Page 1
Seminar Nasional Pendidikan IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
173
PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES (5M) SISWA
SMP PADA TOPIK ZAT ADITIF DAN ZAT ADIKTIF
Juni Angkowati
[email protected]
SMPN 1 Paringin Kab. Balangan Kalimantan Selatan
Abstrak
Materi kimia pada topik zat aditif dan zat adiktif sering kali menimbulkan
miskonsepsi, sehingga hasil belajar siswa selalu rendah. Pembelajaran
masih didominasi oleh guru, sehingga pemahaman siswa kurang.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini guru
menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai
solusi untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses siswa.
Siswa mempelajari konsep pengetahuan dan kemampuan memecahkan
masalah dengan menghubungkan situasi masalah yang ada dalam dunia
nyata. Penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research) yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing
siklus terdiri dari tiga kali pertemuan dengan kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan
keterampilan proses siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, sedangkan
respon positif dan respon negatif siswa terhadap Problem Based Learning
(PBL) lebih dari 90% siswa senang dan ingin pembelajaran terulang lagi.
Kata kunci: prolem based learning, keterampilan proses, zat aditif dan
zat adiktif
I. PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempunyai karakteristik sebagai produk dan proses yang
dikembangkan ilmuwan dengan keterampilan proses. Proses pembelajaran IPA harus
menjelaskan konsep-konsep IPA yang benar dan ditempuh dengan keterampilan proses.
Pendekatan proses pembelajaran didasarkan pada anggapan bahwa IPA itu terbentuk dan
berkembang akibat diterapkannya suatu proses yang dikenal dengan metode ilmiah
(Af’idayani dkk., 2018).
Topik zat aditif dan zat adiktif ini dipilih guru selain nilai hasil belajar dan
keterampilan prosesnya rendah juga karena selama satu tahun ini berdasarkan keterangan
dari guru bimbingan konseling sudah ada dua siswa yang dikeluarkan karena terlibat
dalam pengedaran narkoba dan beberapa siswa dapat sanksi dan pembinaan karena ikut
memakai. Maka guru perlu memberikan materi ini dengan berbagai cara supaya topik zat
aditif dan zat adiktif ini dapat memberi pelajaran bagi siswa baik sekarang atau yang akan
datang. Selain itu, maraknya penggunaan zat aditif berbahaya pada makanan jajanan anak
sekolah seperti makanan dengan menggunakan saus sebagai pelengkapnya dan macam-
macam pentol dan empek-empek yang kita belum tahu kebersihannya dan
kehigienisannya, sehingga dapat mengganggu kesehatan, maka penelitian sangat perlu
untuk menunjukkan kepada siswa bahwa jajanan di sekitar sekolah tidak semuannya
sehat dan diharapkan siswa nantinya dapat memilih jajanan yang bersih dan sehat
Usaha yang sudah dilakukan guru, misalnya memberi umpan balik setelah
pembelajaran, menyediakan peralatan praktikum, buku paket di perpustakaan, bahkan
layanan internet sudah tersedia, tetapi masih belum membuahkan hasil yang diinginkan
Page 2
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
174
guru. Padahal guru dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran IPA, jika guru tersebut
mampu mengubah pembelajaran yang semula sulit menjadi mudah, yang semula tidak
menarik menjadi menarik, dan yang semula tidak bermakna menjadi bermakna sehingga
siswa menjadikan belajar IPA adalah kebutuhan bukan karena keterpaksaan (Fahmi,
2020; Fahmi dkk., 2021).
Berdasarkan permasalahan tersebut, untuk meningkatkan pemahaman konsep dan
berpikir kritis, aktivitas dan hasil belajar siswa maka digunakan model pembelajaran
berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran PBL akan
membantu siswa untuk menjadi pembelajar yang independen dan self-regulated.
Bimbingan guru yang selalu memberi penghargaan ketika mereka mengajukan
pertanyaan dan mencari sendiri solusi untuk berbagai masalah riil, yang akhirnya siswa
belajar untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri.
