PENGADILAN TINGGI MEDAN Halaman 1 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN P U T U S A N Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara- perkara perdata pada Pengadilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara : 1. Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, beralamat di Gedung Manggala Wanabhakti, di Jl.Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, semula disebut TERGUGAT I sekarang PEMBANDING I ; Dalam Perkara ini diwakili Kuasanya yaitu 1. Krisna Rya.,S.H.,M.H, 2. Supardi.,SH., 3. Bambang Wiyono.,SH.,MH., 4. Drs.Afrodian Lutoifi.,SH.,M.Hum., 5.Yudi Ariyanto.,SH.,MT., 6. Mariana Tuty Sirait.,SH., 7. Hatoni.,SH., 8. M. Zaenuri.,SH., 9. Francisca Budyanti.,SH.,MH., 10. Wijayadi Bagus Margono.,SH., kesemuanya adalah Pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang beralamat di Gedung Manggala Wanabakti Blok VII Lt. 3, Jl. Gatot Soebroto, Senayan Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 April 2016 yang telah terdaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor : 79/2016 SK tanggal 26 April 2016 ; 2. Pemerintah Republik Indonesia cq Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara cq Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km 5.5 No 14 Marindal Medan 20147, semula disebut TERGUGAT III sekarang PEMBANDING II ; Dalam Perkara ini diwakili oleh Kuasanya : 1. Zainuddi.,SP Jabatan Kasubbag Umum pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara., 2. Albert Sibuea.,SH.,MAP Jabatan Kepala Seksi Pengamanan Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 3. Ramlan.,SH Staf pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km 5.5 No 14 Marindal Medan 20147, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Pebruari 2016 yang terdaftarkan di
106
Embed
PENGADILAN TINGGI MEDAN · pengadilan tinggi medan halaman 1 dari 104 putusan nomor 78/pdt/2017/pt.mdn p u t u s a n nomor 78/pdt/2017/pt.mdn demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 1 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
P U T U S A N
Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-
perkara perdata pada Pengadilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan
sebagai berikut dalam perkara antara :
1. Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI, beralamat di Gedung Manggala Wanabhakti, di
Jl.Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, semula disebut TERGUGAT
I sekarang PEMBANDING I ;
Dalam Perkara ini diwakili Kuasanya yaitu 1. Krisna
kesemuanya adalah Pegawai Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan RI yang beralamat di Gedung Manggala
Wanabakti Blok VII Lt. 3, Jl. Gatot Soebroto, Senayan Jakarta
Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 April 2016
yang telah terdaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan Nomor : 79/2016 SK tanggal 26 April 2016 ;
2. Pemerintah Republik Indonesia cq Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara cq Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km 5.5 No 14 Marindal Medan
20147, semula disebut TERGUGAT III sekarang PEMBANDING II;
Dalam Perkara ini diwakili oleh Kuasanya : 1. Zainuddi.,SP
Jabatan Kasubbag Umum pada Dinas Kehutanan Provinsi
Sumatera Utara., 2. Albert Sibuea.,SH.,MAP Jabatan Kepala
Seksi Pengamanan Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi
Sumatera Utara, 3. Ramlan.,SH Staf pada Dinas Kehutanan
Provinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km
5.5 No 14 Marindal Medan 20147, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 22 Pebruari 2016 yang terdaftarkan di
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 2 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor :
39/2016 SK tanggal 24 Pebruari 2016 ;
M e l a w a n
1. Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan disingkat “KPKS BUKIT HARAPAN”, yang berkedudukan di Desa Tanjung Botung
Kecamatan Barumun Tengah, Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara
untuk semula disebut PENGGUGAT sekarang TERBANDING;
Dalam Perkara ini diwakili oleh Kuasanya: 1.Marihot Siahaan
S.H.,M.H dan 2. Nurdin Siregar SH.,MH, Para Advokat dan
Pengacara pada Kantor Marihot Siahaan & Rekan beralamat di
Jalan Prapanca Raya No.28-29 Kelurahan Pulo, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 1260, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal
22 Desember 2015 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan Nomor : 167/2015 SK tanggal 30
Desember 2015;
2. Jaksa Agung Republik Indonesia, cq Kepala Kejaksaan Tinggi Propinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl.Jenderal Abdul Haris Nasution
No.1 C Medan 20146, semula disebut TERGUGAT II sekarang TURUT
TERBANDING I ;
3. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia cq. Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Sumatra Utara cq. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli
Selatan, beralamat di Jl. Wilem Iskandar No.8 Padang Sidempuan,
semula disebut TURUT TERGUGAT sekarang TURUT TERBANDING II ;
Pengadilan Tinggi tersebut ;
Telah membaca berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan
dengan perkara ini ;
TENTANG DUDUK PERKARA
Mengutip serta memperhatikan surat gugat Penggugat tanggal 30
Desember 2015 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan pada tanggal 30 Desember 2015 dalam Register
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 3 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Perkara Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp, dan perbaikan surat gugat tanggal 19
April 2016, telah mengajukan gugatan sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat adalah suatu badan hukum Koperasi Perkebunan Kelapa
Sawit Bukit Harapan (KPKS-BH), dan telah memperoleh Pengesahan
dari Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah RI, dengan Badan
Hukum No.07/BH/KDK2.9/IX/1998, tanggal 26 September 1998
sebagaimana telah dirubah dengan kepengurusan saat ini :
- Ketua : Ir. Jonggi
- Sekretaris : Nimrod S,SH .
- Bendahara : Tety Sitorus
2. Bahwa Koperasi tersebut didirikan untuk tujuan melakukan kegiatan
Halaman 54 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Penggugat tidak memperoleh pelayanan dari Pemerintah
Daerah.
Dengan adanya Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor: S.13/MenLhk-Set.Jen/RHS/2015,
Terbanding/Penggugat tidak lagi dapat melakukan
transaksi dengan anggota GAPKI.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, karena objek gugatan
Terbanding a quo adalah Surat Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor: S.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015
dan Nomor: S. 13/MenLhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni
2015, yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara
sebagaimana didalilkan sendiri oleh Terbanding menimbulkan
kerugian pada diri Terbanding, maka kewenangan untuk
memeriksa dan mengadili perkara a quo ada pada Pengadilan
Tata Usaha Negara, sehingga putusan sela Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan Nomor: 46/Pdt.G/2015/PN.Psp tanggal 19 April
2016 dan Putusan yang dimohonkan banding a quo yang menolak
eksepsi kompetensi absolut yang diajukan oleh
Pembanding/Tergugat I adalah tidak berdasar hukum sehingga
harus dibatalkan. Selanjutnya Pembanding mohon kepada Judex
Facti Pengadilan Tinggi Medan untuk mengadili sendiri dengan
menyatakan menerima eksepsi Pembanding dan menyatakan
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tidak berwenang mengadili
perkara a quo, serta menyatakan gugatan tidak diterima.
b. Penggugat Tidak mempunyai Kepentingan Hukum
Terhadap putusan a quo yang menolak eksepsi yang diajukan
Pembanding mengenai Penggugat tidak mempunyai kepentingan
hukum adalah putusan yang tidak benar dan menyesatkan
dengan alasan :
(1). Azas dasar dalam hukum acara Perdata adalah azas point
d’interet point d’action, yang berarti bahwa barangsiapa
yang mempunyai kepentingan dapat mengajukan gugatan.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 55 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
(2). Dalam perkara a quo, Penggugat mendalilkan mengenai
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor:
481/Pid.B/2006/ PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor:
194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 11 Oktober 2006 jo Putusan
Mahkamah Agung Nomor: 2642 K/Pid/2006 tanggal 12
Februari 2007 jo Putusan Mahkamah Nomor: 39
PK/Pid.Sus/2007 tanggal 16 Juni 2008.
(3). Bahwa dalam putusan tersebut angka (2) di atas, yang
telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),
Darianus Lunguk Sitorus dinyatakan secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
mengerjakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak
sah yang dilakukan secara bersama-sama dan dalam
bentuk sebagai perbuatan berlanjut.
(4). Selanjutnya dalam putusan tersebut dinyatakan barang
bukti yang disita berupa :
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang
Lawas seluas ± 23.000 hektar yang dikuasai oleh
KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda beserta
seluruh bangunan yang ada di atasnya ;
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang
lawas seluas ± 24.000 hektar yang dikuasai oleh
Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda beserta seluruh
bangunan yang ada di atasnya
Dirampas untuk Negara dalam hal ini Departemen
Kehutanan.
(5). Bahwa terhadap perkebunan sebagaimana angka (4) di
atas, telah dilakukan eksekusi oleh Kejaksaan Tinggi
Medan sesuai Berita Acara tanggal 26 Agustus 2009,
sehingga secara hukum penguasaannya beralih kepada
negara dan oleh karenanya Terbanding tidak berhak atas
perkebunan kelapa sawit seluas ± 23.000 hektar tersebut.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 56 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
(6). Bahwa meskipun sudah ada putusan yang berkekuatan
hukum tetap (inkracht van gewijsde), yang jelas
menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit di kawasan
hutan Padang Lawas seluas ± 23.000 hektar yang
dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dirampas untuk
Negara, Terbanding secara melawan hukum masih
menguasai objek perkara dimaksud dan memanen
hasilnya, yang seharusnya di rampas dan dikelola oleh
Negara serta hasilnya masuk ke kas Negara.
Dengan demikian, maka Terbanding tidak mempunyai
kepentingan hukum untuk mengajukan gugatan a quo, sehingga
pertimbangan hukum Judex Facti tersebut tidak berdasar dan
menyesatkan dan oleh karenanya cukup alasan bagi Judex Facti
Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili
permohonan banding a quo untuk menerima eksepsi Pembanding
dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
yang dimohonkan a quo serta menyatakan gugatan tidak dapat
diterima.
2. Pertimbangan hukum Judex Facti halaman 94 yang menyatakan
terdapat fakta hukum bahwa surat Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda Nomor: 50 yang dikeluarkan di Batavia tanggal 25
Juni 1924 telah dirubah dan ditambah dengan bahasa Indonesia dan
direkayasa adalah dalil yang tidak berdasar, dengan alasan:
a. Bahwa surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda
Nomor: 50 yang dikeluarkan di Batavia tanggal 25 Juni 1924 atau
yang di kenal dengan Gouvernement Besluit (G.B) Nomor: 50
tersebut telah diambil dari salinan asli yang ada di National
Archief Den Haaq, diterjemahkan oleh penterjemah resmi yang
terdaftar sebagai penerjemah tersumpah untuk Bahasa Indonesia
di wiilayah hukum s-Gravenhage dengan Nomor terjemahan Nr:
2005-475 ;
b. Bahwa terjemahan Gouvernement Besluit (G.B) Nomor: 50
tersebut telah disahkan oleh Pejabat Kementerian Luar Negeri
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 57 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Belanda di Den Haag (Nw. I. M. Wissenburgh) dan diketahui oleh
Kedutaan Besar Indonesia di Belanda.
c. Bahwa dokumen GB Nomor: 50 tersebut sudah diterima sebagai
bukti yang sah dalam perkara Pidana Nomor:
481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 atas nama
Terpidana DL. Sitorus dan sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642
K/Pid/2006 tanggal 12 Februari 2007 (vide bukti T.I-9).
