PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN KIMIA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) OLEH: PALUPI PURNAMAWATI 103016227140 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
150
Embed
PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1150/1/98379... · PEMBELAJARAN KIMIA TERHADAP ... Metode penelitian yang dipakai adalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM
PEMBELAJARAN KIMIA TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR KREATIF SISWA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
OLEH:
PALUPI PURNAMAWATI
103016227140
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
DALAM PEMBELAJARAN KIMIA TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR KREATIF SISWA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003
ii
ABSTRAK
PALUPI PURNAMAWATI. Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Skripsi. Jakarta : Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara Pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran kimia terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Metode penelitian yang dipakai adalah metode eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN 7 Srengseng Sawah. Sampel pada penelitian ini adalah 60 orang yang diambil dari 2 kelas, yaitu kelas XI IPA 1 (kelas kontrol) dan kelas XI IPA 2 (kelas eksperimen). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Instrumen penelitian yang diberikan berupa Tes Kreativitas Verbal (TKV) dengan 6 dimensi, antara lain (1) kelancaran kata, (2) kelancaran menyusun kata, (3) Kelancaran berekspresi, (4) Kelancaran memberi ide, (5) fleksibilitas dan orisinalitas, dan (6) elaborasi. Analisis validitas butir instrumen menggunakan teknik belah dua (split half) kelompok atas (nilai tinggi) dan kelompok bawah (nilai rendah) sehingga menghasilkan 24 butir pernyataan yang valid (TKV). Koefisien reliabilitas instrumen dihitung menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment yang kemudian dianalisis dengan rumus Spearman Brown, menunjukkan reliabilitas yang tinggi sebesar 0,9265. Uji prasyarat analisis data menunjukkan bahwa semua data hasil penelitian berdistribusi normal dan homogen. Uji hipotesis penelitian menghasilkan t hitung > t tabel, yakni 7,92 > 2,00. tolak H0 pada α = 0,05. hal ini berarti terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif yang signifikan antara siswa yang diajar menggunakan Pendekatan Konstruktivisme dengan siswa yang diajar menggunakan Pendekatan Ekspositori. Dengan demikian terbukti bahwa terdapat pengaruh Pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran kimia terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Kata kunci : Pendekatan Konstruktivisme, pembelajaran kimia, kemampuan berpikir kreatif
iii
ABSTRACT
PALUPI PURNAMAWATI. Effect of Constructivism Approach in Chemical Learning from Creative Thinking Ability of Students. Scription. Jakarta: Chemical Education Studies Program, Department of Science Education (Science), Faculty of Science and Teaching Tarbiyah (FITK), State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. The purpose of this study is to determine whether there is influence between the Constructivism Approach in Chemical learning to creative thinking abilities of students. The research method used is a quasi-experimental method. The population were eleventh grade students of MAN 7 Srengseng Sawah. The sample in this study were 60 people taken from the two classes, which is used class XI IPA 1 (control class) and class XI IPA 2 (experimental class). The sampling technique in this study using purposive sampling technique. The research instrument is given in the form of Verbal Creativity Test (TKV) to six dimensions, among others (1) word fluency, (2) the smoothness of a word, (3) The smoothness of expression, (4) Smooth suggest ideas, (5) flexibility and originality, and (6) elaboration. Analysis of the validity of the instrument using the technique of grain split (split half) group of (high value) and the lower group (low value) so as to produce a 24 valid statement (TKV). Instrument reliability coefficient calculated is using Pearson Product Moment correlation formula which was then analyzed by Spearman Brown formula, showed a high reliability of 0.9265. Prerequisite test data analysis indicate that all survey data in normal distribution and homogeneous. Testing hypotheses resulted t count > t table, is, 7.92> 2.00. H0 rejected at α = 0.05. This mean that there are differences on average a significant creative thinking skills among students who were taught using the Constructivism Approach with students who were taught using expository approach. Thus proved that there are significant Constructivism approach in chemical learning of creative thinking abilitiy of students.
Keywords: Constructivism Approach, chemical learning, creative thinking ability
iv
KATA PENGANTAR
Tiada kata terindah untuk mengawali lembaran ini selain hanya untaian
pujian dan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan segala karunia
dan kemudahan yang tidak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sekaligus menyelesaikan penyusunan skripsi ini
sebagai salah satu syarat kelulusan. Shalawat serta salam juga selalu tercurah
kepada teladan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarganya, para sahabatnya
hingga pengikutnya semoga kita termasuk dalam barisannya hingga akhir zaman
nanti. Amin.
Penulis sadar bahwa penelitian ini tidak akan dapat terlaksana kecuali atas
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak mulai dari awal penelitian hingga
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu , pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan doa semoga mendapatkan balasan dan
kebaikan dari Allah SWT, kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA).
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahun Alam (IPA).
4. Bapak Dedi Irwandi, M.Si., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Kimia
sekaligus sebagai dosen pembimbing I, yang dengan sabar telah membimbing
dan mengarahkan penulis sehinggga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Munasprianto Ramli, S.Si, M.A., selaku dosen pembimbing II yang
juga telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasinya kepada penulis
untuk melakukan penelitian sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Drs. H. Taufik, M.M., selaku Kepala Sekolah MAN 7 Srengseng
Sawah, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
v
7. Ibu Yusridah, S.Pd., selaku guru Kimia kelas XI di MAN 7 Srengseng Sawah,
yang bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian.
8. Keluarga di Depok : Bapak, Mama, Mba Nila, Mas Ade, penulis ucapkan
terimakasih atas semua doa, semangat, dukungan dan kasih sayangnya kepada
penulis serta kepercayaannya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi
ini.
9. Keluarga di Tangerang : Bapak dan Mama atas doa dan bantuannya selama
penyusunan skripsi ini.
10. Suami ku tercinta Eko Febrianto, S.Sos.I yang tak pernah berhenti
mendoakan, memotivasi dan memberikan banyak dukungannya baik berupa
tenaga, pikiran, maupun materi. Tak lupa juga skripsi ini ku persembahkan
untuk putri pertama kami Sarahasna Putri Oktavia, terima kasih atas senyuman
yang tak pernah lepas dari hadapan umi hingga penat dan jenuh selama
penyusunan semakin tidak terasa.
11. Teman-teman di Program Studi Pendidikan Kimia angkatan 2003, yang telah
memberikan warna dalam kehidupan ku.
12. Semua “pahlawan tanpa nama” yang tidak dapat disebutkan satu - persatu atas
bantuan, pengalaman, dan diskusinya.
Penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih dan berdoa semoga Allah
SWT senantiasa membalas dengan sebaik-baik balasan atas segala jasa yang telah
diberikan kepada penulis.
Besar harapan penulis semoga karya yang tidak seberapa ini dapat
menambah khazanah ilmu pengetahuan dari Allah SWT, sehingga dapat membuat
kita lebih merenungkan dan bersyukur atas keagungan-Nya. Kesempurnaan
hanyalah milik Allah, oleh sebab itu saran untuk perbaikan adalah harapan dari
penulis.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………….….. i
ABSTRAK ……………………………………………………………………... iii
KATA PENGANTAR ………………………..……………………………….. v
DAFTAR ISI ………………………………….……………………………….. vii
DAFTAR TABEL …………..………………..………………………………. x
DAFTAR GAMBAR ………………………..………………………………... xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………..……………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …..……………….….......………...…… 1
B. Identifikasi Masalah …………………...…….…...……………… 5
C. Pembatasan Masalah ……………………...….………………….. 5
D. Perumusan Masalah ……………………….……..…....……….... 5
E. Manfaat Penelitian ………………………..…….………….…….. 6
BABII DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN
PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori ……………..………………..….….…......…….. 7
1. Konstruktivisme …………………………………………..….. 7
a. Pengertian Konstruktivisme …….…………..………..……7
b. Jenis-jenis Konstruktivisme ………..………………..….. 11
b. Prinsip Pembelajaran Konstruktivisme …..…..….…..….. 12
c. Peranan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
Konstruktivisme ……………………..………………....…14
d. Keunggulan Pembelajaran Konstruktivisme …….…….. 16
e. Langkah-langkah Pembelajaran Konstruktivisme ….…… 17
f. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia.. 19
vii
2. Berpikir Kreatif Dalam Sains …………….……...…….…..... 23
a. Konsep Berpikir Kreatif ………..……….…...……….…. 23
b. Karakteristik Siswa yang Kreatif …….……..……..…...… 27
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas. .…..….….. 31
d. Cara-cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa ……….…………………………..….….….. 34
e. Pengukuran Kreativitas Verbal ………………………….. 35
3. Hubungan antara Pendekatan Konstruktivisme
terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ……...……..37
B. Kerangka Berpikir ………………………………...…..………... 39
C. Perumusan Hipotesis ………………………....…….….…….… 43
D. Penelitian yang Relevan ……………………………………….. 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan penelitian …...………………..….….……..…….….… 45
B. Waktu dan Tempat Penelitian …………...…..….…......……... 45
C. Metode Penelitian …….…...…………...….....……....…………45
D. Prosedur Penelitian …………………...……....…....…....……. 46
E. Populasi dan Sampel ……....………….……..…..……..…..… 48
F. Variabel Penelitian ……………………………..…….….….… 49
G. Teknik Pengumpulan Data …...………….……..…………..…. 50
H. Teknis Analisis Data …………………….….….…..……...….. 52
Lampiran 21. Distribusi t pada beberapa level probabilitas …………..…. 123
Lampiran 22. Tabel nilai statistik uji Liliefors ………………………..…. 124
Lampiran 23. Distribusi nilai z ……………………………………….…... 125
Lampiran 24. Surat keterangan izin melakukan penelitian ………....…… 126
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, dkk. 2004. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : PT Bumi Aksara.
