LAPORAN RESMI FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF PRAKTIKUM I SKIZOPRENIA DAN DEPRESI I. Tujuan : Agar mahasiswa mampu menganalisa suatu kasus mengenai skizoprenia, dan mampu menyelesaikan kasus tersebut, serta menentukan obat yang tepat untuk penyakit tersebut. II. Dasar teori : Skizoprenia Skizoprenia merupakan penyakit gangguan otak parah dimana orang menginterprestasikan realitas secara abnormal. Skizoprenia merupakan gangguan pikiran berupa kombinasi dari halusinasi, delusi dan berpikir teratur dan perilaku. Kemampuan orang dengan skizoprenia untuk berfungsi normal dan merawat diri mereka sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu. Penyakit ini merupakan kondisi kronis, yang memerlukan pengobatan seumur hidup. Berbeda dengan yang dipercayai oleh orang pada umumnya, skizoprenia bukanlah kepribadian yang terbelah atau kepribadian ganda. Kata skizoprenia berasal dari akar kata yunani, yaitu schizo (terbelah) dan phrene (pikiran), untuk menggambarkan adanya pemikiran yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN RESMI FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF
PRAKTIKUM I
SKIZOPRENIA DAN DEPRESI
I. Tujuan :
Agar mahasiswa mampu menganalisa suatu kasus mengenai skizoprenia, dan
mampu menyelesaikan kasus tersebut, serta menentukan obat yang tepat untuk
penyakit tersebut.
II. Dasar teori :
Skizoprenia
Skizoprenia merupakan penyakit gangguan otak parah dimana orang
menginterprestasikan realitas secara abnormal. Skizoprenia merupakan gangguan
pikiran berupa kombinasi dari halusinasi, delusi dan berpikir teratur dan perilaku.
Kemampuan orang dengan skizoprenia untuk berfungsi normal dan merawat diri
mereka sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu. Penyakit ini merupakan
kondisi kronis, yang memerlukan pengobatan seumur hidup.
Berbeda dengan yang dipercayai oleh orang pada umumnya, skizoprenia
bukanlah kepribadian yang terbelah atau kepribadian ganda. Kata skizoprenia
berasal dari akar kata yunani, yaitu schizo (terbelah) dan phrene (pikiran), untuk
menggambarkan adanya pemikiran yang terfragmentasi dan mengacu pada
gangguan keseimbangan emosi dan berpikir. Eugen Bleuler adalah psikiater Swiss,
yang menciptakan istilah “skizoprenia” pada tahun 1911. Dia juga orang pertama
yang menggambarkan gejala-gejala skizoprenia sebagai gejala “positif” atau
“negatif”. Sejak masa Bleuler, definisi skizoprenia terus berubah, karena ilmuwan
mencoba untuk lebih akurat melukiskan berbagai jenis penyakit psikiatrik.
1. Epidemiologi
Prevalensi penderita skizoprenia hampir mirip pada satu negara dengan negara
lain, yaitu sekitar 0,2-2% populasi. Onset terjadinya biasanya pada masa akhir
remaja atau awal dewasa, jarang terjadi pada sebelum remaja atau setelah umur 40
tahun. Angka kejadian pada wanita sama dengan pria, tetapi onset pada pria
umumnya lebih awal (pria: 15-24 tahun; wanita; 25-35 tahun) dengan implikasi
lebih banyaknya gangguan kognitif dan outcome yang lebih jelek pada pria
daripada wanita.
Pria lebih banyak mengalami gejala-gejala negatif dan wanita lebih banyak
mengalami gejala afektif walaupun gejala psikotok akut, baik dalam jenis atau
tingkat keparahan, tidak berbeda antara kedua jenis kelamin. Lebih dari 80% dari
pasien skizoprenia memiliki orang tua yang tidak memiliki gangguan, namun risiko
skizoprenia lebih besar pada orang yang orang tuanya memiliki gangguan. Resiko
skizoprenia seumur hidup adalah sebesar 13-40% untuk anak yang kedua
orangtuanya menderita skizoprenia.
2. Etiologi
Penyebab skizoprenia telah menjadi subjek perdebata yang panjang. Studi
menunjukkan bahwa genetika, perkembangan janin dalam kandungan, lingkungan
awal, neurobiologi, dan proses psikologis, an faktor sosial merupakan penyebab
penting. Meskipun tidak ada penyebab umum skizoprenia yang dapat diidentifikasi
pada semua individu yang didiagnosis dengan kondisi tersebut, saat ini sebagian
besar peneliti dan dokter percaya bahwa skizoprenia merupakan dipengaruhi oleh
faktor kerentanan otak (baik yang diwarisi atau diperoleh) dan peristiwa kehidupan.
