Page 1
PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI NIRLABA DENGAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD
(Studi Kasus Pada Rumah Sakit Baptis Batu)
Yosua Eka Timesa
Made Sudarma, Prof., Dr., Ak., CPA.
Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang
Email: [email protected]
Abstract: Measurement of Non Profit Organization Performance with Balanced Scorecard
Approach (Case Study On Rumah Sakit Baptis Batu). The purpose of this study was to
measure the performance of Rumah Sakit Baptis Batu using the Balanced Scorecard approach.
This Study uses secondary data from the hospital in 2015-2017 and primary data from
distributing questionnaires to patients and employees. Balanced Scorecard approach uses four
perspective in the measurement, namely financial perspective, customer perspective, internal
business process perspective, and learning and growth perspective. The study concluded that
the performance of Rumah Sakit Baptis Batu were measured using the Balanced Scorecard
approach as a whole can be said to be “sufficient”. It can be shown from the analysis of each
perspective of the Balanced Scorecard.
Keyword: Performance Measurement, Balanced Scorecard, Non Profit Organization,
Financial Perspective, Customer Perspective, Internal Business Process Perspective, Learning
and Growth Perspective.
Abstrak: Pengukuran Kinerja Organisasi Nirlaba dengan Pendekatan Balanced
Scorecard (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Baptis Batu). Penelitian ini bertujuan untuk
mengukur kinerja Rumah Sakit Baptis Batu menggunakan pendekatan Balanced Scorecard.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari rumah sakit pada tahun 2015-2017 dan data
primer dari penyebaran kuesioner kepada pasien dan karyawan. Pendekatan Balanced
Scorecard menggunakan empat perspektif dalam pengukuran, yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan. Penelitian menyimpulkan bahwa kinerja Rumah Sakit Baptis Batu diukur
menggunakan Balanced Scorecard secara keseluruhan dapat dikatakan “cukup”. Hal ini dapat
dilihat dari analisis setiap perspektif Balanced Scorecard.
Kata Kunci: Pengukuran Kinerja, Balanced Scorecard, Organisasi Nirlaba, Perspektif
Keuangan, Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Bisnis Internal, Perspektif Pembelajaran
dan Pertumbuhan.
I. PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah bentuk organisasi
yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara menyeluruh.
Hal tersebut sesuai dengan yang keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
340/menkes/PER/III/2010. Sebagai
institusi yang menyediakan pelayanan
kesehatan, rumah sakit memiliki fungsi
yang perlu dipenuhi seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit
pasal 5, yaitu: rumah sakit melakukan
pelayanan pengobatan dan pemulihan
kesehatan, pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan, penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan sumber daya manusia, juga
sebagai tempat penelitian dan
Page 2
pengembangan ilmu dan teknologi bidang
kesehatan. Rumah sakit memiliki banyak
aktivitas yang dilakukan oleh petugas
berbagai jenis profesi, baik profesi medik
maupun profesi non-medik untuk
memenuhi tugas dan fungsinya. Dengan
tugas dan fungsi yang dilakukan oleh
berbagai pihak dalamnya, rumah sakit
memerlukan suatu alat penilaian kinerja
yang tepat untuk menentukan bahwa rumah
sakit telah dikelola secara efektif dan
efisien, mampu melayani segala lapisan
masyarakat dan berkualitas.
Kinerja merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan oleh suatu organisasi,
terutama dalam menghadapi persaingan
bisnis yang kompetitif. Oleh karena itu,
menurut Bititci (2000:4) perlu adanya
sistem penilaian kinerja yang baik, yaitu
sensitif terhadap perubahan lingkungan
internal dan eksternal, mampu menilai dan
kembali memprioritaskan tujuan organisasi
ketika terjadi perubahan di lingkungan
bisnis. Pengukuran kinerja harus meliputi
pengukuran dari perspektif keuangan dan
non keuangan, karena dengan pengukuran
kinerja yang seimbang antara keuangan dan
non keuangan dapat menghasilkan evaluasi
kinerja keseluruhan yang efektif. Dengan
kebutuhan yang muncul terhadap
pentingnya pengukuran kinerja pada suatu
organisasi dan untuk memperbaiki sistem
penilaian, maka diciptakan suatu metode
pendekatan yang mengukur kinerja
organisasi dengan mempertimbangkan
empat perspektif yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis internal, serta perspektif proses
pembelajaran dan pertumbuhan
(Mutasowifin, 2002:245).
Balanced Scorecard adalah metode
yang digunakan untuk mengukur kinerja
berdasarkan ukuran keuangan untuk
mengetahui hasil tindakan masa lalu, dan
juga berdasarkan ukuran non keuangan
untuk menentukan kinerja organisasi di
masa mendatang. Metode Balanced
Scorecard akan mempermudah manajer
dalam suatu organisasi supaya mampu
menyusun sistem manajemen yang sesuai
dengan lingkungan usahanya. Balanced
Scorecard merupakan alat inovatif yang
digunakan untuk menerjemahkan visi ke
dalam sasaran-sasaran strategis (Vesty,
2004:1), pertama kali metode ini
dikembangkan oleh Kaplan dan Norton
(1992:79) untuk menyeimbangkan
pengukuran antara ukuran keuangan dan
non keuangan secara umum dalam suatu
organisasi.
Balanced Scorecard pada awalnya
dirancang untuk organisasi yang
berorientasi pada laba, namun karena ada
perkembangan dalam dunia usaha yang
menuntut bahwa diperlukan penilaian
kinerja pada organisasi nirlaba, maka
diterapkanlah konsep Balanced Scorecard
pada organisasi nirlaba. Terdapat
perbedaan signifikan terhadap penggunaan
metode ini pada organisasi laba dan
organisasi nirlaba, diantaranya: pada
organisasi laba lebih menekankan pada
perspektif keuangan sebagai pengukur
kinerjanya, sedangkan pada organisasi
nirlaba perspektif pelanggan menjadi yang
utama dibandingkan perspektif yang lain.
Selain itu, perspektif keuangan pada
organisasi laba diartikan sebagai
keuntungan yang didapat, sedangkan pada
organisasi nirlaba perspektif keuangan
diartikan sebagai pertanggungjawaban
keuangan kepada sumber dana terhadap
penggunaan dana yang efektif dan efisien
dalam rangka melayani kebutuhan
masyarakat. Balanced Scorecard dinilai
cocok untuk diterapkan pada organisasi
nirlaba seperti rumah sakit, karena
Balanced Scorecard tidak hanya
menekankan pada satu perspektif saja.
Rumah Sakit Baptis Batu merupakan
organisasi sektor publik yang berdiri
dibawah Yayasan Rumah sakit Baptis
Indonesia. Rumah Sakit Baptis Batu saat ini
menjadi rumah sakit rujukan pelayanan
kesehatan di daerah sekitar kota Malang
dan Batu. Selain menghadapi permasalahan
internal yang ada, Rumah Sakit Baptis Batu
juga diperhadapkan dengan kondisi
lingkungan usaha dari berbagai faktor
peluang dan tantangan yang selalu
Page 3
berkembang secara dinamis. Oleh karena
itu, untuk dapat menjadikan Rumah Sakit
Baptis Batu sebagai rumah sakit yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang
prima dan selalu menjadi rumah sakit
rujukan utama oleh masyarakat sekitar,
perlu adanya analisis kinerja guna
mengukur tingkat keberhasilan manajemen
dalam mengelola rumah sakit secara efektif
dan efisien serta mampu melayani segala
lapisan masyarakat dalam menyediakan
pelayanan yang berkualitas. Kepercayaan
masyarakat sangat diperlukan, mengingat
masyarakat merupakan pengguna jasa.