Ardiana, Fani Prima. 2007. Keefektifan Penerapan Pendekatan Konstruktivis Terhadap Hasil Belajar Siswa Materi pokok Trigonometri di SMA Negeri 15 Semarang Kelas X Semester 2. Skripsi Sarjana Pendidikan. Semarang : FMIPA UNNES.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi
Revisi, Cet.13, Jakarta : PT Rineka Cipta. Barak, Moshe dkk. Using Portfolios to Enhance Creative Thinking, dalam
www.scholar.lib.vt.edu/ejourney/summer_fall_2000/pdf.,30 Januari 2007.
Boo Hong Kwen. Using Two Tier Reflective Multiple Choice Questions to Cater to Creative Thinking, dalam www.aare.edu.au/05pap/boo05235.pdf. 30 Januari 2007/
Cottrell, Stella. Creative Thingking, dalam www.palgrave.com. 30 Januari 2007 Depag RI. 2003. Memahami Paradigma Baru Dalam UU Sisdiknas, Jakarta :
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Hadis, Abdul. 2006. Psikologi Dalam Pendidikan, Bandung : Alfabeta.
Juanengsih, Nengsih. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Melalui Pendekatan Induktif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa, Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA, Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah
Konstruktivisme, dalam
www.freewebs.com/arrosailtep/makalah/konstruktivisme2.htm. 21 September 2007.
Mariati, 2006. Pengembangan Kreativitas Siswa Melalui Pertanyaan Divergen
pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Jurnal pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : LIPI
Membangun Citra Madrasah, Makalah, Jakarta : FITK, UIN Syarif Hidayatullah
Mulyasa, E. 2006 Menjadi Guru Profesional, Cet 4, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2006. Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan kreativitas Anak Sekolah,
Cet. 3, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana. ________________ 2004. Pengembangan kreativitas Anak Berbakat, Cet. 2,
Jakarta : Rineka Cipta.
Noraziah, Konstruktivisme dalam Pengajaran dan Pembelajaran, dalam www.geocities.com/hypatia_01_2001/ilmiahazie.htm. 21 September 2007
On Constructivism, dalam
www.academic.sun.ac.za/mathed/174/constructivism.pdf. 6 Februari2008. Portofolio. 2002. Psikologi Kognitif, Jakarta : Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia Y.A.I.
Purwanto, 2005. Kreativitas Berpikir Siswa dan Perilaku dalam Tes, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : LIPI.
Ramli, Munaspriyanto. 2006. Metamorfosa, Jurnal Pembelajaran Sains Yang
Menyenangkan Dengan Metode Konstruktivisme. Jakarta : FITK, UIN Syarif Hidayatullah.
Semiawan, Conny R. 2007. Suatu Orientasi Tentang Kurikulum Berbasis Konstruktivisme Untuk Pendidikan Agama, Makalah, Jakarta : FITK, UIN Syarif Hidayatullah
Setyaningsih, N. 2009. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Mahasiswa Dalam Pemecahan Masalah Pengantar Dasar Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Konstruktivis. Surakarta : Varia Pendidikan, vol 21, No.1.
Sofa, H. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle), dalam
www.massofa.wordpress. 1 Mei 2008
Somantri, Ating, dkk. 2006. Aplikasi Statistika dalam Penelitian, Bandung : CV. Pustaka Setia
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Alfabeta
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo.
Trianto, 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Cet 1. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.
Ulfah, Iswatin. 2005. Pengaruh Metode Demonstrasi Dalam Pembelajaran
Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SLTP 2 Mei Ciputat, Skripsi Sarjana Pendidikan, Jakarta : Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah.
Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar
Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Cet 1. Jakarta : Bumi Aksara. Vertika, Lingga. 2007. Hubungan Antara Berpikir Kreatif Dengan Hasil Belajar
Biologi Siswa Kelas VII di SLTP Negeri 188 Ciracas Jakarta, Skripsi Sarjana Pendidikan, Jakarta : Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah.
What is Constructivism?, dalam
www.mpbl.edu.my/math/modul/matterials/constructivism. 6 Februari 2008.
Teori Pembelajaran Konstruktivisme Dalam Reka Bentuk dan Pembinaan Perisian Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK), dalam www.planet,time,net.my/KLCC/azm/2001/teori. 21 September 2007
Teori Konstruktivisme, dalam www.teachersrock.net/ciri_konst.htm.
Pendidikan merupakan usaha sadar dalam mengembangkan potensi
sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Karena pendidikan juga
merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat
meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya.
Agar terwujud masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan,
berdaya saing, maju, dan sejahtera. Maka harus didukung oleh manusia
Indonesia yang sehat, mandiri, bertakwa, cinta tanah air, berkesadaran hukum
dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 pada Bab II
Pasal 3 tentang fungsi dari pendidikan nasional, yakni :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang beriman dan bertakwa, cakap
dan kreatif dalam berilmu pengetahuan, serta mandiri dan bertanggung jawab
dalam kehidupannya. Sebagai upaya mewujudkan tujuan dari pendidikan
nasional tersebut, pemerintah Indonesia menyelenggarakan pendidikan
disekolah-sekolah. Kegiatan pengajaran tersebut dilakukan pada semua satuan
dan jenjang pendidikan. Mulai dari tingkat TK (Taman Kanak-kanak) sampai
Perguruan Tinggi (PT).
1 Depag RI, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang - undang
Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Depag RI, 2003), h. 37.
2
Sekolah sebagai lembaga formal, sudah seharusnya mulai menerapkan
paradigma baru dalam pendidikan. Seperti gaya mengajar, pendekatan, strategi
ataupun metode belajar yang lebih efektif. Hal tersebut sangat berarti, karena
lembaga formal ini sangat diharapkan peranannya dalam membentuk sumber
daya manusia yang lebih berkualitas dan berguna bagi agama, bangsa, serta
negara.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal
adalah masih rendahnya kemampuan siswa dalam memahami pelajaran. Hal
ini dikarenakan kondisi pembelajaran masih bersifat konvensional atau guru
masih mendominasi dan tidak memberikan akses bagi siswa untuk
berkembang secara mandiri melalui proses berpikirnya.2
Pendidikan disekolah masih kurang menunjang tumbuh dan
berkembangnya kemampuan kreativitas peserta didik. Sistem pendidikan kita
sebagian besar didesain untuk membuat anak-anak menempuh ujian saja. Ini
berarti membuat mereka memberikan jawaban sesuai dengan apa yang
diinginkan pengujinya saja. Melainkan tidak ada jawaban yang memberikan
peluang kreatif dalam lembar jawabannya.
Kenyataannya bidang pendidikan lebih menekankan kepada
pemikiran tidak produktif, hapalan, dan mencari satu jawaban yang benar
saja. Dan akibatnya kreativitas siswa pun dapat terhambat. Proses pemikiran
yang tinggi termasuk berpikir kreatif jarang sekali dilatih. Sehingga
pembelajaran seperti ini dapat menimbulkan kekakuan dalam proses berpikir
dan kurang luas dalam meninjau suatu masalah.
Pada dasarnya bakat dasar kreatif itu dimiliki oleh setiap orang, karena
setiap orang memiliki kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan
potensinya. Selain itu juga untuk mewujudkan dirinya, dorongan untuk
berkembang dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan
mengaktifkan semua kapasitasnya namun hanya kadar dan potensinya yang
berbeda-beda. Potensi inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan
Tuhan yang lainnya.
Manusia diberi kemampuan untuk berpikir dan memiliki potensi untuk
menciptakan berbagai hal yang memberi arti bagi kehidupan. Oleh karena itu
penting sekali bagi kita untuk mulai belajar mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif dalam diri kita. Untuk dapat memupuk, mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan berpikir tersebut, perlu diciptakan lingkungan yang
kreatif. Lingkungan tersebut, antara lain orangtua, guru, teman, maupun
masyarakat harus memberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas.
Guru sebagai salah satu pendorong kreatif merupakan faktor yang
penting untuk meningkatkan kreativitas siswa disekolah. Banyak hal yang
dapat dilakukan guru untuk merangsang dan meningkatkan daya pikir siswa,
sikap dan perilaku kreatif siswa, yakni dengan melakukan kegiatan didalam
(indoor) atau diluar (outdoor) kelas. Diantaranya melalui pendekatan
pembelajaran yang kreatif, yakni pendekatan mengajar yang dilakukan untuk
mengembangkan kreativitas siswa.
Pendekatan pengajaran yang sering digunakan oleh guru sebagai
strategi dalam proses pembelajaran diantaranya adalah pendekatan ekspositori.
Pendekatan ini sifatnya kaku, kompetitif dan satu arah sehingga membuat
anak menjadi bosan dan tidak diberi kesempatan untuk berkreasi. Meskipun
demikian, pendekatan ini sering menjadi pilihan guru-guru dalam mengajar
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah, karena dianggap cukup efektif
dilaksanakan dan cenderung memudahkan guru.
Pendekatan lain yang dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu
perubahan paradigma pembelajaran saat ini adalah pendekatan kostruktivisme.
Pendekatan ini merupakan strategi yang pembelajarannya berpusatkan kepada
siswa. Dimana siswa dapat membina ingatan jangka panjangnya tentang suatu
konsep melalui penglibatan yang aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang
diterimanya dengan pengetahuan yang ada sebelumnya untuk menemukan
pengetahuan yang baru (discovery learning).
4
Terkadang pendekatan atau metode baru lebih dapat menempatkan
pembelajaran ke arah yang lebih kreatif di kelas, sedangkan pendekatan atau
metode lama cenderung tidak meningkatkan kreativitas di kelas karena
pembelajarannya yang tidak berubah (monoton).3 Konstruktivisme merupakan
suatu pendekatan yang berpusatkan pada siswa melalui serangkaian tahap-
tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menguasai kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran, dengan
cara ikut berperan aktif dan menjadi lebih kreatif.
