PENETAPAN KADAR KININ DI URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET KININ
DENGAN METODE FLUORESENSI (ALAT DENGAN SPEKTROFOTODENSITOMETRI-MODE
FLUORESENSI)
I. TujuanPraktikum ini dilakukan bertujuan untuk menetapkan
kadar kinin di urin setelah mengkonsumsi tablet kinin dengan metode
fluoresensi (alat dengan spektrofotodensitometeri - mode
fluoresensi).
II. Dasar Teori2.1 KLT-SpektrodensitometriPrinsip pengukuran
kadar suatu senyawa dengan sistem spektrofotodensitometri adalah
dengan mengukur absorban maupun fluorosensi dari analit yang
menyerap sinar UV. Pada mode absorbsi yang diukur adalah banyaknya
REM yang diabsorsi atau diserap oleh kromofor suatu senyawa,
sedangkan untuk mode fluorosensi yang diukur adalah energi yang
dilepas setelah kromofor tersebut diberikan bereksitasi. Setelah
diberikan energi REM berlebih maka senyawa tersebut akan
tereksitasi. Namun pada kondisi tersebut, elektron berada pada
kondisi yang kurang stabil. Elektron akan cenderung menempati
posisi yang lebih stabil sehingga terjadi relaksasi. Saat terjadi
eksitasi, elektron melepaskan sejumlah tertentu energi misalnya
berupa dalam bentuk cahaya. Peristiwa ini disebut dengan
fluorosensi (Gandjar dan Rohman, 2007).Evaluasi visual kromatogram
sebelum derivatisasi hanya mampu memberikan hasil kualitatif
sedangkan evaluasi optikal secara langsung (insitu) pada plat
menggunakan suatu instrumen dapat memberikan hasil kualitatif dan
hasil kuantitatif. Alat optis yang dapat digunakan untuk analisis
kualitatif dan kuantitatif ini adalah spektrofotodensitometer atau
sering disebut dengan TLC Scaner. Spektrofotodensitometer digunakan
dengan menghubungkan pada suatu perangkat komputer (PC) yang
dikendalikan dengan suatu program evaluasi. PC akan menampilkan
hasil kalkulasi, protokol pendukung, menyediakan data dari semua
parameter dari peralatan dan program evaluasi serta data hasil yang
berupa angka dan grafik (Deinstrop, 2007).
Gambar 2. TLC Scanner
Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi
antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang
merupakan noda pada plat. Untuk evaluasi bercak hasil KLT secara
densitometri, bercak di-scanning dengan sumber sinar dalam bentuk
celah (slit) yang dapat dipilih baik panjangnya maupun lebarnya.
Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor).
Perbedaan antara sinyal optik daerah yang tidak mengandung bercak
dengan daerah yang mengandung bercak dihubungkan dengan banyaknya
analit yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan dalam
lempeng yang sama. Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan
absorbansi atau dengan fluoresensi (Settel, 1997).Kebanyakan
pengukuran kromatogram lapis tipis dilakukan dengan cara
absorbansi. Kisaran ultraviolet rendah (di bawah 190 nm sampai 300
nm) merupakan daerah yang paling berguna (Settel, 1997).
Gambar 1. Komponen Spektrofotodensitometer
Karena adanya penghamburan sinar oleh partikel-partikel yang ada
di lempeng, maka suatu persamaan matematis yang sederhana dan
terdefinisi dengan baik yang menyatakan hubungan antara sinyal
sinar dan banyaknya (konsentrasi) senyawa dalam lapisan lapis tipis
tidak pernah dijumpai. Sebagai akibatnya hubungan ini tidak
bersifat linier. Meskipun demikian, karena saat ini tersedia
perangkat lunak (software) ataupun integrator yang dapat menangani
hubungan yang tidak linier, maka tidak diperlukan untuk melinierkan
hubungan antara konsentrasi dan respon optis (Settel, 1997).Untuk
scanning dengan fluororesensi, intensitas sinar yang diukur
berbanding langsung dengan banyaknya analit (senyawa) yang
berfluororesensi lebih sensitif dibanding dengan pengukuran
absorbansi dan fungsi kalibrasi seringkali linier pada kisaran
konsentrasi yang agak luas. Karena alasan-alasan ini,
senyawa-senyawa yang bersifat fluororesensi secara inhiren selalu
di-scan dengan fluororesensi. Untuk senyawa-senyawa yang tidak
berfluororesensi, maka senyawa tersebut dapat diperlakukan dengan
cara mereaksikannya dengan reagen tertentu hingga dihasilkan
senyawa yang berfluororesensi (Settel, 1997).
Sumber radiasi pada spektrofotodensitometri ada tiga macam
tergantung pada rentang panjang gelombang dan prinsip penentuan.
Lampu deuterium dipakai untuk pengukuran pada daerah ultraviolet
(190-400 nm) dan lampu tungsten digunakan untuk pengukuran pada
daerah sinar tampak (400-800 nm) sedangkan untuk penentuan secara
flouresensi digunakan lampu busur merkuri bertekanan tinggi
(Deinstrop, 2007).
2.2 Kinin (Quinine)Kinin merupakan senyawa antimalaria, termasuk
kedalam golongan alkaloid yang diperoleh dari kulit kayu pohon kina
dan isomer levorotatory dari kuinidin (McEvoy, 2002).
Gambar 3. Struktur Kimia Kinin
Quinin merupakan obat antimalaria. Di dalam tubuh mengalami
metabolisme di hati melalui oksidasi menjadi metabolit
terhidroksilasi. Metabolit obat diekskresi dalam urin dan kurang
dari 5% dari dosis diekskresi dalam urin sebagai bentuk yang tidak
berubah. Jadi, pasien yang menggkonsumsi tablet quinin, penentuan
kadar obat maupun metabolitnya di dalam urin dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yaitu spektrofotometri UV-Vis dan
metode kromatografi, baik KLT maupun KCKT. Analisis kuantitatif
dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya
dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT, yang mana
densitometer dapat bekerja secara serapan maupun fluororesensi
(Gandjar dan Rohman, 2007).Percobaan penetapan kadar quinin di
urine setelah mengkonsumsi tablet quinin ini, dilakukan dengan
metode KLT spektrofotodensitometri yang dikerjakan dengan metode
fluororesensi. Artinya, setelah komponen dari tablet dipisahkan
dengan KLT, maka bercak hasil pemisahan diukur dengan sistem
fluoresensi sinar UV dan respon sinyal yang dihasilkan akan
sebanding dengan jumlah absorpbansi dari analit yang ditotolkan.
Quinin memiliki rumus molekul C20H24N2O2, dengan berat molekul
324,4 g/mol. Pemeriannya berupa serbuk mikrokristal atau
granul-granul berwarna putih, sedikit berfluorosensi. Titik lebur
kinin sebesar 510 C. Kelarutannya dalam air sebesar 1 : 1900, dalam
air panas 1 : 760, dalam alkohol 1 : 0,8, dalam benzene 1 : 80,
dalam kloroform 1 : 1,2, dalam eter kering 1 : 250, dalam gliserol
1 : 2. Quini tidak larut dalam petroleum eter. Quinin memiliki pKa
4,1 : 8,5 dalam suhu 200 C. Identifikasi (kromatografi lapis
tipis), sistem TARf 51; sistem TBRf 02; sistem TCRf 11; sistem TERf
45; sistem TLRf 04; sistem TAERf 26; sistem TAFRf 65 (Fluoresensi
biru di bawah sinar UV; positif dengan reagen Dragendorff; positif
dengan larutan asam iodoplatinate)
Tabel1. Harga Rf Kinin dan Metabolitnya Dalam Berbagai Sistem
Fase GerakSistemTATBTCTDTETFTLTADTAETAFTAJTAKTAL
Kinin510211-45-04-2665---
Hidroksiquinin32------------
(Moffat, 2005)Keterangan :Sistem Fase GerakPerbandingan
TAMethanol : larutan amonia kuat100 : 1,5
TBSikloheksana : toluen : dietilamin75 : 15 : 10
TCKloroform : methanol90 : 10
TDKloroform : aseton80 : 20
TEEtil asetat : methanol : larutan amonia kuat85 : 10 : 5
TFEtil asetat
TLAseton
TADKloroform : methanol90 : 10
TAEMethanol
TAFMethanol : n-butanol60 : 40 (ditambahkan 0,1 mol/L NaBr
TAJKloroform : etanol90 : 10
TAKKloroform : sikloheksana : asam asetat4 : 4 : 2
TALKloroform : methanol : asam propionat72 : 18 : 10
(Moffat, 2005)
Quinin sulfat menghitam oleh kontak cahaya. Kapsul quinin sulfat
disimpan dalam tempat yang rapat dan terlindung cahaya pada suhu
kurang dari 400C, lebih baik antara 15-30oC. Tablet quinin sulfat
harus disimpan dalam tempat yang tertutup baik pada suhu kurang
dari 40oC, lebih baik 15-30oC (McEvoy, 2002).2.3 Farmakokinetika
Quinin2.3.1 AbsorpsiQuinin sulfat sebagian besar diabsorpsi dari
saluran pencernaan, bahkan pada pasien dengan diare. Absorpsi
quinin terjadi terutama dari usus kecil bagian atas. Berdasarkan
administrasi dosis oral tunggal, konsentrasi serum puncak dari
alkaloid cinchona, termasuk quinin, umumnya terjadi dalam 1-3 jam.
