Page 1
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 59
PENTINGNYA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
DI PERGURUAN TINGGI
Barowi, Siti Faiqotul Fazat ABA
1
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
[email protected]
Abstrak:
Tulisan ini dibuat bertujuan untuk memberi motifasi kepada para
akademisi mengenai pentingnya mempelajari dan memahami bahasa
Indonesia dengan benar. Diduga banyak mahasiswa maupun masyarakat
Indonesia yang sudah terbiasa berbahsa namun tanpa mengikuti kaidah
berbahasa yang benar. Bahasa yang benar adalah bahasa yang idealnya
menaati kaidah secara penuh. Ketepatan kaidah tata bahasa, intonasi, serta
ekspresi adalah komponen yang mutlak harus dipenuhi oleh sang
pembicara. Bahasa yang benar ini digunakan dalam situasi formal yang
cenderung kaku dan bersifat satu arah dalam situasi lisan. Misalnaya
berpidato yang sungguh-sungguh taat asas terhadap kaidah. Sedangkan
bahasa yang baik adalah bahasa yang memiliki kesesuaian situasi dan
kondisi pembicaraan.Menjadi tanggung jawab bersama mengenai
eksistensi bahasa Indonesia di negeri tercinta ini utamanya para akademisi
dan praktisi pendidikan.
Kata kunci: Pembelajaran, Bahasa Indonesia, Perguruan Tinggi
Abstract:
This paper aims to motivate academics about the importance of studying
and understanding Indonesian properly. It is suspected that many students
and Indonesians are accustomed to speaking the language but without
following the correct language rules. The correct language is the language
which ideally adheres to the rules in full. The accuracy of the rules of
grammar, intonation, and expression is a component that absolutely must
be fulfilled by the speaker. This correct language is used in formal
situations which tend to be rigid and one-way in oral situations. For
example, giving a speech that really adheres to the principles of the rules.
Meanwhile, a good language is a language that has the suitability of the
situation and conditions of the conversation. It becomes a joint
responsibility regarding the existence of Indonesian in this beloved
country, especially academics and education practitioners.
Key words: Learning, Indonesian Language, University
1 Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta
Page 2
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 60
A. Pendahuluan
Bahasa Indonesia di samping
sebagai alat kumunikasi bagi
masyarakat Indonesia juga sebagai
bahasa peresatuan yang wajib
dipertahankan dan digunakan serta
dibahasakan dengan baik dan benar.
Disayangkan ternyata masih banyak
masyarakat Indonesia yang belum bisa
berbahsa Indonesia dengan baik dan
benar. Perlu dipahami bahwa bahasa
adalah pendukung utama dalam
berkomunikasi antar sesama, bertujuan
dari itu agar pesannya dapat
tersampaikan dengan baik kepada
orang yang melakukan interaksi dan
komunikasi. Di semua belahan negeri
ini mestinya masyarakatnya
menggunakan bahasa sebagai syarat
menyampaikan informasi.
Berbicara tentang bahasa
berarti seseorang atau kelompok
sedang membicarakan sebuah alat,
yaitu sebuah alat yang dapat menjadi
kebutuhan pokok dan menjadi
pemersatu setiap orang yang
memahami bahasa tersebut. Oleh
karena itu mengingat pentingnya
bahasa, terlebih bahasa nasional
Indonesia, maka perguruan tinggi
sebagai institusi yang menangani
pendidikan, tentu bertanggung jawab
untuk memberikan informasi dan
menyampaikan kepada masyarakat
tentang pentingnya berbahasa
Indonesia yang baik dan benar. Karena
berbahasa Indonesia dengan benar
sebagai ciri dan identitas bangsa.
B. Pengertian Bahasa Indonesi yang
baik dan benar
Bahasa yang benar adalah
bahasa yang idealnya menaati kaidah
secara penuh. Ketepatan kaidah tata
bahasa, intonasi, serta ekspresi adalah
komponen yang mutlak harus dipenuhi
oleh sang pembicara. Bahasa yang
benar ini digunakan dalam situasi
formal yang cenderung kaku dan
bersifat satu arah dalam situasi lisan.
Sebagai contoh, kita ambil pidato yang
sungguh-sungguh taat asas terhadap
kaidah.
Bahasa yang baik adalah
bahasa yang memiliki kesesuaian
situasi dan kondisi pembicaraan. Saat
kita berbicara atau menulis, kita akan
menyesuaikan bahasa dan cara
berbicara atau menulis kita dengan
yang diajak bicara dan situasi serta
kondisi pembicaraan. Contohnya, kita
tidak mungkin berbicara menggunakan
bahasa ilmiah dengan seorang anak
TK, kita tidak akan menggunakan
bahasa Indonesia baku saat menulis
buku harian, atau presiden tidak akan
menggunakan bahasa “gaul” saat
berpidato.
Dari uraian di atas dapat kita
simpulkan bahwa bahasa yang baik
dan benar adalah bahasa yang taat
terhadap asas, kaidah yang digunakan
sesuai dengan situasi dan kondisi
pembicaraan yang tepat. Tulisan ilmiah
adalah salah satu bentuk kebahasaan
yang menggunakan bahasa yang baik
dan benar. Presentasi, seminar,
lokakarya, simposium, dan sejenisnya
adalah juga bentuk-bentuk kebahasaan
yang menggunakan bahasa yang baik
dan benar. Atau dapat dijelaskan juga
bahwa Bahasa Indonesia yang baik dan
benar adalah Bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan situasi
pembicaraan (yakni, sesuai dengan
lawan bicara, tempat pembicaraan, dan
ragam pembicaraan) dan sesuai dengan
kaidah yang berlaku dalam Bahasa
Indonesia (seperti: sesuai dengan
kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan
tata bahasa).
