PEMODELAN DAN SIMULASI NUMERIK PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA DENGAN PENGARUH VAKSINASI DAN FAKTOR IMIGRASI Oleh YOLA WIDYA UTAMI JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018
PEMODELAN DAN SIMULASI NUMERIK PENYEBARAN
PENYAKIT INFLUENZA DENGAN PENGARUH VAKSINASI
DAN FAKTOR IMIGRASI
Oleh
YOLA WIDYA UTAMI
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PEMODELAN DAN SIMULASI NUMERIK PENYEBARAN PENYAKIT
INFLUENZA DENGAN PENGARUH VAKSINASI DAN FAKTOR
IMIGRASI
oleh
YOLA WIDYA UTAMI
Penyakit influenza atau yang biasa disebut sebagai penyakit flu pertama kali
dikemukakan dengan jelas oleh Hippocrates kurang lebih 2400 tahun yang lalu.
Penyakit ini sangat umum di kalangan masyarakat. Penyebab penyakit ini
biasanya disebabkan oleh interaksi manusia terhadap udara berdebu atau
disebabkan oleh perubahan iklim. Penyebaran penyakit ini dapat melalui udara.
Model matematika yang cocok untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah
penyebaran penyakit adalah model SIR yaitu Suspectible (S), Infected (I),
Recovered (R). Langkah awal yang dilakukan untuk mencari kesetimbangan pada
model penyebaran penyakit ini yaitu dengan membuat model matematika dari
penyebaran penyakit lalu melakukan pencarian nilai titik kesetimbangan dan
kestabilan. Dari simulasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
penyebaran penyakit akan semakin berkurang apabila proporsi vaksinasi pada
populasi semakin besar.
Kata kunci : penyebaran penyakit, pemodelan matematika, SIR, simulasi
numerik.
ABSTRACT
MODELLING AND NUMERIC SIMULATION OF THE SPREAD OF
INFLUENZA WITH INFLUENCE OF VACCINE AND IMIGRATION
FACTOR
By
YOLA WIDYA UTAMI
Influenza or what is commonly referred to as flu was first stated clearly by
Hippocrates about 2400 years ago. This disease is very common among the
community. The cause of this disease is usually caused by human interaction with
dusty air or caused by climate change. The spread of this disease can be by air.
Mathematical models that are suitable to use in solving this problem SIR models
that is Suspectible (S), Infected (I), Recovered (R). The first step taken to find
equilibrium in the model of the spread of this disease is to create a mathematical
model of the spread of the disease and then search for equilibrium point and
stability. From the simulations carried out, it can be concluded that the spread of
the disease will decrease if the proportion of vaccination in the population gets
bigger.
Keyword : disease spread, mathematic models, SIR, numeric simulation.
PEMODELAN DAN SIMULASI NUMERIK PENYEBARAN
PENYAKIT INFLUENZA DENGAN PENGARUH VAKSINASI
DAN FAKTOR IMIGRASI
Oleh
YOLA WIDYA UTAMI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
pada
Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Yola Widya Utami, anak kedua dari 4 bersaudara yang
dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 26 Juni 1997 oleh pasangan Bapak
Sugiyanto dan Ibu Dian Agusriana.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Kartika II-7
pada tahun 2002-2003, Sekolah Dasar (SD) di SD Kartika II-5 Bandarlampung
pada tahun 2003-2009, SMP Negeri 2 Bandarlampung pada tahun 2009-2011, dan
bersekolah di SMA Negeri 2 Bandarlampung pada tahun 2011-2014.
Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan terdaftar
sebagai mahasiswi S1 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur Mandiri. Selama menjadi
mahasiswi, penulis ikut serta dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan
Matematika (HIMATIKA) FMIPA Unila sebagai anggota aktif bidang Minat dan
Bakat.
Pada tahun 2017 penulis melakukan Kerja Praktik (KP) di Perusahaan Daerah Air
Minum Way Rilau Bandarlampung dan pada tahun yang sama penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sumur Kumbang, Kecamatan
Kalianda, kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.
Kata Inspirasi
” To a great mind, nothing is little” (Sherlock Holmes)
“Do not lose hope, nor be sad ” (QS. Ali Imron/3:139)
“I’m selfish, Impatient and a little insecure. I make mistakes, I am out of control and at times hard to handle. But if you can’t handle me at my worst,
then you sure don’t deserve me at my best.” (Marilyn Monroe)
PERSEMBAHAN
Untuk sahabat-sahabat terbaikku, terimakasih untuk semua Alhamdulillah, puji
syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dengan
segala kerendahan hati penulis persembahkan skripsi ini kepada:
Kedua orangtuaku yang selalu tulus berkorban, membimbing, selalu memberikan
semangat, rela menjadi pendengar yang baik dan mendoakan setiap waktu untuk
keberhasilan penulis.
Untuk kakak dan adikku tersayang yang selalu memberikan semangat dan
dukungan serta do’a yang tak pernah henti untukku. Terimakasih sudah menjadi
motivator di setiap hariku.
Untuk sahabat-sahabatku selama di kampus kebahagian dan keceriaan yang telah
kalian berikan untukku, kalian adalah sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada,
terimakasih atas semua cerita indah yang selalu mengisi hari-hariku.
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT. yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikan skripsi
dengan judul “Pemodelan dan Simulasi Numerik Penyebaran Penyakit
Influenza Dengan Pengaruh Vaksinasi dan Faktor Imigrasi” .
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, kerjasama, dan dukungan
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Subian Saidi, S.Si., M.Si., selaku pembimbing I yang telah
memberikan arahan, bimbingan, ide, kritik dan saran kepada penulis
selama proses pembuatan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Aang Nuryaman, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II yang telah
memberikan arahan, bimbingan, ide, kritik, semangat kepada penulis.
3. Bapak Dr. Muslim Ansori, S.Si., M.Si., selaku penguji yang telah
memberikan ide, dukungan, kritik dan saran kepada penulis sehingga
terselesaikan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Tiryono Ruby, M.Sc., Ph.D, selaku Pembimbing Akademik
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan permasalahan
seputar akademik.
5. Ibu Dra. Wamiliana, M.A, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
6. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
7. Seluruh Dosen, staf dan karyawan Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Lampung.
8. Bapak Sugiyanto, Bunda Erika Agustina, Kakak dan Adik-adikku Yogi,
Ica, Kia dan keluarga besar.
9. Ibu Dian Agusriana dan keluarga.
10. Sahabat-sahabat penulis Caroline, Amoy, Ananda, Adinda, Naya, Elina,
Rima, Kiki, Margaretha, Anin, Putri, Dea, Ecy, Syafa, Maget, Lena, Wika,
Dandi, Zulfi, Fajar, Arif, Raka, Dracjat, Novi, Rama, Abror, Rahmad.
11. Teman-teman Matematika 2014, Teman-teman KKN 2017 Desa Sumur
Kumbang, Abang dan Yunda Matematika 2013.
12. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.
Tentunya, Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dari skripsi ini, akan
tetapi besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian
dan terima kasih.
