Top Banner

of 49

Isi Selesai

Nov 02, 2015

Download

Documents

Aiiu Lonelyy

laporan kasus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar BelakangWHO (2003) menekankan bahwa kunci untuk meningkatkan status kesehatan dan mencapai Millenium Develompment Goals (MDGs) 2015 adalah dengan memperkuat system pelayanan kesehatan primer (Primary Heath Care). Perlu adanya integrasi dari community oriented medical education atau (COME) ke Family Oriented Medical Education (FOME), salah satunya adalah dengan pelayanan kedokteran keluarga yang melaksanakan pelayanan kesehatan holistik meliputi usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative dengan pendekatan keluarga (Depkes, 2008).Kedokteran keluarga berkembang secara pesat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan primer. Pada Januari 1995, WHO dan WONCA telah merumuskan action plan yang tertulis dalam making medical practice and education move relevant to peoples needs: the rule of the family doctor (Depkes, 2008). Di Indonesia, melalui Permenkes no.916 tahun 1997 tentang Pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi pelayanan dokter kekuarga. Bahkan, ilmu kedokteran keluarga yang nantinya bisa menghasilkan dokter-dokter keluarga dimasukan ke Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) II tahun 1993, yang merupakan bagian dari ilmu kedokteran komunitas (Depkes, 2008).Dengan adanya prinsip utama pelayanan dokter keluarga secara holistik tersebut, perlulah diketahui berbagai latar belakang pasien yang menjadi tanggungannya, serta dapat selalu menjaga kesinambungan pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Untuk dapat mewujudkan pelayanan kedokteran seperti ini, banyak upaya yang dapat dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan amat penting adalah melakukan kunjungan rumah (home visit) serta melakukan perawatan di rumah (home visit) terhadap keluarga yang membutuhkan (Depkes, 2008).Dokter keluarga adalah dokter yang pertama kali ditemui pasien bila ia menemui masalah kesehatan. Dokter keluarga memberikan pelayanan yang sinambung, tidak terbatas pada satu episode penyakit saja, tetapi juga sinambung ditinjau dari tahap kehidupan yaitu mulai dari anak, dewasa, sampai usia lanjut (Depkes, 2008).Masalah-masalah yang berhubungan dengan usia lanjut adalah masalah kesehatan baik kesehatan fisik maupun mental, masalah sosial, masalah ekonomi, dan masalah psikologis. Banyak orang menghadapi proses penuaan dengan keprihatinan. Di banyak negara, penuaan dikaitkan dengan ketidakmampuan, defisit kognitif, dan kesendirian. Proses menua merupakan sebuah waktu untuk berbagai kehilangan: kehilangan peran sosial akibat pensiun, kehilangan mata pencaharian, kehilangan teman dan keluarga (Hoyer dan Roodin, 2003).Ketika manusia semakin tua, mereka cenderung untuk mengalami masalah-masalah kesehatan yang lebih menetap dan berpotensi untuk menimbulkan ketidakmampuan. Kebanyakan lansia memiliki satu atau lebih keadaan atau ketidakmampuan fisik yang kronis. Masalah kesehatan kronik yang paling sering terjadi pada lansia adalah artritis, hipertensi, gangguan pendengaran, penyakit jantung, katarak, deformitas atau kelemahan ortopedik, sinusitis kronik, diabetes, gangguan penglihatan, varicose vein (Sadock, 2007). Ketidakmampuan fungsional yang merupakan akibat dari beberapa penyakit medis yang terjadi bersama-sama dan ketidakmampuan ortopedik dan neurologik pada lansia merupakan suatu kehilangan yang besar. Ketidakmampuan fisik tampaknya membawa jumlah kejadian hidup negatif yang lebih tinggi. Ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan keterbatasan untuk melakukan aktivitas sosial atau aktivitas di waktu luang (leisure activities) yang bermakna, isolasi, dan berkurangnya kualitas dukungan sosial.Berbagai kehilangan dan kejadian hidup yang merugikan merupakan penentu utama penyakit-penyakit psikiatrik pada lansia. Kehilangan teman-teman dan orang-orang yang dicintai menyebabkan terjadinya isolasi sosial. Kehilangan anak atau yang lebih sering kehilangan pasangan merupakan faktor risiko penting untuk depresi mayor, hipokondriasis, dan penurunan fungsi. Lansia lebih mudah untuk mengalami isolasi sosial. Lansia memiliki jaringan dukungan sosial yang lebih kecil daripada orang yang lebih muda, dan jaringan ini didominasi oleh sanak saudara (Hoyer dan Roodin, 2003).Pengunduran diri/pensiun atau kehilangan fungsi utama di rumah, terutama ketika hal tersebut tidak direncanakan atau diinginkan, berhubungan dengan kelesuan, involusi (degenerasi progresif), dan depresi. Pensiun berhubungan dengan pengurangan pendapatan personal sebesar sepertiga sampai setengahnya. Perubahan peran akan berdampak langsung pada penghargaan diri. Pensiun juga akan menyebabkan perubahan gaya hidup pada pasangannya dan menyebabkan beberapa adaptasi dalam hubungan mereka. Sekitar 15% lansia mengalami kesulitan-kesulitan besar dalam penyesuaian diri terhadap pensiun.Hal-hal di atas menyebabkan lansia menjadi lebih rentan untuk mengalami masalah kesehatan mental. Gangguan yang sering terjadi meliputi depresi, kecemasan, alkoholisme, dan gangguan dalam penyesuaian terhadap kehilangan atau disabilitas fungsional (Hoyer dan Roodin, 2003).Karena pengetahuan terhadap latar belakang pasien serta terwujudnya pelayanan kedokteran menyeluruh dinilai merupakan kunci pokok keberhasilan pelayanan dokter keluarga, maka telah merupakan kewajiban pula bagi setiap dokter untuk dapat memahami serta terampil melakukan kunjungan dan perawatan pasien di rumah tersebut (Depkes, 2008).I.2 Tujuan 1. Melakukan tahapan dan prosedur kegiatan kunjungan rumah (Home visit) dalam pelayanan kedokteran keluarga2. Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada lansia3. Membandingkan masalah geriatri di masyarakat dengan referensi yang ada