Apabila terapi tidak dilanjutkan maka konsentrasi obat dalam plasma
akan cepat menurun.(McEvoy, 2002)
2.3.2 DistribusiVolume distribusi quinin lebih rendah pada
pasien dengan malaria daripada individu yang sehat. Volume
distribusi rata-rata 1,2-1,7 L/kg pada orang dewasa dengan malaria
serebral dan moderat. Volume distribusi quinin dilaporkan rata-rata
0,8 L/kg pada anak-anak 1-12 tahun yang memiliki malaria moderat
dan 1,1 L/kg pada anak yang sembuh 1-12 tahun (McEvoy, 2002).Quinin
terdistribusi secara luas ke dalam jaringan tubuh. Jumlah kecil
dari obat didisrtribusi ke dalam empedu dan saliva. Konsentrasi
quinin dalam CSF dilaporkan menjadi 2-7% dari konsentrasi plasma
obat yang bersamaan. Quinin melewati plasenta dan terdistribusi ke
dalam susu. Kira-kira 70% quinin terikat dengan protein plasma
(McEvoy, 2002).2.3.3 Metabolisme Metabolisme melalui oksidasi
menjadi metabolit terhidroksilasi. Metabolit utama adalah
2-hidroksiquinolin dan derivate 6-hidroksikuinolin,
3-hidroksiquinin, dan komponen dihidro yang berhubungan. Quinin-10,
11-epoksida dan quinin-10,11-dihidrodiol juga pernah dideteksi pada
urin. Setiap metabolit dari quinin akan berfluoresensi pada keadaan
tertentu. 2-hidroksiquinolin berfluoresensi pada panjang gelombang
2595 nm pada kondisi asam; 332 nm pada pelarut non polar; 324 nm
pada pelarut polar. 6-hidroksikuinolin akan berfluoresensi pada
panjang gelombang 419 nm dan 583 nm jika kondisinya asam (aseton).
Sedangkan quinin akan berfluoresensi pada panjang gelombang 425 nm
(O`Reilly, 1975)2.3.4 EliminasiWaktu paruh eliminasi plasma
rata-rata 8-21 jam pada orang dewasa dengan malaria dan 7-12 jam
pada orang dewasa yang sudah sembuh. Pada anak 1-12 tahun, waktu
paruh eliminasi plasma dari quinin dilaporkan rata-rata 11-12 jam
pada anak dengan malaria dan 6 jam pada anak yang sehat (McEvoy,
2002).Quinin sulfat dimetabolisme terutama dalam hati. Berdasarkan
dosis tunggal administrasi oral quinin sulfat, metabolit obat
diekskresikan dalam urin dan kurang dari 5% dari dosis sebagai
bentuk yang tidak berubah. Karena quinin direabsorpsi ketika urin
alkali, ekskresi ginjal dari obat dua kali lebih cepat ketika urin
asam dibandingkan urin alkali (McEvoy, 2002).
Tabel ekskresi normal zat padat dalam urin dalam waktu 24
jamSenyawaJumlah yang diekskresi dalam g
N amoniakKalsiumKaliumMagnesiumNatriumKloridaFosfat (dihitung
sebagai P)SulfatUreaAsam uratAsam hipuratKreatininAsam
oksalat1,4-1,00,05-0,41,0-5,00,05-0,153,0-6,06,0-9,00,7-1,51,8-3,520-300,25-0,750,1-1,00,5-1,8Sampel
0,03
(Mutschler, 1991)
III. Alat dan BahanAlatBahan
Neraca analitik Labu ukur 10 ml Labu ukur 100 ml Pipet ukur 1 ml
Ball filler Tabung reaksi Gelas ukur Beaker glass Vortex mixer
Sentrifuge Plat KLT (silika G60) Spektrofotodensitometer Pipet
syringe Pipet tetes Chamber Effendorf Urin Serbuk tablet kinin
Aquades Alkohol cuci Metanol P Kloroform P Isopropanol P Amoniak
pekat P H2SO4 0,1 N
IV. Prosedur Kerja4.1 Preparasi SampelDisiapkan sebanyak 9
larutan di dalam 9 tabung reaksi yang berbeda. Tabung 1 digunakan
sebagai kontrol; tabung 2,3,4 digunakan sebagai larutan uji; tabung
5,6 merupakan sampel; dan tabung 7,8,9 digunakan sebagai larutan
standar. Komposisi tiap tabung adalah sebagai berikut.