Bandarlampung, Oktober 2018
Penulis
Yola Widya Utami
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................... xv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah ..................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian...................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persamaan Diferensial ............................................................. 4
2.1.1 Persamaan Diferensial Biasa dan Parsial ........................ 5
2.1.2 Persamaan Diferensial Linear dan Tak Linear ................ 6
2.2 Persamaan Diferensial Linear Orde Pertama ........................... 7
2.3 Sistem Persamaan Diferensial ................................................. 8
2.4 Sistem Persamaan Diferensial Orde Pertama ........................... 9
2.5 Model Epidemi SIR ................................................................ 11
2.6 Metode Runge-Kutta ............................................................... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 16
3.2 Metode Penelitian ................................................................... 16
ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemodelan Matematika ............................................................ 18
4.2 Titik Kesetimbangan ............................................................... 25
4.3 Angka Reproduksi Vaksinasi .................................................. 27
4.4 Kestabilan ............................................................................... 28
4.5 Simulasi Numerik ................................................................... 31
V. PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................................. 62
5.2 Saran ....................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Parameter yang Mempengaruhi Pembentukkan Model Epidemik SIR
dengan Pengaruh Vaksinasi dan Faktor Imigrasi .............................. 22
2 Nilai untuk setiap kondisi yang berbeda ........................................... 60
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Skema Penyebaran Penyakit Influenza ............................................. 21
2 Grafik SIR dengan , dan ............................ 33
3 Grafik SIR dengan , dan .............................. 34
4 Grafik SIR dengan .3, dan ......................... 36
5 Grafik SIR dengan , dan ........................... 37
6 Grafik SIR dengan , dan ......................... 38
7 Grafik SIR dengan , dan ........................... 40
8 Grafik SIR dengan , dan ...................... 41
9 Grafik SIR dengan , dan ........................ 42
10 Grafik SIR dengan , dan ...................... 43
11 Grafik SIR dengan , dan ........................ 45
12 Grafik SIR dengan , dan ...................... 46
13 Grafik SIR dengan , dan ........................ 47
14 Grafik SIR dengan , dan ...................... 48
15 Grafik SIR dengan , dan ........................ 49
16 Grafik SIR dengan , dan ...................... 51
17 Grafik SIR dengan , dan ........................ 52
18 Grafik SIR dengan , dan ............................ 54
19 Grafik SIR dengan , dan .............................. 55
20 Grafik SIR dengan , dan ............................ 56
21 Grafik SIR dengan , dan .............................. 57
22 Grafik Proporsi sistem SIR untuk dan dan sistem SIR
untuk dan ...................................................................... 58
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Penyakit influenza atau yang biasa disebut sebagai penyakit flu pertama kali
dikemukakan dengan jelas oleh Hippocrates kurang lebih 2.400 tahun yang lalu.
Penyakit influenza disebabkan oleh virus RNA dari familia Orthomyxoviridae (virus
influenza).Virus influenza menyerang Unggas dan mamalia sebagai penyakit
menular. Penyakit yang banyak ditemukan di masyarakat luas ini tak luput dari
perhatian para ilmuwan tidak hanya dari bidang medis tetapi juga dari bidang sains.
Penyakit influenza adalah penyakit yang mewabah di kalangan masyarakat dan
sangat umum untuk diketahui. Penyebab penyakit ini biasanya disebabkan oleh
interaksi manusia terhadap udara berdebu atau disebabkan oleh perubahan iklim
sekitar. Virus Influenza terdiri dari 3 jenis yaitu Virus influenza A, Virus influenza B,
Virus influenza C. Ketiga virus influenza tersebut memiliki struktur yang sama secara
keseluruhannya. Beberapa jenis influenza hanya terdapat pada wilayah spesifik saja
seperti flu spanyol pada tahun 1918 dan flu hongkong pada tahun 1968.
2
Model matematika yang merupakan representasi sederhana dari aspek tertentu dalam
kehidupan nyata semakin banyak digunakan untuk menganalisis dinamika
penyebaran virus terutama mengestimasi parameter kunci dalam epidemiologi seperti
periode inkubasi, durasi terjangkitnya penyakit, bilangan reproduksi dasar. Salah satu
bentuk Model matematika yang cocok untuk digunakan dalam menyelesaikan
masalah penyebaran penyakit adalah model SIR. Model epidemi SIR sendiri
merupakan singkatan dari Suspectible (S), Infected (I), Recovered (R). Model epidemi
SIR memiliki tiga bagian populasi yaitu kelompok yang sehat tetapi memiliki
kemungkinan terjangkit penyakit. Selain itu, kelompok populasi yang kedua adalah
kelompok yang terjangkit penyakit dan memiliki kemungkinan untuk menularkan
penyakit tersebut. Kelompok populasi terakhir yang dimaksud adalah kelompok yang
telah sembuh dan kebal dari penyakit. Kajian mengenai pemodelan penyebaran
penyakit influenza yang dibatasi oleh faktor vaksinasi telah banyak dibahas
sebelumnya, salah satu jurnal yang mengkaji penyebaran penyakit influenza adalah
Simulasi Level Sanitasi Pada Model Sir Dengan Imigrasi dan Vaksinasi oleh Anita
Kesuma Arum dan Sri Kuntari (2011).
3
Penyebaran penyakit influenza dapat dipengaruhi berbagai macam faktor luar, salah
satunya adalah vaksinasi. Adanya vaksinasi dapat membuat seseorang menjadi kebal
terhadap sebuah penyakit. Selain adanya faktor vaksinasi, faktor imigran juga akan
ditambahkan sebagai variabel tambahan dalam model yang dibuat. Masalah
matematika yang didapatkan dari model ini dapat diselesaikan dengan metode Runge-
Kutta. Metode Runge-Kutta dianggap cocok untuk menyelesaikan permasalahan non-
linier seperti penyebaran penyakit.
1.2 Tujuan Penilitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model dan simulasi numerik mengenai
penyebaran penyakit influenza dengan pengaruh vaksinasi dan faktor imigrasi dengan
metode Runge-Kutta.
1.3 Manfaat Penilitan
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui model dan simulasi numerik mengenai
penyebaran penyakit influenza dengan pengaruh vaksinasi dan faktor imigrasi. Selain
itu penelitian ini bermanfaat untuk mempelajari lebih lanjut pengaplikasian metode
Runge-Kutta.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persamaan Diferensial
Terbentuknya persamaan diferensial sebagai suatu model matematika berasal dari
ketertarikan dan keingintahuan seseorang tentang perilaku atau fenomena perubahan
sesuatu didunia nyata. Dengan mengamati suatu fenomena pertumbuhan, seseorang
ingin mengetahui bagaimana model pertumbuhannya, kapan tumbuhan tersebut
dipanen atau bahkan punah.
Dari fenomena penularan virus, seseorang ingin mengetahui bagaimana dinamika
penyebaran virus, sehingga dapat disusun strategi perencanaan dan pengendalian
penyebaran virus. Perencanaan dan pengendalian ini merupakan tugas penting bagi
para pengelola kesehatan masyarakat.
Sebagian besar kajian dalam kalkulus berisi tentang bagaimana seseorang dapat
mengekspresikan fenomena perubahan secara matematis, dengan mengambil rasio
perubahan dalam satu besaran terhadap perubahan besaran yang lain yang
mempunyai hubungan fungsional akan menghasilkan laju perubahan. Fungsi
5
mendeskripsikan bahwa nilai variabel ditentukan oleh nilai variabel ,
sehingga nilai bergantung pada nilai dalam kalkulus didefinisikan sebagai
Jika limitnya ada (Kartono, 2012).
