Top Banner
1 PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA PIDANA MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan acara pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang terdiri dari 3 jenis bahan hukum, yaitu bahan hukum primer berupa KUHAP, bahan hukum sekunder berupa buku-buku ilmu hukum dan media elektronik, serta bahan hukum tersier berupa RUU KUHAP 2012 dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RUU KUHAP 2012 mengenal acara pemeriksaan perkara pidana melalui Jalur Khusus, sedangkan KUHAP tidak mengenalnya, dan KUHAP membedakan perkara pidana yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat atas Acara Pemeriksaan Tipiring dan Acara Pemeriksaan terhadap Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan, sedangkan RUU KUHAP Tahun 2012 tidak membedakannya, tetapi substansinya sama. Perbandingan pengaturan Acara Pemeriksaan perkara pidana antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012 dapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu KUHAP dan RUU KUHAP 2012 sama-sama mengatur hal yang sama, pengaturan dalam RUU KUHAP 2012 lebih rinci & lengkap, ada yang diatur dalam KUHAP, tetapi tidak diatur dalam RUU KUHAP 2012, dan ada yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP 2012. A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1938, di Belanda sedang berkembang pemikiran ke arah kodifikasi hukum, yaitu menuliskan hukum secara sistematis ke dalam suatu kitab hukum. Khusus untuk Wetboek van Strafrecht (WvS) atau KUHP-nya Belanda sebagai hukum material, kodifikasinya telah selesai dibuat pada tahun 1881, dan mulai berlaku pada tahun 1886. 1 Setelah dilakukan beberapa perubahan, WvS ini kemudian diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) dengan nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie, Staatblad 1915 Nomor 732, yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918, dan melalui UU Nomor 1 Tahun 1946, WvS untuk Nederlandsch Indie diterjemahkan menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 2 Pada masa itu, WvS Belanda, sedapat mungkin diberlakukan di Hindia Belanda (baca : Indonesia) berdasarkan asas konkordansi. 3 Hukum acara untuk hukum pidana material ini adalah Inlandsch Reglement (IR) atau Reglemen Bumiputera, yang berlaku berdasarkan Staatblad Nomor 16 Tahun 1848 untuk Jawa dan Madura, serta Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) yang berlaku berdasarkan Staatblad Nomor 227 Tahun 1927 untuk luar Jawa dan Madura. 4 Kedua hukum acara pidana ini, pada tahun 1941 kemudian diganti dengan het Herziene Inlandch Reglement (HIR) melalui Staatblad Nomor 44 Tahun 1941, yang berlaku hingga keluarnya KUHAP melalui UU Nomor 8 Tahun 1981, Lembaran Negara (LN) Tahun 1981 Nomor 76, tanggal 31 Desember 1981. Dalam KUHAP, ada 3 (tiga) jenis acara pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana yaitu Acara Pemeriksaan (AP) Cepat, AP Singkat, dan AP Biasa. Jenis AP akan mempengaruhi lamanya proses pemeriksaan suatu perkara sejak penyidikan hingga eksekusi. AP Cepat hanya memerlukan 1 Djoko Prakoso dan Edy Yunianto, 1986, Dualisme Dalam Peraturan Hukum Pidana Sejak Berlakunya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946, PT. Bina Aksara, Jakarta, h. 2. 2 Ibid.. 3 R. Soesilo 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum), Politeia, Bogor, h. 9. 4 Ibid., h. 11.
12

PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

Oct 26, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

1

PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA PIDANA MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012

Oleh : Berlian Simarmata

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan acara pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang terdiri dari 3 jenis bahan hukum, yaitu bahan hukum primer berupa KUHAP, bahan hukum sekunder berupa buku-buku ilmu hukum dan media elektronik, serta bahan hukum tersier berupa RUU KUHAP 2012 dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Analisis data dilakukan secara kualitatif yuridis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa RUU KUHAP 2012 mengenal acara pemeriksaan perkara pidana melalui Jalur Khusus, sedangkan KUHAP tidak mengenalnya, dan KUHAP membedakan perkara pidana yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat atas Acara Pemeriksaan Tipiring dan Acara Pemeriksaan terhadap Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan, sedangkan RUU KUHAP Tahun 2012 tidak membedakannya, tetapi substansinya sama. Perbandingan pengaturan Acara Pemeriksaan perkara pidana antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012 dapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu KUHAP dan RUU KUHAP 2012 sama-sama mengatur hal yang sama, pengaturan dalam RUU KUHAP 2012 lebih rinci & lengkap, ada yang diatur dalam KUHAP, tetapi tidak diatur dalam RUU KUHAP 2012, dan ada yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP 2012.