LarutanNo tabungKandungan
Kontrol (Blanko)12 mL urin
Larutan Uji21,8 mL urin + 0,2 mL larutan baku quinin sulfat
(500ng)
31,6 mL urin + 0,4 mL larutan baku quinin sulfat (1000 ng)
41,2 mL urin + 0,8 mL larutan baku quinin sulfat (2000 ng)
Sampel5urin yang mengandung quinine sulfat
6urin yang mengandung quinine sulfat
Larutan Standar7500 ng quinine sulfat
81000 ng quinine sulfat
92000 ng quinine sulfat
Larutan Quinin sulfat yang digunakan untuk tabung 2,3,dan 4
dibuat dari larutan baku quinine 5000 ng/ml. Perhitungan untuk
tabel di atas yaitu : Kandungan quinine sulfat pada tabung
2C1V1=C2V2
5000 ng/mLX=500 ng/mL
2 ml
V2=
V2=
V2=0,2 mL
Kandungan quinine sulfat pada tabung 3 C1V1=C2V2
5000 ng/mLX=1000 ng/mL
2 ml
V2=
V2=
V2=0,4 mL
Kandungan quinine sulfat pada tabung 4C1V1=C2V2
5000 ng/mLX=2000 ng/mL
2 ml
V2=
V2=
V2=0,8 mL
Quinine sulfat pada tabung 7,8, dan 9 dibuat dari larutan baku
stok dengan konsentrasi 1 mg/ml. Dibuat satu larutan dengan
konsentrasi 50 ng/g, variasi konsentrasi diatur dalam penotolan,
yakni dengan cara mengatur volume penotolan, yaitu 10 l, 20 l, dan
40 l. Perhitungan pembuatan larutan yaitu : C1V1=C2V2
1 mg/mlX=50 ng/
1 ml
1000 ng/ X=50 ng/
1 ml
V2=
V2=
V2=50 = 0,05 ml
Sebanyak 0,05 mL larutan baku stok quinin sulfat 1 mg/ mL
kemudian dimasukkan ke dalam effendrof, lalu ditambahkan metanol
hingga volume 1 mL. Dari larutan tersebut volume penotolan diatur
agar memperoleh jumlah quinin yang sama seperti pada larutan 2, 3,
dan 4. Perhitungan : Penotolan pertama Jumlah quinine = C x V
= 50 ng/ x 10 = 500 ng Penotolan kedua Jumlah quinine = C x
V
= 50 ng/ x 20 = 1000 ng Penotolan ketigaJumlah quinine = C x
V
= 50 ng/ x 40 = 2000 ng4.2 Ekstraksi Cair CairTabung 1 - 6
diberi amonia secukupnya + 0,1 mL hingga mencapai pH 9-10.
Ditambahkan 2 ml campuran pelarut kloroform dan isopropanol (3 :
1). Tabung 7 - 9, tidak ditambahkan amonia dan campuran pelarut
kloroform dan isopropanol. Kemudian, tabung 1 - 6 divortex dengan
kecepatan 2500 rpm selama 30 menit agar terbentuk emulsi sempurna.
Tabung 1 - 6 disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 30
menit. Fase kloroform diambil dari masing masing tabung, kemudian
diuapkan pada suhu 60C. Residu dilarutkan dalam 25 L methanol.4.3
Kromatografi Lapis Tipis dan SpektrofotodensitometriSistem
KLT:TA.Fase diam :silika G60 ukuran 10 cm 10 cmFase gerak :methanol
: larutan amoniak pekat (100:1,5)Plat dicuci dengan methanol,
kemudian diaktivasi pada oven dengan suhu 120 C selama 30 menit.
Chamber dijenuhkan dengan fase gerak. Disiapkan tepi atas dan tepi
bawah pada plat silika. Kemudian, larutan kontrol, larutan uji,
larutan sampel, dan larutan standar ditotolkan pada plat silika
G60. Lalu, plat dielusi. Plat diangkat dan dikeringkan pada suhu
60C selama 10 menit, lalu diamati menggunakan
spektrofotodensitometer. Bercak diamati dengan
spektrofotodensitometer. Masing-masing noda diukur luasnya dengan
spektrofotodensitometer pada panjang gelombang 250 nm. Plat KLT
selanjutnya disemprot dengan larutan asam sulfat 0,1 N. Dilakukan
pengukuran spektrum emisi pada panjang gelombang 254 nm dengan mode
fluoresensi. Kemudian dilakukan analisis terhadap hasil scan yang
didapat. Dari data yang diperoleh melalui metode
spektrofluorodensitometri, diukur luas area dari tiap penotolan.