2.1.1 Persamaan Diferensial Biasa dan Persamaan Diferensial Parsial
Suatu persamaan diferensial yang memuat turunan biasa dinamakan Persamaan
Diferensial Biasa. Selanjutnya persamaan diferensial yang memuat turunan parsial
disebut Persamaan Diferensial Parsial. Dua contoh persamaan diferensial biasa
dituliskan sebagai berikut ini
Dengan Q, L, R, C dan E berturut-turut menyatakan muatan induktansi, resistansi,
kapasitansi dan voltase dan
Persamaan diatas merupakan persamaan yang merepresentasikan peluruhan suatu
radioaktif untuk suatu waktu tertentu dengan konstanta peluruhan k.
Selanjutnya, contoh untuk persamaan diferensial parsial adalah persamaan potensial
(Laplace), sebagai berikut
6
Persamaan difusi
Dan persamaan gelombang
Dengan dan adalah suatu konstanta sembarang. Persamaan potensial, persamaan
difusi dan persamaan gelombang berturut-turut merupakan permasalahan dalam
bidang elektrik dan magnetic, elasticitas dan mekanika fluida. Ketiga contoh di atas
merupakan contoh persamaan diferensial parsial yang sering dijumpai dalam berbagai
fenomena fisik (Marwan dan Said Munzir, 2009)
2.1.2 Persamaan Diferensial Linear dan Tak Linear
Persamaan diferensial biasa
dikatakan linear jika F adalah linear dalam variabel-variabel .
Definisi serupa juga berlaku untuk persamaan diferensial sebagian. Jadi secara umum
persamaan diferensial biasa linear order n diberikan dengan
7
Persamaan yang tidak dalam bentuk diatas merupakan persamaan tak linear. Contoh
persamaan tak linear, persamaan pendulum
Persamaan tersebut tak linear karena suku sin . Persamaan diferensial
,
juga tak linear karena suku dan . (Waluya, 2006)
2.2 Persamaan Diferensial Linier Orde Pertama
Tidak semua persamaan diferensial dapat dipisahkan. Misalnya, dalam persamaan
diferensial
Tidak terdapat cara untuk memisahkan variabel sedemikian rupa sehingga
mempunyai dan semua ekpresi yang melibatkan pada satu ruas serta dan
semua ekpresi yang melibatkan pada ruas lainnya. Namun persamaan diferensial ini
dapat diletakkan dalam bentuk
Dengan dan hanya merupakan fungsi saja. Persamaan diferensial
berbentuk ini disebut persamaan diferensial linear orde-pertama. Orde-pertama
8
mengacu pada fakta bahwa turunan hanyalah berupa turunan pertama. Linear
mengacu pada fakta bawha persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
, dengan adalah operator turunan, dan I adalah operator
identitas (yakni ). dan I adalah operator linear (Varberg, Purcell & Rigdon,
2007)
2.3 Sistem Persamaan Diferensial
Sistem persamaan diferensial adalah suatu sistem yang memuat n buah persamaan
diferensial, dengan n buah fungsi yang tidak diketahui, dimana n merupakan bilangan
bulat positif lebih besar sama dengan dua. Antara persamaan diferensial yang satu
dengan yang lain saling keterkaitan dan konsisten.
Bentuk umum dari suatu sistem n persamaan orde pertama mempunyai bentuk
sebagai berikut:
9
Dengan adalah variabel bebas dan t adalah variabel terikat, sehingga
, dimana
merupakan derivatif fungsi
terhadap t , dan g, adalah fungsi yang tergantung pada variabel dan t
(Neuhauser, 2004).
2.4 Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde Pertama
Sistem persamaan diferensial biasa muncul secara alamiah dalam masalah yang
melibatkan beberapa variabel tak bebas (misalnya ), yang mana masing-
masing darinya merupakan sebuah fungsi dari satu variabel tak bebas (misalnya t).
Dalam proses penyempurnaan model, seringkali kita perlu memperhatikan lebih dari
satu variabel tak bebas yang bergantung pada satu variabel bebas agar mendapatkan
deskripsi yang memadai dari suatu perilaku yang sedang dipelajari.
Secara umum, sistem persamaan diferensial linier orde pertama dinyatakan dalam
bentuk
Sistem diatas dikatakan mempunyai solusi pada interval jika terdapat
himpunan n fungsi
10
Yang dapat didiferensialkan pada semua titik dalam interval dan memenuhi sistem
persamaan pada semua titik pada interval ini.
Solusi ini dapat dipandang sebagai himpunan persamaan parametrik dalam ruang
berdimensi n untuk suatu niali tertentu dari t, solusi ini akan memberikan nilai untuk
koordinat-koordinat dari sebuah titik dalam ruang itu. Bila t berubah
maka koordinat itu pada umumnya juga berubah. Kumpulan titik-titik yang
bersesuaian dengan membentuk sebuah kurva dalam ruang. Kurva ini
dinamakan trayektori atau lintasan dari sebuah partikel yang bergerak sesuai dengan
sistem persamaan diferensial itu. Jika sistem ini dilengkapi dengan kondisi awal
dimana adalah niali tertentu dari t dalam I, dan
adalah nilai yang
tekah ditentukan maka membentuk masalah niali awal. Kondisi-kondisi awal ini
menentukan titik mulainya pergerakan partikel tersebut. Teorema eksistensi dan
keunikan solusi masalah nilai awal ini analog dengan teorema eksistensi dan
keunikan solusi untuk satu buah persamaan diferensial orde pertama.
Jika variabel t tidak tampak secara eksplisit dalam fungsi-fungsi maka
sistem itu disebut sistem otonom. Jika tidak maka sistem itu disebut tidak otonom.
Jika variabel t menyatakan variabel waktu maka sistem otonom adalah bebas waktu
dalam pengertian bahwa turunan-turunan yang berhubungan dengan pendefinisian
sistem tidak berubah atas perubahan waktu.
11
Oleh karena itu, bentuk umum sistem dari n persamaan diferensial linier orde pertama
dapat dituliskan sebagai berikut:
Jika setiap fungsi adalah nol untuk semua t dalam interval I,
maka sistem tersebut dinamakan homogen, jika tidak maka dinamakan sistem tak
homogen (Kartono, 2012).
2.5 Model Epidemi SIR
Model SIR pertama kali diperkenalkan oleh W.O. Kermack dan Mc. Kendrick dalam
makalahnya yang berjudul “A Contribution to the Mathematical Theory of
Epidemic”, yang kemudian muncul dalam Proceeding Royal Society London
halaman 700-721 tahun 1927, dan kemudian menjadi peranan penting dalam
perkembangan matematika epidemi. Mengenai rangkuman tersebut telah dituliskan
secara lengkap oleh Murray.
12
Di dalam modelnya, populasi manusia dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu suspek
dengan symbol S, terinfeksi dengan symbol I dan sembuh atau recovery dengan
symbol R, yang masing-masing diberikan dalam bentuk s, I dan r.
