PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DALAM PEMBANGUNAN KAMPUNG WERUR DISTRIK BIKAR KABUPATEN TAMBRAUW PROVINSI PAPUA BARAT (Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kampung Werur Distrik Bikar) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Konsentrasi Pemerintahan Daerah Oleh : ANSELMUS YAPPEN NIM 17610056 PROGRAM MAGISTER (S-2) SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD” YOGYAKARTA 2019
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DALAM PEMBANGUNAN
KAMPUNG WERUR DISTRIK BIKAR KABUPATEN TAMBRAUW
PROVINSI PAPUA BARAT
(Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kampung Werur Distrik Bikar)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Daerah
Oleh :
ANSELMUS YAPPEN
NIM 17610056
PROGRAM MAGISTER (S-2)
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
i
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DALAM PEMBANGUNAN
KAMPUNG WERUR DISTRIK BIKAR KABUPATEN TAMBRAUW
PROVINSI PAPUA BARAT
(Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kampung Werur Distrik Bikar)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Daerah
Oleh :
ANSELMUS YAPPEN
NIM 17610056
PROGRAM MAGISTER (S-2)
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
iv
Motto
”dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan
kepadamu apa yang diinginkan hatimu.” (Mazmur 37:4).
v
Persembahan
Tesis ini aku mempersembahkan kepada :
1. Istriku yang tercinta Costansa O. Turay dan ketiga anak-anakkuyakni Aurora Emma Yappen, Eliazer Piet Yappen dan Ancelma E.Yappen yang sangat aku cintai dalam hidupku ini.
2. Ayahku Petrus Yappen (Almarhum) dan ibuku Emma Paraibabo(Almarhuma) yang telah melahirkan aku kedalam dunia ini dansudah membesarkan aku, kamu adalah orang terhebat dan sangatberarti dalam hidupku.
3. Saudara dan Saudari kandungku yang telah lahir bersama aku dalamsatu kandungan dan dari satu darah yaitu Kakak Gr. YakobusYappen, Kakak Stevanus Yappen, Kakak Dominggus Yappen, KakakRosalina Yappen, Kakak Maria Yappen dan Kakak Welmince Mayor.
4. Semua pihak, keluarga dan sahabatku yang aku tidak menyebutkansatu persatu.
Terimah kasih atas Doa dan dukungannya baik secara spiritual maupunmaterial sehingga saya boleh selesaikan tesis ini.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DALAM
PEMBANGUNAN KAMPUNG WERUR DISTRIK BIKAR KABUPATEN
TAMBRAUW PROVINSI PAPUA BARAT” yang dimaksudkan untuk
memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar kesarjanaan Strata 2 (S-2).
Terselesaikannya penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam proses penelitian
maupun selama penulisan. Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Supardal, M.Si, selaku Dosen pembimbing utama yang juga
Direktur Program Magister (S-2) Program Studi Ilmu Pemerintahan, Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta yang
meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan
selama penyusunan tesis.
2. Bapak Dra. B. Hari Saptaning Tyas, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk menguji tesis ini serta memberikan
masukan yang sangat berarti demi kesempurnaan tesis ini.
3. Bapak Drs. Jaka Triwidaryanta, M.Si, selaku Dosen Penguji II yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk menguji tesis ini serta memberikan
masukan yang sangat berarti demi kesempurnaan tesis ini.
vii
4. Bapak/Ibu Dosen Program Magister (S-2) Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu atas ilmu yang telah diberikan selama masa studi.
5. Staf Sekertariat Program Magister (S-2) Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta, atas bantuannya dalam mengurus
keperluan akademik dan administrasi selama penulis melaksanakan studi.
6. Pemerintah Kabupaten Tambrauw yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan kepada penulis untuk studi lanjut pada Program Studi Magister (S-
2) Ilmu Pemerintahan di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
“APMD” Yogyakarta hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
7. Pemerintah Distrik Bikar Kabupaten Tambrauw yang telah menerima penulis
selama melakukan penelitian dan memberikan data untuk penyusunan tesis
ini.
8. Pemerintah Kampung, Badan Permusyawaratan Kampung (BPD), Tokoh
Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda dan Tokoh Perempuan di Kampung
Werur Distrik Bikar Kabupaten Tambrauw yang telah menerima penulis
selama melakukan penelitian dan memberikan data untuk penyusunan tesis
ini.
9. Kepala Distrik Sausapor Kabupaten Tambrauw Bapak Ferdinand Mofu,
S.Km sebagai motor penggerak selama penulis menempuh pendidikan
Magister (S-2) di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”
Yogyakarta hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
viii
10. Kedua orang tuaku (Mama dan Bapak), Kakak, Adik, dan keluarga besar
yang ada di Kabupaten Tambrauw atas kepercayaan, kesabaran, dukungan
moril dan materi serta semangat yang tak pernah berhenti sehingga menjadi
kekuatanku selama menyelesaikan tesis ini. Kalian adalah orang yang paling
berarti dalam hidupku.
11. Istriku dan anak-anakku yang menjadi saluran berkat bagi hidupku dan
menjadi kekuatanku selama menempuh pendidikan Magister (S2) di Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
12. Teman-teman seperjuangan Program Magister (S-2) Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta angkatan 20B kelas
khusus dari Kabupaten Tambrauw untuk keceriaan dan kenangan serta telah
menjadi bagian dalam perjalanan studiku.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca dan semua pihak.
