Top Banner
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengelolaan Keuangan Daerah Salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah adalah pengelolaan keuangan daerah, hal ini esensial dan mendasar untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada serta upaya untuk mengakomodir berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang akan dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Sedangkan pengelolaan keuangan daerah dalam peraturan pemerintah tersebut mengandung pengertian keseluruhan kegiatan meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan. Kemudian ketentuan tersebut juga mengamanatkan, bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-
39

Pengelolaan Keuangan Daerah

Feb 01, 2016

Download

Documents

Landasan Teori Pengelolaan Keuangan Daerah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pengelolaan Keuangan Daerah

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengelolaan Keuangan Daerah

Salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan di daerah adalah pengelolaan keuangan daerah, hal ini esensial dan mendasar

untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada serta upaya untuk

mengakomodir berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,

menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban

daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang akan dinilai dengan uang

termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

daerah tersebut. Sedangkan pengelolaan keuangan daerah dalam peraturan pemerintah tersebut

mengandung pengertian keseluruhan kegiatan meliputi perencanaan, pelaksanaan,

penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan. Kemudian ketentuan

tersebut juga mengamanatkan, bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara

tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan

bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan dan manfaat kepada

masyarakat. Kemudian Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang

terintegrasi yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setiap

tahunnya.

Menurut Jaya (1999:11) keuangan daerah merupakan seluruh tatanan, perangkat

kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan belanja daerah.

Dilain pihak Mamesah (1995:16) menyatakan bahwa keuangan merupakan adalah semua hak

Page 2: Pengelolaan Keuangan Daerah

dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang

maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai

oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

yang berlaku.

Kaho (2001:61) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi dalam

pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan yang baik. Istilah keuangan disini

mengandung arti bahwa setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang, antara lain berupa

sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan

tujuan dan peraturan yang berlaku.

Faktor keuangan penting dalam setiap kegiatan pemerintah, karena hampir tidak ada

kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Semakin besar jumlah uang yang

tersedia, makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan.

Demikian juga semakin baik pengelolaannya semakin berdaya guna pemakaian uang tersebut.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Manullang (1973:67):

“bagi kehidupan suatu Negara, masalah keuangan Negara sangat penting. Makin baik keuangan

suatu Negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam Negara itu. sebaliknya,

kalau keuangan Negara itu kacau maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan

rintangan dalam menyelanggarakan segala kewajiban yang diberikan kepadanya. Demikian

juga bagi suatu pemerintah daerah, keuangan merupakan masalah penting baginya dalam

mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”.

Pentingnya kedudukan keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan juga

diungkapkan Pamudji (dalam Kaho, 2001:125) yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah

tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup

Page 3: Pengelolaan Keuangan Daerah

untuk memberikan pelayanan pembangunan, dan keuangan inilah uang yang merupakan salah-

satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri. Hal yang senada diungkapkan oleh Syamsi (1994) yang

menempatkan keuangan daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan

daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Selanjutnya mengenai pentingnya pengelolaan keuangan daerah, Wajong (1975:97)

menyatakan bahwa:

1. Pengendalian keuangan mempunyai pengaruh yang begitu besar pada hari kemudian

bagi penduduk, sehingga kebijaksanaan yang ditempuh pada melakukan kegiatan itu

dapat menyebabkan kemakmuran atau kelemahan, kejayaan atau kejatuhan penduduk

daerah itu;

2. Kepandaian mengendalikan daerah tidak akan memberikan hasil yang memuaskan

dan abadi, tanpa cara pengendalian keuangan yang baik, terlebih lagi tanpa ada

kemampuan melihat ke muka dengan penuh kebijaksanaan, yang harus diarahkan

pada melindungi dan memperbesar harta daerah, dengan mana semua kepentingan

masyarakat se-daerah sangat erat berhubungan;

3. Anggaran adalah alat utama pada pengendalian keuangan daerah, sehingga rencana

anggaran yang diperhadapkan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah haruslah tepat

dalam bentuk dan susunannya dengan memuat rancangan yang dibuat berdasarkan

keahlian dengan pandangan ke muka yang bijaksana.

Begitu pentingnya sektor pengelolaan keuangan daerah, Mardiasmo (1999:11)

mengemukakan bahwa salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati

adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau

Page 4: Pengelolaan Keuangan Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi

pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral

dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran daerah

seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran,

alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otorisasi pengeluaran di

masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua

aktivitas di berbagai unit kerja. Penentuan besarnya penerimaan atau pendapatan dan

pengeluaran atau belanja daerah tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, Devas, dkk (1989) mengemukakan bahwa pengelolaan keuangan daerah

berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan

daerah sebagai berikut.

