Page 1
INTERFERENSI BAHASA JAWA
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS 1 SEMESTER 1 MI AL IMAN SENOBAYAN
KECAMATAN SECANG KABUPATEN MAGELANG
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun oleh
AIDA NUR AZIZAH
115-13-023
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
Page 7
vii
MOTTO
Selalu Optimis dalam Menghadapi Kehidupan dan Percaya bahwa
Rencana Allah itu jauh lebih baik
Page 16
xvi
ABSTRAK
Nur Azizah, Aida. 2017. Interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia kelas l semester l MI Al Iman Senobayan Kecamatan
Secang Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi.
Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan.. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:
Imam Mas Arum, M. Pd.
Kata Kunci: interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan penyebab
interfensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas 1 MI Al
Iman Senobayan yang terdiri dari 25 siswa. Adapun rumusan masalahnya antara
lain: 1) Bagaimana bentuk interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten
Magelang. 2) Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa jawa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan
Secang Kabupaten Magelang.
Jenis penelitian ini adalah penilitian kaulitatif. Langkah-langkah dalam
penelitian kualitatif ini adalah pengamatan, pengumpulan data, wawancara dan
analisis. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah hasil pengamatan
secara langsung dan hasil wawancara secara langsung. Analisis data dilakukan
dengan mengumpulkan data-data hasil penelitian kemudian dianalisis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Bentuk interferensi bahasa
Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah interferensi morfologi dengan
unsur afiks, reduplikasi dan kopositum. 2) Faktor pemyebab terjadinya
interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah faktor
kedwibasaan dan kebiasaan.
Page 17
17
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO .......................................................................... ii
HALAMAN DEKLARASI ...................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ iv
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ....................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. vi
MOTTO .................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN .................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .............................................................................. x
ABSTRAK ............................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ........ ................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian ..................................................... 7
E. Penegasan Penelitian .................................................... 7
F. Metode Penelitian ......................................................... 9
G. Sistematika penulisan ................................................... 12
Page 18
18
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Interferensi Bahasa Jawa................................................. 14
1. Pengertian Interferensi .......................................... 14
2. Jenis-jenis Interferensi ........................................... 19
3. Bentuk-bentuk Interferensi……………………… 23
4. Pengaruh interferensi……………………………. 30
5. Pengrtian bahasa jawa…………………………….. 31
B. Pembelajaran Bahasa Indonesia…………………….. .. .. 33
C. Penelitian yang relevan....................................................... 49
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum MI.................................................... 51
1. Sejarah Singkat Berdirinya MI Al Iman
Senobayan............................................... 51
2. Profil Sekolah....................................................... 51
3. Visi, Misi …………........................................... 52
4. Tujuan…………………..................................... 53
5. Keaadaan Siswa................................................... 54
6. Sarana Prasarana………………………………….. 56
B. Paparan dan hasil temuan penelitian bentuk interferensi
bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa Indonesia……… 58
C. Alasan dan penyebab terjadinya Interferensi …………….. 64
Page 19
19
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis bentuk-bentuk interferensi yang terjadi
di kelas 1 MI al Iman Senobayan………………………… 68
B. Analisis hasil wawancara tentang penyebab terjadinya
interferensi bahasa…………………………………… 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................... 78
B. Saran................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Page 20
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Siswa pada Sekolah Dasar merupakan siswa atau peserta didik yang
mengalami dua proses penguasaan bahasa, yaitu proses pemerolehan bahasa dan
proses pembelajaran bahasa. Proses pemerolehan bahasa merupakan proses yang
dialami anak sejak pertama kali anak belajar berbicara menggunakan bahasa
ibunya yaitu bahasa Jawa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang
digunakan di dalam lingkungan sekolah untuk berkomunikasi. Selain itu di
lingkungan tempat tinggalnya siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia melalui
media yang ada di sekitarnya seperti dari media TV, radio, surat kabar, dan
internet. Selain itu siswa juga mendapatkan bahasa Indonesia secara langsung
yaitu dengan mendengarkan langsung penutur bahasa Indonesia. Hal tersebut
mengakibatkan siswa menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa secara
bergantian. Selain bahasa Indonesia, siswa MI Al Iman Senobayan juga
mempelajari bahasa lain yaitu bahasa Inggris. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa siswa di MI Al Iman Senobayanmerupakan dwibahasawan yaitu
menguasai dua bahasa atau lebih.
Siswa MI Al Iman Senobayan merupakan dwibahasawan yang disebabkan
karena siswa mampu menguasai dan menggunakan dua bahasa dengan benar
dalam berkomunikasi. Dari masing-masing siswa yang berdwibahasa akan timbul
Page 21
21
gejala yang disebut kontak bahasa. Kontak bahasa dapat terjadi karena
dipergunakannya dua bahasa atau lebih oleh penutur yang sama secara bergantian.
Adanya kontak bahasa yang terjadi diantara para siswa menyebabkan terjadinya
interferensi bahasa karena keduanya saling mempengaruhi antara bahasa jawa dan
bahasa Indonesia. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya interferensi
bahasa, karena dapat merusak kaidah-kaidah bahasa keduan bahasa yang dikuasai.
Interferensi merupakan penyimpangan dari norma-norma bahsa yang satu dengan
bahasa yang lainnya. Hal tersebut bisa juga disebut dengan dwibahasaan karena
menguasai dua bahasa. Karena dapat menguasai bahasa satu dan bahasa yang
lainnya.
Selain itu interferensi juga dapat terjadi karena siswa di MI Al Iman
Senobayan dalam berkomunikasi baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan tempat tinggalnya lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi dalam berkomunikasi. Dalam pengantar pembelajaran di
sekolah khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru lebih sering
menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya, sehingga perilaku guru
tersebut mempengaruhi siswa dalam berkomunikasi. Kebiasaan menggunakan
bahasa Jawa menyebabkan pemahaman kata-kata dalam bahasa Indonesia siswa
lebih rendah dibandingkan pemahaman kata-kata dalam Bahasa Indonesia.
Interferensi dapat terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis siswa.
Dalam bahasa lisan dan bahasa tulis banyak terdapat interferensi karena dalam
Page 22
22
bahasa lisan dan bahasa tulis siswa menggunakan bahasa yang dimilikinya sendiri
tanpa ada yang mempengaruhinya. Dalam bahasa tulis siswa banyak ditemukan
interferensi karena melalui bahasa tulis siswa mampu mengekspresikan apa yang
ada dalam pikirannya tanpa ada yang mengendalikan sehingga bahasa yang
digunakan siswa lebih natural dan apa adanya.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap prose
pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas I di MI Al Iman Senobayandi
Kabupaten Magelang sangat meyakinkan adanya interferensi yang terjadi dalam
proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan adanya alih
penggunaan atau sering disebut dengan alih kode dan adanya campur kode. Hal
tersebut terjadi karena siswa mencampurkan bahasa jawa dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia.
Dengan demikian, banyak penutur asli bahasa Jawa yang berbahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua. Banyak di antara mereka memakai bahasa Jawa
dan bahasa Indonesia secara bergantian. Oleh karena itu, mereka dapat disebut
sebagai penutur dwibahasawan (bililingual). Situasi penggunaan bahasa secara
bergantian itu disebut kedwibahasaan (bilingualism) atau seperti yang dikatakan
Winreich (1970:121) “ the practice of alternately using two languages”
sedangkan menurut Fishman (1966:122) apa yang disebut bililingualism itu aialah
“ demonstrated ability to engage in communication via more than one language”.
Page 23
23
Alih kode sering terjadi pada penutur bilingual. Demikian juga pada
penutur asli bahasa Jawa bisa terjadi alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa
Indonesia atau sebaliknya, atau bahkan alih kode ke bahasa asing baik disengaja
maupun tidak disengaja.
Undang-undang Dasar 1945, pasal 36, menyebutkan bahwa bahasa negara
ialah bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahasa Indonesia harus dipelihara dan
setiap warga negara wajib turut membinanya. Di samping itu, pada daerah
penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa bahasa daerah yang
masih dipelihara negara, dan bahasa jawa memang masih dipakai oleh orang-
orang jawa sampai sekarang (Abdulhayi, 1981/1982: 1-3)
Muslich (2010:27) juga mengemukakan bahwa Bahasa, sebagai bagian
kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa
akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai
suatu bangsa. Ikrar berupa “ Soempah Pemoeda” inilah yang menjadi dasar yang
kokoh bagi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa
persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara, bahasa resmi, dan
bahasa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Penguasaan kita terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional kita
seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah karena pertumbuhan bahasa Indonesia
itu banyak dipengarui oleh bahasa daerah. Sering sekali tanpa kita sadari, kita
berbahasa Indonesia dengan struktur bahasa daerah. Artinya, kata-kata yang kita
gunakan dalam bertutur ialah kata-kata bahasa Indonesia, tetapi struktur kata atau
Page 24
24
kalimat yang kita gunakan adalah struktur bahasa daerah. Struktur bahasa daerah
itu telah mendarah daging dalam tubuh kita sehingga sering secara tidak kita
sadari muncul dalam percakapan kita ketika kita menggunakan bahasa Indonesia
(Badudu,1979:9-10)
Demikianlah kita lihat besarnya pengaruh bahasa daerah atau dialek
setempat terhadap bahasa Indonesia ragam resmi. Pengaruh itu dapat kita hindari
hanya jika kita menguasai benar struktur bahasa masing-masing dan tahu benar
makna tiap kata dalam setiap bahasa. Jangan menganggap bahasa Indonesia itu
mudah, yang mudah ialah bahasa ragam santai, bahasa tutur yang kita gunakan
sehari-hari, karena bahasa itu tidak terikat kepada kaidah-kaidah bahasa yang
berlaku. Bahasa Indonesia ragam resmi tidak mudah. Itu sebabnya bila kita
diletakkan pada suatu situasi resmi yang terjaga, kita akan merasakan bahwa
pekerjaan itu tidaklah mudah. Misalnya bila kita tiba-tiba harus mengucapkan
pidato di depan khalayak ramai, atau harus membuat kertas kerja, skripsi, atau
bentuk tulisan lain seperti itu, barulah akan terasa kepada kita bahwa
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan teratur, dengan menggunakan kata-
kata yang tepat maknanya, tidaklah semudah yang disangkakan orang.
Supaya kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, kita harus
memperdalam pengetahuan kita tentang bahasa itu. Kita harus banyak membaca
buku-buku yang baik isi dan bahasanya teratur. Tanpa usaha dengan sengaja
kearah itu, penguasaan bahasa Indonesia kita tetap tidak akan baik
(Badudu,1979:9-10).
Page 25
25
Berangkat dari fenomena diatas, yakni interferensi bahasa yang banyak
terjadi dilingkungan sekitar kita, maka penulis melakukan penelitian dengan
mengambil judul ” Interferensi Bahasa Jawa Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia Kelas 1 Semester 1 MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang
Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2017/2018 “
B. Rumusan Masalah
Dari berbagai uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten
Magelang ?
2. Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan Kecamatan
Secang Kabupaten Magelang?
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui bentuk interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia siswa kelas I Ml al- Iman Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten
Magelang.
Page 26
26
b. Mendiskripsikan factor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas l MI Al Iman Senobayan
Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas interferensi
bahasa dan menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri
Salatiga (IAIN Salatiga).
2. Secara Praktis
a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk para guru
b. Sebagai upaya memotivasi peserta didik agar mengunakan Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan kejelasan dari judul di atas, penulis perlu memberikan
penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada, istilah-istilah tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Interferensi
Page 27
27
Istilah interferensi yang dalam Bahasa Inggris disebut interference ‘gangguan’
digunakan dalam sosioliungistik. Lado dalam Abdulhayyi (1981/1982:8)
mengatakan bahwa interferensi adalah kesulitan yang timbul dalam proses
penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi. Kata, atau konstruksi sebagai
akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasa pertama.