Yogyakarta, Oktober 2019
Penulis
ANSELMUS YAPPEN
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ........................................................................... iii
MOTTO ..................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
INTISARI ................................................................................................... xiii
ABSTRACT ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Fokus Penelitian .................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ................................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 6
E. Kerangka Konseptual ............................................................ 7
2.1 Penggunaan Lahan ................................................................................ 432.2 Penduduk Kampung Werur ................................................................... 442.3 Mata Pencaharian Penduduk Kampung Werur ..................................... 452.4 Pendidikan ............................................................................................. 462.5 Sarana dan Prasarana Kampung Werur ................................................ 472.6 Data Pembangunan di Kampung Werur ............................................... 53
3.1 Besaran Alokasi Dana Otonomi Khusus di Kampung WerurDistrik Bikar Kabupaten Tambrauw Tahun 2017 ................................. 55
3.2 Kegiatan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kampung Werur2017 Tahap I ......................................................................................... 75
3.3 Kegiatan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kampung Werur2017 Tahap II ........................................................................................ 76
3.4 Kelompok Kerja pada Pengelolaan Dana Otonomi Khusus KampungWerur 2017 ........................................................................................... 77
xiii
INTISARI
Penelitian ini terkait dengan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalamPembangunan Kampung Werur Distrik Bikar Kabupaten Tambrauw ProvinsiPapua Barat. Kampung Werur merupakan salah satu Kampung yang beradadiwilayah Distrik Bikar di Kabupaten Tambrauw di Papua Barat. Sebagai wilayahyang masih membutuhkan banyak perkembangan dan pembangunan untukmembantu agar masyarakat dapat hidup lebih layak dan menerima aksespendidikan serta kesehatan dari pemerintah. Penelitian ini dimaksudkan untukmenganalisis bagaimana pengelolaan dana otonomi khusus untuk pembangunanKampung di Distrik Bikar. Hal ini untuk menjawab dinamika yang terjadi atas prokontra masalah pengelolaan dana khusus yang dipertanyakan oleh banyakkalangan.
Jenis Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Objek dalam penelitian iniadalah Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung WerurDistrik Bikar Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat. Adapun informan yangterlibat dalam penelitian ini sebanyak 10 (Sepuluh) orang yaitu Kepala DistrikBikar, Sekretaris Distrik Bikar, Kepala Kampung Werur, Sekretaris KampungWerur, Ketua Bamuskam Kampung Werur dan Tokoh Masyarkat KampungWerur. Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini adalah observasi,wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis Data dalam penelitian ini terhadapPengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur DistrikBikar Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat dengan cara pengumpulan data,pemilihan data, penyajian data dan menarik kesimpulan dan saran. TeknikPengumpulan Data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dandokumentasi. Teknik analisis Data dalam penelitian ini terhadap PengelolaanDana Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur Distrik BikarKabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat dengan cara Pengumpulan Data,Reduksi Data, Penyajian Data dan Kesimpulan
Hasil penelitian ini terkait dengan Pengelolaan Dana Otonomi Khususdalam Pembangunan Kampung Werur Distrik Bikar Kabupaten TambrauwProvinsi Papua Barat Tahun 2017 dapat dilakukan melalui tahapan pembanguanyaitu Perencanaan, Pengorganisasian Masyarakat, Pelaksanaan atau RealisasiKegiatan, dan Pengawasan. Dan hasil yang diperoleh dari Pengelolaan DanaOtonomi Khusus Kampung Werur Tahap I dan II tahun 2017 dapat direalisasikandalam bentuk 3 (tiga) kegiatan pembangunan yaitu : Pembangunan RumahMasyarakat 1 Unit (Rp 80,000,000.00), Bantuan Biaya Kesehatan/Honor KaderPosyandu (Rp 10,000,000.00), dan Bantuan Biaya Pendidikan bagi MahasiswaStudi Akhir (Rp 10,000,000.00). Maka realita menunjukan bahwa 100% DanaOtonomi Khusus Kampung Werur tahun 2017 dapat dikelola dengan baik olehPemerintah Kampung Werur walaupun belum optimal sebagaimana idealnya.
Kata kunci: Pengelolaan Dana Otsus, Pembangunan Kampung Werur.
xiv
ABSTRACT
The research is related to the Management of the Special AutonomyFund in the development of the village of Werur. Werur village is one of thevillages including the bikar sub-district government area , Tambrauw Regency,West Papua Province. As an area that still needs development to help improveliving standards, get access to education, and health from the government. Thestudy was intended to analyze the management of special autonomy funds for theconstruction of the werur village. the results of research to answer the dynamicsthat occur over the pros and cons of the problem of managing special funds thatare questioned by public.
This type of research is descriptive qualitative. The object of thisresearch is the Management of Special Autonomy Funds in the development ofWerur Village, Bikar District, Tambrauw Regency, West Papua Province. therewere ten informants involved in this research, namely the Head and Secretary ofBikar District, the Head and Secretary of Werur Village, the Chairperson ofBamuskam (village consulting agency) Kampung Werur and the CommunityLeader of Kampung Werur. Data collection techniques in this study wereobservation, interviews and documentation. Data analysis techniques in this studyof the Guiding Function in the Administration of Village Government by the Headof Bikar District, Tambrauw Regency, West Papua Province by collecting data,selecting data, presenting data and drawing conclusions also suggestions. Datacollection techniques in research are observation, interviews and documentation.Data analysis techniques in research on the Management of Special AutonomyFunds in the development of Werur Village, Bikar District, Tambrauw Regency,West Papua Province by means of Data Collection, Data Reduction, DataPresentation and Conclusion.