Dengan demikian pertimbangan hukum Judex Facti yang menguji
kembali bukti berupa Gouvernement Besluit (G.B) Nomor:50 tidak
relevan.
3. Pertimbangan Judex Facti halaman 88 s/d 92 yang intinya
menyatakan bahwa “Hak tradisional yang turun temurun dalam sistem
hukum atau dalam hukum adat atau Masyarakat adat secara hukum
nasional masih diakui dan wajib dilindungi”, dengan pertimbangan
keterangan Saksi Pangoloan Harahap yang menerangkan “dari dulu
sudah banyak kehidupan masyarakat Adat di Kecamatan Barumun
Tengah dan Kehidupan Masyarakat Adat masih berlangsung dan
masih ada sampai sekarang dan masih diakui oleh pemerintah
daerah, setahu saksi sebelum tahun 1981 sampai dengan sekarang,
berdasarkan dapat Pembanding tanggapi sebagai berikut:
1). Berdasarkan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
diatur “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”.
Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 :
“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati
selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
2). Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, diatur bahwa
“Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 58 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan- peraturan lain yang lebih tinggi.”
3). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor: 5 Tahun 1999 tanggal 24 Juni
1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat yang merupakan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria diatur sebagai berikut:
a. Pasal 2 :
(1). Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya
masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang
bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat.
(2). Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada
apabila:
a. terdapat sekelompok orang ......dst;
b. terdapat tanah ulayat tertentu.........dst
c. terdapat tatanan hukum adat .......dst.
b. Pasal 5 :
(1) Penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan para
pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada
di daerah yang bersangkutan, Lembaga Swadaya
Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola
sumber daya alam.
(2) Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang
masih ada sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi, dan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 59 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya
serta mencatatnya dalam daftar tanah.”
c. Pasal 6 :
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal 5 diatur
dengan Peraturan Daerah yang bersangkutan.”
4). Berdasarkan ketentuan Pasal 67 Undang-Undang No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan diatur sebagai berikut:
(1). Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya
masih ada dan diakui keberadaannya berhak:
1) melakukan pemungutan hasil hutan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat
adat yang bersangkutan;
2) melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan
hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan undang-undang; dan
3) mendapatkan pemberdayaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya.
(2). Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat
hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.”
Penjelasan Pasal 67 ayat (2):
“Peraturan daerah disusun dengan mempertimbangkan
hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi
masyarakat setempat, dan tokoh masyarakat adat yang
ada di daerah yang bersangkutan, serta instansi atau
pihak lain yang terkait”.
5). Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-
X/2012 tanggal 16 Mei 2013, ketentuan Pasal 67 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 dinyatakan tetap berlaku sah
dengan pertimbangan hukum pada halaman 184 alinea 2 bahwa
pengaturan masyarakat hukum adat yang ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah dapat dibenarkan
sepanjang peraturan tersebut menjadi kepastian hukum yang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 60 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
berkeadilan. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menolak permohonan
pembatalan ketentuan Pasal 67 ayat (1), (2), dan (3) Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
6). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 52 Tahun
2014 Tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan
Masyarakat Hukum Adat, yang merupakan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Desa, diatur
bahwa “Bupati/walikota melakukan penetapan pengakuan dan
perlindungan masyarakat hukum adat berdasarkan rekomendasi
Panitia Masyarakat Hukum Adat dengan Keputusan Kepala
Daerah”. (Pasal 6 ayat (2)).
Dengan demikian untuk dapat diakui sebagai masyarakat
hukum adat harus memenuhi kreteria sebagaimana dimaksud di
atas dan pengukuhan pengakuaanya harus didasarkan pada
peraturan daerah atau keputusan kepala daerah.
Faktanya, pemenuhan kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang pengakuan masyarakat hukum adat
yang digunakan sebagai pertimbangan hukum Judex Facti belum
pernah dibuktikan keberadaannya di persidangan, sehingga
pertimbangan hukum Judex Facti tidak berdasar hukum dan
mengada-ada.
Quod non Judex Facti mempertimbangkan bahwa terdapat
masyarakat adat yang diakui keberadaannya, tetapi berdasarkan
keterangan saksi dan bukti T-1.13 sudah terdapat penyerahan tanah
dari masyarakat adat kepada pemerintah (pago-pago), sehingga
hubungan hukum antara tanah dengan masyarakat adat tersebut
sudah terputus. Selanjutnya tanah tersebut dikuasai oleh negara
dan tunduk pada undang-undang kehutanan.
Dengan demikian pertimbangan hukum Judex Facti tersebut diatas
keliru sehingga putusan tersebut menjadi cacat hukum dan harus
dibatalkan.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 61 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Judex Facti telah keliru
dalam pertimbangan hukumnya, sehingga putusan Pengadilan
Negeri Padangsidempuan yang dimohonkan banding a quo tidak
berdasar hukum dan harus dibatalkan.
4. Terhadap pertimbangan hukum Judex Facti terkait pengukuhan
kawasan hutan Register 40 Padang Lawas, Pembanding sampaikan
sebagai berikut:
a. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah
No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan
Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), ditentukan bahwa luas
areal hutan yang diberikan sebagai areal kerja kepada
Pemegang Hak sebagaimana dilukiskan pada peta lampiran
surat keputusan Hak Pengusahaan Hutan yang dikeluarkan
Menteri Pertanian sekaligus merupakan penetapan kawasan
hutan.
b. Bahwa objek perkara a quo pernah diberikan Izin Hak
Pengusahaan Hutan kepada PT. Barakaz Lumber Industries
seluas 60.000 Ha dengan Keputusan Menteri Pertanian No.
519/Kpts/Um/11/70 tanggal 22 November 1970 (vide tambahan
bukti P/T.I-20) dan kepada PT. Goodwin Indonesia seluas
35.000 Ha dengan Keputusan Menteri Pertanian No.
299/Kpts/Um/6/1973 tanggal 21 Juni 1973 (vide tambahan bukti
P/T.I-18 dan P/T.I-19).
c. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 45/PUU-
IX/2011 tanggal 21 Februari 2012 dalam pertimbangan
hukumnya pada angka 3.14 menyatakan :
“Menimbang bahwa adapun mengenai ketentuan peralihan dari
UU Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang menyatakan,
“Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku
berdasarkan undang-undang ini”, menurut Mahkamah, meskipun
Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-Undang a quo
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 62 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
mempergunakan frasa “ditunjuk dan atau ditetapkan”, namun
berlakunya untuk yang “ditunjuk dan atau ditetapkan” dalam
Pasal 81 Undang-Undang a quo tetap sah dan mengikat” .
Berdasarkan hal tersebut, maka ketentuan Pasal 81 Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2004, yang
mengatur bahwa kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap
berlaku, tetap mempunyai kekuatan hukum sah dan mengikat.
Atau dengan kata lain semua keputusan Menteri Kehutanan
tentang penunjukan kawasan hutan yang sudah ada
sebelum putusan Mahkamah Konstitusi dan Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tetap sah
secara hukum.
d. Bahwa sebagai bentuk penyesuaian terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari
2012, maka Pembanding menerbitkan Surat Edaran No.
SE.3/Menhut-II/2012 tanggal 3 Mei 2012 kepada Gubernur di
seluruh Indonesia, Bupati/ Walikota di seluruh Indonesia dan
Kepala Dinas Provinsi, Kabupaten/Kota yang membidangi
Kehutanan, yang antara lain menyampaikan :
1) Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi maupun
parsial yang telah diterbitkan Menteri Kehutanan serta segala
perbuatan hukum yang timbul dari berlakunya Undang-
undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 2004 tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
2) Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan
hutan baik provinsi maupun parsial yang diterbitkan Menteri
Kehutanan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi tetap sah
dan dimaknai sebagai penetapan awal dalam proses
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 63 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
pengukuhan kawasan hutan sebagaimana Pasal 15 ayat (1)
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 2004.
Berdasarkan hal tersebut huruf b dan c diatas, maka Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 923/Kpts/Um/12/1982 tanggal
27 Desember 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan Di Wilayah
Provinsi Dati I Sumatera Utara Seluas 3.780.132,02 Ha sebagai
Kawasan Hutan, tetap berlaku sah dan mengikat sebagai
penetapan kawasan hutan, maka pertimbangan hukum Judex
Facti tingkat pertama tidak berdasar hukum sehingga putusan a
quo cacat hukum dan harus dibatalkan.
5. Terhadap pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan halaman 101 yang menyatakan Perbuatan
Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige
Daad) adalah pertimbangan yang keliru, dengan alasan :
1). Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
2). Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan mengatur bahwa semua hutan di dalam
wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
3). Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan diatur bahwa penguasaan hutan oleh
Negara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) memberi
wewenang kepada Pemerintah untuk:
(1). Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan
dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 64 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
(2). Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan
hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan
hutan; dan
(3). Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum
antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-
perbuatan hukum mengenai kehutanan.
4). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982, telah
ditunjuk Areal Seluas 3.780.132,02 Ha Sebagai Kawasan
Hutan Di Wilayah Provinsi Dati I Sumatera Utara.
5). Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642
K/Pid/2006 tanggal 12 Februari 2007 dinyatakan barang bukti
yang disita berupa :
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang Lawas
seluas ± 23.000 hektar yang dikuasai oleh KPKS Bukit
Harapan dan PT. Torganda beserta seluruh bangunan yang
ada di atasnya ;
- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang lawas
seluas ± 24.000 hektar yang dikuasai oleh Koperasi Parsub
dan PT. Torus Ganda beserta seluruh bangunan yang ada di
atasnya
Dirampas untuk Negara dalam hal ini Departemen Kehutanan.
6). Berdasarkan point 1) s/d 5) di atas, Pembanding menerbitkan
Surat Nomor: S.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 dan
Surat Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni
2015.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tidak terdapat perbuatan
melawan hukum pada diri Pembanding sehingga pertimbangan
Majelis Hakim yang menyatakan bahwa perbuatan Pembanding
merupakan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Daad)
adalah pertimbangan yang keliru, sehingga harus dibatalkan.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 65 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
6. Bahwa Judex Facti tidak memberikan pertimbangan yang cukup
dalam memutus perkara a quo dalam putusannya (onvoldoende
gemotiveerd), dengan alasan :
a. Telah menjadi fakta hukum bahwa Pembanding/Tergugat I
mengajukan bukti surat yaitu :
1) Gouvernment Besluit (GB) Nomor: 50/1924 tanggal 25 Juni
1924 (vide bukti T.I-1).