Jumlah total dari keseluruhan kelompok tersebut adalah
S atau suspectable dalam pemodelan SIR merupakan individu yang tidak terinfeksi
tetapi golongan ini dapat tertular penyakit. Oleh karena itu golongan ini juga
memiliki kemungkinan untuk menjadi terinfeksi.
I atau infected merupakan individu yang dapat menyebarkan penyakit pada individu
yang rentan. Waktu yang diperlukan oleh penderita infeksi penyakit dinamakan
periode penyakit. Setelah mengalami periode penyakit kemudian individu ini pindah
dan menjadi individu yang sembuh atau recovered.
R atau recovered merupakan individu yang telah sembuh atau kebal dalam
kehidupannya.
Model SIR umumnya ditulis dalam bentuk persamaan diferensial biasa (ODE), yang
merupakan salah satu bagian model deterministik (bukan pemilihan random, hal ini
disebabkan karena kesamaan kondisi awal yang diberikan untuk mendapatkan
output), dengan waktu yang kontinu. Kita dapat mengasumsikan perubahan individu
terinfeksi dan susceptible terjadi dengan laju proporsional terhadap jumlah populasi.
Laju perubahan individu terinfeksi baru didefinisikan sebagai , dengan
13
merupakan nilai transmisivitas sedangkan merupakan nilai laju penyembuhan.
Individu yang terinfeksi diasumsikan dapat kembali sembuh dengan probabilitas
konstan sepanjang waktu.
Maka persamaan diferensial yang didapat dari penjabaran tersebut adalah sebagai
berikut:
Persamaan ini menggambarkan mengenai transisi masing-masing individu dari S ke I
lalu ke R. dengan menambahkan ketiga persamaan tersebut kita dapat menunjukkan
dengan mudah bahwa total populasi adalah konstan (Iswanto, 2012).
2.6 Metode Runge-Kutta
Rumus Euler ysng diperbaiki sebagai suatu cara untuk menyelesaikan masalah nilai
awal secara numeric. Galat pemotongan lokal untuk metode-metode ini sebanding
dengan masing-masing dan . Kita melihat bahwa Euler yang diperbaiki lebih
14
akurat dari pada metode Euler namun mereka masih belum cukup akurat untuk
pekerjaan numeric yang serius.
Sebuah metode yang relatife sederhana dan juga cukup akurat yang sering digunakan
dinamakan metode Runge-Kutta. Metode Runge-Kutta ini mempunyai galat
pemotongan local yang sebanding dengan . Metode yang sangat terkenal untuk
mengaproksimasi solusi masalah nilai awal orde pertama adalah metode Runge-Kutta
orde ke empat. Prosedur metode Rung-Kutta orde ke empat untuk menyelesaikan
masalah nilai awal tersebut sebagai berikut:
Tahap 1. Bagilah interval menjadi subinterval dengan menggunakan
titik-titik yang berspasi sama:
,
,
Tahap 2. Untuk , dapatkan barisan aproksimasi berikut:
Dimana
15
.
(Kartono,) 2012
16
III. METODOLOGI PENELITIAN
1.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Jurusan Matematik Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan waktu penelitian dilaksanakan pada
semester ganjil tahun ajaran 2017/2018.
1.2 Metode Penelitian
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji karakteristik model penyakit influenza SIR.
2. Memodelkan penyebaran penyakit influenza terkontrol vaksinasi dengan adanya
faktor imigrasi.
3. Melakukan simulasi numerik dengan metode Runge-Kutta untuk melihat perilaku
sistem penyebaran penyakit influenza SIR. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
melakukan simulasi numerik dengan metode Runge-Kutta adalah sebagai berikut:
17
- Bagi interval [a,b] menjadi n subinterval dengan panjang sama yaitu
sehingga dimana
- Dari dan maka untuk metode runge-kutta didapatkan
- Sehingga didapatkan
4. Mengkaji hasil dari simulasi numerik dan model matematik amengenai analisis
kestabilan yang didapatkan.
5. Menginterpretasikan hasil dari solusi dinamik yang didapatkan.
18
IV. PEMBAHASAN
4.1Pemodelan Matematika
Asumsikan:
1. Populasi manusia yang akan dimodelkan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Populasi Rentan (S) adalah populasi dari manusia yang sehat tetapi rentan
untuk terinfeksi penyakit.
b. Populasi Terinfeksi (I) adalah populasi dari manusia yang terinfeksi
penyakit.
c. Populasi Sembuh (R) adalah populasi dari manusia yang sudah sembuh
dari penyakit yang di derita.
2. Terdapat dua indeks utama yang dimodelkan yaitu
Indeks 1 mengarah kepada manusia yang lahir dan berasal dari wilayah
yang diasumsikan
Indeks 2 mengarah kepada manusia yang masuk ke dalam wilayah yang
diasumsikan (imigran).
19
3. Terjadi pada populasi konstan. Jumlah dari laju kelahiran ditambah dengan
laju imigrasi sama dengan laju kematian. Setiap individu dari indeks 1
maupun indeks 2 dinyatakan dalam keadaan sehat tetapi rentan terhadap
penyakit.
4. Seluruh populasi baik imigran ataupun tidak ditempatkan pada posisi yang
sama dan tidak dipisahkan dimana populasi imigran berinteraksi dengan
populasi asli sehingga tidak ada perbedaan.
5. Tingkat keberhasilan vaksinasi 100%. Hal ini berarti setiap individu yang
telah divaksin akan kebal terhadap penyakit.
6. Semua kelahiran dan imigrasi menambah jumlah subpopulasi individu yang
rentan.
7. Tidak ada individu terinfeksi yang akan menjadi individu yang rentan
kembali.
8. Tidak ada Emigrasi atau individu yang keluar dari populasi.
Dengan mempelajari jurnal Kontrol Optimum pada model Epidemik SIR dengan
Pengaruh Vaksinasi dan Faktor Imigrasi yang ditulis oleh N. Anggraini, A. Supriatna,
B Subartini, R. Wulantini (2015) maka asumsi-asumsi mengenai penyebaran penyakit
influenza dengan pengaruh vaksinasi dan faktor imigrasi dapat dinotasikan menjadi
sebuah pemodelan matematika.
Jumlah individu yang lahir atau Individu imigran dalam polulasi tiap satuan waktu
selalu konstan. N merupakan total populasi dan merupakan laju pertumbuhan
20
populasi. Dengan adanya indeks 1 dan indeks 2, dimana indeks 1 mengarah ke
individu yang lahir dan indeks 2 mengarah ke individu imigran. Setiap individu yang
lahir atau berimigrasi langsung dikelompokan pada populasi rentan atau S. Laju
kelahiran dan laju imigrasi berturut-turut sebagai berikut, dan . Nilai diukur
dari jumlah populasi yang lahir/imigrasi tiap satuan waktu dibagi N.
