Top Banner
Seminar Nasional Pendidikan IPA Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA” Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021 173 PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES (5M) SISWA SMP PADA TOPIK ZAT ADITIF DAN ZAT ADIKTIF Juni Angkowati [email protected] SMPN 1 Paringin Kab. Balangan Kalimantan Selatan Abstrak Materi kimia pada topik zat aditif dan zat adiktif sering kali menimbulkan miskonsepsi, sehingga hasil belajar siswa selalu rendah. Pembelajaran masih didominasi oleh guru, sehingga pemahaman siswa kurang. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini guru menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai solusi untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses siswa. Siswa mempelajari konsep pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah dengan menghubungkan situasi masalah yang ada dalam dunia nyata. Penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tiga kali pertemuan dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan proses siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, sedangkan respon positif dan respon negatif siswa terhadap Problem Based Learning (PBL) lebih dari 90% siswa senang dan ingin pembelajaran terulang lagi. Kata kunci: prolem based learning, keterampilan proses, zat aditif dan zat adiktif I. PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempunyai karakteristik sebagai produk dan proses yang dikembangkan ilmuwan dengan keterampilan proses. Proses pembelajaran IPA harus menjelaskan konsep-konsep IPA yang benar dan ditempuh dengan keterampilan proses. Pendekatan proses pembelajaran didasarkan pada anggapan bahwa IPA itu terbentuk dan berkembang akibat diterapkannya suatu proses yang dikenal dengan metode ilmiah (Afidayani dkk., 2018). Topik zat aditif dan zat adiktif ini dipilih guru selain nilai hasil belajar dan keterampilan prosesnya rendah juga karena selama satu tahun ini berdasarkan keterangan dari guru bimbingan konseling sudah ada dua siswa yang dikeluarkan karena terlibat dalam pengedaran narkoba dan beberapa siswa dapat sanksi dan pembinaan karena ikut memakai. Maka guru perlu memberikan materi ini dengan berbagai cara supaya topik zat aditif dan zat adiktif ini dapat memberi pelajaran bagi siswa baik sekarang atau yang akan datang. Selain itu, maraknya penggunaan zat aditif berbahaya pada makanan jajanan anak sekolah seperti makanan dengan menggunakan saus sebagai pelengkapnya dan macam- macam pentol dan empek-empek yang kita belum tahu kebersihannya dan kehigienisannya, sehingga dapat mengganggu kesehatan, maka penelitian sangat perlu untuk menunjukkan kepada siswa bahwa jajanan di sekitar sekolah tidak semuannya sehat dan diharapkan siswa nantinya dapat memilih jajanan yang bersih dan sehat Usaha yang sudah dilakukan guru, misalnya memberi umpan balik setelah pembelajaran, menyediakan peralatan praktikum, buku paket di perpustakaan, bahkan layanan internet sudah tersedia, tetapi masih belum membuahkan hasil yang diinginkan
12

penggunaan model problem based learning untuk ...

Apr 08, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: penggunaan model problem based learning untuk ...

Seminar Nasional Pendidikan IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

173

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES (5M) SISWA

SMP PADA TOPIK ZAT ADITIF DAN ZAT ADIKTIF

Juni Angkowati

[email protected]

SMPN 1 Paringin Kab. Balangan Kalimantan Selatan

Abstrak

Materi kimia pada topik zat aditif dan zat adiktif sering kali menimbulkan

miskonsepsi, sehingga hasil belajar siswa selalu rendah. Pembelajaran

masih didominasi oleh guru, sehingga pemahaman siswa kurang.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini guru

menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai

solusi untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses siswa.

Siswa mempelajari konsep pengetahuan dan kemampuan memecahkan

masalah dengan menghubungkan situasi masalah yang ada dalam dunia

nyata. Penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas

(Classroom Action Research) yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing

siklus terdiri dari tiga kali pertemuan dengan kegiatan perencanaan,

pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan

keterampilan proses siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, sedangkan

respon positif dan respon negatif siswa terhadap Problem Based Learning

(PBL) lebih dari 90% siswa senang dan ingin pembelajaran terulang lagi.

Kata kunci: prolem based learning, keterampilan proses, zat aditif dan

zat adiktif

I. PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempunyai karakteristik sebagai produk dan proses yang

dikembangkan ilmuwan dengan keterampilan proses. Proses pembelajaran IPA harus

menjelaskan konsep-konsep IPA yang benar dan ditempuh dengan keterampilan proses.