Dari perspektif konstruktivisme inilah, siswa perlu membangun
pengetahuannya sendiri, terlepas dari bagaimana mereka belajar.4 Dengan
demikian pendekatan konstruktivisme diharapkan dapat mengantarkan siswa
dalam membangun pemahamannya tentang konsep kimia, khususnya pada
materi pokok sistem koloid. Sistem koloid dipilih karena materi tersebut berisi
tentang konsep-konsep kimia yang bersifat verbal. Dimana serangkaian
aktivitas seperti kegiatan pemikiran (reasoning), mental dan performan siswa
dapat dilakukan sesuai tahapan dalam pembelajaran secara konstruktivisme.
Setelah dikemukakan penjelasan tentang pendekatan konstruktivisme
dan pendekatan ekspositori, serta dijelaskan pula tentang peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran, maka menarik
perhatian bagi penulis untuk meneliti apakah ada perbedaan antara siswa yang
diajar dengan menggunakan pendekatan ekspositori dengan siswa yang diajar
menggunakan pendekatan konstruktivisme terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa ?. Oleh karena itu penulis mengangkat judul “Pengaruh
Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa (Penelitian di Kelas XI MAN 7
Srengseng Sawah)”.
3 Boo Hong Kwen, Using Two Tier Reflective Multiple Choice Question to Cater to Creative Thinking, dalam www.are.edu.au/05pap/boo05235.pdf. 30 Januari 2007. 4 On Constructivism, dalam www.academic.sun.ac.za/mathed/174/constructivism.pdf, 6 Februari 2008.
memberi ide, fleksibilitas dan orisinalitas, serta elaborasi.
3. Pokok bahasan pembelajaran Kimia dibatasi pada materi pokok Sistem
Koloid untuk kelas XI.
D. Perumusan Masalah
Dari masalah yang telah dibatasi maka dapat dirumuskan permasalahan
yang akan diteliti sebagai berikut : Apakah terdapat pengaruh pendekatan
konstruktivisme dalam pembelajaran Kimia terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa di kelas XI MAN 7 Srengseng Sawah ?
6
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian jni adalah :
1. Menambah pengetahuan lebih dalam lagi tentang pendekatan
konstruktivisme khususnya bagi para pendidik atau guru.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan pelaksanaan pembenahan sistem
pendidikan agar dapat menciptakan suasana dan keadaan yang kondusif
sebagai penumbuhkembangan kreativitas bagi para peserta didik maupun
bagi para pendidik.
3. Memotivasi bagi para penulis lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang pengaruh pendekatan konstruktivisme terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa atau hal-hal yang berhubungan dan berkaitan
dengan penelitian tersebut.
7
7
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN
PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Konstruktivisme
a. Pengertian Konstruktivisme
Berdasarkan penelitiannya tentang bagaimana anak-anak
memperoleh pengetahuan, Piaget menyimpulkan bahwa pengetahuan
itu dibangun dalam pikiran anak. Penelitiannya inilah yang
menyebabkan ia dikenal sebagai konstruktivis pertama. Menurut
Piaget, semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari
kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
ada diluar tetapi ada di dalam diri seseorang yang membentuknya.
Pengetahuan selalu memerlukan pengalaman1. Dengan kata lain
pengetahuan tidak dapat diteruskan dalam bentuk yang sudah jadi.
Setiap orang harus membangun sendiri (mengkonstruksi) pengetahuan-
pengetahuannya.
Menurut Bruner (1960), konstruktivisme merupakan suatu
proses dimana siswa membina ide baru atau konsep yang berasaskan
kepada pengetahuan asal mereka. Siswa memilih dan
mengintepretasikan pengetahuan baru, membina hipotesis dan
membuat keputusan yang melibatkan pemikiran mental (struktur
kognitif) memberikan makna dan pembentukan pengalaman.2
Pembinaan pengalaman demi pengalaman inilah yang menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
1 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogya : Kanisius, 2001), h.38,42 2 Jurnal Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam Reka Bentuk Pembinaan PPBK, dalam www.tutor.com.my/tutor/dunia.asp?y=2001&dt=0703&pub=DuniaPendidikan&sec=sain_teknologi&a-htm16.k h. 2. 21 September 2007
pengetahuan mereka dengan menguji ide dan pendekatan berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya dalam
situasi yang baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang
diperoleh melalui pembinaan intelektual yang sudah ada. Selain itu
menurut Mc Brien dan Brandt (1997), konstruktivisme adalah suatu
pendekatan atau metode pengajaran berdasarkan kepada penelitian
tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti berpendapat
bahwa setiap manusia membina pengetahuan dan bukan hanya
menerima pengetahuan dari orang lain.3
Dilihat dari segi pengajaran dan pembelajaran,
konstruktivisme juga diartikan sebagai pendekatan yang memberikan
hak dan peluang belajar kepada siswa untuk belajar dengan membina
makna dalam kerangka pikirannya masing-masing berdasarkan
pengalaman dan lingkungan yang sudah ada.4 Teori konstruktivisme
juga diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, antara lain
tindakan mencipta sesuatu maksud dari apa yang mereka pelajari.
Secara ringkasnya, teori pembelajaran konstruktivisme
adalah suatu pemahaman bahwa pengetahuan, ide, atau konsep yang
baru dibina secara aktif berdasarkan kepada pengalaman sendiri dan
pengetahuan yang sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Ide
atau konsep yang diterima diperoleh berdasarkan pengalaman sendiri,
interaksi sosial dan lingkungan yang diselaraskan melalui proses
metakognitif siswa. Secara ringkasnya alur proses konstruktivisme
dapat dilihat berdasarkan gambar 2.1. Dan gambar 2.2 tentang
pembelajaran konstruktivisme berdasarkan prinsip-prinsip secara
umum, pengajarannya, serta peranan guru dan pelajar. 5
3 What is constructivism?, , dalam
www.mpbl.edu.my/math/modul/materials/construktivsm 6 Februari 2008. 4 Noraziah bt Ahmad, Konstruktivisme dalam Pengajaran dan Pembelajaran, dalam
http://www.geocities.com/hypatia_01_2001/ilmiahazie.htm. 21 September 2007 5 Jurnal Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam Reka Bentuk Pembinaan PPBK..,h 4.
biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes.
Apabila ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut kurang
memuaskan, maka akan dapat diperbaiki pada pembelajaran
berikutnya dengan cara mangantisipasi kelemahan-kelemahan
proses pembelajaran sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.
f. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia
Perkembangan mental peserta didik di sekolah, antara lain
meliputi kemampuan untuk bekerja secara abstraksi menuju
konseptual. Implikasinya pada pembelajaran, harus memberikan
pengalaman yang bervariasi dengan metode dan pendekatan yang
efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan
kemampuan peserta didik.18
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran dan dapat menstimulus anak untuk berkreatif adalah
dengan menyesuaikan metode, strategi atau pendekatan
pembelajarannya. Pendekatan pembelajaran adalah cara kerja yang
dapat digunakan dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan
yang sistematis agar memperoleh tujuan pengajaran yang lebih baik.
Pendekatan merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru
dan siswa untuk mencapai tujuan instruksional dalam satuan
pembelajaran.19 Pendekatan seringkali disamakan dengan model
17 Nengsih Juanengsih, Penerapan model Pembelajaran Konstruktivisme melalui
Pendekatan Induktif Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa, Seminar Internasional Pendidikan IPA,FITK, UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta, 31 Mei 2007), h.41-42
18 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet ke-4, h.107
kooperatif, CTL (Contextual Teaching Learning), dan sebagainya.
Menurut para ahli psikologi pendidikan berpendapat, bahwa
belajar adalah perubahan secara sadar, bersifat kontinyu dan
fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara,
bertujuan dan terarah, serta mencakup seluruh aspek perilaku.20
Kaum konstruktivis juga mengartikan belajar sebagai proses aktif
pelajar dalam mengkonstruksi arti, baik teks, dialog, pengalaman
fisis, dll.21 Agar siswa mempunyai keinginan untuk belajar sesuatu
dengan cara yang lebih efisien, maka dibutuhkan tindakan
pembelajaran.
Hamzah (2007), mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu
proses interaksi antara siswa dengan guru/instruktur dan/atau sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan
belajar tertentu.22 Pembelajaran dalam suatu definisi juga dipandang
sebagai upaya mempengaruhi siswa agar belajar.
Pembelajaran juga diartikan sebagai proses menerjemahkan
dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat pada kurikulum
kepada siswa melalui interaksi belajar mengajar di sekolah.23
20 Abdul Hadis, Psikologi dalam Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 61. 21 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h.61. 22 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara, 2007, h.54. 23 Syarif Mughni, Meningkatkan Kualitas Pembelajaran…, (Jakarta : FITK, UIN Syarif
Hidayatullah) h. 4.
21
Proses pembelajaran yang baik diyakini dapat menghasilkan output
pendidikan yang baik pula
Ilmu kimia, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
“ilmu tentang susunan, sifat dan reaksi suatu unsur atau zat.” 24
Dalam ilmu kimia juga terdapat bangun (struktur) materi dan
perubahan-perubahan yang dialami materi dalam proses-proses
alamiah maupun dalam percobaan yang sudah direncanakan.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia adalah suatu
proses yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk
menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik dapat
mempelajari tentang bahan penyusun suatu benda, reaksi-reaksi yang
terjadi pada benda tersebut, serta perubahan-perubahan yang terjadi
pada benda tersebut baik secara fisik maupun secara kimiawi. Dan
dapat membangun pola berfikir peserta didik agar kreatif guna
memecahkan suatu masalah.
Pembelajaran kimia disebut juga sebagai pembelajaran sains.
Dikarenakan ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu sains.