Laju kematian pada populasi sama dengan laju kelahiran, maka didapatkan laju
kematian alami yaitu yang kemudian dinotasikan sebagai . Sehingga,
besarnya jumlah kematian pada populasi dapat dituliskan sebagai berikut
Rasio jumlah individu yang divaksinasi dinyatakan dengan notasi . Setiap
individu yang telah menerima vaksinasi baik individu yang lahir ataupin yang
imigrasi langsung dinyatakan sebagai individu yang kebal dari penyakit. Individu
yang dinyatakan kebal dari penyakit masuk kedalam golongan sembuh atau
recovered. Perbandingan jumlah individu yang divaksinasi proporsi dengan jumlah
populasi yang lahir dan imigrasi yaitu . Jumlah individu yang tidak divaksin
adalah
21
Dari asumsi-asumsi yang telah dijelaskan di atas maka dapat dibentuk diagram
skematik sebagai berikut.
Gambar 4.1 Skema penyebaran penyakit dengan pengaruh vaksinasi dan faktor
imigrasi
Laju perubahan individu pada kelompok S tiap satuan waktu dapat dimodelkan
dengan Jumlah kelahiran dikurangi dengan jumlah individu yang kebal dari penyakit
karena sudah menerima vaksinasi ditambahkan dengan jumlah imigran dikurangi
dengan jumlah individu yang kebal dari penyakit karena sudah divaksinasi.
Kemudian jumlah tersebut dikurangi dengan jumlah individu rentan (suspectible)
yang terinfeksi dan memaksuki kelompok individu terinfeksi (infected) dan dikurangi
dengan jumlah kematian individu yang ada di kelompok rentan (suspectible).
S (suspectible)
I (Infected)
R (Recovered)
22
(4.2)
(4.1)
Penjelasan mengenai peubah dan parameter dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Parameter yang Mempengaruhi Pembentukkan Model Epidemik SIR
dengan Pengaruh Vaksinasi dan Faktor Imigrasi
Notasi Keterangan
N Jumlah populasi
Proporsi kelahiran warga negara (konstan)
Proporsi imigran yang masuk ke dalam populasi
Laju kematian alami.
Proporsiwarga Negara yang divaksinasi saat lahir per tahun.
Proporsi imigran yang mendapatkan vaksinasi
Laju perubahan populasi dari rentan (S) menjadi terinfeksi (I)
Laju perubahan populasi dari terinfeksi (I) menjadi sembuh (R)
Asumsi ini dapat dinotasikan sebagai berikut.
Laju perubahan individu pada kelompok I tiap satuan waktu dapat dimodelkan
dengan jumlah individu rentan (suspectible) yang terinfeksi oleh penyakit dan
memasuki kelompok individu terinfeksi (infected). Kemudian dikurangi dengan
jumlah individu yang telah sembuh dari infeksi dan menjadi kelompok sembuh
(recovered)dan dikurangi dengan jumlah kematian pada kelompok terinfeksi
(infected). Hal ini dapat dinotasikan sebagai berikut:
23
(4.3)
Selain laju perubahan individu pada kelompok S dan I dinotasikan, laju perubahan
individu pada kelompok R tiap satuan waktu juga dapat dimodelkan yaitu dengan
jumlahkelahiran yang telah kebal dari penyakit karena menerima vaksinasi
ditambahkan jumlah imigran yang telah kebal dari penyakit karena menerima
vaksinasi ditambah dengan jumlah individu yang sembuh dari infeksi dan menjadi
kelompok sembuh (recovered), lalu dikurangi dengan jumlah kematian pada
kelompok sembuh (recovered). Hal ini dapat dinotasikan sebagai berikut:
Dengan memperhatikan grafik skematik pada Gambar 4.1 serta memperhatikan
persamaan (4.1), (4.2), dan (4.3) diperoleh model persamaan diferensial untuk
menggambarkan model epidemic SIR dengan mempertimbangkan pengaruh vaksinasi
dan factor imigrasi. Model yang didapatkan dapat dinotasikan sebagai berikut.
Persamaan (4.4) merupakan system autonomus yang menggambarkan model
epidemic SIR dengan mempertimbangkan pengaruh vaksinasi dan faktor imigrasi
dengan syarat awal yaitu N > 0,S (0) > 0, I (0) > 0, dan R (0) = 0.
(4.4)
24
Dengan jumlah populasi yang merupakan N, maka sistem persamaan (4.4) dapat
disederhanakan. Untuk menyederhanakan sistem persamaan (4.4) dapat dilakukan
dengan normalisasi dimana proporsi banyaknya individu pada masing-masing
kelompok dapat dinyatakan sebagai berikut
Dari persamaan (4.5), dan definisi SIR, maka diperoleh
Dengan memperhatikan persamaan (4.5) dan persamaan (4.6) maka didapatkan
sistem persamaan yang baru sebagai berikut
Sistem persamaan (4.7) masih dapat disederhanakan kembali dengan mengalikan
persamaan diatas dengan
didapatkan hasil, yaitu
(4.7)
(4.5)
(4.6)
25
(4.9)
Sistem persamaan (4.8) adalah bentuk sederhana dari persamaan (4.4) yang
memungkinkan untuk memudahkan analisis yang dilakukan.
4.2 Titik kesetimbangan
Pada sistem persamaan (4.8), variabel r tidak muncul pada persamaan baris pertama
dan kedua. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah individu pada kelompok r tidak akan
mempengaruhi laju perubahan jumpah individu pada kelompok s ataupun i.
Berdasarkan persamaan (4.6) maka
Dengan memperhatikan kondisi tersebut maka sistem persamaan (4.8) dapat
dinyatakan hanya dengan persamaan s dan persamaan i. Bentuk baru dari sistem
persamaan (4.8) yaitu sebagai berikut
(4.8)
26
(4.10.1)
(4.10.2)
Menurut definisi sistem autonomus, kondisi setimbang dapat dipenuhi ketika
Penyelesaian dari persamaan (4.10.2) adalah sebagai berikut
Maka didapatkan atau yang menghasilkan
Untuk
Untuk
27
(4.11)
(4.12)
Dengan demikian, diperoleh dua titik kesetimbangan yaitu
1. Titik kesetimbangan bebas penyakit.
Nilai , yang berarti bahwa tidak ada individu dalam kelompok I yang
dapat menularkan penyakit ke kelompok S. Titik kesetimbangan ini
dinotasikan dengan .
2. Titik kesetimbangan epidemi.
Titik kesetimbangan ini dinotasikan dengan . Nilai i yang didapatkan
pada titik kesetimbangan epidemi adalah tidak samadengan 0, . Hal ini
menunjukan bahwa pada kelompok I terdapat individu yang dapat menularkan
penyakit dan menyebabpak epidemi.
4.3 Angka Reproduksi Vaksinasi
Untuk mengetahui tingkat penyebaran suatu penyakit diperlukan suatu parameter
tertentu. Parameter yang digunakan adalah rasio reproduksi vaksinasi. Menurut
28
(4.13)
(4.14)
Hethcote, Rasio reproduksi merupakan rasio yang menunjukkan jumlah individu
rentan (suspectible) yang dapat menderita penyakit yang diakibatkan oleh satu
individu terinfeksi (infected). Sedangkan rasio reproduksi vaksinasi adalah rasio yang
menunjukkan jumlah individu yang perlu divaksinasi untuk mencegah terjadinya
epidemi. Rasio reproduksi vaksinasi dinotasikan sebagai .