1. Pemakaian Kata dan Kalimat
Kata yang dipakai dalam
Bahasa Indonesia adalah kata yang
tepat dan serasi serta baku. Kata
yang tepat dan serasi merupakan
kata yang sesuai dengan gagasan
Page 3
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 61
atau maksud penutur atau sesuai
dengan arti sesungguhnya dan
sesuai dengan situasi pembicaraan
(sepert: sesuai dengan lawan bicara,
topik pembicaraan, ragam
pembicaraan, dsb.). Kata yang baku
merupakan kata yang sesuai dengan
ejaan (yakni: EYD). Kalimat yang
dipakai dalam Bahasa Indonesia
adalah kalimat yang efektif. Kalimat
efektif harus;
a. mudah dipahami oleh orang lain,
b. memenuhi unsur penting kalimat
(minimal ada subjek dan
predikat, terutama untuk ragam
tulis),
c. menggunakan kata yang tepat
dan serasi,
d. gramatikal (seperti:
menggunakan pungtuasi dan kata
yang baku, menggunakan
struktur yang benar, frasa selalu
D-M, menggunakan kata yang
morfologis, menggunakan kata
yang sesuai dengan
fungsinya/kedudukannya),
e. rasional (yakni, menggunakan
gagasan yang dapat dicerna oleh
akal sehat)
f. efisien (menggunakan unsur
sesuai kebutuhan, tidak boleh
berlebihan),
g. tidak ambigu (tidak
menimbulkan dua arti yang
membingungkan).
2. Pemakaian Paragraf dalam
Bahasa Indonesia
Paragraf yang dipakai dalam
Bahasa Indonesia adalah paragraf
yang baik. Paragraf ini harus;
a. mempunyai satu pikiran utama,
b. mempunyai koherensi yang baik
(hubungan antar unsurnya sangat
erat) dan semua unsurnya
tersusun secara sistematis, serta
c. menggunakan kalimat yang
efektif.
C. Kaidah Dasar Bahasa Indonesia
1. Fonologi
Fonologi adalah ilmu
tentang perbendaharaan fonem
sebuah bahasa dan distribusinya.
Hal-hal yang dibahas dalam
fonologi antara lain sebagai berikut.
a. Fonetik dan Fonemik
Bagian dari Tatabahasa
yang mempelajari bunyi-bunyi
bahasa pada umumnya dalam
Ilmu Bahasa disebut fonologi.
Fonologi pada umumnya dibagi
atas dua bagian yaitu Fonetik dan
Fonemik .
- Fonetik adalah ilmu yang
menyelidiki dan menganalisa
bunyi-bunyi ujaran yang
dipakai dalam tutur, serta
mempelajari bagaimana
menghasilkan bunyi-bunyi
tersebut dengan alat ucap
manusia.
- Fonemik adalah ilmu yang
mempelajari bunyi-ujaran
dalam fungsinya sebagai
pembeda arti.
Jika dalam fonetik kita
mempelajari segala macam bunyi
yang dapat dihasilkan oleh alat-
alat ucap serta bagaimana tiap-
tiap bunyi itu dilaksanakan,
maka dalam fonemik kita
mempelajari dan menyelidiki
kemungkinan-kemungkinan,
bunyi-ujaran yang manakah yang
dapat mempunyai fungsi untuk
membedakan arti.
b. Homograf
Page 4
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 62
Homograf terdiri atas
kata homo berarti sama dan graf
(graph) berarti tulisan. Homograf
ditandai oleh kesamaan tulisan,
berbeda bunyi, dan berbeda
makna. Contoh:
Apel = buah ; apel=upacara
teras = pejabat utama' teras =
lantai depan rumah, teras =
bidang datar yang miring di
perbukitan
serang= mendatangi untuk
menyerang; Serang = nama
tempat
c. Diftong
Diftong adalah vokal
yang berubah kualiasnya. Dalam
sistem tulisan diftong biasa
dilambangkan oleh dua huruf
vokal. Kedua huruf vokal itu
tidak dapat dipisahkan. Bunyi
/aw/ pada kata "harimau" adalah
diftong, sehingga <au> pada
suku kata "-mau" tidak dapat
dipisahkan menjadi "ma·u"
seperti pada kata "mau".
Demikian pula halnya dengan
deretan huruf vokal <ai> pada
kata "sungai". Deretan huruf
vokal itu melambangkan bunyi
diftong /ay/ yang merupakan inti
suku kata "-ngai".
Diftong berbeda dari
deretan vokal. Tiap-tiap vokal
pada deretan vokal mendapat
hembusan napas yang sama atau
hampir sama; kedua vokal itu
termasuk dalam dua suku kata
yang berbeda. Bunyi /aw/ dan
/ay/ pada kata "daun" dan
"main", misalnya, bukanlah
diftong, karena baik [a] maupun
[u] atau [i] masing-masing
mendapat aksen yang (hampir)
sama dan membentuk suku kata
tersendiri sehingga kata "daun"
dan "main" masing-masing
terdiri atas dua suku kata.
2. Morfologi (Imbuhan)
a. Prefiks atau awalan
Prefiks atau awalan
adalah suatu unsur yang secara
struktural diikatkan di depan
sebuah kata dasar atau bentuk
dasar.
b. Sufiks atau akhiran
Sufiks atau akhiran
adalah semacam morfem terikat
yang dilekatkan di belakang
suatu morfem dasar.
c. Konfiks
Konfiks adalah gabungan
dari dua macam imbuhan atau
lebih yang bersama-sama
membentuk satu arti.
Di sini perlu ditegaskan
bahwa antara konfiks dan
gabungan imbuhan ada
perbedaan besar. Pada gabungan
imbuhan tiap-tiap unsur tetap
mempertahankan arti dan
fungsinya masing-masing.
Bentuk-bentuk seperti
mempercepat, mempersatukan,
dibesarkan, san lain-lain masing-
masing mengandung makna dan
fungsi tersendiri. Imbuhan me +
per, me + per + kan, dan di + kan
di sini bukanlah konfiks tetapi
merupakan gabungan imbuhan
dari prefiks dan sufiks.
Sebaliknya, bentuk-
bentuk seperti pertahanan,
kebesaran, permainan, dan lain-
lain mengandung struktur yang
berbeda dengan bentuk-bentuk di
atas. Karena di sini bentuk per –
an dan ke – an tidak dapat
ditafsirkan secara tersendiri,
tatapi bersama-sama membentuk
satu arti dan bersama-sama pula
membentuk satu fungsi. Bantuk
ini dalam realisasinya terbelah,
tetapi pembelahan itu tidak
mengurangi hakekatnya sebagai
satu morfem. Morfem semacam
Page 5
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 63
ini desibut morfem terbelah.