Diharapkan dengan peningkatan
kepercayaan dari masyarakat akan
memiliki dampak positif terhadap rumah
sakit.
Melihat fenomena tersebut, maka
diperlukan alternatif dengan menggunakan
Balanced Scorecard sebagai alat untuk
mengukur kinerja Rumah Sakit Baptis Batu
yang komprehensif, akurat dan terukur
karena tidak menitikberatkan pada
perspektif keuangan saja, namun dengan
empat perspektif yang terdapat dalam
Balanced Scorecard yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
bisnis internal dan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan berdasarkan visi dan misi
yang telah ditetapkan dalam rangka
mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan
latar belakang dan uraian diatas maka
dalam penelitian ini mengambil judul
“PENGUKURAN KINERJA
ORGANISASI NIRLABA DENGAN
PENDEKATAN BALANCED
SCORECARD (Studi Kasus pada Rumah
Sakit Baptis Batu)”.
I. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Organisasi Nirlaba
Menurut Widodo dan Kustiawan
(2001:3) organisasi nirlaba adalah suatu
institusi yang menjalankan operasinya tidak
berorientasi mencari laba, namun bukan
berarti bahwa organisasi tersebut tidak
diperbolehkan menghasilkan keuntungan
dalam kegiatan operasionalnya, melainkan
dalam penggunaan manfaat dari
keuntungan tidak dialokasikan kepada
manajemen namun digunakan kembali
untuk mendukung kegiatan operasional
utama. Organisasi nirlaba adalah suatu
organisasi yang bertujuan pokok untuk
mencapai tujuan tertentu tanpa ada
perhatian terhadap hal-hal yang bersifat
mencari laba.
2.2 Definisi Kinerja
Bastian (2006:274) mendefinisikan
kinerja adalah gambaran pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program
atau kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi.
Kinerja merupakan suatu pencapaian atas
suatu program, kebijaksanaan atau kegiatan
dalam rangka mencapai visi dan misi
organisasi, serta dapat disebut sebagai hasil
evaluasi dari setiap kegiatan yang telah
dilakukan oleh suatu organisasi
sebelumnya.
2.2.1 Pengertian Pengukuran
Kinerja
Sedangkan Yuwono (2007:23)
mendefinisikan bahwa pengukuran
kinerja adalah tindakan pengukuran
yang dilakukan terhadap berbagai
aktivitas dalam rantai nilai yang ada
pada perusahaan. Hasil dari
pengukuran yang sudah dilakukan
nantinya akan digunakan sebagai
umpan balik untuk memberi informasi
tentang prestasi pelaksanaan suatu
rencana dan titik dimana organisasi
memerlukan penyesuain atas aktivitas
perencanaan dan pengendalian.
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Organisasi Nirlaba
Mahmudi (2007:12) mengatakan
bahwa masyarakat akan menilai
kesuksesan organisasi sektor publik
melalui kemampuan organisasi dalam
memberikan pelayanan publik yang
relatif murah dan berkualitas. Hal ini
menunjukkan bahwa perspektif
pelanggan menjadi hal utama dalam
pengukuran kinerjanya, dan perspektif
keuangan menjadi hal yang perlu
Page 4
dipertanggungjawabkan kepada
sumber dana.
2.2.3 Pengukuran Kinerja Rumah
Sakit
Kinerja Rumah Sakit berdasarkan
standar pengukuran jasa pelayanan
kesehatan nasional (Depkes, 2005:70)
dinilai dari: BOR (Bed Occupancy
Rate), menunjukan pesentase tempat
tidur yang dihuni dengan tempat tidur
yang tersedia. BTO (Bed Turn Over
Rate), menunjukkan perbandingan
jumlah pasian keluar dengan rata-rata
tempat tidur yang terpakai. TOI (Turn
Over Interval), menunjukkan waktu
rata-rata luang tempat tidur. ALOS
(Average Lengthof Stay),
menunjukkan rata-rata lamanya
seorang pasien dirawat. GDR (Gross
Death Rate), digunakan untuk
mengetahui rata-rata kematian untuk
tiap-tiap 1000 pasien keluar. NDR (Net
Death Rate), digunakan untuk
mengetahui rata-rata angka kematian
lebih dari 48 jam setelah dirawat untuk
tiap-tiap 1000 pasien keluar.
2.2.4 Tujuan Pengukuran Kinerja Memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan
mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan agar membuahkan hasil
yang diinginkan adalah tujuan pokok
dilakukannya pengukuran kinerja.
Pengukuran kinerja akan diukur secara
berkelanjutan yang nantinya dapat
memberikan umpan balik pada
organisasi, supaya perbaikan kinerja
dapat terus dilakukan hingga
tercapainya target yang diinginkan
pada masa mendatang.
2.2.5 Manfaat Pengukuran Kinerja
Bastian (2006:275) menjelaskan
bahwa banyak manfaat yang didapat
dari hasil pengukuran kinerja. Untuk
memastikan pemahaman para
pelaksana dan memastikan tercapainya
skema kerja yang disepakati adalah
salah satu manfaat yang dapat
diperoleh dari pengukuran kinerja yang
baik.
2.3 Pengukuran Kinerja dengan
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard adalah metode yang
digunakan untuk menerjemahkan visi dan
misi perusahaan kedalam tujuan-tujuan dari
pengukuran-pengukuran yang dilihat dari
empat perspektif serta menerjemahkan visi
unit bisnis dan misinya kedalam tujuan dan
pengukuran yang berwujud.
2.4 Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan suatu
sistem pengukuran kinerja organisasi
dengan menggunakan ukuran-ukuran
tertentu. ukuran tersebut merupakan
penjabaran dari visi dan misi organisasi
yang terbagi dalam empat perspektif yaitu
perspektif pelanggan, perspektif keuangan,
perspektif proses bisnis dan internal dan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced Scorecard melengkapi
seperangkat ukuran finansial kinerja masa
lalu dengan ukuran pendorong kinerja masa
depan (Kaplan dan Norton, 1996:53).
2.4.1 Karakteristik Balanced
Scorecard
Kaplan dan Norton (2001:160)
menyebutkan bahwa Balanced
Scorecard merupakan sistem
manajemen untuk
mengimplementasikan strategi,
mengukur kinerja tidak hanya
didasarkan pada aspek keuangan saja,
namun juga memperhatikan aspek non
keuangan untuk mengomunikasikan
visi, strategi, dan kinerja yang
diharapkan. Dengan kata lain,
pengukuran kinerja dengan Balanced
Scorecard tidak semata-mata hanya
untuk kepentingan jangka pendek saja,
melainkan juga untuk jangka panjang.
Sehingga suatu organisasi menggunakan
hasil pengukuran kinerja dengan metode
Balanced Scorecard untuk menghasilkan
berbagai proses manajemen penting.
