-
1
PERBANDINGAN ACARA PEMERIKSAAN TERHADAP PERKARA PIDANA MENURUT
KUHAP DAN RUU KUHAP TAHUN 2012
Oleh : Berlian Simarmata
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan acara
pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana antara KUHAP dengan RUU
KUHAP 2012.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yang terdiri dari 3 jenis bahan hukum, yaitu bahan hukum
primer berupa KUHAP, bahan hukum sekunder berupa buku-buku ilmu
hukum dan media elektronik, serta bahan hukum tersier berupa RUU
KUHAP 2012 dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Analisis data
dilakukan secara kualitatif yuridis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa RUU KUHAP 2012 mengenal acara
pemeriksaan perkara pidana melalui Jalur Khusus, sedangkan KUHAP
tidak mengenalnya, dan KUHAP membedakan perkara pidana yang
diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat atas Acara Pemeriksaan
Tipiring dan Acara Pemeriksaan terhadap Pelanggaran Peraturan Lalu
Lintas Jalan, sedangkan RUU KUHAP Tahun 2012 tidak membedakannya,
tetapi substansinya sama. Perbandingan pengaturan Acara Pemeriksaan
perkara pidana antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012 dapat dibagi atas
4 kelompok, yaitu KUHAP dan RUU KUHAP 2012 sama-sama mengatur hal
yang sama, pengaturan dalam RUU KUHAP 2012 lebih rinci &
lengkap, ada yang diatur dalam KUHAP, tetapi tidak diatur dalam RUU
KUHAP 2012, dan ada yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur
dalam RUU KUHAP 2012.
A. Latar Belakang Masalah
Pada tahun 1938, di Belanda sedang berkembang pemikiran ke arah
kodifikasi hukum, yaitu menuliskan hukum secara sistematis ke dalam
suatu kitab hukum. Khusus untuk Wetboek van Strafrecht (WvS) atau
KUHP-nya Belanda sebagai hukum material, kodifikasinya telah
selesai dibuat pada tahun 1881, dan mulai berlaku pada tahun 1886.1
Setelah dilakukan beberapa perubahan, WvS ini kemudian diberlakukan
di Hindia Belanda (Indonesia) dengan nama Wetboek van Strafrecht
voor Nederlandsch Indie, Staatblad 1915 Nomor 732, yang berlaku
sejak tanggal 1 Januari 1918, dan melalui UU Nomor 1 Tahun 1946,
WvS untuk Nederlandsch Indie diterjemahkan menjadi Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).2 Pada masa itu, WvS Belanda,
sedapat mungkin diberlakukan di Hindia Belanda (baca : Indonesia)
berdasarkan asas konkordansi.3
Hukum acara untuk hukum pidana material ini adalah Inlandsch
Reglement (IR) atau Reglemen Bumiputera, yang berlaku berdasarkan
Staatblad Nomor 16 Tahun 1848 untuk Jawa dan Madura, serta
Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) yang berlaku
berdasarkan Staatblad Nomor 227 Tahun 1927 untuk luar Jawa dan
Madura.4 Kedua hukum acara pidana ini, pada tahun 1941 kemudian
diganti dengan het Herziene Inlandch Reglement (HIR) melalui
Staatblad Nomor 44 Tahun 1941, yang berlaku hingga keluarnya KUHAP
melalui UU Nomor 8 Tahun 1981, Lembaran Negara (LN) Tahun 1981
Nomor 76, tanggal 31 Desember 1981.
Dalam KUHAP, ada 3 (tiga) jenis acara pemeriksaan terhadap suatu
perkara pidana yaitu Acara Pemeriksaan (AP) Cepat, AP Singkat, dan
AP Biasa. Jenis AP akan mempengaruhi lamanya proses pemeriksaan
suatu perkara sejak penyidikan hingga eksekusi. AP Cepat hanya
memerlukan
1 Djoko Prakoso dan Edy Yunianto, 1986, Dualisme Dalam Peraturan
Hukum Pidana Sejak Berlakunya Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946, PT. Bina Aksara, Jakarta, h. 2. 2
Ibid..
3 R. Soesilo 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian
Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak
Hukum), Politeia, Bogor, h. 9. 4 Ibid., h. 11.
-
2
sekali sidang, sudah langsung diputus. AP Singkat berlangsung
dalam beberapa kali sidang, mungkin tidak perlu sampai 3 (tiga)
kali sidang, atau mungkin cukup 1 (satu) atau 2 (dua) kali sidang
sudah diputus. Pada AP Biasa, persidangan bisa berbulan-bulan,
apalagi jika saksi dan atau ahli yang diperiksa sangat banyak.
Jika terdakwanya ditahan pada perkara yang diperiksa menurut
acara pemeriksaan biasa, dapat berakibat bahwa terdakwanya akan
semakin lama ditahan. Dalam praktik, sering terjadi bahwa jika
tersangka atau terdakwa sudah dikenakan penahanan Rumah Tahanan
Negara (Rutan), hakim akan cenderung untuk menjatuhkan hukuman
minimal sama dengan masa penahanan yang telah dijalani tersangka
atau terdakwa, terlepas dari hukuman yang dijatuhkan akan memenuhi
rasa keadilan atau tidak. Hal ini dilakukan guna menghindari
tuntutan ganti rugi dari tersangka atau terdakwa kepada negara.