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1938, di Belanda sedang berkembang pemikiran ke arah kodifikasi hukum, yaitu menuliskan hukum secara sistematis ke dalam suatu kitab hukum. Khusus untuk Wetboek van Strafrecht (WvS) atau KUHP-nya Belanda sebagai hukum material, kodifikasinya telah selesai dibuat pada tahun 1881, dan mulai berlaku pada tahun 1886.1 Setelah dilakukan beberapa perubahan, WvS ini kemudian diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) dengan nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie, Staatblad 1915 Nomor 732, yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918, dan melalui UU Nomor 1 Tahun 1946, WvS untuk Nederlandsch Indie diterjemahkan menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).2 Pada masa itu, WvS Belanda, sedapat mungkin diberlakukan di Hindia Belanda (baca : Indonesia) berdasarkan asas konkordansi.3

Hukum acara untuk hukum pidana material ini adalah Inlandsch Reglement (IR) atau Reglemen Bumiputera, yang berlaku berdasarkan Staatblad Nomor 16 Tahun 1848 untuk Jawa dan Madura, serta Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) yang berlaku berdasarkan Staatblad Nomor 227 Tahun 1927 untuk luar Jawa dan Madura.4 Kedua hukum acara pidana ini, pada tahun 1941 kemudian diganti dengan het Herziene Inlandch Reglement (HIR) melalui Staatblad Nomor 44 Tahun 1941, yang berlaku hingga keluarnya KUHAP melalui UU Nomor 8 Tahun 1981, Lembaran Negara (LN) Tahun 1981 Nomor 76, tanggal 31 Desember 1981.

Dalam KUHAP, ada 3 (tiga) jenis acara pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana yaitu Acara Pemeriksaan (AP) Cepat, AP Singkat, dan AP Biasa. Jenis AP akan mempengaruhi lamanya proses pemeriksaan suatu perkara sejak penyidikan hingga eksekusi. AP Cepat hanya memerlukan

1 Djoko Prakoso dan Edy Yunianto, 1986, Dualisme Dalam Peraturan Hukum Pidana Sejak Berlakunya Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1946, PT. Bina Aksara, Jakarta, h. 2. 2 Ibid..

3 R. Soesilo 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak

Hukum), Politeia, Bogor, h. 9. 4 Ibid., h. 11.

Page 2: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

2

sekali sidang, sudah langsung diputus. AP Singkat berlangsung dalam beberapa kali sidang, mungkin tidak perlu sampai 3 (tiga) kali sidang, atau mungkin cukup 1 (satu) atau 2 (dua) kali sidang sudah diputus. Pada AP Biasa, persidangan bisa berbulan-bulan, apalagi jika saksi dan atau ahli yang diperiksa sangat banyak.

Jika terdakwanya ditahan pada perkara yang diperiksa menurut acara pemeriksaan biasa, dapat berakibat bahwa terdakwanya akan semakin lama ditahan. Dalam praktik, sering terjadi bahwa jika tersangka atau terdakwa sudah dikenakan penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan), hakim akan cenderung untuk menjatuhkan hukuman minimal sama dengan masa penahanan yang telah dijalani tersangka atau terdakwa, terlepas dari hukuman yang dijatuhkan akan memenuhi rasa keadilan atau tidak. Hal ini dilakukan guna menghindari tuntutan ganti rugi dari tersangka atau terdakwa kepada negara. Dalam kenyataannya, kasus-kasus Sengkon dan Karta atau kasus yang sejenis yang terjadi semasa berlakunya HIR (1944) masih sering terjadi di era KUHAP, walaupun kadang-kadang kebenaran kasusnya terungkap dan selesai di tingkat penyidikan, seperti kasus Aris, Bihin dan Keryanto.5

RUU KUHAP 2012, pada Bab XII tentang Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, mengenal 4 (empat) jenis AP perkara pidana yaitu AP Biasa, AP Singkat, AP Jalur Khusus, dan AP Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Sama seperti model perumusan KUHAP, bahwa RUU KUHAP 2012 dimulai dengan menetapkan perkara mana saja yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan (Pasal 201), acara pemeriksaan jalur khusus (Pasal 199), dan acara pemeriksaan singkat (Pasal 198), sedangkan jenis tindak pidana yang diperiksa dengan acara pemeriksaan biasa tidak ditentukan secara pasti. Namun berdasarkan Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 201 RUU KUHAP 2012 dapat diketahui bahwa perkara pidana yang diperiksa dengan AP Biasa adalah perkara pidana yang tidak diperiksa menurut AP Tipiring, AP Jalur Khusus, dan AP Singkat.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, timbul permasalahan : Bagaimana perbandingan acara pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012 ?

C. Tinjauan Pustaka C.1. Pengertian Perbandingan Perkataan perbandingan berasal dari kata banding, yang bearti persamaan (n), pertimbangan atau pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan oleh pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan terdakwa atau jaksa; mem(per)bandingkan berarti memadukan dua benda (hal, dsb) untuk mengetahui persamaan atau selisihnya; perbandingan berarti perbedaan (selisih), persamaan, pedoman atau pertimbangan.6 Secara umum, membandingkan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk melihat persamaan dan perbedaan antara dua hal yang diperbandingkan.

Dalam penelitian ini, perbandingan acara pemeriksaan perkara pidana antara KUHAP dan RUU KUHAP 2012 dimaksudkan untuk melihat persamaan dan perbedaan antara acara pemeriksaan perkara pidana yang diatur di dalam KUHAP sebagai hukum acara yang sedang berlaku sekarang dengan RUU KUHAP 2012 sebagai hukum acara pidana yang akan berlaku nanti untuk menggantikan KUHAP. C.2. Jenis-jenis Tindak Pidana

Hukum Pidana di Indonesia mengenal asas legalitas, yang dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Pasal 1 KUHP menentukan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan

5 Kisah.Korban.Salah.Tangkap.Yang.Disiksa.Polisi, https://megapolitan.kompas.com/read/2017/06/22/08572121/,

diakses tanggal 2 April 2018. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 75.