The results of this study related to the Management of the SpecialAutonomy Fund in the Development of Werur Village in 2017 can be donethrough the development phase, namely: Planning, Community Organizing,Implementation or Realization of Activities, and Supervision. The results of theManagement of the Special Autonomy Fund of Werur Village Phase I and II in2017 realized in the three development activities. first, the Construction of Housesfor the Community of 1 Unit (Rp. 80,000,000.00). Secondly, the Health Costs /Posyandu Cadre Assistance cost (Rp. 10,000,000.00), and Third, Education CostAssistance for Final Study Students (Rp. 10,000,000.00). So, the reality showsthat 100% of Special Autonomy Fund in 2017 is well managed by theGovernment of the Werur Village even though it has not been as optimal asideally.
Keyword: Special Autonomy Fund Management, Werur VillageDevelopment.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kabupaten Tambrauw sebagai Kabupaten yang baru dibentuk pada
tahun 2008, Kabupaten Tambrauw di Papua Barat memiliki beban yang cukup
besar dalam membangun wilayahnya. Wilayah Papua merupakan Daerah
Otonomi Khusus Indonesia yang ditentukan karena beberapa pertimbangan,
seperti kondisi geografis, politik, konflik serta kesejahteraan masyarakat
(Tabuni dkk, 2016). Pemberlakuan kebijakkan Otonomi Khusus bagi Papua
diharapkan mampu menjadi sarana percepatan pembangunan dibidang
pendidikan tanah Papua sehingga dapat sejajar dengan daerah lain di Indonesia
(Tabuni dkk, 2016) mengingat secara geografis dan politis wilayah ini masih
tertinggal.
Namun upaya yang dilakukan tidak cukup untuk pembanguan di
Papua, sehingga pemerintah Indonesia mengeluarkan solusi dengan
mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2001 yang
memberikan Otonomi Khusus kepada wilayah Irian Jaya serta mengubah
namanya menjadi Papua. Otonomi Khusus (Otonomi Khusus) bagi Provinsi
Papua pada dasarnya adalah kewenangan Khusus yang diakui dan diberikan
bagi propnsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus sendiri dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi Khusus mulai diberlakukan di Provinsi Papua pada tahun
2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi
2
Khusus bagi Provinsi Papua, kemudian untuk Provinsi Papua Barat
pemberlakuan Otonomi Khusus diberikan melalui Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang. Di samping itu,
dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat juga dialokasikan Dana tambahan infrastruktur. Besaran
Dana tambahan infrastruktur ini disepakati antara Pemerintah dengan DPR, dan
penggunaannya diutamakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur.
Dana Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafond Dana
Alokasi Umum (DAU) Nasional, terutama ditujukan untuk pembiayaan
pendidikan dan kesehatan; yang masing-masing minimal 30% (tiga puluh
persen) dan 15% (lima belas persen) (DPR RI, 2013).
Otonomi Khusus disini mencakup pada banyak bidang dan diharapkan
akan mengurangi ketertinggalan di wilayah Papua. Dalam prakteknya,
pemberlakuan Otonomi Khusus disini masih mengalami beberapa
permasalahan, seperti belum dilaksanakannya dengan maksimal serta
mengalami banyak masalah internal. Laporan dari jurnal yang diterbitkan oleh
DPR RI (2013) menyebutkan bahwa pelaksanaan Otonomi Khusus dianggap
gagal mencapai tujuan dasarnya yaitu melakukan pembangunan Papua, dan
bukan melakukan pembangunan di atau untuk Papua. Namun, dalam tulisan
yang sama disebutkan bahwa terdapat hal-hal positif terkait dengan
pelaksanaan Otonomi Khusus, diantaranya adalah, tidak sedikit pihak, terutama
3
dari kalangan pemerintahan dan pelaksana percepatan pembangunan Papua
(UP4B) yang secara tidak langsung menyatakan bahwa pembangunan Papua
telah berhasil dilaksanakan sebagaimana terlihat dari sejumlah perubahan dan
kemajuan yang berhasil diraih.