I.3 Daftar Masalah NoIdentitasMasalahData Pendukung

1.Nama : Ny. KUsia : 64 TahunAlamat: RW 04 GrenjengPekerjaan: Ibu rumah tanggaAgama: IslamHipertensiTekanan darah: 160/100 mmHg

2.Nama: Ny. SiUmur: 60 tahunAlamat : KuranjiPekerjaan : Pedagang jangananStatus: Sudah menikahDiabetes Mellitus Gula darah puasa: 288 mg/dl. Gula darah sewaktu: 497 mg/dl.

3.Nama: Ny. SuUmur: 73 tahunAlamat : PenggungPekerjaan : Ibu rumah tanggaStatus:Sudah menikah

Suspect Osteoarthtritis

4.Nama : Ny. A: Ny. A Usia: 60 Tahun Alamat: Grenjeng Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam

Artthtritis Gout

I.4 Prioritas MasalahA. Data Pribadi PasienNama: Ny. SuUmur: 60 tahunAlamat: KuranjiPekerjaan: Pedagang jangananStatus: Sudah menikahB. Lokasi Home visitKediaman Ny. Su di KuranjiC. Home visita. Anamnesis 1. Keluhan utama: Sering lemas2. Riwayat penyakit sekarang: Sering makan, sering minum, sering haus, sering kencing, frekuensi kencing banyak, sering terbangun pada malam hari karena ingin kencing, mudah capek, sering pegal, sering ngantuk, gejala timbul setelah 1 minggu yang lalu. 3. Riwayat pengobatan: Pernah diperiksa ke dokter sebelumnya dan dilakukan pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah sewaktu.3. Riwayat penyakit dahulu:Diabetes (-), hipertensi (-), kolesterol (-), asam urat (-).4. Riwayat penyakit keluarga: Diabetes (-), hipertensi (-), kolesterol (-), asam urat (-).5. Riwayat pribadi: Jarang mengkonsumsi makanan manis, gula, daging, jeroan, dan kacang-kacangan.7. Tinjuan sistem tubuh: Dalam keadaan normal.b. Pemeriksaan Fisik: Kesadaran: Composmentis Keadaan umum: Tampak sakit ringan Suhu: 36C Tekanan darah: 130/80 Nadi: 100x/menit Frekuensi pernapasan: 20x/menit Kepala dan leher: Dalam batas normal Thoraks: Dalam batas normal Abdomen: Dalam batas normal Ekstremitas: Dalam batas normal.c. Pemeriksaan penunjang: - Gula darah puasa: 288 mg/dl - Gula darah sewaktu: 497 mg/dl.d. Komplikasi: (-)e. Diagnosis banding: Diabetes Mellitus, Myalgia.f. Diagnosis kerja: Diabetes Mellitusg. Pengobatan: h. Hasil activity of dailiy living

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1 Diabetes Melitus2.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedang menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut ataupun relatif dan gangguan fungsi insulin (Perkeni 2006).