1) Tanggung jawab (accountability). Pemerintah Daerah harus

mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang

berkepentingan sah, lembaga atau orang itu adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala

Daerah dan masyarakat umum.

2) Mampu memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus ditata dan dikelola

sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan

baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu

yang telah ditentukan.

3) Kejujuran. Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya

harus diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan dapat dipercaya.

4) Hasil guna (efectiveness) dan daya guna (efficiency). Merupakan tata cara mengurus

keuangan daerah harus sedimikian rupa sehingga memungkinkan program dapat

Page 5: Pengelolaan Keuangan Daerah

direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan Pemerintah Daerah dengan

biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.

5) Pengendalian. Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawas

harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.

Perbaikan kinerja anggaran dan pengelolaan keuangan daerah menduduki posisi penting

dalam strategi pemberdayaan pemerintah daerah terlebih lagi dalam pelaksanaan otonomi daerah

dan mewujudkan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab. World Bank (1988)

menyebutkan bahwa perencanaan pengeluaran yang berorientasi pada kinerja akan

meningkatkan kinerja anggaran daerah.

Perkiraan jumlah alokasi dana untuk setiap unit kerja pemerintah daerah dan atau

program kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu tingkat pelayanan publik, disesuaikan

dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, sehingga identifikasi input, teknik produksi

pelayanan publik dan tingkat kualitas minimal yang harus dihasilkan oleh suatu unit kerja

menjadi syarat dalam menentukan alokasi dana yang optimal untuk setiap unit kerja pelayanan

publik. Dengan demikian pengeluaran pemerintah daerah dapat menciptakan ukuran kinerja yang

akan mempermudah dalam melakukan kegiatan pengendalian dan evaluasi kebijakan pemerintah

daerah. Karena merupakan kebijakan pemerintah daerah, maka orientasi pemerintah daerah pada

pembangunan akan lebih dekat dengan gerak dinamis masyarakatnya. Artinya akan bersifat

terbuka sehingga tuntutan dan kebutuhan public masuk dalam penentuan strategis, prioritas dan

kebijakan alokasi.

Anggaran daerah merupakan desain teknis untuk pelaksanaan strategi, sehingga apabila

pengeluaran pemerintah mempunyai kualitas yang rendah, maka kualitas pelaksanaan fungsi-

fungsi pemerintah daerah juga cenderung melemah yang berakibat kepada wujud daerah dan

Page 6: Pengelolaan Keuangan Daerah

pemerintah daerah di masa yang akan datang sulit untuk dicapai. Sebagaimana Ediharsi dkk,

(1998) menyebutkan pengelompokan anggaran menurut sektor lebih mengarah kepada

pemberian informasi tentang prioritas pembangunan daripada penentuan target pertumbuhan.

Manajemen keuangan daerah yang baik diharapkan akan mampu mengontrol kebijakan

keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel. World Bank

(1998:46) menyebutkan bahwa dalam pencapaian visi dan misi daerah, penganggaran dan

manajemen keuangan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip pokok yang meliputi komprehensif

dan disiplin, akuntabilitas, kejujuran, transparansi, fleksibilitas, terprediksi, dan informatif.

Menurut Mardiasmo (2000:3) perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan

daerah adalah:

1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public

oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran

untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat

dan DPRD dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah;

2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan anggaran

daerah pada khususnya;

3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait

dalam pengelolaan anggaran seperti DPRD, kepala daerah, sekretaris daerah dan

perangkat daerah lainnya;

4. Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan

keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi

dan akuntabilitas;

Page 7: Pengelolaan Keuangan Daerah

5. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, kepala daerah dan Pegawai Negeri

Sipil daerah baik rasio maupun dasar pertimbangannya;

6. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi

tahunan;

7. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional;

8. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan

publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan

transparansi informasi anggaran kepada publik;

9. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi,

dan peran anggotan masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat

pemerintah daerah;

10. Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi

anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap

penyebarluasan informasi sehingga memudahkan pelaporan dan pengendalian serta

mempermudah mendapatkan informasi.