Bentuk-bentuk semacam ini
tidak janggal dalam bahasa
Indonesia. Kata-kata seperti tali,
gunung, dan lain-lain juga jelas
merupakan satu kesatuan tetapi
kadang-kadang bentuk itu
mengalami proses pembelahan
yaitu ketika disisipkan infiks –em
padanya, menjadi temali dan
gemunung. Proses pembelahan
pada kata atau morfem terikat
bukan persoalan baru, tetapi
tidak pernah diberi tempat yang
wajar. Oleh karena itu
Tatabahasa Tradisional
memperlakukan konfiks-konfiks
sebagai gabungan biasa dari
prefiks dan sufiks. Kita harus
memulangkan kedudukannya
yang sebenarnya sebagai suatu
bentuk (morfem) dengan satu
kesatuan fungsi dan arti.
Sekedar untuk
menggarisbawahi, bahwa
gabungan imbuhan adalah
pemakaian beberapa imbuhan
sekaligus pada suatu kata dasar,
yang masing-masing
mempertahankan arti dan
fungsinya. Imbuhan-imbuhan
yang biasa dipakai bersama-sama
adalah: me-kan, mem-per-kan,
di-per-kan, ter-kan, ber-kan, dan
lain-lain.
d. Infiks
Infiks adalah semacam
morfem terikat yang disispkan
pada sebuah kata antara
konsonan pertama dan vokal
pertama. Jenis morfem ini
sekarang tidak produktif lagi;
pemakaiannya terbatas pada
beberapa kata saja. Infiks yang
ada dalam bahasa Indonesia
hanyalah: -el, -er, dan –em.
D. Sintaksio
Kata sintaksis berasal dari
bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti
dengan´ dan kata tattein yang berarti
menempatkan´. Jadi,secara etimologi
berarti:menempatkan bersama-sama
kata-kata menjadi kelompok kata atau
kalimat.
1. Struktur Sintaksio
Secara umum struktur
sintaksis terdiri dari susunan subjek
(S), predikat (P), objek (O), dan
keterangan (K) yang berkenaan
dengan fungsi sintaksis. Nomina,
verba, ajektifa, dan
numeraliaberkenaan dengan
kategori sintaksis. Sedangkan
pelaku, penderita,dan penerima
berkenaan dengan peran sintaksis.
Eksistensistruktur sintaksis terkecil
ditopang oleh urutan kata, bentuk
kata, dani nt onasi ; bisa juga
ditambah dengankon ektor yang
biasanya disebut konjungsi. Peran
ketiga alat sintaksis itu tidak sama
antara bahasa yang satu dengan
yang lain
2. Kata Sebagai Satuan Sintaksio
Sebagai satuan terkecil
dalam sintaksis,kata berperan
sebagai pengisi fungsi sintaksis,
penanda kategori sintaksis, dan
perangkai dalam penyatuan satuan-
satuan ataubagian-bagian dari
satuan sintaksis.
Kata sebagai pengisi satuan
sintaksis, harus dibedakan adanya
dua macam kata yaitu kata penuh
dan kata tugas. Kata penuh adalah
kata yang secara leksikal
mempunyai makna, mempunyai
kemungkinan untuk mengalami
proses morfologi, merupakan kelas
terbuka, dan dapatberdiri sendiri
sebagai sebuah satuan. Yang
termasuk kata penuh adalah kata-
kata kategori nomina, verba,
adjektiva, adverbia, dan numeralia.
Misalnya mesjid memiliki makna µ
Page 6
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 64
tempat ibadah orang Islam.
Sedangkan kata tugas adalah kata
yang secara leksikal tidak
mempunyai makna, tidak
mengalami proses morfologi,
merupakan kelas tertutup, dan di
dalam peraturan dia tidak dapat
berdiri sendiri. Yang termasuk kata
tugas adalah kata-kata kategori
preposisi dan konjungsi.
Misalnyadan tidak mempunyai
makna leksikal, tetapi mempunyai
tugas sintaksis untuk
menggabungkan menambah
duabuah konstituen.
Kata-kata yang termasuk
kata penuh mempunyai kebebasan
yang mutlak, atau hampir mutlak
sehingga dapat menjadi pengisi
fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan
kata tugas mempunyai kebebasan
yang terbatas, selalu terikat dengan
kata yang ada di belakangnya
(untuk preposisi), atau yangberada
di depannya (untuk posposisi), dan
dengan kata-kata yang
dirangkaikannya (untuk konjungsi).
E. ETIMOLOGI
Etimologi adalah cabang ilmu
linguistik yang mempelajari asal-usul
suatu kata. Misalkan kata etimologi
sebenarnya diambil dari bahasa
Belanda etymologie yang berakar dari
bahasa Yunani; étymos (arti
sebenarnya adalah sebuah kata) dan
lògos (ilmu). Pendeknya, kata
etimologi itu sendiri datang dari bahasa
Yunani ήτυμος (étymos, arti kata) dan
λόγος (lógos, ilmu).
Beberapa kata yang telah
diambil dari bahasa lain, kemungkinan
dalam bentuk yang telah diubah (kata
asal disebut sebagai etimon). Melalui
naskah tua dan perbandingan dengan
bahasa lain, etimologis mencoba untuk
merekonstruksi asal-usul dari suatu
kata - ketika mereka memasuki suatu
bahasa, dari sumber apa, dan
bagaimana bentuk dan arti dari kata
tersebut berubah. Adapun mengenai
ide dasar dalam etimologi dapat
disampiakan sebagai berikut;
a) Kata-kata biasanya dimulai dengan
bentuk yang lebih panjang dan
kemungkinan juga lebih rumit, yang
kemudian menjadi lebih sederhana
atau lebih singkat. Misalnya, mesa
(“kerbau”) dalam Bahasa Jawa
Krama berasal dari Sansekerta
mahisa.
b) Sebaliknya dengan butir di atas,
kata-kata yang pendek dapat
diperpanjang dengan penambahan
imbuhan pada kata itu. Misalnya,
kata, kedokteran berasal dari
ke+dokter+an (dokter berasal dari
Bahasa Belanda).
c) Kata-kata slang (yang tidak resmi)
dapat diterima menjadi bahasa
resmi. Kadang-kadang yang
sebaliknya juga terjadi, kata-kata
yang resmi menjadi slang.
d) Kata-kata yang "kasar" atau "kotor"
dapat menjadi eufemisme, dan bisa
juga
e) Kata-kata yang tabu mungkin
dihindari dan kemudian lenyap,
seringkali digantikan oleh
eufemisme atau pengandaian kata.
f) Kata-kata dapat dilebur menjadi
kata portmanteau, seperti misalnya
polda, sebuah peleburan dari kata
polisi dan daerah.
g) Kata-kata dapat dimulai sebagai
akronim, seperti SIM (“Surat Izin
Mengemudi”).