Pendekatan proses pembelajaran didasarkan pada anggapan bahwa IPA itu terbentuk dan

berkembang akibat diterapkannya suatu proses yang dikenal dengan metode ilmiah

(Af’idayani dkk., 2018).

Topik zat aditif dan zat adiktif ini dipilih guru selain nilai hasil belajar dan

keterampilan prosesnya rendah juga karena selama satu tahun ini berdasarkan keterangan

dari guru bimbingan konseling sudah ada dua siswa yang dikeluarkan karena terlibat

dalam pengedaran narkoba dan beberapa siswa dapat sanksi dan pembinaan karena ikut

memakai. Maka guru perlu memberikan materi ini dengan berbagai cara supaya topik zat

aditif dan zat adiktif ini dapat memberi pelajaran bagi siswa baik sekarang atau yang akan

datang. Selain itu, maraknya penggunaan zat aditif berbahaya pada makanan jajanan anak

sekolah seperti makanan dengan menggunakan saus sebagai pelengkapnya dan macam-

macam pentol dan empek-empek yang kita belum tahu kebersihannya dan

kehigienisannya, sehingga dapat mengganggu kesehatan, maka penelitian sangat perlu

untuk menunjukkan kepada siswa bahwa jajanan di sekitar sekolah tidak semuannya

sehat dan diharapkan siswa nantinya dapat memilih jajanan yang bersih dan sehat

Usaha yang sudah dilakukan guru, misalnya memberi umpan balik setelah

pembelajaran, menyediakan peralatan praktikum, buku paket di perpustakaan, bahkan

layanan internet sudah tersedia, tetapi masih belum membuahkan hasil yang diinginkan

Page 2: penggunaan model problem based learning untuk ...

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

174

guru. Padahal guru dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran IPA, jika guru tersebut

mampu mengubah pembelajaran yang semula sulit menjadi mudah, yang semula tidak

menarik menjadi menarik, dan yang semula tidak bermakna menjadi bermakna sehingga

siswa menjadikan belajar IPA adalah kebutuhan bukan karena keterpaksaan (Fahmi,

2020; Fahmi dkk., 2021).

Berdasarkan permasalahan tersebut, untuk meningkatkan pemahaman konsep dan

berpikir kritis, aktivitas dan hasil belajar siswa maka digunakan model pembelajaran

berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran PBL akan

membantu siswa untuk menjadi pembelajar yang independen dan self-regulated.

Bimbingan guru yang selalu memberi penghargaan ketika mereka mengajukan

pertanyaan dan mencari sendiri solusi untuk berbagai masalah riil, yang akhirnya siswa

belajar untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri.

Arend (2008) mengemukakan bahwa peran guru dalam PBL adalah mengarahkan

siswa untuk menemukan berbagai masalah autentik, memfasilitasi penyelidikan siswa,

dan mendukung pembelajaran siswa. Jadi dalam PBL guru harus mengamati

permasalahan yang ada di masyarakat dan yang berhubungan dengan materi

pembelajaran saat ini, sehingga guru mampu membimbing siswa untuk menumbuhkan

rasa ingin tahu.

Satu di antara fitur PBL adalah kolaborasi yaitu PBL ditandai oleh siswa-siswa

yang bekerja bersama siswa-siswa yang lain, paling sering secara berpasangan atau dalam

bentuk kelompok-kelompok kecil. Bekerja bersama-sama memberikan motivasi untuk

keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan

kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk

mengembangkan berbagai keterampilan sosial.

Hamruni dalam Suyadi (2012) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran berbasis

masalah (Problem Based Learning) dikembangkan dari filsafat kontruksionisme yang

menyatakan bahwa kebenaran merupakan konstruksi pengetahuan secara otonom, artinya

siswa akan menyusun pengetahuan yang telah dimiliki dan dari semua pengetahuan baru

yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran berpusat pada masalah

tidak sekedar transfer of knowledge dari guru ke siswa maupun dari siswa dengan siswa

lain untuk memecahkan masalah yang dibahas (Fahmi dan Irhasyuarna, 2019).