Dalam kenyataannya, kasus-kasus Sengkon dan Karta atau kasus yang
sejenis yang terjadi semasa berlakunya HIR (1944) masih sering
terjadi di era KUHAP, walaupun kadang-kadang kebenaran kasusnya
terungkap dan selesai di tingkat penyidikan, seperti kasus Aris,
Bihin dan Keryanto.5
RUU KUHAP 2012, pada Bab XII tentang Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan, mengenal 4 (empat) jenis AP perkara pidana yaitu AP
Biasa, AP Singkat, AP Jalur Khusus, dan AP Tindak Pidana Ringan
(Tipiring). Sama seperti model perumusan KUHAP, bahwa RUU KUHAP
2012 dimulai dengan menetapkan perkara mana saja yang diperiksa
menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan (Pasal 201), acara
pemeriksaan jalur khusus (Pasal 199), dan acara pemeriksaan singkat
(Pasal 198), sedangkan jenis tindak pidana yang diperiksa dengan
acara pemeriksaan biasa tidak ditentukan secara pasti. Namun
berdasarkan Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 201 RUU KUHAP 2012
dapat diketahui bahwa perkara pidana yang diperiksa dengan AP Biasa
adalah perkara pidana yang tidak diperiksa menurut AP Tipiring, AP
Jalur Khusus, dan AP Singkat.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, timbul permasalahan
: Bagaimana perbandingan acara pemeriksaan terhadap suatu perkara
pidana antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012 ?
C. Tinjauan Pustaka C.1. Pengertian Perbandingan Perkataan
perbandingan berasal dari kata banding, yang bearti persamaan (n),
pertimbangan atau pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan
oleh pengadilan yang lebih tinggi atas permintaan terdakwa atau
jaksa; mem(per)bandingkan berarti memadukan dua benda (hal, dsb)
untuk mengetahui persamaan atau selisihnya; perbandingan berarti
perbedaan (selisih), persamaan, pedoman atau pertimbangan.6 Secara
umum, membandingkan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk
melihat persamaan dan perbedaan antara dua hal yang
diperbandingkan.
Dalam penelitian ini, perbandingan acara pemeriksaan perkara
pidana antara KUHAP dan RUU KUHAP 2012 dimaksudkan untuk melihat
persamaan dan perbedaan antara acara pemeriksaan perkara pidana
yang diatur di dalam KUHAP sebagai hukum acara yang sedang berlaku
sekarang dengan RUU KUHAP 2012 sebagai hukum acara pidana yang akan
berlaku nanti untuk menggantikan KUHAP. C.2. Jenis-jenis Tindak
Pidana
Hukum Pidana di Indonesia mengenal asas legalitas, yang
dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Pasal 1 KUHP menentukan
bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan
5 Kisah.Korban.Salah.Tangkap.Yang.Disiksa.Polisi,
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/06/22/08572121/,
diakses tanggal 2 April 2018. 6 Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, h. 75.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/06/22/08572121/kisah.korban.salah.tangkap.yang.disiksa.polisi
-
3
kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
Perbuatan yang dapat dipidana itu adalah tindak pidana. Agar
sesuatu perbuatan dapat dipidana maka perbuatan itu harus sudah
dituliskan dan dilarang dalam perundang-undangan pidana.
Sebaliknya, jika belum dituliskan atau belum dilarang dalam
perundang-undangan pidana, perbuatan itu tidak dapat dipidana,
dengan kata lain bukan merupakan suatu tindak pidana.
Ada 3 cara yang dilakukan oleh pembuat undang-undang untuk
merumuskan suatu tindak pidana di dalam perundang-undangan pidana,
yaitu dengan cara menyebutkan penamaan yuridis, menyebutkan
unsur-unsur tindak pidana, tanpa penamaan yuridis, dan menyebutkan
unsur-unsur tindak pidana dan penamaan yuridis.7
Proses terhadap pelanggaran Hukum Pidana Material atau
pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang itu diatur di dalam
Hukum Pidana Formal. Hukum Pidana Formal itu mengatur proses
penyelesaian suatu pelanggaran terhadap perundang-undangan pidana
material, mulai dari penyidikan dan/atau penyelidikan hingga
eksekusi. Jadi, Hukum Pidana Formal (Hukum Acara Pidana) hanya
berbicara tentang “proses” penyelesaian pelanggaran terhadap
perundang-undangan pidana material.
Menurut Pasal 17 ayat (4) Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana (Perkap Nomor 14 Tahun 2012), berdasarkan tingkat
kesulitan penyidikan perkara ada 4 jenis perkara (pidana), yaitu
perkara mudah, perkara sedang, perkara sulit, dan perkara sangat
sulit. Sesuatu perkara dikatakan sebagai perkara yang mudah apabila
saksi cukup, alat bukti cukup, tersangka sudah diketahui atau
ditangkap, dan proses penanganan relatif cepat.
Sesuatu perkara dikatakan sebagai perkara yang sedang apabila
saksi cukup, terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah
keterlibatan tersangka, identitas dan keberadaan tersangka sudah
diketahui dan mudah ditangkap, tersangka tidak merupakan bagian
dari pelaku kejahatan terorganisir, tersangka tidak terganggu
kondisi kesehatannya, dan tidak diperlukan keterangan ahli, namun
apabila diperlukan ahli mudah didapatkan.
Sesuatu perkara dikatakan sebagai perkara yang sulit apabila
saksi tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang
terjadi, tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu
kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu, tersangka dilindungi
kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan terorganisir,
barang bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit
didapat, diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung
pengungkapan perkara, diperlukan peralatan khusus dalam penanganan
perkaranya, tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa
tempat, dan memerlukan waktu penyidikan yang cukup.