Pengelolaan keuangan Negara yang sehat, baik dari sisi penerimaan (revenues) maupun

dari sisi pengelolaan pengelolaan pengeluaran (expenditures), merupakan kata kunci untuk dapat

keluar dari krisis ekonomi. Pengelolaan keuangan yang baik dan transparan harus pula didukung

oleh semua pihak untuk melakukan hal yang sama agar tercipta tatanan yang ideal untuk

menerapkan semua peraturan perundang-undangan yang ada (Sidik, 2000:3).

Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mewujudkan pemerintah daerah yang memiliki

kinerja positif, maka pengelolaan keuangan yang baik mutlak diperlukan. Keberhasilan

penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah dalam mengelola

Page 8: Pengelolaan Keuangan Daerah

keuangannya, karena kinerja pengelolaan keuangan merupakan salah satu indikator penting guna

mengukur kinerja pemerintah daerah. Hal ini mudah dipahami, karena adalah mustahil bagi

daerah-daerah untuk dapat menjalankan berbagai tugas dan pekerjaannya dengan efisien dan

efektif dan dapat melaksanakan pelayanan dan pembangunan bagi masyarakatnya tanpa disertai

dengan pengelolaan keuangan yang baik pula.

2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

APBD adalah dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD

merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua

penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian

pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD

merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan

pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan

keuangan daerah, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah,

belanja daerah dan pembiayaan.

1. Pendapatan Daerah

a. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas

Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah

dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

Pendapatan daerah terdiri atas: Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana

Perimbangan; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Page 9: Pengelolaan Keuangan Daerah

b. Perincian selanjutnya, Pendapatan Asli Daerah terdiri atas: pajak daerah; retribusi

daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD

yang sah.

c. Lain-lain PAD yang sah terdiri dari: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak

dipisahkan; hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak

dipisahkan; jasa giro; pendapatan bunga; tuntutan ganti rugi; keuntungan selisih

nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan komisi, potongan, ataupun

bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa

oleh daerah.

d. Pendapatan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan terdiri dari: Dana Bagi

Hasil; Dana Alokasi Umum; dan Dana Alokasi Khusus.

e. Pendapatan daerah, selain PAD dan Dana Perimbangan, adalah Lain-lain

Pendapatan Daerah yang Sah yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain

pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang, barang,

dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam

negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.

2. Belanja Daerah

Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah meliputi

semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana

lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan

diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam

rangka pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau

Page 10: Pengelolaan Keuangan Daerah

kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan

dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Pembiayaan Daerah

a. Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali

dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya Pembiayaan daerah

tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Penerimaan pembiayaan mencakup: SILPA tahun anggaran sebelumnya,

pencairan dana cadangan, basil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan,

penerimaan pinjaman; dan penerimaan kembali pemberian pinjaman.

b. Pengeluaran pembiayaan mencakup: pembentukan dana cadangan, penyertaan

modal pemerintah daerah, pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman.

2.3 Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah

Guna menilai kapasitas pengelolaan keuangan daerah. Bank Dunia dan Kementerian

Dalam Negeri (World Bank, 2006:5) telah berupaya mengembangkan kerangka pengelolaan

keuangan publik dengan membagi kerangka tersebut menjadi Sembilan bidang strategis utama

untuk pengelolaan keuangan publik yang efektif, yaitu: (1) Kerangka peraturan perundang

undangan daerah; (2) perencanaan dan penganggaran; (3) pengelolaan kas; (4) pengadaan barang

dan jasa; (5) akuntansi dan pelaporan; (6) audit internal; (7) hutang dan investasi publik; (8)

pengelolaan asset; serta (9) audit eksternal dan pengawasan.

Kerangka kinerja pengelolaan keuangan daerah yang dikemukakan oleh World Bank

(2006) adalah yang paling terkini. Akan tetapi atas dasar perimbangan penulis dengan

memperhatikan pengaruh signifikan terhadap pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah

Page 11: Pengelolaan Keuangan Daerah

Daerah Kabupaten Bantul, penulis akan menganalisis lebih dalam mengenai kinerja pengelolaan

kenangan daerah hanya ditinjau dari aspek-aspek: kerangka peraturan perundang-undangan

daerah, perencanaan dan penganggaran, pengelolaan kas, akuntansi dan pelaporan, serta audit

eksternal dan pengawasan.