F. Bahasa Baku dan Penggunaan Pada
Tulisan Dan Lisan.
Setiap negara atau suatu
wilayah umumnya memiliki bahasa
Page 7
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 65
resmi masing-masing yang digunakan
oleh rakyatnya. Pengertian bahasa
baku adalah bahasa yang menjadi
bahasa pokok yang menjadi bahasa
standar dan acuan yang digunakan
sehari-hari dalam masyarakat. Bahasa
baku mencakup pemakaian sehari-hari
pada bahasa percakapan lisan maupun
bahasa tulisan.
Penggunaan bahasa baku lazim
dipakai dalam situasi dan kondisi
sebagai berikut:
1. Komunikasi Resmi (Tertulis).
Contoh : Surat-menyurat
resmi, pengumuman resmi, undang-
undang, peraturan, dan lain-lain.
2. Pembicaraan Formal di Depan
Umum (Lisan).
Contoh: Pidato, ceramah,
khotbah, mengajar sekolah,
mengajar kuliah, dan lain
sebagainya.
3. WacanaTeknis (Tertulis)
Contoh : Karangan ilmiah,
skripsi, tesis, buku pelajaran,
laporan resmi, dan lain-lain.
4. Pembicaraan Formal (Lisan).
Contoh : Murid kepada guru,
bawahan kepada atasan, layanan
pelanggan kepada pelanggan,
menteri kepada presiden, dsb. Tidak
hanya terbatas kepada orang yang
dihormati saja karena presiden
umumnya berbicara pada rakyat
jelata dengan bahasa formal.
Bahasa adalah suatu sistem
dari lambang bunyi arbitrer yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia
dan dipakai oleh masyarakat
komunikasi, kerja sama dan
identifikasi diri. Bahasa lisan
merupakan bahasa primer,
sedangkan bahasa tulisan adalah
bahasa sekunder. Arbitrer yaitu
tidak adanya hubungan antara
lambang bunyi dengan bendanya.
G. Fungsi, Jenis, Ragam dan Macam-
Macam Bahasa
1. Fungsi Bahasa Dalam
Masyarakat
a. Alat untukberkomunikasi dengan
sesama manusia.
b. Alat untuk bekerja sama dengan
sesama manusia.
c. Alat untuk mengidentifikasi diri.
2. Jenis-Jenis dan Ragam (
Keragaman Bahasa) :
a. Ragam bahasa pada bidang
tertentu seperti bahasa istilah
hukum, bahasa sains, bahasa
jurnalistik, dsb.
b. Ragam bahasa pada perorangan
atau idiolek seperti gaya bahasa
mantan presiden Soeharto, gaya
bahasa benyamin , dan lain
sebagainya.
c. Ragam bahasa pada kelompok
anggota masyarakat suatu
wilayah atau dialek seperti dialek
bahasa madura, dialek bahasa
medan, dialek bahasa sunda,
dialek bahasa bali, dialek bahasa
jawa, dan lain sebagainya.
d. Ragam bahasa pada kelompok
anggota masyarakat suatu
golongan sosial seperti ragam
bahasa orang akademisi beda
dengan ragam bahasa orang-
orang jalanan.
e. Ragam bahasa pada bentuk
bahasa seperti bahasa lisan dan
bahasa tulisan.
f. Ragam bahasa pada suatu situasi
seperti ragam bahasa formal
(baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan lebih ekspresif di
mana mimik, intonasi, dan gerakan
tubuh dapat bercampur menjadi satu
Page 8
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 66
untuk mendukung komunikasi yang
dilakukan. Lidah setajam pisau / silet
oleh karena itu sebaiknya dalam
berkata-kata sebaiknya tidak
sembarangan dan menghargai serta
menghormati lawan bicara / target
komunikasi.
H. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia
yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan
ini menggantikan ejaan sebelumnya,
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada 23 Mei 1972, sebuah
pernyataan bersama telah
ditandatangani oleh Menteri Pelajaran
Malaysia pada masa itu, Tun Hussien
Onn dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia,
Mashuri. Pernyataan bersama tersebut
mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah
disepakati oleh para ahli dari kedua
negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan
Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16
Agustus 1972, berdasarkan Keputusan
Presiden No. 57, Tahun 1972,
berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi
dalam istilah bahasa Melayu Malaysia)
bagi bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia. Di Malaysia ejaan baru
bersama ini dirujuk sebagai Ejaan
Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
menyebarluaskan buku panduan
pemakaian berjudul "Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan".
Pada tanggal 12 Oktober 1972,
Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, menerbitkan buku
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan"
dengan penjelasan kaidah penggunaan
yang lebih luas. Setelah itu, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan "Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan antara
EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
'oe' menjadi 'u' : oemoem -> umum
'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
'nj' menjadi 'ny' : njamuk →
nyamuk
'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan kata depan 'di'
dibedakan penulisannya. Kata
depan 'di' pada contoh "di rumah",
"di sawah", penulisannya
dipisahkan dengan spasi, sementara
'di-' pada dibeli, dimakan ditulis
serangkai dengan kata yang
mengikutinya.
Untuk penjelasan lanjutan
tentang penulisan tanda baca, dapat
dilihat pada Penulisan tanda baca
sesuai EYD
I. Paragraf
1. Pengertian Paragraf
Paragraf adalah suatu bagian
dari bab pada sebuah karangan atau
karya ilmiah yang mana cara
penulisannya harus dimulai dengan
baris baru. Paragraf dikenal juga
dengan nama lain alinea. Paragraf
dibuat dengan membuat kata
pertama pada baris pertama masuk
ke dalam (geser ke sebelah kanan)
beberapa ketukan atau spasi.
Demikian pula dengan paragraf
berikutnya mengikuti penyajian
seperti paragraf pertama.
