PENGARUH SISTEM MODERNISASI PERPAJAKAN TERHADAP KINERJA KANTOR PELAYANAN PERPAJAKAN(KPP) (STUDI KASUS KPP BANJARBARU) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Proposal Skripsi Oleh : ROY LEONARD HUTASOIT D1A206014 Program Studi:Administrasi Niaga FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
48
Embed
Pengaruh sistem modernisasi perpajakan terhadap kinerja kantor pelayanan perpajakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH SISTEM MODERNISASI PERPAJAKAN TERHADAP KINERJA KANTOR PELAYANAN PERPAJAKAN(KPP)
(STUDI KASUS KPP BANJARBARU)
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Proposal Skripsi
Oleh :
ROY LEONARD HUTASOIT
D1A206014
Program Studi:Administrasi Niaga
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TAHUN AJARAN 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib
rakyat kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk menjalankan
tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan seperti pembangunan jalan
raya,belanja pegawai,pemeliharaan,gaji pegawai negeri,polisi,dan lain sebagainya.
Pajak terbagi atas 2:
1. Pajak Negara:
- Pajak Penghasilan,
- Pajak pertambahan Nilai,
- Pajak Penjualan Barang Mewah,
- Pajak Bumi dan Bangunan,
- Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
- Pajak Bea Masuk dan Cukai.
2. Pajak Daerah:
- Pajak Kendaraan Bermotor,
- Pajak Radio,
- Pajak Reklame
Beberapa tahun belakang ini negara kita sedang gencar-gencarnya melakukan
suatu terobosan dalam upaya lebih meningkatkan lagi penerimaan negara dari sektor
pajak. Demi terealisasinya hal tersebut maka negara kita melakukan modernisasi
perpajakan dibidang perpajakan. Modernisasi perpajakan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak merupakan wujud dari reformasi perpajakan yang telah
dilakukan sejak tahun 2002. Penerapan sistem perpajakan modern dilakukan untuk
mengoptimalkan pelayanan kepada Wajib Pajak.
Penerapan sistem tersebut mencakup aspek-aspek perubahan struktur
organisasi dan sistem kerja Kantor Pelayanan Pajak, perubahan implementasi
pelayanan kepada Wajib Pajak, fasilitas pelayanan yang memanfaatkan teknologi
informasi dan kode etik pegawai dalam rangka menciptakan aparatur pajak yang
bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Reformasi kebijakan perpajakan dimulai tahun 1983 dengan diterbitkannya
seperangkat peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yang menggantikan
perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda seperti
Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 dan Ordonansi Pajak Perseroan 1925. Produk hasil
reformasi ini bersifat lebih sederhana (simplicitiy), netral (neutral), adil (equity), dan
memberikan kepastian legal (legal certaity).
Reformasi yang dilakukan ialah penerapan sistem self assesment
menggantikan sistem official assesment. Sistem self assesment memberikan Wajib
Pajak kepercayaan untuk menghitungkan, menghitung sendiri, melaporkan, dan
melunasi kewajibannya. Sistem ini diterapkan melalui reformasi seperangkat undang-
undang perpajakan seperti Undang-undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, dan Undang-undang No 8 Tahun 1983 tentang PPN. Reformasi
selanjutnya dalam bidang perpajakan dilakukan kembali dengan melakukan
perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1994 yang dilanjutkan dengan
reformasi ketiga pada tahun 2000.
Selain melakukan reformasi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak
menetapkan sasaran yang akan diwujudkan dalam waktu 10 tahun yang tercantum
pada cetak biru (blue print) Direktorat Jenderal Pajak. Dalam melaksanakan tugasnya,
Direktorat Jenderal Pajak berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang baik yaitu :
keadilan (equity), kemudahan (simple and understandable), dan biaya yang efisien
bagi institusi maupun Wajib Pajak, distribusi beban pajak yang lebih adil dan logis,
serta struktur pajak yang dapat mendukung stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi.
Untuk mendukung hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi
birokrasi yang didasari empat pilar yaitu modernisasi administrasi perpajakan,
amandemen Undang-undang perpajakan, intensifikasi, dan ekstensifikasi pajak.
Sistem Moderniasasi administrasi perpajakan ditandai dengan pengoranisasian
Kantor Pajak berdasarkan fungsi bukan berdasarkan jenis pajak seperti pada Kantor
Pajak Paripurna. Hal ini dilakukan untuk menghindari penumpukan pekerjaan dan
kekuasaan. Selain itu, sistem administrasi pada kantor modern menggunakan
teknologi informasi sehingga meningkatkan keefisienan. Untuk memudahkan
pelaksanaan pekerjaan, disusun SOP (Standard Operating Procedure) untuk masing-
masing pekerjaan.
Amandemen undang-undang perpajakan dilakukan untuk menyeimbangkan
hak dan kewajiban Wajib Pajak dan aparat pajak untuk meningkatkan kualitas kerja
dan mendorong pelaksanaan kewajiban membayar pajak.
Intensifikasi pajak dimulai dengan mapping dan profiling wajib pajak oleh
masing-masing Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan indikator kewajaran
masing-masing bidang industri. Hal ini dijadikan dasar pemerikasaan SPT yang
diserahkan oleh masing-masing wajib pajak. Jika informasi yang terkandung dalam
SPT tidak sesuai dengan indikator kewajiban yang dimulai masing-masing industri,
maka wajib pajak tersebut akan diminta untuk memberikan penjelasan untuk
menghindari kesalahan penulisan SPT. Jika wajib pajak menolak untuk memberikan
penjelasan dan membetulkan SPTnya maka akan dilakukan pemeriksaan yang dapat
dilanjutkan dengan penyidikan.
Reformasi perpajakan dimulai dengan dibangunnya Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar (LTO/Large Taxpayer Office) dan KPP
Wajib Pajak Besar berdasarkan case management pada tahun 2002. Pola dan sistem
yang diterapkan pada LTO akan direplikasi dan digunakan pada KPP Madya
(MTO/Medium Taxpayer Office) dan KPP khusus (BUMN, PMA, dan Perusahaan
Masuk Bursa) yang dibangun pada tahun 2003-2004. Selanjutnya dibangun pula KPP
Pratama (STO/Small Taxpayer Office) pada tahun 2005. Disamping pembentukan
kantor dan penerapan sistem modern, modernisasi lebih lanjut ditandai dengan
penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan perpajakan seperti online payment,
e-SPT, e-Registration, dan sistem informasi DJP.
Kantor Ditjen Pajak yang berencana untuk mengimplementasikan program
modernisasi perpajakan yang komprehensif disemua lini operasi organisasi secara
rasional. Program ini bertujuan untuk mencapai optimalisasi peneriamaan yang
berkeadilan (perluasan tax base, minimalisasi tax gap dan stimulus fiskal),
peningkatan kepatuhan sukarela melalui pemberian layanan prima dan penegakan
hukum yang konsisten, serta efisiensi administrasi.
Pengorganisasian Kantor Pajak modern didasarkan pada fungsi sehingga
dapat memberikan pelayanan yang lebih responsif. Pengorganisasian ini juga
menganut prinsip pemisahan fungsi (segregation of function) yaitu pemeriksaan dan
keberatan diterapkan didalam organisasi KPP Wajib Pajak. Fungsi pemeriksaan
dilakukan oleh KPP sedangkan fungsi keberatan oleh kantor wilayah. Keberadaan
kantor pajak modern mengubah paradigma pihak yang berkepentingan yaitu wajib
pajak, konsultan pajak, akuntan pajak, penilai dan fiskus menuju kekondisi yang lebih
baik.
Dijelaskan oleh Hadi Purnomo bahwa program dan kegiatan dalam kerangka
reformasi dan modernisasi perpajakan dilakukan secara komprehensif meliputi aspek
perangkat lunak, perangkat keras, dan sumber daya manusia. Reformasi perangkat
lunak adalah perbaikan struktur organisasi dan kelembagaan, serta penyempurnaan
dan penyederhanaan sistem operasi mulai dari pengenalan dan penyebaran informasi
perpajakan, pemeriksaan dan penagihan, pembayaran, pelayanan, hingga pengawasan
agar lebih efektif dan efisien. Keseluruhan operasi berbasis teknologi informasi dan
ditunjang kerjasama operasi dengan instansi lain. Revisi Undang-undang perpajakan
dan peraturan terkait lainnya, juga penerapan praktik tata pemerintahan yang bersih
dan berwibawa (good governance) dilaksanakan dalam konteks penegakan hukum
dan keadilan yang memayungi semua lini dan tahapan operasional. Reformasi
perangkat keras diupayakan pengadaan sarana dan prasarana yang memenuhi
persyaratan mutu dan menunjang upaya modernisasi administrasi perpajakan di
seluruh Indonesia. Penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan
profesional merupakan program reformasi aspek sumber daya manusia, antara lain
melalui pelaksanaan fit and proper test secara ketat, penempatan pegawai sesuai
kapasitas dan kapabilitasnya, reorganisasi, kaderisasi, pelatihan dan pogram
pengembangan self capacity. (2004:218)
Sistem modernisasi administrasi perpajakan dilakukan karena penerimaan
pajak pada awal reformasi perpajakan (tahun 1983), penerimaan negara masih
dibawah 20% setiap tahunnya, hal tersebut dapat dilihat melalui APBN. Tetapi
dengan adanya modernisasi perpajakan penerimaan negara meningkat secara
signifikan dan dari 20% menjadi 75% setiap tahunnya walaupun hal tersebut masih
jauh dari apa yang sudah dianggarkan oleh negara melalui APBN. (Liberti
pandiangan, 2007:18)
Sistem modernisasi perpajakan yang sedang berjalan menunjukan kinerja
positif yang ditandai dengan realisasi penerimaan per 30 April 2006 mencapai Rp
105,6 triliun atau 29% dari target APBN yang diterapkan Rp 362, 80 triliun. Selain
itu peningkatan kinerja juga ditunjukan oleh pertumbuhan penerimaan pajak LTO
sebesar 40% per tahun dibandingkan dengan KPP nasional yang tingkat
pertumbuhannya hanya 18-20% per tahun. (Bisnis Indonesia, 23 Mei 2006)
Dengan mempertimbangkan bahwa target penerimaan pajak setiap tahunnya
meningkat, sementara kondisi makro perekonomian Indonesia saat ini belum
sepenuhnya pulih dan adanya desakan dari masyarakat untuk menaikan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP), menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh), mempercepat
restitusi, menghapus Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas barang
tertentu, serta memberikan fasilitas perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak
memandang perlu untuk menetapkan suatu kebijakan yang terdapat dalam Keputusan
Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-178/PJ/2004, tentang cetak biru (blue print)
kebijakan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2001-2010 kebijakan tersebut adalah
dengan reformasi perpajakan, yang diantaranya terdapat strategi sebagai berikut :
Dalam perkembangan penerimaan pajak dan peranannya bagi penerimaan dalam
negeri di APBN sejak tahun 2000 dapat dilihat dalam tabel berikut :
(1) Reformasi moral, etika dan integritas;
(2) Reformasi kebijakan perpajakan;
(3) Reformasi pelayanan terhadap wajib pajak;
(4) Reformasi pengawasan atas pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.