2.4. Bidang-Bidang Strategis Pengelolaan Keuangan Daerah

2.4.1. Kerangka Peraturan Perundangan Daerah

Penegakan kerangka hukum secara efektif mengenai pengelolaan keuangan yang

komprehensif dengan memperhatikan hirarki peraturan perundangan nasional harus dilakukan

oleh pemerintah daerah, Sebelum pemberlakuan desentralisasi undang-undang nasional menjadi

payung hukum bagi administrasi keuangan, tetapi dengan penyerahan kewenangan dan tanggung

jawab fiscal kepada pemerintah daerah, ketentuan peraturan baru dalam hal ini peraturan daerah

maupun peraturan kepala daerah diperlukan keberadaannya untuk mengatar pengelolaan teknis

keuangan yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah, dan untuk Provinsi

Aceh sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, juga

terdapat bab tersendiri yang mengatur mengenai keuangan yang tentunya tidak bertentangan

dengan pengaturan secara nasional.

Mardiasmo (2002:9) memasukkan kerangka hukum dan administrasi sebagai salah satu

upaya pemberdayaan pemerintah daerah di bidang pengelolaan kenangan daerah agar kerangka

hukum dan administrasi tersebut diarahkan untuk mengatur pembiayaan, investasi, dan

pengelolaan uang daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi

dan akuntabilitas.

Transparansi diperlukan untuk memberi ruang partisipasi bagi masyarakat dalam proses

penganggaran hingga pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah, karena transparansi

Page 12: Pengelolaan Keuangan Daerah

dalam perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban mencintakan akuntabilitas dan

auditibilitaa (Rakwhadiptodjo, 1996:76). Kerangka peraturan juga akan menjamin sistem

pengelolaan keuangan daerah diatur secara benar sehingga akuntabilitas publik dapat terpenuhi.

2.4.2 Perencanaan dan Penganggaran

Aspek lain dalam reformasi pengelolaan keuangan daerah adalah perubahan paradigma

anggaran daerah. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menghasilkan anggaran daerah yang benar-

benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan dari masyarakat daerah setempat terhadap

pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efektif dan efisien. Menurut Mardiasmo

(2002:106) paradigma anggaran daerah yang diperlukan tersebut adalah:

a. Anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik,

b. Anggaran daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah (work better

and cost less),

c. Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara

rasional untuk keseluruhan siklus anggaran,

d. Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented)

untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan,

e. Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap

organisasi yang terkait,

f. Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksanaannya

untuk memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for

money.

Sesuai dengan Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, yang dimaksud dengan perencanaan adalah suatu proses untuk

Page 13: Pengelolaan Keuangan Daerah

menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan

sumber daya tersedia. Perencanaan pembangunan terdiri atas perencanaan pembangunan yang

disusun secara terpadu oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Perencanaan

pembangunan oleh pemerintah daerah terdiri dari: (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah; (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; dan (3) Rencana Kerja

Pemerintah Daerah

Rencana kerja pemerintah daerah selanjutnya menjadi pedoman penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah yang didalamnya terdapat rencana keuangan yang secara

sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya.

Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai

tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan

dana dan pertanggungjawaban kepada publik.

Senada dengan apa yang diungkapkan Baswir (1988:26-39), bahwa penyusunan anggaran

berdasarkan suatu struktur dan klasifikasi tertentu adalah suatu langkah penting untuk

mendapatkan sistem penganggaran yang baik yang berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah

dalam mengelola pemerintahannya, sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap

kebijaksanaan dan kemampuan pemerintah. Penyusunan anggaran tidak bisa dilepaskan dari

kondisi eksisting suatu daerah.

Perencanaan dan penganggaran merupakan esensi utama dari pengelolaan keuangan.

Pemerintah daerah tidak akan dapat mengelola keuangannya secara efektif apabila sistem

perencanaan dan penganggaran yang dimiliki tidak baik.

2.4.3 Pengelolaan Kas

Page 14: Pengelolaan Keuangan Daerah

Penempatan Pengelolaan kas sebagai aspek strategis yang terpisah mencerminkan

pentingnya melembagakan praktek-praktek penanganan kas yang tepat pada suatu pemerintahan

di daerah.

Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan daerah dikelola dalam APBD. Pelaksanaan APBD meliputi pelaksanaan anggaran

pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Berikut ini beberapa ketentuan penting dalam pengelolaan

kas didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah, serta pedoman pelaksanannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

1. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah

a. Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan

daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan

ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Penerimaan

SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali

ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD berupa

uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu)

hari kerja oleh Bendahara Penerimaan dengan didukung oleh bukti yang lengkap.

b. Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah. SKPD

dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau

kegiatannya berdampak pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan

pemungutan dan penerimaan tersebut.

Page 15: Pengelolaan Keuangan Daerah

c. Komisi, obat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa

pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari

penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa

termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat

penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan

barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah.

d. Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus segera disetor ke kas

umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/asset daerah yang dicatat

sebagai inventaris daerah.

e. Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi

dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang

bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang

sama. Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun

sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.

2. Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah

a. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk

setiap pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran

belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia

dalam APBD. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran

daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran

belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 16: Pengelolaan Keuangan Daerah

b. Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai

hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas yang

mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan

daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah.

Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk belanja yang bersifat mengikat dan

belanja yang bersifat wajib.

c. Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan

Dana (SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), atau

dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.

d. Khusus untuk biaya pegawai diatur bahwa gaji pegawai negeri sipil daerah

dibebankan dalam APBD. Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan

penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang

obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh

persetujuan DPRD sesuai dengan katentuan peraturan perundang-undangan.

e. Dalam pelaksanaan pembayaran yang terhulang pajak, bendahara pengeluaran

sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib

menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke

rekening Kas Daerah pada bank pemerintah atau bank lain yang ditetapkan Bupati

sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan

perundang-undangan.

f. Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang

diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya

dilakukan dengan penerbitan SP2D oleh kuasa BUD.

Page 17: Pengelolaan Keuangan Daerah

g. Penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima

kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Setelah tahun

angaran berakhir, kepala SKPD selaku pengguna anggaran dilarang menerbitkan

SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.

h. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa

pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara

pengeluaran. Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna

anggaran/kuasa pengguna anggaran apabila kelengkapan dokumen, kebenaran

perhitungan dan ketersediaan dana tidak terpenuhi. Bendahara pengeluaran wajib

melakukan hal tersebut karena dia bertanggungjawab secara pribadi atas

pembayaran yang dilaksanakannya.

i. Kepala daerah dapat memberikan izin pembukaan rekening untuk keperluan

pelaksanaan pengeluaran di lingkungan SKPD.

3. Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah

a. Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola

Keuangan Daerah (PPKD). Semua penerimaan dan pengeluaraan pembiayaan

daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah.

b. Untuk pencairan dana cadangan, pemindahbukuan dari rekening dana cadangan

ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan

kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang ditetapkan berdasarkan peraturan

daerah tentang pembentukan dana cadangan yang berkenaan mencukupi.

c. Pemindahbukuan tersebut paling tinggi sejumlah pagu dana cadangan yang akan

digunakan untuk mendanai pelakasanaan kegiatan dalam tahun anggaran

Page 18: Pengelolaan Keuangan Daerah

berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang

pembentukan dana cadangan. Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke

rekening kas umum daerah tersebut dilakukan dengan surat perintah

pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.

d. Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan. Pencatatan penerimaan atas penjualan kekayaan

daerah didasarkan pada bukti penerimaan yang sah.

e. Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan

diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang ditetapkan

dalam perjanjian pinjaman berkenaan.

f. Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai

rupiah. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada

perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian

pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi tanggungan

pihak peminjam.

g. Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan mencakup pelaksanaan pembentukan

dana cadangan, penyertaan modal, pembayaran pokok utang, dan pemberian

pinjaman daerah.

h. Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana cadangan

dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam

peraturan daerah. Pemindahbukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan

yang ditransfer dari rekening kas umum daerah ke rekening dana cadangan

Page 19: Pengelolaan Keuangan Daerah

dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan olah kuaaa BUD atas

persetujuan PPKD.

i. Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang

akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam

peraturan daerah tentang penyertaan modal daerah berkenaan.

2.4.4 Akuntansi dan Pelaporan

Akuntansi dan pelaporan merupakan komponen yang tidak dapat dihindarkan dalam

melaksanakan pengelolaan keuangan. Aspek ini memerlukan prosedur yang tertata dengan baik

dan pegawai yang terlatih untuk melakukan pencatatan data-data keuangan. Sistem Akuntansi

Pemerintah yang baik diperlukan dalam pencatatan, pelaporan dan pendokumentasian data untuk

membuat Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat lebih akurat

(Reksohadiprodjo, 1996:76). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jones (2000) dalam Suprijadi

(2002:13) tentang pengembangan teknik-teknik akuntansi sektor publik diperoleh pandangan

bagaimana mengembangkan pemikiran aktivitas pekerjaan dari segi nilai hasil sosial, Jones

(2000) selanjutnya menyimpulkan, bahwa untuk mengembangkan teknik-teknik akuntansi sektor

publik diperlukan mendesain ulang proyek, program dan sektor yang senantiasa dikaitkan

dengan struktur organisasi.

