I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengawetan pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau menghilangkan faktor-faktor penyebab kerusakan yang terjadi pada bahan dan produk pangan. Pengawetan dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya kerusakan sehingga memperpanjang umur simpan bahan maupun produk. Beberapa metode pengawetan dapat memperpanjang umur simpan produk hingga beberapa bulan bahkan tahun. Namun dengan pengawetan dapat terjadi perubahan nilai gizi dan organoleptik suatu bahan atau produk. Banyak metode pengawetan yang dapat dilakukan antara lain, yaitu dengan mengontrol kontaminasi mikroba dan pertumbuhannya, menurunkan laju reaksi enzimatik, menurunkan laju reaksi kimia, melindungi dari serangan tikus ataupun serangga, serta melindungi dari pengaruh lingkungan seperti kelembapan (Rh), oksigen, dan sinar UV. Untuk melakukan metode-metode tersebut, ada beberapa teknik yang bisa ditempuh antara lain melalui pengolahan suhu tinggi, penyimpanan suhu rendah, pengurangan kadar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengawetan pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau
menghilangkan faktor-faktor penyebab kerusakan yang terjadi pada bahan dan
produk pangan. Pengawetan dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya kerusakan
sehingga memperpanjang umur simpan bahan maupun produk. Beberapa metode
pengawetan dapat memperpanjang umur simpan produk hingga beberapa bulan
bahkan tahun. Namun dengan pengawetan dapat terjadi perubahan nilai gizi dan
organoleptik suatu bahan atau produk.
Banyak metode pengawetan yang dapat dilakukan antara lain, yaitu dengan
mengontrol kontaminasi mikroba dan pertumbuhannya, menurunkan laju reaksi
enzimatik, menurunkan laju reaksi kimia, melindungi dari serangan tikus ataupun
serangga, serta melindungi dari pengaruh lingkungan seperti kelembapan (Rh),
oksigen, dan sinar UV.
Untuk melakukan metode-metode tersebut, ada beberapa teknik yang bisa
ditempuh antara lain melalui pengolahan suhu tinggi, penyimpanan suhu rendah,
pengurangan kadar air, irradiasi, fermentasi, pengasapan dan curing, penggunaan
bahan pengawet kimia dan pengemasan yang melindungi.
Pengawetan umumnya tidak selalu merubah bentuk bahan pangan, karena
pengawetan bahan pangan ada yang mampu mempertahankan kondisi bahan relative
tetap, misalnya dengan disimpan dalam suhu rendah, atau melalui irradiasi. Namun
ada juga yang bertindak sekaligus untuk mengolah atau menghasilkan produk pangan
baru, seperti pengolahan kacang kedelai menjadi susu kedelai, telur bebek yang
diasinkan menjadi telur asin, atau singkong yang diberi khamir sehingga berubah
menjadi tempe.
2
Beberapa metode pengawetan pangan yang banyak diaplikasikan di industri
pangan antara lain pengawetan dengan penyimpanan pada suhu rendah, pengawetan
dengan bahan pengawet kimia, penggunaan suhu tinggi, penurunan aktivitas air, dan
penggunaan kemasan yang baik.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempraktekkan beberapa
metode untuk mengurangi pengaruh faktor-faktor penyebab kerusakan pangan,
khususnya proses pengawetan melalui suhu rendah, penurunan aw, serta penggunaan
bahan-bahan kimia.
1.3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini di laksanakan pada :
Waktu : 17 April 2013 - Selesai
Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
3
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perubahan Pasca Panen Telur
2.1.1. Definisi Telur
Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam di dalam suatu wadah. Isi dari telur akan
semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama : kulit
telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990).
Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang
memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu
sumber protein hewani disamping daging, ikan dan susu. Secara umum terdiri atas
tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11 % dari bobot tubuh), putih
telur (57 % dari bobot tubuh) dan kuning telur (32 % dari bobot tubuh).
2.1.2. Struktur Telur
Telur memiliki struktur yang khusus, karena di dalamnya terkandung zat gizi
yang disediakan bagi perkembangan sel telur yang telah dibuahi menjadi seekor
ayam. Bagian esensial dari telur adalah albumen (putih telur), yang mengandung
banyak air dan berfungsi sebagai peredam getaran. Secara bersama-sama albumen
dan yolk (kuning telur) merupakan cadangan makanan yang siap digunakan oleh
embrio. Telur dibungkus dilapisi oleh kerabang yang berfungsi sebagai pelindung
terhadap gangguan fisik, tetapi juga mampu berfungsi untuk pertukaran gas untuk
respirasi (pernafasan). Telur ayam berdasar beratnya terbagi atas albumen 56%
sampai dengan 61%, yolk 27% sampai dengan 32% dan kerabang 89% sampai
dengan 11% (Soeparno et. al., 2001).
