Page 1
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
LAPORAN
SKEMA KEDOKTERAN
PENGARUH JUMLAH SEL TERHADAP SEKRESI INSULIN DAN UKURAN
KLUSTER SEL PADA KULTUR 3D iGL CELL LINE
Tim Pengusul
Sri Suciati Ningsih, S.Si., M.Biomed. (0326069202)
Rizkyana Avissa, S.Si., M.Biomed.
Nomor Surat Kontrak Penelitian : 325/F.03.07/2020
Nilai Kontrak : Rp. 27.000.000,-
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
Page 2
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN
Penelitian Ilmu Kedokteran
Judul Penelitian
PENGARUH JUMLAH SEL TERHADAP SEKRESI INSULIN DAN UKURAN
KLUSTER SEL PADA KULTUR 3D iGL CELL LINE
Jenis Penelitian : Penelitian Ilmu Kedokteran
Ketua Peneliti :Sri Suciati Ningsih, S.Si., M.Biomed.
Link Profil simakip :http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/1210
Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978
Fakultas : Fakultas Kedokteran
Anggota Peneliti :Rizkyana Avissa, S.Si., M.Biomed.
Link Profil simakip :Click or tap here to enter text.
Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978
Anggota Peneliti :Click or tap here to enter text.
Link Profil simakip :Click or tap here to enter text.
Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978
Waktu Penelitian : 6 Bulan
Luaran Penelitian
Luaran Wajib :Jurnal Nasional Terakreditasi SINTA 3
Status Luaran Wajib : In Review
Luaran Tambahan : HAKI Cipta
Status Luaran Tambahan: Diusulkan
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ketua Peneliti
dr. Endin Nokik Stujanna, PhD. Sri Suciati Ningsih, S.Si., .Biomed.
NIDN. 0306078805 NIDN.0326069202
Menyetujui,
Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Lemlitbang UHAMKA
Dr. dr. Wawang S Sukarya, Sp.OG(K), Prof. Dr. Suswandari, M.Pd
MARS, MH.Kes.
NIDN.0030064701 NIDN. 0020116601
Page 3
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
Page 4
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
Page 5
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit metabolik dengan jumlah penderita tinggi di seluruh
dunia, termasuk Indonesia. Sebagian besar dari penderita tersebut adalah diabetes mellitus tipe 2
(DMT2). DMT2 sangat erat kaitannya dengan gaya hidup yang tidak sehat. Sehingga, individu usia
produktif yang dengan pola hidup menetap (sedentary lifestyle) sangat rentan terkena penyakit ini.
Akibatnya, secara tidak langsung hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dan
performa kerja. DMT2 dapat disebabkan oleh sekresi insulin yang tidak adekuat atau resistensi insulin.
Pemahaman mengenai mekanisme seluler sekresi insulin pada sel β pankreas sangat penting untuk
memahami lebih lanjut mengenai faktor apa saja yang berpengaruh terhadap patofisiologi DMT2. Hal
ini dapat dilakukan secara invitro dengan menggunakan kultur sel iGL (insulin-Gaussie Luciferase)
yang berasal dari sel β pankreas yang telah dsisipkan dengan insulin-GLase (insulin manusia dan
luciferase gaussie. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengaruh jumlah sel yang dikultur terhadap jumlah sekresi insulin dan ukuran kluster sel yang
terbentuk dari kultur sel iGL secara 3D. Metode yang digunakan adalah uji invitro dengan
menggunakan sel iGL. Sel dikultur dengan medium kultur khusus sel iGL dalam 6 well plate.
Dilakukan penanaman sel dengan variasi jumlah 50, 100, 200, dan 400 sel/µL. Setiap perlakuan
dilakukan duplo. Kemudian sel diinkubasi selama 3 hari. Sekresi insulin diukur dengan metode glucose
stimulated insulin secretion (GSIS). . Pengukuran ukuran spheroid dilakukan dengan program NIS-
Elements Analysis D 5.20.00 64-bit. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis statistik dengan
menggunakan STATA. Hasil penelitian ini menunjukkan spheroid mulai terbentuk sejak hari
pertama dan diameternya semakin meningkat pada hari-hari selanjutnya. Hal tersebut berlaku pada
seluruh variasi konsentrasi sel (p<0,05). Ukuran spheroid berbanding lurus dengan konsentrasi sel
50-200 sel/µL sedangkan pada konsentrasi sel 400 sel/µL ukuran spheroid lebih kecil dengan
jumlah banyak. Bentuk spheroid yang konsisten dan tunggal diperoleh dari konsentrasi sel 50-100
sel/µL. Viabilitas sel yang dikultur secara 3D lebih rendah dan semakin menurun signifikan pada
sejak hari ke-3 dibandingkan dengan kultur 2D (p<0,05;0,01). Penelitian ini menunjukkan
spheroid dengan morfologi yang tunggal dan konsisten dengan viabilitas baik dapat diperoleh dari
konsentrasi sel 50-100 sel/µL dengan lama inkubasi 2 hari.