2. Bahasa Indonesia
Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia besrasal dari bahasa
Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah sumatera.
Bahasa melayu-riau inilah yang diangkat oleh para pemuda pada “konggres
pemoeda”,28 Oktober 1928., di solo, menjadi bahasa Indonesia. (Muslich,
2010:26).
Djaenia (1997:19) mengemukakan bahwa bahasa dalam arti luas ialah
alat yang dipakai manusia untuk memberi bentuk kepada sesuatu yang hidup
dijiwanya, sehingga diketahui orang. Jadi di sini termasuk juga mimiek (gerak
muka), patho mimiek (gerak anggota), dan menggambar. Dalam arti umum:
bahasa ialah pernyataan perasaan jiwa dengan kata yang dilaksanakan atau
yang ditulis.
3. Bahasa Jawa
Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih
hidup dan berkembang. Bahasa jawa dipakai oleh sebagian besar masyarakat
Jawa tengah dan jawa Timur. Selain itu karena penyebaran penduduk bahasa
Page 28
28
jawa dipakai pula dibeberapa tempat diluar kedua daerah itu (Baribin dkk,
1986:1)
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan yuridis sosiologis,
pendekatan ini melihat implementasi riel di sekolahan. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian field research yaitu suatu penelitian yang terjun
langsung kelapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang dibahas
(Susanti, 2013: 9).
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Disini peneliti
bertindak sebagai pengamat partisipan, karena peneliti dapat berkomunikasi
secara leluasa terhadap informan. Dalam hal ini peneliti diketahui statusnya
oleh informan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang,
yang mana disekolahan tersebut terjadi adanya interferensi bahasa dalam
pembelajaran bahasa indonesia.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Page 29
29
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik
melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen
tidak resmi yang kemudian di olah oleh peneliti. Data primer dalam
penelitian ini diperoleh dari kepala sekolah dan guru kelas 1.
b. Data Sekunder Data yang di dapat dari catatan, buku, majalah, artikel,
buku-buku sebagai teori, dan lain sebagainya. (Sujarweni, 2004: 73). Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku.
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian
untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti
perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran
terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran
tersebut (Sujarweni, 2014: 32). Peneliti menggunakan observasi langsung
di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang. Disini peneliti
mengamati interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia Kelas I Semester I. Untuk mengetahui informasi bentuk
interferensi dan penyebab interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia secara langsung agar menadapat data yang lebih riil.
b. Wawancara
Page 30
30
Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk mengumpulkan
informasi dengan menggunakan cara tanya jawab, bisa sambil bertatap
muka ataupun tanpa tatap muka yaitu melalui media telekomunikasi antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (Sujarweni, 2014: 31). Peneliti melakukan
wawancara secara langsung agar mendapatkan data yang riil mengenai
penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia kelas 1.
c. Dokumentasi
Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan dan data
dari berbagai pihak yang terkait. Metode ini digunakan sebagai salah satu
pelengkap dalam memeperoleh data.
6. Analisis Data
Setelah seluruh data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk
analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode:
a. Deduktif
Yaitu analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum menuju
suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Susanti, 2013: 11). Artinya
ketentuan-ketentuan yang ada dalam nas dan teori dijadikan sebagai
pedoman untuk menganalisis tentang interferensi Bahasa Jawa dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 1 semester 1 di MI Al Iman
Senobayan Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.
Page 31
31
b. Kualitatif
Merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi
objek yang alamiah, yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penulis
menggunakan metode kualitatif karena penulis ingin mendeskripsikan
keadaan riel yang terjadi di lapangan.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik
triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Saebani,
2008: 189).
8. Tahap-Tahap Penelitian
Disini peneliti melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap
masalah-masalah yang ada dalam proses pembelajaran bahasa indonesia, dari
berbagai masalah yang timbul kemudian penulis menarik kesimpulan menjadi
sebuah judul penelitian. Kemudian penulis mengumpulkan data-data yang
diperoleh di lapangan kemudian dianalisis dan digabungkan dengan data-data
yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding (Susanti,
2013: 9) dan kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.
Page 32
32
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika
pembahasannya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat
dijadikan pijakan dalam memahami pembaasan ini. Adapun perinciannya adalah
sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan yang berisi uaraian tentang Latar Belakang Masalah,
Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan
Sistematika Penulisan
BAB II : Kajian pustaka yang berisi uraian tentang Tinjauan Umum tentang
pengertian interferensi ,bentuk–bentuk interferensi,penyebab
interferensi dan pembelajaran bahasa indonesia.
BAB III : Paparan Data dan Temuan Peneliti berisi tentang bentuk-bentuk
interferensi, penyebab terjadinya interferensi di MI Al Iman
Senobayan kecamatan secang kabupaten Magelang,
BAB IV : Pembahasan berisi tentang analisis mengenai bentuk-bentuk
interferensi dan penyebab terjadinya interferensi di MI Al Iman
Senobayan kecamatan secang kabupaten Magelang
BAB V : Penutup berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penelitian,
saran-saran ataupun rekomendasi tentang bentuk dan penyebab
interferensi Bahasa Jawa dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia
di MI Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang.
Page 33
33
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Interferensi Bahasa Jawa
1. Pengertian Interferensi
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi
berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan
pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencangkup
pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosa kata. Sementara itu, Jendra
(1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek
kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata
bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan
tata makna (semantik) (Suwito, 1985:55).
Interferensi, menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang
terjadi sebab akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau
dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan
Agustina (1995:168) mengemukakan bahwa interferensi adalah
penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih. Untuk memantapkan
pemahaman mengenai pengertian interferensi, berikut ini akan
diketengahkan pokok-pokok pikiran para ahli dibidang sosiolunguistik yang
telah mendefinisikan peristiwa ini.
Page 34
34
Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali
digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu
bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan
unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.
Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu
bahasa dengan memasukkan sitem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari
bahasa lain dari suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai
peristiwa interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair
(1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-
kebiasaan ujaran bahasa ibuk atau dialek ke dalam bahasa atau bahasa
kedua.
Valdman dalam Abdulhayi (1985:8) merumuskan bahwa interferensi
merupakan hambatan sebagai akibat kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa
pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sebagai
konsekuensinya, terjadi transfer atau pemindahan unsur negatif dari bahasa
ibu ke dalam bahasa sasaran.
Pendapat lain mengenai interferensi dikemukakan oleh Alwasilah
(1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan
Hartman dan Stonk, bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang
disebabkan oleh adanya kecenderungan. Membiasakan pengucapan (ujaran)
suatu bahasa terhadap bahasa lain mencangkupi pengucapan satuan bunyi,
tata bahasa dan kosa kata. Yusuf (1994:67) menyatakan bahwa faktor utama
Page 35
35
yang dapat menyebabkan interferensi antara lain perbedaan antara bahasa
sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu tidak hanya dalam struktur bahasa
melainkan juga keragaman kosa kata.
Pengertian lain dikemukakan oleh Jendra (1995:187) menyatakan
bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa kedalam
bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem
satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua
sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan pada
sistem fonemik bahasa penerima.
Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan
paling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang
kaya kan kosa kata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam
perkembangannya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk kosa
kata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan dan alam
lingkungan bahasa donor. Gejala interferensi dari bahasa yang satu ke dalam
bahasa yang lain sulit untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga
tidak terlepas dari perilaku dari penutur bahasa penerima.
Menurut Bawa (1981:8), ada tiga ciri pokok atau sikap bahasa. Ketiga
ciri pokok bahasa itu adalah:
a. Language loyallity, yaitu sikap loyalitas.
b. Language pride, yaitu sikap kebanggaan terhadap bahasa.Anwareness of
the norm, yaitu sikap sadar terhadap adanya norma bahasa.
Page 36
36
Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang
sempurna dimiliki seseorang, berarti penutur bahasa itu bersifat kurang
positif terhadap keberadaan bahasanya. Kecenderungan itu dapat dipandang
sebagai latar belakang munculnya interferensi. Dari segi kemurnian bahasa,
interferensi pada tingkat apapun (fonologi,morfologi,dan sintaksis)
merupakan penyakit yang merubah bahasa, jadi perlu dihindari (Chaer dan
Agustina (1998:165).
Jendra (1991:105) menyatakan bahwa dalam interferensi terdapat tiga
unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang
menyusup unsur-unsur atau sistemnya kedalam bahasa lain;bahasa penerima
atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang menerima atau bahasa yang disisipi
oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau
unsur serapan.
Dalam komunikasi bahasa menjadi sumber serapan pada saat tertentu
akan beralih peran menjadi bahasa penerima pada saat yang lain, dan
sebaliknya. Begitu juga dengan bahasa penerima dapat berperan sebagai
bahasa sumber. Dengan demikian, interferensi dapat terjadi secara timbal
balik.
Suwito (1983:52), seperti halnya Jendra juga memandang bahwa
interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech,parole),
hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai
penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi
Page 37
37
karena unsur-unsur serapan yang sebenarnya telah ada padanya dalam
bahasa penyerap, sehingga cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan
bahasa penyerap, diharapkan makin berkurang atau sampai batas yang paling
minim.
Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan
paling dominan dalam bahasa (Hockett dalam Suwito, 1983:54). Dari
pendapat hockett tersebut perlu dicermati bahwa gejala kebahasaan ini perlu
mendapatkan perhatian besar. Hal ini disebabkan interferensi dapat terjadi di
semua komponen kebahasaan, mulai bidang tata bunyi, tata bentuk, tata
kalimat, tata kata, dan tatamakna. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan
bahwa dalam proses interferensi ada tiga hal yang mengambil peranan, yaitu:
a. Bahasa sumber atau bahasa donor
b. Bahasa penyerap atau bahasa respien
2. Jenis-Jenis Interferensi
Menurut Weinreich dalam Aslinda dan Leny (2007 : 66-67) interferensi dapat
terjadi pada semua tuturan bahasa dan dapat dibedakan dalam beberapa jenis.
Weinreich dalam Aslinda dan Leny (2007:67) mengidentifikasikan empat
jenis interferensi sebagai berikut:
a. Pemindahan unsur dari satu bahasa kebahasa lain.
b. Perubahan fungsi dan kategori unsur karena proses pemindahan.
c. Penerapan unsur-unsur yang tidak berlaku pada bahasa kedua ke dalam
bahasa pertama.
Page 38
38
d. Pengabdian struktur bahasa kedua karena tidak terdapat padanannya
dalam bahasa pertama.
Sebab-sebab Interferensi
Selain kontak bahasa, menurut Wenrich (1970: 64-65) ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain:
a. Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya
interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari
bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak
bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat
menimbulkan interferensi.
b. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima
cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan
pengabaian kaidah bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan
unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasi penutr secara tidak terkontrol.
Sebagai akaibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa
penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun
tertulis.
Page 39
39
c. Tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas
pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam
masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang
dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi
kehidupan yang baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru
yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosa kata untuk
mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosa
kata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai
bahasa akan menyerap atau meminjam kosa kata bahasa sumber untuk
mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor tidak kecukupan atau
terbatasnya kosa kata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu
konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan
terjadinya interferensi.
Interferensi yang disebabkan karena kebutuhan kosa kata baru,
cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosa kata baru
yang diperoleh oleh pemakai bahasa. Kosa kata baru yang dipeeroleh dari
interferensi ini cenderunga akan lebih cepat terintegrasi karena unsur
tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan
kata bahasa penerima.
Page 40
40
d. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
Kosa kata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung
akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosa kata bahasa yang
bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut
dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu pihak akan memanfaatkan
kembali kosa kata yang sudah menghilang dan di lain pihak akan
menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman
kosa kata baru dari bahasa sumber.
Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosa kata yang
jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang
disebabkan tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima, yaitu unsur
serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena
unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.
e. Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup
penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari
pemakaian kata yang secara berulang-ulang .Karena adanya sinonim ini
cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam
bentuk penyerapan atau peminjaman kosa kata baru dari bahasa sumber
untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian,
kebutuhan kosa kata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya
interferensi.
Page 41
41
f. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi,
karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat
menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa
sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk
bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu
biasanya berupa pemakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa
penerima yang dipergunakan.
g. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima
yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya
penguasaan bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan
yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa
asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang
kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang
pada saat berbicara tau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang
muncul adalah kosa kata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan
dikuasainy
Suwito,Aslida dan Leny, (2007 : 67) menjelaskan bahwa interferensi
dapat terjadi dalam semua komponen kebahasaan, yaitu bidang tata bunyi,
tata kalimat, dan tata makna. Disamping itu interferensi dibagi menjadi tiga
Page 42
42
bagian yaitu interferensi fonologi, interferensi leksikal, dan interferensi
gramatikal yang lebih lengkapnya akan dijabarkan sebagai berikut.
a. Interferensi dalam Bidang Fonologi.
Interferensi fonologi terjadi apabila fonem-fonem yang digunakan
dalam suatu bahasa menyerap dari fonem-fonem bahasa lain. Interferensi
fonologi dapat dilihat dari penutur bahasa Jawa dalam mengucapkan kata-
kata nama tempat yang berawalan bunyi /b/, /d/, /g/, dan /j/ dengan
penasalan didepannya, maka akan terjadi interferensi tata bunyi atau
sering disebut interferensi fonologi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia,
misalnya : /mBanjar/, /nDepok/, /ngGombong/, /nJambi/.
Selain itu juga terdapat cotoh interferensi fonologis bahasa
Indonesia dalam bahasa Jawa, yaitu berupa pengucapan fonem /d/ bahasa
Jawa dan fonem /d/ bahasa Indonesia. Pada kata [ w ǝ d i ] dilafalkan [ w ǝ
ḍ i]. Fonem /d/ pada bahasa Jawa yang merupkan bunyi apiko dental
dilafalkan dengan bunyi apiko palatal. Di dalam bahasa Jawa bunyi apiko
palatal adalah merupakan jenis fonem yang lainnya yaitu fonem /ḍ/.
Akibat dari kesalahan tersebut, lawan tutur akan mengira yang diucapkan
penutur adalah [ w ǝ ḍ i ] yang berarti 'pasir'. Oleh sebab itu terjadi
perusakan makna karena arti yang dimaksudkan berbeda. Di dalam
pelafalan menggunakan bahasa Jawa [ w ǝ d i ] yang dimaksudkan adalah
Page 43
43
'takut', sedangkan dalam pelafalan bahasa Indonesia [ w ǝ ḍ i ] yang berarti
'pasir'.
b. Interferensi Morfologi
Menurut aslinda dan Leny (2007 : 75) interferensi dalam bidang
morfologi dapat terjadi antara lain pada penggunaan unsur-unsur
pembentukan kata, pola proses morfologi, dan proses penggalan afiks.
Menurut Suwito 91985 : 55) interferensi morfologi terjadi apabila
dalam pembentukan kata sesuatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain.
Dalam bahasa Indonesia misalnya sering terjadi penyerapan afiks-afiks
ke-, ke-an, dari bahasa daerah (Jawa, Sunda), misalnya dalam kata-kata :
kelanggan, kepukul, ketabrak, kebesara, kekecilan, kemahalan. Bentuk-
bentuk dengan afiks-afiks seperti itu sebenarnya tidak perlu, sebab untuk
mengungkapkan konsep-konsep demikian telah ada padanannya dalam
bahasa Indonesia. Untuk afiks ke-, ke - an, dan -an telah ada afiks ter-,
kata terlalu, dan afiks ber- misalnya : terlanggar, terpukul, tertabrak,
terlalu besar, terlalu kecil. Sebenarnya bentuk-bentuk dengan afiks-afiks
seperti itu tidak perlu, sebab untuk mengungkapkan konsep-konsep
demikian telah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Menurut Abdulhayi (1985 : 10-11) interferensi pada tingkat
morfologis dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa di antaranya
Page 44
44
dapat terjadi pada penggunaan unsur-unsur pembentuk kata bahasa
Indonesia pada unsur dasar bahasa Indonesia, pola proses morfologis
bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa dengan penanggalan afiks.
Penggunaan unsur-unsur pembentuk kata di antaranya sebagai berikut.
1. Beberapa afiks bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :
dieling seharusnya eling 'diingat'; terpedhot seharusnya pedhot,
kepedhot 'terputus'.
2. Reduplikasi bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :
bener-bener seharusnya bener, temenan 'benar-benar'; estu-estu
seharusnya estunipun 'sungguh-sungguh'; ati-ati seharusnya ngati-ati
'(ber) hati-hati'; rupa-rupane seharusnya sajake, ayake 'rupa-rupa'.
3. Kompositum bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, misalnya :
dalan raya seharusnya dalan gedhe 'jalan raya'; klebu nalar
seharusnya mulih nalar, tinemu nalar 'masuk akal'.
Adanya pola proses morfologis bahasa Indonesia dalam
pemakaian bahasa Jawa dapat berwujud di antaranya pada bermacam-
macam afiksasi, misalnya : pedunung seharusnya sing dumunung
'penghuni'; paladenan seharusnya peladen 'pelayan'; kebeneran
seharusnya kapener, mbeneri 'kebetulan'.
Page 45
45
Yang berupa afiks dalam bahasa Jawa karena pengaruh pola bentuk
bahasa Indonesia, sebenarnya dapat juga dikategorikan dalam interferensi
morfologis yang berupa penggunaan butir-butir pembentuk kata, misalnya
: sekolah seharusnya sekolahan 'gedung sekolah'.
Dari beberapa contoh diatas dapat terlihat adanya interferensi
morfologis bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa yang dapat terjadi pada
penggunaan afiks, reduplikasi, kompositum yang mengakibatkan merusak
tatanan bahasa Jawa yang benar.
c. Interferensi Sintaksis
Menurut Aslinda dan Leni (2007 : 82) interferensi sintaksis antara
lain meliputi penggunaan kata tugas bahasa pertama pada bahasa kedua
atau sebaliknya, pada pola konstruksi frase. Sedangkan Chaer dan
Agustina (2004 : 123) memberikan contoh interferensi dalam bidang
sintaksis seperti dalam kalimat bahasa Indonesia dari seorang bilingual
Jawa - Indonesia dalam berbahasa Indonesia. Bunyi kalimatnya adalah "Di
sini toko Laris yang mahal sendiri". Kalimat bahasa indonesia itu
berstruktur bahasa Jawa, sebab dalam bahasa Jawa bunyinya adalah "Ning
kene toko Laris sing larang dhewe." Kata sendiri dalam kalimat bahasa
Indonesia itu merupakan terjemahan dari kata Jawa yaitu dhewe. Kata
dhewe dalam bahasa Jawa, antara lain memang berarti 'sendiri'. Tetapi
kata dhewe yang tepat di antara kata sing dan adjektif adalah berarti
Page 46
46
'paling'. dengan demikian kalimat tersebut diatas seharusnya berbunyi
"Toko Laris adalah toko yang paling mahal di sini."
Menurut Abdulhayi (1985 : 12-13) interferensi pada tingkat
sintaksis meliputi penggunaan kata tugas bahasa Indonesia, pola
konstruksi frase bahasa Indonesia, pola kalimat bahasa Indonesia dan
sebagainya.
Misalnya pada contoh berikut ini.
1. Penggunaan kata tugas bahasa Indonesia.
Mengkono antara liya dhawuhe Presiden Suharto.
'demikian antara lain perintah presiden Suharto'. Kata tugas yang
seharusnya digunakan di sini Iantarane.
2. Pola konstruksi frasa bahasa Indonesia.
Warna layang iku dudu warna kang dadi kesenengane.
'Warna surat itu bukan warna yang disenanginya.'
Frase warna layang seharusnya warnane layang.
3. Penggunaan pola kalimat bahasa Indonesia.
Dadi cukup akeh jeneng-jeneng tanduran iki kang wis dikenal dening
penduduk Indonesia.
Page 47
47
'Jadi cukup banyak nama-nama tanaman ini yang sudah dikenal oleh
penduduk Indonesia.'
Seharusnya dadine cukup akeh jeneng-jenenge tanduran kang wis
dititeni denging penduduk Indonesia.
Dari beberapa contoh di atas dapat dilihat adanya
penyimpangan dalam bidang sintaksis, yaitu adanya penggunaan kata
tugas pada bahasa Jawa yang diambil dari bahasa Indonesia.
Sebenarnya hal tersebut tidak perlu terjadi, karena di dalam Bahasa
Jawa telah ada padanannya, sehingga tidak perlu merusak tata Bahasa
Jawa yang telah ada.
d. Interferensi Leksikal
Menurut Aslinda dan Leni (2007:73) interferensi dalam bidang
leksikal terjadi apabila seorang dwibahasawan dalam peristiwa tutur
memasukkan leksikal bahasa pertama kedalam bahasa kedua atau
sebaliknya. Interferensi leksikal dibagi berdasarkan kelas kata menjadi
lima yaitu : kelas verba, kelas adjektiva, kelas nomina, kelas
pronomina, dan kelas kata numeralia.
Bidang kajian dalam interferensi adalah leksikon. Leksikon
adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang
makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Menurut Adi Sumarto
Page 48
48
dalam penelitian Nur Laela (Hasanudi, 2011 : 22) merupakan
komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan
pemakaian kata dalam suatu bahasa.
Menurut Abdulhayi (1985 : 10) pada kenyataannya sering
sukar dibedakan apakah satu data masuk dalam sasaran interferensi
leksikal, morfologis, atau sintaksis. Berikut ini adalah contoh
interferensi dalam bidang leksikal : Nanging sebalike, agama Islam
bakal kasilep lan mundur yen mung dianut secara tradisional. Jika
kita periksa unsur sebalike, dapatlah dikatakan sebagai interferensi
leksikal yaitu leksikal dari bahasa Indonesia sebaliknya menjadi
sebalike (dengan variasi jawanisasi morfem Inya- -e/, atau kata balik
(BI) dipakai sebagai dasar pembentuk kata dengan proses afiksasi se- -
e (BJ).
Menurut Sukardi (2000) interferensi leksikal mencakupi kata-
kata pinjaman dan kata yang tidak sesuai dengan bentuknya. Jenis-
jenis interferensi leksikal yang berupa kosa kata pinjaman meliputi
kosa kata 1) kata dasar, 2) berimbuhan, dan 4) frase.
Interferensi leksikal diartikan pengacauan kosa kata antara
bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Di dalam interferensi
Page 49
49
leksikal terjadi penyerapan kosa kata dari satu bahasa ke bahasa yang
lain.
Dari penjelasan diatas telah dijelaskan tentang jenis-jenis
interferensi yaitu, interferensi morfologi, interferensi fonologi,
interferensi leksikal dan interferensi sintaksis.
3. Pengaruh Interferensi
Bahasa selau mengalami perkembangan dan perubahan.
Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial,
ekonomi, dan budaya. Perkembangan bahasa yang cukup pesat terjadi pada
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontak pada bidang politik,
ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lainnya dapat menyebabkan suatu bahasa
terpengaruh oleh bahasa yang lain. Proses saling mempengaruhi antar bahasa
yang satu dengan bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa sebagai
bagian integral kebudayaan tidak dapat lepas dari masalah di atas . saling
mempengaruhi antar bahasa yang satu dengan bahasa yang lain misalnya
kosa kata bahasa yang bersangkutan, mengingat kosa kata itu memiliki sifat
terbuka. Menurut Wenrich (dalam Chaer dan Agustina, 1995:159) kontak
bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama
secara bergantian. Dari kontak bahasa itu terjadi transfer atau pemindahan
unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang mencangkup semua
Page 50
50
tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam meminjam dan saling
mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari.