Page 3: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

3

kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Perbuatan yang dapat dipidana itu adalah tindak pidana. Agar sesuatu perbuatan dapat dipidana maka perbuatan itu harus sudah dituliskan dan dilarang dalam perundang-undangan pidana. Sebaliknya, jika belum dituliskan atau belum dilarang dalam perundang-undangan pidana, perbuatan itu tidak dapat dipidana, dengan kata lain bukan merupakan suatu tindak pidana.

Ada 3 cara yang dilakukan oleh pembuat undang-undang untuk merumuskan suatu tindak pidana di dalam perundang-undangan pidana, yaitu dengan cara menyebutkan penamaan yuridis, menyebutkan unsur-unsur tindak pidana, tanpa penamaan yuridis, dan menyebutkan unsur-unsur tindak pidana dan penamaan yuridis.7

Proses terhadap pelanggaran Hukum Pidana Material atau pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang itu diatur di dalam Hukum Pidana Formal. Hukum Pidana Formal itu mengatur proses penyelesaian suatu pelanggaran terhadap perundang-undangan pidana material, mulai dari penyidikan dan/atau penyelidikan hingga eksekusi. Jadi, Hukum Pidana Formal (Hukum Acara Pidana) hanya berbicara tentang “proses” penyelesaian pelanggaran terhadap perundang-undangan pidana material.

Menurut Pasal 17 ayat (4) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (Perkap Nomor 14 Tahun 2012), berdasarkan tingkat kesulitan penyidikan perkara ada 4 jenis perkara (pidana), yaitu perkara mudah, perkara sedang, perkara sulit, dan perkara sangat sulit. Sesuatu perkara dikatakan sebagai perkara yang mudah apabila saksi cukup, alat bukti cukup, tersangka sudah diketahui atau ditangkap, dan proses penanganan relatif cepat.

Sesuatu perkara dikatakan sebagai perkara yang sedang apabila saksi cukup, terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka, identitas dan keberadaan tersangka sudah diketahui dan mudah ditangkap, tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir, tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya, dan tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli mudah didapatkan.

Sesuatu perkara dikatakan sebagai perkara yang sulit apabila saksi tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang terjadi, tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu, tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan terorganisir, barang bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit didapat, diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan perkara, diperlukan peralatan khusus dalam penanganan perkaranya, tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa tempat, dan memerlukan waktu penyidikan yang cukup.

Sesuatu perkara dikatakan sebagai perkara yang sangat sulit apabila belum ditemukan saksi yang berhubungan langsung dengan tindak pidana, saksi belum diketahui keberadaannya, saksi atau tersangka berada di luar negeri, Tempat Kejadian Perkara (TKP) di beberapa negara/lintas negara, tersangka berada di luar negeri dan belum ada perjanjian ekstradisi, barang bukti berada di luar negeri dan tidak bisa disita, tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu, dan memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang. Tingkat kesulitan penyidikan ini akan kerkorelasi dengan acara pemeriksaan di persidangan. Sebab, tingkat kesulitan penyidikan pasti kerhubungan juga dengan tingkat kesulitan pembuktian. Tingkat kesulitan pembuktian akan mempengaruhi jenis pemeriksaan perkara pidana, akan diperiksa menurut AP Cepat, AP Singkat, atau AP Biasa. C.3. Acara Pemeriksaan terhadap Perkara Pidana menurut KUHAP

KUHAP sebagai Hukum Acara Pidana mengenal 3 (tiga) jenis acara pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana, yaitu AP Biasa (Pasal 152 – Pasal 202), AP Singkat (Pasal 203 – Pasal 204), serta AP

7 Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari KUHP Belanda dan Padanannya

dalam KUHP Indonesia, terjemahan Tristam Pascal Moeliono, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 87-88.

Page 4: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

4

Cepat, yang terbagi lagi menjadi AP Tipiring dan (Pasal 205 – Pasal 210) dan AP Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan (Pasal 211 – Pasal 216).

Perkara pidana yang diperiksa menurut AP Tipiring ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan, dan yang diperiksa menurut AP Pelanggaran Lalu Lintas Jalan ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Perkara pidana yang diperiksa menurut AP Singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.

Berdasarkan Pasal 203, Pasal 205, dan Pasal 211 KUHAP dapat diketahui bahwa perkara pidana yang diperiksa menurut : 1. AP Singkat adalah perkara pidana yang menurut penuntut umum proses pembuktian serta

penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 2. AP Cepat adalah perkara pidana yang termasuk Tindak Pidana Ringan dan Pelanggaran Peraturan

Lalu Lintas Jalan. 3. AP Tipiring adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga

bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan, kecuali Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan.

4. AP Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.

5. AP Biasa adalah perkara pidana yang proses pembuktian dan penerapan hukumnya tidak mudah dan sifatnya tidak sederhana, atau perkara pidana yang proses pembuktian dan penerapan hukumnya sulit dan sifatnya tidak sederhana.