2) Berita Acara penyerahan tanah Kawasan Hutan Padang
Lawas dari masyarakat kepada Gubernur (Pago-Pago)
(videbukti T.I-13):
-tertanggal 20 Mei 1981 seluas 12.000 Ha;
- tertanggal 26 Mei 1981 seluas 10.000 Ha;
- tertanggal 6 Juni 1981 seluas 8.000 Ha;
3) Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 923/Kpts/Um/12/1982
tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan areal hutan di
wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara Seluas 3.780.132,02
Ha sebagai Kawasan Hutan (vide bukti T.I-5);
4) Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor: 7 Tahun
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I Sumatera Utara tahun 2003 – 2018 (vide bukti T.I-6);
5) Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor: 14
Tahun 1998 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan;
6) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 44/Menhut-II/2005
menunjuk kembali kawasan hutan di wilayah Propinsi
Sumatera Utara seluas± 3.742.120 ha yang mencabut
Keputusan Menteri Kehutanan No. 923/Kpts/Um/12/1982
tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan areal hutan di
wilayah PropinsiDati I Sumatera Utara Seluas 3.780.132,02
Ha sebagai Kawasan Hutan (vide bukti T.I-7);
7) Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum
tetap (inkracht van gewijsde) Nomor: 2642 K/Pid/2006
tanggal 12 Februari 2007 (vide bukti T.I-9);
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 66 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
8) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 579/Menhut-
II/2014 tentang Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara (vide
bukti T.I-8).
b. Faktanya, Judex Facti dalam Putusan yang dimohonkan banding
a quo tidak mempertimbangkan atau tidak memberikan
pertimbangan terkait bukti-bukti tersebut huruf a di atas, padahal
bukti-bukti tersebut sangat penting dan menentukan.
Dari seluruh uraian tersebut di atas maka tidak terdapat perbuatan
melawan hukum dari Pembanding, sehingga Putusan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan tersebut tidak berdasar dan oleh karenanya
harus dibatalkan.
Dengan tidak dipertimbangkannya bukti Pembanding yang
menentukan, maka Judex Facti telah memberikan pertimbangan
hukum yang tidak lengkap (onvoldoende gemotiveerd), sehingga
putusan Pengadilan Negeri Padangsidempuan yang dimohonkan
banding a quo cacat hukum dan harus dibatalkan.
Berdasarkan uraian pada memori banding tersebut di atas, dengan ini
Pembanding mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan
yang memeriksa perkara banding ini untuk memutus sebagai berikut:
1. Menerima memori banding dari Pembanding/Pemohon/Tergugat.
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan No.
46/Pdt.G/2015/PN.Psp tanggal 22 September 2016.
Mengadili sendiri:
1. Menerima eksepsi dari Pembanding;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan tidak
berwenang mengadili perkara a quo;
3. Menyatakan Terbanding tidak mempunyai kepentingan hukum;
4. Menyatakan gugatan tidak dapat diterima;
5. Menolak gugatan Terbanding seluruhnya;
6. Menghukum Terbanding untuk membayar biaya perkara.
Bilamana Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono)
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 67 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Membaca surat kontra memori banding yang diajukan oleh
Penggugat/Terbanding tertanggal 30 januari 2017 dan surat kontra memori
banding tersebut telah pula diberitahukan dengan cara seksama kepada pihak
Tegugat I/Pembanding II pada tanggal 07 Pebruari 2017, kepadaTurut
tergugat/Turut terbanding I pada tanggal 08 Pebruari 2017, kepada Tergugat
II/Terbanding II pada tanggal 20 Pebruari 2017, yang pada pokoknya
menemukakan hal-halsebagaiberikut:
Adapun Tanggapan/BANTAHAN Penggugat/Terbanding terhadap dalil-dalil
PEMBANDING/Tergugat I dalam memori bandingnya pada bagian eksepsi
pada halaman 5,6,7 point 3, huruf a s/d e, adalah sebagai berikut:
1 Tentang Putusan Sela Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang
menyatakan menolak Eksepsi Tergugat I, dan Tergugat III, untuk seluruhnya (Kompetensi Relatif dan Kompetensi Absolut) adalah putusan yang sudah tepat. Bahwa Keberatan Pembanding I/Tergugat I atas putusan
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang menyatakan menolak
Eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya (kompetensi Relatif dan
Kompetensi Absolut) adalah sebagai suatu “KEKELIRUAN FATAL”
dalam memahami putusan atas eksepsi tersebut dan kedudukannya
dalam perkara a quo dengan alasan hukum sebagai berikut:
1.1 Pembanding I/Tergugat I tidak mempunyai kwalitas ataupun
kapasitas/legal standing untuk mengajukan keberatan atas nama
Tergugat III dan Turut Tergugat.
1.2 Tergugat III tidak mengajukan keberatan apapun terhadap
Putusan akhir perkara aquo.
Bahwa Tergugat III ditarik dalam perkara ini sebagai telah
melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena menerima Barang
Rampasan dari Tergugat II sebagaimana dalam Berita Acara
tanggal 26 Agustus 2009 yang merupakan tindak lanjut dari
rangkaian Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Tergugat
I, Tergugat II, dan Tergugat III. Dalam hal ini, terhadap gugatan
Penggugat dan Putusan akhir perkara a quo, Tergugat III tidak
mengajukankeberatan apapun. Dengan demikian Tergugat III
telah dengan sadar mengakui kebenaran akan gugatan
Penggugat, menyetujui dan menerima putusan akhir perkara a
quo dan mengakui tentang Perbuatan Melawan hukum yang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 68 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
telah dilakukan secara bersama-sama dengan Tergugat II. Oleh
karena Tergugat III tidak mengajukan Banding maka Perbuatan
Melawan Hukumnya telah diakui Tergugat III dengan demikian
secara tidak langung Tergugat III juga mengakui Tergugat
II/Pembanding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
juga.
1.3 Turut Tergugat tidak mengajukan keberatan apapun baik
terhadap putusan Provisi maupun Putusan akhir perkara aquo.
Hal ini berarti Turut Tergugat telah menerima Putusan Provisi
maupun Putusan akhir perkara a quo. Sebagai Pihak yang telah
terbukti menerbitkan sertifikat-sertifikat secara sah menurut
hukum di dalam areal/wilayah 5 (lima) desa, yaitu 1) Desa
Aekraru, 2)Desa Paran Padang, 3) Desa Langkimat, 4) Desa
Janjimatogu, 5) Desa Mandasip yang membuktikan tidak adanya
Kawasan Hutan Register 40 di Padang Lawas (Vide Bukti P-3 s/d
7 dan P-8)
1.4 Objek yang menjadi perkara/sengketa dalam perkara a quo yaitu
sengketa tanah atau benda tidak bergerak adalah termasuk atau
berada diwilayah hukum PN.Padangsidimpuan. Hal ini sudah
sesuai dengan:
- Azas Forum Rei Sitae(Tempat barang sengketa)
- (Pasal 142 Ayat (5) RBg)
- Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan
Dalam Empat Lingkungan Peradilan yang dimuat dalam
Buku II Edisi Tahun 2007 yang diterbitkan/dikeluarkan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2009 halaman
50 Tentang Wewenang Relatif pada huruf f menjelaskan
"Untuk Daerah yang berlaku RBg, apabila obyek
gugatan menyangkut benda tidak bergerak, maka
gugatan diajukan ke Pengadilan yang meliputi Wilayah Hukum dimana benda tidak bergerak itu berada (Pasal 142 Ayat (5) RBg)"
- Pendapat Pakar Hukum Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo,SH
yang dalam buku Hukum Acara Perdata Indonesia karangan
Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo,SH halaman 40 Alinea
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 69 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
keenam, edisi ketiga cetakkan Pertama, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, Tahun 1988 pada pokoknya menjelaskan
" Apabila gugatan itu mengenai benda tetap
Gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat benda tetap itu terletak Forum rei sitae"
- Pendapat M.Yahya Harahap.,SH Mantan Hakim Agung RI
dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata
halaman 198 pada angka 5 Sub Judul Forum Rei Sitae
(Tempat barang sengketa) Penerbit Sinar Grafika Cetakkan
keempat Tahun 2006 yang pada pokoknya menjelaskan
" Makna forum Rei Sitae, gugatan diajukan kepada
Pengadilan berdasarkan patokan tempat terletak benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa”
Penggarisan forum ini, diatur dalam Pasal 118 Ayat (3) HIR
kalimat terakhir, yang berbunyi
" atau kalau tuntutan itu tentang barang tetap (tidak bergerak), maka tuntutan itu diajukan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam
daerah hukumnya terletak barang itu".
Ketentuan Pasal ini sama dengan Pasal 142 Ayat (5) RBg
yang pada pokoknya menjelaskan
" Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka
gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri di wilayah letak barang tetap tersebut”
1.5 Keberatan dalam eksepsi tentang kompetensi absolut yang
diajukan Pembanding I/Tergugat I menyangkut hal-hal berikut:
a. Surat Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan
No.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal
Penghentian Pelayanan Oleh Gubernur Sumatera Utara dan
Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan
kepada KPKS Bukit Harapan, PT.Torganda, Koperasi
Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub serta PT.Torus
Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.S.13/Men.LHK-SetJen/RHS/2015, 25 Juni 2015 Perihal
Pemberitahuan Putusan MA No.2642K/Pid/2006 Tentang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 70 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Register 40 Padang Lawas merupakan Keputusan Tata
Usaha Negara karena merupakan Penetapan Tertulis yang
dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pembanding
I/Tergugat I) yang bersifat kongkrit, individual dan final,
sehingga kewenangan untuk memeriksa dan mengadili
perkara a quo ada pada Pengadilan Tata Usaha Negara,
dan karenanya Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tidak
berwenang karena:
b. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 dan Surat
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.S.13/Men.LHK-SetJen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015
Perihal Pemberitahuan Putusan MA No.2642K/Pid/2006
Tentang Register 40 Padang Lawas bersifat kongkrit,
karena menghentikan pelayanan terhadap Koperasi Parsub,
dan agar anggota GAPKI tidak melakukan transaksi dengan
Penggugat/Terbanding; individual, karena subjek hukum
surat Menteri tersebut adalah Gubernur Sumatera Utara dan
Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan
dan GAPKI; final, karena Penggugat I/Terbanding tidak
memperoleh pelayanan pemerintah daerah dan tidak lagi
dapat melakukan transaksi dengan anggota GAPKI ;
c. Bahwa seluruh argumen tersebut tidak benar karena alasan-
alasan berikut:
1. Terlepas dari dijadikannya Pasal 1 angka 1, Pasal 1
angka 3 dan Pasal 1 angka 7 UU No.30 Tahun 2014 dan
Pasal 53 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun 2004
dan UU No.51 Tahun 2009, maka Surat-Surat Menteri
Kehutanan dan LHKa quo bukanlah suatu keputusan yang bersifat kongkrit dan individual, melainkan
bersifat umum dan abstrak, karena meskipun ditujukan
kepada Gubernur dan Bupati, tetapi mempunyai dampak
secara umum bagi pihak-pihak lain diluar alamat surat
tersebut. Jikalau-pun disebut bahwa surat-surat demikian
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 71 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
sebagai Keputusan Pemerintahan, tetapi tidak memenuhi
syarat sebagai Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara
yang dimaksud dalam UU No.30 Tahun 2014 dan UU
Peradilan Tata Usaha Negara, melainkan keputusan
Pemerintahan yang bersifat regulasi yang disebut
beleids regel, dan dikenal sebagai peraturan perundang-undangan semu, yang bukan menjadi
kewenangan PTUN;
2. Bahwa meskipun keputusan dimaksud merupakan suatu
keputusan yang dikeluarkan oleh seorang Pejabat Tata
Usaha Negara akan tetapi dilihat dari titik singgung
antara kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) menyangkut keputusan putusan TUN a quo yang
terkait dengan hak-hak keperdataan para penggugat
tentang hak milik dan hak pengelolaan atas tanah yang
dijadikan perkebunan sawit berdasarkan hak-hak
masyarakat hukum adat yang diakui oleh hukum dan
konstitusi Indonesia telah menyebabkan bahwa
keterkaitan antara dua kepentingan keperdataan
menurut hukum perdata dan hukum tata usaha Negara
harus diukur dari sudut titik berat kepentingan yang dipertahankan yang telah menjadi sengketa yang dihadapi hakim;
3. Bahwa pokok sengketa di dalam perkara a quo adalah
menyangkut hak keperdataan berdasarkan hak
masyarakat hukum adat yang sah dan dilindungi oleh
konstitusi, merupakan kepentingan yang terbesar yang
dihadapi berkenaan dengan putusan Pidana
No.481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta
No.194/Pid/2006/PT.DKI, 11 Oktober 2006jo Putusan
No.2642K/PID/2006 tanggal 12 Februari 2007 jo Putusan
No.39PK/PID.SUS/2007, tanggal 16 Juni 2008, yang
dalam salah satu diktumnya menyatakan objek sengketa
perkebunan sawit seluas 23.000 Ha yang menjadi hak
yang sah dari para penggugat dirampas untuk Negara.