2. Syarat sebuah paragraf
Page 9
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 67
Di setiap paragraf harus
memuat dua bagian penting, yakni :
a. Kalimat Pokok
b. Biasanya diletakkan pada awal
paragraf, tetapi bisa juga
diletakkan pada bagian tengah
maupun akhir paragraf. Kalimat
pokok adalah kalimat yang inti
dari ide atau gagasan
darisebuahparagraf. Biasanya
berisi suatu pernyataan yang
nantinya akan dijelaskan lebih
lanjut oleh kalimat lainnya dalam
bentuk kalimat penjelas.
c. Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat
yang memberikan penjelasan
tambahan atau detail rincian dari
kalimat pokok suatu paragraf.
3. Bagian-Bagian Suatu Paragraf
yang Baik
a. Terdapat ide atau gagasan yang
menarik dan diperlukan untuk
merangkai keseluruhan tulisan.
b. Kalimat yang satu dengan yang
lain saling berkaitan dan
berhubungan dengan wajar.
4. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat
dan Tujuannya
Keraf (1980:63-66)
memberikan penjelasan tentang
jenis paragraf berdasarkan sifat dan
tujuannya sebagai berikut.
a. Paragraf Pembuka.
Tiap jenis karangan akan
mempunyai paragraf yang
membuka atau menghantar
karangan itu, atau menghantar
pokok pikiran dalam bagian
karangan itu. Oleh Sebab itu sifat
dari paragraf semacam itu harus
menarik minat dan perhatian
pembaca, serta sanggup
menyiapkan pikiran pembaca
kepada apa yag sedang
diuraikan. Paragraf yang pendek
jauh lebih baik, karena paragraf-
paragraf yang panjang hanya
akan meimbulkan kebosanan
pembaca.
b. Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung
adalah semua paragraf yang
terdapat di antara paragraf
pembuka dan paragraf penutup.
Inti persoalan yang akan
dikemukakan penulisan terdapat
dalam paragraf-paragraf ini. Oleh
Sebab itu dalam membentuk
paragraf-paragraf penghubung
harus diperhatikan agar
hubungan antara satu paragraf
dengan paragraf yang lainnya itu
teratur dan disusun secara logis.
Sifat paragraf-paragraf
penghubung bergantung pola
dari jenis karangannya. Dalam
karangan-karangan yang bersifat
deskriptif, naratif, eksposisis,
paragraf-paragraf itu harus
disusun berdasarkan suatu
perkembangan yang logis. Bila
uraian itu mengandung
pertentangan pendapat, maka
beberapa paragraf disiapkan
sebagai dasar atau landasan
untuk kemudian melangkah
kepada paragraf-paragraf yang
menekankan pendapat
pengarang.
c. Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah
paragraf yang dimaksudkan
untuk mengakhiri karangan atau
bagian karangan. Dengan kata
lain, paragraf ini mengandung
kesimpulan pendapat dari apa
yang telah diuraikan dalam
paragraf-paragraf penghubung.
Apapun yang menjadi topik atau
tema dari sebuah karangan
haruslah tetap diperhatikan agar
paragraf penutup tidak terlalu
Page 10
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 68
panjang, tetapi juga tidak berarti
terlalu pendek. Hal yang paling
esensial adalah bahwa paragraf
itu harus merupakan suatu
kesimpulan yang bulat atau
betul-betul mengakhiri uraian itu
serta dapat menimbulkan banyak
kesan kepada pembacanya.
5. Jenis Paragraf Berdasarkan
Letak Pikiran Utama
Letak kalimat utama juga
turut menentukan jenis paragraf.
Penjenisan paragraf berdasarkan
letak kalimat utama ini berpijak
pada pendapat Sirai, dan kawan-
kawan(1985:70-71) yang
mengemukakan empat cara
meletakkan kalimat utama dalam
paragraf.
a. ParagrafDeduktif
Paragraf dimulai dengan
mengemukakan persoalan pokok
atau kalimat utama. Kemudian
diikuti dengan kalimat-kalimat
penjelas yang berfungsi
menjelaskan kalimat utama.
Paragraf ini biasanya
dikembangkan dengan metode
berpikir deduktif, dari yang
umum ke yang khusus. Dengan
cara menempatkan gagasan
pokok pada awal paragraf, ini
akan memungkinkan gagasan
pokok tersebut mendapatkan
penekanan yang wajar. Paragraf
semacam ini biasa disebut
dengan paragraf deduktif, yaitu
kalimat utama terletak di awal
paragraf.
b. Paragraf Induktif.
Paragraf ini dimulai dengan
mengemukakan penjelasan-
enjelasan atau perincian-
perincian, kemudian ditutup
dengan kalimat utama. Paragraf
ini dikembangkan dengan
metode berpikir induktif, dari
hal-hal yang khusus ke hal yang
umum.
c. Paragraf Gabungan atau
Campuran.
Pada paragraf ini kalimat topik
ditempatkan pada bagian awal
dan akhir paragraf. Dalam hal ini
kalimat terakhir berisi
pengulangan dan penegasan
kalimat pertama. Pengulangan ini
dimaksudkan untuk lebih
mempertegas ide pokok. Jadi
pada dasarnya paragraf
campuran ini tetap memiliki satu
pikiran utama, bukan dua.
Contoh paragraf campuran
seperti dikemukakan oleh Keraf
(1989:73):
Sifat kodrati bahasa yang lain
yang perlu dicatat di sini ialah
bahwasanya tiap bahasa
mempunyai sistem. Ungkapan
yang khusus pula, masing-
masing lepas terpisah dan tidak
bergantung dari yang lain.
Sistem ungkapan tiap bahasa dan
sistem makna tiap bahasa
dibatasi oleh kerangka alam
pikiran bangsa yang memiliki
bahasa itu kerangka pikiran yang
saya sebut di atas. Oleh karena
itu janganlah kecewa apabila
bahasa Indonesia tidak
membedakan jamak dan tunggal,
tidak mengenal kata dalam
sistem kata kerjanya, gugus
fonem juga tertentu polanya, dan
sebagainya. Bahasa Inggris tidak
mengenal “unggah-ungguh”.
Bahasa Zulu tidak mempunyai
kata yang berarti “lembu”, tetapi
ada kata yang berarti “lembu
putih”, “lembu merah”, dan
sebagainya. Secara teknis para
linguis mengatakan bahwa tiap
bahasa mempunyai sistem
fonologi, sistem gramatikal, serta
pola semantik yang khusus.
Page 11
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 69
d. Paragraf Tanpa Kalimat Utama.