Penelitian tentang Pengelolaan Dana Otonomi Khusus disini menjadi
kajian yang menarik ketika dikaitkan dengan pengembangan wilayah baru
yang berada di kawasan daerah Khusus itu sendiri. Pembahasan tentang
Pengelolaan Dana Otonomi Khusus ini beberapa kali sudah dibahas
sebelumnya, seperti yang telah dibahas dalam laporan DPR RI tahun 2013
menyebutkan bahwa efektifitas Dana Otonomi Khusus berpotensi rendah
karena tidak ada strategi (Renstra), tidak ada sanksi terinci dan tegas (Kasus
Papua), sehingga berpotensi diselewengkan karena Silpa Otonomi Khusus
makin lama makin besar tanpa aturan dalam pemanfaatannya (NAD). BPK
Jayapura (2018) juga menulis hal yang sama yang menyatakan bahwa Dana
Otonomi Khusus Provinsi Papua merupakan salah satu sumber pendanaan
utama bagi APBD Provinsi Papua. Penggunaan Dana Otonomi Khusus ini
diprioritaskan untuk bidang-bidang tertentu guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Provinsi Papua agar sama bahkan lebih baik dari provinsi-provinsi
lain di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh (Wijaya, 2015) membahas bahwa
penggunaan Dana Otonomi Khusus di Papua selama ini masih belum
transparan. Bagaimana dana tersebut dikelola dan rinciannya masih belum
disebutkan secara detail. (Hartati, 2016) menyebutkan bahwa Pengelolaan
4
Dana Otonomi Khusus disini akan berjalan lurus/seimbang dengan indeks
pembangunan manusia. Selain itu (Iha, 2015) menyebutkan bahwa sejak
diberlakukannya Otonomi Khusus yang hingga kini sudah berjalan selama 14
tahun, ternyata belum mampu mensejahterakan rakyat Papua dengan baik,
padahal dengan sumber kekayaan alam yang melimpah seharusnya Papua
mampu untuk meningkatkan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat. Sejak
tahun 2001 pemberian dana dalam rangka Otonomi Khusus sudah mencapai Rp
28 triliun diluar dana pertimbangan lainnya, namun begitu belum memberikan
dampak perubahan yang signifikan di tanah Papua atas dana yang sebanyak itu
(Iha, 2015). Kenyataan seperti ini, apabila pemerintah tidak mengambil
langkah maju yang tepat bagi peningkatan perekonomian dan kasejahteraan
orang Papua, sampai masa berakhirnya undang-undang Otonomi Khusus yaitu
selama 25 tahun sesuai amanat undang-undang tersebut, sangat memungkinkan
memberikan peluang bagi rakyat Papua untuk meminta solusi lain karena
ketidakberhasilan implementasi Otonomi Khusus. Salah satu cara yang perlu
dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai persoalan yang terkait dengan
implementasi Otonomi Khusus adalah melalui penelitian agar dapat dicarikan
solusi pemecahannya (Iha, 2015).
Hasil penelitian lainnya yaitu dilakukan oleh Tabuni dkk (2016)
menyebutkan bahwa pemberlakuan Otonomi Khusus telah memberikan peran
yang singnifikan kepada pemerintah daerah untuk perumusan kebijakan dan
program pembanguan yang berpihak kepada rakyat, namun dalam
implementasi masih terdapat masalah dan masih belum mencapi tujuan
5
daripada Otonomi Khusus karena masih banyak masyarakat yang belum
mersakan keberhasilan kesejahteraan dalam bidang pendidikan dan segala
bidang pembanguan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Douw (2018) yang menunjukkan bahwa Pengelolaan Dana Otonomi
Khusus Provinsi Papua memang telah terlaksana sesuai dengan aturan yang
berlaku, namun dalam pelaksanaannya ada yang berhasil dan belum berhasil
atau gagal. Pelaksanaan penggunaan Dana Otonomi Khusus ini membutuhkan
pengawasan yang lebih sehingga nantinya dapat bermanfaat dan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Berdasarkan beberapa literatur tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Papua sudah berjalan
sebagaimana mestinya namun masih terbilang gagal dalam hal efektifitas
implementasinya.
Kampung Werur merupakan salah satu Kampung yang berada
diwilayah Distrik Bikar di Kabupaten Tambrauw di Papua Barat. Sebagai
wilayah yang masih membutuhkan banyak perkembangan dan pembangunan
untuk membantu agar masyarakat dapat hidup lebih layak dan menerima akses
pendidikan serta kesehatan dari pemerintah. Penelitian ini dimaksudkan untuk
menganalisis bagaimana Pengelolaan Dana Otonomi Khusus untuk
pembangunan Kampung di Distrik Bikar. Hal ini untuk menjawab dinamika
yang terjadi atas pro kontra masalah Pengelolaan Dana Otonomi Khusus yang
dipertanyakan oleh banyak kalangan.
B. Fokus Penelitian
6
Fokus pada penelitian ini adalah :
1. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur
tahun 2017.
2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pengelolaan Dana
Otonomi Khusus dalam Pembangunan Kampung Werur.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaiman Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam Pembangunan
Kampung Werur tahun 2017?
2. Apakah Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pengelolaan Dana
Otonomi Khusus di Kampung Werur?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dalam
Pembangunan Kampung Werur tahun 2017.
b. Untuk mengetahui apakah Faktor Pendukung dan Penghambat dalam
Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kampung Werur.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
7
Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori tentang Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus yang berfokus pada pembangunan Kampung.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara Khusus bagi
Pemerintah Kampung Werur Distrik Bikar, dan secara umum bagi
Pemerintah Kampung lain yang ada di wilayah Pemerintahan Distrik
Bikar Kabupaten Tambrauw dalam hal Pengelolaan Dana Otonomi
Khusus bagi Pembangunan Kampung.
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah keterkaitan antara teori-teori atau konsep
yang mendukung dalam penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam
menyususun sistimatis penelitian. Kerangka konseptual menjadi pedoman
peneliti untuk menjelaskan secara sistimatis teori yang digunakan dalam
penelitian.
1. Pengelolaan
Pengelolaan berasal dari kata kelola yang dapat diartikan sebagai
memimpin, mengendalikan, mengatur, dan mengusahakan supaya lebih
baik, lebih maju dan sebagianya serta bertanggungjawab atas pekerjaan
tertentu. Pengelolaan adalah proses yang membantu merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan memberikan pengawasan pada semua hal yang
terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan, Pengelolaan juga bisa
8
diartikan penyelenggaraan suatu kegiatan. Pengelolaan bisa diartikan
manajemen, yaitu suatu proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan (Handayaningrat, 1990; 9).