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 72 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
4. Bahwa satu putusan pidana meski telah berkekuatan
hukum tetap tidak dapat di eksekusi (atau non-
eksekutabel) apabila terdapat : (i) pertentangan antara
putusan tersebut dengan putusan-putusan lain secara
kontradiktif menyangkut objek sengketa yang dinyatakan
dirampas tersebut (ii) jikalau terdapat ketidaksesuaian
antara batas-batas objek sengketa yang dinyatakan
dirampas dengan kenyataan yang terdapat dilapangan
(iii) apabila objek sengketa itu justru menjadi hak orang
lain dari pada seorang terdakwa dalam putusan yang
menyatakan perampasan tersebut; karena kompleksitas
perkara dan adanya Putusan-Putusan Hakim yang
berkekuatan hukum tetap tentang kasus yang sama
dalam bidang TUN dan Perdata tetapi tidak saling
terhubungkan satu sama lain terutama dengan putusan
perkara pidana, menyebabkan penilaian terhadap
kepentingan hukum yang diajukan dalam perkara a aquo
dengan titik berat perbuatan melawan hukum sebagai
perselisihan pokok (bodemgeschill) sehingga perkara
sedemikian menjadi kompetensi absolut peradilan
perdata in casu Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
5. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan a quo
juga menimbulkan kerugian materil yang sangat besar
dengan tidak dapat dijualnya hasil perkebunan sengketa
untuk kehidupan anggota koperasi sebagai pemilik, tidak
dapat dicover oleh kompetensi peradilan TUN dengan
tuntutan ganti rugi secara terbatas yang jumlahnya
maksimal hanya Rp 5.000.000,-(limajuta rupiah).
6. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan a quo
yang ditujukan juga kepada Ketua Umum GAPKI dan
kepada Gubernur Sumatera Utara serta Bupati Padang
Lawas Utara, Bupati Padang Lawas Selatan, dan Bupati
Tapanuli Selatan, tidak dapat dipandang sebagai
Keputusan TUN yang kongkrit dan individual karena dari
sifat dan tujuan surat tersebut dapat terlihat secara jelas
dia berlaku secara umum dan menuntut kepatuhan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 73 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
dari semua pihak yang terlibat, termasuk para anggota
GAPKI dan masyarakat pada umumnya yang ingin
membeli hasil kebun kelapa sawit milik penggugat;
7. Bahwa alasan-alasan PembandingI/Tergugat I
sebagaimana dikemukakan diatas, dengan Kontra
argumen Penggugat I/Terbanding I menunjukkan
ketentuan yang diatur pada pasal 53 ayat (1) UU No.5
Tahun 1986 jo UU No.9 Tahun 2004 tentang Peradilan
TUN jo. UU Nomor 30 Tahun 2014, tidak relevan dengan
gugatan Penggugat, dan disamping itu didalam
ketentuan Hukum Acara Perdata dikenal asas bahwa
pemeriksaan dilaksanakan dengan cepat, sederhana,
dan biaya ringan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat
(4) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, sehingga seandainyapun terdapat titik
singgung dengan kewenangan pengadilan TUN –quod non– maka titik berat kepentingan hukum Penggugatlah
yang menjadi kriteria dalam melihat kompetensi absolut
yang dikemukan Pembanding/Tergugat I.
1.6 Gugatan Penggugat adalah tentang Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II dan
Tergugat III serta Turut Tergugat, Penggugat tidak ada menuntut
tentang pembatalan terhadap Keputusan Pejabat Tata Usaha
Negara, dan tentang tidak sah dan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat (buiten efect), hal ini sesuai dengan:
- Yurisprudensi M.A.RI No.981K/Sip/1972, 31Oktober 1974 yang
pada pokoknya menjelaskan
“Perbuatan Melanggar Hukum yang dilakukan
oleh Pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi
Pengadilan Negeri/Umum”
- YuriprudensiM.A.RI.No.339K/Sip/1973,14 November 1974
yang pada pokoknya menjelaskan
“bahwa menurut yurisprudensi onrechtmatige
overheidsdaad Pengadilan Negeri berwenang
untuk mengadilinya”
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 74 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
- Yurisprudensi M.A.RI. No.115 K/Sip/1960 Dalam Perkara
Pemerintah Daerah Kota Padang (Kota Pradja Padang)
lawan Jap Soei Nia.dkk Pada pokoknya menjelaskan :
“Tuntutan mengenai pelaksanaan hak perdata
pribadi (subjectief privaatrecht) Pengadilan
Negeri berwenang mengadilinya, walaupun hak
itu bersumber pada pereturen yang bersifat
hukum public”: 1.7 Pendapat M.Yahya Harahap, dalam bukunya yang berjudul
Hukum Acara Perdata Tentang Guqatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar
Grafika Jakarta, 2005, Halaman 527, Pasal142 Ayat (5) RBg
yang menjelaskan "Dalam gugatannya mengenai barang tetap
maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
diwilayah letak barang tetap tersebut";
1.8 Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365
KUHPerdata (BW)
1.9 Bahwa segala apa yang dikemukakan Pembanding I/Tergugat
I tentang kewenangan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan
telah dimuat dalam Surat Jawabannya dan telah
dipertimbangkan secara cermat dan utuh oleh Majelis Hakim
perkara a quo sehingga tidak ada hal-hal yang baru yang
disampaikan Pembanding I/Tergugat I dalam Memori
Bandingnya
Dengan demikian putusan (Majelis Hakim) Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan yang menolak Eksepsi Tergugat I, dan Tergugat III, untuk seluruhnya (kompetensi Relatif dan Kompetensi Absolut) adalah putusan yang sudah tepat dengan
didasari pertimbangan hukum yang cukup, cermat dan utuh, maka
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan berwenang untuk memeriksa
dan mengadili perkara a quo
2 TENTANG PENGGUGAT TIDAK MEMPUNYAI KEPENTINGAN
HUKUM
Bahwa alasan-alasan yang dikemukan dalam memori banding
Pembanding I/Tergugat I bahwa Penggugat tidak mempunyai
kepentingan Hukum hanya karena adanya Putusan Pidana yang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 75 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
telah mempunyai kekuatan hukum ( in kracht van gewijsde), sama
sekali tidak benar dan bahkan menggelikan, karena kepentingan
hukum Penggugat/Terbanding sangat nyata dalam perkara a quo
yang dengan cara-cara yang melawan hukum dirampas, dengan
alasan sebagai berikut:
2.1 Bahwa putusan pidana yang disebut telah berkekuatan hukum,
dengan segala keanehan dan dikatakan telah dieksekusi
diruangan Kejaksaan Tinggi Medan dalam sehelai surat
berupa serah terima antara Kepala Kejaksaan Tinggi dengan
Kepala Dinas Kehutanan Prov. Sumatera Utara, merupakan
keajaiban tersendiri dalam masalah eksekusi benda tidak
bergerak berupa lahan perkebunan, karena tanpaplaatselijk onderzoek dan constatering,Tergugat I, dan II menserah
terimakan secara fiktif lahan sebagai benda tidak bergerak,
tanpa prosedur yang harus dilalui dalam eksekusi benda tidak
bergerak dengan kehadiran pejabat pemerintah setempat
serta pihak-pihak terkait yang menunjukkan batas-batas yang
dieksekusi terutama seluruh pemilik yang terkait dengan
batas-batas yang jelas dengan patok-patok yang menentukan
secara kongkrit apa yang diserahkan. Justru pemeriksaan setempat (plaatseljk onderzoek)dalam perkara ini yang
dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang
Sidempuan, menunjukkan bahwa rujukan dan penentuan
lokasi lahan Penggugat yang dinyatakan dirampas untuk
negara yang menjadi objek sengketa dalam perkara a quo
justru tidak berada ditempat yang dirumuskan oleh Para
Tergugat, teristimewa Jaksa Penuntut Umum yang menjadi
patokan utama.
2.2 Bahwa seluruh rangkaian alat bukti dan peristiwa telah
menunjukkan bahwa Pembanding I/Tergugat I telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan
kerugian kepada Penggugat/Terbanding, karena tidak
terdapat alasan-alasan yang dapat mengesampingkan kenyataan bahwa dalam negara hukum, justru pelaksanaan kekuasaan negara harus tunduk pada hukum yang berlaku, dan penyelenggara negara tidak boleh
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 76 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak jelas dasar hukumnya, apalagi jika dilakukan rekayasa; eksekusi yang
dilaksanakan secara terburu-buru di penghujung masa jabatan
Menteri Kehutanan yang lama meskipun telah mengetahui
adanya Putusan Perdata dan Putusan TUN yang menunjukkan
bukti sebaliknya, menjadi tanggung jawab Pembanding secara
tanggung renteng;
2.3 Bahwa perlindungan dan pengakuan konstitusi atas hak-hak
traditional Penggugat telah jelas-jelas ditegaskan dengan
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 35/PUU-X/2012, 16
Mei 2013 yang intinya menyatakan :
“ bahwa hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat tidak termasuk hutan Negara” hal mana juga
merupakan ketentuan yang dianut oleh UU No.41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan khususnya Pasal
15 dan Putusan MK No.45/PUU-IX/2011, 9 Februari
2012 tentang pemahaman dan pemaknaan penetapan Kawasan Hutan harus melalui empat
tahapan, yaitu :
“ Penunjukan, Penata Batasan, Pemetaan dan
Pengukuhan/Penetapan, tanpa manaPenunjukkan
hutan tanpa proses tahapan tersebut adalah
praktek dari pada pemerintahan otoriter dan bukan merupakan praktek dari pemerintahan yang
demokratis ”.