Arend (2008) mengemukakan bahwa peran guru dalam PBL adalah mengarahkan
siswa untuk menemukan berbagai masalah autentik, memfasilitasi penyelidikan siswa,
dan mendukung pembelajaran siswa. Jadi dalam PBL guru harus mengamati
permasalahan yang ada di masyarakat dan yang berhubungan dengan materi
pembelajaran saat ini, sehingga guru mampu membimbing siswa untuk menumbuhkan
rasa ingin tahu.
Satu di antara fitur PBL adalah kolaborasi yaitu PBL ditandai oleh siswa-siswa
yang bekerja bersama siswa-siswa yang lain, paling sering secara berpasangan atau dalam
bentuk kelompok-kelompok kecil. Bekerja bersama-sama memberikan motivasi untuk
keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan
kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk
mengembangkan berbagai keterampilan sosial.
Hamruni dalam Suyadi (2012) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning) dikembangkan dari filsafat kontruksionisme yang
menyatakan bahwa kebenaran merupakan konstruksi pengetahuan secara otonom, artinya
siswa akan menyusun pengetahuan yang telah dimiliki dan dari semua pengetahuan baru
yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran berpusat pada masalah
tidak sekedar transfer of knowledge dari guru ke siswa maupun dari siswa dengan siswa
lain untuk memecahkan masalah yang dibahas (Fahmi dan Irhasyuarna, 2019).
Sanjaya, (2007) menyebutkan keunggulan dari model Problem Based Learning
(PBL), yaitu: (1) merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran: (2)
dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa; (3) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa; (4)
dapat membantu siswa untuk bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata; (5) dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan; (6) dapat mengetahui cara berpikir siswa dalam menerima pelajaran
dengan menggunakan model Problem Based Learning yang dianggap menyenangkan dan
disukai siswa; (7) dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru; (8)
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam dunia nyata; dan (9) dapat mengembangkan minat siswa untuk
secara terus-menerus belajar sekaligus belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Kekurangan dari model Problem Based Learning (PBL) menurut Dincer dkk.
sebagaimana dikutip oleh Akinoglu dan Tandongan (2007) adalah: (1) guru kesulitan
dalam merubah gaya mengajar; (2) memerlukan lebih banyak waktu untuk siswa dalam
memecahkan masalah, jika model tersebut baru diperkenalkan dikelas; (3) setiap
kelompok boleh menyelesaikan tugas sebelum atau sesudahnya; (4) Problem Based
Page 3
Seminar Nasional Pendidikan IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
175
Learning membutuhkan bahan dan penelitian yang banyak; (5) sukar menerapkan model
Problem Based Learning dalam semua kelas; dan (6) kesulitan dalam menilai pelajaran.
Problem Based Learning mempunyai sintaks/fase-fase dalam penerapannya.
Sintaks/fase-fase dalam model PBL adalah sebagai berikut: Tabel 1. Sintaks Pelaksanaan Pembelajaran PBL
Fase Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk
belajar
Guru membantu siswa mendifinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video,
dan model serta membantu mereka untuk berbagi
tugas dengan temannya.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-
proses yang mereka gunakan.
Sumber: Arends, 2008
Arends (2008) mengemukakan bahwa para pengembang PBL mendeskripsikan
model instruksional ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
a. Pertanyaan atau masalah perangsang. Alih-alih mengorganisasikan pelajaran di
seputar prinsip akademis atau keterampilan tertentu. PBL mengorganisasikan di
seputar pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara
personal bagi siswa. Mereka menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang
tidak dapat diberi jawaban-jawaban sederhana dan ada berbagai solusi yang
competing untuk menyelesaikannya.
b. Fokus interdisipliner. Meskipun PBL dapat dipusatkan pada subjek tertentu,
tetapi masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk
menggali banyak subjek.
c. Investigasi autentik. PBL mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi
autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk masalah riil. Mereka harus
menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan
membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan
eksperimen (bilamana mungkin), membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.