Keywords: iGL; jumlah sel; Spheroid; Viabilitas;
Page 6
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………..…...…………….….1
HALAMAN PENGESAHAN………………………………….……...……….…2
SURAT KONTRAK PENELITIAN………………………………….…...….…..3
ABSTRAK…………………………………………………………..……...….…5
DAFTAR ISI……………………………………………………….………....…..6
DAFTAR GAMBAR………………………………………….…………...….….8
BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………..…………...……9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………...…11
BAB 3. METODE PENELITIAN………………………………………………..16
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………...…………..17
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN…………...……………………………..22
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI………………………………………….…23
BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI…...….26
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...….27
LAMPIRAN…………………………………………………………………..….28
Page 7
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Spheroid yang dikultur dari 50 sel/µL(A), 100 sel/µL(B), 200 sel/µL(C), dan 400
sel/µL(D) selama 2 hari. (Gambar diambil dengan mikroskop fase kontras dengan
perbesaran 100x)
Gambar 2. Perbandingan ukuran spheroid dari jumlah sel yang berbeda dari hari 1-4. Data
ditampilkan adalah rata-rata ± standar deviasi (SD) dari tiap perlakuan (n=30). Data
dianalisis dengan uji ANOVA factorial (p=<0,01).
Gambar 3. Gambar 3. Viabilitas sel antara kultur 3D dengan 2D dari hari ke 1-4 inkubasi dengan
jumlah sel yang berbeda (A-D 50,100,200, dan 400 sel/µL berturut-turut).
Page 8
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes merupakan salah satu masalah kesehatan besar di seluruh dunia. Menurut IDF, angka
kejadian diabetes mencapai 9,3% yaitu 460 juta jiwa dari total peduduk dunia pada tahun 2019.
Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga dekade selanjutnya. Indonesia menempati
peringkat 7 sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia dengan kisaran
angka 10,7 juta jiwa. Diabetes tipe-2 (DMT2) merupakan tipe diabetes dengan jumlah penderita
paling banyak (IDF,2019). DMT2 adalah penyakit metabolik yang erat kaitannya dengan gaya
hidup. Pekerja usia produktif dengan pola hidup menetap (sedentary lifestyle) rentan menderita
penyakit metabolik karena rawan terkena stress, pola makan tidak teratur, dan kurangnya aktivitas
fisik. Hal ini akan mempengaruhi potensi pekerja sebagai sumber daya manusia yang harus
memiliki kondisi Kesehatan yang prima untuk meningkatkan kualitas kerja.
DMT2 disebabkan sekresi insulin yang tidak adekuat dan resistensi insulin. Sekresi insulin oleh
sel β pancreas distimulasi oleh glukosa. peristiwa ini melibatkan serangkaian aktivitas intraseluler
mulai dari sintesis hingga translokasi granula insulin melewati membran plasma (Sidarala dan
Anjaneyulu, 2017). Insulin tersebut kemudian dilepaskan ke aliran darah menuju organ target
untuk menjalankan fungsinya. Pemahaman mengenai mekanisme seluler sekresi insulin dapat
pelajari dengan model kultur sel β pancreas secara invitro. Beberapa varian lini sel β pankreas
yang banyak digunakan misalnya RIN-m5F (Lay et al, 2014), EndoC-bH1 (Esguerra et al, 2019),
INS-1 cells (Baidwan et al, 2017), dan iGL (Suzuki et al, (2017).
iGL adalah sel yang berasal dari subkultur sel β pankreas tikus. Sel ini mampu mengekspresikan
insulin-GLase dalam merespon kadar glukosa lingkungan yang tinggi. Sekresi insulin-GLase ini
lah yang kemudian digunakan untuk mengukur aktivitas sekresi insulin . Sel iGL sangat baik
digunakan sebagai model untuk mempelajari mekanisme seluler sekresi insulin sel β pancreas.
Keunggulan sel ini adalah sel dapat dikultur secara 3 dimensi dengan membentuk spheroid dan
Page 9
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
pengamatan sekresi insulin dapat dilakukan secara langsung dengan mikroskop fluorescence.
Kultur sel 3D menmungkinkan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai efek osilatori dari
sinkronisasi sekresi insulin pada sel β pancreas. Sekresi insulin dipengaruhi oleh banyak faktor
baik intraseluler maupun ekstraseluler, salah satunya jumlah sel. Dengan demikian, tujuan khusus
dari penelitian ini adalah untuk memahami lebih lanjut mengenai pengaruh jumlah sel yang
dikultur dengan jumlah droplet spheroid yang terbentuk hingga pengaruhnya terhadapa kadar
sekresi insulin pada sel iGL. Diharapkan model yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan
untuk penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme seluler patofisiologi DMT2 dan menemukan
cara yang tepat untuk terapi penyakit tersebut.