2.4 Bahwa Penggugat/Terbanding menolak alasan
Pembanding/Tergugat I tentang pernyataan bahwa
Pembanding tidak melakukan perbuatan melawan hukum
hanya dengan mengulang alasan-alasan yang telah
dikemukakan dalam jawaban dan dupliknya dan sama-sekali
tidak membawa hal baru, dengan alasan bahwa Putusan MK
tidak berlaku surut dan Putusan No.45/PUU-
IX/2011mempertahankan Pasal 81 UU No.41 Tahun 1999
tentang Kehutanan tetap sah dan mengikat, karena Putusan
MK No.45/PUU-IX/2011 tidak berdiri sendiri dan beberapa
putusan MK lainnya secara jelas mengakui masyarakat hukum
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 77 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
adat atas lahan sengketa antara lain Putusan No.34/PUU-
IX/2011, No.35/PUU-X/2012, dan No.55/PUU-VIII/2010.
Lagipula hak masyarakat hukum adat yang telah ada sejak
sebelum Indonesia merdeka, yang merupakan hukum yang
berlaku jauh lebih awal daripada apa yang dirujuk oleh
Pembanding baik ketentuan pidana maupun tentang
penetapan kawasan hukum sebagai dasar perampasan lahan
perkebunan para penggugat dalam perkara Pidana
No.481/Pid.B/2006/PN.Jkt.Pst tanggal 28 Juli 2006. Oleh
karena itu pernyataan bahwa Putusan MK berlaku prospektif
dan bukan retroaktif sama sekali tidak relevan dalam perkara a
quo Bahwa putusan MK tersebut sama sekali tidak
membatalkan Pasal 15 dalam UU No.41 Tahun 1999 tetapi
menegaskan bahwa penetapan Kawasan Hutan harus melalui
empat tahapan yaitu Penunjukan, Penata Batasan, Pemetaan
dan Pengukuhan/Penetapan, tanpa mana Penunjukkan hutan
tanpa proses tahapan tersebut adalah praktek dari pada
pemerintahan otoriter dan bukan merupakan praktek dari
pemerintahan yang demokratis, sehingga dengan demikian
sejak awal juga sudah merupakan perbuatan yang melawan
hukum.
3 Bahwa selain itu di lokasi Penggugat yang disebut-sebut oleh JPU
berada di 5 (lima) desa sebagai locus delicti perbuatan pidana
yang didakwakan kepada DL. Sitorus, pada kenyataannya menurut
Hasil Audit Interdept bulan Mei 2005 (Vide Bukti P-22 dalam
halaman 62 Putusan perkara a quo) terdapat juga sebanyak 43 badan usaha lain termasuk BUMN dan PMA, yang mengelola perkebunan Kelapa Sawit tanpa dipermasalahkan sebagai
perkara pidana oleh Kejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah ataupun Menteri Kehutanan, yaitu antara lain:
Halaman 78 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Raya Padang Langkat, 2.372.97 ha, 8)PT.Sinar Tika Portibi Jaya
Plantation, 1.679.12 ha, 9)PT.Mazuma Agro Indonesia (MAI),
12.266.43 ha, 10)PT.Karya Agung Sawita (KAS), seluas 14.374.86
ha, 11)PT.Perkebunan Nusantara II, seluas 4.000 ha,
12)PT.Sibuah Raya, seluas 1.750.00 ha, 13)PT.Perkebunan
Nusantara IV, 1.294.20 ha, 14)PT.Toga Saudara Makmur, 192.55
ha, dll, sebagaimana dengan hal yang termuat dalam laporan hasil
audit Tim Interdep Mei 2005 (Vide Bukti P-22) tersebut,dapat
dengan jelas disimpulkan bahwa Pembanding/Terugat I menutup
mata terhadap diskriminasi yang dilakukannya, untuk
menunjukkan bahwa Pembanding/Tergugat I telah melakukan
tugasnya mempertahankan kawasan hutan dan lingkungan hidup
dengan optimal berdasarkan hukum yang berlaku dengan upaya
mengorbankan Para Penggugat; anehnya KUD Serbaguna yang
dinyatakan Menteri LHK berada di dalam wilayah kawasan hutan
Reg.40 yang kemudian dipergunakan oleh JPU mendakwa DL.
Sitorus menduduki kawasan hutan tanpa ijin Menteri LHK ternyata
oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan
No.434/PDT/2011/PT.MDN, tanggal 4 Juni 2912 yang sudah
berkekuatan hukum tetap (Vide Bukti P-11), dan Putusan
MA.PK.No.66PK/Pdt-2014, tanggal 26 Oktober 2015 (vide bukti P-
12)dinyatakan tidak dalam kawasan hutan dan kepemilikan
tanah masyarakat anggota KUD Serbaguna yang didasarkan pada
624 Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah sah, fakta mana sama sekali
tidak ingin dilihat oleh Pembanding teristimewa Tergugat
I/Pembanding, agar tidak tampak kepada publik penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan Pembanding I/ Tergugat I.
4 Bahwa ketentuan Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menyatakan sebagai berikut:
“ Bahwa penunjukan kawasan hutan adalah salah satu tahap dalam proses pengukuhan kawasan hutan, dan ketentuan demikian harus memperhatikan
kemungkinan adanya hak-hak perseorangan atau ulayat pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan sehingga jika demikian terjadi, maka penataan batas dan pemetaan batas
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 79 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan hutan agar tidak merugikan bagi masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan yang akan
ditetapkan sebagai kawasan hutan”,
Oleh karena hal yang demikian,maka pada saat penataan batas
dan pemetaan batas kawasan hutan Pemerintah/Menteri
Kehutanan (kini Menteri LHK) seyogianya terlebih dahulu harus
mengeluarkan semua tanah yang menjadi Hak ulayat masyarakat
adat setempat dari areal kawasan yang akan ditetapkan sebagai
kawasan hutan, tetapi dalam kenyataannya hal demikian tidak
dilakukan. Sebagai contoh, 5(lima) desa yang disebutkan dalam
dakwaan, pada kenyataannya berpenghuni dan sebagai
pemukiman masyarakat setempat, tidak boleh dimasukkan dalam
kawasan hutan bahkan harus dikeluarkan (enclave) kendatipun
Penggugat/Terbanding tidak pernah melakukan kegiatan disitu.
Dengan demikian terbukti Pembanding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yaitu telah melanggar UU No.5 Tahun
1967 (Vide Bukti P-48) Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tersebut
diatas dan Putusan M.K.RI No.45/PUU–IX/2011, 21 Februari 2012;
5 Bahwa Lahan yang dikelola Penggugat tersebut telah ikut dituntut
oleh Tergugat II dan dinyatakan dirampas untuk Negara dan telah
diputus dengan Putusan MA No.2642K/Pid/2006, ternyata benar-benar keliru, perampasan mana dilaksanakan dengan
menyerahkan lahan tersebut kepada Dinas Kehutanan Provinsi
Sumut (Vide Bukti P – 42, Berita Acara penyerahan rampasan
tanggal 26 Agustus 2009), padahal fakta dan hukum menunjukkan lahan tersebut adalah merupakan lahan milik masyarakat Adat Marga Hasibuan dan sebagian sudah
bersertifikat Hak Milik, dan yang diatasnya Negara pernah
menerbitkan izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan) kepada 5
Perusahaan secara tidak sah (secara sepihak tanpa
melibatkan/mendapat persetujuan masyarakat yang berhak) dan
kemudian setelah lokasi dibabat, lokasi ditinggal demikian saja;
6 Bahwa inventarisasi Tim Interdep pada bulan Mei 2005 (vide Bukti
Bukti P-22), dan Jaksa Agung RI, sesungguhnya telah
merekomendasikan untuk menyelesaikannya dengan Out of Court
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 80 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Settlements (Vide Bukti P- 26)bahwa kenyataan yang ditemukan
dilapangan telah menyebabkan penanganan secara hukum pidana
seperti yang diajukan kepada DL.Sitorus yang putusannya menjadi
dasar perampasan barang bukti yang menjadi milik Para
Penggugat, sesungguhnya juga telah menjadi pendirian awal dari
Jaksa Agung R.I. saat itu, sebagai tampak dalam alat bukti yang
disajikan, dan perubahan sikap yang terjadi, dan hanya menjadikan
D.L.Sitorus dengan akibat terampasnya lahan perkebunan Para
Penggugat, merupakan sikap diskriminasi yang luar biasa, dan
pelanggaran konstitusi secara menyolok;
7 Bahwa Memori Banding Pembanding I/Tergugat I yang hanya
mendasarkan pada dokumen perkara dan putusan pidana, telah gagal
memberi argumen bahwa adanya putusan tata-usaha negara dan putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht)
mengenai barang bukti, yang kontradiktif dengan keseluruhan alat
bukti dalam perkara pidana, telah menyebabkan seluruh proses
eksekusi yang dikemukakan Tergugat kehilangan daya laku dan titel
eksekutorial, karena sebagaimana telah dikemukakan dalam
tanggapan bagian eksepsi diatas bahwa suatu putusan atau bagian
dari putusan, tidak dapat dilaksanakan atau non eksekutabel apabila
terdapat (i) pertentangan antara putusan tersebut dengan putusan-
putusan lain secara kontradiktif menyangkut objek sengketa yang
dinyatakan dirampas tersebut (ii) jikalau terdapat ketidaksesuain
antara batas-batas objek sengketa yang dinyatakan dirampas dengan
kenyataan yang terdapat dilapangan (iii) apabila objek sengketa itu
justru menjadi hak orang lain dari pada seorang terdakwa dalam
putusan yang menyatakan perampasan tersebut;
8 Bahwa apa yang disebut eksekusi administratif oleh Tergugat II
tidak memiliki dasar hukum dalam sistem yang dikenal, sebab
eksekusi barang bukti berupa lahan harus dilakukan secara riil di
lokasi di mana barang bukti berada, dengan tujuan supaya batas-
batas maupun seluruh objek yang berada diatasnya dapat
diinventarisasi, hal mana dilakukan dengan kehadiran pihak-pihak
yang berkepentingan disaksikan oleh Pejabat Pemerintahan setempat;
9 Bahwa tuduhan Tergugat II yang menyatakan penerbitan sertifikat
tanah di dalam kawasan hutan Padang Lawas oleh Kepala Kantor
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 81 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan/Turut Tergugat sebanyak
kurang-lebih 1820 sertifikat diduga fiktif, adalah bertentangan dengan
hukum yang berlaku, karena pada asasnya Sertifikat yang
dikeluarkan oleh Badan Pertanahan merupakan bukti autentik
yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya. Sampai saat ini upaya membuktikan apa yang
didalilkan Tergugat II tidak pernah dilakukan, apalagi upaya
pembatalannya pun tidak pernah terjadi;
10 Bahwa Memori Pembanding tentang Kawasan Hutan Register 40 yang
didasari sebagaimana dalam Memori Tergugat I/Pembanding adalah
tidak benar, dengan alasan sebagai berikut:
a. Bahwa GB No.50 Tahun 1924 bukan suatu keputusan penunjukkan kawasan hutan melainkan daftar 13 nama desa
(tidak termasuk lima desa seperti dalam dakwaan JPU yaitu Desa
Mandasip, Desa Paran Padang, Desa Aek Raru, Desa Langkimat,
dan Desa Janji Matogu) yang akan dipertimbangkan menjadi
kawasan hutan, padahal hingga sampai sekarang pun rencana
tersebut belum pernah/tidak dapat ditindaklanjuti menjadi kawasan
hutan, sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK No.45/PUU-
IX/2011. Karena sejak dahulu 13 desa tersebut sudah menjadi
pemukiman penduduk (kota/desa), dan 5 Desa yang disebut dalam
dakwaan sejak dahulu sudah menjadi permukiman penduduk yang
memiliki pemerintahan desa. Bahkan dalam dokumen yang disebut
GB No.50 tahun 1924 tersebut, ada disebutkan lahan-lahan
penggembalaan ternak dari penduduk.