Sesuatu perkara dikatakan sebagai perkara yang sangat sulit
apabila belum ditemukan saksi yang berhubungan langsung dengan
tindak pidana, saksi belum diketahui keberadaannya, saksi atau
tersangka berada di luar negeri, Tempat Kejadian Perkara (TKP) di
beberapa negara/lintas negara, tersangka berada di luar negeri dan
belum ada perjanjian ekstradisi, barang bukti berada di luar negeri
dan tidak bisa disita, tersangka belum diketahui identitasnya atau
terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu, dan
memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang. Tingkat kesulitan
penyidikan ini akan kerkorelasi dengan acara pemeriksaan di
persidangan. Sebab, tingkat kesulitan penyidikan pasti kerhubungan
juga dengan tingkat kesulitan pembuktian. Tingkat kesulitan
pembuktian akan mempengaruhi jenis pemeriksaan perkara pidana, akan
diperiksa menurut AP Cepat, AP Singkat, atau AP Biasa. C.3. Acara
Pemeriksaan terhadap Perkara Pidana menurut KUHAP
KUHAP sebagai Hukum Acara Pidana mengenal 3 (tiga) jenis acara
pemeriksaan terhadap suatu perkara pidana, yaitu AP Biasa (Pasal
152 – Pasal 202), AP Singkat (Pasal 203 – Pasal 204), serta AP
7 Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal
Terpenting dari KUHP Belanda dan Padanannya
dalam KUHP Indonesia, terjemahan Tristam Pascal Moeliono, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 87-88.
-
4
Cepat, yang terbagi lagi menjadi AP Tipiring dan (Pasal 205 –
Pasal 210) dan AP Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan (Pasal
211 – Pasal 216).
Perkara pidana yang diperiksa menurut AP Tipiring ialah perkara
yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga
bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus
rupiah dan penghinaan ringan, dan yang diperiksa menurut AP
Pelanggaran Lalu Lintas Jalan ialah perkara pelanggaran tertentu
terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Perkara
pidana yang diperiksa menurut AP Singkat ialah perkara kejahatan
atau pelanggaran yang menurut penuntut umum pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
Berdasarkan Pasal 203, Pasal 205, dan Pasal 211 KUHAP dapat
diketahui bahwa perkara pidana yang diperiksa menurut : 1. AP
Singkat adalah perkara pidana yang menurut penuntut umum proses
pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 2. AP Cepat
adalah perkara pidana yang termasuk Tindak Pidana Ringan dan
Pelanggaran Peraturan
Lalu Lintas Jalan. 3. AP Tipiring adalah perkara yang diancam
dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga
bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus
rupiah dan penghinaan ringan, kecuali Pelanggaran Peraturan Lalu
Lintas Jalan.
4. AP Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan adalah perkara
pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu
lintas jalan.
5. AP Biasa adalah perkara pidana yang proses pembuktian dan
penerapan hukumnya tidak mudah dan sifatnya tidak sederhana, atau
perkara pidana yang proses pembuktian dan penerapan hukumnya sulit
dan sifatnya tidak sederhana.
C.4. Acara Pemeriksaan terhadap Perkara Pidana menurut RUU KUHAP
Tahun 2012 Berbeda dengan KUHAP, RUU KUHAP Tahun 2012 mengenal 4
macam acara pemeriksaan
terhadap suatu perkara pidana, yaitu AP Biasa (Pasal 142 – Pasal
197), AP Singkat (Pasal 198), AP Jalur Khusus (Pasal 1999), dan AP
Tipiring (Pasal 201 – Pasal 210).
Berdasarkan Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 201 RUU KUHAP 2012
dapat diketahui bahwa perkara pidana yang diperiksa menurut : 1. AP
Singkat adalah perkara pidana yang menurut penuntut umum proses
pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 2. AP Jalur
Khusus ialah perkara pidana yang seharusnya diperiksa dengan AP
Biasa, yang ancaman
pidananya tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun. Jika dipenuhi
syarat, perkaranya akan diperiksa dengan AP Singkat.
3. AP Tipiring adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Kategori I KUHP
(Rp 1.500.000,00/satu juta lima ratus ribu rupiah, Pasal 80 (3) RUU
KUHP 2012).
4. AP Biasa adalah perkara pidana yang proses pembuktian dan
penerapan hukumnya tidak mudah dan sifatnya tidak sederhana, atau
perkara pidana yang proses pembuktian dan penerapan hukumnya sulit
dan sifatnya tidak sederhana.
D. Metode Penelitian D.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu data yang sudah tersedia dan diolah berdasarkan
bahan-bahan hukum.8 Data Sekunder terdiri dari 3 jenis bahan
hukum,
8 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, PT. Kencana
Prenada Media Grup, Jakarta, hal. 181.