Metode-metode investigatif yang digunakan tergantung pada sifat masalah yang
diteliti.
d. Produksi artefek dan exhibit. PBL menuntut siswa untuk mengontruksikan
produk dalam bentuk artefak dan exhibit yang menjelaskan atau
merepresentasikan solusi mereka. Produk bisa berupa laporan, model fisik, video,
atau program computer.
e. Kolaborasi. PBL ditandai oleh siswa yang bekerja bersama siswa yang lain,
paling sering secara berpasangan atau dalam bentuk kelompok-kelompok kecil.
Bekerja bersama-sama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara
berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk
Page 4
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
176
melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk mengembangkan
berbagai keterampilan sosial.
Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan
secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses
didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam
melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan
menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan
penelitian.
Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dipelajari siswa pada saat
mereka melakukan inkuiri ilmiah. Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam
keterampilan, yakni: mengamati, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengukur,
memprediksi, dan menyimpulkan. Sedangkan keterampilan-keterampilan terintegrasi
terdiri dari: mengenali variabel, membuat tabel data, membuat grafik, menggambar
hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis data
penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel, merancang penelitian, dan
bereksperimen. Keterampilan proses pendekatan saintifik yang diimplentasikan di
sekolah yang diteliti oleh penulis adalah keterampilan proses 5M yaitu mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, mengasosiasi/menalar, dan
mengkomunikasikan.
Mengamati adalah kegiatan yang melibatkan alat indera, seperti melihat,
mendengar, meraba, merasakan, dan mencium. Pada tahap pengamatan orang hanya
mengatakan kejadian yang mereka lihat, dengar, raba, rasa, dan cium. Pada tahap ini
seseorang belajar mengumpulkan petunjuk. Contoh: merasakan air gula dengan lidah,
meraba permukaan daun dengan ujung jari, mendengarkan bunyi gitar yang dipetik
dengan telinga, dan sebagainya. Kegiatan mengamati memberikan kesempatan secara
luas kepada siswa untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak,
mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan,
melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting
dari suatu benda atau objek.
Selama kegiatan mengamati dan menanya, guru membuka kesempatan secara
luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang dilihat, disimak, atau dibaca. Guru
perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang yang
hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan
fakta, konsep, prosedur, atau hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual
sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Siswa dilatih menggunakan pertanyaan
dari guru (masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan) sampai ke
tingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan
bertanya dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa
ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk
mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru
sampai yang ditentukan siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
Berpikir kritis bisa ditingkatkan melalui bertanya kritis, tetapi sebelum tujuan
proses bertanya kritis bisa tercapai, diperlukan penciptaan suasana di mana para siswa
merasa nyaman untuk mengeksplorasi proses penalaran melalui sebuah masalah tanpa
dihukum karena menjawab salah. Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Siswa dapat
membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti,
atau bahkan melakukan eksperimen. Informasi yang didaptkan menjadi dasar bagi
kegiatan berikutnya yaitu memroses informasi untuk menemukan keterkaitan satu
Page 5
Seminar Nasional Pendidikan IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
177
informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan
bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara terkumpul sejumlah
informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan memproses informasi untuk
menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari
keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang
ditemukan. Mengomunikasikan adalah kegiatan menyampaikan perolehan fakta, konsep
dan prinsip ilmu pengetahuan dalam berbagai bentuk seperti laporan tertulis (tabel, grafik,
gambar, atau lainnya), maupun audio, visual, atau audio visual. Contoh: membuat laporan
penyelidikan dan mempresentasikan hasil pengamatan.
II. METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Desember 2015. Lokasi
pembelajaran dilaksanakan di SMPN 1 Paringin kecamatan Paringin Selatan kabupaten
Balangan. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII A SMPN 1 Paringin kecamatan
Selatan Kabupaten Balangan tahun pelajaran 2015/2016 semester ganjil dengan jumlah
siswa 26 orang yang terdiri dari 6 orang siswa laki-laki dan 20 orang siswa perempuan.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan
pendekatan saintifik. Menurut Dwi Atmono (2009), bahwa penelitian tindakan kelas
adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat refleksi, partisipatif, kolaboratif dengan
melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik
pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Menurut Suparlan (2006), bahwa PTK
menjadi satu alternatif untuk meningkatkan proses pembelajaran dan pengajaran yang
sesungguhnya. Jadi PTK dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran
serta membantu memberdayakan guru dan memecahkan masalah pembelajaran di
sekolah. Karena PTK ruang lingkupnya adalah di kelas guru itu sendiri, gurulah yang bisa
mengetahui permasalahan di kelasnya dan gurulah yang seharusnya mencari solusi dari
permasalahan tersebut.
Prosedur penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang
langkah-langkahnya, mengikuti alur dari penelitian Model Mc. Taggart (Depdiknas,
2005). Adapun tahap-tahapannya adalah perencanaan (plan), tindakan (act), pengamatan
(observe) dan refleksi (reflect). Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah:
lembar observasi untuk mengetahui aktivitas guru dan aktivitas siswa; (2) Instrumen tes
untuk mengetahui hasil belajar. Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua
jenis yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam
penelitian tindakan ini adalah guru dan siswa. Sumber data tersebut meliputi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata pelajaran IPA, lembar observasi kegiatan siswa
dan guru selama pelaksanaan pengajaran di kelas, hasil evaluasi dan keterampilan proses
siswa. Sumber data sekunder adalah sumber data yang berasal dari pihak yang masih ada
kaitannya dengan siswa, akan tetapi tidak secara langsung mengetahui dan mempengaruhi
keberadaan guru dan siswa. Data sekunder tersebut dapat berupa daftar nilai siswa
sebelum adanya penelitian, data pribadi siswa, laporan pengamatan hasil wawancara
dengan subjek atau orang lain. Penelitian ini direncanakan dalam dua siklus dan setiap
siklusnya terdapat tiga pertemuan, rincian materi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Materi Penelitian
Siklus Siklus I Siklus II
Zat Aditif Zat Adiktif dan Psikotropika
Pertemuan 1 Mengidentfikasi pewarna tekstil Mengidentifikasi NAPZA pada obat,
makanan, dan minuman
Pertemuan 2 Mengidentifikasi pengawet boraks Mengidentifikasi nikotin pada rokok
Pertemuan 3 Presentasi hasil pengamatan pewarna Presentasi hasil pengamatan dari
Page 6
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
178
dan pengawet pertemuan 1 dan 2
Siklus I
Perencanaan (Plan)
Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini adalah: (1) membuat skenario
pembelajaran penggunaan model PBL; (2) membuat rancangan Lembar Kerja Siswa,
LKS.1 tentang menguji zat pewarna sintetis rhodamin B dan LKS.2 tentang zat pengawet
sentetis boraks; (3) menyiapkan lembar observasi guru dan siswa untuk mengetahui
aktivitas guru, aktivitas siswa, dan lembar observasi untuk mengamati keterampilan
proses siswa; (4) menyiapkan pembagian kelompok yang heterogen berdasarkan prestasi
siswa. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok empat kelompok beranggotakan lima orang dan
satu kelompok beranggotakan enam orang; (6) menyiapkan bahan praktikum; dan (7)
mendesain soal evaluasi 1.