b. Bahwa JPU dalam dakwaannya tersebut, telah dengan sengaja
dan secara keliru menyatakan lokasi perkebunan yang terletak di
Kecamatan Barumun Tengah sebagai Kawasan Hutan yang
seolah-olah benar disebutkan dalam GB No.50 tahun 1924, tetapi
surat aslinya tidak pernah diperlihatkan oleh JPU selama
persidangan perkara Pidana tersebut diatas, sehingga kemudian
dengan Surat Keputusan Tergugat I No.44 Tahun 2005 dijadikan
dasar untuk menyatakan lokasi GB.50/1924 sebagai kawasan
hutan yang selanjutnya disebut-sebut sebagai register 40, padahal
dalam kenyataannya hal tersebut tidak benar karena GB No.50
tahun 1924 dalam bahasa aslinya tidak pernah menyatakan lokasi
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 82 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
tersebut sebagai kawasan hutan produksi melainkan menyebut
perkampungan, penggembalaan ternak penduduk kampung, dan
lahan-lahan untuk dipertimbangkan sebagai rencana bagi
pembangunan hutan yang baru. Bahkan sampai saat terakhir
dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), GB No.50 yang dijadikan
dasar hukum untuk menjatuhkan pidana dan merampas
perkebunan kelapa sawit yang dikelola penggugat sesungguhnya
sudah direkayasa dengan merubah GB No.50 melalui terjemahan
kedalam bahasa Indonesia, yang secara umum dan menyeluruh
menyimpang dari fakta-fakta hukum yang sebenarnya, terlebih lagi
jikalau GB No.50 tersebut tidak tercatat dalam daftar
staatsblaad Hindia Belanda tahun 1924 yang harus menjadi
dasar keberlakuan atau kekuatan mengikat. Lagipula dokumen
tersebut tidak pernah dicocokkan dengan dokumen asli untuk
dapat diterima sebagai alat bukti yang sah (vide Halaman 30,31
Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.434/PDT/2011/PT.MDN,
tanggal 4Juni 2012 vide Bukti P-11) Halaman 2 Putusan
No.134K/TUN/2007, dan Staatsblad Hindia Belanda Tahun 1924
juga tidak menyebut adanya Gouverment Besluit (GB) No.50
tersebut sebagaimana terlihat dari daftar isi Staatsblad tahun 1924.
Bahkan dalam GB No.50 tidak menyebut 5 (lima) Desa seperti
yang disebutkan dalam dakwaan JPU.
c. Surat Keputusan Menteri Kehutanan (sic. Menteri Pertanian)
No.923/Kpts/Um/12/1992, 27 Desember 1982 tentang Penunjukan
Areal Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Sumatra Utara Tata Guna
Hutan Kesepakatan (TGHK) seluas 3.780.132.02 Ha, (yang tidak
berlaku lagi karena dengan SK Menteri Kehutanan No.44/2005
yang juga tidak berlaku karena dinyatakan oleh Mahkamah Agung
Tidak Sah).
Bahwa KeputusanMenteri Pertanian No.923 Tahun 1982 tidak
pernah menyebutkan TGHK dan Keputusan Menteri tersebut bukan
sebagai dasar hukum dari TGHK. Bahwa disebutkannya Keputusan
Menteri Pertanian No.923 Tahun 1982 tentang TGHK adalah
pembohongan publik karena hal tersebut sama sekali tidak disebut
dalam Keputusan Menteri Pertanian No.923 Tahun 1982. Bahkan
SK No.923/Kpts/Um/12/1992, 27 Desember 1982 tersebut bukan
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 83 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
merupakanpenetapan suatu areal kawasan hutan melainkan hanya
rencana belaka sebagaimana dapat dilihat dalam konsideran dan
diktum-diktumnya. Bahwa selain itu juga, GB No 50 dimaksud tidak
memuat informasi koordinat geographis dan data spasial, padahal
data koordinat dan data spasial tersebut sangat penting untuk
menentukan dalam meletakkan posisi pasti lahan atau lokasi –
termasuk objek perkara- yang dimaksud oleh Tergugat-Tergugat
yang hanya mengambil alih dari dakwaan JPU dalam perkara
pidana No 481/Pid.B/2006/PN.JKT.PST, 28 Juni 2007,
sebagaimana juga telah ternyata ketika dilakukan pemeriksaan
setempat yang dilakukan tanggal 1 Juni 2016 telah terbukti dalam
berita acara batas-batas yang disebutkan dalam putusan Pidana
tidak ditemukan sehingga oleh karenanya sesungguhnya tidak
dapat dipastikan bidang lahan yang mana yang dimaksudkan
dalam putusan maupun berita acara eksekusi tanggal 26
Agustus 2009 yang fiktip, sehingga oleh karenanya seluruh
argument dari pada Tergugat I/Pembanding tidak relevan dan
harus dikesampingkan. Lagi pula, alat bukti yang diajukan
Tergugat I/Pembanding tentang Tata Batas adalah Copy dari Copy
Berita Acara Tata Batas yang tidak memuat Koordinat maupun
data spasial serta sama sekali tidak ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang untuk itu. Sehingga sama sekali tidak mempunyai
nilai kekuatan pembuktian.
d. Bahwa Dakwaan JPU tersebut pada intinya adalah
mengkriminalisasi DL.Sitorus (Pendamping Penggugat) karena
menyebutkan secara keliru bukan faktanya DL.Sitorus telah
menduduki kawasan hutan Negara tetap tanpa ijin Menteri
Kehutanan di lima desa yaitu Desa Mandasip, Desa Paran Padang,
Desa Aek Raru, Desa Langkimat, dan Desa Janji Matogu yang
menurutnya didasarkan pada :
1. Gouvernement Besluit (GB) 50 Tahun 1924 tanggal 24 Juni
1924, padahal GB No.50 dimaksud tidak pernah menetapkan
kawasan hutan sebagaimana dijelaskan di atas, dan sebagai
hasil rekayasa melalui terjemahan yang tidak benar.
2. Surat Keputusan Menteri Kehutanan (sic. Menteri Pertanian)
No.923/Kpts/Um/12/1992 tanggal 27 Desember 1982 tentang
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 84 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Sumatra
Utara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) seluas
3.780.132.02 Ha, padahal SK Menteri ini tidak ada hubungan
Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).
3. Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tidak mempunyai dasar
hukum yang jelas karena hanya bersifat kesepakatan, bukan
ketentuan hukum dan tidak dapat dipergunakan menjadi acuan
untuk produk hukum yang mengikat, sebagaimana dapat dilihat
dalam Pasal 7 UU No.12 Tahun 2011 jo TAP MPR No.III Tahun
2000. Kesepakatan yang dimaksud dalam TGHK adalah
kesepakatan yang dicapai antara pemerintah dengan pihak-
pihak yang berkepentingan dilahan hutan yang disepakati itu
yaitu semua pihak yang memiliki hak termasuk masyarakat
hukum adat. In casu dalam perkara pidana DL Sitorus yang
dalam dakwaan menyebut adanya TGHK tersebut dokumen
dimaksud yang memuat tanda tangan para pejabat
pemerintahan bukanlah menjadi lampiran daripada SK Menteri
Pertanian No.923 dan juga bukan merupakan kesepakatan
dimaksud dalam penentuan Tata Guna Hutan.
4. Bahwa memori dari Pembanding yang merujuk Perda Propinsi
Sumatera Utara No.7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Prov.Daerah Tingkat I Sumatera Utara tahun 2003-
2018, dan Perda Kabupaten Tapanuli Selatan No.14 Tahun
1998 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten daerah
Tingkat II Tapanuli Selatan, sama sekali tidak menyebut TGHK
dan tidak mengalokasikan kecamatan Barumun Tengah sebagai
kawasan hutan. Secara jelas disebutkan dalam Pasal 2 bagian 2
tentang arahan pengembangan kawasan budi daya justru
menetapkan bahwa kawasan hutan produksi tetap, produksi
terbatas dan kawasan hutan produksi konversi berada di
wilayah kecamatan Kotanopan, Batang Natal, Padang Bolak,
Sosopan, Padang Sidimpuan Timur, Siais dan Kecamatan
Muara Batanggadis.
5. Dikaitkan dengan GB No.50 dan ketentuan-ketentuan lain yang
tidak pernah menyebutkan 5 (lima) Desa tersebut sebagai
kawasan hutan (P - 23,a,b,c) sedangkan masyarakat setempat
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 85 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
telah menguasai fisik sejak jaman dahulu (7 generasi). Oleh
karena itu Pembanding/Tergugat I tidak berhak menyatakan
areal yang dikuasai/dikelola masyarakat setempat adalah
sebagai kawasan hutan yang dilarang untuk didayagunakan.
Terlebih-lebih lagi dikaitkan dengan Putusan MK No.35/PUU-
X/2012, 16 Mei 2013 dan Putusan MK No.45/PUU-
IX/2011,tanggal 21 Februari 2012. Dengan demikian dalil-dalil
yang dikemukakan oleh Pembanding tidak benar dan harus
ditolak.