AUC antara larutan uji dan standar dibandingkan dan dihitung
perolehan kembali. AUC larutan uji dengan sampel dibandingkan dan
ditentukan kadar yang terdapat pada sampel.
V. SKEMA KERJA5.1Preparasi Larutan-larutan
0,05 ml larutan baku stok quinine sulfat 1 mg/mlDimasukkan ke
dalam effendorf
Ditambahkan metanol hingga volume larutan 1 mL
Tambahkan sampai tanda batas
Larutan standar 50 ng/L
5.2 Preparasi Sampel
Disiapkan 6 tabung reaksiTabung 1 :2 mL urinTabung 2, 3, 4 :2 mL
urin + larutan baku quinine sulfat (0,2 mL; 0,4 mL; dan 0,8
mL)Tabung 5, 6 :Sampel
5.3.Ekstraksi Cair-cair
Tabung 1 6 + ammonia secukupnya + 2 mL kloroform : isopropanol
(3 : 1)Divortex kecepatan 2500 rpm selama 30 menitDisentrifugasi
kecepatan 3000 rpm selama 30 menitFase kloroform dari masing-masing
tabung diambilDiuapkan pada suhu 60CResidu dilarutkan dalam 25 L
methanol
5.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan
Spektrofotodensitometri
Disiapkan plat silica G60 dengan ukuran 10cm 10cm
Tepi atas dan bawahnya ditandai
Plat diaktivasi dalam oven 120 C selama 30 menit
Semua larutan ditotolkan pada platUntuk larutan 7,8, dan 9
volume yang ada pada plat sebanyak 10 L, 20 L, dan 40
Dilakukan analisi terhadap hasil scan
Plat dielusi dalam chamber yang sudah jenuh dengan fase gerak
methanol : amonia kuat (100 : 1,5)
Plat diangkat dan dikeringkan dalam oven 60C selama 10 menit
Bercak diamati dengan spektrofotodensitometer. Masing-masing
noda diukur luas areanya dengan pada max eksitasi 250 nm.
Plat disemprot dengan H2SO4 0,1 N dan dikeringkan dalam oven
pada suhu 600C selama 10 menit.
Dilakukan pengukuran spektrum emisi pada panjang gelombang 254
nm.Dilakukan analisi terhadap hasil scan
VI. Hasil Pengamatan
NoDataRfAUCJumlah Quinine
1Blangko0.462492.5-
2Lar. Uji I0.453401.8500 ng
3Lar. Uji II0.4116633.21000 ng
4Lar. Uji III0.429132.22000 ng
5Sampel I0.453885.8-
6Sampel II0.444367.7-
7Lar. Standar I0.455558.0500 ng
8Lar. Standar II0.4519578.21000 ng
9Lar. Standar III0.4730056.52000 ng
VII. Analisis Data7. 1 Perhitungan Regresi Linier r2 = 0,927a =
318,85b = 15,496y = bx + ay = 15,496 x + 318,85
Jumlah Quinin Hasil AnalisisAUC quinin untuk larutan uji 1
(tabung 2) = 3401,8 y = 45980,7 y = 15,496 x + 318,853401,8 =
15,496 x + 318,85 x = 198,95 ngDengan cara yang sama maka diperoleh
:Jumlah Quinin Hasil Analisis
larutan uji 1198,95 ng
larutan uji 21052,81 ng
larutan uji 3568,75 ng
Sampel 1230,18 ng
Sampel 2261,28 ng
7.2 Perhitungan Simpangan baku residual (Sy)
Sy=y1= Nilai AUC quinin terukur alat (respon detector)
= Nilai AUC quinin hasil perhitungan berdasarkan persamaan garis
lurus
= bx + aN= jumlah standar yang diukurUntuk larutan standar I
= bx + a = 15,496 (500) + 318,85 = 8066,85Dengan cara yang sama
diperoleh untuk larutan standar II dan III yaitu 15814,85 dan
31310,85
Sy =
=
= = 4693,74
7.3 Perhitungan LOD dan LOQy = 15,496 x + 318,85
LOD =
LOD= LOD= 908,7 ng
LOQ =
LOQ =LOQ = 3029 ng
7. 4.Perhitungan Perolehan KembaliUntuk mennghitung perolehan
kembali hasil ekstraksi, digunakan data dari larutan uji (tabung
2,3, dan 4) Larutan Uji 1% perolehan kembali = x 100 %