Pelaksanaan Tindakan (Action)
Kegiatan yang dilakukan tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang
sudah direncanakan pada tahap perencanaan. Pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 16
– 21 November 2015 materinya tentang zat aditif. Pertemuan 1 dilaksanakan hari senin,
tanggal 16 November 2015 di kelas VIII A SMPN 1 Paringin membahas lembar kerja
siswa pertama (LKS.1) tentang zat pewarna tekstil Setiap kelompok mengidentifikasi
macam-macam saus jajanan yang mengandung pewarna berbahaya yang ada di
lingkungan sekolah. Pertemuan 2 dilaksanakan hari selasa, tanggal 17 November 2015 di
SMPN 1 Paringin membahas lembar kerja siswa kedua (LKS.2) tentang mengidentifikasi
jajanan yang ada di sekitar sekolah yang mengandung boraks. Pertemuan 3 dilaksanakan
tanggal 18 November 2015 di kelas VIII SMPN 1 Paringin 1 membahas tentang hasil
pengamatan dari LKS.1 dan LKS.2 pada pertemuan 1 dan 2.
Observasi dan Evaluasi
Observasi yang dilakukan pengamat adalah mengamati keterampilan proses siswa yaitu
keterampilan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar,
dan mengkomunikasikan. Pengamat bisa mengamati siswa mulai kegiatan inti. Pengamat
bisa memberi nilai 0 bila siswa tidak melakukan kegiatan tersebut dan memberi nilai 1
apabila siswa melakukan kegiatan tersebut.
Refleksi
Kegiatan pada tahap ini adalah guru peneliti dan observer menganalisa hasil observasi
dan evaluasi hasil belajar dari siklus 1, apabila ketuntasan hasil belajar siswa kurang dari
85% maka penelitian akan dilanjutkan ke siklus II. Dan apabila dalam pelaksanaan atau
kekurangan-kekurangan pada siklus 1 akan diperbaiki untuk pelaksanaan siklus II.
Siklus II
Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini adalah: (1) membuat skenario
pembelajaran penggunaan model Problem Based Learning atau PBL; (2) membuat
rancangan Lembar Kerja Siswa, LKS.1 tentang mengidentifikasi zat adiktif dan
psikotropika pada makanan dan obat-obatan, kemudian untuk LKS.2 tentang menguji
adanya nikotin pada rokok; (3) menyiapkan lembar observasi guru dan lembar observasi
siswa untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa; (4) menyiapkan pembagian kelompok
yang heterogen berdasarkan prestasi siswa dan dibagi menjadi 5 kelompok empat
kelompok beranggotakan lima orang dan satu kelompok beranggotakan enam orang.
Page 7
Seminar Nasional Pendidikan IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
179
Anggota kelompok sama dengan pembagian kelompok pada siklus I; (6) menyiapkan alat
dan bahan praktikum; dan (7) mendesain soal evaluasi II.
Pelaksanaan
Pelaksanaan siklus II dilaksanakan pada tanggal 23–28 November 2015, materinya
tentang zat adiktif dan psikotropika. Pertemuan 1 dilaksanakan hari senin tanggal 23
November 2015 di kelas VIII A SMPN 1 Paringin membahas lembar kerja siswa pertama
(LKS.1) tentang mengidentifikasi NAPZA dalam obat, makanan dan minuman.
Pertemuan 2 dilaksanakan pada hari selasa tanggal 24 November 2015 di kelas VIII A
SMPN 1 Paringin membahas tentang mengidentifikasi nikotin dalam rokok. Sedangkan
pada pertemuan 3 sebenarnya dilaksanakan pada hari rabu tanggal 25 November 2015
tetapi karena hari tersebut bertepatan dengan hari guru yang diperingati di bersama di
lapangan kantor bupati Balangan, maka pertemuan diundur ke hari kamis tanggal 26
November 2015 jam pelajaran Bahasa Indonesia berpindah ke hari senin tanggal 30
November 2015. Pada pertemuan ini membahas tentang hasil pengamatan pada
pertemuan 1 dan 2.
Observasi dan Evaluasi
Observasi pada siklus II sama dengan observasi pada siklus I yaitu mengamati
keterampilan proses 5M. Setelah semua tindakan sudah selesai, guru memberikan angket
untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan model Problem Based Learning pada topik zat aditif dan zat adiktif.