1.1.Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami lebih lanjut mengenai pengaruh jumlah sel yang
dikultur dengan jumlah droplet spheroid yang terbentuk hingga pengaruhnya terhadapa kadar
sekresi insulin pada sel iGL.
1.2.Urgensi Penelitian
Penelitan dengan menggunakan lini sel iGL masih sangat terbatas. Hingga saat ini belum ada
penelitian mengenai mekanisme seluler sekresi insulin dan hubungannya dengan jumlah sel dan
droplet spheroid sel. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan mengahasilkan Teknik kultur 3D sel
iGL dengan sekresi insulin yang optimum merepresentasikan aktivitas sel β pankreas yang
sebenarnya. Sehingga, model ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya untuk mempelajari
lebih dalam mekanisme seluler mengenai mekanisme patofisiologi yang terjadi pada β pankreas
pada DMT2 dan celah target terapi untuk penyakit tersebut.
Page 10
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut IDF (2019), angka kejadian diabetes dunia terus naik hingga beberapa decade terakhir.
Pada tahun 2019, jumlah penderita diabetes mencapai 9,3% yaitu 460 juta jiwa dari seluruh
penduduk dunia. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga dekade selanjutnya.
Indonesia menempati peringkat 7 sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di
dunia dengan kisaran angka 10,7 juta jiwa. Data terbaru riset kesehatan dasar (RISKESDAS)
Indonesia tahun 2018 menunjukkan prevalensi diabetes pada orang dewasa mencapai 8,5%
dengan. Diabetes tipe-2 (DMT2) memilki jumlah penderita paling banyak.
Sel β pankreas mensekresikan insulin sebagai respon terhadap stimulasi glukosa. Glukosa masuk
ke dalam sel melalui GLUT1 dan masuk ke siklus metabolisme seluler dengan cepat dan
menghasilkan peningkatan rasio ATP dan ADP. Akibatnya terjadi depolarisari kanal ATP-
sensitive potassium (KATP) yang membuka kanal voltage-dependent calcium. Terbukanya kanal
tersebut menyebabkan lepasnya sejumlah ion kalsium ke dalam sitoplasma. Kalsium terikat dan
mengaktivasi protein-protein yang yang berperan dalam eksositosis granula insulin menuju
eksraseluler. Tahap selanjutnya terjadi pengumpulan granula insulin intraseluler yang tersimpan
pada membran plasma, proses ini melibatkan reorganisasi protein sitoskeleton filamen aktin (F-
actin) (Kalwat dan Cobb, 2017). Abnormalitas jalur persinyalan kedua tahap tersebut terjadi pada
patofisiologi DMT2 baik dari sintesis maupun proses sekresi insulin.
Mekanisme molekuler sekresi insulin dan faktor apa saja yang mempengaruhinya dapat dipelajari
dengan menggunakan kultur sel secara invitro. Metode ini berkembang pesat dalam kurun waktu
terakhir. Beberapa lini sel β pankreas telah banyak digunakan diantarannya yaitu RIN-m5F (Lay
et al, 2014), EndoC-bH1 (Esguerra et al, 2019), INS-1 cells (Baidwan et al, 2017), dan iGL (Suzuki
et al, (2017). Sel iGL merupakan jenis yang baru dan penelitian yang menggunakan sel tersebut
masih sangat terbatas.
Page 11
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
Sel iGL adalah sel yang berasal dari subklonal sel β pankreas tikus. Sel ini mampu
mengekspresikan insulin-GLase dalam merespon kadar glukosa lingkungan yang tinggi. Insulin-
GLase merupakan gabungan protein insulin manusia dan protein GLase yang berfungsi sebagai
protein reporter untuk memonitor sekresi insulin dari sel iGL. Protein GLase merupakan protein
luciferase dari spesies Gaussia yang dapat berpendar jika ditembaki cahaya dengan panjang
gelombang tertentu. Dengan demikian, banyak sedikitnya kadar insulin yang dieksresikan dapat
dipantau dari pendaran protein insulin-GLase tersebut (Suzuki et al, 2011).
Sel iGL dapat dikultur secara 3D. Keunggulan dari Teknik kultur 3D yaitu menampilkan fitur yang
lebih dekat dengan kondisi in vivo sehingga dianggap lebih realistis untu ditranlasikan untuk
aplikasi in vivo (Ravi et al, 2014). Hal tersebut dikarenakan pada kultur 3D lebih memungkinkan
untuk terjadinya kontak antar sel baik secara langsung maupun dengan matriks ekstraseluler untuk
melancarkan komunikasi antar sel. Penelitian oleh Suzuki et al (2017) menunjukkan adanya efek
osilasi yang tersinkronisasi lebih intens pada sekresi insulin sebgai respon dari pemberian glukosa
tinggi pada sel iGL yang di kultur 3D.