-
5
yaitu bahan hukum primer (primary law material), bahan hukum
sekunder (secondary law material), dan bahan hukum tersier
(tertiary law material).9
Dalam penelitian ini bahan hukum primer (primary law material)
yang digunakan adalah KUHAP. Bahan hukum sekunder (secondary law
material) adalah buku-buku Ilmu Hukum yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas. Bahan hukum tersier (tertiary law
material) yang digunakan adalah RUU KUHAP 2012, dan Kamus Besar
Bahasa Indonesia. D.2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan cara studi dokumentasi. Data dalam bentuk
dokumen-dokumen diperiksa dan dilihat relevansinya. Data yang
relevan kemudian difotokopi dan dikumpulkan untuk dijadikan sebagai
bahan kajian terhadap permasalahan penelitian. D.3. Lokasi
Penelitian
Penelitian dilakukan di Perpustakaan Universitas Katolik Santo
Thomas Sumatera Utara, Medan. D.4. Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif
yuridis. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode
deduktif. Metode deduktif beranjak dari peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum, kemudian ditarik kesimpukan
yang bersifat khusus. E. Hasil Penelitian dan Pembahasan E.1. Acara
Pemeriksaan Biasa
Perbandingan pengaturan acara pemeriksaan perkara pidana dalam
KUHAP dan RUU KUHAP Tahun 2012 dapat dikelompokkan menjadi 4,
sebagai berikut : 1. Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP
dan RUU KUHAP Tahun 2012 dengan pengaturan
yang sama. 2. Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP,
tetap diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012
dengan aturan yang lebih rinci dan lengkap. 3. Ada AP perkara
pidana yang diatur lebih lengkap dalam KUHAP daripada RUU KUHAP
Tahun 2012. 4. Ada AP perkara pidana yang tidak diatur dalam KUHAP,
tetapi diatur dalam RUU KUHAP Tahun
2012. Ad. 1 : Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP dan
RUU KUHAP Tahun 2012 dengan
pengaturan yang sama. Acara Pemeriksaan Biasa terhadap perkara
pidana yang diatur dalam KUHAP dan RUU KUHAP
Tahun 2012 dengan pengaturan yang sama, terdapat pada : 1.
Penunjukan Hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 152 KUHAP jo.
Pasal 142 RUU KUHAP 2012). 2. Penetapan hari sidang serta
pemanggilan terdakwa dan saksi (Pasal 152 KUHAP jo. Pasal 142 (2)
dan
(3) RUU KUHAP 2012). 3. Waktu pelaksanaan sidang pertama (Pasal
153 (1) KUHAP jo. Pasal 143 (1) RUU KUHAP 2012). 4. Pelaksanaan
sidang dan pemeriksaan terhadap saksi dan terdakwa (Pasal 153 (2)
KUHAP huruf a
KUHAP jo. Pasal 143 (2) RUU KUHAP 2012). 5. Larangan pertanyaan
yang bersifat menjerat (Pasal 153 (2) huruf b KUHAP jo. Pasal 143
(3) RUU
KUHAP 2012). 6. Larangan anak hadir dalam persidangan (Pasal 153
(5) KUHAP jo. Pasal 143 (4) RUU KUHAP 2012). 7. Terdakwa yang tidak
ditahan tidak hadir dalam persidangan (Pasal 154 (2), (3), (4) dan
(6) KUHAP jo.
Pasal 145 (6), (7) dan (8) dan Pasal 144 (2) RUU KUHAP 2012). 8.
Terdakwa lebih dari satu, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir
dapat dilangsungkan (Pasal
154 (5) KUHAP jo. Pasal 145 (9) RUU KUHAP 2012).
9 Ibid.
-
6
9. Laporan Panitera atas ketidakhadiran terdakwa atau sebagian
dari terdakwa (Pasal 154 (7) KUHAP jo. Pasal 145 (10) RUU KUHAP
2012).
10. Pembukaan siding, hakim ketua sidang menanyakan identitas
terdakwa (Pasal 155 (1) dan (2) KUHAP jo. Pasal 145 (1), (2) dan
(5) RUU KUHAP 2012).
11. Identitas saksi dan hubungan keluarga dengan terdakwa (Pasal
160 (2) KUHAP jo. Pasal 150 (6) dan (7) RUU KUHAP 2012).
12. Kewajiban saksi atau ahli untuk bersumpah atau mengucapkan
janji (Pasal 160 KUHAP jo. Pasal 150 (12) RUU KUHAP 2012).
13. Urutan pemeriksaan terhadap saksi, menurut urutan yang
dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar
pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum. (Pasal 160
(1) huruf a KUHAP jo. Pasal 150 RUU KUHAP 2012).
14. Sikap terdakwa yang tidak mau menjawab pertanyaan hakim,
hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu
pemeriksaan dilanjutkan (Pasal 175 KUHAP jo. Pasal 165 RUU KUHAP
2012).
15. Pendapat ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya, wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan (Pasal 169
(1) KUHAP jo. Pasal 179 (1) RUU KUHAP 2012).
16. Sumpah/janji ahli, wajib mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya (Pasal 179 (2) KUHAP
jo. Pasal 169 (2) RUU KUHAP 2012).
17. Kemungkinan membuka sidang kembali setelah pemeriksaan
terhadap bukti dinyatakan ditutup oleh hakim (Pasal 182 (2) KUHAP
jo. Pasal 171 (5) dan (6) RUU KUHAP 2012).
18. Musyawarah hakim, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan
dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan
yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis
dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya
(5) (Pasal 182 (3), (4) dan (5) KUHAP jo. Pasal 172 (2), (3) dan
(4) RUU KUHAP 2012).
19. Asas putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil
permufakatan bulat (Pasal 182 (6) KUHAP jo. Pasal 173 (1) dan (2)
RUU KUHAP 2012).
20. Putusan yang diambil melalui suara terbanyak, dicatat dalam
buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu
dan sifatnya rahasia (Pasal 182 (7) KUHAP Pasal 172 (3) RUU KUHAP
2012).
21. Pengumuman Putusan PN, harus diberitahukan kepada penuntut
umum, terdakwa atau penasihat hukum (sama dengan Pasal 182 (8)
KUHAP jo. Pasal 172 (4) dan (5) RUU KUHAP 2012).
22. Memutus perkara dengan hadirnya terdakwa (Pasal 196 KUHAP
jo. Pasal 191 (1) dan (2) RUU KUHAP 2012).