6. Bahwa pemahaman daripada Tergugat I/Pembanding tentang
konsep penguasaan Negara dalam Pasal 33 UUD 1945 sangat
sempit dan tidak merujuk pada konsep yang telah dirumuskan
oleh Mahkamah Konstitusi (MK) masing-masing dalam putusan
putusan yang menguji UU tentang sumber daya alam, antara lain
:
a. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 01-02-022/PUU-I/2003 b. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU-I/2003 tgl 21
Desember 2004, c. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 058-059-060-63/PUU-
II/2004 tgl 19 Juli 2005
Masing-masing putusan tersebut pada dasarnya secara konsisten
menyatakan bahwa : “ Mahkamah Konstitusi secara khusus telah memberi pengertian
”penguasaan oleh negara” dalam putusan-putusannya sebagai
berikut ini :”...dengan memandang UUD 1945 sebagai sebuah
sistem...,maka penguasaan oleh negara dalam pasal 33
memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas dari pada
pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi
penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik
yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut
dalam UUD 1945, baik dibidang politik (demokrasi politik)
maupun ekonomi(demokrasi ekonomi). Dalam paham
kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber,
pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam
kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin ”dari rakyat, oleh
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 86 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
rakyat dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi
tersebut tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh rakyat
secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalam wilayah negara, pada hakikatnya adalah
milik publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkan
kepada negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi
sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Karena itu pasal 33
ayat (3) menentukan ”bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sesesar-besar kemakmuran rakyat”.
”...pengertian ”dikuasai negara” haruslah diartikan mencakup
makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang
bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat
Indonesia atas segala sumber kekayaan ”bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, termasuk pula
didalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas
rakyat atas sumber sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat
secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan
mandat kepada negara untuk melakukan fungsinya dalam
pengelolaan (bestuursdaad) dengan kewenangannya untuk
mengeluarkan dan mencabut fasilitas izin, lisensi, dan konsesi.
Sedang mengenai cabang produksi yang penting bagi negara
dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka hal itu
tergantung pada dinamika perkembangan kondisi masing-masing
cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara harus
memenuhi dua syarat, yaitu cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang
banyak, yang dapat terjadi bahwa (i) cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak, (ii)
penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup orang
banyak, dan (iii) tidak penting bagi negara tetapi menguasai hajat
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 88 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
hidup orang banyak. Ketiga-tiganya menurut UUD 1945 harus
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Bahwa Penggugat/Terbanding mempunyai kepentingan secara
langsung atas objek sengketa dan hak pengelolahannya,
sebagaimana dikemukakan dalam
gugatanPenggugat/Terbanding tanggal 30 Desember 2015,
jelasnya point maupun pada Replik 10 Mei 2016 daerah
Kegiatan Penggugat mengelola perkebunan kelapa sawit yang
disebutkan baik dalam dakwaan JPU maupun putusan pidana
tersebut adalah di Desa Langkimat, Mandasip, Aek Raru,
Paran Padang dan Janji Matogu seluas 23.000 Ha, padahal
luas wilayah 5 desa tersebut hanya kurang lebih 6.682 Ha,
Bahwa Penggugat/Terbanding I adalah Badan Hukum
Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan (KPKS
Bukit Harapan) yang didirikan masyarakat adat yang menjadi
petani kelapa sawit, untuk tujuan melakukan kegiatan
mengelola kebun-kebun kepunyaan masyarakat yang telah
ada di areal Padang Lawas yang bukan hutan, berdasarkan
hak-hak tradisional yang turun temurun yang seluruhnya
seluas kira-kira 23.000 Ha, dan sebagian telah bersertifikat
Hak Milik yang diterbitkan turut Tergugat/Kepala Kantor
Pertanahan Kabpaten Tapanuli Selatan.
Bahwa selain dari pada itu lokasi yang dikelola
Penggugat/Terbanding adalah berdasarkan hak-hak
tradisional dalam masyarakat hukum adat yang diperoleh dari
Marga Hasibuan yang menjadi anggota KPKS Bukit Harapan
yang diakui dan dilindungi pada jaman penjajahan, dan
setelah kemerdekaan sampai saat ini hak-hak tradisonal
dimaksud diatas jelas-jelas diakui dan diatur dalam Konstitusi
Negara RI sebagaimana termuat dalam Pasal 18B ayat 2 UUD
1945 yang berbunyi :
“ Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 89 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang.”
Bahwa lebih tegas lagi didalam pasal 12 ayat (1) UU No.5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria ( LN, Tahun 1960
No.104 ), yang menyatakan :
“ Segala usaha bersama dalam lapangan agrarian di dasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka
kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong lainnya.”
Sebagai konklusi dari putusan putusan dimaksud yang tidak
dipahami oleh Tergugat I/Pembanding telah meletakkan SK
Menteri Pertanian No. 923 itu tidak berada pada proporsi yang
konstitusional sebagaimana mestinya sehingga pendapat
Tergugat I/Pembanding ini harus dikesampingkan.
Berdasarkanhal-hal yang dikemukakan diatas terbukti bahwa
Penggugat/Terbanding Iadalah sebagai pihak yang berkepentingan
langsung secara hukumdalam mengajukan gugatan perkara a quo
dan berkepentingan untuk mengelola dan membudidayakan
Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp yang dibuat oleh Jurusita Pengganti pada
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan kepada Turut Tergugat/Turut Terbanding
II pada tanggal 22 Desember 2016, oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan
Negeri Medan kepada Tergugat II/Turut Terbanding I pada tanggal 5 Januari
2017, oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Medan kepada
Tergugat III/Pembanding I pada tanggal 6 Januari 2017, olerh Jurusita
Pengganti ada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada
Penggugat/Terbanding pada tanggal 9 Januari 2017, oleh Jurusita Pengganti
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Tergugat I/Pembanding II pada
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 99 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
tanggal 31 Januari 2017 untuk mempelajari berkas perkara di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan sebelum berkas perkara dikirim ke
Pengadilan Tinggi Medan;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa permohonan banding dari Tergugat I/ Pembanding I
dan Tergugat III/Pembanding II telah diajukan dalam tenggang waktu dan
menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-
undang, oleh karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat
diterima;
Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat banding setelah memeriksa
dan meneliti serta mencermati dengan seksama berkas perkara beserta
turunan putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 22 September
2016 nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp dan telah pula membaca serta
memperhatikan dengan seksama surat memori banding yang diajukan oleh
Tergugat I/Pembanding I dan surat kontra memori banding yang diajukan oleh
Penggugat/Terbanding majelis hakim tingkat banding akan mempertimbangkan
sebagai berikut ;
Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat banding setelah mencermati
dan memperhatikan putusan majelis hakim tingkat pertama tanggal 22
September 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp berikut berita acara
persidangan telah diperoleh fakta hukum sebagai berikut :
- Bahwa Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 50 yang dikeluarkan di Batavia tanggal 25 Juni 1924
telah dirobah dan di tambah dengan bahasa Indonesia dan direkayasa’,
sebagaimana Putusan Nomor 434/PDT/2011/PT.MDN yang telah berkekuatan hukum tetap adalah terjemahan yang tidak sah atau tidak dapat diterima secara hukum, karena dari aslinya berbahasa Belanda
telah di robah dan ditambah dengan bahasa Indonesia dan direkayasa
;
- Bahwa “Berita Acara mengenai “dari hutan yang akan
dijadikan Hutan tetap yang bernama Kawasan Hutan Padang Lawas
dengan Register No. 40 di Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten
Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara, ditunjuk sebagai hutan tetap
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 100 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
dengan surat penetapan penunjukkan G.B,25 Juni 1924 No.50, tanggal 6
Juni 1978, yang ditunjuk dengan surat Keputusan dari Gubernur Kepala
Daerah Propinsi Sumatera Utara tanggal 18 Desember 1972 No.