Pengelolaan pada dasarnya adalah pengendalian dan pemanfaatan
semua sumber daya yang menurut seuatu perencanaan diperlukan untuk atau
penjelesaian suatu tujuan kerja tertentu serta pemanfaatan sumber daya
manusia atau pun sumber daya lainnya yang dapat diwujudkan dalam
kegiatan pembangunan dalam suatu daerah tertentu serta mencapai tujuan
kesejahteraan masyarakat.
Istilah Pengelolaan sama dengan manajemen yaitu menggerakan,
mengorganisasikan, dan mengarahkan usaha manusia untuk memanfaatkan
secara efektif material dan fasilitas untuk mencapai tujuan tertentu,
Pengelolaan bukan hanya melaksanakan suatu kegiatan akan rangkaian
kegiatan yang meliputi fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efesien (Adisasmita, 2011: 22).
Menurut (Handoko, 2012:8) Pengelolaan adalah proses yang
membantu merumuskan suatu kebijakan dan tujuan organisasi atau proses
yang memberikan pengawasan pada suatu yang terlibat dalam pelaksanaan
dan pencapaian tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas
penyusunan menyimpulkan bahwa pengeloaan merupakan suatu rangkaian
9
kegiatan yang meliputi merencanakan, mengorganisasikan, dan mengawasi
kegiatan manusia dengan menmanfaatkan material dan fasilitas yang ada
untuk mencapai tujuan yang tertentu secara efektif dan efisien.
Handoko mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu
pengetahuan (sice) yang berusaha secara sistematis untuk memahami
mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan
dan membuat sistim kerja sama ini menjadi lebih bermanfaat bagi
kemanusian. Menurut Handoko manajemen telah memenuhi persyaratan
untuk disebut bidang ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari untuk itu
yang lama dan telah diorganisasi menjadi suatu rangkaian teori-teori ini
masih terlalu umum dan subyektif, tetapi teori manajemen selalu diuji dalam
praktek sehingga manajemen sebagai ilmu terus berkembang (Handoko,
2011:11)
Manajemen meningkatkan tujuan tercapainya dengan efektif dan
efisien, dua kata tersebut mengandung arti bahwa efisien berarti
mengerjakan sesuatu yang benar (doing things rights) sedangkan efektifitas
adalah mengerjakan sesuatu yang benar (doing the rights). Efektifitas
merupakan suatu kemampuan untuk memilih tujuan yang dapat atau
peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
kata lain efektif dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metode
(cara) yang tepat untuk mencapai tujuan (Budiyono, 2004: 25).
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, dapat diketahui bahwa
istilah Pengelolaan mempunyai makna sebagai berikut :
10
a. Proses, cara perbuatan pengelola.
b. Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan orang lain.
c. Proses membantu merumuskan kebijakan dan tujuan organisasi.
d. Proses yang memberikan pengawasan pada suatu hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.
Dengan demikian maka yang dimaksud dengan Pengelolaan adalah
suatu proses kegiatan melalui dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan pengendalian sampai dengan proses pertanggung jawaban.
Pengelolaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses
manajemen suatu kerjasama orang-orang untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati bersama dengan sistematis, efisien. Efektif, dalam Encilklopedia
of the sosial seiences dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses
pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
Menurut Soewarno Handayaningrat Pengelolaan juga bisa diartikan
penyelenggaraan suatu kegiatan. Pengelolaan bisa diartikan manajemen,
yaitu suatu proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan Pengelolaan pada dasarnya adalah
pengendalian dan pemanfaatan semua sumber daya yang menurut seuatu
perencanaan diperlukan untuk atau penyelesaian suatu tujuan kerja tertentu
serta pemanfaatan sumber daya manusia ataupun sumber daya lainnya yang
11
dapat diwujudkan dalam kegiatan pembangunan dalam suatu daerah tertentu
serta mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat (Handayaningrat, 1990; 9).
Dari uraian di atas, maka Pengelolaan merupakan rangkaian
kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, petunjuk,
pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan program pembangunan pada
organisasi pemerintah maupun organisasi swasta agar semua kegiatan dapat
terlaksana dengan baik.
2. Otonomi Khusus
Otonomi Khusus disini berangkat dari konsep desentralisasi yang
dianut oleh Indonesia sebagai bagian dari sistem pemerintahan. Dalam
konteks ini, Parsons mendefinisikan desentralisasi sebagai pembagian
(sharing) kekuasaan pemerintahan antara kelompok pemegang kekuasaan di
pusat dengan kelompok-kelompok lainnya agar masing-masing kelompok
memiliki otoritas untuk mengatur bidang-bidang tertentu dalam lingkup
teritorial suatu negara (Hidayat, 2007). Scligman (dalam Suryadinata, 1993)
memaknai desentralisasi adalah “the process of decentralization denotes the
transference of authority, legislative or administrative, from a higher level
of government to a lower”. Suatu proses penyerahan wewenang dari
pemerintah yang lebih tinggi yang mempunyai kekuasaan, kepada
pemerintah yang lebih rendah derajatnya, menyangkut bidang legislatif atau
administratif.