23. Hak-hak terdakwa dalam putusan pemidanaan, hakim ketua
sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang
menjadi haknya (Pasal 196 KUHAP jo. Pasal 191 RUU KUHAP 2012).
24. Pembuatan Berita Acara Sidang oleh Panitera (Pasal 202
KUHAP(1), (2), (3) dan (4) KUHAP jo. Pasal 197 (1), (2), (3), dan
(4) RUU KUHAP 2012).
Ad. 2 : Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap
diatur dalam RUU KUHAP 2012 dengan aturan yang lebih rinci dan
lengkap.
1. Sidang terbuka untuk umum dan pengecualiannya. Menurut Pasal
153 (3) KUHAP bahwa untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang
membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam
perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak, sedangkan
Pasal 145 (1) RUU KUHAP 2012 menambahkan tindak pidana yang
menyangkut rahasia negara (2).
2. Pengajuan tuntutan oleh penuntut umum. Menurut Pasal 182 (1)
huruf a KUHAP bahwa setelah pemeriksaan dinyatakan selesai,
penuntut umum mengajukan tuntutan pidana, sedangkan Pasal
-
7
171 (2) RUU KUHAP 2012 menambahkan penuntut umum mengajukan
tuntutan pidana kepada terdakwa setelah menguraikan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan terdakwa.
3. Penyampaian surat tuntutan dan jawaban atas nota pembelaan.
Menurut Pasal 182 (1) c KUHAP bahwa tuntutan, pembelaan dan jawaban
atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan
segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada
pihak yang berkepentingan, sedangkan Pasal 171 (4) RUU KUHAP 2012
menegaskan bahwa setelah dibacakan dalam waktu paling lambat 1
(satu) hari diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunan
(salinan)nya kepada pihak yang berkepentingan.
Ad. 3 : Ada AP perkara pidana yang diatur lebih lengkap dalam
KUHAP daripada RUU KUHAP 2012. 1. Pemanggilan terdakwa ke ruang
sidang. Menurut Pasal 154 (1) KHUAP bahwa Hakim ketua sidang
memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam
tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas, sedangkan Pasal 145 (3)
RUU KUHAP 2012 tidak menyebutkan “dalam keadaan bebas”.
2. Pemanggilan saksi ke ruang sidang. Menurut Pasal 160 (1)
KUHAP bahwa saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi
seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim
ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa
atau penasihat hukum (a), dan yang pertama-tama didengar
keterangannya adalah korban yang menjadi saksi (b) sedangkan
menurut Pasal 150 (4) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa urutan saksi dan
ahli ditentukan oleh pihak yang memanggil.
Ad. 4 : Ada AP perkara pidana yang tidak diatur dalam KUHAP,
tetapi diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.
1. Pemanggilan saksi yang tidak tercantum dalam berkas perkara.
Menurut Pasal 150 (10) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa dalam hal ada
saksi atau ahli, baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan
terdakwa, yang tidak tercantum dalam berkas perkara dan/atau yang
diminta oleh terdakwa, penasihat hukum, atau penuntut umum selama
sidang berlangsung atau sebelum dijatuhkan putusan, hakim ketua
sidang dapat mengabulkan atau menolak untuk mendengar keterangan
saksi atau ahli tersebut. Hal ini sama sekali tidak diatur dalam
KUHAP.
2. Pemanggilan saksi dan ahli yang menguntungkan (a decharge).
Menurut Pasal 150 (5) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa apabila hakim
menyetujui saksi dan ahli yang diminta oleh penasihat hukum untuk
dihadirkan maka hakim memerintahkan kepada penuntut umum untuk
memanggil saksi dan ahli yang diajukan oleh penasihat hukum
tersebut. Hal ini sama sekali tidak diatur dalam KUHAP. Dalam
praktik, pemanggilan saksi a decharge atau ahli dilakukan dan
menjadi tanggungjawab penasihat hukum.
3. Pengajuan saksi, ahli dan bukti oleh penasihat hukum. Menurut
Pasal 150 (8) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa setelah pengajuan saksi
dan bukti oleh penuntut umum, penasihat hukum dapat menghadirkan
bukti, ahli, dan saksi. Hal ini tidak diatur dalam KUHAP, namun
dilaksanakan dalam praktik.
4. Pemeriksaan terdakwa. Menurut Pasal 150 (8) RUU KUHAP Tahun
2012 bahwa terdakwa memberikan keterangan pada akhir pemeriksaan.
Hal ini tidak diatur dalam KUHAP, sehingga dalam praktik seringkali
terjadi saksi dan atau ahli diperiksa setelah pemeriksaan
terdakwa.
5. Pemanggilan saksi atau ahli, baik yang menguntungkan maupun
yang memberatkan terdakwa, yang tidak tercantum dalam berkas
perkara dan/atau yang diminta oleh terdakwa, penasihat hukum, atau
penuntut umum. Menurut Pasal 150 (9) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa
dalam hal ada saksi atau ahli, baik yang menguntungkan maupun yang
memberatkan terdakwa, yang tidak tercantum dalam berkas perkara
dan/atau yang diminta oleh terdakwa, penasihat hukum, atau penuntut
umum selama sidang berlangsung atau sebelum dijatuhkan putusan,
hakim ketua sidang dapat mengabulkan atau menolak untuk mendengar
keterangan saksi atau ahli tersebut. Hal ini tidak diatur dalam
KUHAP. Dalam praktik, penuntut umum hanya diperkenankan untuk
memanggil saksi
-
8
atau ahli yang tercantum dalam berkas perkara, sedangkan
penasihat hokum dapat mengajukan saksi atau ahli di luar berkas
perkara tetapi hakim memiliki kewenangan untuk mempertimbangkannya,
diterima atau ditolak, tergantung urgensinya terhadap perkara yang
sedang diperiksa.