Suwito (1985:39-40) mengatakan bahwa apabila dua bahasa atau lebih
digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa
bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak. Dalam setiap kontak bahasa
terjadi proses saling mempengaruhi antar bahasa satu dengan bahasa yang
lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun
tertulis.
Adanya kedwibahasaan juga akan menimbulkan adanya interferensi
bahasa. Interferensi bahasa yaitu penyimpangan norma kebahasaan yang
terjadi dalam ujaran kedwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih
dari satu bahasa, yang disebabkan karena adanya kontak bahasa.
Selain kontak bahasa, faktor timbulnya interferensi menurut Wenrich
dalam Sukardi (1999:4) adalah tidak cukupnya kosa kata dalam menghadapi
kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, juga menghilangnya kata-kata yang
jarang digunakan, kebutuhan akan sinonim, dan prestise bahasa sumber.
Kedwibahasaan peserta tutur dan tipisnya kesetiaan terhadap bahasa
penerima juga merupakan faktor interferensi.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan terjadinya interferensi
karena faktor kedwibahasaan dan kontak bahasa.
Page 51
51
4. Bahasa Jawa
Bahasa berfungsi sebagai penghubung pribadi dengan pribadi. Bahasa
bersifat personal yang berarti berguna untuk menyatakan pemikiran,
perasaan, dan kemauan individu (Pateda,1991:18).
Purwadi (2005:1) berpendapat bahwa bahasa merupakan alat
komunikasi pergaulan sehari-hari. Ketika seseorang berbicara selain
memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, juga masih harus memperhatikan
siapa orang yang diajak berbicara. Berbicara kepada orang tua berbeda
dengan berbicara pada anak kecil atau yanag seumur. Kata-kata atau bahasa
yang ditujukan pada orang lain itulah disebut; ungguh-ungguhing basa.
Unggah – ungguhing basa pada dasarnya dibagi menjadi tiga: Basa Ngoko,
Basa Madya, dan Basa Krama.
Unggah-ungguhing basa merupakan alat untuk menciptakan jarak
sosial, namun di sisi lain unggah-ungguhing basa juga merupakan produk
dari kehidupansosial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa struktur masyarakat
merupakan faktor pembentuk dari struktur masyarakat merupakan faktor
pembentuk dari struktur bahasa. Atau dapat juga dikatakan struktur bahasa
merupakan pantulan dari masyarakat. Struktur bahasa yang mengenal
unggah-ungguhing basa merupakan pantulan dari struktur masyarakat yang
mengenal tingkatan-tingkatan sosial atau stratifikasi sosial. Makin rumit
unggah-ungguhing basa, pasti makin sulit juga stratifikasinya sosialnya.
Page 52
52
Kedudukan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah dijamin keberadaanya
dan kelestariannya seperti dijelaskan pada pasal 36 Bab XV UUD 1945.
Bahasa daerah itu sendiri memiliki tugas sebagai:
1. Lambang kebanggaan daerah
2. Lambang identitas daerah
3. Sarana perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah
4. Sarana pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah
Dengan demikian, berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat dtarik
kesimpulan bahwa interferensi adalah kekeliruan dalam penggunaan
bahasa.. Hal tersebut memicu akan adanya penyebab terjadinya interferensi
seperti, kurangnya kosa kata, kebiasaan penggunaan bahasa ibu dll.
Jadi interferensi bahasa jawa adalah kekeliruan dalam penggunaan
bahasa Jawa dalam penggunan bahasa lain.Dengan demikian interferensi
bahasa jawa dengan penggunaan bahasa lain dapat disebut dengan bilingual
atau penggunaan dua bahasa karena faktor kebiasaan dan masih banyaknya
penggunaaan bahasa ibu.
B. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Proses pembelajaran tidak akan terlepas dari tugas dan peran pengajar dan
pembelajaran. Masing-masing memiliki posisinya sesuai dengan tugas dan
perannya. Tugas dan peran ini saling mengisi selama proses pembelajaran, tidak
ada salah satu pihak yang lebih besar peranannya, karen keduanya berada dalam
Page 53
53
satu arah dan tujuan yang sama.perkembangan model pengajaran dari yang
berpusat pada pengajar yang beralih pada peserta didik pada beberapa aspek
telah meningkatkan peran peserta didik di satu sisi, dan peran lain bermunculan
dengan adanya perubahan paradigma yang masih pelu diuji oleh pengalaman dan
kondisi masyarakat.
Dalam sebuah pembelajaran bahasa pada jenjang pendidikan dasar,
menengah, maupun tinggi diperlukan pemilihan strategi pembelajaran yang tepat
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Ada kalanya tujuan
pembelajaran tidak tercapai sebagaimana yang diharapkan karena pengajar
kurang pandai dalammemilih strategi pembelajaran untuk anakdidiknya. Hal ini
bila dibiarkan tentu akan berdampak buruk bagi peserta didik dan bagi
pembelajaran itu sendiri. Walaupun kita menyadari ketidak tercapaian tujuan
belajar itu bukan satu-satunya disebabkan oleh faktor pengajar.
Peserta didik sebagai orang yang belajar merupakan subjek yang sangat
penting dalam proses pembelajaran. Dalam pemilihan strategi pembelajaran yang
tepat, pengajar harus memperhatikan karakteristik peserta didik. Karakteristik
peserta didik itu antara lain sebagai berikut:
1. Kematangan Mental dan Kecakapan Intelektual
2. Kondisi Fisik dan Kecakapan Psikomotor
3. Umur
4. Jenis Kelamin
Page 54
54
Salah satu tujuan utama pembelajaran bahasa adalah mempersiapkan peserta
didik untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah.
Agar interaksi dapat bermakna bagi peserta didik dan dapat mencapai kompetensi
dasar tertentu, pengajar dituntut untuk lebih memiliki kemampuan atau kecakapan
dalam menjalankan profesionalismenya. Disamping memiliki kemampuan
penguasaan memilih dan menerapkan strategi yang di dalamnya terdapat
pendekatan, metode, dan teknik secara baik. Begitu pula dengan metode
merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Apabila dalam
proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka harapan
tercapainya tujuan pendidikan akan sulit untuk diraih. Dalam al-Qur’an dan
beberapa hadist juga menganjurkan untuk menggunakan metode dalam proses
pembelajaran. Metode pembelajaran yang termuat dalam al-Quran pun memiliki
banyak macam diantaranya:
1. Metode Pembelajaran dalam Surah an-Nahl ayat 125
وجادلهم بالتى هي احسن ان ربك هو اعلم بمن ضل عن ادع الى سبيل ربك بلحكمه والموعظة الحسنة
«۵۲۱ :النحل »سبيله وهواعلم بلمهتدين
“(Wahai Nabi Muhmmad SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang
ditunjukkan) Tuhan Pemelihara kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak
sesuai dengan tingkat kepandaian mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah
mereka dengan (cara) yang terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu,
Dialah yang lebih mengetahui (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk).
Page 55
55
Dari surah an-Nahl ini tercantum 3 metode pembelajaran, diantaranya:
a. Metode Hikmah
Kata hikmah (حكمة) dalam tafsir al-Misbah berarti “yang paling utama
dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun berbuatan”.Dalam bahasa
Arab al-hikmah bermakna kebijaksanaan dan uraian yang benar. Dengan kata
lain al-hikmah adalah mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan
kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses
belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan
pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan peserta
didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan
maksimal. Selain itu dalam penyampaian materi maupun bimbingan terhadap
peserta didik hendaknya dilakakuan dengan cara yang baik yaitu dengan
lemah lembut, tutur kata yang baik, serta dengan cara yang bijak.
Imam Al-Qurtubi menafsirkan al-hikmah dengan “kalimat yang lemah
lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya :
وأمره أن يدعو إلى دين هللا وشرعه بتلطف ولين دون مخاشنة وتعنيف
“Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada “dinnullah” dan
syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan.”
Page 56
56
Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman
pembelajaran dan pengajaran. Hal ini diinspirasikan dari ayat Al-Qur’an
dengan kalimat “qaulan layinan”. Allah berfirman :
ر أو يخشى ۶۶: طه)فقول له قولا ليناا لعله يتذك
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (taha:44)
Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar
manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik.
Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada
para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student
oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan
kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.
b. Metode Nasihat/Pengajaran Yang Baik (Mauizhah Hasanah)
Mauidzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”.
al-Mauizhah (الموعظة) terambil dari kata (وعظ) wa’azha yang berarti nasihat
sedangkan hasanah (حسنة) yang berarti baik. Maka jika digabungkan
Mauizhah hasanah bermakna nasihat yang baik.
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
دور وهدى ورحمة للمؤمنين ياايهاالناس قدجاء تكم مو عظ «۵۱: ۱۵»ة من ربكم وشفاء لما فى الص
“Hai segenap manusia, telah datang kepada kalian mauizhah dari
pendidikanmu, penyembuh bagi penyakit yang bersemayam di dalam dada,
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. 10:57)
Page 57
57
c. Metode Diskusi (jidal)
Kata jadilhum (جادلهم) berasal dari kata jidal (جدال) yang bermakna
diskusi.Metode diskusi yang dimaksud dalam al-Qur’an ini adalah diskusi
yang dilaksanakan dengan tata cara yang baik dan sopan. Yang mana tujuan
dari metode ini ialah untuk lebih memantapkan pengertian dan sikap
pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.
Definisi diskusi itu sendiri yaitu cara penyampaian bahan pelajaran
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan,
menganalisa guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau
menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode
mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang
sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang
dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi
mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa
ada pendapat di luar pendapatnya dan di sisi lain siswa merasa dihargai
sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.
Dengan demikian para pendidik dapat mengetahui keberhasilan
kreativitas peserta didiknya, atau untuk mengetahui siapa diantara para
peserta didiknya yang berhasil atau gagal. Dalam Allah SWT berfirman:
«٦۵: ۵۲۱»ان ربك هواعلم بمن ضل عن سبيله وهواعلم بالمهتدين
Page 58
58
“Sungguh pendidikmu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalannya dan mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
16:125).
2. Metode Teladan/Meniru
Manusia banyak belajar dengan cara meniru. Dari kecil ia sudah meniru
kebiasaan atau tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Misalnya, ia
mulai belajar bahasa dengan berusaha meniru kata-kata yang diucapkan saudaranya
berulang-ulang kali dihadapannya.
Begitu juga dalam hal berjalan ia berusaha meniru cara menegakkan tubuh dan
menggerakkan kedua kaki yang dilakukan orang tua dan saudara-saudaranya.
Demikianlah manusia belajar banyak kebiasaan dan tingkah laku lewat peniruan
kebiasaan maupun tingkah laku keluarganya.
Al-Qur’an sendiri telah mengemukakan contoh bagaimana manusia belajar
melalui metode teladan/meniru. Ini dikemukakan dalam kisah pembunuhan yang
dilakukan Qabil terhadap saudaranya Habil. Bagaimana ia tidak tahu cara
memperlakukan mayat saudaranya itu. Maka Allah memerintahkan seekor burung
gagak untuk menggali tanah guna menguburkan bangkai seekor gagak lain.
Kemudian Qabil meniru perilaku burung gagak itu untuk mengubur mayat
saudaranya Habil.