% perolehan kembali = x 100 %% perolehan kembali = 39,79 %Dengan
cara yang sama didapat persentase perolehan kembali dari larutan
uji 2 dan larutan uji 3 adalah 105,281 % dan 28,4375 %
7.5 Perhitungan PresisiBerdasarkan data yang diperoleh dari dua
kali pengulangan pada sampel
Sx=
= = 21,99
KV = x 100%
= x 100%= 8,949 %
VIII. PembahasanPada praktikum kali ini akan dilakukan percobaan
penentuan kadar quinin dalam urin pasien yang telah mengkonsumsi
tablet quinin. Penetapan kadar quinin ini bertujuan untuk
mengetahui kadar quinin di dalam urin pasien. Karena indeks terapi
dari quinin itu sempit, maka perlu dilakukan therapeutic drug
monitoring (TDM) untuk mengontrol jumlah quinin yang diberikan agar
tidak menimbulkan efek toksik. Prinsip penetapan kadar quinin dalam
sampel urin ini adalah memisahkan quinin yang ada di urin dengan
menggunakan campuran pelarut kloroform dan isopropanol kemudian
dipisahkan dengan menggunakan KLT dan selanjutnya dibuat dalam
bentuk quinin sulfat yang akan berfluoresensi pada panjang
gelombang tertentu dan intensitas flouresensinya adalah sebanding
dengan kadar quinin yang dinyatakan sebagai quinin sulfat pada
hasil kromatografi.Metode yang digunakan dalam penentuan kadar
quinin dalam urin adalah KLT-spektrofotodensitometri dengan mode
flouresensi. Metode ini digunakan karena quinin sulfat memiliki
sifat mampu berfluorosensi. Prisip kerja alat
spektrofotodensiometer berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda
pada plat (Mulja dan Sukarman, 1995). Mode yang digunakan pada
analisis ini adalah mode fluoresensi, dimana intensitas cahaya
flouresensi setelah dipancarkan melalui suatu monokromator
berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada dalam noda (Sherma
and Fried, 1994). Penetapan kadar quinin dilakukan melalui beberapa
tahap, yaitu preparasi larutan-larutan, ekstraksi, KLT, dan
analisis dengan spektrofotodensitometer. Pelarut yang digunakan
dalam pembuatan larutan adalah methanol. Pelarut ini digunakan
karena dapat melarutkan quinin sulfat. Selain itu, methanol tidak
menyerap cukup banyak cahaya dalam daerah UV-Vis. Methanol memiliki
titik batas transparansi minimum sebesar 210 nm pada daerah UV-Vis
sehingga tidak menimbulkan masalah saat pengukuran pada daerah
spektrum quinin (Underwood and Day, 1998). Larutan yang dibuat
adalah larutan blanko, larutan uji, sampel, dan larutan
standar.
Larutan blanko adalah larutan yang komposisinya persis sama
dengan sampel namun tidak mengandung analit, sehingga pada analisis
ini larutan blanko yang digunakan adala urin yang tidak mengandung
quinin sulfat. Larutan blanko digunakan untuk mengatur
spektrofotometer hingga pada panjang gelombang pengukuran memiliki
nilai serapan (absorbansi) nol. Tujuan dari penggunaan larutan
blanko adalah koreksi serapan yang disebabkan oleh pelarut,
pereaksi, sel ataupun pengaturan alat (Anonim a, 1979). Larutan uji
bertujuan untuk menentukan akurasi dari metode yang digunakan dalam
penetapa kadar quinin. Kecermatan merupakan ukuran yang menyatakan
derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya.
Kecermatan dapat dinyatakan dengan persentase perolehan kembali.