6. Penjelasan secara lisan atas bukti di persidangan. Menurut
Pasal 171 RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa sesudah kesaksian dan bukti
disampaikan oleh kedua belah pihak, penuntut umum dan penasihat
hukum diberi kesempatan untuk menyampaikan keterangan lisan yang
menjelaskan tentang bukti yang diajukan di persidangan mendukung
pendapat mereka mengenai perkara tersebut. Hal ini tidak diatur
dalam KUHAP, Hak-hak terdakwa dalam putusan pemidanaan. Menurut
Pasal 191 (3) huruf c bahwa segera sesudah putusan pemidanaan
diucapkan, hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa
yang menjadi haknya, yaitu : hak untuk dapat mengajukan grasi,
dalam hal terdakwa menerima putusan; Hal ini tidak diatur dalam
KUHAP.
E.2. Acara Pemeriksaan Singkat Perbandingan pengaturan acara
pemeriksaan perkara pidana dalam KUHAP dan RUU KUHAP
Tahun 2012 dapat dikelompokkan menjadi 4, sebagai berikut : 1.
Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP dan RUU KUHAP Tahun
2012 dengan pengaturan
yang sama. 2. Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP,
tetapi tidak diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012. 3. Ada AP perkara
pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap diatur dalam RUU KUHAP Tahun
2012
dengan aturan yang lebih rinci dan lengkap. 4. Ada AP perkara
pidana yang tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP
Tahun 2012. Ad. 1 : Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP
dan RUU KUHAP Tahun 2012 dengan
pengaturan yang sama. 1. Perkara yang diperiksa dengan AP
Singkat, ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak
termasuk perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat
dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya
mudah dan sifatnya sederhana, dan dilakukan dengan cara : a.
penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab
segala pertanyaan
mengenai identitas memberitahukan dengan lisan dari catatannya
kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya
dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak
pidana itu dilakukan, dan pemberitahuan ini dicatat dalam berita
acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan.
b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya
diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas
hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga
dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan
perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan cara biasa.
c. guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan
atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama
tujuh hari.
d. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut. e.
isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti
putusan pengadilan dalam
acara biasa. (Pasal 203 (1) KUHAP jo. Pasal 198 (1), (2), dan
(3) RUU KUHAP Tahun 2012).
Ad. 2: Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetapi
tidak diatur dalam RUU KUHAP 2012. 1. Perkara yang seharusnya
diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat. Menurut Pasal 204
KUHAP
bahwa jika dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang
diperiksa dengan acara singkat ternyata sifatnya jelas dan ringan,
yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan
-
9
persetujuan terdakwa dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut. Hal
ini tidak diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.
Ad. 3 : Ada AP perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap
diatur dalam RUU KUHAP 2012 dengan aturan yang lebih rinci dan
lengkap.
1. Surat Dakwaan dalam AP Singkat menurut KUHAP tidak perlu
dibuat hanya dinyatakan secara tersirat, bahwa penuntut umum
membacakan secara lisan dari catatannya tentang perbuatan yang
didakwakan. Menurut Pasal 198 (3) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa
Perkara yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat tidak
menggunakan surat dakwaan, hanya mencantumkan pasal-pasal yang
dilanggar.
Ad. 4 : Ada AP perkara pidana yang tidak diatur dalam KUHAP,
tetapi diatur dalam RUU KUHAP 2012. 1. Menurut Pasal 198 (5) RUU
KUHAP Tahun 2012, bahwa Pidana penjara yang dapat dijatuhkan
terhadap terdakwa paling lama 3 (tiga) tahun. Ketentuan ini
tidak diatur dalam KUHAP. 2. Menurut Pasal 198 (6) RUU KUHAP Tahun
2012, bahwa sidang perkara singkat dilakukan dengan
hakim tunggal. Hal ini tidak diatur dalam KUHAP. E.3. Acara
Pemeriksaan Jalur Khusus
Acara pemeriksaan melalui Jalur Khusus sama sekali tidak dikenal
dalam KUHAP. Pasal 199 RUU KUHAP 2012 menentukan : (1) Pada saat
penuntut umum membacakan surat dakwaan, terdakwa mengakui semua
perbuatan yang
didakwakan dan mengaku bersalah melakukan tindak pidana yang
ancaman pidana yang didakwakan tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun,
penuntut umum dapat melimpahkan perkara ke sidang acara pemeriksaan
singkat.
(2) Pengakuan terdakwa dituangkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh terdakwa dan penuntut umum.
(3) Hakim wajib: a. memberitahukan kepada terdakwa mengenai
hak-hak yang dilepaskannya dengan memberikan
pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); b. memberitahukan
kepada terdakwa mengenai lamanya pidana yang kemungkinan dikenakan;
dan c. menanyakan apakah pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberikan secara sukarela. d. Hakim dapat menolak pengakuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika hakim ragu terhadap
kebenaran pengakuan terdakwa. (4) Dikecualikan dari Pasal 198
ayat (5), penjatuhan pidana terhadap terdakwa sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 2/3 dari maksimum pidana
tindak pidana yang didakwakan. Jadi, RUU KUHAP Tahun 2012 telah
mewajibkan penuntut umum untuk membacakan
dakwaannya kepada terdakwa sebelum persidangan dimulai. Menurut
KUHAP, surat dakwaan baru dibacakan pada saat sidang pertama.