C.4. Acara Pemeriksaan terhadap Perkara Pidana menurut RUU KUHAP Tahun 2012 Berbeda dengan KUHAP, RUU KUHAP Tahun 2012 mengenal 4 macam acara pemeriksaan

terhadap suatu perkara pidana, yaitu AP Biasa (Pasal 142 – Pasal 197), AP Singkat (Pasal 198), AP Jalur Khusus (Pasal 1999), dan AP Tipiring (Pasal 201 – Pasal 210).

Berdasarkan Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 201 RUU KUHAP 2012 dapat diketahui bahwa perkara pidana yang diperiksa menurut : 1. AP Singkat adalah perkara pidana yang menurut penuntut umum proses pembuktian serta

penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 2. AP Jalur Khusus ialah perkara pidana yang seharusnya diperiksa dengan AP Biasa, yang ancaman

pidananya tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun. Jika dipenuhi syarat, perkaranya akan diperiksa dengan AP Singkat.

3. AP Tipiring adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Kategori I KUHP (Rp 1.500.000,00/satu juta lima ratus ribu rupiah, Pasal 80 (3) RUU KUHP 2012).

4. AP Biasa adalah perkara pidana yang proses pembuktian dan penerapan hukumnya tidak mudah dan sifatnya tidak sederhana, atau perkara pidana yang proses pembuktian dan penerapan hukumnya sulit dan sifatnya tidak sederhana.

D. Metode Penelitian D.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang sudah tersedia dan diolah berdasarkan bahan-bahan hukum.8 Data Sekunder terdiri dari 3 jenis bahan hukum,

8 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, PT. Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, hal. 181.

Page 5: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

5

yaitu bahan hukum primer (primary law material), bahan hukum sekunder (secondary law material), dan bahan hukum tersier (tertiary law material).9

Dalam penelitian ini bahan hukum primer (primary law material) yang digunakan adalah KUHAP. Bahan hukum sekunder (secondary law material) adalah buku-buku Ilmu Hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Bahan hukum tersier (tertiary law material) yang digunakan adalah RUU KUHAP 2012, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. D.2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumentasi. Data dalam bentuk dokumen-dokumen diperiksa dan dilihat relevansinya. Data yang relevan kemudian difotokopi dan dikumpulkan untuk dijadikan sebagai bahan kajian terhadap permasalahan penelitian. D.3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Perpustakaan Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara, Medan. D.4. Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif yuridis. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode deduktif. Metode deduktif beranjak dari peraturan perundang-undangan yang bersifat umum, kemudian ditarik kesimpukan yang bersifat khusus. E. Hasil Penelitian dan Pembahasan E.1. Acara Pemeriksaan Biasa

Perbandingan pengaturan acara pemeriksaan perkara pidana dalam KUHAP dan RUU KUHAP Tahun 2012 dapat dikelompokkan menjadi 4, sebagai berikut : 1. Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP dan RUU KUHAP Tahun 2012 dengan pengaturan

yang sama. 2. Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012

dengan aturan yang lebih rinci dan lengkap. 3. Ada AP perkara pidana yang diatur lebih lengkap dalam KUHAP daripada RUU KUHAP Tahun 2012. 4. Ada AP perkara pidana yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP Tahun

2012. Ad. 1 : Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP dan RUU KUHAP Tahun 2012 dengan

pengaturan yang sama. Acara Pemeriksaan Biasa terhadap perkara pidana yang diatur dalam KUHAP dan RUU KUHAP

Tahun 2012 dengan pengaturan yang sama, terdapat pada : 1. Penunjukan Hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 152 KUHAP jo. Pasal 142 RUU KUHAP 2012). 2. Penetapan hari sidang serta pemanggilan terdakwa dan saksi (Pasal 152 KUHAP jo. Pasal 142 (2) dan

(3) RUU KUHAP 2012). 3. Waktu pelaksanaan sidang pertama (Pasal 153 (1) KUHAP jo. Pasal 143 (1) RUU KUHAP 2012). 4. Pelaksanaan sidang dan pemeriksaan terhadap saksi dan terdakwa (Pasal 153 (2) KUHAP huruf a

KUHAP jo. Pasal 143 (2) RUU KUHAP 2012). 5. Larangan pertanyaan yang bersifat menjerat (Pasal 153 (2) huruf b KUHAP jo. Pasal 143 (3) RUU

KUHAP 2012). 6. Larangan anak hadir dalam persidangan (Pasal 153 (5) KUHAP jo. Pasal 143 (4) RUU KUHAP 2012). 7. Terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir dalam persidangan (Pasal 154 (2), (3), (4) dan (6) KUHAP jo.

Pasal 145 (6), (7) dan (8) dan Pasal 144 (2) RUU KUHAP 2012). 8. Terdakwa lebih dari satu, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan (Pasal

154 (5) KUHAP jo. Pasal 145 (9) RUU KUHAP 2012).

9 Ibid.

Page 6: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

6

9. Laporan Panitera atas ketidakhadiran terdakwa atau sebagian dari terdakwa (Pasal 154 (7) KUHAP jo. Pasal 145 (10) RUU KUHAP 2012).

10. Pembukaan siding, hakim ketua sidang menanyakan identitas terdakwa (Pasal 155 (1) dan (2) KUHAP jo. Pasal 145 (1), (2) dan (5) RUU KUHAP 2012).

11. Identitas saksi dan hubungan keluarga dengan terdakwa (Pasal 160 (2) KUHAP jo. Pasal 150 (6) dan (7) RUU KUHAP 2012).

12. Kewajiban saksi atau ahli untuk bersumpah atau mengucapkan janji (Pasal 160 KUHAP jo. Pasal 150 (12) RUU KUHAP 2012).

13. Urutan pemeriksaan terhadap saksi, menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum. (Pasal 160 (1) huruf a KUHAP jo. Pasal 150 RUU KUHAP 2012).

14. Sikap terdakwa yang tidak mau menjawab pertanyaan hakim, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan (Pasal 175 KUHAP jo. Pasal 165 RUU KUHAP 2012).

15. Pendapat ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya, wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan (Pasal 169 (1) KUHAP jo. Pasal 179 (1) RUU KUHAP 2012).

16. Sumpah/janji ahli, wajib mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya (Pasal 179 (2) KUHAP jo. Pasal 169 (2) RUU KUHAP 2012).

17. Kemungkinan membuka sidang kembali setelah pemeriksaan terhadap bukti dinyatakan ditutup oleh hakim (Pasal 182 (2) KUHAP jo. Pasal 171 (5) dan (6) RUU KUHAP 2012).

18. Musyawarah hakim, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya (5) (Pasal 182 (3), (4) dan (5) KUHAP jo. Pasal 172 (2), (3) dan (4) RUU KUHAP 2012).

19. Asas putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat (Pasal 182 (6) KUHAP jo. Pasal 173 (1) dan (2) RUU KUHAP 2012).

20. Putusan yang diambil melalui suara terbanyak, dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan sifatnya rahasia (Pasal 182 (7) KUHAP Pasal 172 (3) RUU KUHAP 2012).

21. Pengumuman Putusan PN, harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum (sama dengan Pasal 182 (8) KUHAP jo. Pasal 172 (4) dan (5) RUU KUHAP 2012).

22. Memutus perkara dengan hadirnya terdakwa (Pasal 196 KUHAP jo. Pasal 191 (1) dan (2) RUU KUHAP 2012).

23. Hak-hak terdakwa dalam putusan pemidanaan, hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya (Pasal 196 KUHAP jo. Pasal 191 RUU KUHAP 2012).

24. Pembuatan Berita Acara Sidang oleh Panitera (Pasal 202 KUHAP(1), (2), (3) dan (4) KUHAP jo. Pasal 197 (1), (2), (3), dan (4) RUU KUHAP 2012).

Ad. 2 : Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap diatur dalam RUU KUHAP 2012 dengan aturan yang lebih rinci dan lengkap.

1. Sidang terbuka untuk umum dan pengecualiannya. Menurut Pasal 153 (3) KUHAP bahwa untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak, sedangkan Pasal 145 (1) RUU KUHAP 2012 menambahkan tindak pidana yang menyangkut rahasia negara (2).

2. Pengajuan tuntutan oleh penuntut umum. Menurut Pasal 182 (1) huruf a KUHAP bahwa setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana, sedangkan Pasal

Page 7: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

7

171 (2) RUU KUHAP 2012 menambahkan penuntut umum mengajukan tuntutan pidana kepada terdakwa setelah menguraikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

3. Penyampaian surat tuntutan dan jawaban atas nota pembelaan. Menurut Pasal 182 (1) c KUHAP bahwa tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan, sedangkan Pasal 171 (4) RUU KUHAP 2012 menegaskan bahwa setelah dibacakan dalam waktu paling lambat 1 (satu) hari diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunan (salinan)nya kepada pihak yang berkepentingan.

Ad. 3 : Ada AP perkara pidana yang diatur lebih lengkap dalam KUHAP daripada RUU KUHAP 2012. 1. Pemanggilan terdakwa ke ruang sidang. Menurut Pasal 154 (1) KHUAP bahwa Hakim ketua sidang

memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas, sedangkan Pasal 145 (3) RUU KUHAP 2012 tidak menyebutkan “dalam keadaan bebas”.

2. Pemanggilan saksi ke ruang sidang. Menurut Pasal 160 (1) KUHAP bahwa saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum (a), dan yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi (b) sedangkan menurut Pasal 150 (4) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa urutan saksi dan ahli ditentukan oleh pihak yang memanggil.

Ad. 4 : Ada AP perkara pidana yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.

1. Pemanggilan saksi yang tidak tercantum dalam berkas perkara. Menurut Pasal 150 (10) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa dalam hal ada saksi atau ahli, baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa, yang tidak tercantum dalam berkas perkara dan/atau yang diminta oleh terdakwa, penasihat hukum, atau penuntut umum selama sidang berlangsung atau sebelum dijatuhkan putusan, hakim ketua sidang dapat mengabulkan atau menolak untuk mendengar keterangan saksi atau ahli tersebut. Hal ini sama sekali tidak diatur dalam KUHAP.

2. Pemanggilan saksi dan ahli yang menguntungkan (a decharge). Menurut Pasal 150 (5) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa apabila hakim menyetujui saksi dan ahli yang diminta oleh penasihat hukum untuk dihadirkan maka hakim memerintahkan kepada penuntut umum untuk memanggil saksi dan ahli yang diajukan oleh penasihat hukum tersebut. Hal ini sama sekali tidak diatur dalam KUHAP. Dalam praktik, pemanggilan saksi a decharge atau ahli dilakukan dan menjadi tanggungjawab penasihat hukum.

3. Pengajuan saksi, ahli dan bukti oleh penasihat hukum. Menurut Pasal 150 (8) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa setelah pengajuan saksi dan bukti oleh penuntut umum, penasihat hukum dapat menghadirkan bukti, ahli, dan saksi. Hal ini tidak diatur dalam KUHAP, namun dilaksanakan dalam praktik.

4. Pemeriksaan terdakwa. Menurut Pasal 150 (8) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa terdakwa memberikan keterangan pada akhir pemeriksaan. Hal ini tidak diatur dalam KUHAP, sehingga dalam praktik seringkali terjadi saksi dan atau ahli diperiksa setelah pemeriksaan terdakwa.

5. Pemanggilan saksi atau ahli, baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa, yang tidak tercantum dalam berkas perkara dan/atau yang diminta oleh terdakwa, penasihat hukum, atau penuntut umum. Menurut Pasal 150 (9) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa dalam hal ada saksi atau ahli, baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa, yang tidak tercantum dalam berkas perkara dan/atau yang diminta oleh terdakwa, penasihat hukum, atau penuntut umum selama sidang berlangsung atau sebelum dijatuhkan putusan, hakim ketua sidang dapat mengabulkan atau menolak untuk mendengar keterangan saksi atau ahli tersebut. Hal ini tidak diatur dalam KUHAP. Dalam praktik, penuntut umum hanya diperkenankan untuk memanggil saksi

Page 8: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

8

atau ahli yang tercantum dalam berkas perkara, sedangkan penasihat hokum dapat mengajukan saksi atau ahli di luar berkas perkara tetapi hakim memiliki kewenangan untuk mempertimbangkannya, diterima atau ditolak, tergantung urgensinya terhadap perkara yang sedang diperiksa.

6. Penjelasan secara lisan atas bukti di persidangan. Menurut Pasal 171 RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa sesudah kesaksian dan bukti disampaikan oleh kedua belah pihak, penuntut umum dan penasihat hukum diberi kesempatan untuk menyampaikan keterangan lisan yang menjelaskan tentang bukti yang diajukan di persidangan mendukung pendapat mereka mengenai perkara tersebut. Hal ini tidak diatur dalam KUHAP, Hak-hak terdakwa dalam putusan pemidanaan. Menurut Pasal 191 (3) huruf c bahwa segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa yang menjadi haknya, yaitu : hak untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal terdakwa menerima putusan; Hal ini tidak diatur dalam KUHAP.

E.2. Acara Pemeriksaan Singkat Perbandingan pengaturan acara pemeriksaan perkara pidana dalam KUHAP dan RUU KUHAP

Tahun 2012 dapat dikelompokkan menjadi 4, sebagai berikut : 1. Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP dan RUU KUHAP Tahun 2012 dengan pengaturan

yang sama. 2. Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetapi tidak diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012. 3. Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012

dengan aturan yang lebih rinci dan lengkap. 4. Ada AP perkara pidana yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012. Ad. 1 : Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP dan RUU KUHAP Tahun 2012 dengan

pengaturan yang sama. 1. Perkara yang diperiksa dengan AP Singkat, ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak

termasuk perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana, dan dilakukan dengan cara : a. penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan

mengenai identitas memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan, dan pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan.

b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan cara biasa.

c. guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari.

d. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut. e. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam

acara biasa. (Pasal 203 (1) KUHAP jo. Pasal 198 (1), (2), dan (3) RUU KUHAP Tahun 2012).

Ad. 2: Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetapi tidak diatur dalam RUU KUHAP 2012. 1. Perkara yang seharusnya diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat. Menurut Pasal 204 KUHAP

bahwa jika dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang diperiksa dengan acara singkat ternyata sifatnya jelas dan ringan, yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan

Page 9: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

9

persetujuan terdakwa dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut. Hal ini tidak diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.

Ad. 3 : Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap diatur dalam RUU KUHAP 2012 dengan aturan yang lebih rinci dan lengkap.

1. Surat Dakwaan dalam AP Singkat menurut KUHAP tidak perlu dibuat hanya dinyatakan secara tersirat, bahwa penuntut umum membacakan secara lisan dari catatannya tentang perbuatan yang didakwakan. Menurut Pasal 198 (3) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa Perkara yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat tidak menggunakan surat dakwaan, hanya mencantumkan pasal-pasal yang dilanggar.