Pembelajaran kimia sering diyakini sebagai pembelajaran yang
kurang menyenangkan dan cenderung membosankan. Hal ini terjadi
karena pembelajaran kimia masih sering diajarkan dalam suasana
pendekatan yang tradisional, dimana guru mengambil peranan
dominan sementara siswa hanya bersifat pasif.
Munculnya perspektif konstruktivisme dalam pendidikan
sains tidak terlepas dari pengaruh konstruktivisme dalam bidang
sains itu sendiri. Proses membangun pengetahuan ilmiah sains harus
bersifat bermanfaat (useful) dan mengarah pada hal-hal yang praktis.
Selain itu juga harus relevan dengan fenomena sains sehari-hari yang
familiar dimata siswa.
24 Pusat Bahasa DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, (Jakarta :
Balai Pustaka, 2002), h. 569.
22
Dalam konstruktivisme, siswa perlu membangun
pengetahuannya sendiri, terlepas dari bagaimana mereka belajar.25
Dengan demikian konstruktivisme mengantarkan siswa dalam
membangun pemahamannya tentang konsep kimia melalui
serangkaian aktivitas antara lain, kegiatan pemikiran (reasoning),
mental dan performan siswa.
Menurut perspektif guru, pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran kimia merupakan cara berpikir, sikap, dan perilaku
guru dalam proses belajar mengajar dengan menekankan pada peran
aktif siswa untuk membangun pengetahuan kimianya melalui
pemahaman terhadap realitas kehidupan sebagai hasil dari
pengalaman dan interaksinya. Dalam hal ini guru juga dituntut untuk
mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini
bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat
disesuaikan dengan karakteristik siswa.
Sesuai dengan tujuan dari pembelajaran konstruktivisme,
antara lain :26
1). Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung
jawab dari siswa itu sendiri
2). Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan
pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya
3). Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau
pemahaman konsep secara lengkap
4). Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri
5). Lebih menekankan pada proses belajar.
25 On Constructivism, dalam www.academic.sun.ac.za/mathed/174/constructivism.pdf,
6 Februari 2008, h. 2 26 Konstruktivisme, dalam
http://www.freewebs.com/arrosailtep/makalah/konstruktivisme 2.htm 21 September 2007
khususnya pembelajaran kimia merupakan proses interaksi (terutama
kognitif) antara guru dan siswa dalam rangka membangun
pengetahuan. Hasil dari proses pemahaman konsep ini, siswa dapat
mengingat dengan ingatan jangka panjang, karena melalui pelibatan
yang aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan
pengetahuan asal untuk membentuk suatu pengetahuan yang baru
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme dapat
meningkatkan pola pikir siswa dan mengembangkan ruang gerak
siswa. Dengan menekankan peran aktif siswa dalam membangun
pengetahuannya melalui pemahaman konsep berdasarkan
pengalaman dan lingkungan sosialnya.
3. Berpikir Kreatif Dalam Sains
a. Konsep Berpikir Kreatif
Betapa pentingnya kreativitas dalam pengembangan sistem
pendidikan yang ditekankan dalam UU RI Nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan nasional. Yakni pasal 8 ayat 2 bahwa
“warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
berhak memperoleh perhatian khusus.” Dalam GBHN tahun 1993
juga dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas hendaknya dimulai
pada usia dini, yaitu dilingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan
pertama dan dalam pendidikan pra-sekolah.27
Pada setiap tahap perkembangan anak dan pada sampai jenjang
pendidikan. Mulai dari pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan di
perguruan tinggi, bahwa kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan serta
ditingkatkan disamping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain
yang menunjang pembangunan.
27 Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak berbakat, (Jakarta : Rineka Cipta,
2004) cet. 4, h. 16.
24
Ditinjau dari sudut etimilogi, kreativitas berasal dari bahasa
Inggris yaitu to create, yang artinya mencipta. Sedangkan menurut
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Bahasa
Indonesia mengartikan kreativitas sebagai “kemampuan untuk
mencipta, daya cipta.” 28
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh pakar
pendidikan berdasarkan sudut pandang masing-masing. Perbedaan
dalam sudut pandang ini menghasilkan berbagai definisi kreativitas
dengan penekanan yang berbeda-beda. Menurut Baron (1982),
kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu hal yang
baru.29
Menurut Guilford (1970), bahwa “kreativitas mengacu pada
kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang kreatif.” 30 Yakni dengan
berpikir untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu
persoalan (divergen) bukan berpikir bahwa hanya ada satu jawaban
yang benar (konvergen).
Rogers mendefinisikan kreativitas sebagai suatu proses
munculnya hasil-hasil baru ke dalam suatu tindakan. Kreativitas ini
juga dapat terwujud dalam suasana kebersamaan. Menurut Drevdahl,
kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk memproduksi
komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas
imajinatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-
pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan
dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.31
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas, Rhodes (1961)
mengelompokan kreativitas kedalam empat dimensi atau lebih dikenal
28 Pusat Bahasa DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, (Jakarta :
Balai Pustaka, 2002), h. 599 29 Muhammad Ali, dkk, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2004), cet-1, h. 41 30 Muhammad Ali, dkk, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik.., h. 41 31 Muhammad Ali, dkk, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik.., h. 42
25
dengan The Four P’s of Creativity, antara lain process, product,
person dan press. 32
Dimensi process melihat kreativitas sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh seseorang berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai
dengan berwujudnya suatu perilaku kreatif. Dalam hal ini, memberikan
kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif
dengan tidak merugikan orang lain atau lingkungannya..
Dimensi product, menekankan pada hasil karya seseorang.
Baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama
sehingga menghasilkan sesuatu yang baru. Selain itu hendaknya
pendidik menghargai produk kretivitas dengan mempertunjukkan dan
mengkomunikasikannya dengan orang lain sehingga akan lebih
menggugah minat untuk lebih berkreasi.
Dimensi person, memandang bahwa karakteristik kreatif
seseorang lebih mengacu kepada kemampuan individu itu sendiri.
Atau berdasarkan dari segi ciri-ciri individu yang menandai
kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan dengan kreativitas.
Untuk dimensi press, penekanannya pada faktor dorongan.
Dorongan tersebut baik dari internal diri sendiri berupa keinginan dan
hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, juga dorongan
secara eksternal dari lingkungan sosial dan psikologisnya.
Kreativitas dapat terbina melalui proses berpikir. Berpikir
merupakan proses dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau
jalannya. Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga
langkah, yakni pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan
penarikan kesimpulan.33
Menurut De Bono, berpikir dibedakan menjadi 2 tipe, yakni
berpikir lateral dan berpikir vertikal. Berpikir lateral merupakan
kecenderungan menemukan gagasan baru dalam berpikir untuk
mencari ide yang bervariasi. Dalam berpikir lateral, pemikirannya
menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya. Berpikir
vertikal yakni menghubungkan dengan membangun ide serta meneliti
ide itu semua secara terurut sehingga menjadi kriteria gagasan yang
objektif. Berpikir vertikal memilih pendekatan yang paling
menjanjikan untuk setiap masalah sementara berpikir lateral
menghasilkan banyak alternatif gagasan untuk mencari solusi suatu
masalah. Berpikir kreatif adalah perpaduan antara berpikir lateral dan
berpikir vertikal.34
Menurut Sarwono, kegiatan berpikir terbagi menjadi dua, yaitu
berpikir asosiatif (tidak terarah) dan berpikir terarah. Berpikir asosiatif
adalah proses berpikir dimana suatu ide menstimulus timbulnya ide
baru. Jalan pikiran tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya,
sehingga ide-ide timbul secara bebas. Yang termasuk dalam berpikir
ini adalah asosiasi bebas, asosiasi terkontrol, melamun, mimpi, dan
berpikir artistik. Berpikir terarah adalah proses berpikir yang sudah
ditentukan sebelumnya dan diarahkan pada sesuatu pemecahan
persoalan. Yang termasuk dalam berpikir jenis ini adalah berpikir kritis
dan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir inilah yang menghasilkan
kreativitas berpikir.35
Menurut Woolfolk, keterampilan berpikir kreatif “adalah suatu
keterampilan seseorang dalam menggunakan proses berpikirnya untuk
menghasilkan suatu ide baru, konstruktif, dan baik berdasarkan
konsep-konsep, prinsip-prinsip yang rasional, maupun persepsi dan
intuisi.” 36
34 Moshe Barak dkk, Using Portfolios to Enhance Creative Thinking, dalam
www.scholar.lib.vt.edu/ejourney/summer_fall_2000/pdf. , 30 Januari 2007. 35 Purwanto, Kreativitas Berpikir Siswa dan Perilaku dalam Tes, (Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan No 055: Juli 2005), h.513. 36 Hamzah B. Uno. Model Pembelajaran.., h. 134.
Kreativitas berpikir atau berpikir kreatif adalah kreativitas
sebagai proses dan berpikir dilakukan secara terarah. Dalam berpikir
kreatif, kreativitas merupakan tindakan berpikir yang menghasilkan
gagasan kreatif atau cara berpikir yang baru, asli, independen, dan
imajinatif. Kreativitas juga dipandang sebuah proses mental. Daya
kreativitas menunjuk pada kemampuan berpikir yang lebih orisinal
dibandingkan dengan kebanyakan orang lain.37
Dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan
berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak
kemungkinan jawaban (berpikir divergen) terhadap suatu masalah
dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan beragam
jawaban. Semakin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan
terhadap suatu masalah maka semakin kreatif seseorang. Tentunya
jawaban yang dikemukakan harus sesuai dengan masalahnya.
b. Karakteristik Siswa yang Kreatif
Secara operasional, kreativitas dirumuskan sebagai kemampuan
yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan
orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, meperkaya, dan merinci) suatu gagasan.38 Torrance
(1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai berikut : 39
1). Memiliki rasa ingin tahu yang besar 2). Tekun dan tidak mudah bosan 3). Percaya diri dan mandiri 4). Merasa tertantang oleh kemajemukan atau kompleksitas 5). Berani mengambil resiko 6). Berpikir divergen.