Selanjutnya, Gallhofer dan Haslam (dalam Suprijadi, 2002:2014) mengemukakan secara

kritis teori tentang reformasi sistem akuntansi sektor publik di Negara-negara Anglo-Saxon.

Gallhofer dan Haslam (2000) lebih lanjut menyimpulkan bahwa akuntansi sektor publik

memiliki kaitan yang relevan bagi tambahnya perekonomian dengan menekankan terjadinya

efisiensi, efektivitas serta menumbuhkan keinginan bentuk manajemen baru dan akuntabilitas

batu yang cenderung berbentuk pelayanan dari suatu kelembagaan otonomi daerah

Page 20: Pengelolaan Keuangan Daerah

Sesuai ketentuan dalam Permendagri 13 tahun 2007, untuk melakukan penyusunan

laporan keuangan. Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang

mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah

dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai entitas pelaporan

dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas akuntansi.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses

pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan kenangan dalam rangka

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan

aplikasi komputer. Proses tersebut didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan buku besar,

dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu. Sistem akuntansi pemerintahan

daerah sekurang-kurangnya meliputi: prosedur akuntansi penerimaan kas, prosedur akuntansi

pengeluaran kas, prosedur akuntansi aset tetap/barang milik daerah, dan proasoW akuntansi tela»

kas.

Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada pnn»tp

pengendelian internal sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian

internet dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi

pemerintahan daerah dilaksanakan oleh PPKD. Sistem akuntansi SKPD dilaksanakan oleh

Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD. PPK-SKPD mengkoordinasikan pelaksanaan

sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Dalam

rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, entitas pelaporan menyusun laporan keuangan

yang meliputi: laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas; dan catatan atas laporan

keuangan. Kemudian entitas akuntansi hanya menyusun laporan keuangan yang meliputi:

laporan realisasi anggaran, neraca; dan catatan atas laporan keuangan.

Page 21: Pengelolaan Keuangan Daerah

Akuntansi dan pelaporan dalam pengelolaan keuangan daerah ditujukan untuk membuat

suatu sistem akuntansi yang memastikan akuntansi yang cepat untuk semua transaksi keuangan

dan membuat laporan keuangan yang terpercaya, berimbang dan tepat waktu.

2.4.5 Audit Eksternal dan Pengawasan

Sesuai dengan ketentuan pasal 135 Peraturan Pemerintah No 58 tahun 2005, menyatakan

bahwa pemeriksaan eksternal pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah dilakukan

oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan dimaksud dilakukan terhadap Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah yang meliputi Laporan Realisasi APBD (LRA), Neraca, Laporan

Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan Laporan Keuangan

Perusahaan Daerah.

Kegiatan Pemeriksaan oleh BPK tersebut merupakan bagian dari reformasi keuangan

yang diharapkan dapat mewujudkan suatu tatanan pengelolaan keuangan yang baik, sehingga

sebagai suatu bentuk evaluasi maupun indikasi dalam melihat kinerja pengelolaan keuangan

daerah ditempuh melalui proses pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangannya.

Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK-RI bertujuan untuk menilai kewajaran

penyajian atas laporan keuangan dengan menggunakan empat kriteria, yaitu: kesesuaian dengan

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap

ketentuan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian internal.

Setelah melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan BPK mengeluarkan empat jenis

Opini, opini pertama Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), kedua Wajar dengan

Pengecualian (Qualified Opinion), ketiga Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

dan peringkat terakhir Tidak Wajar (Adverse Opinion). Opini Wajar Tanpa Pengecualian

Page 22: Pengelolaan Keuangan Daerah

merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan terhadap laporan keuangan yang dibuat suatu

lembaga baik institusi pemerintahan maupun korporasi.

Selain audit eksternal dalam mengendalikan pengelolaan keuangan daerah juga

diperlukan pengawasan independen, DPRD merupakan lembaga yang berperan dalam hal ini.

DPRD kabupaten memiliki kewenangan terhadap pengawasan pelaksanaan APBD sebagai

pengawasan keuangan eksternal tingkat kabupaten. Seperti halnya pada pengawasan

pelaksanaan, dalam pengawasan keuangan DRPD kabupaten melakukannya lewat dengar

pendapat, kunjungan kerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang

dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD.