Sanjaya, (2007) menyebutkan keunggulan dari model Problem Based Learning

(PBL), yaitu: (1) merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran: (2)

dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan

pengetahuan baru bagi siswa; (3) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa; (4)

dapat membantu siswa untuk bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk

memahami masalah dalam kehidupan nyata; (5) dapat membantu siswa untuk

mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang

mereka lakukan; (6) dapat mengetahui cara berpikir siswa dalam menerima pelajaran

dengan menggunakan model Problem Based Learning yang dianggap menyenangkan dan

disukai siswa; (7) dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru; (8)

dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang

mereka miliki dalam dunia nyata; dan (9) dapat mengembangkan minat siswa untuk

secara terus-menerus belajar sekaligus belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Kekurangan dari model Problem Based Learning (PBL) menurut Dincer dkk.

sebagaimana dikutip oleh Akinoglu dan Tandongan (2007) adalah: (1) guru kesulitan

dalam merubah gaya mengajar; (2) memerlukan lebih banyak waktu untuk siswa dalam

memecahkan masalah, jika model tersebut baru diperkenalkan dikelas; (3) setiap

kelompok boleh menyelesaikan tugas sebelum atau sesudahnya; (4) Problem Based

Page 3: penggunaan model problem based learning untuk ...

Seminar Nasional Pendidikan IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

175

Learning membutuhkan bahan dan penelitian yang banyak; (5) sukar menerapkan model

Problem Based Learning dalam semua kelas; dan (6) kesulitan dalam menilai pelajaran.

Problem Based Learning mempunyai sintaks/fase-fase dalam penerapannya.

Sintaks/fase-fase dalam model PBL adalah sebagai berikut: Tabel 1. Sintaks Pelaksanaan Pembelajaran PBL

Fase Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat

dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.

Tahap 2

Mengorganisasi siswa untuk

belajar

Guru membantu siswa mendifinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan

dengan masalah tersebut.

Tahap 3

Membimbing penyelidikan

individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,

untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan

masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan

hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video,

dan model serta membantu mereka untuk berbagi

tugas dengan temannya.

Tahap 5

Menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau

evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-

proses yang mereka gunakan.

Sumber: Arends, 2008

Arends (2008) mengemukakan bahwa para pengembang PBL mendeskripsikan

model instruksional ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut:

a. Pertanyaan atau masalah perangsang. Alih-alih mengorganisasikan pelajaran di

seputar prinsip akademis atau keterampilan tertentu. PBL mengorganisasikan di

seputar pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara

personal bagi siswa. Mereka menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang

tidak dapat diberi jawaban-jawaban sederhana dan ada berbagai solusi yang

competing untuk menyelesaikannya.

b. Fokus interdisipliner. Meskipun PBL dapat dipusatkan pada subjek tertentu,

tetapi masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk

menggali banyak subjek.

c. Investigasi autentik. PBL mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi

autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk masalah riil. Mereka harus

menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan

membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan

eksperimen (bilamana mungkin), membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.

Metode-metode investigatif yang digunakan tergantung pada sifat masalah yang

diteliti.

d. Produksi artefek dan exhibit. PBL menuntut siswa untuk mengontruksikan

produk dalam bentuk artefak dan exhibit yang menjelaskan atau

merepresentasikan solusi mereka. Produk bisa berupa laporan, model fisik, video,

atau program computer.

e. Kolaborasi. PBL ditandai oleh siswa yang bekerja bersama siswa yang lain,

paling sering secara berpasangan atau dalam bentuk kelompok-kelompok kecil.

Bekerja bersama-sama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara

berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk

Page 4: penggunaan model problem based learning untuk ...

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

176

melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk mengembangkan

berbagai keterampilan sosial.

Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan

secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses

didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam

melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan

menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan

penelitian.

Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dipelajari siswa pada saat

mereka melakukan inkuiri ilmiah. Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam

keterampilan, yakni: mengamati, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengukur,

memprediksi, dan menyimpulkan. Sedangkan keterampilan-keterampilan terintegrasi

terdiri dari: mengenali variabel, membuat tabel data, membuat grafik, menggambar

hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis data

penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel, merancang penelitian, dan

bereksperimen. Keterampilan proses pendekatan saintifik yang diimplentasikan di

sekolah yang diteliti oleh penulis adalah keterampilan proses 5M yaitu mengamati,

menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, mengasosiasi/menalar, dan

mengkomunikasikan.

Mengamati adalah kegiatan yang melibatkan alat indera, seperti melihat,

mendengar, meraba, merasakan, dan mencium. Pada tahap pengamatan orang hanya

mengatakan kejadian yang mereka lihat, dengar, raba, rasa, dan cium. Pada tahap ini

seseorang belajar mengumpulkan petunjuk. Contoh: merasakan air gula dengan lidah,

meraba permukaan daun dengan ujung jari, mendengarkan bunyi gitar yang dipetik

dengan telinga, dan sebagainya. Kegiatan mengamati memberikan kesempatan secara

luas kepada siswa untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak,

mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan,

melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting

dari suatu benda atau objek.