Pembuatan larutan uji dari matriks yang tidak diketahui
kandungannya secara pasti, seperti urin, seharusnya menggunakan
metode penambahan baku dan sebaiknya dibuat sedikitnya lima sampel
yang mengandung analit 50-150% dari kandungan yang diharapkan dan
plasebo (Harmita,2004). Namun, dalam praktikum ini pembuatan
larutan uji dilakukan dengan metode simulasi. Berdasarkan metode
tersebut, dilakukan penambahan sejumlah analit bahan murni ke dalam
urine dari sumber urin yang sama. Tabung 5 dan 6 berisi larutan
sampel yang disiapkan oleh asisten merupakan urin yang mengandung
sejumlah quinin sulfat. Dan standar 7, 8, dan 9 merupakan larutan
standar quinin sulfat dengan jumlah berturut-turut 500ng, 1000ng,
dan 2000ng pada tiap penotolan. Data dari ketiga seri larutan ini
digunakan untuk membuat kurva kalibrasi yang digunakan untuk
menentukan kadar sampel. Kurva kalibrasi juga berfungsi untuk uji
validasi metode, yaitu linearitas. Linearitas merupakan kemampuan
metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau
dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Linieritas biasanya
digunakan untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil
pengukuran dengan konsentrasi analit. Untuk membuat suatu larutan
sandar, biasanya digunakan satu seri larutan yang berbeda
konsentrasinya antara 50 150% kadar analit dalam sampel dan dibuat
sekurang-kurangnya delapan buah larutan (Harmita, 2004). Namun,
pada praktikum ini, hanya dibuat 3 larutan standar, dengan anggapan
3 larutan standar sudah cukup untuk membuat kurva kalibrasi dan
menentukan linearitas. Larutan standar yang dibuat mengandung
quinin sulfat sebanyak 50 ng/. Larutan blanko, larutan uji, dan
sampel diekstraksi terlebih dahulu dengan metode ekstraksi
cair-cair. Ekstraksi ini bertujuan untuk memisahkan quinin dari
senyawa-senyawa pengotor dalam urin. Quinin merupakan senyawa yang
bersifat basa dan akan berada dalam bentuk bebasnya pada larutan
dengan suasana yang basa pula. Dengan demikian, maka sebelum proses
ekstraksi ditambahkan amonia pekat sebanhyak 0,2 mL ke dalam tabung
1-6 untuk memperoleh suasana basa (pH 9 10). Rentang pH ini dipilih
karena berdasarkan perhitungan, jumlah quinin yang berada dalam
bentuk bebas pada rentang ini adalah 97 %. Kemudian dilakukan
ekstraksi cair-cair dengan kloroform-isopropanol (3:1) melalui
pengocokan dan sentrifugasi. Quinin merupakan salah satu senyawa
golongan alkaloid yang larut dalam kloroform. Proses pengocokan
bertujuan untuk memperbesar kontak pelarut dengan zat target
sehingga distribusi kinin ke fase kloroform akan lebih optimal.
Selama proses pengocokan, kinin bebas ini akan terpartisi ke fase
pelarut organik yaitu kloroform, sedangkan pengotor akan berada
pada fase berair karena pada umumnya zat-zat yang terdapat dalam
urin sifatnya larut dalam air. Sentrifugasi berfungsi untuk
memisahkan fase kloroform dengan fase urin dan isopropanol. Selain
itu sentrifugasi juga membantu memisahkan makromolekul-makromolekul
yang terdapat dalam urin yang dapat mengganggu proses analisis.
Setelah sentrifugasi fase kloroform kemudian diambil dan diuapkan
untuk memperoleh ekstrak kinin. Penguapan dilakukan dalam tabung
effendorf diatas penangas air pada suhu 70oC, titik uap klorofom
adalah sekitar 60oC (Anonim b, 1995). Dengan suhu 70 oC tidak akan
merusak analit karena titik leleh kinin adalah pada suhu 120 0C.
Ekstrak quinin direkontitusi menggunakan 25 L methanol untuk
selanjutnya dipisahkan dengan KLT.Setelah terpisah dari pengotor,
dilakukan lagi pemisahan, yaitu dengan KLT yang bertujuan untuk
memisahkan quinin dari metabolitnya, yaitu hidroksiquinolin.
Pemisahan dengan KLT dilakukan terhadap semua larutan, termasuk
larutan standar. Pada larutan standar dilakukan penotolan dengan
variasi volume untuk mendapatkan kadar akhir quinin sulfat dalam
standar sejumlah 500 ng, 1000 ng, dan 2000 ng. Volume penotolan
berturut-turut 10 L, 20 L, dan 40 L. Pada proses KLT, plat yang
digunakan adalah silika gel G60 yang tidak berfluoresensi.
Penggunaan plat yang berfluoresensi dapat mengganggu pemindaian
flouesensi analit akibat adanya intervensi hamburan sinar dari
plat. Fase gerak yang digunakan adalah sistem TA yang terdiri dari
campuran metanol-amonia pekat (100:1,5). Sistem pelarut ini dipilih
karena mampu memisahkan kinin berdasarkan perbedaan harga Rf dengan
metabolitnya yaitu hidroksiquinolin. Setelah dilakukan pemisahan
dengan KLT, dilakukan scanning dengan spektrofotodensitometer
dengan mode absorbspsi pada panjang gelombang 250 nm. Setelah itu
plat yang telah di-scan disemprot dengan larutan asam sulfat 0,1 N.
Penyemprotan bertujuan untuk membentuk quinin sulfat yang mampu
berfluoresensi. Selain itu, penambahan asam sulfat bertujuan
meningkatkan intensitas fluoresensi quinin sulfat yang terbentuk
karena quinin sulfat mampu berluoresensi pada suasana asam. Pada
preparasi semua larutan, larutan qunin yang digunakan merupakan
quinin sulfat, namun penambahan amonia kuat saat ekstraksi dapat
mengubah quinin sufat menjadi quinin bebas. Fluoresensi yang
diberikn quinin bebas lebih lemah dibandingkan quinin sulfat,
karenanya perlu disemprot dengan asam sulfat 0,1 N. Plat yang telah
disemprot di-scan dengan spektrofotodensitometer mode floresensi
pada panjang gelombang 254 nm karena memberikan spektrum emisi yang
maksimum berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil dari scanning yang dilakukan berupa data AUC, Rf,
kromatogram, dan spektra. Kromatogram yang dihasilkan dicocokkan
dengan kromatogram library alat spektrofotodensitometer untuk
mengetahui apakah senyawa yang diidentifikasi tersebut adalah
quinin. Untuk mencocokkan kromatogram, dilakukan pembandingan harga
Rf dan kesesuaian pola spektrum yang dihasilkan masing-masing
puncak. Berdasarkan literatur harga hRf quinin dengan pemisahan
menggunakan sistem TA adalah 51 (Moffat et al, 2004). Setelah
dilakukan pembandingan, diperoleh bahwa nilai hRf quinin yang
dihasilkan sesuai dengan literatur, dimana kisaran hRf yang
diperoleh adalah antara 45-55. Spektra yang diperoleh dari
masing-masing track, menunjukkan kemiripan yang berarti senyawa
yang diidentifikasi memang benar quinin sulfat.Berdasarkan data
fluorosensi hasil scan, diperoleh bahwa pada semua track ditemukan
adanya quinin sulfat. Seharusnya pada track 1 tidak ditemukan
quinin sulfat. Hal ini terjadi karena kesalahan dalam preparasi
sampel, yakni ketika mengambil fase kloroform setelah ekstraksi.
Seharusnya larutan blanko mendapat perlakuan terlebih dahulu, agar
tidak bercampur dengan quinine sulfat yang terdapat dalam larutan
uji dan sampel. Dari data yang didapatkan dilakukan sejumlah
validasi metode meliputi permbuatan kurva kalibrasi dan persamaan
regresi, perhitungan persen perolehan kembali, perhitungan LOD dan
LOQ, dan perhitungan kadar quinin dalam sampel. Pembuatan kurva
kalibrasi dilakukan dengan cara memplot AUC yang dihasilkan dari
masing-masing standar terhadap konsentrasi. Validasi metode
analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan adalah
kecermatan atau akurasi, keseksamaan (presisi), linieritas dan
rentang, serta parameter lainnya adalah batas deteksi dan batas
kuantitasi (LOD dan LOQ) (Harmita, 2004).Perolehan kembali
menyatakan kecermatan dan akurasi. Kecermatan merupakan ukuran yang
menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar
sebenaranya. Harga perolehan kembali untuk larutan uji 1, 2, dan 3
yaitu 39, 79%, 105, 281%, dan 28, 4375 %. Pada larutan uji 2
perolehan kembali lebih dari 100%, hal ini kemungkinan disebabkan
karena adanya tumpang tindih antar kromatogram sehingga peak ganda
terbaca menjadi peak tunggal sehingga diperoleh nilai AUC yang
besar yang besar. Presisi atau keseksamaan merupakan suatu ukuran
yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ,
diukur melalui penyebaran hasil individual rata rata jika prosedur
yang diterapkan secara berulang pada sampel sampel yang diambil
dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku
dan simpangan baku relatif (koefisien variasi atau KV), pada
praktikum ini diperoleh simpangan baku sebesar 4693, 74 ng, dan
nilai koefisien variasi sebesar 8,949%. Semakin kecil nilai standar
deviasi maka hasil yang diperoleh semakin baik, karena hasil yang
diperoleh pada masing masing pengukuran hampir sama. Sedangkan
nilai KV menunjukkan simpangan relatif terhadap kadar rata rata
sampel. Semakin kecil nilai KV maka data hasil yang diperoleh
semakin baik. Berdasarkan pustaka nilai presisi yang adalah