Setelah penuntut umum membacakan surat dakwaan dan terdakwa
mengakui semua perbuatan yang didakwakan dan mengaku bersalah
melakukan tindak pidana yang ancaman pidana yang didakwakan tidak
lebih dari 7 (tujuh) tahun, penuntut umum dapat melimpahkan perkara
ke sidang acara pemeriksaan singkat. Sesuai dengan Pasal 198 RUU
KUHAP Tahun 2012, bahwa perkara yang diperiksa dengan acara
pemeriksaan singkat adalah perkara yang menurut penuntut umum
pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
Pemerapan hukum menjadi mudah dan sifat perkara menjadi sederhana
karena si terdakwa telah mengakui perbuatannya.
Pengakuan terdakwa dituangkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh terdakwa dan penuntut umum. Hal ini penting
untuk menjamin kepastian hukum. Sebab, dengan pengakuan bersalah
dari terdakwa ada hak-haknya yang hilang, dan penjatuhan pidana
terhadap terdakwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh
melebihi 2/3 dari maksimum pidana tindak pidana yang
didakwakan.
-
10
E.4. Acara Pemeriksaan Cepat Acara Pemeriksaan Cepat menurut
KUHAP dilakukan terhadap 2 (dua) macam tindak pidana,
yaitu untuk tindak pidana ringan dan tindak pidana pelanggaran
terhadap peraturan lalu linta jalan. RUU KUHAP Tahun 2012 tidak
menyebut acara pemeriksaan cepat, namun mengatur acara pemeriksaan
tindak pidana ringan, yang dilakukan terhadap tindak pidana ringan
dan pemeriksaan terhadap tindak pidana pelanggaran peraturan lalu
lintas jalan.
Perbandingan pengaturan acara pemeriksaan perkara pidana dengan
Acara Pemeriksaan Cepat dalam KUHAP dan RUU KUHAP 2012 bahwa pada
prinsipnya adalah sama, yaitu : 1. Tindak pidana yang diperiksa
dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Menurut Pasal
205
(1) KUHAP bahwa Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak
pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau
kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali tindak
pidana pelanggaran peraturan lalu lintas jalan (sama dengan
sedangkan menurut Pasal 201 (1) RUU KUHAP 2012 bahwa perkara yang
diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah
perkara yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
bulan atau denda paling banyak sebagaimana dimaksud dalam Kategori
I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Menurut Pasal RUU KUHP Tahun
2012, denda kategori I adalah maksimal Rp 1.500.000,00 (satu juta
lima ratus ribu rupiah).
2. Proses pelimpahan perkara ke pengadilan. Menurut Pasal 205
(1) KUHAP bahwa dalam perkara tindak pidana ringan, penyidik atas
kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara
pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang
bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan,
sedangkan menurut Pasal 201 (2) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa dalam
perkara yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana
ringan, penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu 3 (tiga)
hari sejak Berita Acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan
terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, atau juru bahasa ke
sidang pengadilan
3. Hakim pemeriksa dan upaya hukum banding. Menurut Pasal 205
(1) KUHAP bahwa dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan,
pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan
terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan terdakwa dapat minta banding, sedangkan menurut Pasal
201 (3) RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa dalam acara pemeriksaan perkara
yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan,
pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan
terakhir (3), kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan, terdakwa dapat meminta banding (4).
4. Penetapan hari sidang. Menurut Pasal 206 KUHAP bahwa
pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk
mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
sedangkan menurut Pasal 203 RUU KUHAP Tahun 2012 bahwa pengadilan
menetapkan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili
perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
E.5. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel di atas dapat diketahui
bahwa perbandingan
pengaturan Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas
Jalan dalam KUHAP dan RUU KUHAP Tahun 2012 adalah sebagai berikut :
1. Ada acara pemeriksaan perkara pidana yang diatur dalam KUHAP,
tetap diatur dalam RUU KUHAP
Tahun 2012 dengan pengaturan yang sama. 2. Ada acara pemeriksaan
perkara pidana yang diatur secara tegas dalam KUHAP, tetapi tidak
diatur
secara tegas dalam RUU KUHAP Tahun 2012. Ad. 1 : Ada acara
pemeriksaan perkara pidana yang diatur dalam KUHAP, tetap diatur
dalam RUU
KUHAP Tahun 2012 dengan pengaturan yang sama. 1. Berita acara
pemeriksaan tidak diperlukan, oleh karena itu catatan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 207 ayat (1) huruf a (surat Tilang) segera diserahkan
kepada pengadilan selambat-lambatnya
-
11
pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya (Pasal 212 KUHAP
jo. Pasal 202 RUU KUHAP 2012).
2. Pemberitahuan hari siding, bahwa penyidik memberitahukan
secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan
tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut
dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama
berkas dikirim ke pengadilan, dan perkara dengan acara pemeriksaan
tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada
hari sidang itu juga (2) (Pasal 207 (1) dan (2) KUHAP jo. Pasal 204
(1) dan (2) RUU KUHAP 2012).
3. Pendaftaran atau pencatatan perkara, bahwa hakim yang
bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register
semua perkara yang diterimanya, dan dalam buku register dimuat nama
lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa
yang didakwakan kepadanya (2) (Pasal 207 (1) KUHAP jo. Pasal 204
(1) RUU KUHAP 2012).
4. Pengucapan sumpah/janji oleh saksi, bahwa Saksi dalam acara
pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau
janji kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP jo. Pasal 205
RUU KUHAP 2012).
5. Putusan, bahwa putusan dicatat oleh hakim dalam daftar
catatan perkara dan selanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku
register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan
panitera (Pasal 209 (1) KUHAP jo. Pasal 206 (1) RUU KUHAP
2012).
6. Perlawanan terhadap Putusan in absensia, bahwa dalam hal
putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa
pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan
(Pasal 214 (4) KUHAP jo. Pasal 209 (4) RUU KUHAP 2012).
7. Jangka waktu pengajuan perlawanan terhadap Putusan in
absensia, bahwa dalam waktu tujuh hari sesudah putusan
diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan
perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu (Pasal
214 (5) KUHAP jo. Pasal 209 (5) RUU KUHAP 2012).
8. Akibat hukum adanya perlawanan terhadap Putusan in absensia,
bahwa dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa
menjadi gugur (Pasal 214 (6) KUHAP jo. Pasal 209 (6) RUU KUHAP
2012).
9. Penetapan hari siding terhadap perlawanan, bahwa setelah
panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu
hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara itu.
Hal yang sama diatur dalam (Pasal 214 (7) KUHAP jo. Pasal 209 (7)
RUU KUHAP 2012).
10. Upaya hukum banding dapat diajukan terhadap putusan
perlawanan (Pasal 214 (8) KUHAP jo. Pasal 209 (8) RUU KUHAP
2012).
Ad. 2 : Ada AP perkara pidana yang diatur secara tegas dalam
KUHAP, tetapi tidak diatur secara tegas dalam RUU KUHAP 2012.
1. Perkara yang diperiksa menurut AP Perkara Pelanggaran Lalu
Lintas Jalan. Menurut Pasal 211 KUHAP bahwa yang diperiksa menurut
acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara pelanggaran
tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.
Ada aturan yang tegas tentang perkara yang diperiksa dengan Acara
Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan. Hal ini tidak
tegas diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.
2. Berita acara pemeriksaan. Menurut Pasal 212 KUHAP bahwa untuk
perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara
pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 207 ayat (1) huruf a (Surat Tilang) segera diserahkan kepada
pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama
berikutnya. Hal ini tidak tegas diatur dalam RUU KUHAP Tahun
2012.
3. Penyampaian amar putusan kepada terdakwa. Menurut Pasal 214
(2) KUHAP bahwa dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya
terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana,
sedangkan menurut Pasal 209 (2) RUU KUHAP 2012 bahwa dalam hal
putusan diucapkan
-
12
di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan dalam waktu paling
lambat 1 (satu) hari terhitung sejak tanggal diputuskan disampaikan
kepada terpidana. Jadi ada batasan waktu.
F. Kesimpulan 1. Perbandingan Acara Pemeriksaan Perkara Pidana
dalam KUHAP & RUU KUHAP Tahun 2012 adalah :
a. RUU KUHAP 2012 mengenal acara pemeriksaan perkara pidana
melalui Jalur Khusus, sedangkan KUHAP tidak mengenalnya.
b. KUHAP membedakan perkara pidana yang diperiksa dgn Acara
Pemeriksaan Cepat atas Acara Pemeriksaan Tipiring & Acara
Pemeriksaan terhadap Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Jalan,
sedangkan RUU KUHAP Tahun 2012 tidak membedakannya, tetapi
substansinya sama.
2. Perbandingan pengaturan Acara Pemeriksaan perkara pidana
antara KUHAP dengan RUU KUHAP 2012 dibagi atas 4 kelompok, yaitu :
a. Pengaturan dalam KUHAP dan RUU KUHAP 2012 ada yang sama. b.
Pengaturan dalam RUU KUHAP Tahun 2012 lebih rinci & lengkap
dibandingkan dengan KUHAP. c. Ada yang diatur dalam KUHAP, tetapi
tidak diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012. d. Ada yang tidak diatur
dalam KUHAP, tetapi diatur dalam RUU KUHAP Tahun 2012.
G. Saran 1. Pengaturan yang sudah baik dan lebih sistematis
dalam KUHAP seharusnya tidak dihilangkan dari
RUU KUHAP Tahun 2012. 2. Kelemahan penerapan KUHAP yang terjadi
selama berlakunya KUHAP hingga sekarang, seharusnya
itu yang dibenahi dalam KUHAP yang akan datang (RUU KUHAP Tahun
2012).
DAFTAR PUSTAKA Buku Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian
Hukum, PT. Kencana Prenada Media Grup, Jakarta. Prakoso, Djoko dan
Edy Yunianto, 1986, Dualisme Dalam Peraturan Hukum Pidana Sejak
Berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, PT. Bina Aksara, Jakarta.
Remmelink, Jan, 2003, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal
Terpenting dari KUHP Belanda dan
Padanannya dalam KUHP Indonesia, terjemahan Tristam Pascal
Moeliono, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 87-88.
Soesilo, R., 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian
Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum), Politeia, Bogor,
h. 9.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Peraturan dan RUU. Republik
Indonesia, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, sebelum dan
sesudah diamandemen. _____________, Undang Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Rancangan Undang Undang
Hukum Acara Pidana Tahun 2012.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Internet. Kisah Korban Salah Tangkap Yang Disiksa Polisi,
https://megapolitan.kompas.com/
read/2017/06/22/08572121/, diakses tanggal 2 April 2018.
https://megapolitan.kompas.com/%20read/2017/06/22/08572121/https://megapolitan.kompas.com/%20read/2017/06/22/08572121/https://megapolitan.kompas.com/%20read/2017/06/22/08572121/