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 31:
فبعث هللا غرابايبحث فى الرض ليريه كيف يواري سوءةاخيه قلى
ويلتى اعجزت ان ان اكون قل ي
مثل هذا الغراب فاواري سوءةاخي ج
فاصبح من الندمين
Page 59
59
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat
saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat
seperti burung gagak ini. Lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”.
Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.”
Melihat tabiat manusia yang cenderung untuk meniru dan belajar banyak dari
tingkah lakunya lewat peniruan. Maka, teladan yang baik sangat penting artinya
dalam pendidikan dan pengajaran. Nabi Muhammad SAW. sendiri menjadi suri
tauladan bagi para sahabatnya, dari beliau mereka belajar bagaimana mereka
melaksanakan berbagai ibadah.
Ada sebuah Hadist yang menceritakan bahwa para sahabat meniru salat
sunnah witir Nabi SAW:
حمن بن عبد هللا ثني مالك عن أبي بكر بن عمر بن عبد الر ثنا إسماعيل قال حد بن عمر بن حد
ة : قال الخطاب عن سعيد بن يسار أنه بن عمر بطريق مك ا كنت أسير مع عبد هللا فقال سعيد فلم
بن عمر أين كنت فقلت خشيت ال بح نزلت فأوترت ثم لحقته فقال عبد هللا بح فنزلت خشيت الص ص
ع صلى هللا أليس لك في رسول هللا قال فأوترت فقال عبد هللا ليه وسلم إسوة حسنة فقلت بلى وهللا
عليه وسلم كان يوتر على البعير صلى هللا فإن رسول هللا
“Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku
Malik dari Abu Bakar bin ‘Umar bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin
Al Khaththab dari Sa’d bin Yasar bahwa dia berkata: “Aku bersama ‘Abdullah bin
‘Umar pernah berjalan di jalanan kota Makkah. Sa’id berkata, “Ketika aku khawatir
Page 60
60
akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku pun singgah dan melaksanakan shalat
witir. Kemudian aku menyusulnya, maka Abdullah bin Umar pun bertanya, “Dari
mana saja kamu?” Aku menjawab, “Tadi aku khawatir akan (masuknya waktu)
Shubuh, maka aku singgah dan melaksanakan shalat witir.” ‘Abdullah bin ‘Umar
berkata, “Bukankah kamu telah memiliki suri tauladan yang baik pada diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Aku menjawab, “Ya. Demi Allah.”
Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah shalat witir di atas untanya.” (H.R. Bukhari)
Al-Qur’an memerintahkan kita untuk menjadikan Nabi SAW sebagai suri
tauladan dan panutan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21:
۲۵» دكرهللا كثيراخرو آل لقد كان لكم فى رسول هللا اسوة حسنة لمن كان يرجوا هللا واليوم ا
:۳۳»
“Sesungguhnya telah ada pada pribadi Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari akhir dan dia
banyak dzikrullah.” (QS.al-Ahzab 33:21)
Melalui suri tauladan yang baik, manusia dapat belajar kebiasaan baik dan
akhlak yang mulia. Sebaliknya jika suri tauladannya buruk manusia akan
terjerumus pada kebiasaan yang buruk dan akhlak yang tercela.
3. Metode Ceramah
Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan
atau mengajak orang mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah
sering disandingkan dengan kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut
Page 61
61
diulang sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat
dengan kata tablih, yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti
tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu ajaran.
Pada masa lalu hingga sekarang metode selalu kita jumpai dalam setiap
pembelajaran. Akan tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode
lain. Dalam sebuah Hadist Nabi SAW bersabda :
بلغوا "وعن عبد اهللا بن عمر وبن العاص رضي اهللا عنهما أن النبي صلى اهللا علىه وسلم قال
أ دا فليتبو ثوا عن بني إسرائيل ول حرج، ومن كذب علي متعم )) ده من النار مقع عني ولو آية وحد
((رواه البخاري
"Sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa
yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada Salahnya, dan barang siapa
berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya dineraka".
(HR. Bukhori.)
Hal ini juga berkenaan dengan firman Allah SWT :
نآ اليك انآ انزلنه قراٽنا عربيا لعلكم تعقلون ۞ نحن نقض عليك احسن القصص بمآ اوحي
من قبله لمن الغفلين هذاالقراٽن وان كنت
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab,
agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik
dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum
(kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum
mengetahui”.(Q.S. Yusuf/12:2-3)
Page 62
62
Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan menurunkan Al-Qur’an dengan
memakai bahasa Arab kepada Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi menyampaikan
kepada para sahabat dengan jalan cerita dan ceramah. Metode ceramah masih
merupakan metode mengajar yang masih dominan dipakai, khususnya di sekolah-
sekolah tradisional.
4. Metode Pengalaman Praktis/Trial and Eror dan Metode Berpikir
Seseorang yang hidup tidak akan luput dari sesuatu yang bernama problem,
bahkan manusia juga dapat belajar dari problem tersebut, sehingga memiliki
pengalaman praktis dari permasalahannya. Situasi-situasi baru yang belum
diketahuinya mengajak manusia berfikir bagaimana menghadapi dan bagaimana
harus bertindak. Dalam situasi demikian, manusia memberikan respons yang
beraneka ragam. Kadang mereka keliru dalam menghadapinya, tetapi kadang juga
tepat.
Dengan demikian manusia belajar lewat “Trial and Error”, (belajar dari
mencoba dan membuat salah) memberikan respons terhadap situasi-situasi baru dan
mencari jalan keluar dari problem yang dihadapinya.
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memberikan dorongan kepada manusia
untuk mengadakan pengamatan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di
alam semesta. Dalam Q.S. al-Ankabut : 20 Allah berfirman:
كل قل سيروا فى الر ض فنضروا كيف بدأ الخلق ثم هللا ينشئ النشأة اآلخرة إن هللا على
شيءقدير
Page 63
63
Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi. Maka perhatikanlah bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya. Kemudian Allah menjadikannya sekali
lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk mengamati dan
memikirkan alam semesta dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya,
mengisyaratkan dengan jelas perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk
belajar, baik melalui pengamatan terhadap berbagai hal, pengalaman praktis dalm
kehidupan sehari-hari, ataupun lewat interaksi dengan alam semesta, berbagai
makhluk dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. ini bisa dilakukan dengan metode
pengalaman praktis, “trial and error” atau pun dengan metode berfikir.
Nabi SAW sendiri telah mengemukakan tentang pentingnya belajar dari
pengalaman praktis dalam kehidupan yang dinyatakan dalam hadis yang di tahrij
oleh Imam Muslim berikut:
ثنا أبو بكر بن أبي شيبة وعمرو الناقد كالهما عن السود بن عامر قال أبو بكر ثنا أسود حد بن حد
اد بن سلمة عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة ثنا حم أن النبي :ثابت عن أنس عن عامر حد
فقال ما تفعلوا لصلح قال فخرج شيصا فمر بهم صلى هللا عليه وسلم مر بقوم يلقحون فقال لو لم
أمر دنياكم لنخلكم قالوا قلت كذا وكذا قال أنتم أعلم ب
Abu Bakar bin Abi Saybah dan Amr al-Naqidh bercerita kepadaku. Keduanya dari
al-Aswad bin Amir. Abu Bakr berkata, Aswad bin Amir bercerita kepadaku,
Hammad bin Salmah bercerita kepadaku, dari Hisham bin Urwah dari ayahnya dari
Aisyah dan dari Tsabit dari Anas Radhiyallahu’anhu: Bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon
Page 64
64
kurma lalu beliau bersabda:Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan
(tetap) baik. Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak.
Hingga suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan
melihat hal itu beliau bertanya: ‘Adaapa dengan pohon kurma kalian? Mereka
menjawab; Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu
bersabda: ‘Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.
Hadis di atas mengisyaratkan tentang belajarnya manusia membuat respon-
respon baru lewat pengalaman praktis dari berbagai situasi baru yang dihadapinya,
dan berbagai jalan pemecahan dari problem-problem yang dihadapinya.
Mengenai jenis belajar lewat pengalaman praktis atau “trial and error” ini, al-
Qur’an mengisyaratkan dalam ayat berikut:
نيا وهم عنا آلخرة هم غا فلون يعلمو نظاهرا منا لحياة الد
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka
tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
Al-Qurtubi, dalam menafsirkan ayat ini, “Mereka hanya mengetahui yang
lahir saja dari kehidupan dunia”, berkata: Yakni masalah penghidupan dan duniawi
mereka. Kapan mereka harus menanam dan menuai dan bagaimana harus menanam
dan membangun rumah.
Sedangkan mengenai hakikat pembelajaran bahasa, hal ini berkenaan
dengan catatan tentang proses sikolinguistik dan kognitif dalam pembelajaran
bahasa dan catatan mengenai kondisi yang memungkinkan keberhasilan
pengunaan proses tersebut (Sunendar, 2009:151-175).
Page 65
65
Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan,
dan sikap. Belajar berlangsung dalam sepanjang hayat, sejak lahir sejak (bahkan
sejak dalam kandungan, pendidikan dalam kandungan) hingga meninggal. Belajar
terjadi pada masa kecil, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa.
Pada mulanya, orang belajar berdasar pengalaman, tanpa teori belajar.
Orang tua mengajar anak-anak mereka, dan majikan mengajar anak buahnya
berdasar intuisi sera pengalaman untuk menguasai pengetahuan dan ketrampilan
tertentu (kompetensi).
Bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang sudah diperkaya dengan
berbagai unsur bahasa daerah dan bahasa asing sehingga ia menjelma menjadi
suatu bahasa baru, bahasa Indonesia, bahasa suatu bangsa baru yaitu bangsa
Indonesia. Karena itu, tidak mungkin kita berbicara tentang bahasa Indonesia
tanpa menyinggung bahasa daerah dan bahasa asing. Ketigannya merupakan
suatu yang padu, tidak dapat dipisah-pisahkan, dan memiliki hubungan timbal-
balik. Hubungan itu mempunyai dampak positif maupun negatif. Positif dalam
hal sumbangannya untuk memperkaya bahasa Indonesia, dan negatif dalam hal
timbulnya interferensi kedua bahasa (Badudu, 1993:3).
Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia. Dalam
berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan
gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca. Tentu saja,
pada tiap-tiap situasi komunikasi yang dihadapi dipilih salah satu dari sejumlah
Page 66
66
variasi pemakaian bahasa. Berbahasa dipasar antar pembeli, antara pembeli
dengan penjual, atau antar penjual pasti beda dengan berbahasa di depan orang
yang dihormati, antara atasan dan bawahan, antara pasien dan dokter, antara
murid dan guru, antar anggota rapat dinas, dan sebagainya. Setiap situasi
memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya.
Faktor pembicara, pendengar, pokok pembicaraan, tempat dan suasana
pembicaraan berpengaruh pada seseorang dalam memilih variasi bahasa. Istilah
yang digunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi pemakaian bahasa
disebut ragam bahasa.
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakainnya dan bermacam
ragam penuturnya, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan. Arah
perubahan itu tidak selalu tak ter lelakan karena kita dapat mengubah bahasa
secara berencana. Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut pula
berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa
yang beraneka macam itu masih tetap disebut ‘bahasa Indonesia’ karena masing-
masing berbagi teras atau inti sari bersama yang umum. Ciri dan kaidah tata
bunyi, pembentukan kata, tata makna, umumnya sama. Itulah sebabnya kita
masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun di
samping itu kita dapat mengenali beberapa pebedaan dalam perwujudan bahasa
Indonesianya (Moeliono, 1988b).
Istilah ragam dapat disejajarkan dengan variasi. Seperti halnya jika orang
mengatakan bahwa modelnya sangat beragam, didalamnya terkandung maksud
Page 67
67
bahwa modelnya sangat bervariasi. Adanya ragam atau variasi itu terdapat satu
model yang menjadi acuannya. Dengan demikian, bagaimanapun model
variasinya pastilah terdapat intisari atau ciri-ciri umum yang sama. Jika variasi
itu sudah menyimpang jauh dari inti yang menjadi acuannya, melainkan
merupakan model lain yang baru sama sekali (Suharsono, 1993).