Salah satu parameter penting dalam kultur sel baik secara 2D maupun 3D adalah jumlah sel yang
ditanam saat pertama ataupun saat pasasi. Hal itu dikarenakan jumlah sel yang ditanam berdampak
pada kecepatan tumbuh sel dan durasi sel mencapai titik konfluensinya. Menurut PhelaN (2016),
jumlah optimum untuk kultur sel manusia adalah ~5 × 104 sel/ml. Akan tetapi hal ini juga
tergantung pada jenis sel nya. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Kojima (2014) yang
mengungkapkan bahwa jumlah dan komposisi sel berpengaruh terhadap kecepatan pembnetukan
argegat dan sekresi insulin pada pembuatan pseudoislet pankreas. Sekresi insulin pada kultur 3D
sel iGL memperlihatkan efek osilasi yang tersinkronisasi pada proses sekresi insulin. Peristiwa ini
menggambarkan bahwa interaksi antar sel sangat berperan penting dalam proses sekresi insulin
sebagai respon terhadap glukosa. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah insulin yang
Page 12
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
disekresikan.6 Mekanisme osilasi dari sekresi insulin tersebut erat kaitannya dengan gap junction
yang menhubungkan satu sel dengan sel lainnya. Gap junction berperan penting dalam komunikasi
antar sel, persinyalan sel, dan koordinasi fungsi seluler (Umranni et al, 2017).
2.1. Roadmap Penelitian
Page 13
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium penelitian Fakultas Kedokteran pada bulan Juli
sampai dengan Desember 2020.
1. Persiapan sel dan perbanyakan sel iGL
Proses ini diawali dengan thawing sel. Tahap pertama yaitu memindahkan tabung cryovial
yang berisi sel dari -80⁰C ke waterbath yang telah diatur temperaturnya pada 37⁰C. Lalu
pindahkan suspensi sel ke dalam tabung sentrifuse 50 mL yang telah diisi dengan 9 mL
medium kultur (IGLM). Kemudian sentrifugasi dengan kecepatan 300g selama 5 menit.
Buang supernatan dan resuspensi kembali dengan 10 mL medium. Lalu pindahkan suspensi
sel ke dalam 100mm dish (93100, Corning Incorporated) dan inkubasi sel dalam inkubator
37°C, 5% CO2. Lakukan penggantian medium kultur setiap 3-4 hari. Setelah mencapai
konfluensi 70-90%, dilakukan subkultur untuk perbanyakan sel.
2. Perlakuan sel iGLdikultur dengan jumlah yang berbeda
Dilakukan penanaman sel pada plate 6 well coated with poly-D-lysine (Falcon, Cat. No.
356413). Setiap masing-masing well ditanam dengan jumlah sel yang berbeda yaitu 1, 2, 4,
8, 16, x105 per well, semua perlakuan dilakukan duplo. Kemudian sel dikultur selama 3
hari.
3. Pengukuran jumlah dan ukuran kluster sel
Pengukuran jumlah dan ukuran kluster sel dilakukan dengan perangkat mikroskop inverted
fluorescence (Nikon,Ts2PhFL) yang telah dilengkapi kamera (Nikon, DS-Fi3). Dilakukan
perhitungan terhadap jumlah kluster yang terbentuk. Pengukuran terhadap ukuran kluster
sel dilakukan minimal lima titik dari lima lapang pandang.
Page 14
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
4. Glucose Stimulated Insulin Secretion Assay (GSIS ASSAY)
Ekspresi insulin-GLase pada sel iGL akan di stimulasi dengan metode GSIS ASSAY. Pertama,
dilakukan dua kali pencucian dengan 2 mL of 2 mM glucose KRH buffer. Kemudian lakukan
praperlakuan dengan kadar glukosa rendah yaitu dengan menginkubasi sel dalam 2 ml of 2 mM
glucose KRH buffer selama 1 jam dalam incubator. Lalu lakukan Kembali 2 kali pencucian
dengan 2 mL of 2 mM glucose KRH buffer. Selanjutnya inkubasi sel dengan 2 ml of 20 mM
glucose KRH buffer selama 1 jam di incubator. Setelah inkubasi, pindah kan medium ke dalam
tabung mikro untuk pengukuran insulin yang disekresikan. Sebelumnya, perlu disentrifugasi
dengan kecepatan 300g selama 5 menit pada temperature 4°C untuk menghilangkan
kemungkinan sel yang ikut terbawa. Untuk pengukuran insulin intraseluler, dilakukan lisis sel
dengan menambahkan 200 μL of 1 × Passive Lysis Buffer (5×,E1941, Promega
Corporation).