2.4.2 Perspektif dalam Balanced
Scorecard
Balanced Scorecard menggunakan
empat perspektif yang berbeda sebagai
Page 5
alat pengukuran kinerjanya. Meskipun
berbeda tetapi keempat perspektif ini
memiliki tujuan yang sama, yaitu
mencapai sasaran strategi yang sudah
direncanakan oleh organsiasai. Keempat
perspektif ini saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya untuk
meningkatkan kinerja organisasi.
a. Perpektif Pelanggan
Menurut Kaplan dan Norton
(1996:58) pelanggan adalah
perusahaan dan segmen pasar yang
akan dituju, sedangkan segmen pasar
merupakan sumber yang akan
menjadi komponen penghasilan
tujuan finansial perusahaan.
b. Perspektif Keuangan
Balanced Scorecard menunjukkan
adanya metode pengukuran kinerja
yang menggabungkan antara
pengukuran secara keuangan dan non
keuangan (Kaplan dan Norton,
1996:53).
c. Proses Bisnis Internal
Yuwono (2007:36) mengatakan
bahwa “Balanced Scorecard dalam
perspektif proses bisnis internal
memungkinkan manajer untuk
mengetahui seberapa baik bisnis
mereka berjalan dan apakah produk
atau jasa mereka sesuai dengan
spesifikasi pelanggan”. Dengan kata
lain proses bisnis internal perlu
diidentifikasi dengan baik oleh
manajemen, karena dalam hal ini
terdapat nilai-nilai yang diinginkan
oleh pelanggan.
d. Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Mahmudi (2007:146) mengatakan
bahwa perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan difokuskan untuk
menjawab pertanyaan bagaimana
organisasi terus melakukan perbaikan
dan menambah nilai bagi pelanggan.
2.4.3 Balanced Scorecard pada
Organisasi Nirlaba
Balanced Scorecard dapat
diterapkan untuk organisasi nirlaba
seperti Rumah Sakit. Penyesuaian perlu
dilakukan bila menggunakan Balanced
Scorecard untuk mengukur kinerja
organisasi nirlaba. Dikarenakan
organisasi nirlaba merupakan sistem
pelayanan kepada masyarakat. Gasperz
(2006:207) menjelaskan bahwa
organisasi nirlaba memerlukan beberapa
penyesuaian sebagai berikut:
1. Fokus utama dalam organiasi nirlaba
adalah pelanggan.
2. Tujuan utama dari organisasi nirlaba
bukanlah memaksimalkan hasil
finansial, melainkan keseimbangan
pertanggungjawaban finansial
terhadap pelayanan kepada
pelanggan dan kelompok yang
berkepentingan sesuai dengan visi
dan misi yang dimiliki suatu
organisasi.
3. Mendefinisikan ukuran dan sasaran
dalam perspektif pelanggan
membutuhkan perhatian yang baik,
hal ini sebagai konsekuensi atas peran
yang dimiliki oleh organisasi nirlaba
dan membutuhkan definisi yang jelas
dan strategis.
2.4.4 Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan yang dimiliki oleh
balanced scorecard adalah mampu
menghasilkan rencana strategis yang
memiliki karakteristik sebagai berikut
(mulyadi, 2001:11); komprehensif,
balanced scorecard memperluas
perspektif yang dilingkupi oleh
perencanaan strategis. Koheren,
balanced scorecard mewajibkan adanya
hubungan sebab akibat (casual
relationship). Berimbang, keseimbangan
sasaran strategis yag dihasilkan oleh
sistem perencanaan strategis. Terukur,
keterukuran sasaran yang dihasilkan
oleh sistem perencanaan strategis.
2.4.5 Manfaat Balanced Scorecard
Penerapan Balanced Scorecard
memberikan berbagai manfaat kepada
suatu organisasi. Menurut Yuwono
(2007:34) terdapat berbagai manfaat
yang dapat diberikan kepada manajemen
dalam melaksanakan operasional
organisasinya, yaitu:
Page 6
a. Merangkum berbagai keunggulan
daya saing dalam agenda organisasi,
orientasi pelanggan, perbaikan
kualitas, kerjasama tim, pengurangan
pelontaran produk baru dan
pengelolaannya dalam perspektif
jangka panjang untuk menjadi satu
laporan manajemen.
b. Mendorong para manajemen untuk
memperhatikan semua tolok ukur
operasional yang terkait.
c. Membantu organisasi untuk
menyelaraskan tujuan dengan strategi
yang diterapkan.
d. Menerjemahkan dan
mengimplementasikan strategi ke
dalam sistem manajemen secara
komprehensif dan koheren yang
dapat dipantau perkembangan
maupun dinamikanya secara
berkelanjutan.
2.5 Pengertian Rumah Sakit
Menurut World Health Organization
(WHO:1957), Rumah Sakit merupakan
suatu bagian yang terintegrasi dari
organisasi dan medis, berfungsi
memberikan pelayanan kesehatan lengkap
kepada masyarakat baik kuratif maupun
rehabilitatif, dimana output pelayanannya
menjangkau pelayanan lingkungan dan
keluarga. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009
tentang fungsi Rumah Sakit,
mendefinisikan Rumah Sakit sebagai
institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
2.6 Tinjauan Penetian Terdahulu
Penelitian terdahulu diperlukan
digunakan untuk menjustifikasikan
pentingnya suatu penelitian yang diteliti,
dan sebagai dialog berkelanjutan dengan
penelitian yang relevan (Creswell,
2017:154). Penelitian yang dilakukan oleh
Shofiyatul (2013) dengan judul penelitian
Pengukuran Kinerja Rumah Sakit dengan
Balanced Scorecard (Studi Kasus pada
Rumah Sakit Umum Daerah Ngudi Waluyo
Wlingi). Penelitian ini menggunakan data
historis rumah sakit yang terdapat pada
laporan tahunan yakni tahun 2010 sampai
tahun 2012, dan data kuesioner kepuasan
pelanggan dan kepuasan karyawan rumah
sakit. Hasil penelitian yang didapatkan
yakni Balanced Scorecard dapat diterapkan
di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, dengan
hasil pengukuran kinerja dapat dikatakan
“cukup”. Perspektif Bisnis Internal masih
memiliki kekurangan dengan adanya
beberapa indikator pelayanan yang masih
belum ideal.
II. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menerapkan
pendekatan metode campuran (mixed
mehod), yaitu suatu langkah penelitian
dengan menggabungkan dua bentuk
pendekatan dalam penelitian, yaitu
kualitatif dan kuantitatif. Penelitian
campuran merupakan pendekatan
penelitian yang mengkombinasikan antara
penelitian kualitatif dengan penelitian
kuantitatif (Creswell, 2014:5). Penelitian
ini menggunakan rancangan campuran
transformatif (transformative mixed
method), yaitu rancangan yang
menggabungkan elemen-elemen
pendekatan konvergen, sekuensial
eksplanatori, atau pendekatan sekuensial
eksploratori (Creswell, 2014:304).
Perspektif pelanggan dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran akan
menggunakan dua pendekatan yaitu,
sekuensial eksplanatori dan sekuensial
eksploratori. Perspektif keuangan dan
perspektif Proses Bisnis Internal akan
menggunakan pendekatan sekuensial
eksploratori.
Data kualitatif dan kuantitatif akan
dijelaskan secara deskriptif, yaitu dengan
cara menggambarkan karakteristik variabel
yang ada. Hal ini dipilih dengan tujuan
untuk dapat memberikan gambaran
terhadap suatu fenomena yang terjadi
dalam suatu organisasi.
Page 7
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi menurut Riduwan (2014:8)
merupakan objek atau subjek yang berada
pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-
syarat tertentu berkaitan dengan masalah
penelitian. Jenis populasi dalam penelitian
ini adalah populasi terbata yaitu populasi
yang memiliki sumber data yang jelas
batasnya secara kuantitatif sehingga dapat
dihitung jumlahnya (Riduwan 2014:8).
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
dan karyawan RS Baptis Batu. Hal ini
dipilih untuk dapat memperoleh gambaran
yang valid dalam mengukur kinerja
perusahaan melalui perspektif pelanggan
dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan. Pengukuran kinerja melalui
perspektif pelanggan serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan dilakukan
melalui penyebaran kuesioner.
Peneliti dalam penelitian ini mengambil
sampel menggunakan teknik probabilitas
untuk memberikan peluang yang sama pada
setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel, dengan metode
pengambilan sampel secara acak sederhana
(simple random sampling) yaitu
pengambilan sampel secara acak. Metode
simple random sampling dipilih lantaran
anggota populasi yang sudah dianggap
homogen atau sejenis (Riduwan, 2014:12).
Dalam menentukan jumlah sampel
digunakan rumus Slovin (Nursiyono,
2015:152) dikarenakan jumlah populasi
telah diketahui.
III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
3.1 Pengukuran Kinerja dengan
Balanced Scorecard
RS Baptis Batu adalah organisasi nirlaba
yang memberikan pelayanan dalam bentuk
pelayanan medik bagi masyarakat. Banyak
fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan RS
Baptis Batu kepada masyarakat terutama
sekitar batu dan Malang Raya.
Kelangsungan operasi rumah sakit sangat
dipengaruhi oleh tingkat kepuasan dari para
pelanggannya. Bukan hanya dalam bidang
mutu pelayanan melainkan RS Baptis Batu
berada pada posisi yang strategis dengan
kondisi lingkungan kampus yang asri, yang
menjadi salah satu faktor penting RS Baptis
Batu memberikan mutu dan pelayanan yang
terbaik demi tercapainya kepuasan para
pelanggan merupakan hal mutlak yang
harus dicapai oleh RS Baptis Batu untuk
dapat bersaing dengan organisasi kesehatan
lainnya.
3.2 Perspektif Pelanggan
a. Kepuasan Pelanggan
Dari hasil penyebaran kuesioner
kepada pasien rawat inap dan rawat jalan
RS Baptis Batu, diperoleh hasil indeks
kepuasan sebesar 13894, indeks tersebut
berada pada interval 12158-14129. Hasil
ini menunjukkan bahwa pasien di RS
Baptis Batu dapat dikategorikan puas
terhadap pelayanan RS Baptis Batu.
untuk dapat melihat kepuasan pasien
scara rinci, peneliti menjabarkan
kepuasan pasien sesuai atribut yang
terdapat pada instrumen kepuasan pasien
yang terdiri dari tangible (nyata),
emphaty (empati), reliability
(keandalan), responsiveness
(ketanggapan), dan assurance (jaminan).
b. Retensi Pasien
Indikator ini bertujuan untuk
mengukur tingkat kemampuan RS
Baptis Batu dalam menjaga hubungan
dan mempertahankan pasien. Tingkat
retensi pasien RS Baptis Batu selalu
meningkat dari tahun ke tahun. pada
tahun 2015 sebesar 86,79%, lalu tahun
2016 meningkat sebesar 2,22% menjadi
86,79%, dan pada tahun 2017 meningkat
sebesar 5,61% menjadi 92,40%. Hal ini
menunjukkan bahwa RS Baptis sudah
berhasil dalam upaya mempertahankan
pasien lama dari tahun ke tahun.
c. Akuisisi Pasien
Indikator akuisisi pasien bertujuan
untuk mengukur tingkat kemampuan RS
Baptis Batu untuk menarik pelanggan
atau pasien baru. Pada tahun 2015
berhasil mengakuisisi pelanggan sebesar
8,32% dengan total pasien sebanyak
Page 8
38.419 pasien. Namun pada tahun 2016
mengalami penuruan sebesar 1,1%
menjadi 7,22% dengan total pasien yang
meningkat menjadi 41.351 pasien. Pada
tahun 2017 mengalami penuruan
kembali sebesar 2.62% menjadi 4,60%
dengan total pasien meningkat menjadi
66.685 pasien. Hal ini menunjukkan
bahwa ada tren yang buruk dari tahun ke
tahun pada akuisi pelanggan RS Baptis
Batu. Karena dengan terus menurunnya
persentase akuisisi pelanggan ini, maka
mengindikasikan adanya hal yang
kurang baik yang ada di rumah sakit.
Misalnya, terkait dengan pelayanan
yang buruk, biaya yang mahal, atau
beberapa faktor lain yang memengaruhi
pelanggan. Untuk meningkatkan rasio
akuisisi pelanggan RS Baptis Batu perlu
untuk meningkatkan pelayanan dan
lebih berorientasi pada pengembangan
yang mampu meningkatkan persentase
akuisi pelanggan di tahun selanjutnya.
3.3 Perspektif Keuangan
Keuangan merupakan suatu komponen
yang paling penting dalam sebuah
perusahaan. Dalam perspektif ini, kinerja
keuangan tetap digunakan untuk mengukur
apakah dalam strategi organisasi,
implementasi strategi hingga pelaksanaan
akan membawa dampak positif bagi
organisasi.
3.3.1 Rasio Efektivitas
Rasio Efektivitas yaitu rasio yang
menggambarkan berhasil atau tidaknya
institusi dalam mencapai target
pendapatannya.
Tabel 4.1
Rasio Efektivitas RS Baptis Batu
Tahun Anggaran
(Pendapatan)
Realisasi Anggaran
(Pendapatan)
Rasio
Efektivitas Keterangan
2015 Rp. 45.099.561.022 Rp. 44.898.626.133 99,6% Cukup
Efektif
2016 Rp. 53.788.955.444 Rp. 49.823.126.566 92,6% Cukup
Efektif
2017 Rp. 57.705.362.541 Rp. 55.093.605.367 95,5% Cukup
Efektif
Sumber: Data sekunder diolah
Apabila mengamati gambar dan
tabel diatas, perolehan pendapatan RS
Baptis Batu selalu meningkat dari tahun
ke tahun meskipun tidak pernah
mencapai target anggaran yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Rasio
efektivitas RS Baptis Batu selama tahun
2015-2017 mengalami fluktuasi, pada
tahun 2015 Rasio Efektivitas berada
pada persentase 99,6%, namun pada
tahun 2016 mengalami penurunan
menjadi sebesar 92,6%, dan pada tahun
2017 mengalami peningkatan kembali
menjadi 95,5%. Untuk kinerja keuangan
RS Baptis Batu terutama pada rasio
efektivitas terbilang sudah cukup efektif,
dikarenakan antara hasil realisasi
pendapatan dan anggaran yang
ditetapkan tidak terjadi selisih yang jauh.
Meskipun mengalami penurunan di
tahun 2016, namun masih tetap
dikatakan efektif karena rasio efektivitas
tetap berada di atas 90%.
Dari rasio ini dapat menunjukkan
bahwa kinerja rasio efektivitas RS
Baptis Batu sudah cukup dalam
mencapai tujuannya. Tetapi perlu dicatat
bahwa efektivitas ini tidak menyatakan
tentang seberapa besar biaya yang telah
dikeluarkan, namun hanya pendapatan
yang berhasil diperoleh.
4.3.2 Rasio Ekonomi
Rasio ekonomi adalah rasio yang
menggambarkan kehematan dalam
penggunaan anggaran yang mencakup
Page 9
pengelolaan secara hati-hati atau hemat
dan tidak ada pemborosan.
Tabel 4.2
Rasio Ekonomis RS Baptis Batu
Tahun Anggaran
(Beban)
Realisasi Anggaran
(Beban)
Rasio
Ekonomis Keterangan
2015 Rp. 43.707.745.505 Rp. 44.691.005.837 97,79% Cukup
Ekonomis
2016 Rp. 53.433.301.190 Rp. 49.350.971.415 108,27% Ekonomis
2017 Rp. 56.412.393.820 Rp. 54.460.905.465 103,58% Ekonomis
Sumber: Data Sekunder diolah, 2018
Pengeluaran yang ada di RS Baptis
Batu pada umumnya digunakan untuk
belanja pegawai, belanja barang dan
belanja modal. Salah satu cara untuk
mengetahu rasio ekonomis adalah
dengan membandingkan apakah beban
yang telah direalisasi lebih besar dari
jumlah yang telah dianggarkan oleh RS
Baptis Batu sebelumnya. RS Baptis Batu
pernah mencapai pengeluaran melebihi
anggaran yang ditetapkan pada tahun
2015 yaitu dengan rasio sebesar 97,79%.
Namun pada tahun-tahun berikutnya RS
Baptis Batu mulai berbenah diri. Hal ini
dibuktikan dengan persentase Rasio
ekonomis yang mulai stabil berada pada
persentase lebih dari 100%. Pada tahun
2016 rasio ekonomis RS baptis Batu
berhasil mencapai 108,27%. Meskipun
pada tahun 2017 mengalami kenaikan
kembali menjadi 103,58%, namun hal
ini masih dapat dikatakan ekonomis
dikarenakan tidak melebihi anggaran
yang ditetapkan sebelumnya.
Jika dilihat dari data diatas, RS
Baptis perlu memfokuskan diri kembali
dalam penyusunan anggaran dan kontrol
pengendalian terhadap pengeluaran RS
Baptis Batu agar tidak terulang kembali
realisasi beban yang melebihi anggaran
yang telah ditetapkan sebelumnya
seperti pada tahun 2015. Namun secara
keseluruhan RS Baptis Batu
menujukkan kinerja keuangan yang
baik.
4.3.3 Rasio Efisiensi
Rasio efisiensi adalah rasio yang
menggambarkan perbandingan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan dengan
realisasi pendapatan yang diterima.
Tabel 4.3
Rasio Efisiensi RS Baptis Batu
Tahun Realisasi Anggaran
(Pendapatan)
Biaya Untuk
Memperoleh
Pendapatan
Rasio
Efisiensi Keterangan
2015 Rp. 44.898.626.133 Rp. 37.260.522.277 83% Efisien
2016 Rp. 49.823.126.566 Rp. 40.899.234.934 82,1% Efisien
2017 Rp. 55.093.605.367 Rp. 42.882.127.107 77,8% Efisien
Sumber: Data Sekunder diolah, 2018
Seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh pendapatan pada RS
Baptis Batu ini seluruhnya terdapat pada
bidang pelayanan dan penunjang. Jika
melihat gambar dan tabel diatas
menunjukkan bahwa RS Baptis Batu
sudah baik dalam mengelola
pengeluaran untuk memperoleh
pendapatan. Hal ini dapat dilihat bahwa
dari tahun ke tahun persentase Rasio
Page 10
Efisiensi selalu menurun, pada tahun
2015 persentase berada pada angka 83%,
pada tahun 2016 turun 0,9% menjadi
82,1%, dan pada tahun 2017 turun secara
signifikan sebesar 4,3% sehingga
menjadi 77,8%. Dengan menurunnya
biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan dengan selalu
menaiknya pendapatan dari tahun ke
tahun menunjukkan bahwa RS baptis
Batu telah fokus dan baik dalam kinerja
keuangannya terutama dalam
efisiensinya. Pengeluaran perlu tetap
dijaga supaya tidak melebihi pendapatan
yang diperoleh, sehingga kinerja
perspektif keuangan yang diukur melalui
rasio efisiensi dapat dikatakan
menunjukkan hasil yang baik atau
efisien.
3.4 Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif ini dapat dilihat
apakah RS Baptis Batu telah melakukan
kinerja secara efisien dan efektif. Kaplan
dan Norton (1996) pengukuran kinerja pada
perspektif proses bisnis internal
berpedoman kepada proses inovasi dan
proses operasi. Dalam proses inovasi,
organisasi menggali pemahaman tentang
kebutuhan pelanggan masa kini dan masa
mendatang serta mengembangkan solusi
baru untuk pelanggan.
4.4.1 Proses Inovasi
Rumah sakit semakin bertambah banyak
di setiap daerah, karena itu rumah sakit
dituntut untuk membuka dan
mengembangkan jasa baru yang dapat
diberikan kepada masyarakat. Hal ini
dilakukan dengan tujuan menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dan
menarik pelanggan itu sendiri. Dengan
adanya inovasi pada rumah sakit, maka
semakin besar peluang rumah sakit untuk
mendapat pasien yang lebih besar.
Tabel 4.4
Jumlah Inovasi Pelayanan Kesehatan RS Baptis Batu
Tahun Penambahan jenis pelayanan Jumlah pelayanan Persentase
2015 - 28 0%
2016 - 28 0%
2017 - 28 0%
Sumber: RS Baptis Batu, 2018
Dilihat dari tabel diatas, proses inovasi
di RS Baptis Batu memang belum terjadi
peningkatan selama 3 tahun dari tahun 2015
hingga tahun 2017. Selama 3 tahun
persentase inovasi sebesar 0%. Meskipun
tidak adanya penambahan jumlah
pelayanan di RS Baptis Batu, namun
manajemen sudah baik dalam
mempertahankan jumlah pelayanan yang
ada. Hal yang perlu diperhatikan bahwa
komitmen rumah sakit dalam
mengembangkan pelayanan perlu
ditingkatkan. Diharapkan proses inovasi
dapat kembali difokuskan oleh manajemen
rumah sakit untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik kepada masyarakat.
4.4.2 Proses Operasi
4.4.2.1 Kunjungan Rawat Jalan
Perhitungan pada indikator ini
digunakan unuk mengetahui beban kinerja
RS Baptis Batu perhari. Selain mengetahui
beban perhari, indikator rata-rata
kunjungan rawat jalan ini juga dapat
mengetahui seberapa besar tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap RS
Baptis Batu. Berikut adalah jumlah rata-
rata kunjungan rawat jalan RS Baptis Batu:
Page 11
Tabel 4.5
Rata-rata Kunjungan Rawat Jalan RS Baptis Batu
Keterangan TAHUN
2015 2016 2017
Jumlah Kunjungan Rawat Jalan per Tahun 36541 39792 64683
Jumlah Hari dalam 1 periode 365 365 365
Rata-rata Kunjungan per Hari 100 109 177
Sumber: Data Sekunder diolah, 2018
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
bahwa selalu ada peningkatan yang baik
dari tahun ke tahun. pada tahun 2015 rata-
rata kunjungan rawat jalan sebesar 100
pasien, pada tahun 2016 naik menjadi 109
pasien, dan pada tahun 2017 mengalami
peningkatan yang signifikan menjadi 177
pasien. Dari data di atas menunjukkan
bahwa citra RS Baptis Batu di masyarakat
sudah baik, hal ini ditunjukkan dari selalu
meningkatnya jumlah rata-rata kunjungan
rawat jalan.
4.4.2.2 Kunjungan Rawat Inap
Tabel 4.6
Indikator Rawat Inap RS Baptis Batu Indikator Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Keterangan
BOR 43,41% 48,50% 33,79% Kurang
ALOS 2,85 Hari 2,93 Hari 2,73 Hari Kurang
TOI 3,82 Hari 3,15 Hari 5,50 Hari Kurang
BTO 54,08 Kali 59,66 Kali 43,91 Kali Kurang
GDR 10,72 Orang 4,36 Orang 5,95 Orang Baik
NDR 37,3 Orang 20,11 Orang 20,56 Orang Baik
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
a. BOR (Bed Occupancy Rate)
Menurut Depkes RI (2011:44),
BOR adalah persentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
Indikator ini memberikan gambaran
tentang tingkat penggunaan dan
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai ideal untuk BOR adalah 60%-
85%. Dari data di atas, dapat dilihat
bahwa rasio untuk BOR RS Baptis
menunjukkan belum mencapai nilai
ideal seperti standar yang ditetapkan
sebesar 60%-85%. Nilai BOR dari
tahun ke tahun tingkat persentase
mengalami fluktuasi. Penuruan
persentase terbesar terjadi pada tahun
2017 yaitu sebesar 14,71% sehingga
menjadikan persentase BOR pada tahun
2017 sebesar 33,79%. Namun
penurunan ini terjadi dikarenakan pada
tahun 2017 RS Baptis Batu melakukan
penambahan tempat tidur yang
sebelumnya sejumlah 100 TT menjadi
134 TT. Dari nilai BOR diatas jika
mengacu pada nilai ideal yang
ditetapkan RS Baptis Batu dinilai
kurang.
b. ALOS (Average Length of Stay)
Menurut Depkes RI (2011:44),
ALOS adalah rata-rata lama dirawat
seorang pasien. Indikator ini
menunjukkan tingkat ekonomi rumah
sakit. Nilai ideal ALOS pada rumah
sakit yang ditetapkan oleh Depkes RI
adalah 6-9hari. Berdasarkan tabel di
atas menunjukkan nilai yang belum
mencapai niali ideal. Hal ini dapat
dilihat dari nilai ALOS RS Baptis Batu
Page 12
sebesar selama 3 periode yang belum
sesuai standar yang ditetapkan yaitu
sebesar 6-9 hari. Tahun 2015 dengan
nilai 2,85 hari, pada tahun tahun 2016
dengan nilai 2,93 hari, dan pada tahun
2017 dengan nilai 2,73 hari. Ada
beberapa faktor yang memengaruhi
rendahnya nilai ALOS RS Baptis Batu,
yaitu: kondisi pasien sudah membaik
atau pulih sebelum 6 hari, pasien pulang
paksa atas kehendak sendiri atau
keluarga untuk dirawat di rumah.
Namun bila melihat dari standar yang
ditetapkan Depkes RI nilai ALOS RS
Baptis Batu masih belum dalam
keadaan baik dan dinilai kurang.
c. TOI (Turn Over Internal)
TOI menurut Depkes RI (2011:45)
adalah rata-rata lama tempat tidur tidak
ditempati setelah diisi terakhir kali.
Indikator ini menujukkan tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Nilai
ideal yang ditetapkan Depkes RI untuk
TOI adalah 1-3 hari. Dari hasil data di
atas dapat dilihat bahwa nilai TOI RS
Baptis Batu mengalami nilai yang
fluktuatif. Nilai TOI RS Baptis Batu
belum pernah menyentuh nilai ideal
yang ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan RI. Namun jika dilihat nilai
pada tahun 2017 sempat menyentuh
nilai dengan angka 5,5 Hari. Hal ini
disebabkan karena pihak RS Baptis
Batu melakukan penambahan tempat
tidur pada tahun 2017 yang sebelumnya
berjumlah 100 TT pada tahun 2016
menjadi 134 TT pada tahun 2017. Diliat
dari nilai TOI RS Baptis Batu di atas,
maka dapat dinyatakan kurang.
d. BTO (Bed Turn Over)
BTO menurut Depkes RI (2011:45)
adalah frekuensi pemakaian tempat
tidur pada satu periode, berapa kali
tempat tidur pada satu periode, berapa
kali tempat tidur dipakai dalam satu
satuan waktu tertentu. Nilai ideal BTO
yang ditetapkan adalah tempat tidur
digunakan sebanyak 40-50 kali dalam
setahun. Dilihat dari tabel di atas
menujukkan bahwa nilai BTO RS
Baptis Batu selama tiga tahun terakhir
mengalami fluktuasi. Nilai BTO RS
Baptis pada tahun 2015 dan 2016 tidak
mencapai ideal dengan nilai masing-
masing yaitu 54, 08 kali dan 59,66 kali,
namun pada tahun 2017 berhasil
mencapai nilai ideal dengan nilai BTO
yaitu 43,91 kali. Hal ini disebabkan
karena adanya penambahan jumlah
tempat tidur yang dilakukan pihak RS
Baptis Batu pada tahun 2017 yang
sebelumnya sebanyak 100 TT menjadi
134 TT. Dilihat dari nilai BTO di atas
jika mengacu nilai ideal yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
RI maka dinilai kurang.
e. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2011:45)
adalah angka kematian 48 jam setelah
dirawat untuk setiap 1000 pasien
keluar. Indikator ini memberikan
gambaran tentang mutu pelayanan
rumah sakit. Nilai ideal yang ditetapkan
oleh Depkes RI adalah tidak lebih dari
25 pasien per 1000 pasien. Dilihat dari
data di atas, nilai NDR RS Baptis Batu
sudah berada pada nilai yang ideal.
Karena nilai ideal untuk NDR yang
ditetapkan oleh Depkes RI adalah tidak
lebih dari 25 orang untuk setiap 1000
pasien. Meskipun nilai NDR dari tahun
ke tahun mangalami fluktuasi, namun
RS Baptis berhasil menurunkan tingkat
kematian 48 jam untuk 1000 pasien
dengan baik pada tahun 2016 menjadi
4,36 pasien yang sebelumnya pada
tahun 2015 dengan nilai mencapai
10,72 pasien. Hal ini menunjukkan
bahwa secara umum pelayanan
perawatan RS Baptis Batu sudah
memenuhi standar sehingga angka
kematian bisa ditekan. Tetapi, angka
NDR ini lebih dapat mencerminkan
kualitas pelayanan di RS Baptis Batu
dalam menangani pasien. Keseluruhan
untuk NDR dapat dikatakan baik jika
mengacu pada nilai ideal yang telah
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
RI.
Page 13
f. GDR (Gross Death Rate)
Menurut Depkes RI (2011:45) GDR
adalah angka kematian umum untuk
setiap 1000 pasien keluar. Indikator ini
memberikan gambaran tentang mutu
pelayanan rumah sakit. Nilai ideal yang
ditetapkan oleh Depkes RI adalah tidak
lebih dari 45 kematian per 1000 pasien,
kecuali jika terjadi khusus seperti
wabah penyakit, bencana alam, perang,
dan lain-lain. Berdasarkan tabel diatas,
nilai GDR secara umum sudah baik. Hal
ini dapat dilihat dari nilai GDR selama
3 periode tidak melebihi nilai ideal yang
sudah ditetapkan yaitu 45 orang. tahun
2015 dengan 19,79 pasien, tahun 2016
dengan 20,11 pasien, dan pada tahun
2017 dengan 20,56 pasien. Jika dilihat
dari nilai per tahun, RS Baptis Batu
dapat dikatakan baik dalam menjaga
kualitas layanannya dengan bukti
bahwa RS Baptis Baptis Batu dapat
menjaga jumlah kematian umum pasien
pada nilai ideal. Dapat dikatakan bahwa
RS Baptis Batu telah memberikan
pelayanan perawatan yang baik.
4.5 Perspektif Pertumbuhan dan
Pembelajaran
Dalam perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran, difokuskan pada pengukuran
kompetensi karyawan. Kompetensi
karyawan memiliki peran sangat penting
untuk menjaga agar organisasi berubah,
bertumbuh, dan berkembang sehingga
organisasi akan melakukan pengukuran
dengan kompetensi karyawan
(koesomowidjojo, 2017:74). Perspektif ini
akan diukur dengan indikator kepuasan
karyawan, retensi karyawan, dan persentase
pelatihan karyawan.
4.5.1 Kepuasan Karyawan
Kepuasan karywan dalam bekerja akan
berpengaruh pada tumbuh kembang
organisasi. Dari data yang telah
dikumpulkan dari hasil kuesioner dapat
ditentukan interval kepuasan karyawan RS
Baptis Batu yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kepuasan karyawan.
Dari hasil penyebaran kuesioner kepada
karyawan RS Baptis Batu, diperoleh hasil
indeks kepuasan sebesar 6855, indeks
tersebut berada pada interval 6555-7823.
Hasil ini menunjukkan bahwa karyawan di
RS Baptis Batu dapat dikategorikan agak
puas dalam bekerja di RS Baptis Batu.
untuk dapat melihat kepuasan karyawan
scara rinci, peneliti menjabarkan kepuasan
karyawan sesuai atribut yang terdapat pada
instrumen kepuasan pasien yang terdiri dari
gaji, pekerjaan, rekan kerja, atasan, promosi
jabatan dan lngkungan kerja.
4.5.2 Retensi Karyawan
Retensi karyawan merupakan
kemampuan organisasi untuk
mempertahankan karyawannya. Maksud
dan tujuan dari retensi karyawan adalah
untuk melihat seberapa besar tingkat
loyalitas karyawan terhadap RS Baptis
Batu. Semakin tinggi persentasenya,
menggambarkan bahwa tingkat loyalitas
karyawan terhadap RS Baptis Batu adalah
baik.
Tabel 4.7
Jumlah Pegawai Keluar dan Total Pegawai RS Baptis Batu
Keterangan TAHUN
2015 2016 2017
Jumlah Pegawai Keluar 14 19 19
Jumlah Total Pegawai 284 280 282
Retensi Karyawan 4,92% 6,78% 6,73%
Sumber: Data sekunder diolah, 2018
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa
persentase retensi karyawan RS Baptis Batu
ada peningkatan yang cukup tinggi di tahun
2016. Pada tahun 2015 dengan nilai 4,29%,
pada tahun 2016 mengalami kenaikan
menjadi 6,78%, dan pada tahun 2017 turun
Page 14
tidak terlalu signifikan sebesar 0,05%
menjadi 6,73%. Hal ini menunjukkan
bahwa saat meningkatnya indikator retensi
karyawan pada tahun 2016 dapat diartikan
bahwa tingkat perputaran karyawan buruk.
4.5.3 Tingkat Presentase Pelatihan
Karyawan
Pada rasio tingkat persentase pelatihan
karyawan, organisasi akan mengukur
besarnya persentase karyawan yang
memiliki keahlian dan terampil sehingga
dapat menambah tingkat pertumbuhan dan
pembelajaran organisasi. Semakin besar
jumlah karyawan yang akan diberi
pelatihan, akan meningkatkan jumlah
karyawan yang memiliki keterampilan
sesuai harapan organisasi
(koesomowidjojo, 2017:76).
Tabel 4.8
Jumlah Pelatihan Karyawan RS Baptis Batu
Keterangan
TAHUN
2015
2016
(s.d Agustus
2016)
2017
Pelatihan Eksternal 13 12 90
Pelatihan Internal 70 19 42
Total Pelatihan
Karyawan 83 31 132
Persentase Karyawan
Terampil 29,22% 11,07% 46,8%
Sumber: RS Baptis Batu, 2018
Data di atas memiliki kekurangan data
penelitian pada tahun 2016, data yang
tercatat hanya sampai bulan agustus tahun
2016. Jika dilihat dari tahun ke tahun
jumlah pelatihan karyawan mengalami
fluktuasi. Peningkatan terbesar terdapat
pada tahun 2017, dengan jumlah total
mencapai 132 orang selama setahun.
Semakin tinggi persentase karyawan yang
terampil, organisasi memiliki kesempatan
untuk meningkatkan pertumbuhan lebih
lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa RS
Baptis Batu sudah cukup baik dalam
memberikan pelatihan karyawan yang
berkala, dilihat dari data tahun 2017 yang
mencapai hampir 50% karyawan terampil.
4.6 Hasil Keseluruhan dan Pengukuran
Kinerja dengan Balanced Scorecard
Pengukuran dalam Balanced Scorecard
adalah mengukur secara seimbang antara
perspektif yang satu dengan perspektif yang
lainnya dengan tolak ukur masing-masing
perspektif.
Tabel 4.9
Skor Pengukuran Kinerja RS Baptis Batu
Perspektif Tahun
Kriteria Skor 2015 2016 2017
Pelanggan
Kepuasan Pasien Kuesioner Baik 1
Retensi Pasien 86,79% 89,01% 92,40% Baik 1
Akuisisi Pasien 8,32% 7,22% 4,60% Kurang -1
Page 15
Keuangan
Rasio Ekonomis 97,79 108,27% 103,58% Baik 1
Rasio Efisiensi 83% 82,1% 77,8% Baik 1
Rasio Efektivitas 99,6% 92,6% 95,5% Cukup 0
Proses Bisnis Internal
Proses Inovasi 0% 0% 0% Cukup 0
Rata-rata Kunjungan Rawat Jalan 100 orang 109 orang 177 orang Baik 1
BOR 43,41% 48,50% 33,79% Kurang -1
ALOS 2,85 Hari 2,93 Hari 2,73 Hari Kurang -1
TOI 3,82 Hari 3,15 Hari 5,50 Hari Kurang -1
BTO 54,08 Kali 59,66 Kali 43,91 Kali Kurang -1
GDR 10,72 Orang 4,36 Orang 5,95 Orang Baik 1
NDR 37,3 Orang 20,11 Orang 20,56 Orang Baik 1
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Kepuasan Karyawan Kuesioner Cukup 0
Retensi Karyawan 4,92% 6,78% 6,73% Cukup 0
Persentase Karyawan Terampil 29,22% 11,07% 46,8% Cukup 0
Sumber: Data diolah, 2018
Total hasil bobot skor RS Baptis Batu
adalah 2 dari 17 ukuran kinerja. Sehingga
rata-rata skor total adalah 3/17 = 0,11.
Setelah diperoleh rata-rata skor, langkah
selanjutnya adalah membuat skala untuk
menilai total skor tersebut yang nantinya
bisa menentukan kinerja RS Baptis Batu
dapat dikatakan “Kurang”, “Cukup”, atau
“Baik”. Setelah membuat skala, selanjutnya
adalah menentukan batas area “kurang”,
“cukup”, dan “baik”. Maka berikut adalah
hasilnya, kinerja dikatakan kurang jika
nilainya kurang dari 50% (skor 0),
sedangkan inerja dikatakan baik apabila
lebih dari 80% (skor 0,6). Sisanya adalah
daerah cukup yaitu antara 50%-80% (skor
antara 0-0,6). Dengan demikian hasil
pengukuran kinerja secara keseluruhan dari
RS Baptis Batu dapat dikatakan “Cukup”,
dengan total skor 0,11. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja RS Baptis
Batu cukup baik apabila diukur dengan
menggunakan metode Balanced Scorecard
dengan keempat perspektifnya yaitu
perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal, dan
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 kesimpulan
Berdasarkan uraian dan hasil
perhitungan yang telak dilakukan dapat
disimpulkan bahwa peneliti menggunakan
data laporan anggaran RS Baptis Batu, data
laporan realisasi anggaran RS Baptis Batu,
data jumlah kunjungan RS Baptis, data
jumlah pasien RS Baptis Batu, data
pengukuran kinerja RS Baptis Batu, data
karyawan RS Baptis Batu selama tahun
2015 sampai dengan tahun 2017, serta
jawaban dari kuesioner kepuasan pasien
dan jawaban kuesioner kepuasan karyawan
RS baptis Batu untuk melakukan
pengukuran atas kinerja RS Baptis Batu
dengan konsep Balanced Scorecard. RS
Baptis Batu telah memformulasikan visi,
misi, dan strateginya dan hasil penelitian
menunjukkan bahwa kinerja Rumah Sakit
dikatakan “cukup” bila diukur dengan
menggunakan metode Balanced Scorecard.
5.2 Saran
RS Baptis Batu dapat memfokuskan
kembali kepada indikator yang masih
dinilai kurang, dan dapat menggunakan
metode Balanced Scorecard untuk
mengevaluasi kinerja pada tahun-tahun
berikutnya. RS Baptis Batu perlu
meningkatkan brand image pada RS Baptis
Batu agar dapat meningkatkan persentase
akuisi pasien yaitu mendapatkan pasien
baru. RS Baptis perlu berhati-hati dengan
penggunaan dana anggaran belanja dengan
seekonomis mungkin, agar tidak terulang
Page 16
kejadian jumlah pengeluaran lebih besar
dari anggaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. RS Baptis perlu meningkatkan
tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan
tempat tidur guna meningkatkan kinerja
rasio BTO, BOR, ALOS, dan TOI yang
masih dinilai belum berada pada nilai ideal
yang telah ditetapkan.
5.3 Keterbatasan
Data yang dikumpulkan oleh peneliti
adalah data sekunder, oleh karena itu data
didapatkan dari pihak lain. Data tidak
secara langsung didapatkan karena adanya
sistem yang harus diikuti sehingga
memerlukan waktu yang cukup lama
sampai data diperoleh. Kurangnya
informasi yang diperoleh oleh peneliti dari
pihak Rumah Sakit dikarenakan adanya
beberapa informasi tahun sebelumnya yang
tidak tercatat pada data-data yang dimiliki
Rumah Sakit. Terbatasnya periode yang
digunakan dalam penelitian yaitu hanya
tiga tahun, hal ini menyebabkan kurang bisa
menggambarkan pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi pada RS Baptis
Batu dalam kondisi jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor
Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Bititci, U.S., Turner, T. and Begemann, C.
(2000). Dynamic of Performance
Measurement Systems. International
Journal of Operations & Production
Management, Vol. 20, No. 6, h. 692-
704
Creswell, John W. (2017). Research
Design: Pendekatan metode
kualitatif, Kuantitatif, dan
Campuran. Edisi Keempat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Departemen Kesehatan R.I. (2011). Buku
Petunjuk Pengisian, Pengolahan
Data Rumah Sakit. Jakarta: Depkes
RI
Fraenkel, J. & Wallen, N. (1932). How to
Design and Evaluate Research in
Education. 8th Edition. New York:
Mc Graw Hill
Gazpers, Vincent. (2006). Sistem
Pengukuran Kinerja Terintegrasi
Balanced Scorecard dengan Six
Sigma untuk Organisasi Pemerintah.
Jakarta: Gramedia Pustaka.
Hansen dan Mowen. (2006). Akuntansi
Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2011). Standar
Akuntansi Keuangan Revisi 2011.
PSAK No. 45: Pelaporan Keuangan
Organisasi Nirlaba. Jakarta: Salemba
Empat.
Junaedi. (2002). Balanced Scorecard:
Pengukuran Kinerja Pada
Pemerintah daerah. KOMPAK, No.
6, September
Kaplan, Robert S., & Norton, David P.
(1992). The Balanced Scorecard:
Measured that Drive Performance.
Harvard Business Review
Kaplan, Robert S., & Norton, David P.
(1996). Balanced Scorecard:
Translating Strategy into Action.
Massachusetts: Harvard Business
Review
Kaplan, Robert S., & Norton, David P.
(1996). Linking The Balanced
Scorecard to Strategy. California
Management Review, Vol 39. No. 1.
Kaplan, Robert S., & Norton, David P.
(2001). Transforming The Balanced
Scorecard from Performance
Measurement to Strategic
Management: Part 2. American
Accounting Assocation, Vol 15 No.
2, June, pp. 147-160
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1204/Menkes/SK/
X/2004 tentang persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Page 17
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No: 983. Menkes/SK/1992
tentang pedoman rumah sakit umum.
Koesomowidjojo, Suci R.M. (2017).
Balanced Scorecard: Model
Pengukuran Kinerja Organisasi
dengan Empat Perspektif. Jakarta:
Raih Asa Sukses
Laila. (2014). Analisis Pengukuran Kinerja
Rumah Sakit dengan Penerapan
Metode Balanced Scorecard (Studi
Kasus Pada RSUD Kanjuruhan
Kepanjen Kabupaten Malang).
Skripsi: Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Brawijaya
Mahmudi. (2007). Analisis Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor
Publik. Yogyakarta: Andi
Mulyadi. (2001). Balanced Scorecard: Alat
Kontemporer untuk Pelipatgandaan
Kinerja Keuangan Perusahaan.
Jakarta: Salemba Empat.
Mutasowifin, Ali. Mei 2002. Penerapan
Balanced Scorecard Sebagai Tolok
Ukur Penilaian Pada Badan Usaha
Berbentuk Koperasi. Jurnal
Universitas Paramadina, Vol. 1, No.
3, h. 245-264
Nainggolan, Pahala. (2005). Akuntansi
Keuangan Yayasan dan Lembaga
Nirlaba Sejenis. Edisi Satu. Jakarta:
PT Radja Grafindo Persada.
Nursiyono, Joko Ade. (2015). Kompas
Teknik Pengambilan Sampel. Bogor:
In Media
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.
340/Menkes/Per/III/2010 tentang
klasifikasi rumah sakit.
Prasetyo C, Benedicta. (2004).
Perancangan Strategy Map. Jakarta:
Gramedia Pustaka
Rai, I Gusti Agung. (2008). Audit Kinerja
pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba
Empat.
Riduwan, Dr. (2014). Dasar-dasar
Statistika. Bandung: Alfabeta.
Sekaran, Uma. (2003). Research Methods
for Business. 4th edition. New York:
John Wiley & Sons, inc.
Sekaran, Uma. (2007). Metode Penelitian
untuk Bisnis. Edisi 4. Jakarta:
Salemba Empat.
Sugiyono. (2002). Metode Penelitian Bisnis
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D). Bandung: Alfabeta
Tunggal, Amin, Widjaja. (2002).
Memahami Konsep Balanced
Scorecard. Cetakan kedua. Jakarta:
Harvarindo.
Undang-Undang Republik Indonesia No.
44 Tahun 2009 tentang Fungsi
Rumah
Sakit
Vesty, Gillian. Maret (2004). A Case Study
of The Balanced Scorecard in Public
Hospitals. School of Accounting and
Finance, Faculty of Business and
Law, Victoria University.
Wibisono, Dermawan. 2006. Manajemen
Kinerja. Jakarta: PT. Erlangga.
Widodo, Hertanto dan Teten Kustiawan.
(2009). Akuntansi dan Manajemen
Keuangan untuk Organisasi
Pengelola Zakat. Jakarta: Salemba
Empat
Yuwono, Sony. (2007). Petunjuk Praktis
Penyususunan Balanced Scorecard:
Menuju Organisasi yang Berfokus
pada Strategi. Jakarta: PT. Gramedia