Paragraf ini tidak
mempunyai kalimat utama,
berarti pikiran utama tersebar di
seluruh kalimat yang
membangun paragraf tersebut.
Bentuk ini biasa digunakan
dalam karangan berbentuk narasi
atau deskripsi. Contoh paragraf
tanpa kalimat utama:
Enam puluh tahun yang
lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni
1908, suatu benda cerah tidak
dikenal melayang menyusur
lengkungan langit sambil
meninggalkan jejak kehitam-
hitaman dengan disaksikan oleh
paling sedikit seribu orang di
pelbagai dusun Siberi Tengah.
Jam menunjukkan pukul 7 waktu
setempat. Penduduk desa
Vanovara melihat benda itu
menjadi bola api membentuk
cendawan membubung tinggi ke
angkasa, disusul ledakan dahsyat
yang menggelegar bagaikan
guntur dan terdengar sampai
lebih dari 1000 km jauhnya.
(Intisari, Feb.1996 dalam Keraf,
1980:74)
Sukar sekali untuk
mencari sebuah kalimat topik
dalam paragraf di atas, karena
seluruh paragraf bersifat
deskriptif atau naratif. Tidak ada
kalimat yang lebih penting dari
yang lain. Semuanya sama
penting, dan bersama-sama
membentuk kesatuan dari
paragraf tersebut.
2. Jenis Paragraf Berdasarkan
Teknik Pengembangannya
Dalam mengembangkan
paragraf ada beberapa teknik yang
lazim digunakan. Dalam tulisan ini
akan dibicarakan teknik–teknik
pengembangan seperti berikut :
Tanya – jawab
Sebab – akibat
Contoh atau ilustrasi
Alasan atau keterangan
Perbandingan atau analogi
Dedinisi
Deskripsi
Proses, dan
Penguraian
3. Paragraf dengan Teknik Tanya–
jawab
Paragraf jenis ini
dikembangkan dengan pertanyaan
terlebih dahulu. Lazimnya, kalimat
pertama merupakan kalimat
pertanyaan yang mengandung ide
paragraf. Kalimat pengembangnya
berupa jawaban atas pertanyaan
tadi. Kalimat–kalimat jawaban
merupakan kalimat penjelas atau
pengembangan paragraf.
Contoh :
Mengapa Marsinah diculik
lalu dibunuh secara kejam? Menurut
sebuah versi, kekejaman itu
dilakukan karena Marsinah
memiliki informasi penting tentang
penyelewengan hukum atau praktik
produksi ilegal oleh perusahaan
tempat ia bekerja. Ia, kabarnya, mau
membeberkannya ke luar kecuali
jika pihak perusahaan memenuhi
tuntutannya : memperbaiki kondisi
buruh dan membatalkan PHK atas
beberapa kawannya.
4. Paragraf dengan teknik Sebab–
akibat
Paragraf sebab akibat yaitu
paragraf yang pengembangannya
memanfaatkan makna hubungan
sebab akibat antar kalimat. Ciri khas
paragraf jenis ini ialah terbinanya
hubungan sebab akibat antara
kalimat yang satu dengan kalimat
yang lain. Jadi hubungan sebab-
akibat ini merupakan satu rangkaian
satu rangkaian yang bersinambung.
Page 12
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 70
Contoh :
Mulai bulan April tahun tahun
depan harga berbagai jenis minyak
bumi dalam negeri naik. Minyak
tanah, premium, solar, minyak
pelumas, dan lain–lain, harganya
dinaikkan karena pemerintah ingin
mengurangi subsidinya dengan
harapan ekonomi Indonesia menjadi
wajar. Kenaikan harga bahan bakar
sudah tentu mengakibatkan naiknya
biaya angkutan. Jika biaya angkutan
naik, harga barang akan naik pula
karena biaya transportasi harus
diperhitungkan. Kenaikan harga ini
akan dirasakan oleh rakyat. Karena
itu, kenaikan harga barang dan jasa
harus diimbangi dengan usaha
meningkatkan pendapatan rakyat.
5. Paragraf Contoh atau Ilustrasi
Sesuai dengan sebutannya,
paragraf contoh atau paragraf
ilustrasi, paragraf jenis ini
dikembangkan dengan cara
menggunakan contoh atau ilustrasi.
Contoh atau ilustrasi inilah yang
memberikan penjelasan akan
kebenaran ide atau gagasan
paragraf, baik dengan cara deduktif,
induktif, atau paduan keduanya.
Contoh :
Di Singapura sekarang kita
bisa menyaksikan Kecak yang
dipertunjukan dalam waktu kurang
dari satu jam, bahkan bila
diperlukan konsumen, pertunjukan
bisa lebih singkat lagi. Demikian
pula tari–tarian lainnya dapat kita
saksikan dalam bentuk yang
condensed. Di pantai–pantai yang
terbaik di bagian selatan Bali,
terutama di kawasan Sanur, orang
banyak yang terkejut dan sedih
melihat semakin kecilnya daerah
bebas mereka untuk melakukan
upacara yang mereka perlukan
tanpa harus meminta ijin terlebih
dahulu. Lebih menyedihkan lagi
bagi mereka apabila pada suatu saat
terpancang papan pengumuman
“DILARANG MASUK”. Salam
dalam bahasa Inggris “hallo” di Bali
sekarang ternyata berkembang
menjadi bermacam–macam arti ;
paling sedikit ada dua arti. Arti yang
pertama, salam ramah tamah biasa
yang ditunjukan kepada orang
asing, dan yang kedua, Tuan belilah
barang dagangan saya.” Contoh –
contoh di atas merupakan gambaran
bahwa betapa bergesernya nilai–
nilai sosial dan agama di kawasan
Bali.
6. Paragraf Alasan
Perkataan “alasan” bisa
diganti dengan “keterangan“ sebab
pada hakikatnya, alasan itu
merupakan keterangan. Paragraf
alasan ialah paragraf yang
pengembangan ide utamanya
memanfaatkan penjelasan yang
bermakna alasan. Alasan–alasan
inilah yang memperkokoh ide
paragraf sehingga kebenaran ide itu
dapat diterima pembacanya.
Contoh :
Seluruh penjuru dunia sudah
mengetahui bahwa AIDS
merupakan penyakit yang
mematikan. Dunia kedokteran
masih merayap mencari obat
penangkal penyakit maut ini.