37 Purwanto, Kreativitas Berpikir Siswa dan Perilaku dalam Tes, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, (Jakarta : LIPI, 2005) 38 Mariati, Pengembangan Kreativitas Siswa melalui Pertanyaan Divergen pada Mata
Pelajaran IPA, (Jakarta : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 063, November 2006), h.763. 39 M. Ali, Psikologi Remaja “ Perkembangan Peserta Didik”.., h. 53
28
Disisi lain, Utami Munandar mengemukakan ciri-ciri
kreativitas sebagai berikut : 40
1). Senang mencari pengalaman baru 2). Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang
sulit 3). Memiliki inisiatif 4). Memiliki ketekunan yang tinggi 5). Cenderung kritis terhadap orang lain 6). Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya 7). Selalu ingin tahu 8). Peka atau perasa 9). Enerjik dan ulet 10). Menyukai tugas-tugas yang majemuk 11). Percaya kepada diri sendiri 12). Mempunyai rasa humor 13). Memiliki rasa keindahan 14). Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi
Kreativitas berhubungan dengan faktor-faktor kognitif dan
afektif. Faktor-faktor tersebut diperlihatkan dalam ciri-ciri aptitude dan
non aptitude dari kreativitas. Adapun ciri-ciri aptitude yang
berhubungan dengan kognitif meliputi :41
1). Keterampilan berpikir lancar
Kelancaran dalam berpikir yang dimaksud adalah
kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian
masalah, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan
banyak hal dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
Penekanannya disini adalah dalam waktu yang singkat dapat
menghasilkan gagasan atau ide tentang obyek tertentu dalam
jumlah yang banyak.
40 M. Ali, Psikologi Remaja “ Perkembangan Peserta Didik”.., h. 52 41 Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah,Cet ke-3, (Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,2000) h. 88
29
2). Keterampilan berpikir luwes (fleksibel)
Fleksibel yang dimaksud adalah kemampuan menghasilkan
gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. Dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, mampu mengubah
cara pendekatan atau pemikiran, dan mencari banyak alternatif atau
arah yang berbeda-beda. Mereka yang memiliki tingkat
fleksibilitas yang tinggi mampu mengalihkan arah berpikir untuk
memecahkan suatu masalah. Sehingga penekanan fleksibilitasnya
pada segi keragaman gagasan, kaya akan alternatif dan bukan
kekakuan dalam berpikir yang cenderung otoriter.
3). Keterampilan berpikir orisinil
Orisinilitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk
memberikan gagasan yang secara statistik unik dan langka untuk
populasi tertentu, kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan
baru atau kombinasi baru antar bermacam-macam unsur atau
bagian. Semakin banyak unsur-unsur yang digabung menjadi satu
gagasan atau produk kreatif, maka semakin orisinil pula pemikiran
individu tersebut.
4). Keterampilan memerinci (mengelaborasi)
Elaborasi yang dimaksud adalah kemampuan untuk
mengembangkan, memerici, dan memperkaya atau memperluas
suatu gagasan atau ide sehingga menjadi lebih menarik. Salah
satunya adalah jika anak diberikan masalah sebagai berikut : “Apa
akibatnya jika air didingini?” bagi anak yang tidak mempunyai
kemampuan mengelaborasi atau kreatif mungkin akan menjawab
dengan satu jawaban saja, yaitu air itu akan menjadi es, tetapi bagi
anak yang mempunyai kemampuan kreatif dalam hal ini mampu
mengelaborasi, akan menjawab lebih luas dan terperinci lagi,
diantaranya adalah : suhunya akan lebih menurun, struktur
molekulnya dan volumenya juga berubah, dan lain sebagainya.
30
Ciri-ciri non aptitude yang berhubungan dengan sikap dan
perasaan adalah :42
1). Rasa ingin tahu : terdorong untuk mengetahui lebih banyak,
mengajukan banyak pertanyaan, memperhatikan orang/obyek/
situasi, peka mengamati, mengetahui dan meneliti.
2). Bersifat imajinatif : mampu memperagakan atau membayangkan
hal-hal yang belum pernah terjadi, menggunakan daya khayal,
tetapi mengetahui batas antara khayalan dan kenyataannya.
3). Merasa tertantang oleh kemajemukan : terdorong mengatasi
masalah yang sulit, tertantang oleh situasi yang sulit dan lebih
tertarik pada tugas-tugas yang rumit.
4). Sifat berani mengambil resiko : berani memberi jawaban
meskipun belum tentu benar, tidak takut gagal, tidak ragu karena
ketidakjelasan, dan hal-hal yang tidak konvensional atau kurang
berstruktur.
5). Sifat menghargai : menghargai bimbingan dan pengarahan dalam
hidup, menghargai kemampuan dan bakat yang berkembang.
Pada dasarnya kedua aspek diatas mempunyai pengaruh besar
pada tingkat kreativitas seseorang. Siswa yang kreatif biasanya sering
mengajukan pertanyaan yang baik, mempunyai motivasi ingin tahu
yang besar, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu
masalah. Siswa yang kurang kreatif bahkan tidak kreatif, sebaliknya
merupakan kurang mampu atau tidak mampu dalam menghasilkan
banyak gagasan, tidak berani untuk mengajukan pertanyaan dan lain
sebagainya. Dengan demikian semakin banyak ciri-ciri kognitif dan
42 Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah,Cet ke-3, (Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,2000) h. 91.
31
afektif yang dimiliki seseorang maka semakin kreatiflah orang
tersebut.
Dalam penelitian lain, kita juga dapat mengenali siswa yang
berbakat sains dan sekaligus kreatif. Antara lain dengan menekankan
kepada komponen-komponen yang berbeda, komponen itu meliputi :
1). Kepekaan terhadap masalah
2). Kemampuan untuk mengembangkan gagasan baru
3). Kemampuan untuk menilai
4). Kesiagaan dalam mendeteksi ketidakajegan (inkonsistensi)
5). Derajat tinggi dari kemampuan mekanikal
6). Ketekunan semangat
7). Dedikasi terhadap pekerjaan dan prakarsa
8). Visualisasi spesial,
9). Kemampuan manipulatif, kemampuan untuk mengkomunikasikan
10). Keuletan, dan sikap mempertanyakan.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Kreativitas bukanlah unsur bawaan yang dimiliki oleh
sejumlah anak saja, akan tetapi kreativitas dimiliki oleh semua anak.
Oleh karena itu kreativitas perlu diberi kesempatan dan rangsangan
oleh lingkungan sekitarnya agar dapat berkembang dengan baik
Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kreativitas adalah sebagai berikut :43
1). Usia
2). Tingkat pendidikan orang tua
3). Tersedianya sarana (fasilitas)
4). Penggunaan waktu luang.
43 M Ali, Psikologi Remaja “ Perkembangan Peserta Didik”.., h. 53
32
Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang
mendukung dan faktor yang menghambat. Faktor yang mendukung
perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut : 44
1). Situasi yang memunculkan ketidaklengkapan serta keterbukaan
2). Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak
pertanyaan
3). Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan
sesuatu
4). Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian
5). Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali,
Pada umumnya prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak
digunakan dalam pembelajaran sains (IPA) dan matematika. Prinsip-
prinsip itu berperan sebagai referensi dan alat refleksi kreatif terhadap
praktek, pembaruan dan perencanaan.49
Pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan
berpikir secara kreatif dan kritis. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran
konstruktivisme dapat menggerakkan siswa untuk berpikir kreatif
menyelesaikan masalahnya, mencari ide dan membuat keputusan yang
paling tepat dalam menghadapi berbagai kemungkinan.50 Siswa juga
terlibat secara langsung dalam pembinaan pengetahuan yang baru dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan atau situasi yang baru. Hasil dari
proses pemahaman konsep ini, siswa dapat membina ingatan jangka
panjangnya tentang suatu konsep melalui pelibatan aktif dalam
mengaitkan pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan
sebelumnya untuk membina pengetahuan yang baru.
Dalam teori konstruktivisme, kreativitas dan keaktifan siswa
sangatlah penting, karena akan membantu siswa untuk berdiri sendiri
dalam kehidupan kognitifnya. Siswa terbantu menjadi orang yang kritis
menganalisis sesuatu dari proses berpikir dan bukan hasil meniru saja.51
Siswa dapat dikatakan kritis dan kreatif apabila ia mampu mencari
makna dan pemahaman terhadap sesuatu hal serta membuat pertimbangan
dan keputusan terhadap suatu masalah secara ilmiah. Dan upaya untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, salah satunya
adalah menyiapkan strategi pembelajaran dikelas dengan berbasis
konstruktivisme.52
49 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme…, h. 73. 50 Jurnal Teori Pembelajaran Konstruktivisme PPBK.., h. 9 51 Konstruktivisme, dalam
http://www.freewebs.com/arrosailtep/makalah/kontruktivisme2.htm 21 September 2007 52 N. Setyaningsih, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Mahasiswa
dalam Pemecahan Masalah Pengantar Dasar Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Kontruktivisme ,Varia Pendidikan, vol 21 No.1, (Surakarta: Juni 2009), h. 12
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir diatas, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Kemampuan berpikir kreatif kelompok siswa yang diajar
menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan kelompok siswa
yang diajar menggunakan pendekatan ekspositori adalah sama.
H1 : Kemampuan berpikir kreatif kelompok siswa yang diajar
menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih tinggi daripada
kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan
ekspositori.
D. Penelitian yang Relevan
Penelitian skripsi ini pada dasarnya bertujuan untuk melihat apakah
terdapat pengaruh pendekatan konstruktivisme terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa. Oleh karena itu, penelitian skripsi ini disertai dengan beberapa
penelitian ilmiah yang sudah dilakukan dan berhubungan dengan
pembelajaran konstruktivisme sebagai salah satu sumber informasi dan teori
dalam penyusunan skripsi.
