bahan perbandingan, dibawah ini penulis cantumkan beberapa hasil loading test
dan perhitungan dengan rumus empiris.
a. Pilar tengah jembatan Mojokerto
Tiang percobaan : steel pipe Ø 500 mm, tebal 12 mm
Dalam pemancangan : 26,50 meter (point bearing)
Nilai sondir : 400 kg/cm2
Nilai spt : N = 50
Macam bearing layer : sand stone, dengan gradasi uniform dan bentuk
butir bundar (rounded).
Perhitungan dengan rumus Dunham memberikan Pu = 246 ton.
Percobaan pembebanan dilakukan dengan 4 tiang angker, direncanakan
sampai beban maksimum 300 ton. Pada beban 280 ton dongkraknya rusak.
Dari hasil-hasil yang telah diperoleh terlihat bahwa sampai beban 240 ton
grafik penurunan beban linier, dengan deformasi total sebesar 0,745 cm. pada
beban 250 ton tanah pendukung pendukung mulai menunjukkan keruntuhan.
Dengan penimbangan hasil perhitungan empiris, maka akhirnya ditetapkan
besarnya safe load 120 ton.
b. Jembatan Cisanggarung – Losari
Loading test dilakukan pada abutment barat, pilar barat, pilar timur sedang
abutment timur tidak sempat ditest.
Tiang percobaan : beton 35 x 35 cm panjang 20 meter
(friction pile)
Perhitungan empiris :
- Abutment + pilar barat ; Pmax = 82 ton
- Pilar timur ; Pmax = 48 ton
c. Mirama Inter Hotel – Surabaya
Penyelidikan tanah dilakukan oleh ITS hanya menggunakan alat sondir.
Dengan dasar hasil sondir ini kemudian direncanakan panjang tiang pancang
yang dipakai 24.00 meter. Ternyata pada waktu pemancangan, kedalaman
28
yang dicapai oleh tiang berbeda-beda, sehingga proyek menjadi ragu-ragu
berapa sebetulnya daya dukung tiang ini. Akhirnya dilakukan loading test :
- Menurut perhitungan empiris : Pu = 210 ton
s.f = 3, P = 70 ton
- Loading test : sampai beban 150 ton penurunan yang terjadi
sebanding
dengan beban, yaitu 1,80 cm.
dengan s.f. = 2, maka data load = 70 ton
Disamping proyek itu, masih banyak lagi pile loading test dilakukan ditempat
lainnya : jembatan pesisir (Cirebon), jembatan M. Penjalinan (padang).
Jembatan Porong, Hotel Sahid Boulevard, Extension Hotel Indonesia, Hotel
Duta Merlin, Pertamina Tower, Oil Tower, Jembatan Krueng Pase dan lain-
lain.
29
BAB V
KESIMPULAN
Sebagai penutup tulisan ini, maka perlu penulis kemukakan yaitu :
1. Untuk menetapkan macam pondasi yang tepat, perlu dilakukan penyelidikan geoteknik
yang teliti serta menggunakan peralatan dan cara yang tepat pula.
2. Jika dari hasil penyelidikan geoteknik ini, hasilnya msih meragukan misalnya dalam
penentuan besarnya daya dukung tiang, maka disarankan agar dilakukan loading test.
3. Hasil pemancangan sebaiknya jangan dijadikan pedoman mati, apalagi hasil
pemancangan pada friction piles. Sebab pemancangan friction piles, sering setelah
tiang mencapai kedalaman yang disarankan belum/tidak akan mencapai penetrasi yang
kecil seperti pada pint bearing piles. Jika anda melakukan pemancangan friction pile
sampai kedalaman yang disarankan ternyata penetrasi masih cukup besar, maka
sekiranya anda masih meragukan terhadap besarnya daya dukung tiang, seharusnya
dilakukan loading test.
4. Perlu dijelaskan pula bahwa dalam loading test, yang kita peroleh adalah hanya beban
maksimum dan bukan besarnya settlement.
5. Untuk pondasi jembatan, lakukanlah loading test dengan menggunakan tiang-tiang
angker dan sedapat mungkin lakukan dengan cara cyclic loading. Tetapi jika waktu
yang tidak mengijinkan (sangat terbatas) dapat saja dilakukan dengan beban serentak.
30
LITERATUR
1. Proceedings-American Society of Civil Engineers-Soi Mechanics and Foundation
Division-volume 80/1954.
2. Earth Manual-United States Department of the Interior Bureau of Reclamation – Oxford
& Jbh Publishing Co. Calcuta.
3. G. Leonards/Foundation Enginering
Mc. Graw-Hill Book Coy, Inc – New York
4. Robert D. Chellis/Pile Foundations
Mc. Graw-Hill Book Coy, Inc – New York
5. W. Lambee/Soil Mechanics
Mc. Graw-Hill Book Coy, Inc – New York
6. Jumikis/Soil Mechanics
Mc. Graw-Hill Book Coy, Inc – New York
7. American Society of Civil Engineer, Papers No.1959
8. Journal of The Boston Society of Civil Engineers
-A.E. Cummings/Dynamics Pile Driving Formulas.
31
LAMPIRAN
32
33
34
35
36
37
38