Sementara itu, virus AIDS melesat
mencari korban demi korban tanpa
mengenal ras, umur, ataupun
tingkatan sosial. Tidaklah mustahil,
AIDS menjadi bom waktu yang
pada sua tu saat bisa memusnahkan
manusia dari muka bumi ini.
7. Paragraf perbandingan
Paragraf perbandingan ialah
paragraf yang isinya merupakan
perbandingan tentang dua hal baik
yang menyangkut kesamaan
maupun perbedaannya. Sebagai
teknik pengembangan,
Page 13
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 71
perbandingan ini bisa bertujuan
menjelaskan satu hal lain sebagai
pembanding, atau menjelaskan
kedua hal yang dibandingkan itu
sekaligus
Contoh :
Kalau kita perhatikan
kalimat awal paragraf, tergolong
paragraf yang bertujuan
menjelaskan masyarakat perkotaan
(urban community) dengan
menggunakan pembanding kontras
sifat–sifat masyarakat perdesaan.
Yang dimaksud masyarakat
perkotaan atau urban community
adalah masyarakat kota yang tidak
tertentu jumlah penduduknya.
Tekanan pengertian masyarakat
perkotaan juga terletak pada sifat–
sifat kehidupannya yang berbeda
dengan masyarakat perdesaan.
Masyarakat perkotaan ini juga
berbeda dengan masyarakat
perdesaan dalam hal perhatian,
khususnya terhadap keperluan
hidup. Jika masyarakat perdesaan
mempunyai perhatian utama dan
perhatian khusus terhadap keperluan
dasar dari kehidupan, seperti
pakaian, makanan, rumah, dan
sebagainya, maka masyarakat
perkotaan, terhadap hal–hal tersebut
mempunyai pandangan yang
berbeda.
Orang–orang perkotaan memandang
penggunaan kebutuhan hidup
sehubungan dengan pandangan
masyarakat sekitarnya. Jika
menghidangkan makanan, misalnya,
yang diutamakan adalah makanan
itu memberikan kesan bahwa yang
menghidangkannya mempunyai
kedudukan sosial yang tinggi. Bila
ada tamu, misalnya, diusahakan
terhidang makanan dalam kaleng.
Pada orang–orang perdesaan hal
seperti itu kurang bahkan tidak
diperdulikan.
8. Paragraf Definisi
Sesuai dengan sebutannya,
paragraf definisi merupakan
paragraf yang mengembangkan
definisi atau pembatasan istilah.
Dalam sebuah paragraf definisi,
sebuah istilah mungkin
didefinisikan, mungkin pula
dibicarakan pengertiannya seperti
contoh di bawah ini.
Contoh :
Istilah demokrasi biasanya
diterjemahkan dengan kata
kedaulatan rakyat. Ungkapan
tersebut sering diartikan dengan
pemerintahan oleh rakyat, dari
rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi
dalam pengertian ini hanya
menggambarkan satu segi dari
pengertian demokrasi yang
sebenarnya. Pada hakikatnya,
demokrasi merupakan sistem
mentalitas untuk membina
kehidupan bersama dalam
masyarakat. Mentalitas yang
dimaksud ialah mentalitas dalam
pengertian cara berpikir, bersikap,
dan berbuat
9. Paragraf Pemerian atau Deskripsi
Paragraf pemerian ialah
paragraf yang menyajikan sejumlah
rincian tentang sesuatu yang lebih
cenderung pada fakta daripada
khayalan. Pemerian ini bisa berupa
rincian tentang bentuk, ruang,
waktu, peristiwa, atau keadaan.
Kadang–kadang urutan
peryataannya tidak ketat. Artinya,
urutan pernyataan dalam sebuah
paragraf pemerian bisa diubah,
walaupun tidak selamanya. Desa
Ubud yang setiap harinya tertib,
hening, senyap, tempat para
senimannya menghabiskan sebagian
besar waktunya dengan kerja
kreatif, kali ini berubah laksana
sebuah akuarium yang kemelut. Tak
ada wajah- wajah suram yang
Page 14
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 72
memancarkan rasa duka cita. Sesuai
dengan kepercayaan masyarakat
Bali yang menghendaki agar
khalayak melepas sang almarhum
menuju nirwana dengan tenang.
Yang terlihat hanya warna-warna
merah, wajah cerah, serta suara
gembira yang gemuruh.
Para wanita mengenakan
baju kebaya, kain, dan sel endang
berwarna semarak. Laki-lakinya
mengenakan kain samping yang
tradisional, yaitu kain petak-petak
hitam putih. Putih warna bajunya,
putih ikat kepalanya. Matahari agak
muram seperti enggan
menyengatkan sinarnya.
10. Paragraf Proses
Seperti halnya paragraf
pemerian, paragraf proses tergolong
jenis paragraf Deskriptif. Sesuai
dengan namanya, paragraf proses
ialah paragraf yang menjelaskan
proses terjadinya atau proses
bekerjanya sesuatu.Setelah sampai
di darat, kendurkan semua pakaian
korban yang sekiranya
menyesakkan dirinya. Bersihkan
mulutnya dari pasir atau Lumpur,
dan lepaskan gigi palsunya (kalau
ada). Selanjutnya, telungkupkan
badannya, dan berdirilah Anda
mengangkanginya.. Sambil
membungkukkan badan ke depan,
tempatkan kedua tangan Anda pada
perutnya dekat rusuk bawah.
Angkatlah perutnya sehingga
kepalanya menunduk ke tanah dan
air keluar dari mulutnya. Jika
pernapasannya berhenti, segeralah
beri dia pernapasan buatan.
11. Paragraf Penguraian
Paragraf jenis ini
dikembangkan dengan cara
menguraikan atau memilah-milah
(mengklasifikasi) sesuatu. Dengan
pernyataan lain, paragraf
penguraian ialah paragraf yang
berisi penjelasan secara terurai atau
terinci. Berdasarkan peristiwa
politik dan dokumen resmi
kenegaraan, dalam perjalanan
hidupnya, bahasa Indonesia
memiliki dua macam kedudukan.
Pertama, bahasa Indonesia memiliki
kedudukan sebagai bahasa nasional.
Kedudukan ini dimilikinya sejak
dicetuskannya Sumpah Pemuda
pada 28 Oktober 1928. Kedua,
bahasa Indonesia memiliki
kedudukan sebagai bahasa negara.