4
2.1.3. Kualitas Telur
Kualitas telur ayam dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu kualitas telur
bagian luar (eksterior) dan kualitas telur bagian dalam (interior). Kualitas telur
4. Setiap tabung reaksi ditambahkan 2-3 tetes asam cuka (asam asetat) 95%
dan diaduk
5. Biarkan selama 15 menit dan amati perubahan warnanya
6. Tabung reaksi di masukkan dalam gelas piala yang berisi air dan didihkan
selama 15 menit
7. Tabung reaksi diangkat, diamati perubahan yang terjadi
3.7. Karakteristik Karbohidrat
3.7.1. Pemeriksaan Granula Pati
a. Bahan:
52
1. Tepung beras
2. Tepung Tapioka
3. Terigu
4. Tepung Jagung
b. Peralatan
1. Beaker Glass 100cc
2. Sendok Kecil
3. Gelas Pengaduk
4. Mikroskopik
5. Object Glass dan Penutup
c. Cara Kerja
1. Siapkan 4 buah beaker glass, beri masing-masing 1 sendok tepung
2. Tambahkan aquades, aduk dengan gelas pengaduk
3. Buat preparat dari jenis-jenis pati, kemudian amati dan gambar bentuk
granula pati yang terlihat dibawah mikroskop
4. Buat preparat baru, tambahkan 1-2 tetes larutan yodium dalam KI 0,01 N,
gambar yang terlihat dibawah mikroskop
3.7.2 Gelatinisasi Pati
a. Bahan
1. Bahan Beras
2. Tapoca
3. Terigu
4. Tepung Jagung
b. Peralatan
1. Termometer
2. Lainnya sama
53
c. Cara Kerja
A. 1. Siapkan 4 buah beaker glass, beri masing-masing 1 sendok tepung
2. Tambahkan aquades, aduk dengan gelas pengaduk
3. Panaskan dalam oven sampai kering
4. Amati Perubahan yang terjadi
B. 1. Panaskan 100cc air dalam beaker glass, hingga mencapai suhu 60,70,80,dan
1000C
2. Masukan 1 sendok pati kedalam setiap beaker glass dan aduk
3. Amati perubahan yang terjadi
4. Tambahkan 1-2 tetes larutan yodium dalam KI 0,01N
5. Amati perubahan yang terjadi
6. Buat preparat dan amati dengan mikroskop dan gambar hasilnya
3.7.3. Hidrolisis Pati
a. Cara Kerja
1. 30 gr pati dilarutkan dalam 100 ml HCl 1%
2. Panasakan dalam penangas air dengan suhu 60-700C selama 10 menit, 20
menit, 30 menit
3. Amati perubahan yang terjadi
3.8. Emulsi
a. Alat :
- Mikroskop
b. Bahan :
- Margarine - Merica
54
- Obyek glass
- Kaca penutup
- Tabung reaksi
- Penangas air
- Beaker glass
- Mentega
- Kuning telur
- Susu
- Minyak goreng
- Detergent
- Garam
- Asam asetat
- Aquades
- Methyline blue
- Sudan III
c. Prosedur Kerja
1. Stuktur Mikroskopis dari Emulsi
Teteskan air susu pada kaca objek. Tambahkan setetes akuades,
tutup dengan watch glass (hindarkan adanya gelembung udara),
amati di bawah mikroskop.
Letakkan seulas tipis mentega pada kaca objek, tutup hati-hati
dengan watch glass, amati di bawah mikroskop.
Lakukan hal yang sama seperti pada langkah satu atau dua pada
minyak goreng, margarine, dan mayonnaise.
2. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
Siapkan 4 tabung reaksi, tambahkan ke dalam masing-masing
tabung reaksi 3 minyak dan 3 ml asam asetat.
Ke dalam masing-masing tabung masukkan 1 mg (1 ml) zat-zat :
a)garam, b) merica, c) kuning telur, d) ditergent.
Kocok ke empat tabung tersebut dalam waktu yang bersamaan dan
segera simpan dalam rak tabung reaksi.
Amati kecepatan memecah masing-masing emulsi menjadi 2
lapisan dan stabilitas relative masing-masing zat pengemulsi.
3. Menentukan Jenis Emulsi
Buat campuran methyline blue dan Sudan III (50:50).
55
Letakkan sejumlah kecil sampel (air susu, margarine, mentega)
pada kaca obyek. Teteskan campuran pewarna (tidak diaduk) dan
tutup dengan watch glass.
Amati di bawah mikroskop dan identifikasi jenis emulsinya.
