BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme (bakteri atau virus) ke dalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. ISPA sempat dijuluki sebagai pembunuh utama kematian bayi serta balita di Indonesia. 1 ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan biasanya terjadi pada bayi berumur kurang 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit seperti kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi
pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
masuknya kuman atau mikroorganisme (bakteri atau virus) ke dalam organ
saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. ISPA sempat dijuluki
sebagai pembunuh utama kematian bayi serta balita di Indonesia.1
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6
episode ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari kunjungan ke
puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh
kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan biasanya
terjadi pada bayi berumur kurang 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas
ISPA yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan
karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering
disertai penyulit-penyulit seperti kurang gizi. Data morbiditas penyakit
pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 – 20 % dari populasi
balita. Hal ini didukung oleh data penelitian di lapangan (kecamatan
Kediri, NTB adalah 17,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10%
pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia
berkisar 2,3 juta.1,3
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden
pneumonia di negara berkembang dengan angka kematian di atas 40 per
1,000 kelahiran hidup adalah 15% hingga 20% per tahun pada golongan
usia balita. 1 Merujuk pada hasil Konferensi Internasional mengenai ISPA
di Canberra, Australia, pada Juli 1997, yang menemukan empat juta bayi
dan balita di negara-negara berkembang meninggal tiap tahun akibat
ISPA. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan kematian akibat penumonia 1
sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia mencapai lima kasus di antara
1,000 bayi atau balita. Artinya, pneumonia mengakibatkan 150 ribu bayi
atau balita meninggal tiap tahunnya, atau 12,500 penderita per bulan, atau
416 kasus sehari, atau 17 anak per jam, atau seorang bayi tiap lima
menit.1,2
Pada 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT)
melaporkan proporsi kematian bayi akibat penyakit sistem pernafasan
mencapai 32,1% sementara pada balita 38,8%. Dari fakta itulah, kemudian
pemerintah Indonesia menargetkan penurunan kematian akibat ISPA pada
balita sampai 33% pada tahun 1994 hingga 1999, sesuai kesepakatan
Declaration of the World Summit for Children pada 30 September 1999 di
New York , Amerika Serikat. Sementara itu, berdasarkan Program
Pembangunan Nasional (Propenas) bidang kesehatan, angka kematian lima
per seribu, pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi tiga per seribu pada
akhir tahun 2005.2
ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
sarana kesehatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Palembang, jumlah
ISPA (non pneumonia) di kota Palembang pada tahun 2006 adalah
104,452 orang, tahun 2007 adalah 112,905 orang dan tahun 2008 adalah
116,969 orang. Sedangkan, jumlah ISPA (pneumonia) di kota Palembang
pada tahun 2006 adalah 7,722 orang, tahun 2007 adalah 7,323 orang, dan
tahun 2008 adalah 7,036 orang.3
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak
tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan
kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh
ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih
tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah
disebutkan di atas.
2
I.2 Rumusan Masalah
Rata-rata bayi dan anak akan mengalami penyakit infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) tiga hingga enam kali setahun.4 Sebagian besar
yang berobat ke puskesmas adalah pasien ISPA. Dengan meningkatnya
angka kejadian ISPA di Indonesia dan Palembang, maka keadaan ini
menimbulkan keingintahuan untuk mengetahui gambaran kejadian ISPA
agar dapat memberi masukan yang berarti dalam mengantisipasi kejadian
ISPA secara dini khususnya di Puskesmas Sekip Palembang.
I.3 Tujuan Penelitian
I.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui distribusi pasien ISPA yang berobat jalan di
Puskesmas Sekip Palembang pada bulan Januari - Desember 2010.
I.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui distribusi pasien ISPA yang berobat jalan di
Puskesmas Sekip pada bulan Januari - Desember 2010 berdasarkan
umur pasien.