Selanjutnya, dalam studi desentralisasi, praktik desentralisasi
terbagi atas dua bentuk utama, yaitu desentralisasi politik dan desentralisasi
12
administrasi. Penerapan desentralisasi politik diharapkan sebagai upaya
untuk mencegah pembuatan keputusan secara sentralistik dan mengurangi
dominasi pemerintah pusat dalam keputusan politik di daerah, memperluas
otonomi di daerah dan sebagai strategi untuk menciptakan stabilitas politik.
Dalam hal ini, desentralisasi merupakan tindakan pendemokrasian agar
rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam
mempergunakan hak-hak demokrasi. Sementara, desentralisasi administratif
dimaksudkan untuk mewujudkan efisiensi dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan (Hidayat, 2007).
“Pengelolaan merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan,pengorganisasian, petunjuk, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasanprogram pembangunan pada organisasi pemerintah maupun organisasiswasta agar semua kegiatan dapat terlaksana dengan baik’’
Dalam konteks ini, Van Der Pot (dalam Supriatna, 1993) melihat
desentralisasi dalam dua kategori, yaitu: pertama, desentralisasi teritorial
(teritoriale decentralisatie), yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga dari daerah masing-masing (otonom); kedua,
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan
tertentu. Tujuan dari desentralisasi semacam ini dikehendaki agar
kepentingan-kepentingan tertentu tadi diselenggarakan sendiri oleh
golongan-golongan yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam hal ini
kewajiban pemerintah hanyalah memberikan pengesahan atas segala sesuatu
yang telah ditetapkan oleh golongan kepentingan tertentu saja. Ranis dan
Stewart (dalam UNDP, 2004) mengklasifikasikan format sistem
13
desentralisasi dalam tiga kategori, yakni: pertama, dekonsentrasi (pegawai
pemerintah pusat bekerja di daerah); kedua; delegasi (pemerintah pusat
mendelegasikan kekuasaannya ke tingkat daerah); dan ketiga, devolusi
(pemerintah pusat mengalihkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah).
“Pelimpahan kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan juga pelimpahankekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingantertentu yang ada di daerahnya masing-masing dengan tujuan pembangunandi daerah maju dan berkembang disertai dengan pengembangan potensisumber daya alam demi kesejahteraan masyarakat’’
Dalam konteks ini, Van Der Pot (dalam Supriatna, 1993) melihat
desentralisasi dalam dua kategori, yaitu: pertama, desentralisasi teritorial
(teritoriale decentralisatie), yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur
dan mengurus rumah tangga dari daerah masing-masing (otonom); kedua,
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan
tertentu. Tujuan dari desentralisasi semacam ini dikehendaki agar
kepentingan-kepentingan tertentu tadi diselenggarakan sendiri oleh
golongan-golongan yang bersangkutan. Selanjutnya, dalam hal ini
kewajiban pemerintah hanyalah memberikan pengesahan atas segala sesuatu
yang telah ditetapkan oleh golongan kepentingan tertentu saja. Ranis dan
Stewart (dalam UNDP, 2004) mengklasifikasikan format sistem
desentralisasi dalam tiga kategori, yakni: pertama, dekonsentrasi (pegawai
pemerintah pusat bekerja di daerah); kedua; delegasi (pemerintah pusat
mendelegasikan kekuasaannya ke tingkat daerah); dan ketiga, devolusi
(pemerintah pusat mengalihkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah).
14
Sebagaimana kita ketahui bersama, dalam Undang-Undang Nomor.
23 Tahun 2014 yang merupakan landasan operasional penyelenggaraan
pemerintahan daerah telah memberikan arahan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan daerah didasarkan pada tiga asas pemerintahan. Pertama, asas
dekonsentrasi, merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau sebagai perangkat pusat di
daerah. Kedua, asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka
NKRI. Ketiga, asas tugas pembantuan (medebewind), yaitu penugasan dari
pemerintah kepada daerah dan dari daerah keDesa untuk melaksanakan
tugas tertentu.
Desentralisasi Asimetris (asymmetrical decentralization) adalah
pemberlakuan kewenangan Khusus pada wilayah-wilayah tertentu dalam
suatu negara, yang dianggap sebagai alternatif untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Penerapan desentralisasi asimetris merupakan sebuah manifestasi
dari usaha pemberlakuan istimewa. Konsep tersebut sebenarya sudah mulai
dijalankan, yaitu dengan adanya beberapa daerah Otonomi Khusus seperti
Provinsi Papua, Pemerintahan Aceh, DKI Jakarta dan yang terakhir
Provinsi DIY. Keempat provinsi ini secara legal formal sudah memperoleh
pengakuan dari negara. Inti dari desentralisasi asimetris adalah terbentuknya
ruang geraka implementasi dan kreativitas provinsi dalam pelaksanaan
pemerintahan diluar ketentuan umum dan Khusus. Titik berat desentralisasi
15
asimetris terletak di provinsi, karena level Kabupaten dan Kota sudah cukup
terakomodasi dalam perundangan pemerintahan daerah selama ini.