4. Pengaruh Pemanasan dengan Emulsi
Timbang 5 gram bahan (margarine, mentega, mayonnaise)
masukkan dalam tabung reaski.
Tabung reaksi dimasukkan ke dalam penangas air.
Amati perubahan yang terjadi sewaktu bahan masih panas.
IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
56
4.1. Perubahan Pasca Panen
4.1.1. Hasil Pengamatan
Tabel 8. Penurunan Berat Telur Selama PenyimpananNo Berat
Telur/Berat Jenis Telur
Berat Telur (gr)Minggu
IIMinggu
IIIMinggu
IVMinggu
V1 63 gr/1.094 63 gr 63 gr 61 gr -2 65 gr/1.094 65 gr - - -3 60 gr/1.094 60 gr 59 gr - -4 63 gr/1.086 63 gr 62 gr 60 gr 60 gr5 61 gr/1.094 61 gr 60 gr 59 gr 57 gr6 70 gr/1.086 - - - -
Tabel 9. Peningkatan Kedalaman Kantung UdaraNo Berat
gula, pelapisan edible film), enzim proteolitik, ataupun dengan madu (Hartoyo A
et al 2010).
Terong dan belimbing yang tidak direndam, direndam dengan air, air garam
2,5% dan air gula 20% mengalami perubahan warna menjadi coklat dan juga
teksturnya berubah menjadi lembek tetapi yang lebih positif berwarna coklat yang
tidak direndam. Pada lobak dan wortel semua perlakuan menunjukan tidak ada
perubahan warna (tetap warna asal), hal ini bisa dikarenakan karena sayuran ini
tidak memiliki enzim polifenol oksidase. Sedangkat pada apel perubahan warna
terlihat pada perendaman dengan menggunakan garam, hal ini karena garam tidak
dapat menjadi inhibitor untuk apel.
66
Pencegahan pencoklatan menurut Anonim (2011) dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin
C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi
komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat
menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung
atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya,
sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon
berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol)
tak berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan
terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang
irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan terjadi jika vitamin C yang
ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
b. Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim
mometiltransferase sebagai penginduksi.
c. Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui
deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu
kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA
atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari
enzim sehingga enzim menjadi inaktif.
d. Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi
optimum pada suhu 30-40ºC. Pada suhu 45ºC enzim mulai terdenaturasi
dan pada suhu 60ºC mengalami dekomposisi.
e. Penambahan sulfit. Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya
browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit
berperan sebagai pengawet.
f. Pemberian asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap
molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus
hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk
67
asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada
proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.
Pencegahan Pencoklatan Enzimatik dengan menonaktifkan enzim polifenol
okoksidase (PFO)
Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis dapat dihambat oleh beberapa
inhibitor, biasanya cara yang dilakukan adalah perlakuan perendaman diantaranya
adalah dengan cara perendaman air, perendaman asam sitrat dan perendaman
sulfit. Perlakuan-perlakuan tersebut memiliki perbedaan kekuatan penghambatan
reaksi pencoklatan. Berikut akan dijelaskan sedikit tentang sulfit dan sitrat:
1) Sulfit
Senyawa sulfit sejak lama digunakan sebagai bahan pengawet makanan.
Sejarah mencatat bahwa bangsa Mesir kuno dan bangsa Romawi telah
menggunakan asap hasil pembakaran belerang untuk sanitasi dalam pembuatan
anggur. Ada dua tujuan yang diinginkan dari penggunaan sulfit, yaitu: (1) untuk
mengawetkan (sebagai senyawa anti mikroba), dan (2) untuk mencegah
perubahan warna bahan makanan menjadi kecoklatan (Muchtadi 1989).
Sulfit dapat mencegah timbulnya reaksi pencoklatan baik yang enzimatis
ataupun non enzimatis. Keampuhan sulfit dalam hal mencegah reaksi pencoklatan
dan sekaligus mengawetkan belum dapat disaingi oleh bahan kimia lain. Itulah
sebabnya mengapa sulfit luas sekali pemakaiannya. Misalnya untuk sayuran dan
buah-buahan kering, beku, asinan, manisan, sari buah, konsentrat, pure, sirup,
anggur minuman dan bahkan untuk produk-produk daging serta ikan yang
dikeringkan (Muchtadi 1989).
Gas belerang dioksida dan sulfit dalam tubuh akan dioksidasi menjadi
senyawa sulfat yang tidak berbahaya, yang kemudian akan dikeluarkan melalui
urin. Mekanisme detoksifikasi ini cukup mampu untuk menangani jumlah sulfit
yang termakan. Itulah sebabnya dalam daftar bahan aditif makanan, sulfit
68
digolongkan sebagai senyawa GRAS (generally recognized as safe) yang berarti
aman untuk dikonsumsi (Muchtadi 1989).