Implementasi pembelajaran konstruktivisme sudah banyak diterapkan
dalam pembelajaran sains melalui penelitian dan proses pembelajaran
disekolah ataupun perguruan tinggi. Pembelajaran konstruktivisme sudah
menjadi referensi bagi para guru atau pendidik untuk meningkatkan
penguasaan konsep pembelajaran, khususnya mata pelajaran matematika dan
IPA (biologi, fisika , dan kimia).
Hasil penelitian di beberapa institusi pendidikan menunjukkan
keberhasilan pendekatan kontruktivisme dalam meningkatkan kualitas proses
dan hasil belajar siswa. Seperti penelitian yang sudah dilakukan oleh saudari
Agustina Eko Susanti, mahasiswi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Fakultas
MIPA, Jurusan Pendidikan Biologi. Implikasi dari penelitian skripsinya
44
tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran konstruktivisme model 5E dapat
menjadi alternatif dalam pembelajaran sains (biologi) untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa dan hasil belajar biologi siswa pada berbagai pokok
bahasan.56
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh saudari Fani Prima Ardiana,
mahasiswi Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang (UNNES). Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen yang diberikan perlakuan pendekatan konstruktivisme lebih baik
dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar siswa pada kelas kontrol yang
menggunakan pendekatan ekspositori pada materi pokok trigonometri..57
Pendekatan konstruktivisme juga telah terbukti dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam pemecahan masalah, sehingga
prestasi belajar semakin meningkat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
saudari N. Setyaningsih, mahasiswi FKIP Universitas Muhamadiyah
Surakarta, menujukkan hasil bahwa usaha yang dilakukan dosen dengan
menyiapkan strategi pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dipandang
cukup efektif dalam menciptakan suasana akademik yang kondusif antara
dosen dengan mahasiswa. Sehingga tercapainya peningkatan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif mahasiswa dalam pemecahan masalah serta
peningkatan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah pengantar dasar
matematika.58
56 Agustina Eko Susanti, Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Biologi Siswa Melalui
Pembelajaran Konstruktivisme Siklus Belajar (Learning Cycle) Model 5E, Skripsi, Fakultas MIPA, UNJ, Bab V, h. 71.
57 Fani Prima Ardiana, Keefektifan Penerapan Pendekatan Konstruktivisme terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Pokok Trigonometridi SMA Negeri 15 Semarang, Skripsi, Fakultas MIPA, UNNES, Bab V, h. 64.
58 N. Setyaningsih, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif…, h. 21-22.
45
Pengetahuan
Idea Konsep
Kemahiran
Pengetahuan sebelumnya / pengalaman
lepas
Pengetahuan baru
Idea baru
Konsep baru
Diubah / DisesuaikanSecara aktif
Proses metakognitif
Lingkungan /
sosial / individu
Gambar 2.1 : ALUR PROSES KONSTRUKTIVISME
GOL PENGAJARAN
BERPUSATKAN PELAJAR
CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
PERANAN PELAJAR
PERANAN GURU
Menerima autonomi pelajar Lebih bertumpu kepada pembelajaran
Pelajar berwawasan Pelajar berwawasan
konstektual
Aktivitas sosial
waktu
fokuskan
“reasoning”
Pemikiran kritikal
Penyelesaian masalah
“retrieval”, pemahaman dan penggunaan
Fleksibilitas kognitif
refleksi
Agihan Kepakaran
Pembelajaran satu proses yang aktif
Motivasi-kunci pembelajaran
Pengalaman-peranan kritikal dalam pembelajaran
Meningkatkan penemuan inkuiri Meningkatkan perasaan ingin tahu
Meningkatkan inisiatif
Pengalaman dan pengetahuan yang sebelumnya ada pada siswa
“Cognitive pre-disposition” manusia
Pilih dan ubah maklumat Konstruk hipotesis Membuat pilihan
PRINSIP-PRINSIP KESELURUHAN
Berkaitan dengan kehidupan Berkaitan dengan pengalaman Berkaitan dengan pemikiran
Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran melibatkan
bahasa Pembelajaran melibatkan
situasi Pembelajaran melibatkan
realita dunia Pembelajaran melibatkan
dialog
Refleksi dan kematangan
Pemahaman dan prestasi
Bertanggungjawab-pembelajaran Sendiri
Double lesson
Penggunaan teknologi
Organisasi kerja sendiri
Trait yang diingini- ingin
tahu, inisiatif dan “persistent”
Membelajari pengetahuan baru,
Cara belajar yang baru
Fasilitator
Pembimbing
Berpikiran terbuka
Penyokong kognitif
Akses pelajar individu
Set limit
Perancangan
Konseling dan arah tuju
“Learn along the way”
Buat cadangan, Memperkenalkan kreativitas Berpikir mandiri
Peralatan, Pengaksesan
Internet, Simulasi,
modelling dll –yang mendukung kompetensi agar
terwujudnya pembelajaran
Kemungkinan, Kekuatan, Keperluan & perasaan.
Gambar 2.2 : BAGAN KONSTRUKTIVISME DAN PEMBELAJARAN Sumber : http://uib.no/people/sinia/CSCL/HMM_Constructivism.htm
GURU & PELAJAR
Minat
Bakat Kepribadian
Gambar 2.3 : Skema Kerangka Berpikir Pendekatan Konstruktivisme dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa.
Individu
Motivasi
Lingkungan
Keluarga Interaksi dalam keluarga
Sekolah
- Strategi mengajar - Interaksi guru dan siswa
Masyarakat Sosial budaya
Pengalaman belajar
Melalui Pendekatan Konstruktivisme
Melalui Pendekatan Eksposi-tori
-Pengetahu an sblmnya -Siswa aktif mebangun konsep -Prediksi pribadi -Observasi / Percobaan -Prediksi kelompok -Pmbuktian hipotesis -Diskusi -Ingatan jangka panjang -LKS
-Transfer pngetahuan -Komunika si satu arah --Ingatan jangka pendek -LKS
Penemuan konsep
Kemam uan Berpikir Kreati
p
f
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan dalam bab I, maka
kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran kimia terhadap kemampuan
berpikir kreatif siswa.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini mulai dari tanggal 17 Maret – 26
Maret 2008, pada semester genap (II) dengan materi pokok Sistem Koloid.
Penelitian ini dilakukan di kelas XI MAN 7 Srengseng Sawah.
C. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut :
Metode Model Kelompok Treatment Eksperimen Pendekatan
Konstruktivisme
Quasi Eksperimen
Nonequivalent Control Group
Design Kontrol Pendekatan Ekspositori
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Quasi Eksperimen. Metode ini dipilih berdasarkan kondisi sampel (siswa
sekolah) yang digunakan tidak memungkinkan untuk menggunakan sebagian
siswanya untuk eksperimen dan sebagian lain tidak. Model penelitian ini
menggunakan model Nonequivalent Control Group Design. Desain ini terdiri
dari dua kelompok yang tidak dipilih secara random, kemudian diberi pretest
untuk mengetahui keadaan awal, adakah perbedaan antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol. Setelah itu keduanya diberi perlakuan.
Kelompok yang diberi perlakuan dengan pendekatan konstruktivisme
dinamakan kelompok eksperimen, dan kelompok pembanding yang diberikan
perlakuan pendekatan ekspositori dinamakan kelompok kontrol.
46
D. Prosedur Penelitian
Sebelum mengadakan penelitian langsung kepada siswa, terlebih
dahulu peneliti bekerja sama dengan guru bidang studi untuk melengkapi
persiapan kegiatan pembelajaran yang akan diujicobakan. Persiapan itu
diantaranya membahas mengenai materi pelajaran, peralatan, bahan, media,
dan penilaian.
1. Prosedur penelitian pada kelompok eksperimen
a. Tahap persiapan
Peneliti bersama guru merancang kegiatan yang akan
dilaksanakan. Materi yang akan dibahas ada pada kurikulum, yakni
mengenai sistem koloid. Peralatan dan bahan yang akan digunakan
sederhana, murah dan dapat diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
Peralatan dan bahan juga disiapkan sehari sebelum pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar.
b. Tahap proses belajar mengajar
Terlebih dahulu dilakukan tes awal (pre test) untuk mengetahui
kemampuan berpikir kreatif awal siswa berkenaan dengan konsep-
konsep sistem koloid. Kemudian guru memberikan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme berdasarkan langkah-langkah
pembelajarannya (lampiran 1, hal 67) sehinggga dapat menstimulus
siswa untuk berpikir secara kreatif. Yaitu dengan menarik perhatian
siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehingga
keingintahuan siswa tentang materi yang akan diajarkan lebih digali.
Guru juga dapat mengidentifikasi pemahaman konseptual siswa melalui
prediksi pribadi siswa. Selama proses ini, siswa diharuskan bertanya
tentang hal-hal yang belum mereka pahami.
Siswa diberikan waktu untuk berpikir, merencanakan, menyelidiki,
dan mengorganisasi serta mengumpulkan informasi tentang sistem
koloid. Pada tahap ini siswa berkerja secara kelompok dan membuat
47
prediksi secara kelompok. Siswa juga membuktikan prediksi
kelompoknya melalui kegiatan percobaan. Kemudian siswa
mempresentasikan hasil percobaannya secara berkelompok. Siswa
berdiskusi, saling berbagi, mengklarifikasi dan merefleksikan hasil
temuannya.
Siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan pemahaman
mereka dari apa yang mereka peroleh untuk diaplikasikan pada situasi
yang nyata. Atau siswa menggunakan informasi untuk menjawab
pertanyaan, memecahkan masalah, membuat keputusan yang digunakan
pada situasi yang baru.