5. Penukuran ekspresi insulin dengan metode sandwich ELISA.
Medium, lisat sel, dan standar insulin sebanyak 100 µL ke dalam sumur yang berlapis
antibodi spesifik untuk insulin. Pada sumur yang telah ditentukan untuk membuat kurva
standar, dimasukkan 100 µL larutan standar insulin yang telah dilakukan pengenceran
berseri. Ke dalam sumur yang telah ditentukan untuk menghitung kadar protein insulin pada
sampel dimasukkan 100 µL sampel dengan konsentrasi tertentu sesuai hasil optimasi (kadar
protein yang tercakup dalam kurva standar). Setelah itu tutup dan inkubasi pada 37°C
selama 2 jam. Buang, lalu dilakukan pencucian dengan 250 µL buffer pencuci 3 kali.
Kemudian masukkan 100 µL antibodi spesifik insulin yang terkonjugasi biotin ke dalam
sumur. Tutup dan inkubasi 1 jam pada 37°C. Buang lalu cuci 3 kali dengan 250 µL buffer.
Tambahkan 100 µL Streptavidin-HRP lalu tutup dan inkubasi 1 jam, 37°C. Buang lalu cuci
5 kali dengan 250 µL buffer. Kemudian tambahkan 100 µL larutan substrat. Tutup dan
inkubasi selama 15-20 menit pada 37°C. Sebanyak 50 µL stop solution ditambahkan
sehingga warna larutan dalam sumur akan berubah dari biru menjadi kuning. Absorbans
Page 15
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
kemudian dibaca dengan ELISA reader pada 450 nm. Nilai absorbans dari larutan standar
insulin akan diplot membentuk kurva standar dengan menggunakan microsoft Excell.
Persamaan kurva yang didapat digunakan untuk mendapatkan kadar protein insulin. Kadar
protein akhir pada sampel kemudian disesuaikan dengan pengenceran yang dilakukan. Uji
ini dilakukan duplo. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis statistik dengan
menggunakan STATA.12.
Page 16
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah ukuran spheroid dan sekresi insulin dari
sel iGL yang dikultur secara 3D dan membentuk spheroid. Selain itu juga dibandingkan dengan
sel yang dikultur secara 2D sebagai standar kultur sel normal. Akan tetapi, terdapat masalah
ketika dilakukan analisis sekresi insulin dengan metode ELISA sehingga data tersebut tidak
layak untuk digunakan. Oleh karena itu, peneliti hanya mampu menampilkan data analisis
ukuran spheroid dan ditambah dengan viabilitas sel yang dikultur dari hari 1-4 inkubasi.
4.1. Morfologi dan Ukuran Spheroid
Berdasarkan hasil yang diperoleh, spheroid sudah mulai terbentuk sejak hari pertama kultur.
Hal tersebut terjadi pada setiap variasi jumlah sel. Semakin besar konsentrasi sel, semakin besar
pula diameter spheroid yang dihasilkan (Gambar 1). Akan tetapi, hal tersebut hanya berlaku
pada perlakuan jumlah sel 50-200 sel/µL saja. Pada konsentrasi sel yang lebih tinggi yaitu 400
sel/µL, diameter spheroid berukuran kecil tetapi dalam jumlah yang lebih banyak. Spheroid
yang terbentuk paling banyak menyerupai bola bulat atau lonjong. Bentuk ini ditemukan pada
spheroid yang berasal dari semua variasi kecuali 200 sel/µL. Banyak ditemukan spheroid yang
memiliki bentuk tidak simetris pada konsentrasi sel tersebut.
Gambar 1. Spheroid yang dikultur dari 50 sel/µL(A), 100 sel/µL(B), 200 sel/µL(C), dan 400 sel/µL(D)
selama 2 hari. (Gambar diambil dengan mikroskop fase kontras dengan perbesaran 100x)
Page 17
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
Perbedaan ukuran spheroid diamati dari hari pertama hingga hari keempat setelah kultur
(Gambar 2). Spheroid mulai terbentuk semakin besar dan memadat dari hari ke hari.
Konsentrasi dan lama inkubasi berpengaruh signifikan terhadap ukuran spheroid yang
terbentuk (p<0,01). Diameter spheroid meningkat signifikan dari hari pertama hingga hari ke-
4 (R2=<0,093).
Gambar 2. Perbandingan ukuran spheroid dari jumlah sel yang berbeda dari hari 1-4. Data
ditampilkan adalah rata-rata ± standar deviasi (SD) dari tiap perlakuan (n=30). Data dianalisis
dengan uji ANOVA factorial (p=<0,01).