Kedudukan ini dimilikinya sesuai
dengan ketentuan yang tertera
dalam Undang-Undang Dasar 1945,
Bab XV, Pasal 36.
J. Pengertian Bahasa yang baik dan
benar
Bahasa yang benar adalah
bahasa yang idealnya menaati kaidah
secara penuh. Ketepatan kaidah tata
bahasa, intonasi, serta ekspresi adalah
komponen yang mutlak harus dipenuhi
oleh sang pembicara. Bahasa yang
benar ini digunakan dalam situasi
formal yang cenderung kaku dan
bersifat satu arah dalam situasi lisan.
Sebagai contoh, kita ambil pidato yang
sungguh-sungguh taat asas terhadap
kaidah.
Bahasa yang baik adalah
bahasa yang menilik kesesuaian situasi
dan kondisi pembicaraan. Saat kita
berbicara atau menulis, kita akan
menyesuaikan bahasa dan cara
berbicara atau menulis kita dengan
yang diajak bicara dan situasi serta
kondisi pembicaraan. Contohnya, kita
tidak mungkin berbicara menggunakan
bahasa ilmiah dengan seorang anak
TK, kita tidak akan menggunakan
bahasa Indonesia baku saat menulis
buku harian, atau presiden tidak akan
menggunakan bahasa “gaul” saat
berpidato.
Page 15
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 73
Lalu, apakah bahasa yang baik
dan benar itu? Bahasa yang baik dan
benar adalah bahasa yang taat asas
terhadap kaidah dan digunakan sesuai
dengan situasi dan kondisi
pembicaraan yang tepat. Tulisan ilmiah
adalah salah satu bentuk kebahasaan
yang menggunakan bahasa yang baik
dan benar. Presentasi, seminar,
lokakarya, simposium, dan sejenisnya
adalah juga bentuk-bentuk kebahasaan
yang menggunakan bahasa yang baik
dan benar. Atau dapat dijelaskan juga
bahwa Bahasa Indonesia yang baik dan
benar adalah Bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan situasi
pembicaraan (yakni, sesuai dengan
lawan bicara, tempat pembicaraan, dan
ragam pembicaraan) dan sesuai dengan
kaidah yang berlaku dalam Bahasa
Indonesia (seperti: sesuai dengan
kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan
tata bahasa).
1. Pemakaian Kata dan Kalimat
Kata yang dipakai dalam
Bahasa Indonesia adalah kata yang
tepat dan serasi serta baku. Kata
yang tepat dan serasi merupakan
kata yang sesuai dengan gagasan
atau maksud penutur atau sesuai
dengan arti sesungguhnya dan
sesuai dengan situasi pembicaraan
(sepert: sesuai dengan lawan bicara,
topik pembicaraan, ragam
pembicaraan, dsb.). Kata yang baku
merupakan kata yang sesuai dengan
ejaan (yakni: EYD).
Kalimat yang dipakai dalam
Bahasa Indonesia adalah kalimat
yang efektif. Sedangkan Kalimat
efektif harus:
a. mudah dipahami oleh orang lain,
b. memenuhi unsur penting kalimat
(minimal ada subjek dan
predikat, terutama untuk ragam
tulis),
c. menggunakan kata yang tepat
dan serasi,
d. gramatikal (seperti:
menggunakan pungtuasi dan kata
yang baku, menggunakan
struktur yang benar, frasa selalu
D-M, menggunakan kata yang
morfologis, menggunakan kata
yang sesuai dengan
fungsinya/kedudukannya),
e. rasional (yakni, menggunakan
gagasan yang dapat dicerna oleh
akal sehat),
f. efisien (menggunakan unsur
sesuai kebutuhan, tidak boleh
berlebihan), tidak ambigu (tidak
menimbulkan dua arti yang
membingungkan)
2. Pemakaian Paragraf dalam
Bahasa Indonesia
Paragraf yang dipakai dalam
Bahasa Indonesia adalah paragraf
yang baik. Paragraf ini harus (a).
mempunyai satu pikiran utama,
(b).mempunyai koherensi yang baik
(hubungan antar unsurnya sangat
erat) dan semua unsurnya tersusun
secara sistematis, serta (c).
menggunakan kalimat yang efektif.
K. Penutup Berdasarkan uraian di atas
dapat dipahami bahwa begitu
pentingnya memahami bahasa
Indonesia dengan benar. Selama ini
oleh masyarakat Indonesia mereka
berbahasa hanya asal bunyi tanpa
memakai kaidah yang baku.
Sebagaimana bahasa yang lain, bahasa
Indonesia mempunyai panduan (ilmu)
cara berbahasa, bahasa Arab
mempunyai Ilmu Nahwu dan Ilmu
Sharaf, begitu pula bahasa Inggris
mempunyai grammaer. Akhirnya
Page 16
Jurnal Intelegensia – Vol. 03 No. 01 Januari-Juni 2015 | 74
makalah ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Bangsa Indonesia harus mampu
berbahasa Indonesia dengan benar
2. Seseorang dikatakan bisa berbahasa
yang benar manakala ia telah
mampu membunyikan bahasa sesuai
dengan kaidah bahasa yang benar
dan standard.
3. Adanya beberapa model paragrap
dalam berbahasa Indonesia dapat
dipahami bahwa dalam penggunaan
bahasa memang harus benar-benar
extra hati-hati.
Demikian tulisan ini
disuguhkan kepada para pembaca, agar
kiranya mampu memberikan solusi
terbaik guna memperbaiki dan
melestarikan bahasa Indonesia di
negeri ini. Makalah ini pasti banyak
kekurangan dan kesalahan, oleh
karenanya kritik dan saran dari
pembaca sangat kami tunggu dan
harapkan. Terima kasih !!
DAFTAR PUSTAKA
Muslich Mansyur, 2008, Fonologi Bahasa
Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Kridalaksana, Harimurti.2007,
Pembentukan Kata Dalam Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
S.pd, Tukan P.2003, Mahir Berbahasa
Indonesia. Jakarta: Yudistira
Yuwono, Ningsih Sri, Suhartanto.2005,
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Surakarta: Teguh Karya
Rhamadhan, Syahreis,Drs.2001. Sari
Kata Bahasa Indonesia, Sukoharjo
: Purnama