Dalam konsep desentralisasi, pemberian status Khusus pada
wilayah tertentu dalam suatu negara biasanya didasarkan atas pertimbangan
historis, politik, keberagaman etnik dan budaya, akselerasi pembangunan,
dan sebagainya (Van Houten, 2004). Dalam konteks ini Van Houten (2004)
mengungkapkan :
“The legally astablilished power of distinctive, non soverigh ethniccommunities or ethnically distinc territories to make substancial publicdicisions and execute publik policy independently of other sources ofauthority in the state., but subject to the overall legal order of the state. Inorder words, in our understanding outhonomy denotes the exercise ofexclusive jurisdiction by distinctive no-sovereign ethnic communities or thepopulation of ethnically distinc territories”
Pencermatan terhadap ungkapan Van Houten tersebut setidaknya
mencakup dua aspek. Pertama, dalam konteks kewilayahan, konsepsi
otonomi dapat diklasifikasikan sebagai otonomi wilayah (territorial
authonomy) dan otonomi non wilayah (non territorial authonomy). Kedua,
dalam konteks fungsional, konsepsi otonomi dapat diklasifikasi: otonomi
asimetris dan otonomi umum. Hannum mensinyalir, setidaknya ada dua
manfaat yang dapat diperoleh dari pemberlakuan desentralisasi asimetris
(asymmetric decentralization) atau otonomi asimetris (asyimmetric
authonomy). Pertama, sebagai solusi terhadap kemungkinan terjadinya
konflik etnis, atau konflik-konflik fisik lainnya. Kedua, sebagai respon
demokratis dan damai terhadap keluhan/masalah yang dihadapi kelompok
kaum minoritas yang hak-haknya selama ini cenderung dilanggar/kurang
16
diperhatikan (Djojosoekarto dkk., 2008). Hal ini kemudian berlaku dalam
penetapan daerah Otonomi Khusus Papua yang juga menjadi pilihan bagi
pemerintah Indonesia sebagai bagian dari pelaksanaan desentralisasi di
Indonesia, sebagai solusi terhadap kemungkinan terjadinya konflik etnis,
atau konflik-konflik fisik lainnya. Dan juga sebagai respon demokratis dan
damai terhadap keluhan/masalah yang dihadapi kelompok kaum minoritas
yang hak-haknya selama ini cenderung dilanggar/kurang diperhatikan dalam
kehidupan bermasyarakat pada suatu daerah.
Pada dasarnya, Otonomi Khusus Papua adalah pemberian
kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur
dan mengurus diri sendiri dalam kerangka NKRI. Melalui pemberlakuan
Otonomi Khusus Papua, maka, terdapat hal-hal mendasar yang hanya
berlaku di Provinsi Papua dan tidak berlaku di provinsi lain di Indonesia,
sebaliknya terdapat pula hal-hal yang berlaku di daerah lain yang tidak
diberlakukan di Provinsi Papua. Konstruksi Undang-Undang Otonomi
Khusus dibangun berlandaskan pada sejumlah pernyataan bermakna
filosofis, sebagaimana tertuang dalam konsiderans menimbang yang
mengandung sejumlah pengakuan antara lain:
a. Pengakuan atas cita-cita dan tujuan NKRI
b. Pengakuan bahwasanya masyarakat Papua adalah insan ciptaan Tuhan
dan bagian dari umat manusia yang beradab
c. Pengakuan terhadap adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat Khusus
17
d. Pengakuan bahwasanya penduduk asli Provinsi Papua adalah salah satu
rumpun dari ras Melanesia dan merupakan bagian dari suku-suku bangsa
di Indonesia yang memiliki keragaman budaya, sejarah, adat istiadat, dan
bahasa
e. Pengakuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan,
memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, mendukung
terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakan
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
f. Pengakuan bahwa Pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam
Provinsi Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat asli
g. Pengakuan adanya kesenjangan Provinsi Papua dengan provinsi lain di
Indonesia.
Dasar hukum dari pelaksanaan Otonomi Khusus menurut DPR RI
(2013) adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2008
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
18
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan atara Pemerintah Pusat dan Daerah
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia55 tahun
2005 tentang Dana Perimbangan
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah
g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan jangka Menengan Nasional tahun 2004-2009
h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Disamping itu, dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus kepada
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga dialokasikan Dana tambahan
infrastruktur. Besaran Dana tambahan infrastruktur ini disepakati antara
Pemerintah dengan DPR, dan penggunaannya diutamakan untuk pendanaan
pembangunan infrastruktur. Provinsi Papua dan Papua Barat adalah daerah
19
yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah, namun
masyarakatnya mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan daerah lain
di Indonesia. Ketertinggalan perekonomian masyarakat, minimnya
penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas, jaringan infrastruktur
yang masih memprihatinkan, hingga persoalan rendahnya kualitas
sumberdaya manusia (SDM) merupakan permasalahan mendasar di wilayah
ini. Oleh karena itu, untuk memperkecil ketertinggalan dengan daerah lain,
maka pemerintah memberikan Dana Otonomi Khusus kepada Provinsi
Papua dan Papua Barat. Pemberian Dana Otonomi Khusus ini didasarkan
pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan
terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, Hak Asasi Manusia,
supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak,
dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia (DPR RI, 2013).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 20021 tentang
Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat adalah kewenangan Khusus yang
diakui dan dibeikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi hak-hak dasar masyarakat Papua. Pengertian
menurut praktisinya, keKhususan Otonomi Papua berarti ada dua hal dasar
yang hanya berlakuh di Papua dan kemungkinan tidak berlaku di daerah
lain, di Negara Indonesia yang tidak diterapkan di Papua. (Menurut
Serajung dikutip Nugroho, D, 2000 : 46)
20
Istilah “Otonomi” dalam Otonomi Khusus haruslah diartikan
sebagai kebebasan Rakyat Papua mengatur dan mengurus dirinya sendiri
sekaligus untuk kebebasan pemerintahnya sendiri. Mengatur dan
memanfaatkan Alam Papua untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyatnya. Tidak meninggalkan tanggungjawab untuk ikut serta mendukung
penyelenggaraan pemerintah pusat dan penting adalah kebebasan untuk
menentukan strategi pembangunan sosial, budaya, politik sesuai dengan
karakteristik. Hal penting sebagai bagian dari pembangunan jati diri orang
yang seutuhnya yang ditunjukkan melalui simbol-simbol daerah seperti,
lagu, bendera dan lambang.Istilah “Khusus” hendak diartikan sebagai
perlakuan berbeda yang di berikan kepada Provinsi Papua karena
kekhususan yang dimiliki. Kekhususan tersebut menyangkut hal-hal seperti
perlindungan hak-hak dasar orang asli Papua, termasuk sejarah politik,
penegakan demokrasi dan hak asasi manusia (Agus Semule, Otonomi
Khusus, jalan tengah bagi masalah konflik provinsi Papua, Jayapura:
Cendrawasi Press, 2007:49-50 ).