Namun demikian, dosis penggunaannya dibatasi, karena pada konsentrasi
lebih besar dari 500 ppm (bagian per sejuta), rasa makanan akan terpengaruhi.
Selain itu, pada dosis tinggi sulfit dapat menyebabkan muntah-muntah. Dan juga
senyawa ini dapat menghancurkan vitamin B1. Itulah sebabnya sulfit tidak boleh
digunakan pada bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber vitamin B1
(Muchtadi 1989).
2) Sitrat
Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang
berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain: mudah larut
dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika
dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai
menjadi arang. Asam sitrat merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat
terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal
ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga
dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada
asam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno, 1997).
69
4.4. Reaksi Pencoklatan Non Enzimatis
4.4.1.Hasil Pengamatan
Tabel 18. Efek kombinasi antioksidan terhadap kecepatan perubahan warna
Bahan Kontrol BHT As.Askorbat Na Bisulfat
Gula pasir 15 detik 54 detik 31 detik 37 detik
Tepung KH 22 detik 76 detik 45 detik 48 detik
Tepung protein
10 detik 13 detik 22 detik 12 detik
Tabel 19. Efek pH terhadap kecepatan perubahan warna
Bahan pH 5 pH 6 pH 7 pH 8
Gula pasir 1 menit 10 detik
1 menit 21 detik
48 detik 1 menit 11 detik
Tepung KH 36 detik 53 detik 45 detik 27 detik
Tepung protein
1 menit 5 detik
1 menit 24 detik
58 detik 1 menit
Tabel 20. Efek pH kombinasi antioksidan dan pH
70
Bahan pH 5 pH 6 pH 7 pH 8
Gula pasir 56 detik 1 menit 26 detik
1 menit 26 detik
1 menit 11 detik
Tepung KH 1 menit 16 detik
1 menit 3 detik
38 detik 22 detik
Tepung protein
2 menit 43 detik
1 menit 40 detik
2 menit 12 detik
1 menit 38 detik
4.4.2.Pembahasan
Reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan
pencoklatan akibat vitamin C. Namun, hanya akan dibahas karamelisasi dan
reaksi Maillard saja. Warna coklat karamel didapat dari pemanasan larutan
sukrosa dengan amonium bisulfat seperti yang digunakan pada minuman cola,
minuman asam lainnya, produk-produk hasil pemanggangan, sirup, permen, pelet,
dan bumbu kering. Larutan asam (pH 2-4,5) ini memiliki muatan negatif
(Fennema 1996). Terdapat tiga kelompok karamel, yaitu karamelan, karamelen,
dan karamelin, yang masing-masing memiki bobot molekul berbeda(Hartoyo A et
al 2010).
Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi
(gugus keton atau aldehidnya). Pada akhir reaksi terbentuk pigmen coklat
melanoidin yang memiliki bobot molekul besar. Reaksi yang diawali dengan
reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan asam amino pada protein
ini membentuk glukosilamin. Selain gugus aldehid/keton dan gugus amino, faktor
yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah suhu, konsentrasi gula, konsentrasi
amino, pH, dan tipe gula.
Berkaitan dengan suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100oC
namun tidak terjadi pada suhu 150oC. Kadar air 10-15% adalah kadar air terbaik
untuk reaksi Maillard, sedangkan reaksi lambat pada kadar air yang terlalu rendah
atau terlalu tinggi. Pada pH rendah, gugus amino yang terprotonasi lebih banyak
sehingga tidak tersedia untuk berlangsungnya reaksi ini. Umumnya molekul gula
71
yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih besar.
Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada sesama
molekul heksosa, galaktosa lebih reaktif dibanding yang lain (Hartoyo A et al
2010).