3.2. Viabilitas Sel Penyusun Spheroid
Viabilitas sel iGL yang dikultur secara 3D lebih tidak stabil dibandingkan kultur 2D. Hampir
seluruh kultur 2D mampu mempertahankan viabilitasnya >80% untuk semua variasi
konsentrasi sel hingga hari keempat. Sedangkan pada kultur 3D yang membentuk spheroid,
viabilitas sel mulai turun signifikan sejak hari ketingga hingga hari keempat. Gambar 3
menunjukkan viabilitas sel yang dikultur secara 3D berbeda signifikan dengan 2D hampir di
Page 18
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
seluruh masing-masing konsentrasi sel (p<0,05;0,01). Hanya kultur pada hari ke-2 dengan
konsentrasi sel 50,100, dan 200 sel/µL yang memiliki viabilitas sel yang tidak signifikan antara
2D dan 3D.
Gambar 3. Viabilitas sel antara kultur 3D dengan 2D dari hari ke 1-4 inkubasi dengan jumlah
sel yang berbeda (A-D 50,100,200, dan 400 sel/µL berturut-turut).
Diskusi
Pada penelitian ini dibuktikan bahwa sistem kultur 3D dengan Teknik Hanging Drop dapat
menghasilkan spheroid dari sel iGL. Ukuran spheroid dipengaruhi oleh konsentrasi sel dan
lama inkubasi. Ukuran spheroid berbanding lurus dengan jumlah awal sel ditanam pada
konsentrasi 50-200 sel /µL. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dengan menggunakan
beragam jenis lini sel dengan jumlah sel yang berbeda, diantaranya sel HIEC-6 (Flampouri et
al., 2019), MCF-7 (Gong et al., 2015), HCT-116, UM-UC-3, dan HeLa (Pereira et al., 2017).
Bentuk spheroid cenderung stabil dan konsisten pada kelompok 50 dan 100 sel/µL dengan
bentuk bulat atau lonjong dan Sebagian besar tunggal. Berbeda dengan kelompok 200 sel/µL
yang memiliki bentuk asimetri dan dikelilingi oleh sejumlah spheroid dengan ukuran yang
Page 19
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
lebih kecil. Hasil berbeda ditemukan pada kelompok sel 400 sel/µL. Ukuran diameter spheroid
dari kelompok ini cenderung lebih kecil, bahkan lebih kecil dari kelompok 50 sel/µL. Namun,
berbeda dengan kelompok lain yang memiliki jumlah tunggal atau satu spheroid dominan yang
besar, pada kelompok ini ditemukan spheroid-spheroid kecil dengan jumlah yang lebih banyak.
Hal ini diduga disebabkan karena perbedaan lingkungan mikro antar kelompok. Formasi
agregat sel yang membentuk spheroid merupakan proses kompleks yang dipengaruhi oleh
lingkungan mikro di sekitarnya misalnya matriks ekstraseluler, cell junction, dan protein-
protein terlarut di dalam medium. Selain itu, pembentukan spheroid juga ditentukan oleh
fenotipe jenis sel yang digunakan (Repin et al., 2014). Spheroid dapat dibentuk oleh fusi dari
sel tunggal atau agregat sel sehingga membentuk agregat sel yang lebih besar dan padat. Setiap
sel memiliki kecepatan dan model fusi yang berbeda (Kosheleva et al., 2020).
Viabilitas sel spheroid hampir selalu lebih rendah dibandingkan kultur 2D monolayer. Hal
tersebut disebabkan sel pada kultur 2D memiliki akses nutrisi dan oksigen lebih baik
dibandingkan 3D. Spheroid terdiri atas tumpukan berlapis-lapis sel yang membentuk dua zona
yaitu zona tengah dan perifer. Sel yang berada di tengah spheroid cenderung kekurangan nutrisi
dan oksigen sehingga akan mengalami fase quiescent atau kematian sel baik secara apoptosis
maupun nekrosis. Zona ini terlihat lebih gelap pada pengamatan dengan mikroskop inverted
fase kontras (Zanoni et al., 2016). Pada penelitian ini ditemukan zona gelap pada spheroid
mulai dari hari ke-2 pengamatan. Namun, zona gelap tersebut masih berupa bitnik-bintik kecil
saja. Zona gelap cenderung membesar sejak hari ke-3 dan seterusnya dan hampir melingkupi
semua spheroid pada hari ke-5 (data tidak ditunjukkan). Hal ini sebanding dengan data
viabilitas sel yang diperoleh. Viabilitas sel spheroid menurun drastis pada kultur mulai hari ke-
3 inkubasi dibandingkan kultur 2D.