Selama kegiatan mengamati dan menanya, guru membuka kesempatan secara

luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang dilihat, disimak, atau dibaca. Guru

perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang yang

hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan

fakta, konsep, prosedur, atau hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual

sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Siswa dilatih menggunakan pertanyaan

dari guru (masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan) sampai ke

tingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan

bertanya dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa

ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk

mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru

sampai yang ditentukan siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.

Berpikir kritis bisa ditingkatkan melalui bertanya kritis, tetapi sebelum tujuan

proses bertanya kritis bisa tercapai, diperlukan penciptaan suasana di mana para siswa

merasa nyaman untuk mengeksplorasi proses penalaran melalui sebuah masalah tanpa

dihukum karena menjawab salah. Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan

mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Siswa dapat

membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti,

atau bahkan melakukan eksperimen. Informasi yang didaptkan menjadi dasar bagi

kegiatan berikutnya yaitu memroses informasi untuk menemukan keterkaitan satu

Page 5: penggunaan model problem based learning untuk ...

Seminar Nasional Pendidikan IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

177

informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan

bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. Kegiatan

mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara terkumpul sejumlah

informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan memproses informasi untuk

menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari

keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang

ditemukan. Mengomunikasikan adalah kegiatan menyampaikan perolehan fakta, konsep

dan prinsip ilmu pengetahuan dalam berbagai bentuk seperti laporan tertulis (tabel, grafik,

gambar, atau lainnya), maupun audio, visual, atau audio visual. Contoh: membuat laporan

penyelidikan dan mempresentasikan hasil pengamatan.

II. METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Desember 2015. Lokasi

pembelajaran dilaksanakan di SMPN 1 Paringin kecamatan Paringin Selatan kabupaten

Balangan. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII A SMPN 1 Paringin kecamatan

Selatan Kabupaten Balangan tahun pelajaran 2015/2016 semester ganjil dengan jumlah

siswa 26 orang yang terdiri dari 6 orang siswa laki-laki dan 20 orang siswa perempuan.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan

pendekatan saintifik. Menurut Dwi Atmono (2009), bahwa penelitian tindakan kelas

adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat refleksi, partisipatif, kolaboratif dengan

melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik

pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Menurut Suparlan (2006), bahwa PTK

menjadi satu alternatif untuk meningkatkan proses pembelajaran dan pengajaran yang

sesungguhnya. Jadi PTK dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran

serta membantu memberdayakan guru dan memecahkan masalah pembelajaran di

sekolah. Karena PTK ruang lingkupnya adalah di kelas guru itu sendiri, gurulah yang bisa

mengetahui permasalahan di kelasnya dan gurulah yang seharusnya mencari solusi dari

permasalahan tersebut.

Prosedur penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang

langkah-langkahnya, mengikuti alur dari penelitian Model Mc. Taggart (Depdiknas,

2005). Adapun tahap-tahapannya adalah perencanaan (plan), tindakan (act), pengamatan

(observe) dan refleksi (reflect). Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah:

lembar observasi untuk mengetahui aktivitas guru dan aktivitas siswa; (2) Instrumen tes

untuk mengetahui hasil belajar. Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua

jenis yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam

penelitian tindakan ini adalah guru dan siswa. Sumber data tersebut meliputi Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata pelajaran IPA, lembar observasi kegiatan siswa

dan guru selama pelaksanaan pengajaran di kelas, hasil evaluasi dan keterampilan proses

siswa. Sumber data sekunder adalah sumber data yang berasal dari pihak yang masih ada

kaitannya dengan siswa, akan tetapi tidak secara langsung mengetahui dan mempengaruhi

keberadaan guru dan siswa. Data sekunder tersebut dapat berupa daftar nilai siswa

sebelum adanya penelitian, data pribadi siswa, laporan pengamatan hasil wawancara

dengan subjek atau orang lain. Penelitian ini direncanakan dalam dua siklus dan setiap

siklusnya terdapat tiga pertemuan, rincian materi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Materi Penelitian

Siklus Siklus I Siklus II

Zat Aditif Zat Adiktif dan Psikotropika

Pertemuan 1 Mengidentfikasi pewarna tekstil Mengidentifikasi NAPZA pada obat,

makanan, dan minuman

Pertemuan 2 Mengidentifikasi pengawet boraks Mengidentifikasi nikotin pada rokok

Pertemuan 3 Presentasi hasil pengamatan pewarna Presentasi hasil pengamatan dari

Page 6: penggunaan model problem based learning untuk ...