4.5. Sifat Fungsional Protein
4.5.1. Hasil Pengamatan
Tabel 21 .Hasil Pengamatan Uji Titik Isoelektrik Protein
No
Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0,01 N asam asetat (ml) 0 0 0 0 0 0
2 0,1 N asam asetat (ml) EK EK EK
3 1,0 N asam asetat (ml) K
4 Akuades (ml)
5 Kasein dalam 0,1 N asetat (ml)
Ket: 0 = Tidak ada perubahanK = Ada keruhanE = Ada endapan
Tabel 22. Hasil Pengamatan Pengaruh Temperatur
Suhu Pepsin 2% Bromelin
5°-10°C 5 menit 5 menit
40°-45°C 10 menit 7 menit
60°-65°C 18 menit 8 menit
75°-80°C 25 menit Tidak terjadi koagulasi
85°-90°C 28 menit 12 menit
72
Tabel 23. Hasil Pengamatan Pengaruh pH Protein
pH Waktu Koagulasi
5,5 ±0,1 16 detik
6,0 ±0,1 1 menit 40 detik
6,5 ±0,1 4 menit 37 detik
7,0 ±0,1 27 menit
8,0 ±0,1 37 menit
Tabel 24. Hasil Pengamatan Penambahan Kalsium
Susu segar Pepsin (1 ml) Bromelin (10 ml)
0,25 ml 5 menit 13 menit
0,50 ml 3 menit 12 menit 5 detik
0,75 ml 2 menit 12 menit
Kontrol (tanpa
CaCl₂)
31 menit 58menit
4.5.2. Pembahasan
Pengaruh Temperatur
Temperatur merupakan hal yang sangat penting untuk penjagaaan kualitas,
terutama pada bahan yang mengandung nilai gizi tinggi yaitu protein seperti yang
terdapat pada susu, telur dan bahan lainnya. Pada uji koagulasi ini setelah sampel
dipanaskan dengan temperatur yang berbeda-beda sesuai yang ada pada data,
73
sedikit demi sedikit mengalami mengalami kerusakan pada protein. Ketika
dipanaskan dengan suhu 85°C-90°C pada sampel yang ditambah dengan pepsin
cukup lama pada perubahan koagulasinya, namun pada sampel yang dicampur
dengan bromein tidak terjadi perubahan koagulasi yang disebabkan dengan
temperatur yang cukup panas.
Pengaruh pH
Pada praktikum ini untuk mengatur pH maka ditambahkan asam asetat 10%
atau NaOH 0.2 N sehingga pada masing-masing gelas dengan ukuran yang
berbeda-beda dihasilkan jumlah waktu yang berbeda-beda pula. Kemudian
masing-masing gelas piala tersebut dipanaskan sampai temperatur 40-42° C, lalu
ditambahkan 1 ml larutan enzim pepsin 2% sambil diaduk dengan cepat maka
akan membuka gugus reakif yang ada pada rantai polipeptida dan selanjutnya
akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang
berdekatan. Sehingga untuk menghasilkan pengaturan pada pH terjadi koagulasi
dengan waktu yang berbeda.
Pengaruh Penambahan Kalsium
Pengaruh penambahan kalsium sampai terjadinya waktu koagulasi cukup
lama dan banyaknya sampel juga mempengaruhi terjadinya koagulasi, sehingga
pada penambahan campuran pada sampel yaitu Pepsin (1 ml) dan Bromelin (10
ml) koagulasi lebih lama pada sampel yang ditambahkan Bromelin (10 ml)
dibandingkan dengan Pepsin (1 ml).
74
75
4.6. Mempertahankan Warna Daging
4.6.1 Hasil Pengamatan
Tabel 25. Perubahan warna daging tanpa pemanasan
Perlakuan Warna (coklat gelap, coklat, merah, merah terang)
Kecepatan pembentukan warna (detik)
4 5 6 7 4 5 6 7
pH Coklat
Merah
Merah
Coklat tua
30 detik
30 detik
30 detik
30 detik
Sendawa dan pH
Merah
Coklat pucat
Coklat pucat
17 detik
18 detik
7 detik
Vitamin C dan pH
Merah pucat
Merah pucat
Merah
20 detik
20 detik
20 detik
Sendawa, pH, Vit C
Coklat
Coklat gelap
Merah
28 detik
25 detik
32 detik
Tabel 26. Perubahan warna daging dengan pemanasan
Perlakuan Warna (coklat gelap, coklat, merah, merah terang)
Kecepatan pembentukan warna (detik)
4 5 6 7 4 5 6 7
pH Coklat tua Coklat Coklat tua
Coklat
tua
4 menit
4 menit
4 menit
4 menit
Sendawa dan pH
Coklat kemerahan
Coklat Coklat gelap
3 menit 4 detik
3 menit 10 detik
3 menit 12 detik
Vitamin C dan pH
Coklat keabuan
Coklat keabuan
Coklat tua
3 menit
3 menit
3 menit 38 detik
76
Sendawa, pH, Vit C
Merah gelap/
coklat
Coklat gelap
Coklat gelap
240 310 380
77
4.6.2 Pembahasan
Proses pemanasan dan oksidasi dapat menyebabkan perubahan warna
daging. Dari merah menjadi coklat. Oleh karena itu, untuk mempertahankan
warna merah dari daging dilakukan penggunaan bahan kimia garam nitrat dan
nitrit (sendawa) atau penggunaan antioksidan. Dalam pengolahan daging,
penggunaan sendawa tidak hanya ditujukan untuk mendapatkan warna daging
yang merah, tetapi juga untuk mendapatkan rasa dan bau (flavor) yang khas,
disamping itu sebagai pengawet tetapi penggunaannya harus dibatasi karena dapat
terbentuknya senyawa nitrosamine yang merupakan prekursor kanker.