Semua kelompok konsentrasi sel yang dikultur dengan waktu inkubasi dua hari menunjukkan
hasil yang sama dengan kultur 2D, kecuali kelompok 400 sel/µL yang cenderung memiliki
Page 20
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
viabilitas lebih tinggi. Kultur 3D sel iGL dengan metode Hanging Drop dengan volume 25 µL
per droplet memungkinkan kondisi lingkungan mikro yang kondusif hingga hari ke-2 inkubasi.
Semakin bertambahnya waktu inkubasi mengakibatkan menurunnya nutrisi dan meningkatnya
metabolit yang berbahaya bagi sel (Ryu et al., 2019). Salah satu kelemahan metode kultur
Hanging Drop adalah sulitnya dilakukan proses penggantian medium (Bresciani et al., 2019).
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian kali ini. Pertama, sel iGL harus memiliki
medium dan reagensia khusus yang relative lebih mahal dibandingkan medium racikan biasa.
Peneliti belum mampu memaksimalkan potensi sel iGL yang sekresi insulin dapat dideteksi
langsung dari pendaran di bawah mikroskop fluorescent. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian lanjutan untuk lebih mengeksplorasi potensi sel iGL sebagai model invitro utnuk
mempelajari DMT2 khususnya dalam hal mekanisme seluler sekresi insulin.
Page 21
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
BAB VI
LUARAN YANG DICAPAI
Luaran yang dicapai berisi Identitas luaran penelitian yang dicapai oleh peneliti sesuai dengan
skema penelitian yang dipilih.
Jurnal
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Indonesian Journal of Biotechnology
2 Website Jurnal https://jurnal.ugm.ac.id/ijbiotech
3 Status Makalah In Review
4 Jenis Jurnal Jurnal Nasional terakreditasi Sinta 1
Terindeks Scopus Q4
4 Tanggal Submit
5 Bukti Screenshot submit
Luaran Tambahan
IDENTITAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1 Nama Karya Protokol Kultur 3D untuk Membentuk Spheroid Dari
Sel iGL dengan Teknik Hanging Drop
2 Jenis HKI HAKI Cipta
3 Status HKI Submited
4 Tanggal Submit 19 Februari 2021
Page 22
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
BAB VII
RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI
Minimal mencakup 2 hal ini.
Hasil Penelitian Penelitian ini membuktikan adanya pengaruh konsentrasi sel
dan lama inkubasi terhadap ukuran dan viabilitas sel
spheroid dari sel iGL. Selanjutnya dihasilkan waktu
inkubasi dan konsentrasi sel optimal yang
direkomendasikan untuk menghasilkan spheroid dari sel
iGL dengan ukuran dan viabilitas yang baik
Rencana Tindak
Lanjut
Rencana tindak lanjut dari penelitian ini adalah eksplorasi
lebih jauh mengenai karakteristik dari sel iGL baik dari sisi
seluler, matriks ekstraseluler, dan factor-faktor yang
mempengaruhi sekresi insulinnya. Selanjutnya
direncanakan dapat diteliti mengenai pengaruh ukuran
spheroid terhadap sekresi insulin yang dari kultur sel iGL.
Pemahaman menyeluruh mengenai karakteristik sel iGL
diharapkan dapat menghasilkan model in vitro yang baik
untuk mempelajari aspek seluler dan molekuler mellitus tipe
2 baik dari sisi patofisiologi hingga terapi.
Page 23
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
1. International Diabetes Federation. (2019). IDF DIABETES ATLAS Ninth edition
2019. www.diabetesatlas.org
2. Sidarala V, Anjaneyulu K. (2017). The Regulatory Roles of Mitogen-Activated Protein
Kinase (MAPK) Pathways in Health and Diabetes: Lessons Learned from the
Pancreatic β-Cell. Recent Pat Endocr Metab Immune Drug Discov, 10, 2,76–84.
3. Lai X, Xincong K, Luman Z, Jian L, Yan Y, and Dongbo L. (2014). The protective
effects and genetic pathways of thorn grape seeds oil against high glucoseinduced
apoptosis in pancreatic β-cells. BMC Complementary and Alternative Medicine, 14,
10, 2-7.
4. Esguerra JLS., Jones K. Ofori, Mototsugu N, Yuki S, Alexandros K, Joao F, Hitoshi S,
Leif G, Lena E. (2019). Glucocorticoid induces human beta cell dysfunction by
involving riborepressor GAS5 LincRNA. Molecular Metabolism, 32, 160-167.
5. Baidwan S, Anil C, DiAnna LH, and Anjaneyulu K. (2017). Glucotoxicity promotes
aberrant activation and mislocalization of Ras-related C3 botulinum toxin substrate
1[Rac1] and metabolic dysfunction in pancreatic islet β-cells: Reversal of such
metabolic defects by metformin. Apoptosis, 22, 11, 1380–1393.
6. Suzuki T, Takao K, Satoshi I. Quantitative visualization of synchronized insulin
secretion from 3D-cultured cells. (2017). Biochemical and Biophysical Research
Communications, 486, 886-892.