Menurut penjelasan Anindya Yolanda Triastari pada jurnalnya yang berjudul
Pengaruh Vaksinasi Pada Model SIR Dengan Imigran, nilai didapatkan dari
pada titik kesetimbangan . Sehingga dapat dinotasikan sebagai berikut
4.4 Kestabilan
Untuk mendapatkan analisis kestabilan maka dilakukan pencarian nilai eigen dari
matriks Jacobian yang diperoleh melalui metode linearisasi. Matriks Jacobian dari
sistem (4.8) adalah sebagai berikut
29
(4.14)
Setelah mendapatkan nilai kestabilan dari sistem persamaan (4.8) maka dapat
ditentukan pula kestabilan dari titik kesetimbangan dan . Kestabilan dari titik
kesetimbangan dan dapat ditentukan berdasarkan nilai eigen yang kemudian
dinotasikan dengan lambang .
Matriks Jacobian di titik adalah
Nilai dari
Dapat dimasukan ke matriks untuk menyederhanakan matriks tersebut.
Sehingga didaptakan bentuk matriks yang baru yaitu sebagai berikut.
Dengan
Nilai eigen dari matriks Jacobian (4.15) dapat dicari menggunakan aplikasi maple,
sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.
30
Maka didapatkannilai eigen dari matriks Jacobian (4.15) yaitu , , dan sebagai
berikut.
Setelah mendapatkan hasil nilai eigen dari matriks Jacobian untuk , maka
dilakukan pencarian terhadap nilai eigen dari matriks Jacobian di titik .
Nilai dari
Dapat dimasukan ke matriks untuk menyederhanakan matriks tersebut.
Sehingga didaptakn bentuk matriks yang baru yaitu sebagai berikut.
31
(4.16)
(4.17)
Dari titik kesetimbangan dalam adalah sebagai berikut
Dengan
Nilai eigen dari matriks Jacobian (4.16) dapat dicari dengan menggunakan aplikasi
maple, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.
Maka didapatkannilai , , dan dari matriks Jacobian (4.16) yaitu
4.5 Simulasi numerik
Dalam mengerjakan simulasi numerik ini akan dibentuk dengan menggunakan
program matlab dengan mengaplikasikan metode Runge-Kutta. Berdasar pada kasus
32
(4.18)
penyebaran penyakit yang ada pada Anindya (2013) dengan dilakukannya perubahan
pada nilai parameter yang tidak jauh dari yang sudah ada, diberikan laju infeksi
dan laju kesembuhan yaitu . Besarnya laju kelahiran, laju
datangnya imigran dan laju kematian berturut-turut adalah , ,
dan . Kondisi awal rasio jumlah penduduk pada kelompok s (suspectible)
adalah 0.75, kelompok i (infected) adalah 0.25, kelompok r (recovered) adalah 0.
Dengan menggunakan simulasi yang telah ditetapkan, maka model matematika
penyebaran penyakit dapat dinotasikan sebagai berikut.
Untuk membuktikan bahwa simulasi yang telah dilakukan mendapatkan hasil yang
stabil, maka dapat dilakukan pengujian terhadap nilai yang didapatkan dari nilai
eigen.
I. , Sistem stabil.
II. , Sistem tidak stabil.
Apabila populasi kelahiran maupun populasi imigrasi tidak diberikan vaksinasi
sehingga penyebaran penyakit yang terjadi tidak dicegah sama sekali. Hal ini dapat
33
dinotasikan dengan dan . Maka proporsi individu rentan atau s
(suspectible), terinfeksi atau i (infected), dan sembuh atau r (recovered) dengan
dan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Proporsi individu rentan (susceptible)(garis biru), terinfeksi
(infected)(garis hijau) dan sembuh (recovered)(garis merah) pada saat ,
dan
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat rasio individu rentan yang bermula pada titik 0.75
sedikit mengalami penurunan yang kemudian mengalami penaikan. Hal ini
menandakan bahwa populasi rentan atau s (suspectible) semakin lama semakin
banyak.
34
Pada Gambar 4.2 juga dapat dilihat pula bahwa rasio individu terinfeksi(infected)
mengalami penurunan. Berbeda dengan rasio individu terinfeksi(infected), rasio
individu yang kebal terhadap penyakit (recovered) mengalami kenaikan sebelum
akhirnya mengalami penurunan.
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
Gambar 4.3 Proporsi individu rentan (susceptible)(garis biru), terinfeksi
(infected)(garis hijau) dan sembuh (recovered)(garis merah) pada saat ,
dan
35
Jika dibandingkan, Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 tidak memiliki begitu banyak
perbedaan. Kondisi garis biru, garis merah, dan garis hijau pada kedua gambar sama.
Akan tetapi angka yang didapatkan berbeda. Pada gambar 4.2, tingkat populasi S
meningkat hingga 1. Sedangkan pada Gambar 4.3, tingkat populasi S meningkat
hanya sampai 0.9.
Selanjutnya disimulasikan apabila populasi dalam keadaan sedikit dari warga asli
yang melakukan vaksinasi, sedangkan warga imigran tidak melakukan vaksinasi
sama sekali. Kondisi ini dinotasikan dengan dan .
36
Gambar 4.4 Proporsi individu rentan (susceptible)(garis biru), terinfeksi
(infected)(garis hijau) dan sembuh (recovered)(garis merah) pada saat saat ,
dan
Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa rasio individu rentan(suspectible) akan
mengalami pasang surut. Individu rentan(suspected) akan terus bertambah hingga di
titik 0.9. Sedangkan rasio individu terinfeksi(infected) mengalami penurunan terus
menerus tetapi akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk hilang. Individu
terinfeksi(infected) yang semakin menurun dapat diartikan bahwa individu
terinfeksi(infected) mengalami kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit. Hal ini
mengakibatkan kenaikan pada rasio individu sembuh(recovered).
37
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
Gambar 4.5 Proporsi individu rentan (susceptible)(garis biru), terinfeksi
(infected)(garis hijau) dan sembuh (recovered)(garis merah) pada saat saat ,
dan
Jika dibandingkan, gambar 4.4 dan 4.5 memiliki sedikit perbedaan. Pada gambar 4.5
dalam kurun waktu 100 tahun, populasi kebal mencapai angka 0.2 yaitu lebih besar
dibandingkan dengan keadaan pada gambar 4.4.
38
Berbeda dengan sebelumnya, pada kondisi ini disimulasikan warga asli tidak
melakukan vaksinasi sama sekali sedangkan beberapa warga imigran melakukan
vaksinasi. Kondisi ini dapat dinotasikan dengan dan .
Gambar 4.6 Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .3
dan
Gambar 4.6 menunjukan bahwa rasio individu rentan(suspectible) mengalami
kenaikan tapi lebih kecil dibandingkan keadaan pada Gambar 4.3. Sedangkan rasio
individu terinfeksi(infected) mengalami penurunan terus menerus tetapi akan
39
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk hilang. Individu terinfeksi(infected)
yang semakin menurun dapat diartikan bahwa individu terinfeksi(infected)
mengalami kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit. Hal ini mengakibatkan
kenaikan pada rasio individu sembuh(recovered). Rasio individu sembuh(recovered)
mengalami kenaikan yang cukup besar berada di antara titik 0.2 dan 0.3.