2.2 EpidemiologiHasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, menunjukkan bahwa prevalensi DM secara nasional berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah 1.1%, sedangkan prevalensi DM berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah pada penduduk berumur >15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah 5.7%. Riset ini juga menghasilkan angka Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) secara nasional berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah pada penduduk berumur >15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah 10.2% (Depkes, 2008).WHO memprediksi bahwa di Indonesia akan terjadi peningkatan dari 8.4 juta diabetisi pada tahun 2000 menjadi 21.3 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India dalam prevalensi diabetes mellitus (Diabetes Care, 2004).

2.3 EtiologiInsulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Perkeni 2006). 2.4 KlasifikasiKlasifikasi etiologis diabetes melitus menurut PERKENI (ADA,1997): a. Diabetes melitus tipe IDestruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik.b. Diabetes melitus tipe IIBervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin bersama resistensi insulin.c. Diabetes melitus tipe lain1. Defek genetik fungsi sel beta 2. Defek genetik kerja insulin 3. Penyakit eksokrin pankreas 4. Endokrinopati 5. Obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, lukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll6. Infeksi 7. Sebab imunologi yang jarang 8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM d. Diabetes melitus gestasional (DMG) Diabetes yang timbul selama kehamilan, artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa yang didapati selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Diabetes mellitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (di sekitarwaktu melahirkan), dan sang ibu memiliki resiko untuk dapat menderita penyakit diabetes mellitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun setelah melahirkan (Woodley dan Wheland, 1995).

2.5 Patofisiologi Diabetes Melitusa. Diabetes Tipe ITerdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan) (Perkeni 2006).Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Perkeni 2006).b. Diabetes Tipe II Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Perkeni 2006).Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II (Perkeni 2006).Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Perkeni 2006).c. Diabetes GestasionalTerjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal (Brunner, 1997).

2.6 Penegakan Diagnosis 1. AnamnesisKeluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan komplikasi yang lebih lanjut. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah lipatan kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang tidak mau sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat ke dokter adalah keluhan mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun gangguan-gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat hiperglikemia (Brunner, 1997).Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia (Brunner, 1997):b. Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala awal c. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi traktus urinarius sulit untuk disembuhkan. d. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit, mononeuropati, disfungsi otonom dari traktus gastrointestinal (diare), sistem kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan inkontinensia stress.e. Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemia, angina, dan infark miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan darah tepi (tungkai diabetes dan gangren).f. Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal (proteinuria, glomerulopati, uremia)Banyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang asimptomatik dan baru diketahui adanya peningkatan kadar gula darah pada pemeriksaan laboratorium rutin. Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria diagnosis DM pada lanjut usia. Kemunduran, intoleransi glukosa, bertambah sesuai dengan pertambahan usia, jadi batas glukosa pada DM lanjut usia lebih tinggi dari pada orang dewasa yang menderita penyakit DM (Depkes, 2008).2. Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum (mengantuk, bingung, atau koma)b. Tanda-tanda dehidrasi akibat hiperglikemia (takikardia, hipotensi, hipotensi postural, membrane mukosa kering, turgor kulit menurun)c. Pemeriksaan vaskularisasi perifer (nadi teraba, bruit)d. Pemeriksaan ekstremitas bawah (ulkus, selulitis, neuropati(sensasi raba halus), tusuk jarum, monofilament, rasa getar, rasa posisi sendi, reflex, dan neuropati otonom(tekanan darah postural, respon valsava))e. Pemeriksaan funduskopi (perdarahan bintik dan bercak, retinopati proliferative, makulopati)3. Pemeriksaan PenunjangAda perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif (Perkeni, 2006) Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut (Perkeni, 2006):a. Usia >45 tahunb. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m2 c. Hipertensi (>140/90 mmHg)d. Riwayat DM dalam garis keturunan e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000 gramf. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 150 mg/dlPemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar (Perkeni, 2006).Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun (Perkeni, 2006).Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DMKadar glukosa (mg/dl )Bukan DMBelum pastiDMDM

SewaktuPlasma Vena< 110110 199 200

Darah Kapiler< 9090 199 200

PuasaPlasma Vena< 110110 125126

Darah Kapiler< 9090 109110

Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2006 Diagnosis DM dapat ditegakan dengan 3 cara (Perkeni, 2006):a. Gejala klasik DM + GDS 200mg/dlGlukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhirb. Gejala klasik DM + GDP 126mg/DlPuasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8jamc. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO200mg/dlTTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Keluhan klinik diabetesKeluhan klasik DM (+)Keluhan klasik DM (-)GDP12625atau27atau