Ad. 4 : Ada AP perkara pidana yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP 2012. 1. Menurut Pasal 198 (5) RUU KUHAP Tahun 2012, bahwa Pidana penjara yang dapat dijatuhkan

terhadap terdakwa paling lama 3 (tiga) tahun. Ketentuan ini tidak diatur dalam KUHAP. 2. Menurut Pasal 198 (6) RUU KUHAP Tahun 2012, bahwa sidang perkara singkat dilakukan dengan

hakim tunggal. Hal ini tidak diatur dalam KUHAP. E.3. Acara Pemeriksaan Jalur Khusus

Acara pemeriksaan melalui Jalur Khusus sama sekali tidak dikenal dalam KUHAP. Pasal 199 RUU KUHAP 2012 menentukan : (1) Pada saat penuntut umum membacakan surat dakwaan, terdakwa mengakui semua perbuatan yang

didakwakan dan mengaku bersalah melakukan tindak pidana yang ancaman pidana yang didakwakan tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun, penuntut umum dapat melimpahkan perkara ke sidang acara pemeriksaan singkat.

(2) Pengakuan terdakwa dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh terdakwa dan penuntut umum.

(3) Hakim wajib: a. memberitahukan kepada terdakwa mengenai hak-hak yang dilepaskannya dengan memberikan

pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); b. memberitahukan kepada terdakwa mengenai lamanya pidana yang kemungkinan dikenakan; dan c. menanyakan apakah pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan secara sukarela. d. Hakim dapat menolak pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika hakim ragu terhadap

kebenaran pengakuan terdakwa. (4) Dikecualikan dari Pasal 198 ayat (5), penjatuhan pidana terhadap terdakwa sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 2/3 dari maksimum pidana tindak pidana yang didakwakan. Jadi, RUU KUHAP Tahun 2012 telah mewajibkan penuntut umum untuk membacakan

dakwaannya kepada terdakwa sebelum persidangan dimulai. Menurut KUHAP, surat dakwaan baru dibacakan pada saat sidang pertama. Setelah penuntut umum membacakan surat dakwaan dan terdakwa mengakui semua perbuatan yang didakwakan dan mengaku bersalah melakukan tindak pidana yang ancaman pidana yang didakwakan tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun, penuntut umum dapat melimpahkan perkara ke sidang acara pemeriksaan singkat. Sesuai dengan Pasal 198 RUU KUHAP Tahun 2012, bahwa perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat adalah perkara yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. Pemerapan hukum menjadi mudah dan sifat perkara menjadi sederhana karena si terdakwa telah mengakui perbuatannya.

Pengakuan terdakwa dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh terdakwa dan penuntut umum. Hal ini penting untuk menjamin kepastian hukum. Sebab, dengan pengakuan bersalah dari terdakwa ada hak-haknya yang hilang, dan penjatuhan pidana terhadap terdakwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 2/3 dari maksimum pidana tindak pidana yang didakwakan.

Page 10: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

10

E.4. Acara Pemeriksaan Cepat Acara Pemeriksaan Cepat menurut KUHAP dilakukan terhadap 2 (dua) macam tindak pidana,

yaitu untuk tindak pidana ringan dan tindak pidana pelanggaran terhadap peraturan lalu linta jalan. RUU KUHAP Tahun 2012 tidak menyebut acara pemeriksaan cepat, namun mengatur acara pemeriksaan tindak pidana ringan, yang dilakukan terhadap tindak pidana ringan dan pemeriksaan terhadap tindak pidana pelanggaran peraturan lalu lintas jalan.

Perbandingan pengaturan acara pemeriksaan perkara pidana dengan Acara Pemeriksaan Cepat dalam KUHAP dan RUU KUHAP 2012 bahwa pada prinsipnya adalah sama, yaitu : 1. Tindak pidana yang diperiksa dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Menurut Pasal 205

(1) KUHAP bahwa Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali tindak pidana pelanggaran peraturan lalu lintas jalan (sama dengan sedangkan menurut Pasal 201 (1) RUU KUHAP 2012 bahwa perkara yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak sebagaimana dimaksud dalam Kategori I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Menurut Pasal RUU KUHP Tahun 2012, denda kategori I adalah maksimal Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

2. Proses pelimpahan perkara ke pengadilan. Menurut Pasal 205 (1) KUHAP bahwa dalam perkara tindak pidana ringan, penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan, sedangkan menurut Pasal 201 (2) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa dalam perkara yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan, penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, atau juru bahasa ke sidang pengadilan

3. Hakim pemeriksa dan upaya hukum banding. Menurut Pasal 205 (1) KUHAP bahwa dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan, pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding, sedangkan menurut Pasal 201 (3) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa dalam acara pemeriksaan perkara yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan, pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir (3), kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat meminta banding (4).

4. Penetapan hari sidang. Menurut Pasal 206 KUHAP bahwa pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. sedangkan menurut Pasal 203 RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa pengadilan menetapkan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.

E.5. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel di atas dapat diketahui bahwa perbandingan

pengaturan Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan dalam KUHAP dan RUU KUHAP Tahun 2012 adalah sebagai berikut : 1. Ada acara pemeriksaan perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap diatur dalam RUU KUHAP

Tahun 2012 dengan pengaturan yang sama. 2. Ada acara pemeriksaan perkara pidana yang diatur secara tegas dalam KUHAP, tetapi tidak diatur

secara tegas dalam RUU KUHAP Tahun 2012. Ad. 1 : Ada acara pemeriksaan perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap diatur dalam RUU

KUHAP Tahun 2012 dengan pengaturan yang sama. 1. Berita acara pemeriksaan tidak diperlukan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 207 ayat (1) huruf a (surat Tilang) segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya

Page 11: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

11

pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya (Pasal 212 KUHAP jo. Pasal 202 RUU KUHAP 2012).