Pada hakikatnya, mekanisme audit eksternal memainkan peranan yang tak kalah penting

dalam menciptakan dan mempertahankan pemerintah daerah yang akuntabel. Kondisi ini akan

semakin kuat apabila didukung juga dengan peran DPRD dalam memberikan pengawasan

independen terhadap pengelolaan keuangan daerah.

2.6 Opini BPK RI

Salah satu tugas BPK adalah melaksanakan pemeriksaan keuangan. Pemeriksaan

keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan memberikan keyakinan

yang memadai bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang

material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi

komprehensif lainnya.

Pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan dalam rangka memberikan pendapat/opini

atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Adapun kriteria

pemberian opini menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Penjelasan Pasal 16 ayat (l), opini

Page 23: Pengelolaan Keuangan Daerah

merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang

disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (a) kesesuaian dengan standar

akuntansi pemerintahan, (b) kecukupan pengungkapan, (c) kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan, dan (d) efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).

Oleh karena itu, dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan, selain memberikan opini

atas laporan keuangan, BPK juga melaporkan hasil pemeriksaan atas SPI, dan laporan hasil

pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Terdapat empat jenis opini

yang dapat diberikan oleh pemeriksa (IHPS II, 2010):

a. Opini Wajar Tanpa Pengecualian – WTP (unqualified opinion), termasuk didalamnya

opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraph penjelasan – WTPDPP (unqualified

opinion with modified wording); opini wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa

laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal

yang material dan informasi keuangan dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh

para pengguna laporan keuangan.

b. Opini Wajar Dengan Pengecualian - WDP (qualified opinion); opini wajar dengan

pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan

secara wajar dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang

berhubungan dengan yang dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam laporan

keuangan yang tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para

pengguna laporan keuangan.

c. Opini Tidak Wajar - TW (adverse opinion); opini tidak wajar menyatakan bahwa

laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal

Page 24: Pengelolaan Keuangan Daerah

yang material, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat

digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.

d. Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat - TMP

(disclaimer of opinion); pernyataan menolak memberikan opini menyatakan bahwa

laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Dengan

kata lain, pemeriksa tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan

bebas dari salah saji material, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan

tidak dapat digunakan olah para pengguna laporan keuangan.

Salah satu kriteria pemberian opini adalah evaluasi atas efektivitas SPI. Pengendalian

intern pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah dirancang dengan berpedoman pada

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

(SPIP). SPI dinyatakan memadai apabila unsur-unsur dalam SPI menyajikan suatu pengendalian

yang saling terkait dan dapat meyakinkan pengguna bahwa laporan keuangan bebas dari salah

saji material.

Lingkungan pengendalian yang diciptakan seharusnya menimbulkan perilaku positif dan

kondusif untuk menerapkan SPI. SPI didesain untuk dapat mengenali apakah SPI telah memadai

dan mampu mendeteksi adanya kelemahan. Kelemahan tersebut mengakibatkan permasalahan

dalam aktivitas pengendalian yang menimbulkan kasus-kasus kelemahan SPI sebagai berikut:

a. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yaitu kelemahan sistem

pengendalian yang terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan.

b. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, yaitu

kelemahan pengendalian yang terkait dengan pemungutan dan penyetoran

Page 25: Pengelolaan Keuangan Daerah

penerimaan Negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang

diperiksa.

c. Kelemahan struktur pengendalian intern, yaitu kelemahan yang terkait dengan

ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian

intern yang ada dalam entitas yang diperiksa.

Pemberian opini juga didasarkan pada penilaian kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan. Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan mengungkapkan ketidakpatuhan

terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian

daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan

ketidakefektifan sebagai berikut:

a. Kerugian negara/daerah (termasuk kerugian yang terjadi pada perusahaan milik

negara/daerah) adalah berkurangnya kekayaan negara daerah berupa uang, surat

berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan

melawan hukum, baik sengaja maupun lalai.

b. Potensi kerugian negara/daerah (termasuk potensi kerugian yang terjadi pada

perusahaan negara/daerah) adalah suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja

maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan

datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti

jumlahnya.

c. Kekurangan penerimaan adalah adanya penerimaan yang sudah menjadi hak

Negara/daerah tetapi tidak atau belum masuk ke kas Negara/daerah karena adanya

unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.