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
40
Gambar 4.7 Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .3
dan
Pada gambar 4.6 dan gambar 4.7 dapat dilihat bahwa nilai akhir populasi r atau kebal
berbeda di kedua gambar. Gambar 4.7 memiliki nilai yang lebih kecil daripada
Gambar 4.6.
Apabila populasi mengalami kondisi dimana beberapa warga dari kelompok warga
asli dan kelompok warga imigran melakukan vaksinasi maka grafik akan berbeda
dengan sebelumnya. Kondisi ini dapat dinotasikan dengan .3 dan
41
Gambar 4.8 Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat .3, .3
dan .
Berbeda dengan kondisi-kondisi sebelumnya, pada Gambar 4.8 terlihat bahwa rasio
individu rentan(suspectible) mengalami penurunan walau sempat mengalami pasang
surut. Kemudian rasio individu menjadi monoton pada titik 0.7, hal ini menandakan
bahwa sistem berada pada titik setimbang. Sedangkan itu kelompok sembuh atau
rentan (recovered) mengalami kenaikan yang lebih tinggi dari kondisi-kondisi
sebelumnya yaitu berada di titik 0.3.
42
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
Gambar 4.9 Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .3
dan .
Dapat dilihat pada kedua gambar diatas bahwa nilai populasi S atau rentan menurun
hingga 0.7 pada Gambar 4.8 dan menurun hingga 0.65 pada Gambar 4.9. Hal ini
dapat diartikan bahwa lebih banyak populasi yang rentan apabila laju warga imigran
lebih besar dari laju warga yang lahir. Selain populasi rentan, perbedaan juga terlihat
43
pada populasi kebal atau r. Pada gambar 4.8, populasi kebal meningkat hingga 0.3,
sedangkan pada gambar 4.9 populasi kebal meningkat hingga 0.35.
Jika rasio vaksinasi yang diberikan sebesar dan , maka hasil yang
didapatkan adalah sebagai berikut.
Gambar 4.10Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .5
dan .
44
Pada Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa dengan rasio vaksinasi yang diberikan,
individu rentan mengalami penurunan yang cukup besar dalam kurun waktu selama
30 tahun. Proporsi individu rentan akan stabil di titik 0.5, hal ini dapat dilihat dari
Gambar 4.10 bahwa garis biru tidak mengalami kenaikan ataupun penurunan setelah
di angka 0.5.
Selain itu, dapat dilihat pula pada Gambar 4.10 bahwa proporsi individu kebal
mengalami kenaikan yang cukup besar dalam kurun waktu selama 30 sampai 40
tahun. Tidak jauh berbeda dengan proporsi individu rentan, proporsi individu kebal
juga akan setimbang di titik 0.5, hal ini dibuktikan dengan garis merah yang tidak
naik ataupun turun setelah mencapai titik 0.5.
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
45
Gambar 4.11Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .5
dan .
Jika dibandingkan, Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 tidak memiliki begitu banyak
perbedaan. Kondisi garis biru, garis merah, dan garis hijau pada kedua gambar sama.
Akan tetapi angka yang didapatkan berbeda. Jika pada Gambar 4.10 populasi rentan
dan populasi terinfeksi sama-sama berakhir pada angka 0.5 sedangkan pada Gambar
4.11 populasi rentan berakhir di atas angka 0.5 dan populasi terinfeksi berakhir di
bawah angka 0.5.
46
Jika rasio vaksinasi yang diberikan sebesar dan , maka hasil yang
didapatkan adalah sebagai berikut.
Gambar 4.12Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .7
dan .
Pada Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa proporsi individu rentan mengalami lebih
banyak penurunan dalam kurun waktu yang sama. Penurunan terjadi hingga hamper
di titik 0.3 dalam kurun waktu 30 tahun dan kemudian proporsi individu rentan akan
setimbang pada titik 0.3.
47
Selain perbedaan itu, terdapat juga perbedaan yang terjadi terhadap proporsi individu
kebal yaitu, proporsi individu kebal mengalami kenaikan hingga 0.6 dalam kurun
waktu selama 20 tahun yang kemudian akan stabil di titik 0.7 dalam kurun waktu 100
tahun.
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
Gambar 4.13Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .7
dan
48
Tidak begitu besar perubahan yang terjadi diantara Gambar 4.11 dan 4.12. Pada
kedua gambar tersebut, nilai proporsi populasi rentan berakhir di antara 0.6 hingga
0.7.
Jika rasio vaksinasi yang diberikan sebesar dan , maka hasil yang
didapatkan adalah sebagai berikut.
Gambar 4.14Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .7
dan .
49
Pada Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa kenaikan dan penurunan yang dialami oleh
proporsi individu kebal dan proporsi individu rentan tidak sebanyak yang terjadi pada
kondisi sebelumnya. Pada Gambar 4.14 proporsi individu rentan hanya mengalami
penurunan hingga di titik 0.4 dalam kurun waktu 30 tahun. Sedangkan proporsi
individu kebal hanya mengalami kenaikan hingga 0.6 dalam kurun waktu 30 tahun.
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
50
Gambar 4.15Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .7
dan
Jika dibandingkan, Gambar 4.14 dan Gambar 4.15 tidak memiliki begitu banyak
perbedaan. Kondisi garis biru, garis merah, dan garis hijau pada kedua gambar sama.
Akan tetapi angka yang didapatkan berbeda. Pada Gambar 4.11 proporsi populasi
kebal atau sembuh mencapai angka 0.6 sedangkan hal ini tidak terjadi pada Gambar
4.15.
Apabila rasio vaksinasi yang diberikan sebesar dan , maka hasil
yang didapatkan adalah sebagai berikut.
51
Gambar 4.16Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .7
dan
Pada gambar 4.16 dapat dilihat bahwa dengan rasio vaksinasi yang diberikan,
proporsi individu rentan mengalami penurunan hingga di titik 0.45 dalam kurun
waktu 30 tahun. Penurunan yang di alami oleh proporsi individu rentan lebih sedikit
dibandingkan dengan gambar 4.14. Selain itu, Proporsi individu kebal mengalami
kenaikan hingga 0.5 dalam kurun waktu 30 tahun. Hal ini juga lebih sedikit
dibandingkan dengan gambar 4.14.
52
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
Gambar 4.17Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .7
dan
Pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17 terlihat perbedaan yang cukup drastic pada garis
merah. Nilai proporsi populasi kebal pada Gambar 4.16 yaitu sebesar 0.55 dan
53
populasi rentan sebesar 0.44. Sedangkan pada Gambar 4.17, nilai proporsi populasi
kebal yaitu sebesar 0.59 dan populasi rentan sebesar 0.39.
Berikut adalah perbandingan dari Gambar 4.16 dan Gambar 4.17.
Jika warga imigran diwajibkan untuk melakukan vaksinasi sedangkan warga asli
tidak melakukan vaksinasi maka dinotasikan dengan dan
54
Gambar 4.18Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .1
dan .
Gambar 4.18 menunjukkan keadaan pada saat warga imigran diwajibkan melakukan
vaksinasi sedangkan warga asli tidak ada yang melakukan vaksinasi. Pada saat
kondisi ini, rasio individu rentan (suspected) menurun jauh hingga di titik 0.3 dan
rasio individu sembuh (recovered) meningkat hingga di atas 0.7.
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
55
Gambar 4.19Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , .1
dan .