Refleksi
Kegiatan ini guru dan observer mendiskusikan, apakah kekurangan-kekurangan siklus I
sudah dapat dipenuhi pada siklus II. Apabila sudah terpenuhi semua, maka pelaksanakan
penelitian ini sampai pada siklus II saja sesuai dengan rencana, tetapi apabila pada siklus
II masih ada kekurangan, maka guru akan meneruskan pada siklus berikutnya. Indikator
keberhasilan dari penelitian ini adalah penelitian dikatakan berhasil apabila keterampilan
proses siswa selama proses pembelajaran adalah baik dan respon siswa terhadap model
pembelajaran Problem Based Learning sangat baik.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
Siklus I
Keterampilan proses yang diamati oleh observer adalah keterampilan mengamati,
menanya, mengumpulkan data, mengasosiasikan/menalar, dan mengkomunikasikan yang
dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Keterampilan Proses Siklus I
No. Nama Kelompok Keterampilan Proses
1 2 3 4 5
1 Matahari 100 100 100 100 60
2 Raflesia arnoldy 100 80 100 80 80
3 Lily 100 100 100 100 80
4 Venus 100 100 100 100 80
5 Tulip 100 60 100 80 60
Rata-rata 100 88 100 92 72
Kategori
Sangat
baik Baik
Sangat
baik
Sangat
baik Cukup
Keterangan:
1. Mengamati
Page 8
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
180
2. Menanya
3. Mengumpulkan informasi
4. Mengasosiasi/menalar
5. Mengkomunikasikan
Hasil pengamatan keterampilan proses, kelompok Bunga Matahari dan Tulip
masih perlu perbaikan. Berdasarkan refleksi siklus I dan beberapa diskusi dengan teman
guru, maka yang perlu dilakukan pada siklus II diantaranya untuk meningkatkan
konsentrasi siswa pada proses pembelajaran, guru memberitahukan kepada siswa bahwa
setiap lima menit sekali ada penilaian sikap.
Siklus II
Keterampilan proses yang diamati oleh observer sama dengan keterampilan
proses pada siklus I yaitu keterampilan mengamati, menanya, mengumpulkan data,
mengasosiasikan/menalar, dan mengkomunikasikan yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Keterampilan Proses Siklus II
No. Nama Kelompok Keterampilan Proses
1 2 3 4 5
1 Matahari 100 100 100 100 60
2 Raflesia arnoldy 100 80 100 80 80
3 Lily 100 100 100 100 80
4 Venus 100 100 100 100 80
5 Tulip 100 80 100 100 100
Rata-rata 100 96 100 100 100
Kategori Sangat
baik
Sangat
Baik
Sangat
baik
Sangat
baik
Sangat
baik
Keterangan:
1. Mengamati
2. Menanya
3. Mengumpulkan informasi
4. Mengasosiasi/menalar
5. Mengkomunikasikan
3.2 Pembahasan
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, pada mata pelajaran IPA kelas VIII di
SMPN 1 Paringin. Topik pembelajaran yang bermasalah adalah “zat aditif dan zat
adiktif.” Pada topik ini dari hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa nilai
keterampilan proses siswa sangat rendah. Permasalahan yang kedua disekitar sekolah
SMPN 1 Paringin banyak pedagang jajanan yang diragukan higenisnya yang bisa
menyebabkan gangguan kesehatan yang tidak diketahui oleh siswa, selain itu akhir-akhir
ini banyak siswa SMPN 1 Paringin yang tertangkap basah menjadi pengedar dan pemakai
obat terlarang, sehingga guru perlu memberikan topik ini yang berbeda dengan penyajian-
penyajian sebelumnya.
Topik zat aditif dan zat adiktif disajikan dengan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL). Penelitian ini terdiri dari dua siklus dan setiap siklus terdiri atas
tiga pertemuan. Guru dibantu beberapa guru IPA lainnya dan mahasiswa STKIP PGRI
Banjarmasin yang sedang melaksanakan PPL di SMPN 1 Paringin. Dari pengamatan para
observer, diperoleh data pada pengamatan siklus I dan siklus II yaitu keterampilan proses,
dan respon siswa.
Page 9
Seminar Nasional Pendidikan IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
181
Persentase perbandingan data keterampilan proses selama kegiatan
pembelajaran dari pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3 pada siklus I dan siklus II
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Gambar Perbandingan Keterampilan Proses
Keterangan:
1. Mengamati
2. Menanya
3. Mengumpulkan informasi
4. Mengasosiasi/menalar
5. Mengkomunikasikan
Keterampilan proses yang diamati pengamat dengan menggunakan model
Problem Based Learning (PBL) pada topik zat aditif dan zat adiktif yaitu proses
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan/menalat, dan
mengkomunikasikan pada siklus I dan siklus II terlihat sebagai berikut:
1. Mengamati, pada siklus I dan siklus II sudah 100% siswa terlibat dalam
pengamatan yang ditayangkan guru;
2. Menanya, pada siklus I sebesar 88% dan siklus II sebesar 96%, masih ada satu
siswa yang tidak telibat dalam proses menanya;
3. Mengumpulkan informasi, pada siklus I dan siklus II sudah 100% siswa terlibat
dalam proses mengumpulkan informasi atau data saat diskusi;
4. Mengasosiasikan/menalar, pada siklus I sebesar 92%, masih ada dua siswa yang
diam, tetapi pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 100% siswa terlibat; dan
5. Mengkomunikasikan, pada siklus I sebesar 72% karena masih didominasi oleh
siswa-siswa yang tingkat pengetahuan tinggi. Tetapi pada siklus II sudah ada
pembagiannya sehingga menjadi 100% siswa ikut terlibat.
Guru setelah melaksanakan semua tindakan siklus I dan siklus II, mengedarkan
angket respon siswa yang berisi 25 pernyataan positif dan negatif terdiri dari 14 respon
positif dan 11 respon negatif siswa terhadap model PBL pada topik zat aditif dan zat
adiktif dapat dilihat pada Gambar 2
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5
Siklus I Siklus II
Page 10
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
182
Gambar 2 Respon Positif dan Negatif Siswa
Data pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada respon penyataan positif, hampir
95,31% siswa menyatakan sangat setuju dan setuju, sedangkan 46,9% yang menyatakan
tidak setuju dan sangat setuju. Pada penyatakan negatif hampir 89,85% menyatakan
sangat tidak setuju dan tidak setuju, sedangkan 10,15% masih ada pernyataan siswa yang
setuju dan sangat tidak setuju.
Pernyataan negatif siswa dikarenakan ada beberapa siswa yang sudah mengetahui
dampak negatif pewarna tekstil dan boraks. Ada tiga siswa yang masih ingin membeli
jajanan walaupun jajanan tesebut mengadung zat aditif berbahaya. Ini perlu pendekatan
kepada siswa tersebut dampak seriusnya bahan aditif berbahaya.
Model pembelajaran Problem Based Learning dapat memperbaiki proses
pembelajaran topik zat aditif dan zat adiktif terutama pada aktivitas siswa dan hasil
belajar siswa. Pembelajaran berbasis masalah ini sangat cocok untuk materi topik zat
aditif dan zat adiktif karena di sekitar sekolah banyak jajanan yang masih diragukan
kebersihan dan kesehatannya. Selain itu, banyak sekali permasalahan siswa di sekolah
yang berhubungan dengan zat adiktif, baik masalah obat terlarang, penggunaan lem fox
dan rokok.
Beberapa penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa model pembelajaran
Problem-Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa
yaitu: (1) Sulaiman (2010) menemukan bahwa siswa lebih antusias dan dapat
meningkatkan berkomunikasi antar siswa; (2) Annie dkk (2014) juga menemukan bahwa
penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan sikap dan
perbedaan hasil belajar sebelum dan sesudah pembelajaran; (3) Ika Lestari dkk (2015)
penerapan Problem Based Learning (PBL) menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa.
IV. PENUTUP
Selama proses pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses pada topik zat aditif dan
zat adiktif kelas VIII di SMPN 1 Paringin, dapat disimpulkan bahwa: (1) keterampilan
proses siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) pada topik zat
aditif dan zat adiktif terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu sangat baik; (2)
penggunaan model Problem Based Learning (PBL) pada topik zat aditif dan zat adiktif
dapat meningkatkan respon siswa, hal ini dapat dilihat pada angket respon siswa baik
respon positif maupun respon negatif sangat mendukung pembelajaran PBL pada topik
zat aditif dan zat adiktif.
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar pada topik zat aditif dan zat adiktif kelas VIII di SMPN 1
Paringin sudah terlihat hasilnya, tetapi ada beberapa saran dari peneliti supaya lebih baik
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
46,96 48,35
4,12 0,56
58,73
31,12
5,58 3,5
Respon Positif Respon Negatif
Page 11
Seminar Nasional Pendidikan IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
183
lagi, yaitu: (1) perlu persiapan yang lebih matang untuk bahan-bahan praktikum yang
akan diuji oleh siswa karena ada beberapa bahan untuk uji zat adiktif pada makanan dan
obat-obatan yang sulit kita dapatkan; (2) praktikum uji nikotin pada rokok, sebaiknya
guru meminta siswa untuk membawa masker karena asap rokok sangat membahayakan
siswa, apalagi pada siswa yang mempunyai penyakit asma; dan (3) perlu diusahakan uji
makanan khususnya jajanan siswa berupa gorengan yang penggorengan memakai plastik
untuk merenyahkan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Af’idayani, N., Setiadi, I., & Fahmi, F. (2018). The effect of inquiry model on science
process skills and learning outcomes. European Journal of Education Studies.
Annie Kusharyanti, M. Ali Sarong, Suhrawardi Ilyas. (2014). Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Zat Aditif Makanan Berkaitan
Dengan Kesehatan Terhadap Sikap Kognitif Dan Aktivitas Siswa Kelas VIII
MTsN Rukoh Kota Banda Aceh. Jurnal Biotik (biologi teknologi dan
kependidikan). Vol. 2 no. 1 th 2014.
Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach (edisi ketujuh buku dua), Yogyakarta:
Pustaka Belajar
Akinoglu, O. dan R.O. Tandogan. (2007). The Effect of Problem Based Active Learning
of Student’s Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia
Journal of Mathemathics, science dan Technology Education, 3 (1): 71-81
Depdiknas. (2005). Materi Pelatihan Terintegrasi IPA buku 3 / Model-model Pengajaran
dalam Pembelajaran IPA, Jakarta
Dwi Atmono. 2009. Panduan Praktis Penelitian Tindakan Kelas. Banjarbaru: Scripta
Cipta.
Fahmi, F., Abdullah, A., & Irhasyuarna, Y. (2021). Empowering peat lands as a resource
of learning natural science to strengthening environment care. The 2nd
International Conference on Social Sciences Education (ICSSE 2020), 426-429.
Doi: 10.2991/assehr.k.210222.072.
Fahmi & Irhasyuarna, Y. (2019). Pengantar pendidikan: Manusia, pendidikan, dan
perkembangan zaman. Banjarmasin: Program Studi Magister Keguruan IPA PPs
ULM.
Fahmi, F. (2020). Penggunaan zat pewarna pada kain sasirangan sebagai sumber
belajar ilmu pengetahuan alam.
Ika Lestari, Mumun Nurmilawati, Agus Muji Santoso. (2015). Penerapan Problem Based
Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Sikap
Sosial Siswa Kelas VIII. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015,
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana
Suparlan. (2006). Guru sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat
Suyadi, (2012). Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah. Yogjakarta: Mentari
Pustaka.
Sulaiman, Fauziah. (2010). Students' Perceptions of Implementing Problem-Based
Learning in a Physics Course, Procedia Social and Behavioral Sciences 7(C)
(2010) 355–362.
Page 12
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”
Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021
184