Pemanasan menyebabkan protein globin terdenaturasi dan besi (II) akan
dioksidasi menjadi besi (III). Pigmen daging yang dimasak akan berwarna coklat
abu-abu dan disebut hemikrom atau metmioglobin terdenaturasi. Warna coklat
abu-abu ini merupakan warna khas daging segar yang dimasak. Jika didalam
daging yang dimasak terdapat senyawa pereduksi, maka besi (III) dapat direduksi
menjadi besi (II) dan menghasilkan hemokrom yang berwarna merah muda.
Mioglobin terdenaturasi pada suhu antara 80 – 85OC. Aplikasi antioksidan seperti
asam askorbat, asam sitrat, asam tokoferol dan sebagainya dapat membantu
mempertahankan warna. Selain itu, aplikasi nitrit dan nitrat juga dapat
mempertahankan warna merah daging. Pada pengolahan daging dengan
menggunakan garam nitrit (proses kuring), nitrit akan bereaksi dengan heme
membentuk kompleks nitrit-heme yang disebut nitrosomioglobin berwarna merah
gelap. Bentuk nitrosomioglobin tidak terlalu stabil dan bisa teroksidasi menjadi
bentuk metmioglobin. Proses pemanasan akan mendenaturasi bagian globin
membentuk nitrosohemokrom yang stabil. Nitrosohemokrom ini menghasilkan
warna merah muda yang merupakan warna utama daging curing.
78
Daging merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral. Daging
segar mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme sehingga daging harus
diberi pengawet. Salah satu cara pengawetan daging yaitu curing. Proses curing
membutuhkan NaCl, Na-nitrit, Na-nitrat, dan bahan lain yang dapat menambah
cita rasa. Fungsi nitrit adalah menstabilkan warna merah daging, dan menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk. Tetapi nitrit merupakan prekusor dari nitrosamin
yang bersifat karsinogenik. sumber vitamin C diharapkan mampu untuk
menurunkan residu nitrit dan dapat mempertahankan warna merah daging.
4.7. Karakteristik Karbohidrat
4.7.1.Hasil Pengamatan
Tepung Ketan Tepung Terigu
Tepung Jagung Tepung Tapioka
Tepung Beras
Gambar 4. Granula Pati Secara Mikroskopis
79
Tepung Ketan Tepung Terigu
Tepung Jagung Tepung Tapioka
Tepung Beras
Gambar 4. Gelatinasasi Secara Mikroskopis
4.7.2.Pembahasan
Berbeda (1 sampai 100 um) tergantung pada jenis tanamannya. Granula tersebut ada yang berkemlompok dan sendiri-sendiri. Karena adanya perbedaan bentuk, ukuran dan letak vilum dari granula pati, maka pengenalan jenis-jenis pati dapat dilakukan secara mikroskopis.
Gelatinisasi Pati
Pati mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, sehingga sering digunakan untuk pengental dalam pengolahahan makanan. Sifat-sifat ini akan mempengaruhi tekstur dari makanan, dan pengaruhnya mempunyai kaitan erat dengan perubahan-perubahan sifat yang dialami granula pati selama pemanasan dalam air.
Perubahan yang terjadi pada granula pati selama pemanasan dalam air sebagai berikut:
80
a) Zat pat umumya mengandung air 8-12%, tergantung dari jenis pati dan kelembaban udara sekitar. Karena zat pati terdiri dari molekul-molekul glukosa yang banyak mengandung gugus OH (hidroksi), maka zat pati mudah sekali mengikat air melalui ikatan hydrogen, sehingga akan mengakibatkan letak rantai molekul berjauhan. Bila dilihat dibawah mikroskop akan tampak pengembangan atau pembekakakn granula.