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

178

dan pengawet pertemuan 1 dan 2

Siklus I

Perencanaan (Plan)

Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini adalah: (1) membuat skenario

pembelajaran penggunaan model PBL; (2) membuat rancangan Lembar Kerja Siswa,

LKS.1 tentang menguji zat pewarna sintetis rhodamin B dan LKS.2 tentang zat pengawet

sentetis boraks; (3) menyiapkan lembar observasi guru dan siswa untuk mengetahui

aktivitas guru, aktivitas siswa, dan lembar observasi untuk mengamati keterampilan

proses siswa; (4) menyiapkan pembagian kelompok yang heterogen berdasarkan prestasi

siswa. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok empat kelompok beranggotakan lima orang dan

satu kelompok beranggotakan enam orang; (6) menyiapkan bahan praktikum; dan (7)

mendesain soal evaluasi 1.

Pelaksanaan Tindakan (Action)

Kegiatan yang dilakukan tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang

sudah direncanakan pada tahap perencanaan. Pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 16

– 21 November 2015 materinya tentang zat aditif. Pertemuan 1 dilaksanakan hari senin,

tanggal 16 November 2015 di kelas VIII A SMPN 1 Paringin membahas lembar kerja

siswa pertama (LKS.1) tentang zat pewarna tekstil Setiap kelompok mengidentifikasi

macam-macam saus jajanan yang mengandung pewarna berbahaya yang ada di

lingkungan sekolah. Pertemuan 2 dilaksanakan hari selasa, tanggal 17 November 2015 di

SMPN 1 Paringin membahas lembar kerja siswa kedua (LKS.2) tentang mengidentifikasi

jajanan yang ada di sekitar sekolah yang mengandung boraks. Pertemuan 3 dilaksanakan

tanggal 18 November 2015 di kelas VIII SMPN 1 Paringin 1 membahas tentang hasil

pengamatan dari LKS.1 dan LKS.2 pada pertemuan 1 dan 2.

Observasi dan Evaluasi

Observasi yang dilakukan pengamat adalah mengamati keterampilan proses siswa yaitu

keterampilan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar,

dan mengkomunikasikan. Pengamat bisa mengamati siswa mulai kegiatan inti. Pengamat

bisa memberi nilai 0 bila siswa tidak melakukan kegiatan tersebut dan memberi nilai 1

apabila siswa melakukan kegiatan tersebut.

Refleksi

Kegiatan pada tahap ini adalah guru peneliti dan observer menganalisa hasil observasi

dan evaluasi hasil belajar dari siklus 1, apabila ketuntasan hasil belajar siswa kurang dari

85% maka penelitian akan dilanjutkan ke siklus II. Dan apabila dalam pelaksanaan atau

kekurangan-kekurangan pada siklus 1 akan diperbaiki untuk pelaksanaan siklus II.

Siklus II

Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan ini adalah: (1) membuat skenario

pembelajaran penggunaan model Problem Based Learning atau PBL; (2) membuat

rancangan Lembar Kerja Siswa, LKS.1 tentang mengidentifikasi zat adiktif dan

psikotropika pada makanan dan obat-obatan, kemudian untuk LKS.2 tentang menguji

adanya nikotin pada rokok; (3) menyiapkan lembar observasi guru dan lembar observasi

siswa untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa; (4) menyiapkan pembagian kelompok

yang heterogen berdasarkan prestasi siswa dan dibagi menjadi 5 kelompok empat

kelompok beranggotakan lima orang dan satu kelompok beranggotakan enam orang.

Page 7: penggunaan model problem based learning untuk ...

Seminar Nasional Pendidikan IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

179

Anggota kelompok sama dengan pembagian kelompok pada siklus I; (6) menyiapkan alat

dan bahan praktikum; dan (7) mendesain soal evaluasi II.

Pelaksanaan

Pelaksanaan siklus II dilaksanakan pada tanggal 23–28 November 2015, materinya

tentang zat adiktif dan psikotropika. Pertemuan 1 dilaksanakan hari senin tanggal 23

November 2015 di kelas VIII A SMPN 1 Paringin membahas lembar kerja siswa pertama

(LKS.1) tentang mengidentifikasi NAPZA dalam obat, makanan dan minuman.

Pertemuan 2 dilaksanakan pada hari selasa tanggal 24 November 2015 di kelas VIII A

SMPN 1 Paringin membahas tentang mengidentifikasi nikotin dalam rokok. Sedangkan

pada pertemuan 3 sebenarnya dilaksanakan pada hari rabu tanggal 25 November 2015

tetapi karena hari tersebut bertepatan dengan hari guru yang diperingati di bersama di

lapangan kantor bupati Balangan, maka pertemuan diundur ke hari kamis tanggal 26

November 2015 jam pelajaran Bahasa Indonesia berpindah ke hari senin tanggal 30

November 2015. Pada pertemuan ini membahas tentang hasil pengamatan pada

pertemuan 1 dan 2.

Observasi dan Evaluasi

Observasi pada siklus II sama dengan observasi pada siklus I yaitu mengamati

keterampilan proses 5M. Setelah semua tindakan sudah selesai, guru memberikan angket

untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan model Problem Based Learning pada topik zat aditif dan zat adiktif.

Refleksi

Kegiatan ini guru dan observer mendiskusikan, apakah kekurangan-kekurangan siklus I

sudah dapat dipenuhi pada siklus II. Apabila sudah terpenuhi semua, maka pelaksanakan

penelitian ini sampai pada siklus II saja sesuai dengan rencana, tetapi apabila pada siklus

II masih ada kekurangan, maka guru akan meneruskan pada siklus berikutnya. Indikator

keberhasilan dari penelitian ini adalah penelitian dikatakan berhasil apabila keterampilan

proses siswa selama proses pembelajaran adalah baik dan respon siswa terhadap model

pembelajaran Problem Based Learning sangat baik.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Siklus I

Keterampilan proses yang diamati oleh observer adalah keterampilan mengamati,

menanya, mengumpulkan data, mengasosiasikan/menalar, dan mengkomunikasikan yang

dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Keterampilan Proses Siklus I

No. Nama Kelompok Keterampilan Proses

1 2 3 4 5

1 Matahari 100 100 100 100 60

2 Raflesia arnoldy 100 80 100 80 80

3 Lily 100 100 100 100 80

4 Venus 100 100 100 100 80

5 Tulip 100 60 100 80 60

Rata-rata 100 88 100 92 72

Kategori

Sangat

baik Baik

Sangat

baik

Sangat

baik Cukup

Keterangan:

1. Mengamati

Page 8: penggunaan model problem based learning untuk ...

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

180

2. Menanya

3. Mengumpulkan informasi

4. Mengasosiasi/menalar

5. Mengkomunikasikan

Hasil pengamatan keterampilan proses, kelompok Bunga Matahari dan Tulip

masih perlu perbaikan. Berdasarkan refleksi siklus I dan beberapa diskusi dengan teman

guru, maka yang perlu dilakukan pada siklus II diantaranya untuk meningkatkan

konsentrasi siswa pada proses pembelajaran, guru memberitahukan kepada siswa bahwa

setiap lima menit sekali ada penilaian sikap.

Siklus II

Keterampilan proses yang diamati oleh observer sama dengan keterampilan

proses pada siklus I yaitu keterampilan mengamati, menanya, mengumpulkan data,

mengasosiasikan/menalar, dan mengkomunikasikan yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Keterampilan Proses Siklus II

No. Nama Kelompok Keterampilan Proses

1 2 3 4 5

1 Matahari 100 100 100 100 60

2 Raflesia arnoldy 100 80 100 80 80

3 Lily 100 100 100 100 80

4 Venus 100 100 100 100 80

5 Tulip 100 80 100 100 100

Rata-rata 100 96 100 100 100

Kategori Sangat

baik

Sangat

Baik

Sangat

baik

Sangat

baik

Sangat

baik

Keterangan:

1. Mengamati

2. Menanya

3. Mengumpulkan informasi

4. Mengasosiasi/menalar

5. Mengkomunikasikan

3.2 Pembahasan

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, pada mata pelajaran IPA kelas VIII di

SMPN 1 Paringin. Topik pembelajaran yang bermasalah adalah “zat aditif dan zat

adiktif.” Pada topik ini dari hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa nilai

keterampilan proses siswa sangat rendah. Permasalahan yang kedua disekitar sekolah

SMPN 1 Paringin banyak pedagang jajanan yang diragukan higenisnya yang bisa

menyebabkan gangguan kesehatan yang tidak diketahui oleh siswa, selain itu akhir-akhir

ini banyak siswa SMPN 1 Paringin yang tertangkap basah menjadi pengedar dan pemakai

obat terlarang, sehingga guru perlu memberikan topik ini yang berbeda dengan penyajian-

penyajian sebelumnya.