2. Pemberitahuan hari siding, bahwa penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan, dan perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga (2) (Pasal 207 (1) dan (2) KUHAP jo. Pasal 204 (1) dan (2) RUU KUHAP 2012).

3. Pendaftaran atau pencatatan perkara, bahwa hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya, dan dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya (2) (Pasal 207 (1) KUHAP jo. Pasal 204 (1) RUU KUHAP 2012).

4. Pengucapan sumpah/janji oleh saksi, bahwa Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP jo. Pasal 205 RUU KUHAP 2012).

5. Putusan, bahwa putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan selanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera (Pasal 209 (1) KUHAP jo. Pasal 206 (1) RUU KUHAP 2012).

6. Perlawanan terhadap Putusan in absensia, bahwa dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan (Pasal 214 (4) KUHAP jo. Pasal 209 (4) RUU KUHAP 2012).

7. Jangka waktu pengajuan perlawanan terhadap Putusan in absensia, bahwa dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu (Pasal 214 (5) KUHAP jo. Pasal 209 (5) RUU KUHAP 2012).

8. Akibat hukum adanya perlawanan terhadap Putusan in absensia, bahwa dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur (Pasal 214 (6) KUHAP jo. Pasal 209 (6) RUU KUHAP 2012).

9. Penetapan hari siding terhadap perlawanan, bahwa setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara itu. Hal yang sama diatur dalam (Pasal 214 (7) KUHAP jo. Pasal 209 (7) RUU KUHAP 2012).

10. Upaya hukum banding dapat diajukan terhadap putusan perlawanan (Pasal 214 (8) KUHAP jo. Pasal 209 (8) RUU KUHAP 2012).

Ad. 2 : Ada AP perkara pidana yang diatur secara tegas dalam KUHAP, tetapi tidak diatur secara tegas dalam RUU KUHAP 2012.

1. Perkara yang diperiksa menurut AP Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan. Menurut Pasal 211 KUHAP bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Ada aturan yang tegas tentang perkara yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan. Hal ini tidak tegas diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.

2. Berita acara pemeriksaan. Menurut Pasal 212 KUHAP bahwa untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a (Surat Tilang) segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya. Hal ini tidak tegas diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.

3. Penyampaian amar putusan kepada terdakwa. Menurut Pasal 214 (2) KUHAP bahwa dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana, sedangkan menurut Pasal 209 (2) RUU KUHAP 2012 bahwa dalam hal putusan diucapkan

Page 12: PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA … · MENURUT KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012 Oleh : Berlian Simarmata ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan

12

di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan dalam waktu paling lambat 1 (satu) hari terhitung sejak tanggal diputuskan disampaikan kepada terpidana. Jadi ada batasan waktu.

F. Kesimpulan 1. Perbandingan Acara Pemeriksaan Perkara Pidana dalam KUHAP & RUU KUHAP Tahun 2012 adalah :

a. RUU KUHAP 2012 mengenal acara pemeriksaan perkara pidana melalui Jalur Khusus, sedangkan KUHAP tidak mengenalnya.

b. KUHAP membedakan perkara pidana yang diperiksa dgn Acara Pemeriksaan Cepat atas Acara Pemeriksaan Tipiring & Acara Pemeriksaan terhadap Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan, sedangkan RUU KUHAP Tahun 2012 tidak membedakannya, tetapi substansinya sama.

2. Perbandingan pengaturan Acara Pemeriksaan perkara pidana antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012 dibagi atas 4 kelompok, yaitu : a. Pengaturan dalam KUHAP dan RUU KUHAP 2012 ada yang sama. b. Pengaturan dalam RUU KUHAP Tahun 2012 lebih rinci & lengkap dibandingkan dengan KUHAP. c. Ada yang diatur dalam KUHAP, tetapi tidak diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012. d. Ada yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.

G. Saran 1. Pengaturan yang sudah baik dan lebih sistematis dalam KUHAP seharusnya tidak dihilangkan dari

RUU KUHAP Tahun 2012. 2. Kelemahan penerapan KUHAP yang terjadi selama berlakunya KUHAP hingga sekarang, seharusnya

itu yang dibenahi dalam KUHAP yang akan datang (RUU KUHAP Tahun 2012).

DAFTAR PUSTAKA Buku Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, PT. Kencana Prenada Media Grup, Jakarta. Prakoso, Djoko dan Edy Yunianto, 1986, Dualisme Dalam Peraturan Hukum Pidana Sejak Berlakunya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, PT. Bina Aksara, Jakarta. Remmelink, Jan, 2003, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari KUHP Belanda dan

Padanannya dalam KUHP Indonesia, terjemahan Tristam Pascal Moeliono, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 87-88.

Soesilo, R., 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum), Politeia, Bogor, h. 9.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Peraturan dan RUU. Republik Indonesia, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebelum dan

sesudah diamandemen. _____________, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Rancangan Undang Undang Hukum Acara Pidana Tahun 2012.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Internet. Kisah Korban Salah Tangkap Yang Disiksa Polisi, https://megapolitan.kompas.com/

read/2017/06/22/08572121/, diakses tanggal 2 April 2018.