b) Granula pati tidak larut dlam air dingin, tapi mampu mengabsorbsi air sampai 30%, proses ini bersifat reversible
c) Bila suspense pati dipanaskan, maka pada kisaran suhu tertentu akan tampak granula-granula pati membengkak karena menyerap air dengan cepat, sehingga viskositas larutan meningkat. Bila pemanasan dilanjutkan, maka granula pati akan pecah ditandai dengan menurunna viskositas. Proses ini bersifat ireversibel. Kisaran suhu yang menunjukan gejala-gejala tersebut dinamakan suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh jenis pati, ukuran granula, dan faktor-faktor lingkungan (garam, gula, dll)
Hidrolisis Pati
Aplikasi pati dalam pengolahan pangan memiliki beberapa kekurangan, diantaranya tidak larut dalam air dingin, viskositas rendah dan pengenalan setelah mengalami pemasakan, selain itu terjadi retrogradasi dari pati gelatinisasi menyebabkan sineresisi atau pemisahan air dalam sistem pangan. Hidrolisis adalah salah satu upaya untuk memodifikasi pati dalam upaya memperbaiki kekurangan tadi, sehingga granula pati stabil selama proses pengolahan dan untuk membuat pati cocok untuk diaplikasikan pada berbagai makanan dan industri.
4.8. Emulsi
4.8.1.Hasil Pengamatan
81
4.8.1.1.Struktur Emulsi Secara Mikroskopis
Susu Minyak
Mentega Margarine
Mayonnaise
Gambar 5. Struktur Mikroskopis dari Emulsi
4.8.1.2. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
82
Tabel 27. Stabilitas Relatif Zat Pengemulsi
No Minyak + Asetat + … Hasil
1 Garam Lapisan terpisah sempurna
2 Kuning telur Lesithin tidak terlalu terpisah karena pada
kuning telur terdapat zat hidrofobik dan
hidrofilik
3 Detergen Minyak tidak terlihat
4.8.1.3.Menentukan Jenis Emulsi
Susu
(oil in water)
Margarine
(water on oil)
Mentega
83
(water on oil)
Gambar 6. Jenis Emulsi Secara Mikroskopis
4.8.1.4.Pengaruh Pemanasan dengan Emulsi
Tabel 28. Pengaruh Pemanasan Emulsi
Mentega Warna kuning jernih
Ada endapan terpisah warna putih
Kembali ke bentuk semula
Margarine Warna kuning keruh
Tidak ada endapan
Kembali ke bentuk semula
Mayonnaise Emulsi stabil, tidak berubah/tetap
4.8.2.Pembahasan
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lema dan minyak sering kali ditambahkan
dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan
bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas,
seperti minyak goreng, mentega putih, mentega, dan margarine. Selain itu,
penambahan lemak dimaksudkan untuk menambah kalori serta memperbaiki
tekstur dan citarasa.
Lemak berasal dari hewani dan tumbuhan (nabati). Lemak hewani banyak
mengandung sterol yang disebut kolesterol, sedangkan pada lemak nabati
84
mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
sehingga umumnya berbentuk cair.
Adanya pigmen menyebabkan lemak berwarna. Warna lemak tergantung
dari macam pigmennya. Adanya karotenoid menyebabkan warna kuning
kemerahan. Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan hidrokarbon
dengan banyak ikatan tidak jenuh. Bila minyak dihidrogenisasi maka akan terjadi
hidrogenisasi karotenoid dan warna merah akan berkurang. Selain itu, perlakuan
pemanasan juga akan mengurangi warna pigmen, karena karotenoid tidak stabil
pada suhu tinggi. Inilah sebab pada margarine saat dipanaskan warnanya menjadi
keruh karena mengandung banyak ikatan tidak jenuh, tidak seperti mentega
(lemak hewani).
Lemak dan minyak termasuk ke dalam kelompok senyawa yang disebut
lipida, yang pada umumnya mempunyai sifat sama yaitu tidak larut dalam air.
Dalam penanganan dan pengolahan bahan pangan, perhatian lebih banyak
ditujukan pada suatu bagian dari lipida, yaitu trigliserida atau neutral fat. Lemak
merupakan bahan padat dalam suhu kamar, sedang minyak dalam bentuk cair
dalam suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari molekuk-molekul trigliserida.
Lemak mengandung asam lemak jenuh tinggi secara kimia tidak mengandung
ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang tinggi. Minyak memiliki
kandungan asamlemak jenuh yang rendah dan tingginya kandungan asam lemak
tidak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom
karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah.
Titik keruh ditentukan dengan cara memanaskan minyak dan ditambah
pelarut sampai terlarut sempurna, kemudian didinginkan. Pada suhu tertentu,
campuran mulai terpisah dan akan terjadi kekeruhan. Suhu itu disebut titik keruh.
Pelarut yang digunakan pada saat praktikum adalah asam asetat. Titik keruh ini
tergantung dari adanya asam lemak bebas. Lemak dan minyak yang baik
digunakan untuk pembuatan minyak goreng adalah oleo, stearin, oleo oil, lemak
babi, atau lemak nabati.
Lemak dari susu dapat dipisahkan dari komponen lain dengan baik melalui
proses pengocokan atau churning. Dengan cara tersebut, secara mekanik film
85
protein di sekeliling globula lemak retak dan pecah, sehingga memungkinkan
globula lemak menggumpal dan menyusup ke permukaan. Mentega sendiri
memiliki emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi di dalam
80% lemak dengan sejumlah protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi
(emulsifier).
Margarine meerupakan pengganti mentega dengan rupa, konsistensi, rasa,
dan nilai gizi yang hampir sama. Margarine juga merupakan emulsi air dalam
minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang
digunakan dimurnikan terlebih dahulu, kemudian dihidrogenisasi sampai
mendapat konsistensi yang diinginkan. Lemak diaduk, diemulsikan dengan susu
skim yang telah dipasteurisasi, dan diinokulasi dengan bakteri yang sama seperti
pada pembuatan mentega. Sesudah diinokulasi 12-24 jam sehingga terbentuk
emulsi sempurna, kadang-kadang ditambahkan emulsifier seperti lesitin, gliserin,
atau kuning telur.
Mayonnaise adalah bahan pangan berupa emulsi setengah padat yang dibuat
dari minyak nabati, cuka/lemon juice, kuning telur, dan bumbu lainnya.
Mayonnaise merupakan emulsi minyak dalam air dengan kuning telur yang
berfungsi sebgai emulsifier. Pada dasarnya paling sedikit sepertiga kuning telur
terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah
kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-
protein. Lecithin adalah istilah umum pada setiap kelompok warna kecoklatan dan
zat-kuning lemak yang terdapat pada hewan dan jaringan tumbuhan, serta kuning
telur yang terdiri dari asam fosfat, kolin, asam lemak, gliserol, glycolipids,
trigliserida, dan fosfolipid (misalnya, fosfatidilkolin, phosphatidylethanolamine,
dan phosphatidylinositol).
86
V
KESIMPULAN
Penyimpanan telur dapat mengurangi nilai kualitas telur maupun gizinya
seiring dengan waktu penyimpanan yang dilakukan. Sehingga diperlukan
perlakuan penyimpanan yang baik untuk menjaga kualitas telur. Selain itu,
sebaiknya telur yang akan dikonsumsi tidak terlalu lama disimpan.
Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kadar oksigen
dan atau meningkatkan kandungan karbon dioksida (CO2). Udara yang semakin
menipis kandungan oksigennya serta semakin meningkat kandungan karbon
dioksida akan mengakibatkan menurunnya laju aktivitas pernapasan dari komoditi
segar seperti telur.Telur dibungkus dilapisi oleh kerabang yang berfungsi sebagai
pelindung terhadap gangguan fisik. Lapisan kerabang juga mampu berfungsi
untuk pertukaran gas untuk respirasi (pernafasan).
Reaksi pencoklatan dalam bahan pangan dapat dihambat oleh beberapa
perlakuan, yaitu : perendaman air, perendaman pada larutan asam sitrat, dan pada
larutan sulfit. Berdasarkan hasil penelitian beberapa kelompok, inhibitor
pencoklatan enzimatis yang paling baik adalah sulfit atau asam sitrat , lalu
perendaman air, dan yang paling cepat mengalami pencoklatan adalah yang
langsung terkena udara luar. Faktor-faktor yang dapat pengaruhi kecepatan
pencoklatan, yaitu: 1) penggunaan jenis pisau untuk memotong, 2) jenis larutan
perendaman, 3) ukuran potongan bahan, 4) sterilnya alat yang digunakan, dan 5)
higinitas operator. Penggunaan perendaman dengan suatu memang dapat
mencegah pencoklatan, tapi kita harus mengetahui dulu apakah layak dimakan
atau tidak, penggunaan dosis larutannya, sebab keamanan pangan adalah hal yang
paling penting dalam mengkonsumsi suatu makanan.
87
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Proses Browning pada Bahan Pangan dan Pencegahannya.
bahan-pangan-dan-pencegahannya/ . Diakses pada 21 Mei 2013, Makassar.
Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran: Sumedang. Tim Dosen. 2012.
Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc.
Gunawan.2010.Asam Amino.Terhubung berkala (http://www.scribd.com/doc/12936574/ Asam-Amino-Non-Esensial) diakses 21 Mei 2013
Guntoro, Suprio dan I Made Rai Yasa. 2005. Penggunaan Limbah Kakao Terfermentasi Untuk Pakan Ayam Buras Petelur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No. 2 edisi Juli : Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali. Hantoro, Agustinus. dkk., 2002.
Kusmiadi, R. 2008. Mengapa Apel Berwarna Coklat Setelah Dikupas. Tersedia: http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Mengapa%20Apel%20Ber