Sebagai bahasa negara, kedudukan bahasa Indonesia itu didasarkan pada
Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36. Sebagai mana diketahui, Pasal
36 itu selengkpnya berbunyi, “ Bahasa negara adalah bahasa indonesia”.
Landasan konstitusional ini memberikan kedudukan yang kuat bagi bahasa
Indonesia untuk digunakan dalam berbagai urusan kenegaraan dan dalam
menjalankan tata pemerintahan.
Didalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai:
1. Bahasa resmi kenegaraan,
2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,
3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintahan.
4. Alat pengembangan kebudayaan,ilmu pengetahuan, dan teknologi
(Sugihastuti, 2000 : 8-13)
Page 68
68
C. Penelitian yang Relevan
Pendidikan diperoleh melalui sekolah, sekolah banyak yang berdiri di
Indonesia, baik itu sekolah formal, nonformal, maupun informal. Penelitian
yang membahas tentang sekolah formal telah banyak dilakukan oleh para
peneliti.
1. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur Laela pada
tahun 1999 berjudul "Interferensi Bahasa Sunda dalam Bahasa Jawa
pada Karangan Siswa Kelas II SD 2 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap."
Penelitian ini membahas tentang pengaruh interferensi yang terjadi pada
siswa SD.
2. Penelitian lain juga dilakukan Oleh Rismiyati pada tahun 2000 yang
berjudul "Interferensi Leksikal Bahasa Jawa ke Dalam Bahasa Indonesia
Siswa Kelas V SD Bukateja " Penelitian Rismiyati membahas tentang
pengaruh interferensi leksikal.
3. Persamaan dan Perbedaan
Skripsi dengan judul Interferensi Bahasa Sunda dalam Bahasa Jawa pada
Karangan Siswa Kelas II SD 2 Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap mempunyai
perbedaan dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti, walaupun sama-
sama membahas tentang interferensi tetapi, sekripsi ini cenderung
membahas tentang Bahasa Sunda yang mempengaruhi Bahasa Jawa.
Page 69
69
Sedangkan peneliti lebih dalam mengkaji tentang sebab-sebab yang
mempengaruhi interferensi Bahasa Sunda dalam Bahasa Jawa. Penelitian
yang dilakukan oleh peneliti mempunyai persamaan dengan sekripsi yang
berjudul Interferensi Leksikal Bahasa Jawa ke Dalam Bahasa Indonesia Siswa
Kelas V SD Bukateja . Yaitu sama-sama meneliti tentang interferensi dan
sebab terjadinya interferensi.
Page 70
70
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum MI Al-Iman Senobayan Kabupaten Magelang
1. Sejarah Berdirinya MI Al-Iman Senobayan Kabupaten Magelang
Madrasah Ibtidaiyah Al Iman Senobayan merupakan satu-satunya
lembaga pendidikan sekolah tingkat dasar yang berlokasi di Dusun Senobayan
Kelurahan Ngabean, yang berdiri sejak tanggal 24 April tahun 1959.
Lembaga ini di bawah pengelolaan Yayasan AL IMAN yang dipimpin oleh
Bapak H.Abdullah, S. Ag.
Pada tanggal 31 Desember tahun 1977 MI Al Iman Senobayan ini
telah diresmikan oleh Pemerintah c.q. Departemen Agama dengan nama MI
Al Iman Senobayan dengan Nomor Piagam LK/3.c/1491/Pem.MJ/1978.
Dalam perkembangannya MI Al Iman Senobayan telah mengalami beberapa
kemajuan dalam beberapa aspek, tetapi masih banyak persoalan dan tantangan
yang perlu segera disikapi.
Seiring dengan berlakunya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, MI Al Iman Senobayan mulai mengadakan beberapa
pengembangan terutama untuk kebutuhan sarana dan prasarana, sehingga
pada tahun 2009 melalui dana APBN dalam DIPA Kanwil Departemen
Agama Provinsi Jawa tengah tahun anggaran 2009 , Madrasah dapat merehap
gedung madrasah berupa bergantian atap dan genting.
Page 71
71
Dalam rangka memenuhi peraturan perundangan yang berlaku, dan dalam
rangka memenuhi akuntabilitas publik, maka MI AL IMAN Senobayan.
berusaha untuk menyusun Rencana Program dan Kegiatan selama 4 tahun
dalam RKM sebagaimana tersebut dalam amanat Permendiknas No. 19 tahun
2007. RKM ini akan dijabarkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan
Rencana Kegiatan dan Anggaran Madrasah (RKAM) pada setiap tahun
berjalan.
2. Visi, Misi dan Tujuan
1) Visi Madrasah
Visi MI AL IMAN Senobayan adalah “Terwujudnya Peserta didik
yang berakhlakul karimah, santun dalam bertutur kata dan berperilaku,
unggul dalam berprestasi akademik dan non akademik, serta tekun
melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama islam.
2) Misi Madrasah
Adapun untuk mencapai visi tersebut di atas MI AL IMAN Senobayan
mempunyai misi sebagai berikut :
a. Mewujudkan pembelajaran dan pembiasaan dalam mempelajari
AL_Qur’an dan menjalankan agama Islam.
b. Mewujudkan pembentukan karakter islami yang mampu
mengaktualisasikan diri dalam masyarakat.
Page 72
72
c. Menyelenggarakan pengetahuan dan profesionalisme tenaga pendidikan
sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan
d. Menyelengarakan pendidikan yang berkwalitas dalam pencapaian prestasi,
efisien, transparan dan akuntabel.
3) Tujuan Madrasah
Dengan berpedoman pada visi dan misi yang telah dirumuskan serta
kondisi di madrasah dapat dijabarkan tujuan jangka menengah sebagai
berikut :
a. Meningkatkan perolehan nilai rata-rata mata pelajaran UASBN mencapai
7,5 dan nilai rata-rata UM 8,0.
b. Memiliki petugas upacara yang siap pakai.
c. Meningkatkan kegiatan keagamaan di lingkungan madrasah; jamaah
sholat zhuhur, tadarus Al quran, kaligrafi dan tartil Al quran,sholat dhuha
d. Meningkatkan kegiatan sosial di lingkungan madrasah, bhakti masyarakat
e. Membiasakan perilaku Islami di lingkungan madrasah.
Deskripsi tentang Profil MI Al Iman Senobayan berdasarkan analisa
data, situasi, dan kondisi Madrasah selama 2-3 tahun terakhir. Profil ini terdiri
dari kategori Kesiswaan, Kurikulum dan kegiatan pembelajaran, Pendidik dan
Tenaga Kependidikan serta pengembangannya, Sarana dan Prasarana,
Page 73
73
Keuangan dan pembiayaan, Budaya dan lingkungan Mdrasah, serta Peran
serta Masyarakat dan kemitraan.
3. Keadaan Siswa
Bagian kesiswaan diuraikan sebagai berikut:
a. Untuk profil kesiswaan MI AL IMAN SENOBAYAN dapat dilihat
sebagai Jumlah siswa 3 tahun terakhir mengalami kenaikan tetapi belum
signifikan, yaitu tahun 2006/2007 sebanyak 88 siswa, tahun 2007/2008
sebanyak 98 siswa dan tahun 2008/2009 sebanyak 101 siswa.
b. Semua anak usia sekolah (AUS) dapat tertampung.
c. Semua Komponen sudah terlibat dalam menerapkan manajemen untuk
mendukung kegiatan peserta didik.
d. Semua siswa kurang mampu telah mendapatkan bantuan dengan adanya
BOS.
e. Sembilan puluh sebilan persen siswa yang mengikuti pembelajaran di
madrasah dalam keadaan normal.
f. Madrasah sudah menyalurkan bakat dan minat anak yang dimiliki siswa,
namun belum ke semua aspek/cabang.
g. Tidak ada siswa yang putus sekolah
h. Sudah ada perlakuan khusus terhadap anak yang tinggal kelas/tidak lulus.
4. Kurikulum dan Kegiatan pembelajaran
Page 74
74
Bagian kurikulum diuraikan sebagai berikut:
a. Pembelajaran PAIKEM baru terlaksana 70 %, Ketersediaan RPP mulok
madrasah dan TI belum ada.
b. PBM kurang variatif, pembelajaran yang interaktif dan kontekstual belum
maksimal (75 %), Penggunaan alat peraga masih kurang.
c. Nilai UASBN/UAM dua tahun terakhir rata-rata 7,20 tahun 2008 dan 7,00
pada tahun 2009.
d. Nilai rata-rata rapot tiga tahun terakhir tidak stabil 67, 69, 68
e. Semua siswa lulus
f. Semua siswa melanjutkan ke SMP/MTs.
5. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Serta Pengembanganya
Bagian Pendidik dan Tenaga Kependidikan Serta Pengembanganya diuraikan
sebagai berikut:
a. Kondisi guru 67% S1 (6 Guru), D2 11% (1 Guru), dan SLTA 22% (2 Guru).
b. Kondisi kompetensi Kepala Madrasah 3 tahun terakhir cukup baik;
merencanakan pengembangan Madrasah, mengelola kurikulum, tenaga
Pendidik dan Kependidikan, kesiswaan, keuangan, dan kelembagaan tetapi
belum maksimal.
c. Kondisi Tenaga Administrasi dan pustakawan masih dirangkap oleh guru, dan
kualifikasi pendidikanya belum sesuai.
Page 75
75
6. Sarana Prasarana
Pada Sarana Prasarana diuraikan sebagai berikut:
a. Dari tahun ke tahun perabot mengalami kerusakan.
b. Rasio jumlah buku untuk Mapel Umum Tidak mencukupi Dan untuk buku
Mapel Agama masih sangat kurang.
c. Alat peraga dan media pembelajaran masih kurang, perlu ditambah alat
peraga PKn, Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, IPS, PAI, dan Media
pembelajaran TI.
d. Peralatan Komputer untuk siswa dan Guru belum tersedia.
e. Ruang kelas masih kurang baik dan kurang 1 RKB, ruang UKS dan
perpustakaan sudah tersedia tetapi masih berbentuk sekatan dengan ruang
lain serta kurang sarana dan prasarana penunjangnya, laborat IPA belum ada
ruangannya, dan laborat bahasa belum ada, mushola masih menggunakan
ruang kelas.
f. Kamar mandi/WC belum memadai, 1 untuk guru dan 2 untuk 68 siswa.
Belum memiliki tower air tetapi sudah ada aliran air
Page 76
76
7. Keuangan dan Pembiayaan
Pada Keuangan dan Pembiayaan diuraikan sebagai berikut:
a. Sumber dana Madrasah berasal dari BOS dan dana Komite.
b. Anggaran masih terbatas dan perlu pemberdayaan Peran Serta Masyarakat
(PSM).
8. Budaya dan Lingkungan Madrasah
Pada Budaya dan Lingkungan diuraikan sebagai berikut:
a. Program Kebersihan dan keindahan belum terlaksanan secara maksimal.
b. Sudah tersedia taman tetapi pelu perawatan dan penataan.
c. Halaman madrasah 80% sudah dipaving tetapi sudah ada kerusakan.
d. Pagar keliling masih berbentuk pagar bambu.
e. Penguatan ciri khas madrasah sudah nampak tetapi perlu ditingkatkan.
9. Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan
Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan diuraikan sebagai berikut:
a. AD-ART Komite Madrasah belum tersedia sementara Program Kerja Komite
menyesuaikan rencana kerja madrasah.
b. Keanggotaan komite sudah sesuai dengan petunjuk tetapi perlu diadakan
pembaharuan karena adanya anggota yang non aktif.
c. Pertemuan Komite masih bersifat insidental, perlu direncanakan secara
sistematis.
Page 77
77
d. Peran dan fungsi komite sudah berjalan dengan baik perlu ditingkatkan dan
dimaksimalkan
e. Dukungan masyarakat sudah baik perlu ditingkatkan dan diperhatikan
terutama dukungan pendanaan.
B. Paparan dan hasil temuan penelitian bentuk interferensi bahasa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di MI Al Iman Senobayan kelas 1
semester 1.
a. Pengamatan Bentuk Interferensi Bahasa Jawa yang dilakukan siswa
kelas 1 dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Tabel Interferensi bahasa
No Bentuk interferensi Indikator
1. Bu saya besok emoh
sekolah
Kata emoh merupakan bahasa
jawa yang artinya dalam bahasa
indonesia tidak mau.maka dari
itu pada kalimat tersebut terjadi
interferensi.
2. Saya tidak mau nek dirimu
berbohong sama saya.
Kata nek merupakan bahasa jawa
yang artinya dalam bahasa
Indonesia jika. Maka dari itu
Page 78
78
pada kalimat tersebut terjadi
interferensi.
3. Eh kamu jangan nakal
engko dimarahi bu guru.
Kata engko merupakan bahasa
jawa yang artinya dalam bahasa
Indonesia nanti. Maka dari itu
pada kalimat tersebut terjadi
interferensi.
4. Jarene ndak nulis bu? Kata jarene merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adalah katanya.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
5. Bu besok saya mau liburan
nang jogja.
Kata nang merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adala di. Maka
dari itu pada kalimat tersebut
terjadi interfrensi.
6. Bu saya sarapan sego
goreng.
Kata sego merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adalah nasi.
Maka dari itu pada kalimat
Page 79
79
tersebut terjadi interferensi.
7. Bu ini patelot siapa? Kata patelot merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adalah pensil.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
8. Saya njileh penghapusnya Kata njileh merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adalah pinjam.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interfrensi.
9. Tak kandakke kalau kamu
nakal sama saya.
Kata tak kandakke metrupakan
bahasa jawa sedangkan artinya
dalam bahasa Indonesia adalah
saya adukan. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
10. Bu ini ngesuk-ngesuk
tempat duduk saya.
Kata ngesuk-ngesuk merupakan
bahasa jawa sedangkan artinya
dalam bahasa Indonesia adalah
mendesak. Maka dari itu pada
Page 80
80
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
11. Bu saya meh nang kamar
mandi.
Kata meh nang merupakan
bahasa jawa sedangkan artinya
dalam bahasa Indonesia adalah
mau ke. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
12. Bu iki piye tidak bisa
dibuka.
Kata iki piye merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adalah ini
bagaimana. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi .
13. Bu iki gambar apa? Kata iki merupakan bahasa jawa
sedangkan artinya dalam bahasa
Indonesia adalah ini. Maka dari
itu pada kalimat tersebut terjadi
interferensi.
14. Bu wildan nyontek Kata nyontek merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
Page 81
81
bahasa Indonesia adalah
mencontek. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
15. Ditempel gowo lem to bu? Kata gowo merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia artinya adalah
pakai. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
16. Bu talinya pedhot Kata pedhot merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adalah putus.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
17. Saya punya buku anyar Kata anyar merupakan bahasa
jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adalah baru.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
18. Sesok ibu saya meh Kata sesok merupakan bahasa
Page 82
82
nukokke tas baru. jawa sedangkan artinya dalam
bahasa Indonesia adalah besok.
Maka dari itu pada kalimat
tersebut terjadi interferensi.
19. Bu meja saya disurung-
surung sama Kafi.
Kata disurung-surung merupakan
bahasa jawa sedangkan artinya
dalam bahasa Indonesia adalah
didorong. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi.
20. Sok mben saya mau jadi
dokter.
Kata sok mben merupakan
bahasa jawa sedang artinya
dalam bahasa Indonesia adalah
besok lusa. Maka dari itu pada
kalimat tersebut terjadi
interferensi bahasa.
Dari tabel di atas dapat diketahui bentuk-bentuk interferensi yang
terjadi pada siswa kelas 1 MI Al Iman Senobayan di Kabupaten
Magelang. Data diperoleh melalui pengamatan secara langsung dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia yang ada di MI Al Iman
Senobayan di Kabupaten Magelang. Bentuk–bentuk interferensi
Page 83
83
tersebut saya tulis berdasarkan pengamatan ketika peserta didik
berkomunikasi dengan guru serta teman ketika dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung.
C. Alasan dan Penyebab Terjadinya Interferensi bahasa
Interferensi bahasa merupakan penggunaan dua bahasa secara
berlangsungan atau bisa juga disebut dengan bilingual. Interferensi bahasa
masih banyak digunakan oleh peserta didik kelas bawah yaitu kelas satu
karena peserta didik masih kebawa oleh bahasa jawa sebagai bahasa ibu
keseharian dirumah.
Masih banyak faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa
diantaranya faktor kebiasaan dikeluarga, masih kurangnya kosa kata,dan
faktor lingkungan. Sedangkan peserta didik kelas satu adalah kelas
perpindahan dari tk jadi masih bnayak sekali penggunaan bahasa jawa
sebagai bahasa keseharian. Karena masih kekurangan kosa kata yang
dikuasai karena masih banyak menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa
keseharian dan bahasa ibu.
Dalam subbab ini peneliti hanya akan mendeskrisipsikan beberapa
anak yang masih melakukan interferensi bahasa. Data ini diperoleh dari hasil
wawancara 2 versi antara tanggapan guru mengenai siswa melakukan
interferensi Bahasa Jawa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia dan
Page 84
84
tanggapan guru tentang alasan melakukan interferensi Bahasa jawa dalam
memaparkan pelajaran Bahasa Indonesia. Pengamatan penelitian ini
dilakukan pada bulan Desember 2016.Penelitian ini telah dilaksanakan di MI
Al Iman Senobayan Kabupaten Magelang pada semester genap tahun ajaran
2017/2018 pada tanggal 29 Mei 2017s.d selesai.
Daftar pertayaan guru untuk siswa tentang penyebab terjadinya
interferensi dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
1. Bahasa pertama apa yang dikuasai siswa kelas 1?
“ Bahasa yang dikuasi siswa kelas 1 mayoritas adalah Bahasa Jawa “
2. Berapa bahasa yang dikuasai siswa kelas 1?
“ Bahasa yang dikuasai siswa kelas 1 yaitu dua bahasa. Bahasa Indonesia
dan Bahasa Jawa, tetapi siswa kelas 1 lebih menguasai Bahasa Jawa “
3. Bahasa apa yang digunakan siswa kelas 1 ketika berkomunikasi di
lingkungannya?
“ SIswa kelas 1 menggunakan Bahasa Jawa ketika berkomunikasi “
4. Bahasa apa yang gunakan siswa ketika berada di lingkungan sekolah?
“ sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa ketika berkomunikasi do
lingkungan sekolah “
5. Mengapa siswa kelas 1 lebih memilih menggunakan bahasa Jawa dalam
berkomunikasi?
Page 85
85
“ karena Bahasa Jawa bagi siswa kelas 1 mungkin lebih mendarah
daging mungkin, karena dari lahir sudah menggunakan Bahasa Jawa “
a. Daftar pertayaan guru tentang penyebab terjadinya interferensi dalam
pengantar pembelajaran bahasa Indonesia.
1. Bahasa pertama apa yang dikuasai guru?
“ Bahasa yang saya kuasi adalah Bahasa Jawa juga karena lingkungan
saya masih orang dusun, jadinya Bahasa Jawa yang saya kuasai “
2. Berapa bahasa yang dikuasai guru?
“ Bahasa yang saya kuasai ada tiga yaitu, Indonesia, Jawa, dan Inggris.
Walaupun hanya dikit-dikit tapi yang lebih dikuasai adalah Bahasa Jawa
karena orang dusun “
3. Bahasa apa yan digunakan guru ketika berkomunikasi di lingkungannya?
“ saya lebih menggunakan Bahasa Jawa karena saya orang dusun “
4. Bahasa apa yang anda gunakan guru ketika berada di lingkungan sekolah?
“ saya kalau di lingkungan sekolah menggunakan Bahasa Indonesia dan
Bahasa Jawa “
5. Mengapa guru lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa dalam pengantar pembelajaran bahasa Indonesia?
Page 86
86
“ karena siswa kelas 1 masih kurang kosa katanya jadi saya juga
menggunakan Bahas Jawa dalam pengantar pembelajaran agar peserta
didik lebih mudah memahami “
Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa penyebab interferensi
Bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ada dua yaitu,
Kedwibahasaan dan kebiasaan. Kedwibahasaan terjadi karena dalam
proses pembelajaran guru terkadang menggunakan dua bahasa. Faktor
kebiasaan terjadi karena dalam lingkungannya masih banyak penggunaan
Bahasa Jawa jadi peserta didik lebih terbiasa menggunakan Bahasa Jawa.
Page 87
87
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pada proses pengamatan dan wawancara dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia kelas 1 di MI Al Iman Sobayan di kabupaten
Magelang maka pembahasan in akan mebahas tentang analisis bentuk-bentuk
interferensi, alasan terjadinya interferensi dan penyebab terjadinya interferensi.
Adapun pembahasannya sebagai berikut:
A. Analisis terhadap bentuk inerferensi Bahasa Jawa dalam pemebelajaran
Bahasa Indonesia kelas 1 MI Al Iman Senbayan di Kabupaten Magelang.
Interferensi merupakan penggunaan dua bahasa secara bersamaan.
Interferensi juga bias disebut dengan bilingual karena penggunaan dua bahasa
secara bersamaan. Bentuk interferensi yang peneliti temukan dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia antara lain:
1. Bu saya besok emoh sekolah
2. Saya tidak mau nek dirimu berbohong sama saya.
3. Eh kamu jangan nakal engko dimarahi bu Guru
4. Jarene ndak nulis bu?
5. Bu besok saya mau liburan nang jogja
6. Bu saya sarapan sego goreng
7. Bu ini pathelot siapa?
Page 88
88
8. Saya njileh penghapusnya.
9. Tak kandakke kalau kamu nakal sama saya
10. Bu ini ngesuk-ngesuk tempat duduk saya
11. Bu saya meh nang kamar mandi
12. Bu iki pie tidak bisa dibuka
13. Bu iki gambar apa?
14. Bu, wildan nyontek
15. Ditempel gowo lem to bu?
16. Bu, talinya pedhot
17. Saya punya buku anyar
18. Sesok ibu saya meh nukokke tas baru
19. Bu meja saya disurung-surung sama kafi
20. Sok mben saya mau jadi dokter
Berdasarkan data di atas bentuk-bentuk interferensi yang terdapat dalam
pembelajaran bahasa Indonesia termasuk bentuk interferensi morfologi.
Interferensi morfologi dibagi menjadi 3 unsur meliputi, afiks, reduplikasi dan
kopositum. Dari data yang ditemukan maka akan dibahas berdasarkan usur
morfologis sebagai berikut:
a. Interferensi morfologi berdasarkan unsur afiksnyanya tedapat pada nomor
1-18. Berikut ini adalah beberapa bentuk interferensi morfologi
berdsarkan unsure sintaksisnya:
Page 89
89
1. Bu saya besok emoh sekolah
Penjelasan dari “Bu, saya besok emoh sekolah” kalimat tersebut
merupakan inerferensi bahasa dikarenan adanya dua bahasa antara
bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharunya
“Bu, saya besok tidak mau sekolah”. Kata emoh dalam bahasa jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah tidak
2. Saya tidak mau nek dirimu berbohong sama saya.
Penjelasan dari “ Saya tidak mau nek dirimu berbohong sama saya”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya
dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “ Saya tidak mau jika dirimu berbohong sama
saya” kata nek merupakan bahasa jawa sedangkan dalam bahasa
Indonesia adalah jika.