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama RISKESDAS 2018.
Kementrian Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
8. Kalwat, M.A. & Cobb, M.,.(2017),Mechanisms of the Amplifying Pathway of Insulin
Secretion in the β Cell, Pharmacology and Therapeutics, 1-39
9. Suzuki T, Chihiro K, Takao K, Satoshi I. (2011). Video rate bioluminescence imaging
of secretory proteins in living cells: Localization, secretory frequency, and
quantification. Anal. Biochem, 4, 15,182–189.
10. Ravi M, Paramesh V, Kaviya SR, Anuradha E and Solomon F D Paul. (2014). 3D Cell
Culture Systems - Advantages and Applications. Journal of Cellular Physiology, 1-32.
11. Phelan K and Kristin MM. (2016). Basic Techniques in Mammalian Cell Tissue
Culture. Curr. Protoc. Toxicol. 70:A.3B.1-A.3B.22.
12. Kojimaa N, S. Takeuchi, and Y. Sakai. (2014). Engineering of Pseudoislets: Effect on
Insulin Secretion Activity by Cell Number, Cell Population, and Microchannel
Networks. Transplantation Proceedings, 46, 1161-1165.
13. Umrani MR., Mugdha VJ Ella SG, Wilson W, and Anandwardhan AH. (2017).
Connexins and microRNAs: Interlinked players in regulating islet function? ISLETS,
9, 5, 99–108.
14. Flampouri, E., Imar, S., Oconnell, K., & Singh, B. (2019). Spheroid-3D and
Monolayer-2D Intestinal Electrochemical Biosensor for Toxicity/Viability Testing:
Applications in Drug Screening, Food Safety, and Environmental Pollutant Analysis
[Research-article]. ACS Sensors, 4(3), 660–669.
15. Zanoni, M., Piccinini, F., Arienti, C., Zamagni, A., Santi, S., Polico, R., Bevilacqua,
A., & Tesei, A. (2016). 3D tumor spheroid models for in vitro therapeutic screening: A
Page 24
Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id
systematic approach to enhance the biological relevance of data obtained. Scientific
Reports, 6(November 2015), 1–11. https://doi.org/10.1038/srep19103
16. Pereira, P. M. R., Berisha, N., Bhupathiraju, N. V. S. D. K., Fernandes, R., Tomé, J. P.
C., & Drain, C. M. (2017). Cancer cell spheroids are a better screen for the
photodynamic efficiency of glycosylated photosensitizers. PLoS ONE, 12(5), 1–21.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0177737
17. Kosheleva, N. V., Efremov, Y. M., Shavkuta, B. S., Zurina, I. M., Zhang, D., Zhang,
Y., Minaev, N. V., Gorkun, A. A., Wei, S., Shpichka, A. A., Saburina, I. N., &
Timashev, P. S. (2020). Cell spheroid fusion: beyond liquid drops model. Scientific
Reports, 10(1), 1–15. https://doi.org/10.1038/s41598-020-69540-8
18. Repin, V. S., Saburina, I. N., Kosheleva, N. V., Gorkun, A. A., Zurina, I. M., &
Kubatiev, A. A. (2014). 3D-Technology of the Formation and Maintenance of Single
Dormant Microspheres from 2000 Human Somatic Cells and Their Reactivation In
Vitro. Bulletin of Experimental Biology and Medicine, 158(1), 137–144.
https://doi.org/10.1007/s10517-014-2709-4
19. Shi, W., Kwon, J., Huang, Y., Tan, J., Uhl, C. G., He, R., Zhou, C., & Liu, Y. (2018).
Facile Tumor Spheroids Formation in Large Quantity with Controllable Size and High
Uniformity. Scientific Reports, 8(1), 1–9. https://doi.org/10.1038/s41598-018-25203-3
20. Gong, X., Lin, C., Cheng, J., Su, J., Zhao, H., Liu, T., Wen, X., & Zhao, P. (2015).
Generation of multicellular tumor spheroids with microwell-based agarose scaffolds
for drug testing. PLoS ONE, 10(6), 1–18. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0130348
21. Bresciani, G., Hofland, L. J., Dogan, F., Giamas, G., Gagliano, T., & Zatelli, M. C.
(2019). Evaluation of Spheroid 3D Culture Methods to Study a Pancreatic
Neuroendocrine Neoplasm Cell Line. Frontiers in Endocrinology, 10(October), 1–10.
https://doi.org/10.3389/fendo.2019.00682
22. Ryu, N. E., Lee, S. H., & Park, H. (2019). Spheroid Culture System Methods and
Applications for Mesenchymal Stem Cells. Cells, 8(12), 1–13.
https://doi.org/10.3390/cells8121620