Jika dibandingkan, kedua gambar di atas menunjukan hal yang sangat berbeda. Pada
Gambar 4.18 ketika laju pertumbuhan warga imigrasi lebih tinggi daripada laju
pertumbuhan populasi asli, Grafik menunjukan bahwa garis merah mengalami
kenaikan drastic hingga 0.71. Sedangkan pada Gambar 4.19, kondisi ketika laju
pertumbuhan warga imigrasi lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan populasi
asli menunjukan hasil bahwa garis merah atau populasi kebal hanya mencapai angka
0.45.
56
Apabila dan maka hasil yang didapatkan terlihat pada gambar 4.12
sebagai berikut
.Gambar 4.20Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , dan
.
Pada Gambar 4.20 terlihat bahwa rasio individu rentan (suspectible) menurun drastis
dan bahkan akan hilang. Hal ini dikarenakan oleh pemberian vaksin yang tinggi.
Vaksinasi yang diberikan dapat membuat populasi rentan (suspectible)menjadi kebal
dan populasi terinfeksi (infected) menjadi sembuh dari penyakit. Maka, rasio individu
sembuh (recovered) meningkat hingga 1.
57
Sebagai perbandingan maka dilakukan simulasi kembali dengan nilai laju imigran
yang berbeda yaitu atau dapat dikatakan juga sebagai kondisi dimana laju
imigran lebih kecil daripada laju warga yang lahir.
Gambar 4.21 Proporsi individu rentan (susceptible) (garis biru), terinfeksi (infected)
(garis hijau) dan sembuh (recovered) (garis merah) pada saat saat , ,
dan .
58
Perbedaan yang terlihat pada Gambar 4.20 dan Gambar 4.21 yaitu garis hijau atau
terinfeksi akan menghilang lebih cepat pada Gambar 4.20 dibandingkan Gambar
4.21.
Dengan melihat kondisi kondisi yang disimulasikan sebelumnya, kondisi ini
menunjukan hasil yang paling baik diantara kondisi lainnya. Gambar 4.13 akan
menunjukan perbandingan ketika populasi tidak diberikan vaksinasi dan ketika
populasi diberikan vaksinasi.
.Gambar 4.22 Proporsi sistem SIR untuk dan dan sistem SIR
untuk dan (garis putus-putus)
59
Pada Gambar 4.22 terlihat perbedaan yang cukup drastis antara sistem SIR untuk
dan dan SIR untuk dan . Pada proporsi individu rentan
(suspectible), ketika populasi tidak melakukan vaksinasi terjadi peningkatan hingga
di titik 1. Namun ketika populasi diwajibkan melakukan vaksinasi, maka proporsi
individu rentan (suspectible) mengalami penurunan hingga menghilang yang artinya
populasi yang sebelumnya rentan berpindah menjadi populasi terinfeksi dan populasi
sembuh.
Dengan meningkatkan pemberian vaksinasi kepada populasi maka proporsi individu
sembuh (recovered) mengalami peningkatan pesat hingga di titik 1. Hal ini
dikarenakan populasi yang sebelumnya berada di kelompok rentan (suspectible)
ataupun kelompok terinfeksi (infected) menjadi sembuh dan kebal terhadap penyakit
setelah diberikan vaksinasi.
Untuk melihat stabil atau tidaknya sebuah sistem, dapat di uji menggunakan nilai
yang didapatkan dari nilai eigen. Berikut adalah tabel nilai untuk setiap kondisi
yang disimulasikan.
Tabel 4.2 Nilai untuk setiap kondisi yang berbeda.
No Gambar Ket.
1 Gambar 4.2 0 0 0.036 0.1 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
2 Gambar 4.3 0 0 0.01 0.1 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
60
3 Gambar 4.4 0.3 0 0.036 0.0916 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
4 Gambar 4.5 0.3 0 0.01 0.0825 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
5 Gambar 4.6 0 0.3 0.036 0.0784 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
6 Gambar 4.7 0 0.3 0.01 0.0875 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
7 Gambar 4.8 0.3 0.3 0.036 0.07 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
8 Gambar 4.9 0.3 0.3 0.01 0.07 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
9 Gambar 4.10 0.5 0.5 0.036 0.05 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
10 Gambar 4.11 0.5 0.5 0.01 0.05 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
11 Gambar 4.12 0.7 0.7 0.036 0.03 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
12 Gambar 4.13 0.7 0.7 0.01 0.03 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
13 Gambar 4.14 0.5 0.7 0.036 0.0356 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
14 Gambar 4.15 0.5 0.7 0.01 0.0356 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
15 Gambar 4.16 0.7 0.5 0.036 0.0444 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
16 Gambar 4.17 0.7 0.5 0.01 0.0383 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
17 Gambar 4.18 0 1 0.036 0.028 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
18 Gambar 4.19 0 1 0.01 0.0583 -0.5 -0.5 Tdk Stabil
19 Gambar 4.20 1 1 0.036 0 -0.5 -0.5 Stabil
20 Gambar 4.21 1 1 0.01 0 -0.5 -0.5 Stabil
62
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil dari hasil pembahasan yang telah dilakukan
adalah model epidemi SIR untuk penyebaran penyakit influenza dengan pengaruh
vaksinasi dan faktor imigrasi dapat dinotasikan sebagai
Model tersebut memiliki dua titik kesetimbangan, yaitu
1. Titik kesetimbangan bebas penyakit.
2. Titik kesetimbangan epidemi.
63
Model tersebut memiliki nilai atau Nilai reproduksi vaksinasi yaitu
Setelah dilakukan beberapa simulasi numerik terhadap model yang didapatkan,
dapat dilihat bahwa sistem akan menjadi stabil saat tingkat vaksinasi yang
diberikan yaitu .
Nilai dapat mempengaruhi simulasi yang dilakukan. Apabila , maka
tingkat vaksinasi yang dibutuhkan agar penyakit lebih cepat menghilang adalah
. Dengan berlakunya hal ini maka sistem akan lebih cepat menuju stabil.
5.2 Saran
Disarankan untuk pembaca yang tertarik masalah ini dapat mengembangkan
model epidemic SIR dengan menambahkan peubah yang belum disebutkan pada
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hethcote, H.W. 2000. The Mathematics of Infectious Disease. SIAM Review 42
Number 4, 599-653.
Iswanto, R.J. 2012. Pemodelan Matematika: Aplikasi dan Terapannya. Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Kartono, 2012, Persamaan Diferensial Biasa Model Matematika Fenomena
Perubahan, Graha Ilmu, Yogyakarta
Marwan. & Said, M. 2009. Persamaan Diferensial. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Neuhauser, C. 2004. Calculus for Biology and Medicine. Pearson Education,
New Jersey.
N. Anggriani, A., Supriatna, B. & Subartini, R. W. 2015. Kontrol Optimum pada
Model Epidemik SIR dengan Pengaruh Vaksinasi dan Faktor Imigrasi.
Bandung: Jurnal Matematika Integratif. Vol. 11, No. 2 : 111-118.
Varberg, D., Purcell, E.J. & Rigdon, S.E. 2006. Calculus, 9th edition. Pearson,
New York.
Waluya, B. 2006. Buku Ajar: Persamaan Diferensial. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.