I.4 Manfaat
1. Bagi Dinas kesehatan: Sebagai sarana informasi sehingga dapat
memberikan saran dan dukungan terhadap upaya pencegahan dan
penanggulangan ISPA di Puskesmas Sekip Palembang
2. Bagi Puskesmas: Menjadi acuan untuk mengevaluasi dan
meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan ISPA di
Puskesmas Sekip Palembang
3. Bagi Mahasiswa: Menambah pengetahuan dan pengalaman untuk
bekal bekerja di Puskesmas pada masa yang akan datang.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut
atau dikenal sebagai Acute Respiratory Infections (ARI). Penyebab ISPA
dapat berupa bakteri maupun virus. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni
infeksi, saluran pernapasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman
atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang baik
sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ
mulai dari hidung hingga alveolus, berserta organ adneksa lainnya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA secara anatomis
mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru), dan organ adneksa saluran
pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses
akut dari suatu penyakit. Penyakit yang termasuk ISPA antara lain: batuk
pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-
pneumonia lainnya. 3
II.2 Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan
ricketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella dan Corynobacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Mikosovirus,
Tabel 2. Data kunjungan penderita ISPA menurut umur di Puskesmas
Sekip periode Januari – Oktober 2010
BULAN 1 BULAN-
1 TAHUN
1-4 TAHU
N
≥5 TAHUN JUMLAH
Januari 99 263 750 1112
Februari 108 186 795 1089
Maret 81 190 792 1063
April 104 189 555 848
Mei 83 134 728 945
Juni 63 104 669 836
Juli 57 129 712 898
Agustus 79 266 113 458
September 83 113 763 959
Oktober 78 207 696 981
November 69 192 653 914
Desember 86 210 825 1121
JUMLAH 990 2183 8051 11224
Dari tabel di atas didapatkan hasil bahwa pada periode Januari – Desember
2010, jumlah penderita ISPA yang mencari pengobatan di Puskesmas Sekip
sebanyak 11.224 orang. Dari 11.224 jumlah kasus, 990 (8,82%) kasus terjadi
pada usia kurang dari satu tahun, 2183 (19,45%) pada usia 1-4 tahun serta 8051
(71,73%) pada usia lebih ≥ lima tahun.
26
Gambar 2. Grafik persentase penyakit ISPA berdasarkan usia
Dari data di atas terlihat bahwa terdapat kecendrungan penurunan jumlah
penderita ISPA yang mencari pengobatan di Puskesmas Sekip dari bulan Januari
hingga Agustus 2010, namun kembali mengalami peningkatan pada bulan
September hingga Desember 2010. Frekuensi terbanyak didapatkan pada usia
lebih dari lima tahun. Adanya penurunan kasus ISPA ini dapat memberikan
gambaran bahwa program pencegahan penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Sekip cukup berjalan dengan baik, namun masih harus ditingkatkan lagi karena
jumlahnya kembali meningkat.
Di Puskesmas Sekip penanganan penyakit ISPA dilakukan di Balai
Pengobatan dan di MTBS. Pemberantasan penyakit ISPA pada balita berpedoman
pada metode Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Selain itu juga dengan
memberikan penyuluhan di puskesmas dan di tempat posyandu sebagai program
pemberantasan penyakit ISPA. Sekalipun penyuluhan tersebut belum dilakukan
rutin dan tidak telalu efektif dalam proses pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan
ketetapan WHO yang sejak tahun 1998 memperkenalkan program pemberantasan
penyakit ISPA pada balita dan diadaptasi serta diterapkan sesuai dengan kondisi
di Indonesia sejak tahun 1990 yang lebih dikenal dengan Manajemen Terpadu
27
Balita Sakit (MTBS) pada penyakit ISPA yang meliputi pemeriksaan, klasifikasi
usia anak, petunjuk pengobatan dan tatalaksana.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan komponen terpenting yang
menentukan keberhasilan suatu sistem kerja. Di Puskesmas Sekip Palembang,
tenaga kesehatannya sudah memiliki kemampuan dalam penatalaksanaan ISPA.