Guru dan siswa mengambil kesimpulan umum dari hasil
pembelajaran. Guru mengevaluasi kerja siswa pada setiap tahapan,
memperbaiki pengetahuan siswa yang masih salah serta memberikan
penghargaan (reward) kepada siswa.
c. Tahap penilaian
Yaitu pemberian tes akhir atau tes berpikir kreatif secara verbal
(TKV) sebanyak satu kali. Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap materi
soal yang akan diteliti. (lampiran 4, hal 92)
2. Prosedur penelitian pada kelompok kontrol
a. Tahap Persiapan
Peneliti bersama guru merancang kegiatan yang akan
dilaksanakan. Materi yang akan dibahas ada pada kurikulum, yakni
mengenai sistem koloid. Peralatan dan bahan yang akan digunakan
sederhana, murah dan dapat diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
Peralatan dan bahan juga disiapkan sehari sebelum pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar
48
b. Tahap belajar mengajar
Sebelum memulai kegiatan belajar mengajar, dilakukan terlebih
dahulu tes awal (pre test) untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif
awal siswa yang juga berkenaan dengan konsep-konsep sistem koloid.
Kemudian guru menjelaskan materi sampai selesai. Setelah itu siswa
dibagi secara kelompok dan dilakukan percobaan-percobaan mengenai
materi yang disampaikan. Kegiatan terakhir dari proses ini adalah tanya
jawab mengenai materi dan percobaan yang telah dilakukan.
c. Tahap penilaian
Yaitu pemberian tes akhir atau tes berpikir kreatif secara verbal
(TKV) sebanyak satu kali. Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap materi,
dengan tes yang sama pada kelompok eksperimen.
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN 7
Srengseng Sawah, yang telah terdaftar pada tahun ajaran 2007 / 2008.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah dua kelas yang telah
homogen dari populasi target, yaitu kelas XI IPA-1 Sebagai kelas kontrol
dan kelas XI IPA-2 sebagai kelas eksperimen.
3. Sampel
Jumlah sampel yang diambil dari populasi terjangkau dan
pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, dimana
sampel seluruhnya sudah berjumlah 60 siswa, yang terdiri dari dua kelas,
dan masing-masing kelas sebanyak 30 siswa.
49
F. Variabel Penelitian
Dalam setiap penelitian, maka ada yang menjadi variabel penelitian.
Dalam penelitian ini ada dua variabel, yaitu :
1. Variabel bebas (X) adalah pendekatan konstruktivisme
2. Variabel terikat (Y) adalah berpikir kreatif
Tabel 3.1
Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Konseptual
Devinisi Operasional
IPD
1. Variabel X (Pendekatan Konstruktivisme)
Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang berpusatkan pada siswa, dimana pengetahuan, ide atau konsep siswa yang baru dapat dibina secara aktif berdasarkan kepada pengalaman sendiri dan pengetahuan yang sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
Pendekatan konstruktivisme dapat diukur melalui penilaian dalam langkah-langkah pembelajaran seperti : 1.apersepsi 2.eksplorasi 3.diskusi dan pen- jelasan konsep 4.pengembangan dan aplikasi.
Dari pengamatan afektif dan psikomotorik siswa
2. Variabel Y (Berpikir Kreatif Verbal)
Berpikir kreatif verbal adalah proses berpikir divergen yang dilakukan untuk menghasilkan cara berpikir baru, asli, independen memberikan banyak jawaban dan imajinatif.
Berpikir kreatif verbal dapat diukur melalui : 1. kelancaran berpikir 2. kelancaran berekspresi 3. kelancaran memberi ide 4. fleksibilitas dan orisinalitas 5. kemampuan untuk elaborasi
Dari hasil tes berpikir kreatif (TKV)
50
G. Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat ukur dalam penelitian, atau suatu
alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial
yang diamati.1 Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa
Tes Kreativitas Verbal (TKV) oleh Utami Munandar.
Tes berpikir kreatif ini berdasarkan TKV Torrence. Tes ini bersifat
verbal (mengukur kemampuan berpikir divergen) dan sudah baku,
karena sudah diujikan ke beberapa negara oleh Torennce. Pada tahun
1977 tes ini digunakan pertama kali di Indonesia oleh Utami Munandar.2
Pada tahun 1986 tes ini dibakukan sebagai Standarisasi Tes
Kreativitas Verbal (TKV) oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,
bagian Psikologi Pendidikan.3 Tes ini juga telah digunakan untuk
pengukuran kreativitas baik tingkat SD, SMP, dan SMU, dikarenakan
pelajar tingkat sekolah tersebut, kegiatan utamanya banyak
menggunakan kegiatan secara verbal.
TKV ini terdiri dari 6 dimensi kreativitas, antara lain : kelancaran
ΣX.Y = Jumlah dari hasil kali skor item ganjil dan genap
ΣX2 = Jumlah skor item ganjil yang dikuadratkan
ΣY2 = Jumlah skor item genap yang dikuadratkan
N = Jumlah responden
Setelah diketahui koefisien korelasinya, selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan rumus Spearman Brown7, antara lain :
2 x rXY r 11 = (1 + rXY)
5 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…., h. 173 4 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…., h. 190 6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, cet 13, 2006), h. 170 7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h.180
54
Hasil perhitungan reliabilitas uji coba instrumen kemampuan
berpikir kreatif yang telah valid, yaitu 24 butir dengan jumlah responden
30 orang, maka diperoleh nilai koefisien reliabilitas instrumen sebesar
0,9365 (lampiran 12, hal 106). Nilai koefisien ini menunjukkan taraf
reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif yang tinggi atau dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengukur yang senantiasa memberikan hasil
yang sama.
Dengan perhitungan yang sama, dapat diperoleh koefisien
reliabilitas instrumen kelompok yang menggunakan pendekatan
konstruktivisme sebesar 0,9345 (lampiran 13, hal 107) dan kelompok yang
mnggunakan pendekatan ekspositori sebesar 0,9049 (lampiran 14, hal
109). kedua koefisien tersebut menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas
hasil penelitian pada kedua kelompok tersebut tergolong tinggi dan dapat
dipercaya.
3. Uji Prasyarat Analisis Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t,
terlebih dahulu diadakan pengujian persyaratan analisis. Pengujian
persyaratan analisis dalam penelitian ini, antara lain uji normalitas dan uji
homogenitas. Uji normalitas menggunakan uji Liliefors pada data
kemampuan berpikir kreatif. Kelebihan dari uji ini adalah penggunaan dan
penghitungannya yang sederhana dan cukup kuat (power full) sekalipun
dengan ukuran sampel yang kecil, n = 4 (lihat lampiran 17, 18 hal 114 dan
115).5
Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji Bartlet.
Kriteria yang digunakan dalam uji ini adalah apabila nilai χ2 hitung < χ2
tabel, maka H0 yang menyatakan varian skornya homogen diterima, dan
dalam hal lainnya ditolak (lampiran 19, hal 116). Setelah persyaratan
analisis dipenuhi, maka hipotesis diuji pada taraf signifikasi α = 0,05.
Berdasarkan tabel 4.2 dan gambar 4.2 di atas, terlihat skor yang
berada di dalam interval kelas 44,5 – 49,5 merupakan skor yang paling
banyak diperoleh, yakni sebanyak 12 siswa (40 %). Sedangkan siswa
yang memperoleh skor terendah berada pada interval kelas 39,5 – 44,5
sebanyak 6 siswa (20 %) dan siswa yang memperoleh skor tertinggi
berada pada interval kelas 64,5 – 69,5 sebanyak 1 siswa saja (3,33 %).
2. Pengujian Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan
Liliefors Test. Harga D-tabel Liliefors statistik untuk kedua
kelompok pada α = 0,05 dan n1 = n2 = 30 adalah sama yaitu 0,161.
Harga D suprimum kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
dapat dilihat pada ringkasan hasil perhitungan pada tabel 4.3
berikut ini.
60
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Normalitas dengan Uji Liliefors
Kelompok D-suprimum D- tabel Keputusan
Eksperimen 0,1580
Kontrol 0,1554
0,161
Terima Hipotesis nol, maka
data berdistribusi normal
Karena D suprimum yang diperoleh dari kelompok
eksperimen (kelompok yang menggunakan pendekatan
konstruktivisme), sebesar 0,1580 dan kelompok kontrol
(kelompok yang menggunakan pendekatan ekspositori), sebesar
0,1554 berada dibawah angka kritik D-tabel Liliefors, yaitu 0,161
dari jumlah tiap sampel n = 30 atau 0,1580 < 0,161 dan 0,1554 <
0,161, maka keputusan yang diambil adalah terima hipotesis nol
(Lampiran 17, 18 hal 114 dan 115). Berdasarkan kedua data
kelompok tersebut, menunjukkan bahwa data skor kemampuan
berpikir kreatif pada semua sampel mengikuti distribusi normal.
b. Uji Homogenitas (Uji Kesamaan Varian)
Berdasarkan hipotesis H0 : varian semua kelompok sama
dan H1 : salah satu varian tidak sama, maka kelompok eksperimen
dan kontrol diuji kesamaan variansi dengan menggunakan uji
Bartlett. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4
Hasil Pengujian Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Menggunakan Uji Bartlett
Variansi
Kelompok
χ2-
hitung
χ2-
tabel
Keputusan
S2Eksperimen = 44,967
S2Kontrol
= 40,927
0,058
3,84
Terima hipotesis nol, maka data mempunyai variansi sama (homogen)
61
Keterangan :
S2Ekperimen = Variansi hasil tes akhir kemampuan berpikir kreatif
kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan
pendekatan konstruktivisme.
S2Kontrol = Variansi hasil tes akhir kemampuan berpikir kreatif
kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan
ekspositori.