Pemberlakuan Otonomi Khusus adalah mewujudkan kehadiran,
penegakkan supremasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM) dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia, Demokrasi,
Agama, Budaya Adat dalam percepatan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat papua dalam rangka
kesetaraan dan keseimbangan dengan provinsi lain. Terutama penghormatan
dan pengakuan hak-hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak intelektual,
21
hak kesejahteraan, hak politik, hak kultur, hak perempuan, hak ulayat dan
hak kebebasan (Socratez Sofiyan Yoman, 2009:200-201).
Otonomi menurut bahasa yunani “autos” berarti sendiri dan
“nomos” yang berarti aturan. Jadi, Otonomi diartikan sebagai kemerdekaan
dan kebebasan penyelenggaran pemerintahan sendiri. Otonomi Daerah
berarti kebebasan untuk mengambil keputusan baik politik maupun
administrasi berdasarkan prakarsa sendiri artinya menjalankan pemerintahan
daerah tanpa ikut campur tangan pemerintah pusat. Hakekat Otonomi
Daerah untuk mengembangkan manusia Indonesia yang otonom, yang
memberikan kekuasaan bagi terkuaknya potensi-potensi individu secara
optimal. Individu-individu otonom menjadi modal dasar bagi perwujudan
otonomi yang hakiki. Oleh karena itu, penguatan Otonomi Daerah harus
membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap pelaku dan rambu-
rambu yang disepakati bersama sebagai rambu-rambu jaminan tercapainya
sosial older.
Disimpulkan Desentralisasi dan Otonomi Daerah adalah
Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri, sedangkan Otonomi
Daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan perundang-undangan. Penyelenggaraan pemerintah
daerah terlepas dari pemerintah pusat, itu berarti terlepas dari pemerintah
pusat, kecuali ada lima bidang yang harus diatur oleh pemerintah pusat.
22
Terlepas dari pengertian desentralisasi dan Otonomi Daerah, dua kebijakan
ini diberlakukan dalam rangka membuka ruang demokrasi dan menegakan
Hak Asasi Manusia ditingkat lokal Indonesia.
Kajian secara etimologis menunjukan bahwa istilah desentralisasi
berasal dari bahasa latin “de” artinya lepas dan “centrum” artinya pusat.
Jadi, desentralisasi dari asal kata “de dan centrum” yang berarti lepas dari
pusat, desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri
selanjutnya, pemerintah Indonesia memisahkan mengenai Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Tidak cukup bila
pelimpahan kewenangan kepada Pemerintah Daerah saja, maka Pemerintah
Pusat menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Otonomi Daerah.
Otonomi Daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi
Daerah), kajian lain yang pernah dikemukakan oleh Rondeli dan Cheema
membagi empat tipe desentralisasi yaitu; dekonsentrasi, distribusi,
kewenangan dalam struktur pemerintah. Delegasi adalah pendelegasian
manajemen dan pengambilan keputusan asas fungsi-fungsi tertentu yang
sangat spesifik kepada organisasi tidak dibawah kontrol pemerintah.
Devolusi: penyerahan fungsi otoritas pemerintah pusat kepada pemerintah
23
otonom. Swastanisasi adalah penyerahan beberapa tanggungjawab kepada
organisasi-organisasi swasta (Julianto,2006 ; 51-52).
Dapat disimpulkan bahwa Otonomi adalah pemberian hak dan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daearh untuk
mengatur dan mengurus daerahnya sendiri tanpa campur tangan pemerintah
pusat, memberi kewenangan dan kewajiban untuk mengurus urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan
dan memberikan kebebasan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang
ada untuk penggunaan yang sebebas-bebasnya dan seluas-luasnya untuk
kepentingan dan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di daerah
tersebut.
3. Pembangunan Kampung
Pembangunan Kampung di Distrik Bikar disini diartikan secara
literal dalam membangun fisik Kampung guna memberdayakan masyarakat.
Pembangunan fisik dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan
oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, dengan maksud untuk
mengadakan kegiatan ke arah perubahan yang lebih baik dan perubahan
tersebut dapat dilihat secara kongkrit, nyata dari bentuk perubahannya.
Dengan kata lain bahwa perubahan itu identik dengan adanya wujud atau
bentuk dari pembangunan seperti adanya gedung-gedung, sarana