704/I/GSU dan S.K. Bupati Kepala Daerah TK. II Tapanuli Selatan
No.967/77 tanggal 2 September 1977 untuk menetapkan batas-batas yang
tetap dari Kawasan Hutan Padang Lawas tidak ada ditandatangani oleh Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara sebagai pejabat
yang mengetahui dan tidak ada tandatangan Gubernur Kepala Daerah Tk I Propinsi Sumatera Utara sebagai Pejabat yang mengetahui dan menyetujui, hal tersebut bertentangan dengan hukum atau dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan dalam Pasal 7
Ayat (1) dan Pasal 8 Ayat (2) dan (2), serta Pasal 9 Ayat (1) beserta
pejelasan Pasal 7 dan 8, serta Pasal 9 ;
- Bahwa Saksi-saksi dalam berkas perkara Putusan Nomor :
481/Pid.B/2006/ PN.JKT.PST yang dakwaannya diajukan oleh Tergugat II
dan kemudian diberikan kepada Tergugat I dan Tergugat III
menerangkan yang intisarinya yaitu : Saksi Ir. Surachmanto Hutomo.,Msc
dibawah sumpah menerangkan dalam halam 81 alinea ke 6 pada pokoknya
menjelaskan “Bahwa Saksi tidak mengetahui dengan pasti dan tidak mengetahui dengan jelas dimana lokasi Koperasi Bukit Harapan di
TGHK atau di Register 40” dan dalam halaman 87 aliniea ke 8 pada
pokoknya menjelaskan “Bahwa dalam Audit dikatakan proses
pemetaan kawasan hutan belum temu gelang sehingga belum dapat ditetapkan sebagai hutan tetap”, Saksi Muhammad Ali Arsyad yang
saat itu bertugas di Departemen Kehutanan sebagai Kepala Pusat
Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan hutan, pada halaman 112 aline
1 dibawah sumpah menerangkan “Bahwa tata batas yang Saksi nyatakan sudah dilaksanakan sebagian adalah tata batas belum
temu gelang” dan “..proses menteri menetapkan kawasan hutan
berdasarkan Berita Acara Tata Batas yang telah temu gelang
belum dilaksanakan”, Saksi Ir. Rachmat Ajie yang saat itu bertugas
sebagai Inspectur Jenderal Wilayah I dan wilayah kerja meliputi seluruh
Sumatera Utara, pada halaman 121 alinea ke 7 dibawah sumpah
menjelaskan “Bahwa di dalam audit dalam kesimpulan ada kalimat
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 101 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
“…belum pernah temu gelang sehingga belum dapat ditetapkan sebagai hutan tetap”, Saksi Prie Supriadi yang saat itu bertugas
sebagai Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara, pada halaman 141
alinea ke 6 pada pokoknya menjelaskan “….proses pembuatan peta
kawasan hutan belum pernah temu gelang, sehingga belum dapat
disebutkan sebagai hutan tetap” dan pada halaman 144 alinea ke 4 menjelaskan pada pokoknya “Areal yang dikuasai Koperasi Bukit Harapan bukan Register 40”, Saksi Ir. Deka Mardiko yang saat itu
bertugas di Departemen Kehutanan sebagai Kepala Bidang Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan pada Halaman 163 alinea ke 8 pada pokoknya
menjelaskan “Bahwa Berita Acara Penataan Batas digunakan untuk
Pemetaan Kawasan Hutan, Penataan batas kawasan hutan dilakukan setelah temu gelang” dan pada halaman 164 alinea 1 pada pokoknya
menjelaskan “bahwa yang dimaksud dengan temu gelang kawasan
hutan adalah batas-batas yang sudah diyakini sebagai batas-batas
kawasan hutan” juga alinea 2 pada pokoknya menjelaskan “Bahwa
pemetaan kawasan hutan dilakukan setelah temu gelang”, serta
pada halaman 166 alinea ke 1 pada pokoknya menjelaskan “Bahwa
pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan
penunjukkan, penataan batas, pemetaan dan penetapan kawan hutan
dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak dan luas kawasan hutan”, Saksi Ir.Bowo Heri Satmoko, saat itu
menjabat sebagai Kepala Bidang Areal Penggunaan Hutan sejak bulan Juli
2005 pada halaman 182 pada pokoknya menjelaskan “Penetapan
kawasan hutan di kawasan hutan padang lawas belum dilaksanakan”,
Saksi Ir.Poernama Gandhi NZ.,MM saat itu menjabat sebagai Ketua dan
penanggung jawab Audit dalam halaman 241 alinea ke 8 pada pokoknya
menjelaskan “…proses pembuatan peta kawasan hutan, belum pernah
temu gelang, sehingga belum dapat ditetapkan sebagai hutan
tetap…” pada halaman 244 alinea 3 pada pokoknya menjelaskan
“kata-kata temu gelang adalah ketemu kepala dan ekornya” ;
- Bahwa Government Besluit (GB) No : 50/1924 tidak
terdaftar dan tidak ada dimumumkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara
Republik Indonesia atau LNRI dan bertentang dengan Peraturan Umum
mengenai perundang-undangan untuk Indonesia disingkat (AB) dalam
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 102 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Pasal 1 menjelaskan “Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Raja
atau Gouverneur General atas namanya, berlaku sebagai Undang-undang
di Indonesia, setelah diumumkan dalam bentuk yang ditetapkan dalam
peraturan tentang kebijaksanaan Pemerintah”;
- Bahwa bukti surat Tergugat bertanda T-16.a, T-16.b, T-
16.c, T-16.d, T-16.e yaitu berupa gambar Tata Batas Peta Padang
Lawas, setelah Majelis Hakim baca dan telaah dengan cermat didalam
bukti surat tersebut adalah tidak ada di tandatangani yang diketahui dan
disahkan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Menteri Pertanian Direktur Jenderal
Kehutanan dan hal tersebut adalah bertentangan dengan Surat Keputusan
Menteri Pertanian No.579/Kpts/Um/9/1978 tidak ada ditandatangani oleh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Kepala Direktorat Agraria
Tingkat I yang bersangkutan, apalagi dalam bagian tanda tangan Panitia
tata batas ada tandatangannya pada kolom Jabatan, akan tetapi siapa
nama penjabat yang menandatangani tidak ada tertulis atau disebutkan ;
- Bahwa keterangan Ahli dari Penggugat yaitu Dr. Maruarar
Siahaan.,SH menjelaskan yang intisarinya “setiap aturan untuk dapat di
berlakukan harus diumumkan dahulu dan terhadap G.B,25 Juni 1924 No.50
yang tidak diumumkan dalam lembaran Negara dan untuk produk hukum
di zaman Kolonial, diumumkan dalam Nederlands Hindie Staatsblad
sebagai syarat untuk mempunyai kekuatan hukum mengikat sesuai
dengan Algemene Bepalingen Van Wetgeving (AB) tidak dianggap
berlaku sebagaimana bukti bertanda P-30a, P-30b, P-30c ;
- Bahwa Ahli yang dihadirkan Penggugat IR.LILIK AMIN
RAHARDJO.,M.si menjelaskan : panduan/ aturan yang di gunakan pada
Kementerian Kehutanan dalam menentukan kawasan hutan, aturannya
yaitu Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 32/Kpts-II/2001
panduan aturan tersebut dikeluarkan di Jakarta tanggal 12 Pebruari 2001
oleh Menteri Kehutanan yaitu Dr.Ir. Nur Mahmudi Ismail., Msc dalam Pasal
4 menjelaskan Ruang Lingkup pengukuhan kawasan hutan, meliputi “a.
Penunjukan Kawasan Hutan, b.Penataan Batas Kawasan Hutan,
c.Pemetaan Kawasan Hutan, d. Penetapan Kawasan Hutan” ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 103 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
Menimbang, bahwa setelah memperhatikan fakta hukum tersebut diatas
majelis hakim tingkat banding akan mempertimbangkan mengenai putusan
dalam eksepsi, putusan provisi dan putusan akhir ;
Menimbang, bahwa Pembanding II semula Tergugat III dengan akta
permohonan banding tanggal 30 Agustus 2016 mengajukan permohonan agar
Putusan Provisi Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 18 Agustus 2016
Nomor 46/PDT/2015/PN.Psp diperiksa dan diputus dalam pengadilan tingkat
banding namun permohon tersebut tidak mengajukan memori banding
sehingga majelis hakim tingkat banding tidak dapat mengetahui apa yang
menjadi keberatan Tergugat III atas putusan provisi tersebut;
Menimbang, bahwa Pembanding I semula Tergugat I dengan akta
permohonan banding tanggal 4 Oktober 2016 mengajukan permohonan agar
putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 22 September 2016
Nomor 46/Pdt.G/2016/PN.Psp diperiksa dan diputus dalam pengadilan tingkat
banding dengan mengajukan memori banding tanggal 21 Desember 2016,
sementara Tergugat III/Pembanding II tidak turut mengajukan permohonan
banding terhadap putusan tanggal 22 September 2016 Nomor
46/Pdt.G/2015/PN.Psp ;
Menimbang, bahwa atas eksepsi dari Tergugat I, majelis hakim tingkat
pertama telah menjatuhkan putusan sela tanggal 31 Mei 2016 Nomor
46/Pdt.G/2016/PN.Psp, yang menyatakan menolak eksepsi Tergugat I, majelis
hakim tingkat banding sependapat dengan pertimbangan majelis hakim tingkat
pertama dalam eksepsi tersebut, dan mengambil alih pertimbangan dalam
eksepsi tersebut menjadi pertimbangan majelis hakim tingkat banding sendiri
dalam mengadili dan memutus perkara di tingkat banding dan dianggap telah
tercantum pula dalam putusan ini,
Mrenimbang, bahwa atas tuntutan prtovisi dari Penggugat, majelis hakim
tingkat pertama telah mengambil putusan Provisi tanggal 18 Agustus 2016
nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp, yang pada pokoknya mengabulkan tuntutasn
provisi dari Penggugat dengan pertimbangan sebagaimana termuat dalam
Putusan Provisi halaman 53 sampai dengan halaman 80, majelis hakim tingkat
banding dapat menyetujui dan membenarkan pertimbangan dan putusan
majelis hakim tingkat pertama dalam putusan provisi tersebut karena dalam
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 104 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah memuat dan menguraikan
dengan tepat dan benar semua keadaan serta alasan-alasan yang menjadi
dasar dalam putusan bersesuaian dengan fakta persidangan, dan mengambil
alih pertimbangan majelis hakim tingkat pertama tersebut sebagai
pertimbangan majelis hakim tingkat banding sendiri dalam mengadili dan
memutus tuntutan provisi dalam tingkat banding dan dianggap telah tercantum
pula dalam putusan di tingkat banding ;
Menimbang, bahwa dalam materi pokok perkara majelis hakim tingkat
banding telah mengambil putusan tanggal 22 September 2016 Nomor
46/Pdt5.G/2016/PN.Psp, dimana majelis hakim tingkat pertama dalam
pertimbangan-pertimbangan hukumnya dalam halaman 86 alinea ke-2 sampai
dengan halaman 105 putusannya telah memuat dan menguraikan dengan tepat
dan benar semua keadaan dan alasan-alasan yang menjadi dasar dalam
putusan bersesuaian dengan fakta persidangan, maka majelis hakim tingkat
banding dapat menyetujui dan membenarkan putusan majelis hakim hakim
tingkat pertama dan pertimbangan-pertimbanan majelis hakim tingkat pertama
tersebut diambil alih menjadi pertimbangan majelis hakim tingkat banding
sendiri dalam memeriksa dan memutis perkara ini dalam tingkat banding dan
dianggap telah tercantum pula dalam putusan di tingkat banding ;
Menimbang, bahwa dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan
hukum tersebut majelis hakim tingkat banding menyatakan putusan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan tanggal 22 September 2016 Nomor
46/Pdt.G/2015/PN.Psp dapat dipertahankan dalam pengadilan tingkat banding
dan oleh karenanya haruslah dikuatkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Pembanding I semula Tergugat I dan
Pembanding II semula Tergugat III tetap dipihak yang dikalahkan, baik dalam
pengadilan tingkat pertama maupun dalam pengadilan tingkat banding, maka
semua biaya perkara dalam kedua tingkat pengadilan tersebut dibebankan
kepadanya ;
Mengingat peraturan hukum dari perundang-undangan yang berlaku,
khususnya Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 jo Undang-Undang No.08 Tahun 2004 jo
Undang-Undang No.49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan RBG ;
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 105 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN
M E N G A D I L I
- Menerima permohonan banding dari Pembanding I semula Tergugat I
dan Pembanding II semula tergugat III ;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal
22 September 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp yang dimohonkan
banding tersebut ;
- Menghukum Pembanding I semula Tergugat I dan Penggugat II
semula Tergugat III untuk membayar seluruh biaya perkara yang
timbul dalam kedua tingkat pengadilan, yang di tingkat banding
ditetapkan sebesar Rp.150.000,00 ( seratus lima puluh ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Medan pada hari SELASA tanggal 6 JUNI 2017 oleh kami
BENAR KARO-KARO,SH,MH selaku Ketua Majelis dengan YANSEN
PASARIBU,SH dan PRASETYO IBNU ASMARA,SH,MH masing-masing
sebagai Hakim Anggota berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi
Medan tanggal 4 April 2017 Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN jo. Tanggal 15 Maret
2017 Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN untuk memeriksa dan mengadili perkara ini
dalam tingkat banding dan putusan tersebut pada hari SENIN tanggal 19 JUNI
2017 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua
Majelis tersebut dengan didampingi Hakim - hakim Anggota, serta
HAMONANGAN RAMBE,SH,MH Panitera Pengganti pada Pengadilan Tinggi
tersebut akan tetapi tanpa dihadiri kedua belah pihak dalam perkara ini ;
Hakim Anggota : Hakim Ketua :
dto dto
1. YANSEN PASARIBU,SH BENAR KARO-KARO,SH,MH
dto
2. PRASETYO IBNU ASMARA,SH,MH
PENG
ADIL
AN T
INGG
I MED
AN
Halaman 106 dari 104 Putusan Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN