KEHAMILAN DENGAN KELAINAN JANTUNG Disusun oleh : Anthony Marthin Pembimbing : dr. Muhammad Syarif Sp.OG Kepanitraan Obstetri Ginekologi RSUD Pasar Rebo Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
KEHAMILAN DENGAN KELAINAN JANTUNG
Disusun oleh :
Anthony Marthin
Pembimbing :
dr. Muhammad Syarif Sp.OG
Kepanitraan Obstetri Ginekologi RSUD Pasar Rebo
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 27th
Paritas : G1 P0 A0
Tanggal dan jam masuk : 7 Agustus 2012, 07.48 di IGD, 09.00 di VK
Alamat : Jl. Sukamaju Baru RT 03 RW 02 Kec. Sukamaju Cimanggis
Depok
Autoanamnesa
Pasien datang ke IGD RS Pasar Rebo pada pukul 07.48 dengan
keluhan keluar air – air dari jam 02.00 disertai keluarnya bercak darah
pada waktu subuh dan adanya edema pada kaki. Berdasarkan catatan
dari IGD, proteinuri +2 pada pasien ini. Antenatal Care pada pasien ini,
dilakukan di puskesmas dan dirujuk dengan diagnosa G1P0A0 Hamil
37 – 38 minggu Aterm Primigravida In Partu Kala 1 Laten dengan KPD
+ Hipertensi. TD : 160/100, His jarang, DJJ + : 138x/menit. VT : adnexa
tidak ada keluhan Y/Y, portio tebal, pembukaan 1cm, ketuban
mengalir, kepala Hodge 1
Riwayat Obstetric :
o G1 P0 A0
o HPHT : 9 November 2011
o HPL : 16 Agustus 2012
o Usia kehamilan : Aterm 38 – 39 minggu
Pemeriksaan Fisik
Tanggal dan Jam : 7 Agustus 2012, pukul 09.00
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 160/70 mmHg
Nadi : 104x/menit
Respiratory Rate : 22x/menit
2
TFU : 35 cm
DJJ : 150x/menit
VT : Portio tebal lunak, pembukaan 7 – 8, Ket
( – ), Kepala Hodge 1
Diagnosa Puskesmas :
G1P0A0 Hamil 37 – 38 minggu Aterm Primigravida In Partu Kala 1 Laten
dengan KPD + Hipertensi
Diagnosa IGD :
G1 P0 A0 Hamil 37 – 38 minggu Primi gravida dengan Ketuban Pecah Dini
+ Hipertensi
Diagnosa VK
G1 P0 A0 Hamil 37 – 38 minggu Primi gravida dengan Ketuban Pecah Dini
dan Pre Eklamsia Berat
Diagnosa Post Partum
G1 P0 A0 Hamil 37 – 38 minggu Primi gravida dengan Kelainan Jantung
Bawaan
Tindakan :
Melakukan Kehamilan dengan cara Ekstraksi Vacuum
Rencana Terapi :
Observasi tanda – tanda vital ibu
Infus D5% + Sinto 2 ampul
Mekanisme Persalinan
Kala I
S : Mules + sering keluar air sejak jam 02.00
O : KU : Baik
Kes : CM
TD : 160/70
3
TFU : 35 cm, DJJ +
VT : pemb. 7- 8 Ket ( - ), portio tipis lunak kepala H 2
Kaki edema
A : G1 P0 A0 Hamil 38 – 39 mgg aterm primigravida + PEB + KPD PK I aktif
R : consul
Ambil hasil lab
Kala II
Bayi lahir : 7 – 8 – 2012, jam : 10 : 20
Tunggal
Persalinan : Tindakan dengan ekstraksi vacuum
a/i : PEB
bayi : laki – laki
BB : 2800 gr
PB : 48 LK : 33 Apgar score : 9/10
Lahir hidup
Tindakan : infus D5% + Sinto 2 ampul / Injeksi Sinto 1 ampul Intra
Muskular
Kala III
Placenta lahir spontan + lengkap
Perineum : episiotomi
Hecting : sedang
Tindakan : Gastrul 1 Tab
Kala IV
TD : 157/87 mmHg
N : 102 x/menit
TFU : 2 jari dibawah pusat
Pemeriksaan Lab :
4
7 Agustus 2012
Jam periksa : 12 : 27 : 29
Jam Selesai : 12 : 28 : 11
Laboratorium darah
Hemoglobin : 11,7 g/dl ( n : 11,7 – 15,5 )
Hematokrit : 33 % ( n : 32, 47 )
Leukosit : 17020 ul ( n : 3600 – 11000)
Trombosit : 121.000 ul ( n : 150rb – 440rb )
Darah Elektrolit
Elektrolit Na+ : 136 mmol/L
Elektrolit K+ : 3.9 mmol/L
iCa : 0,33 ( n : 1,06 – 1,26 )
pH : 7,3 ( n : 7,37 – 7,40 )
PCO2 : 25 ( n : 33 – 44 )
PO2 : 25 ( n : 71 – 104 )
Hct : 31%
HCO3- : 12,9 mmol/L
HCO3- STD : 14,6 mmol/L
TCO2 : 13,7 mmol/L
BE ecf : -13,2
BE (B) : -11,8
Saturasi O2 : 39
7 Agustus 2012
Jam Periksa : 13 : 48
Jam selesai : 13 : 48
Fungsi Hati
Protein total
Albumin : 4.6 g/dl ( n : 6 – 8 g/dl )
Globulin : 2.8 g/dl ( n : 3,4 – 4,8 g/dl )
Bilirubin total : 1.8 g/dl ( n : < 2 g/dl )
Bilirubin direk : 0.89 mg/dl ( n : 0,1 – 1,0 mg/dl )
Bilirubin indirek : 0.09 mg/dl
5
SGPT/ALAT : 15 U/L ( n : 0 – 35 U/L)
SGOT/ASAT : 40 U/L ( n : 0 – 35 U/L )
Diabetes
GDS : 187 mg/dl ( n < 200 mg/dl )
Fungsi Ginjal
Ureum : 8.6 ( duplo ) mg/dl ( n : 20 – 40 mg/dl )
Kreatinin darah : 0.6 ( duplo ) mg/dl ( n : 0,35 – 0,93 )
Asam urat : 7.4 mg/dl ( n : 2 – 7 mg/dl )
6
KRONOLOGI, 7 AGUSTUS 2012
07.25 : Pasien datang ke IGD G1P0A0 Hamil 39 minggu, keluar air – air dari
pagi dengan keluhan keluar flek darah ( + ) DJJ : 148x/menit.
HPHT : 9 November 2011, udema kaki +, TD : 170/90, N : 84x/mnt,
RR : 24x/mnt, pembukaan 2 cm, kepala diatas PAP, ket ( - ).
09.00 : Pasien datang ke VK dan di lakukan pemeriksaan di VK, KPD dari jam
02.00 pagi, keluar lendir darah dari subuh, dan kaki edema. TD
160/70, pembukaan 7-8cm ketuban ( - ) portio tipis lunak. Kepala H1.
Melakukan pemeriksaan lab dan konsul.
09.30 : Laporan konsul, Oksigen, MgSO4, 2 gr bolus pelan, IVFD D5
09.35 : Memberikan MgSO4, 2gr bolus pelan II
09.45 : His + sering, VT : pembukaan lengkap, ketuban ( - ), kepala H3
10.20 : Bayi lahir : 7 – 8 – 2012, Tunggal, Persalinan : Tindakan dengan
ekstraksi vacuum, a/i : PEB, bayi : laki – laki, BB : 2800 gr, PB : 48 LK
: 33 Apgar score : 9/10, Lahir hidup, Tindakan : infus D5% + Sinto 2
ampul / Injeksi Sinto 1 ampul Intra Muskular
11.00 : PPV merembes terus lalu pasang tampon bulat
11.05 : Pasang tampon bulat 1 buah
11.10 : Lapor ahli jantung, terapi amlodipin dan dopamet
11.15 : Pasien dalam keadaan pre shock
11.20 : Visite ahli jantung, beri O2 non- rebrithing dan Kateter, Masuk ICU
11.30 : Hub. Ahli anastesi, Acc pindah ICU
Visite ahli kandungan, melakukan hecting ulang dalam mendekati
portio, acc pindah ICU, melepas tampon
12.00 : Di ICU, Kesadaran : CM, NaCL 10%
12.20 : Menghubungi ahli anastesi untuk visite lalu pasang intubasi
12.40 : Ahli anastesi memberikan penjelasan tentang pemasangan intubasi,
Lasix injeksi 2 amp, HR 54
13.00 : Dilakukan induksi
13.15 : Pasien asistole, Dilakukan RJP, masalah tidak tuntas pasien + jam
13.15. Pasien meninggal dihadapan keluarga. Dekompensasi kordis.
7
Gambaran EKG
Gambaran CTG
8
Surat Keterangan dari Puskesmas
PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN
PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari
sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang
sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang
mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan
penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat
menimbulkan mortalitas ibu yang signifikan.1
Banyaknya perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil
nampaknya mempersulit diagnosis kelainan jantung, misalnya bising jantung
fisiologis sering ditemukan pada wanita hamil normal, demikian pula dengan
dyspnea dan edem. Cunningham dkk menyatakan bahwa diagnosis penyakit
9
jantung pada kehamilan jangan ditegakkan bila tidak ada kelainan yang
ditemukan sebaliknya jangan gagal dan terlambat menegakkan diagnosis bila
memang ada kelainan. Martin dkk (1999) melaporkan bahwa kelainan jantung
merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada wanita usia 25 – 44
tahun.2
Koonin dkk (1997) melaporkan penyakit jantung menjadi penyebab dari
5,6% kematian maternal di Amerika Serikat antara tahun 1987 – 1990. Di RS.
Hasan Sadikin angka kematian ibu karena kelainan jantung pada tahun 1994
– 1998 sebesar 5,4 % ( 2 dari 37 kasus), sedang di RSCM pada tahun 2001
penyakit jantung menyebabkan 10,3% kematian ibu dan merupakan
penyebab kematian terbanyak setelah preeklamsi/eklamsi dan perdarahan
postpartum.2-4
Risiko kematian maternal akan meningkat sampai 25 – 50% pada
kasus-kasus dengan hipertensi pulmonal, coartasio aorta, sindroma Marfan
yang mengalami komplikasi. Namun penanganan prenatal, intrapartum dan
post partum yang baik dapat memberikan hasil yang memuaskan. Silversides
dkk (2002) di Kanada tidak menemukan satupun kasus kematian maternal
dari 74 ibu hamil dengan stenosis mitral rematik.4, 5
PERUBAHAN HEMODINAMIK DALAM KEHAMILAN
Hemodinamik menggambarkan hubungan antara tekanan darah, curah
jantung dan resistensi vaskuler. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan
secara tidak langsung dengan auskultasi atau secara langsung dengan
kateter intra-arterial. Curah jantung dapat diukur dengan teknik pengenceran
melalui vena sentral, teknik doppler, ekokardiografi dua dimensi atau dengan
impedansi elektrik. Resistensi perifer diukur dengan memakai hukum Ohm
yaitu :1
RPT = TAR x 80 CORPT = resistensi perifer total (dyne*sec*cm-5)
TAR = tekanan arteri rata-rata (mmHg)
CO = curah jantung (L/menit)
10
Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut
jantung. Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Setelah 32 minggu, stroke volume menurun
dan curah jantung sangat tergantung pada denyut jantung. Resistensi
vaskuler menurun pada trimester pertama dan awal trimester kedua. Denyut
jantung, tekanan darah dan curah jantung akan meningkat pada saat ada
kontraksi uterus. Jadi tiga perubahan hemodinamik utama yang terjadi dalam
masa kehamilan adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan denyut
jantung dan penurunan resistensi perifer.1, 2
Segera setelah persalinan darah dari uterus akan kembali ke sirkulasi
sentral. Pada kehamilan normal, mekanisme kompensasi ini akan melindungi
ibu dari efek hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan post partum,
namun bila ada kelainan jantung maka sentralisasi darah yang akut ini akan
meningkatkan tekanan pulmoner dan terjadi kongesti paru. Dalam dua
minggu pertama post partum terjadi mobilisasi cairan ekstra vaskuler dan
diuresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan kardiomiopati sering
terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi cairan post partum.
Curah jantung biasanya akan kembali normal setelah 2 minggu post partum.1,
2
Takikardia akan mengurangi pengisian ventrikel kiri, mengurangi
perfusi pembuluh darah koroner pada saat diastol dan secara simultan
kemudian meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokardium. Ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya
iskemia miokard. Tiga perubahan hemodinamik yang berhubungan dengan
penanganan penyakit jantung adalah : peningkatan curah jantung,
peningkatan denyut jantung dan penurunan resistensi vaskuler.1, 2
Pada awal kehamilan terjadi ekspansi aliran darah ginjal dan
peningkatan laju filtrasi glomerulus. Natrium yang difiltrasi meningkat hampir
50%. Meskipun perubahan-perubahan fisiologis ini akan meningkatkan
pengeluaran natrium dan air terjadi pula peningkatan volume darah sebesar
40-50%. Sistem renin angiotensin akan diaktifkan dan konsentrasi aldosteron
dalam plasma akan meningkat. 1, 2
Penambahan volume plasma akan menyebabkan penurunan
hematokrit dan merangsang hematopoesis. Massa sel-sel darah merah akan
11
bertambah dari 18 % menjadi 25% tergantung pada cadangan besi tiap
individu. Keadaan “anemia fisiologis” ini biasanya tidak menyebabkan
komplikasi pada jantung ibu, namun anemia yang lebih berat akan
meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan terjadinya takikardia.
Mikrositosis akibat defisiensi besi dapat memperburuk perfusi pada sistem
mikrosirkulasi penderita polisitemia yang berhubungan dengan penyakit
jantung sianotik sebab sel-sel darah merah yang mikrositik sedikit yang
dirubah. Keadaan ini membutuhkan suplai besi dan asam folat.1, 5
Kadar albumin serum akan menurun 22 % meskipun massa albumin
intravaskuler bertambah 20% akibatnya terjadi penurunan tekanan onkotik
serum dari 20 mmHg menjadi 19 mmHg. Pada kehamilan normal balans
cairan intravaskuler dipertahankan oleh penurunan tekanan onkotik intertitial,
namun bila terjadi peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri atau bila
terjadi gangguan pada pembuluh darah paru maka akan terjadi edem paru
yang dini.1
DIAGNOSIS
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis
sebelum kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi
karena kelainan jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat
informasi yang rinci. Sebaliknya penyakit jantung pertama kali didiagnosis
saat kehamilan bila ada gejala yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan
jantung.1
Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan nyeri
dada. Berhubung karena gejala ini juga berhubungan dengan kehamilan
normal maka perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk menentukan
apakah gejala ini sudah tidak berhubungan dengan kehamilan normal. Bising
sistolik dapat ditemukan pada 80% wanita hamil, umumnya berhubungan
dengan peningkatan volume aorta dan arteri pulmonalis. Tipe bising ini
12
adalah derajat 1 atau 2, midsistolik, paling keras pada basal jantung, tidak
berhubungan dengan kelainan fisik yang lain. Pada pasien dengan bising
sistolik akan terdengar pemisahan bunyi jantung dua yang keras. Setiap
bising diastolik dan bising sistolik yang lebih keras dari derajat 3/6 atau
menjalar ke daerah karotis harus dianggap sebagai patologis. Pada wanita
yang diduga mengalami kelainan jantung maka perlu dilakukan evaluasi yang
cermat terhadap denyut vena jugularis, sianosis pada daerah perifer, clubbing
dan ronki paru.1, 6
Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu dilakukan pada wanita hamil yang
mempunyai : riwayat kelainan jantung, gejala yang melebihi kehamilan
normal, bising patologi, tanda kegagalan jantung pemeriksaan fisik atau
desaturasi oksigen arteri tanpa kelainan paru. Pemeriksaan yang paling tepat
untuk menilai wanita hamil dengan dugaan kelainan jantung adalah
ekokardiografi transtorasik. Pemeriksaan radiografi paru hanya bermanfaat
pada dugaan adanya kegagalan jantung. Pemeriksaan elektokardiografi
(EKG) nampaknya tidak spesifik. Bila ada gejala aritmia jantung yang
menetap maka perlu dilakukan monitor EKG selama 24 jam. Kateterisasi
jantung jarang diperlukan untuk membuat diagnosis penyakit jantung
kongenital atau kelainan katup jantung, namun pemeriksaan ini bermanfaat
bila ada gejala penyakit jantung koroner akut selama kehamilan sebab
mempunyai paparan radiasi yang kecil sehingga diagnosis dapat ditegakkan
lebih dini dan dapat dilakukan revaskularisasi untuk mencegah infark
miokard.1, 7
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan klasifikasi
yang ditetapkan oleh New York Heart Association pada tahun 1979, sebagai
berikut :2
Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak terganggu.
Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat
istirahat.
Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau nyeri,
palpitasi pada aktifitas yang ringan.
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat gejala
gagal jantung.
13
Tabel 1. Beberapa indikator klinik dari penyakit jantung dalam kehamilan (dikutip dari kepustakaan 2)
Gejala
Dyspnea yang progresif atau orthopneaBatuk pada malam hariHemoptisisSinkopNyeri dadaTanda-tanda klinik
SianosisClubbing pada jari-jariDistensi vena di daerah leher yang menetapBising sistolik derajat 3/6 atau lebihBising diastolikKardiomegaliAritmia persistenTerpisahnya bunyi jantung dua yang persistenAdanya kriteria hipertensi pulmonal
PENANGANAN
ANTEPARTUM
Penderita penyakit jantung harusnya dikonsulkan sebelum kehamilan
karena mempertimbangkan risiko dari kehamilan, intervensi yang diperlukan
dan potensi risiko terhadap janin. Namun ada pula penderita yang tidak
terkoreksi terus hamil, pada keadaan ini keuntungan dan kerugian terminasi
kehamilan atau melanjutkan kehamilan perlu dipertimbangkan dengan
cermat. Keputusan untuk melanjutkan kehamilan harus mempertimbangkan
dua hal penting yaitu : risiko medis dan nilai seorang bayi bagi ibu tersebut
dan pasangannya.6
Beberapa kelainan jantung dengan risiko kematian ibu yang tinggi
antara lain : sindroma Eisenmenger, hipertensi pulmonal dengan disfungsi
ventrikel kanan dan sindroma Marfan dengan dilatasi aorta yang signifikan.1
14
Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh
kapasitas fungsional jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi khususnya
pada penderita penyakit jantung, pertambahan berat badan yang berlebihan,
dan retensi cairan yang abnormal harus dicegah.1
Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi secara
samar namun membahayakan. Pada kunjungan rutin harus dilakukan
pemeriksaan denyut jantung, pertambahan berat badan dan saturasi oksigen.
Pertambahan berat badan yang berlebihan menandakan perlunya
penanganan yang agresif. Penurunan saturasi oksigen biasanya akan
mendahului gambaran radiologi (foto toraks) yang abnormal.1
Salah satu prosedur penatalaksanaan selama kehamilan adalah
membatasi aktifitas fisik sehingga mengurangi beban sistem kardiovaskuler.
Dianjurkan tidak melakukan aktivitas fisik yang berat untuk mempertahankan
aliran darah uterus dan menjaga kesehatan janin.7
Daftar pertanyaan yang terstruktur (tentang gejala) di bawah ini
membantu dokter untuk waspada terhadap perubahan kondisi.1
- Berapa anak tangga yang dapat Anda daki dengan mudah ? – satu?,
dua? atau tidak ada?
- Dapatkah Anda berjalan satu blok ?
- Dapatkah Anda tidur terlentang ? - “Berapa bantal yang diperlukan
untuk menyanggah?”
- Apakah jantung Anda berdegup kencang ?
- Apakah Anda merasakan nyeri dada ?
- Pada saat latihan fisik ?
- Kapan jantung Anda berdegup kencang ?
Pasien diharuskan melaporkan gejala infeksi saluran pernafasan
bagian atas, khususnya bila ada demam. Kebanyakan penderita kelainan
jantung juga berisiko untuk defisiensi besi sehingga diperlukan profilaksis
dengan pemberian suplementasi besi dan asam folat yang dapat menurunkan
kerja jantung.
American College of Obstetricians and Gynecologists (1992)
menekankan empat konsep yang mempengaruhi penanganan, yaitu :2
1. Peningkatan curah jantung dan volume plasma sebesar 50% terjadi
pada awal trimester ketiga.
15
2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa
peripartum.
3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah pada
trimester kedua dan meningkat lagi sampai 20% di bawah normal pada
akhir kehamilan.
4. Bila memerlukan terapi antikoagulan digunakan derivat kumarin.
INTRAPARTUM
Manajemen pada saat inpartu dan persalinan harus direncanakan
dengan teliti pada wanita dengan penyakit jantung. Perhatian diutamakan
pada penggantian volume dan perdarahan, bantuan farmakologi, profilaksis
endokarditis dan kebutuhan antikoagulan. Termasuk usaha untuk
mempertahankan fungsi ventrikel, preload yang adekuat dan mencegah
penurunan afterload yang tidak diinginkan. Penurunan resistensi vaskuler
sistemik berbahaya pada kondisi left-to-right shunt dengan adanya hipertensi
pulmonal. Perawatan medis harus dioptimalkan sebelum inpartu untuk
mencegah perubahan preload, curah jantung dan denyut jantung yang cepat.
Anestesi epidural aman diberikan pada sebagian besar kasus kelainan
jantung. Tekanan arteri sistemik harus dimonitor selama inpartu karena
anestesi epidural dapat menyebabkan hipotensi, dimana kondisi ini sangat
berbahaya pada penderita dengan Tetralogi of Fallot dan sindroma
Eisenmenger.11, 13
Persalinan pervaginam direkomendasikan pada sebagian besar wanita
dengan kelainan jantung struktural, dengan operasi caesar diperuntukkan
standar indikasi obstetri. Pada umumnya persalinan pervaginam dengan
anestesi epidural dosis rendah adalah metode yang dipilih. Ada beberapa
risiko yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan operasi caesar apabila
dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Antara lain , rata-rata jumlah
perdarahan dua kali lipat, risiko terjadinya trombosis lima kali lebih tinggi, dan
risiko terjadinya infeksi meningkat sepuluh kali lipat. 8, 14
Pemantauan ibu dan janin sebaiknya dikerjakan selama persalinan.
Pemantauan EKG berkelanjutan selama persalinan sangat dianjurkan.
Kateter Swan-Ganz sangat bermanfaat karena dapat memberikan informasi
16
akurat mengenai status cairan tubuh dan fungsi jantung kiri. Kateter Swan-
Ganz memungkinkan pengukuran tekanan kapiler paru yang merupakan
gambaran paling akurat dari hubungan antara volume darah dengan
kapasitas vaskuler, serta hubungan antara tekanana vena sentral dengan
output jantung.1, 6
Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa
persalinan adalah :1
1. Diagnosis yang akurat
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia
epidural dengan narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep
rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan
penggantian cairan yang dini dan sesuai.
9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan
pemberian diuresis yang agresif namun perlu hati-hati.
Lebih baik menunggu saat inpartu spontan yang memberi kesempatan
terbaik untuk proses inpartu dan persalinan pervaginam yang tidak terjadi
komplikasi. Persalinan lebih awal dapat disarankan bila pada ibu mulai
tampak gejala dekompensasi atau dengan melanjutkan kehamilan dapat
menimbulkan gangguan permanen pada fungsi jantung atau janin tidak
tumbuh dengan baik. 14
Persalinan memerlukan monitoring yang teliti baik pada ibu maupun
janin. Preload dan tekanan darah harus dimonitor dengan hati-hati dan
17
perdarahan harus diminimalkan. Posisi lateral dekubitus kiri dapat
mengurangi fluktuasi hemodinamik yang disebabkan kontraksi uterus. Forsep
atau vakum dapat digunakan untuk memperpendek kala dua. Juga
direkomendasikan untuk menghindari manuver Valsava selama kala dua
karena dapat menimbulkan penurunan venous return, peningkatan konsumsi
oksigen dan penurunan pengisian diastole yang berkaitan dengan takikardi
yang potensial berisiko terjadinya perubahan hemodinamik. Antibiotika
profilaksis sebaiknya diberikan selama proses persalinan kecuali pada PDA
yang sudah dikoreksi, ASD sekundum terisolasi dan prolaps katup mitral
tanpa regurgitasi. 8,11,15
PUERPERALIS
Persalinan dan masa puerperium merupakan periode dengan risiko
maksimum untuk pasien dengan kelainan jantung. Selama periode ini, pasien
harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda gagal jantung,
hipotensi dan aritmia. Perdarahan postpartum, anemia, infeksi dan
tromboemboli merupakan komplikasi yang menjadi lebih serius bila ada
kelainan jantung.
Sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan
pada kala III. Oksitosin sebaiknya diberikan secara infus kontinu untuk
menghindari penurunan tekanan darah yang mendadak. Alkaloid ergot seperti
metil ergometrin tidak boleh dipakai karena obat ini dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan vena sentral dan hipertensi sementara.1, 7
Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat
terhadap keseimbangan cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan cairan
ke sirkulasi sentral dan dapat menyebabkan kegagalan jantung. Perhatian
harus diberikan kepada penderita yang tidak mengalami diuresis spontan.
Pada keadaan ini, bila ada penurunan saturasi oksigen yang dipantau dengan
pulse oxymetri, biasanya menandakan adanya edema paru.1, 7
Ambulasi dini sebaiknya dianjurkan pada periode post partum untuk
mencegah terjadinya stasis dan pooling vena. Dianjurkan pemakaian stocking
elastic karena dapat mengurangi risiko tromboemboli. 6
Walaupun beberapa klinikus tidak menganjurkan pasien penderita
kelainan jantung untuk menyusui bayinya namun tidak ada kontraindikasi
18
spesifik untuk memberi ASI (air susu ibu) selama hidrasi yang adekuat dapat
dipertahankan. Namun demikian ibu dianjurkan untuk tidak sepenuhnya
tergantung pada ASI eksklusif tetapi juga memberikan susu formula kepada
bayinya. Harus diperhatikan bahwa sebagian dari obat-obat yang diberikan
kepada ibu dalam masa peripartum dapat melewati ASI.6
Anjurkan pemakaian kontrasepsi dan metode kontrasepsi yang dipakai
sebelum hamil perlu ditinjau kembali. Pemakaian kontrasepsi yang tepat
dapat merupakan terapi adjuvant bagi penderita kelainan jantung sebaliknya
kontrasepsi yang tidak sesuai dapat mengancam jiwanya. Kebanyakan
penderita dapat memakai kontrasepsi seperti wanita postpartum normal,
namun sebagian yang dengan hipertensi pulmonal, sianosis, memakai
antikoagulan karena operasi penggantian katup, kegagalan jantung atau
transplantasi jantung harus mendapat perhatian yang cermat. Alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak diindikasikan bagi pasien yang berisiko
untuk endokarditis misalnya yang menjalani transplantasi jantung dan
memerlukan terapi immunosupresi, ada riwayat endokarditis, memakai katup
protese atau mendapat terapi antikoagulan jangka panjang. Bila akan
dilakukan sterilisasi tuba postpartum setelah persalinan pervaginam maka
sebaiknya prosedur ini ditunda sampai jelas bahwa ibu dalam keadaan tidak
demam, tidak anemia dan terbukti bahwa dia dapat bergerak tanpa ada
tanda-tanda distres.6, 7
Respons kardiovaskuler baru akan kembali normal setelah 7 bulan
postpartum. Penderita disfungsi ventrikel kiri karena kardiomiopati peripartum
memerlukan pemeriksaaan ekokardiografi tiap 3 bulan. Setelah keluar dari
rumah sakit penderita perlu memeriksakan diri pada dokter obgin dan
kardiolog.
KONTRASEPSI PADA PENDERITA KELAINAN JANTUNG KONGENITAL
Kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita dengan kelainan
jantung kongenital dapat membawa risiko yang signifikan, karena itu
konseling kontrasepsi menjadi sangat penting dan direkomendasikan.
Walaupun tidak ada metode kontrasepsi yang sempurna, metode yang
19
efektivitasnya sangat tinggi dan efek samping minimal telah berkembang
akhir-akhir ini. 10
Kontrasepsi oral ( kombinasi estrogen dan progesteron ) merupakan
kontraindikasi bila ada risiko trombosis dan atau hipertensi. Penggunaan
progestin dapat dipertimbangkan pada penderita dengan risiko trombosis
tetapi angka kegagalannya lebih besar dibanding kombinasi estrogen-
progesteron. Intrauterine device merupakan kontraindikasi bila ada risiko
endokarditis. Levonorgestrel, metode barier, dan ligasi tuba adalah
kontrasepsi yang direkomendasikan untuk wanita dengan kelainan jantung
kongenital sianotik dan hipertensi pulmonal. Metode barrier merupakan
pilihan yang paling tepat dan lebih efektif bila kondom dan busa spermisida
digunakan bersama-sama. Ligasi tuba merupakan pilihan kontrasepsi bila
kehamilan merupakan kontraindikasi pada kondisi kelainan jantung. 9,16
KONSELING PREKONSEPSI
Untuk mencegah kehamilan tidak terencana dan potensial berbahaya,
wanita dengan kelainan jantung sebaiknya mendapat konseling saat remaja
dan dewasa tentang risiko kehamilan baik bagi ibu maupun bayinya. Anjuran
tentang kontrasepsi sangat penting. Informasi yang diberikan antara lain :
kontrasepsi, morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang berkaitan dengan
kehamilan, risiko kelainan jantung yang dapat diturunkan, tingkat surveilans,
kebutuhan penanganan dan perawatan di rumah sakit selama kehamilan.10
KELAINAN JANTUNG BERISIKO RENDAH TERHADAP IBU HAMIL
ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung kongenital yang
paling sering ditemukan dalam kehamilan dan umumnya asimptomatik. Pada
pemeriksaan tampak tanda yang khas berupa dorongan ventrikel kanan dan
bising sistolik yang keras pada tepi sternum kiri, dan bunyi jantung kedua
yang terpisah. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi
ventrikel kanan dan right bundle branch block dengan aksis jantung normal.
20
Pada pemeriksaan foto toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru dan
pembesaran ruang jantung kanan. 1, 2, 5
Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh penderita
ASD kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester kedua.
Ada beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan jantung kongestif dan
aritmia pada pasien-pasien ini. Kegagalan jantung kongestif merupakan
indikasi untuk melakukan operasi untuk mengoreksi defek. Sebagian kecil
penderita ASD kemudian mengalami hipertensi pulmonal dan sindroma
Eisenmenger ( shunt balik dari kanan ke kiri karena tekanan arteri pulmonalis
suprasistemik). Keadaan ini dapat membahayakan jiwa penderita sehingga
perlu penanganan yang hati-hati dan serius.5
VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi umumnya
mempunyai defek yang kecil sebab defek yang besar memerlukan koreksi
pada masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan getaran
dan bising pada tepi sternum kiri, bunyi jantung pertama yang keras dan
bunyi gemuruh diastol. Pada defek yang kecil pemeriksaan EKG umumnya
nampak normal namun dapat pula tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan
kanan. Pada foto toraks pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri.2, 5
Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD karena
kehamilan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler yang mengurangi
terjadinya shunt kiri – kanan. Morbiditas dan mortalitas meningkat bila terjadi
hipertensi pulmoner dan sindroma Eisenmenger. Pada masa postpartum
penderita VSD dengan hipertensi pulmonal berisiko untuk mengalami
kegagalan jantung ketika terjadi penurunan tekanan darah dan volume darah
yang sesaat sehingga menyebabkan shunt terbalik.5
PATENT DUCTUS ARTERIOSUS
Dengan makin majunya teknik operasi jantung anak maka kasus ini
sudah jarang ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita
asimptomatik kecuali bila terjadi komplikasi hipertensi pulmonal. Pada
pemeriksaan fisik terdengar bising pada interkosta II. Hipertrofi ventrikel
kanan dan kiri dapat terlihat pada pemeriksaan EKG, dan pada pemeriksaan
21
foto toraks tampak hipervaskularisasi paru serta pembesaran ventrikel kiri dan
atrium kiri. Seperti pada kelainan shunt yang lain maka pemeriksaan doppler
dan ekokardiografi kontras bermanfaat untuk menentukan dimensi ruang dan
mendeteksi shunt.2, 5
Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada kehamilan.
Namun seperti lesi shunt kiri-kanan yang lain harus dilakukan penanganan
yang baik untuk mencegah shunt balik yang terjadi karena hipotensi dan
kehilangan darah postpartum. Morbiditas dan mortalitas akan meningkat bila
terjadi hipertensi pulmonal.2, 5
REGURGITASI MITRAL
Regurgitasi mitral mempunyai banyak penyebab, namun pada wanita
muda penyebab tersering adalah rematik (selalu berhubungan dengan
stenosis mitral). Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik adalah bising
holosistolik pada apeks jantung yang menjalar ke aksila dan pada
pemeriksaan EKG tampak tanda pembesaran atrium kiri. Fibrilasi atrium
jarang ditemukan kecuali bila atrium kiri sangat membesar.5
Umumnya kehamilan dapat ditolerir dengan baik sebab pada
kehamilan normal terjadi penurunan resistensi vaskuler yang tidak
membebani ventrikel. Bila terjadi regurgitasi mitral yang berat akibat kongesti
paru maka harus diberikan diuresis dan digoxin profilaksis.5
INSUFISIENSI AORTA
Seperti pada regurgitasi mitral, insufisiensi aorta jarang ditemukan
pada wanita usia reproduksi dan biasanya disebabkan oleh rematik, hampir
selalu berhubungan dengan penyakit katup mitral. Penyebab insufisiensi yang
jarang adalah sindroma Marfan dan pada pasien yang hamil perlu dilakukan
evaluasi untuk menentukan apakah insufisiensi aorta yang tejadi disebabkan
oleh sindroma Marfan.5
Tanda khas pada pemeriksaan fisik adalah bising diastolik pada tepi
atas sternum yang paling kuat terdengar pada posisi duduk dan saat akhir
ekspirasi. Pada insufisiensi yang lama akan tampak gambaran pembesaran
ventrikel kiri pada pemeriksaan EKG dan foto toraks. Penanganannya sama
dengan regurgitasi mitral.1, 5
22
LESI KATUP TRIKUSPIDAL DAN PULMONAL.
Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum ditemukan
pada kehamilan normal dan jarang menimbulkan dampak klinis kecuali bila
regurgitasi trikuspidal yang berhubungan dengan anomali Ebstein yang akan
meningkatkan morbiditas dalam kehamilan. Stenosis trikuspidal dan
insufisiensi pulmonal jarang ditemukan dalam kehamilan dan hanya ada
beberapa laporan saja mengenai kasus ini.5
Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung kongenital
yang berdiri sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi Fallot. Pada
pemeriksaan fisik gelombang “A” yang menonjol pada tekanan vena jugularis.
Bising kresendo dan dekresendo biasa terdengar sepanjang daerah
parasternal kiri atas. Gambaran EKG terlihat normal kecuali bila stenosis yang
berat sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada
pemeriksaan foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan
arteri pulmonalis.2, 5
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis pulmonal
yang tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon valvuloplasty perkutaneus
merupakan pengobatan terpilih namun bila terjadi kegagalan jantung yang
refrakter selama kehamilan maka operasi merupakan tindakan yang lebih
baik sebab pemasangan balon memberikan efek radiasi pada janin.5
KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO SEDANG TERHADAP IBU HAMIL
STENOSIS MITRAL
Stenosis katup mitral hampir selalu berhubungan dengan penyakit
jantung reumatik. Disfungsi katup akan terjadi seumur hidup. Kerusakan
katup ini dipicu oleh episode demam rheuma yang berulang. Demam
rheumatik sendiri merupakan respon imunologik terhadap infeksi
streptococcus hemolitik grup-A. Insiden penyakit ini dalam populasi
dipengaruhi oleh kondisi kemiskinan.1
Pasien dengan stenosis mitral asimptomatik mempunyai umur harapan
hidup 10 tahun sekitar 80%, namun bila kemudian menjadi simtomatik akan
berkurang menjadi 15%. Bila ada hipertensi pulmonal maka rata-rata harapan
23
hidup kurang dari 3 tahun. Kematian terjadi karena edem paru yang progresif,
kegagalan jantung kanan, emboli sistemik atau emboli paru.
Stenosis katup mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri pada saat diastol. Luas permukaan katup mitral yang normal
sekitrar 4 – 5 cm2. Gejala pada saat aktifitas akan nampak bila luas
permukaan ini < 2,5 cm2. Gejala pada saat istirahat dipastikan akan timbul
bila luas permukaan < 1,5 cm2. Curah jantung terbatas karena aliran darah
yang relatif pasif selama diastol ; peningkatan arus balik dari vena akan
menyebabkan kongesti paru. Takikardia relatif dalam masa kehamilan
mengurangi pengisian ventrikel kiri dan selanjutnya mempengaruhi curah
jantung dan meningkatkan kongesti paru.1
Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala khas untuk
stenosis mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan normal. Gejala
lain berupa bising diastolik dan distensi vena jugularis sering luput dari
perhatian. Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk menyingkirkan
adanya stenosis mitral khususnya pada pasien dari kelompok yang berisiko.
Diagnosis ekokardiografi stenosis mitral didasarkan pada gambaran khas
stenosis berupa katup yang mengalami kalsifikasi. Bila luas penampang katup
kurang atau sama dengan 1,0 cm2 biasanya diperlukan penanganan
farmakologi dalam kehamilan dan pemantauan hemodinamik yang invasif
pada saat persalinan. Hipertensi pulmonal yang merupakan komplikasi yang
memperburuk stenosis mitral dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
ekokardiografi.1, 2
Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan
untuk mencapai keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan curah
jantung dan keterbatasan aliran darah yang melewati katup stenosis.
Kebanyakan ibu hamil memerlukan diuresis berupa pemberian furosemid.
Pemberian -blocker akan menurunkan denyut jantung, meningkatkan aliran
darah yang melewati katup dan menghilangkan kongesti paru.1, 5
Wanita dengan riwayat penyakit katup rheuma yang berisiko untuk
kontak dengan populasi yang mempunyai prevalensi tinggi untuk infeksi
streptococcus harus mendapat profilaksis penicilllin G peros setiap hari atau
benzathine penicillin setiap bulan. Pasien yang mengalami fibrilasi atrium dan
riwayat emboli harus diterapi dengan antikoagulan.1
24
Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri akan
menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran balik vena dan
kemudian terjadi kongesti paru. Hemodinamik penderita dengan luas katup <
1 cm2 harus ditangani dengan bantuan kateter arteri pulmonalis. Denyut
jantung dipertahankan dengan mengontrol nyeri dan pemberian -blocker.
Kala II diperpendek dengan persalinan forcep atau vakum rendah. Seksio
sesaria dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Pemberian diuresis yang
progresif akan menurunkan kongesti paru dan desaturasi oksigen.1, 5
STENOSIS AORTA
Stenosis aorta jarang ditemukan pada kehamilan karena kelainan ini
sering ditemukan pada populasi yang lebih tua, namun penderita stenosis
aorta yang mempuyai katup aorta bikuspidal dapat menjadi simptomatik pada
usia 20- an dan 30-an. Stenosis aorta menandakan adanya obstruksi aliran
darah yang keluar dari ventrikel kiri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bising
sistolik kresendo dan dekresendo pada tepi atas sternum, pada tipe yang
berat bunyi jantung kedua tidak terdengar. Pada EKG tampak tanda hipertrofi
ventrikel kiri dan pada foto toraks gambaran jantung membesar.1, 5
Pada kasus yang berat mortalitas ibu dilaporkan sekitar 17%, risiko
untuk mendapat bayi dengan kelainan jantung kongenital berkisar 17% - 26%,
sehingga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi terhadap
janin pada trimester kedua. Penanganan pada pasien terutama adalah tirah
baring dan mempertahankan volume darah yang adekuat. Pada saat
persalinan dilakukan pemantauan sentral dengan kateter Swan-Ganz dan
cegah terjadinya hipotensi. Anestesi spinal dan epidural harus dilakukan
dengan hati-hati pada pasien stenosis berat karena bahaya hipotensi. Bila
memungkinkan sebaiknya dilakukan koreksi stenosis sebelum kehamilan,
namun juga telah dilaporkan penggantian katup aorta pada saat kehamilan
yang memberikan hasil memuaskan. Valvuloplasty balon pada katup aorta
telah berhasil dilakukan pada saat kehamilan dengan luaran maternal dan
perinatal yang memuaskan.5
SINDROMA MARFAN
25
Merupakan kelainan autosom dominan dengan defek sintesis kolagen
yang mengenai mata, skelet, dan kardiovaskuler dengan derajat yang
bervariasi. Gen yang terkena berlokasi di kromosom 15. Manifestasi
kardiovaskuler berupa prolaps katup mitral dengan regurgitasi mitral, dilatasi
aneurisma aorta yang berhubungan dengan regurgitasi aorta.5
Kehamilan akan meningkatkan risiko ruptur aorta pada penderita
sindroma Marfan. Morbiditas dan mortalitas tergantung pada apakah kelainan
berupa dilatasi pangkal aorta atau kelainan katup. Bila diameter pangkal
aorta lebih dari 40 mm maka kematian dapat mencapai 50%, sebaliknya bila
aorta tidak membesar dan katup tidak terkena maka kehamilan dapat
mencapai aterm dengan morbiditas dan mortalitas maternal yang rendah.
Penderita harus diberitahu mengenai bahaya ini dan mendapat pengawasan
ketat terhadap gejala dan tanda diseksi aorta. Pemeriksaan ekokardiogram
serial dilakukan selama kehamilan untuk menilai keadaan jantung khususnya
pangkal aorta dan ada tidaknya regurgitasi. Obat beta-blocker secara selektif
dapat menurunkan risiko dilatasi aorta yang progressif dengan menurunkan
tekanan pulsatil pada dinding aorta.5
KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO TINGGI TERHADAP IBU HAMIL
Tetralogy of Fallot (ToF)
Tetralogy of Fallot adalah bentuk kelainan jantung yang paling sering
dijumpai pada usia dewasa dengan angka kejadian sekitar 5-8% dari semua
kelainan jantung kongenital. Kelainan pada ToF meliputi stenosis pulmonal
berat atau subvalvular, VSD besar, hipertrofi ventrikel kanan dan overriding
aorta. Sebelum dilakukan koreksi , gejala yang sering timbul adalah sesak
nafas dan sianosis. Kehamilan pada ToF yang belum dikoreksi tidak
dianjurkan dengan risiko kematian ibu mencapai 15% dan kematian janin
30%. 11,12
Kehamilan pada wanita dengan ToF yang telah menjalani operasi
koreksi total saat bayi dapat ditoleransi dengan baik. Pederson et al meneliti
58 wanita yang telah menjalani operasi koreksi ToF, dengan hasil terdapat 54
kehamilan pada 25 wanita, angka abortus spontan 15%, infertilitas 3,4 %.
26
Terdapat 41 kelahiran hidup dengan rata-rata berat badan lahir 3,2 kg, hanya
satu kelahiran dengan berat badan lahir rendah dan tidak ada kelahiran
sebelum kehamilan 36 minggu. Angka kelainan jantung kongenital yang
diturunkan sebesar 9,8%. Namun komplikasi yang dapat terjadi seperti
aritmia, dan gagal jantung kanan dapat terjadi, terutama bila ada residual
shunt, obstruksi aliran ventrikel kanan, dan hipertensi pulmonal. Penurunan
resistensi vaskuler sistemik dan peningkatan curah jantung yang terjadi pada
kehamilan dapat meningkatkan right-to-left shunt . Dianjurkan untuk dilakukan
penilaian jantung secara teratur selama hamil pada ToF yang telah dikoreksi
maupun tidak. Prognosis semakin buruk bila hematokrit ibu lebih dari 60,
saturasi oksigen kurang dari 80% dan hipertensi ventrikel kanan dengan
tekanan lebih dari 120 mmHg. 8,11,12
SINDROMA EISENMENGER
Pada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati tekanan
sistemik menyebabkan aliran balik dari shunt kiri – kanan menjadi shunt
kanan – kiri menyebabkan hipoksemia dan kematian. Pasien akan mengalami
sianosis perifer, kegagalan jantung kongestif dan hemoptisis. Kelainan
kongenital yang berupa shunt kiri – kanan seperti ASD, VSD atau PDA
dengan hipertensi pulmonal progresif dapat menyebabkan terjadinya
sindroma Eisenmenger. 2, 5
Keadaan ini akan menyebabkan mortalitas ibu yang sangat tinggi (23 –
50%) yang dapat terjadi pada masa kehamilan atau periode postpartum.
Penderita harus diberitahu mengenai risiko ini dan ditawari untuk memilih
terminasi kehamilan atau melanjutkan kehamilannya. Bila penderita memilih
untuk melanjutkan kehamilan maka penanganannya meliputi tirah baring
secara ketat, pemberian oksigen kontinu, digoksin, pemantauan hemodinamik
infasif pada periode peripartum, percepat kala II dengan persalinan forsep
rendah. Penderita harus dirawat di rumah sakit. PaO2 ibu dipertahankan di
atas 70% untuk menjamin oksigenasi janin yang adekuat.2, 5
Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan janin terhambat
dan kematian janin maka direkomendasikan untuk melakukan pemantauan
janin secara ketat dengan pemeriksaan USG serial dan NST dan atau
pemeriksaan profil biofisik. Periode peripartum merupakan periode yang
27
genting berhubung karena terjadi perubahan volume darah yang cepat dan
kemungkinan perdarahan. Penderita harus diawasi di rumah sakit selama
seminggu sesudah persalinan sebab risiko kematian ibu meningkat pada
periode ini.5
HIPERTENSI PULMONAL PRIMER
Hipertensi pulmonal primer merupakan keadaan dimana terjadi
penebalan abnormal dan konstriksi tunika media arteri pulmonalis yang
menyebabkan fibrosis tunika intima dan pembentukan trombus. Penyebabnya
tidak diketahui, ditemukan pada wanita muda dan menyebabkan peningkatan
tekanan arteri pulmonalis yang progresif. Gejalanya berupa sesak, fatique,
palpitasi dan kadangkala sinkop.5
Pada pemeriksaan fisik tampak penonjolan gelombang “A” pada vena
jugularis, desakan ventrikel kanan dan biasanya bunyi jantung kedua yang
dapat dipalpasi. Pada tahap akhir akan tampak tanda-tanda kegagalan
jantung kanan berupa peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan
edem. Pada pemeriksaan EKG dan foto toraks tampak pembesaran ventrikel
kanan dan deviasi aksis jantung ke kanan. 5
Angka kematian maternal pada keadaan ini dapat melebihi 40%,
bahkan kematian tetap tinggi pada pasien yang asimptomatik atau dengan
gejala yang ringan pada saat sebelum hamil. Angka kematian janin dan
neonatal pada kasus ini juga tinggi. Penderita sering datang pada trimester
kedua saat perubahan hemodinamik yang maksimal dan sering dengan
gejala kegagalan jantung kanan. Berhubung karena tingginya angka kematian
maternal maka penderita dianjurkan untuk tidak hamil, dan bila hamil
ditawarkan untuk menjalani terminasi kehamilan pada trimester pertama.
Namun bila penderita memilih untuk tetap melanjutkan kehamilannya maka
harus dilakukan tirah baring, rawat inap pada trimester ketiga, pengobatan
dini terhadap gejala kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik
dan lakukan pemantauan hemodinamik invasif selama persalinan. Pemberian
antikoagulan dapat memperbaiki prognosis penyakit ini. Nifedipin dosis tinggi
peros dan pemberian adenosin intravena bermanfaat untuk menurunkan
resistensi pembuluh darah pulmoner.5, 6
28
KARDIOMIOPATI PERIPARTUM
Kardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada bulan
terakhir kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa penyebab
yang jelas. Di Amerika Serikat insidennya bervariasi dari 1 per 4000 kelahiran
sampai 1 per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi pada bulan kedua
postpartum, meningkat pada ibu yang berusia tua, multipara dan kulit hitam.
Angka kematian ibu bervariasi dari 25% – 50%. 1, 5
Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga karena
hipertensi, infeksi virus, reaksi imunologik dan defisiensi vitamin. Di Nigeria
dilaporkan insiden yang lebih tinggi karena ibu postpartum mengkonsumsi
garam dalam jumlah yang besar.5
Gejala klinis yang timbul berupa orthopnea, dyspnea, kelemahan,
palpitasi, edem perifer dan kadang hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan kardiomegali, irama gallop, distensi vena-vena di daerah leher.
Pemeriksaan EKG tampak gambaran segmen ST yang abnormal dan
perubahan gelombang T. Kardiomegali dan kongesti vena pulmonal
merupakan tanda khas pada pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan
ekokardiografi bermanfaat untuk menyingkirkan adanya kelainan katup.1, 5
Pengobatan berupa tirah baring, hindari aktifitas fisik, pengobatan
kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik. Berhubung karena
meningkatnya risiko tromboembolik pada pasien ini maka perlu
dipertimbangkan pemberian heparin.5
Prognosis tergantung pada perjalanan penyakit saat postpartum. Bila
kardiomegali menetap maka prognosisnya jelek, sebaliknya bila ukuran
jantung kembali normal dalam 6-12 bulan menandakan prognsosis yang lebih
baik. Penderita yang refrakter dianjurkan untuk menjalani transplantasi
jantung dan sudah ada laporan mengenai keberhasilan persalinan sesudah
transplantasi.5
RINGKASAN
Kehamilan pada wanita dengan kelainan jantung kongenital jumlahnya
semakin meningkat akhir-akhir ini, terutama karena peningkatan jumlah
penderita dengan kelainan jantung kongenital yang mencapai usia dewasa.
29
Sebagian besar penderita dapat melewati kehamilan dengan baik , walaupun
kejadian kardiovaskuler termasuk diantaranya aritmia dan perburukan status
fungsional. Penderita harus mendapatkan konseling prekonsepsi oleh ahli
kardiologi yang berpengalaman yang meliputi jenis kontrasepsi yang
sebaiknya digunakan, angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi pada
kehamilan, risiko kelainan jantung yang diturunkan, kebutuhan perawatan di
rumah sakit selama kehamilan dan porsalinan.
Kehamilan yang berisiko tinggi harus mendapat monitoring ketat
selama hamil begitu pula kehamilan berisiko rendah tidak berarti bebas dari
risiko. Manajemen lebih lanjut dengan teliti harus dilakukan dalam
menghadapi kehamilan dengan kelainan jantung dengan shunt terutama pada
kondisi right-to-left shunt dan hipertensi pulmonal. Untuk mendapatkan hasil
yang optimal bagi ibu dan bayi , manajemen harus dilakukan oleh tim yang
terdiri dari ahli kardiologi, obstetri dan anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Easterling TR, Otto C. Heart disease. In: Gabbe, editor. Obstetrics-
normal and problem pregnancies. 4 th ed. London: Churchill
Livingstone Inc; 2002. p. 1005-30.
2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins
Gea. Cardiovascular diseases. In: Williams obstetrics. 21 st ed. New
York: McGraw Hill; 2001. p. 1181-203.
3. Artoni F, Sedyawan J. Kelainan jantung pada kehamilan dan
persalinan tahun 2001 di RSCM. In: Pertemuan Ilmiah Tahunan XIII
POGI; 2002; Malang; 2002.
4. Ratnadewi N, Suardi A. Tinjauan kasus penyakit jantung dalam
kehamilan di RSU Dr.Hasan Sadikin selama 5 tahun (1994-1998). Maj
Obstet Ginekol Indones 2000;24 (1):37 - 42.
30
5. Cole P. Cardiac disease. In: Winn H, Hobbins J, editors. Clinical
maternal-fetal medicine. 1 st ed. New York: The Parthenon Publishing
Group; 2000. p. 369 - 84.
6. Gei A, Hankins G. Medical complications of pregnancy cardiac disease
and pregnancy. Obstet and gynecol clin 2001;28 (3):1-42.
7. Wiratama K, Suwardewa T. Kehamilan dengan penyakit jantung
rematik (pjr) serta komplikasi stroke hemoragik. In: Pertemuan Ilmiah
Tahunan POGI XI; 1999; Semarang; 1999.
8. Gelson E, Johnson M, Gatzoulis M, Uebing A. Cardiac disease in
pregnancy. Part 1: congenital heart disease. The Obstetrician &
Gynaecologist 2007;9:15-20.
9. Colman JM, Siu SC. Pregnancy in adult with congenital heart disease.
Progress in Pediatric Cardiology 2003; 17:53-60.
10. Bedard E, Shore DF, Gatzoulis MA. Adult congenital heart disease : a
2008 overview. British Medical Bulletin 2008; 85: 151-180.
11. Delboy AP, Simpson LL. Structural Heart Disease. In: Craigo SD,
Baker ER, editors. Medical complications in pregnancy. McGraw-Hill
Companies; 2005.
12. Pedersen LM, Pedersen TAL, Ravn HB, Hjortdal VE. Outcomes of
pregnancy in women with tetralogy of fallot. Cardiol Young
2008;18:423-429.
13. Perloff JK. Congenital Heart Disease in Pregnancy. Clin Cardiol 1994;
17:579-587.
14. Steer P. Heart disease in pregnancy. Women’s Health Medicine 2005;
2(2): 18-21.
15. Ouyang DW, Khairy P, Fernandes SM, Landzberg MJ, Economy KE.
Obstetric outcomes in pregnant women with congenital heart disease.
International Journal of Cardiology 2009; 1-5.
16. Warnes CA et al. ACC/AHA 2008 Guidelines for Adults with CHD.
JACC. 2008 December 2; 52(23): e143-263.
31