Dari hasil perhitungan Uji Bartlett pada tabel diatas,
diperoleh χ2- hitung sebesar 0,058 dan harga χ2- tabel sebesar 3,84
pada α = 0,05. Karena χ2- hitung lebih kecil dari χ2-tabel, 0,058 <
3,84. Hal ini berarti variansi sampel kedua kelompok tersebut
adalah sama (homogen). (Lampiran 19 hal 116)
c. Pengujian Hipotesis
Hasil perhitungan terhadap data sampel diperoleh harga
t-hitung sebesar 7,905 Sedangkan t-tabel sebesar 2,00 pada α =
0,05 atau 5 %. Karena t-hitung > t- tabel, yaitu 7,905 > 2,00
maka tolak hipotesis nol (Lihat lampiran 20 hal 118). Hal ini
berarti bahwa kemampuan berpikir kreatif kelompok siswa yang
menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan kelompok
siswa yang menggunakan pendekatan ekspositori tidaklah sama.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif
kelompok siswa yang menggunakan pendekatan konstruktivisme
lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa yang menggunakan
pendekatan ekspositori.
Hipotesis penelitian dapat dirumuskan dengan, terdapat
pengaruh pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran kimia
terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Terbukti dari skor
rata-rata kemampuan berpikir kreatif kelompok siswa yang
menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih tinggi (x = 63,17)
62
dibandingkan dengan kelompok siswa yang menggunakan
pendekatan ekspositori (x = 49,77). Atau kesimpulan
hipotesissnya adalah terima H1.
Hasil pengujian persyaratan analisis kedua kelompok juga
berdistribusi normal. Dan variansi populasi dari kedua kelompok
adalah sama serta hasil pengujian hipotesis yang menolak
hipotesis nol (tolak H0).
Pengambilan taraf signifikan 5 % (α = 0,05) dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa penarikan kesimpulan dalam
hipotesis kemungkinan salah 5 %. Dengan kata lain kesimpulan
tersebut 95 % akurat atau dapat dipercaya.
B. Pembahasan
Hasil penelitian ini memperlihatkan adanya perbedaan positif dan
signifikan antara pembelajaran kimia yang menggunakan pendekatan
konstruktivisme dengan pembelajaran kimia secara ekspositori. Hal ini
berarti bahwa penggunaan pendekatan konstruktivisme ini dipandang efektif
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran
kimia khususnya pada materi pokok sistem koloid.
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai perbandingan antara variabel
penggunaan pendekatan konstruktivisme (X) dan variabel kemampuan
berpikir kreatif (Y) sebesar t-hitung = 7,905. Selanjutnya nilai dari t-hitung
sebesar 7,905 (lihat lampiran 20 hal 118) berkonsultasi pada t- tabel dengan
df/ db = 30 + 30 – 2 = 58. Ternyata dalam tabel tidak ditemui df sebesar 58,
karena itu dipergunakan df yang terdekat, yaitu df = 60. Dengan df sebesar
60 diperoleh t- tabel pada taraf signifikansi 5 % sebesar 2,00. Sehingga
dapat dibandingkan, t-hitung > dari t- tabel, 7,905 > 2,00. Dengan demikian
hipotesis nol (H0) yang menyatakan tidak ada pengaruh (hasil skor akhir
sama) penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran kimia
terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa ditolak (tolak H0).
63
Dari perhitungan data hasil penelitian diketahui bahwa terdapat
perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol. Skor rata-rata kelompok eksperimen mencapai
87,74 % dari skor maksimal yang diharapkan, yaitu 72. dan skor rata-rata
kemampuan berpikir kreatif kelompok kontrol mencapai 69,13 % dari skor
maksimal yang diharapkan. Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif
kedua kelompok tersebut, dapat dilihat histogram berdasarkan gambar 4.3.
87.74%69.13%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
Pers
enta
se
Eksperimen Kontrol
Kelompok
Gambar 4.3
Histogram Skor Rata-rata Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Hasil penelitian terhadap aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran konstruktivisme dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Hal itu tampak selama proses
pembelajaran berlangsung diantaranya, siswa terbiasa berpikir untuk
menyelesaikan masalah, membuat ide-ide baru, dan keputusan yang tepat.
Siswa juga terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan barunya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (1960), bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses dimana siswa membina ide baru atau konsep yang
64
berasaskan kepada pengetahuan asal mereka.1 Selain itu siswa juga dapat
meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya, yakni bekerja sama dengan
siswa lain dalam proses menambah pengetahuannya. Sehingga menjadi lebih
paham dan ingat lebih lama terhadap semua konsep yang diperolehnya.
Pembelajaran secara konstruktivisme juga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan kritis. Hal itu terbukti ketika
siswa mencari ide baru dan mencari jawaban yang paling banyak, ketika
menjawab pertanyaan dalam test kemampuan berpikir kreatif secara verbal.
Bahkan siswa yang diajar secara konstruktivisme mempunyai keterampilan
menjelaskan yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan pendekatan
ekspositori.
Guilford (1970) menandai ciri-ciri kreatif seseorang dengan berpikir
untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan (berpikir
divergen), atau bukan berpikir dengan hanya ada 1 jawaban yang benar saja.2
Pada kelompok eksperimen, hasil yang didapat terlihat memuaskan, dengan
mencapai skor tertinggi, yaitu 72. Hal ini terjadi karena pendekatan
kontruktivisme yang digunakan telah melalui serangkaian fase kegiatan yang
diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi
yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.
Pada kelompok kontrol, yaitu kelompok yang menggunakan
pendekatan ekspositori, siswa memperoleh informasi dari guru. Guru yang
menerangkan konsep pelajaran kemudian siswa diberikan kesempatan
bertanya. Siswa tidak dilatih untuk mencari dan membentuk konsep ilmunya
secara mandiri, melainkan hanya melalui informasi yang diterima guru dan
beberapa demonstrasi dikelas. Siswa juga kurang dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran. Sehingga mengakibatkan siswa cenderung
menjadi pasif dalam mencari ilmu, tidak kritis bahkan kurang kreatif dalam
1 Jurnal Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam Reka Bentuk Pembinaan PPBK, dalam www.tutor.com.my/tutor/dunia.asp?y=2001&dt=0703&pub=DuniaPendidikan&sec=sain_teknologi&a-htm16.k h. 2. 21 September 2007 2 Muhammad Ali, dkk, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), cet-1, h. 41
Jumlah 824 733 Jumlah 1895 1493 Rata-Rata 27.4667 24.4333 Rata-Rata 63.1667 50
Lampiran 7. Skor Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Test I Test II Test III Test IV Test V Test VI NO Siswa Permulaan Kata Menyusun Kata Membentuk Kal. dr 3 kata Sifat-sifat yang Sama Macam-macam Penggunaan Apa Akibatnya
Skor Hasil Penelitian Kemampuan Berpikir Kreatif yang Diajar Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme (Eksperimen)
Test I Test II Test III Test IV Test V Test VI NO Siswa Permulaan Kata Menyusun Kata Membentuk Kal.3 kata Sifat yang Sama Macam Penggunaan Apa Akibatnya
Skor Hasil Penelitian Kemampuan Berpikir Kreatif yang Diajar Menggunakan Pendekatan Ekspositori (Kontrol)
Test I Test II Test III Test IV Test V Test VI NO Siswa Permulaan Kata Menyusun Kata Membentuk Kal.3 kata Sifat yang Sama Macam Penggunaan Apa Akibatnya
XT : Rata-rata kelompok tinggi (27 % dari 30, n = 8) XR : Rata-rata kelompok rendah (27 % dari 30, n = 8) S2T : Variansi kelompok tinggi S2R : Variansi kelompok rendah n : Jumlah responden tiap-tiap kelompok
XT - XR t hitung = (S2T / n + S2R/n)
109
Data Item Ganjil Skor Hasil Uji Coba Instrumen Data Item Genap Skor Hasil Uji Coba Instrumen
No Skor untuk butir No : Skor No Skor untuk butir No : Skor Siswa 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Total Siswa 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Total
Skor Total 956 Skor Total (Y) 939 Skor Total Kuadrat 913936 Skor Total Kuadrat 881721
127
BIODATA PENULIS
PALUPI PURNAMAWATI. Anak ketiga dari pasangan Bapak Suharsono dan Ibu Nani Sri Harini. Lahir di Tangerang pada tanggal 19 September 1984. Menikah sejak tahun 1998 dengan Eko Febrianto S.Sos.I, dan baru dikaruniai seorang putri yang bernama Sarahasna Putri Oktavia yang berumur 10 bulan. Saat ini bertempat tinggal di Jln. Karya Bakti No. 6 RT 03/03, Parung Serab, Tangerang. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikannya di kota Depok, dimulai dari SDN Sukamaju VIII (1990-1996), SMPN 4 Depok (1996-1999), dan SMUN 3 Depok (1999- 2002).
Setelah itu, pendidikannya dilanjutkan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Program Studi Pendidikan Kimia, pada tahun 2003. Selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, organisasi yang pernah diikuti adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEMJ) IPA, divisi kerohanian sebagai sekretaris menteri kerohanian (2004-2005). Kemudian Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Syahid, divisi PSDM sebagai anggota dan sekretaris kaderisasi (2004-2007). Kegiatan yang pernah diikutinya di UIN adalah Orientasi Mahasiswa Jurusan IPA (ORMAPA) di Curug Cilember Bogor, PKL di Pengendalian dan Pengembangan Mutu Barang (PPMB) Cijantung, dan PPKT di MAN 13 Jakarta Selatan. Adapun training dan atau seminar yang pernah diikutinya adalah Pelatihan Ilmiah Pembuatan Soft Drink yang diselenggarakan oleh BEMJ IPA (2004), training Emotional Spiritual Question (ESQ) yang diselenggarakan oleh BEM FEIS (2004), dan beberapa seminar keislaman lainnya yang diselenggarakan oleh LDK Syahid.