Topik zat aditif dan zat adiktif disajikan dengan model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL). Penelitian ini terdiri dari dua siklus dan setiap siklus terdiri atas

tiga pertemuan. Guru dibantu beberapa guru IPA lainnya dan mahasiswa STKIP PGRI

Banjarmasin yang sedang melaksanakan PPL di SMPN 1 Paringin. Dari pengamatan para

observer, diperoleh data pada pengamatan siklus I dan siklus II yaitu keterampilan proses,

dan respon siswa.

Page 9: penggunaan model problem based learning untuk ...

Seminar Nasional Pendidikan IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

181

Persentase perbandingan data keterampilan proses selama kegiatan

pembelajaran dari pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3 pada siklus I dan siklus II

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Gambar Perbandingan Keterampilan Proses

Keterangan:

1. Mengamati

2. Menanya

3. Mengumpulkan informasi

4. Mengasosiasi/menalar

5. Mengkomunikasikan

Keterampilan proses yang diamati pengamat dengan menggunakan model

Problem Based Learning (PBL) pada topik zat aditif dan zat adiktif yaitu proses

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan/menalat, dan

mengkomunikasikan pada siklus I dan siklus II terlihat sebagai berikut:

1. Mengamati, pada siklus I dan siklus II sudah 100% siswa terlibat dalam

pengamatan yang ditayangkan guru;

2. Menanya, pada siklus I sebesar 88% dan siklus II sebesar 96%, masih ada satu

siswa yang tidak telibat dalam proses menanya;

3. Mengumpulkan informasi, pada siklus I dan siklus II sudah 100% siswa terlibat

dalam proses mengumpulkan informasi atau data saat diskusi;

4. Mengasosiasikan/menalar, pada siklus I sebesar 92%, masih ada dua siswa yang

diam, tetapi pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 100% siswa terlibat; dan

5. Mengkomunikasikan, pada siklus I sebesar 72% karena masih didominasi oleh

siswa-siswa yang tingkat pengetahuan tinggi. Tetapi pada siklus II sudah ada

pembagiannya sehingga menjadi 100% siswa ikut terlibat.

Guru setelah melaksanakan semua tindakan siklus I dan siklus II, mengedarkan

angket respon siswa yang berisi 25 pernyataan positif dan negatif terdiri dari 14 respon

positif dan 11 respon negatif siswa terhadap model PBL pada topik zat aditif dan zat

adiktif dapat dilihat pada Gambar 2

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5

Siklus I Siklus II

Page 10: penggunaan model problem based learning untuk ...

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

182

Gambar 2 Respon Positif dan Negatif Siswa

Data pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pada respon penyataan positif, hampir

95,31% siswa menyatakan sangat setuju dan setuju, sedangkan 46,9% yang menyatakan

tidak setuju dan sangat setuju. Pada penyatakan negatif hampir 89,85% menyatakan

sangat tidak setuju dan tidak setuju, sedangkan 10,15% masih ada pernyataan siswa yang

setuju dan sangat tidak setuju.

Pernyataan negatif siswa dikarenakan ada beberapa siswa yang sudah mengetahui

dampak negatif pewarna tekstil dan boraks. Ada tiga siswa yang masih ingin membeli

jajanan walaupun jajanan tesebut mengadung zat aditif berbahaya. Ini perlu pendekatan

kepada siswa tersebut dampak seriusnya bahan aditif berbahaya.

Model pembelajaran Problem Based Learning dapat memperbaiki proses

pembelajaran topik zat aditif dan zat adiktif terutama pada aktivitas siswa dan hasil

belajar siswa. Pembelajaran berbasis masalah ini sangat cocok untuk materi topik zat

aditif dan zat adiktif karena di sekitar sekolah banyak jajanan yang masih diragukan

kebersihan dan kesehatannya. Selain itu, banyak sekali permasalahan siswa di sekolah

yang berhubungan dengan zat adiktif, baik masalah obat terlarang, penggunaan lem fox

dan rokok.

Beberapa penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa model pembelajaran

Problem-Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa

yaitu: (1) Sulaiman (2010) menemukan bahwa siswa lebih antusias dan dapat

meningkatkan berkomunikasi antar siswa; (2) Annie dkk (2014) juga menemukan bahwa

penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan sikap dan

perbedaan hasil belajar sebelum dan sesudah pembelajaran; (3) Ika Lestari dkk (2015)

penerapan Problem Based Learning (PBL) menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan

berpikir kritis siswa.