3. Eh kamu jangan nakal engko dimarahi bu Guru
Penjelasan dari “ Eh kamu jangan nakal engko dimarahi bu Guru”
kalimat tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya
dua bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “ Eh kamu jangan nakal nanti dimarahi bu
Guru” kata engko merupakan bahasa jawa sedangkan dalam bahasa
Indonesia adalah nanti.
4. Jarene ndak nulis bu?
Page 90
90
Penjelasan dari “ jarene ndak nulis bu?” kalimat tersebut merupakan
ineterferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa
Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “
katanya tidak nulis bu?” kata jarene ndak merupakan bahasa jawa
sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah katanya tidak.
5. Bu besok saya mau liburan nang jogja
Penjelasan dari “ Bu besok saya mau liburan nang jogja” kalimat
tersebut merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua
bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat
tersebut seharusnya “Bu besok saya mau liburan di Jogja” kata nang
merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa indonesianya adalah di.
6. Bu saya sarapan sego goreng
Penjelasan dari kalimat “ Bu saya sarapan sego goreng” merupakan
inerferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa
indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu
saya sarapan nasi goreng” kata sego merupakan bahasa jawa
sedangkan bahasa indonesianya adalah nasi.
7. Bu ini patelot siapa?
Penjelasam dari kalimat “ Bu ini pathelot siapa?” merupakan
interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa
Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu ini
Page 91
91
pensil siapa?” kata pathelot merupakan bahasa jawa sedangkan
bahasa indonesianya adalah pensil.
8. Saya njileh penghapusnya.
Penjelasan dari kalimat “ Saya njileh penghapusnya”merupakan
interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa
indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ saya
pinjam penghapusnya” kata njileh merupakan bahasa jawa sedangkan
bahasa indonesianya adalah pinjam.
9. Tak kandakke kalau kamu nakal sama saya
Penjelasan dari kalimat “ Tak kandakke kalau kamu nakal sama saya”
merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara
bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya
“ saya adukan jika kamu nakal sama saya” kalimat tak kandakke
merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa indonesiannya adalah saya
adukan.
11. Bu saya meh nang kamar mandi
Penjelasan dari kalimat “ Bu saya meh nang kamar mandi”
merupakan kalimat interferensi dikarenakan adanya dua bahasa yaitu
bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya
“ Bu saya mau ke kamar mandi” kata meh nang merupakan bahasa
jawa sedangkan bahasa indonesiannya dalah mau ke.
Page 92
92
12. Bu iki pie tidak bisa dibuka
Penjelasan dari kalimat “ Bu iki pie tidak bisa dibuka” merupakan
interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu ini
bagai mana tidak bisa dibuka” kata iki pie merupakan bahasa jawa
sedangkan bahasa indonesianya adalah ini bagaimana.
13. Bu iki gambar apa?
Penjelasan dari kalimat “ Bu iki gambar apa?” merupakan
interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa
Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu ini
gambar apa?” kata iki merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa
indonesiannya adalah ini.
14. Bu, wildan nyontek
Penjelasan dari kalimat “ Bu, wildan nyontek” merupakan interferensi
bahasa dikarekan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu, wildan
mencontek” kata nyontek merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa
indonesiannya adalah mencontek.
15. Ditempel gowo lem to bu?
Penjelasan dari kalimat “ ditempel gowo lem to bu?” merupakan
interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa
Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya
Page 93
93
“ditempel pakai lem kan bu?” kata gowo lem to merupakan bahasa
jawa sedangkan bahasa indonesiannya adalah pakai lem kan
16. Bu, talinya pedot
Penjelasan dari kalimat “ Bu ,talinya pedot” merupakan interferensi
bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ Bu, talinya putus”
kata pedot merupakan bahasa jawa sedangkan bahasa indonesiannya
adalah putus.
17. Saya punya buku anyar
Penjelasan dari kalimat “saya punya buku anyar” merupakan
inerferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa
Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “ saya
punya buku baru” kata anyar merupakan bahasa jawa sedangkan
bahasa indonesiannya adalah baru.
18. Sesok ibu saya meh nukokke tas baru
Penjelasan dari kalimat “ sesok ibu saya meh nukokke tas baru”
merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara
bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharunya “
besok ibu saya akan membelikan tas baru” kata sesok meh nukokke
bahasa jawa sedangkan bahasa indonesiannya adalah besok ingin
membelikan.
Page 94
94
b. Interferensi morfologi berdasarkan unsur reduplikasi terdapat pada
nomor 10 dan 19. Berikut ini adalah beberapa bentuk interferensi
morfologi berdsarkan unsure reduplikasi:
10. Bu ini ngesuk-ngesuk tempat duduk saya
Penjelasan dari kalimat “ Bu ini ngesuk-ngesuk tempat duduk saya”
merupakan interferensi dikarenakan adanya dua bahasa antara bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “Bu ini
mendesak-ndesak tempat duduk saya” kata ngesuk-ngesuk merupakan
bentuk interferensi morfologi unsur reduplikasi karena adanya
interferensi kata ulang penuh yaitu terdapat pada kata ngesuk-ngesuk
bahasa jawa sedangkan bahasa indonesianya adalah mendesak.
19. Bu meja saya disurung-surung sama kafi
Penjelasan dari kalimat “ Bu meja saya disurung-surung sama kafi”
merupakan interferensi bahasa dikarenakan adanya dua bahasa antara
bahasa Indonesia dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya
“ Bu meja saya didorong-dorong sama kafi” kata disurung-surung
merupakan bentuk interferensi morfologi unsur reduplikasi karena
adanya interferensi kata ulang penuh yaitu terdapat pada kata
disurung-surung bahasa jawa sedangkan bahasa indonesiannya
adalag didorong-dorong.
Page 95
95
c. Interferensi morfologi berdasarkan unsure kopositum terdapat pada
nomor Berikut ini adalah beberapa bentuk interferensi morfologi
berdsarkan unsure kopositum:
21. Sok mben saya mau jadi dokter
Penjelasan dari kalimat ”sok mben saya mau jadi dokter” merupakan
inerferensi bahasa karena ada dua bahasa antara bahasa Indonesia
dan bahasa jawa. Pada kalimat tersebut seharusnya “besok lusa saya
mau jadi dokter” kata sok mben merupakan bahasa jawa sedangkan
bahasa indonesiannya adalah besok lusa. Kalimat tersebut
merupakan interferensi morfologi karena susunan kalimatnya bahasa
jawa.
B. Analisis penyebab terjadinya interferensi bahasa
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya mengenai
faktor penyebab interferensi bahasa Jawa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia antara lain:
1. Faktor kedwibahasaan
Faktor kedwibahasaan ini terjadi karena dalam proses pembelajaran
bahasa Indonesia guru terkadang menggunakan bahasa jawa. Sehingga
peserta didik mengalami kontak bahasa dalam berkomunikasi
2. Faktor kebiasaan
Faktor kebiasaan terjadi karena masih terbiasa penggunaan bahasa jawa
sebagai bahasa ibu. Dengan demikian peserta didik jadi lebih terbiasa
Page 96
96
menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-hari. Dan siswa lebih
menguasai bahasa jawa karena bahasa jawa sebagai bahasa ibu sejak ia
lahir hingga tumbuh besar yang dipahami siswa tersebut adalah bahasa
Jawa.
Page 97
97
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai interferensi bahasa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia kielas 1 semester 1 di MI Al Iman Senobayan
Kabupaten Magelang. Dapat disimpulkan bahwa interferensi yang terdapat dalam
penelitian ini adalah interferensi morfologi dengan unsur afiks,reduplikasi dan
kopositum.
2. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa Jawa dalam
pembelajaran bahasa Indonesia,yaitu: 1) faktor kedwibahasaan ini terjadi karena
dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia guru terkadang menggunakan
bahasa jawa. Sehingga peserta didik mengalami kontak bahasa dalam
berkomunikasi. 2) faktor kebiasaan siswa menggunakan bahasa Jawa dalam
berkomunikasi baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggalnya.
Page 98
98
B. Saran
Berdasarkan tindak lanjut dari penelitian ini, maka penulis memberikan
beberapa saran, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
Hendaknya kepala sekolah memberikan dukungan kepada guru dalam
mengajar dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan guru untuk mengajar,
baik media pembelajaran maupun pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan
keterampilan mengajar guru.
2. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi para pendidik untuk dapat
menerapkan tentang penggunaan bahasa dengan baik dan benar.
3. Bagi Siswa
Diharapkan siswa lebih menghargai guru dalam pembelajaran dan bekerja
sama baik dalam kelompok.
Page 99
99
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhayi dkk. 1995. Interferensi Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa.
Yogyakarta: Warta TVRI.
Muslich,Mansur. 2010. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi. Bumi Aksara.
Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa Departemen pendidikan dan
Kebudayaan. 1987. Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Pekalongan.
M.Ngalim Purwanto.1997.Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia disekolah
Dasar. Rosda laya putra.
J.S.Badudu.1979. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Rina.
Sugihastuti. Bahasa laporan Penelitian. Pustaka Pelajar.
Purwadi. 2008. Bahasa Jawa Krama Inggil. Hanan Pustaka.
Keraf,Gorys. 1990. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Soeparno. 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Tiara Wacana.
Nazri Syakur. Kognitivisme dalam Metodologi Pembelajaran. PT Pustaka Insan
Mandiri.
Iskandar Wassit. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Rosida.
Page 103
103
DAFTAR PERTAYAAN WAWANCARA
Daftar pertayaan wawancara dibagi menjadi dua versi yaitu: 1) Versi
pertayaan guru untuk siswa tentang penyebab siswa melakukan interferensi. 2) versi
pertayaan guru tentang penyebab terjadinya interferensi dalam pengantar
pembelajaran bahasa Indonesia. Adapun daftar pertayaan sebagai beriku:
A. Daftar pertayaan guru untuk siswa tentang penyebab terjadinya interferensi dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia.
6. Bahasa pertama apa yang dikuasai siswa kelas 1?
7. Berapa bahasa yang dikuasai siswa kelas 1?
8. Bahasa apa yan digunakan siswa kelas 1 ketika berkomunikasi di lingkungannya?
9. Bahasa apa yang anda gunakan siswa ketika berada di lingkungan sekolah?
10. Mengapa siswa kelas 1 lebih memilih menggunakan bahasa Jawa dalam
berkomunikasi?
B. Daftar pertayaan guru tentang penyebab terjadinya interferensi dalam pengantar
pembelajaran bahasa Indonesia.
6. Bahasa pertama apa yang dikuasai guru?
7. Berapa bahasa yang dikuasai guru?
8. Bahasa apa yan digunakan guru ketika berkomunikasi di lingkungannya?
9. Bahasa apa yang anda gunakan guru ketika berada di lingkungan sekolah?
Page 104
104
10. Mengapa guru lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa
dalam pengantar pembelajaran bahasa Indonesia?
Page 111
111
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Aida Nur Azizah
Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, 18 Desember 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dusun srawanan,Harjosari RT 05 RW 02, Kecamatan
Secang, Kabupaten Magelang.
Riwayat Pendidikan :
1. RA Madyocondro, lulus 2001
2. MI Ma’arif Harjosari Secang Magelang, lulus tahun
2007
3. SMP N 13 Kota Magelang, lulus tahun 2010
4. MAN 1 Kota Magelang, lulus tahun 2013
Riwayat Organisasi :
1. JQH IAIN Salatiga
2. RACANA IAIN Salatiga
3. FK-WAMA
Demikian riwayat hidup ini dibuat sebenar-benarnya.