Dimana peranan posyandu dan kader posyandu yaitu meningkatkan jangkaun
program P2 ISPA, melakukan tatalaksana P2 ISPA sesuai dengan yang
dikembangkan oleh WHO, melaksanakan komunikasi tatap muka dengan ibu
tentang tindakan yang perlu diambil jika seorang balita mendapatkan serangan
batuk dan atau kesukaran bernafas. Dokter di Puskesmas Sekip Palembang juga
membuat rencana aktivitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana
dan tenaga yang tersedia, melakukan supervisi dan memberikan bimbingan
penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis,
bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang
mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda penyakit serta tindakan
penunjang dirumah, melatih kader untuk bisa mengenal kasus serta dapat
menyuluh ibu-ibu perihal penyakit ini, memantau aktivitas pemberantasan dan
melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA, mendeteksi
hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktivitas pencatatan dan
pelaporan serta pencapaian target. Paramedis pukesmas/pustu, melakukan
penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai dengan petunjuk yang ada,
konsultasi kepada dokter puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti
penderita dengan wheezing, stridor, bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter,
melatih kader, memberikan penyuluhan terutama kepada para ibu, melakukan
tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan puskesmas sehubungan dengan
pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA. Kader kesehatan dilatih
untuk bisa membedakan kasus-kasus (pnemonia berat dan pnemonia) dan kasus-
kasus bukan pnemonia, memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit
batuk pilek biasa (bukan pnemonia) pada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu
dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit ini (untuk hal ini disediakan
28
kartu kader dan kartu balik), memberikan pengobatan sederhana utuk kasus-kasus
batuk pilek (bukan pnemonia) dengan tablet Parasetamol dan obat batuk
tradisional.
Di Puskesmas Sekip Palembang sarana yang digunakan untuk kegiatan
pelatihan dan kegiatan komunikasi dan penyebaran informasi berupa poster dan
Pamflet. Metode tatap muka yaitu penyampaian pesan secara lisan dengan tatap
muka misalnya pada saat ibu berkonsultasi pada tenaga kesehatan, pada saat ibu
berkonsultasi dengan kader posyandu, melalui penyuluhan kelompok, ceramah,
pelatihan ataus seminar juga selalu dilakukan.
29
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa terjadi
kecendrungan penurunan jumlah penderita ISPA yang mencari pengobatan
di Puskesmas Sekip dari bulan Januari hingga Agustus 2010, namun
kembali mengalami peningkatan pada bulan September hingga Desember
2010. Frekuensi terbanyak didapatkan pada usia lebih dari lima tahun.
VI.2 Saran
1. Dokter bersama dengan staf puskesmasnya diharapkan memberikan
penyuluhan di puskesmas kepada penderita dan ibu-ibu yang memiliki
anak balita mengenai penyebab penyakit ISPA, pengenalan tanda-
tanda penyakit serta tindakan penunjang dirumah.
2. Memberikan pelatihan kepada kader untuk bisa mengenali kasus ISPA
dan melatih mereka agar dapat memberikan peyuluhan kepada
penderita dan ibu-ibu perihal penyakit ISPA.
3. Memantau aktivitas pemberantasan dan melakukan evaluasi
keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA, mendeteksi hambatan
yang ada serta menanggulanginya termasuk aktivitas pencatatan dan
pelaporan serta pencapaian target.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonimous. Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. 2 Desember 2004. http://www.penyakitmenular.info/pm/detil.asp?m=6&s=2&i=240
2. Anonimous. Infeksi Saluran Pernafasan Akut. 7 Februari 2007. http://www.halalguide.info/content/view/826/38/
3. Anonimous. Infeksi Saluran Nafas Akut. http://www.id.wikipedia.org/wiki/infeksi_saluran_nafas_atas
4. Anonimous. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). http://www..dinkes-dki.go.id/penyakit.html
5. Anonimous. ISPA dan Pneumoni. . http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=797
6. Anonimous. Otonomi Daerah dan Investasi di Bidang Kesehatan Lingkungan. 20 Juli 2001. http://www.pusdiknakes.or.id/news/iptek.php3?id=3
7. Bachtiar, Adang, Kusdinar A, Yayuk H. Metodologi Penelitian Kesehatan. Program Pasca Sarjana Program Studi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: 2000.
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid Ke-1. Proyek Peningkatan Upaya Kesehatan Propinsi Sumsel: 2003.
9. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Pedoman Program Pemberantasan Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: 2000.
10. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Bimbingan Ketrampilan dalam Tatalaksana Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Anak. Jakarta: 1993.
11. Silalahi, Levi. ISPA dan Pneumoni. 26 Maret 2004. http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/03/26/nrs,20040326-07,id.html
12. Wijono Djoko. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Airlangga University Press. Surabaya: 1997.
13. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Pedoman Promosi Penanggulangan Pneumonia Balita. Jakarta: 2001.