IV. PENUTUP

Selama proses pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses pada topik zat aditif dan

zat adiktif kelas VIII di SMPN 1 Paringin, dapat disimpulkan bahwa: (1) keterampilan

proses siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) pada topik zat

aditif dan zat adiktif terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu sangat baik; (2)

penggunaan model Problem Based Learning (PBL) pada topik zat aditif dan zat adiktif

dapat meningkatkan respon siswa, hal ini dapat dilihat pada angket respon siswa baik

respon positif maupun respon negatif sangat mendukung pembelajaran PBL pada topik

zat aditif dan zat adiktif.

Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar pada topik zat aditif dan zat adiktif kelas VIII di SMPN 1

Paringin sudah terlihat hasilnya, tetapi ada beberapa saran dari peneliti supaya lebih baik

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

46,96 48,35

4,12 0,56

58,73

31,12

5,58 3,5

Respon Positif Respon Negatif

Page 11: penggunaan model problem based learning untuk ...

Seminar Nasional Pendidikan IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

183

lagi, yaitu: (1) perlu persiapan yang lebih matang untuk bahan-bahan praktikum yang

akan diuji oleh siswa karena ada beberapa bahan untuk uji zat adiktif pada makanan dan

obat-obatan yang sulit kita dapatkan; (2) praktikum uji nikotin pada rokok, sebaiknya

guru meminta siswa untuk membawa masker karena asap rokok sangat membahayakan

siswa, apalagi pada siswa yang mempunyai penyakit asma; dan (3) perlu diusahakan uji

makanan khususnya jajanan siswa berupa gorengan yang penggorengan memakai plastik

untuk merenyahkan makanan.

DAFTAR PUSTAKA

Af’idayani, N., Setiadi, I., & Fahmi, F. (2018). The effect of inquiry model on science

process skills and learning outcomes. European Journal of Education Studies.

Annie Kusharyanti, M. Ali Sarong, Suhrawardi Ilyas. (2014). Penerapan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Zat Aditif Makanan Berkaitan

Dengan Kesehatan Terhadap Sikap Kognitif Dan Aktivitas Siswa Kelas VIII

MTsN Rukoh Kota Banda Aceh. Jurnal Biotik (biologi teknologi dan

kependidikan). Vol. 2 no. 1 th 2014.

Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach (edisi ketujuh buku dua), Yogyakarta:

Pustaka Belajar

Akinoglu, O. dan R.O. Tandogan. (2007). The Effect of Problem Based Active Learning

of Student’s Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia

Journal of Mathemathics, science dan Technology Education, 3 (1): 71-81

Depdiknas. (2005). Materi Pelatihan Terintegrasi IPA buku 3 / Model-model Pengajaran

dalam Pembelajaran IPA, Jakarta

Dwi Atmono. 2009. Panduan Praktis Penelitian Tindakan Kelas. Banjarbaru: Scripta

Cipta.

Fahmi, F., Abdullah, A., & Irhasyuarna, Y. (2021). Empowering peat lands as a resource

of learning natural science to strengthening environment care. The 2nd

International Conference on Social Sciences Education (ICSSE 2020), 426-429.

Doi: 10.2991/assehr.k.210222.072.

Fahmi & Irhasyuarna, Y. (2019). Pengantar pendidikan: Manusia, pendidikan, dan

perkembangan zaman. Banjarmasin: Program Studi Magister Keguruan IPA PPs

ULM.

Fahmi, F. (2020). Penggunaan zat pewarna pada kain sasirangan sebagai sumber

belajar ilmu pengetahuan alam.

Ika Lestari, Mumun Nurmilawati, Agus Muji Santoso. (2015). Penerapan Problem Based

Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Sikap

Sosial Siswa Kelas VIII. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015,

Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana

Suparlan. (2006). Guru sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat

Suyadi, (2012). Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah. Yogjakarta: Mentari

Pustaka.

Sulaiman, Fauziah. (2010). Students' Perceptions of Implementing Problem-Based

Learning in a Physics Course, Procedia Social and Behavioral Sciences 7(C)

(2010) 355–362.

Page 12: penggunaan model problem based learning untuk ...

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA “Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Pembelajaran IPA”

Penerbit: S2 IPA UNLAM PRESS., Edisi: Oktober 2016., ISBN: 978-602-60213-0-4 Dipublikasikan ulang dengan beberapa perbaikan pada Agustus 2021

184