3. Prognosis
Kurang dari 20% pasien dengan skizoprenia memiliki prognosis yang baik. Itu
berarti bahwa kurang dari 20 dari setiap 100 pasien skizoprenia memiliki
kemungkinan untuk menikah, memiliki anak, dan mempertahankan pekerjaan dan
memiliki kehidupan yang normal produktif.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap prognosis yang lebih baik antara
lain : peremouan, onset gejala yang cepat, usia yang lebih tua dari episode pertama,
gejala positif, dan kondisi medis sebelumnya yang baik. Kekuatan dan sumber daya
internal dari individu yang bersangkutan, seperti ketahanan psikologis juga
berkontribusi terhadap prognosis yang lebih baik. Sikap dan tingkat dukungan dari
orang-orang dalam kehidupan individu tersebut (misalnya dukungan keluarga,
teman-teman, dan lain-lain) dapat memberikan dampak yang signifikan.
Patofisiologi
1. Klasifikasi
DSM-IV-TR berisi 5 sub klasifikasi dari skizoprenia, yaitu :
a. Tipe paranodi : ada delusi dan halusinasi, tetapi tidak ada gangguan pemikiran,
perilaku yang tidak teratur, dan respon yang datar
b. Tipe disorganized : disebut juga skizoprenia hebephrenic pada ICD, dimana
gangguan berpikir dan perasaan yang datar terjadi bersama-sama
c. Tipe katatonik :individu mungkin hampir tidak bergerak atau menunjukkan
kegelisahan, atau gerakan yang tidak ada tujuannya
d. Tipe undifferentiated : ada gejala psikotik namun tidak memenuhi kriteria untuk
jenis paranoid, disorganized, atau katatonik
e. Tipe residual : gejala positif terjadi pada intensitas rendah saja.
2. Patofisiologi
Teori neurokimia tentang skizoprenia berkembang dengan menganalisis efek
antipsikotik dan propsikotik obat pada manusia dan hewan percobaan. Teori ini
terutama berpusat pada peran dopamin dan glutamat pada patofiologi skizoprenia,
walaupun peranan serotonin juga mendapat perhatin, terutama selama dekade
terakhir.
a. Peranan dopamin
Hipotesis dopamin pada skizoprenia pertama kali diusulkan berdasarkan bukti
farmakologis tidak langsung pada manusia dan hewan percobaan. Pada waktu itu
ditemukan bahwa penggunaan amfetamin pada dosis besar, suatu obat yang
meningkatkan aksi dopamin, ternyata menyebabkan gejala psikotik, yang dapat
diatasi dengan pemberian suatu obat yang memblok reseptor dopamin D2,
apomorfin, juga menghasilkan efek serupa, sementara obat-obat antagonis dopamin
ternyata dapat mencegah gejala psikotik yang disebabkan oleh amfetamin.
Dalam hipotesis dopamin, dinyatakan bahwa skizoprenia dipengaruhi oleh
aktivitas dopamin pada jalur mesolimbik dan mesokortis syaraf dopamin.
Overaktivitas ayaraf dopamin pada jalur mesolimbik bertanggung jawab
menyebabbkan gejala positif, sedangkan kurangnya aktivitas dopamin pada jalur
mesokortis menyababkan gejala negatif, kognitif, dan afektif.
Diketahui bahwa jalur dopamin syaraf terdiri dari 4 jalur, yaitu :
1. Jalur nigrostriatal : dari substantia nigra ke basal ganglia
2. 2. Jalur mesolimbik : dari substantia nigra menuju ke sistem limbik
3. Jalur mesokortikal : dari substantia nigra menuju ke frontal cortex
4. Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary
Table Sistem Dopaminergik, fungsi dan efek antagonis Dopamin
Sistem Dopamin Asal Intervasi Fungsi Efek antagonis
Dopamin
Nigrostriatal Substansia
nigra
Nukleus
caudate
Putamen
Sistem
ekstrapiramidal,
gerakan
Gangguan
gerakan
Mesolimbik Midbrain
ventral
tegmentum
Daerah
limbik
(contoh :
amygdala,
alfactory,
tuberde,
septal
nuclei),
cingulate
Ingatan, proses
stimulus,
tingkah laku
yang
bersemangat
Mengurangi
gejala psikosis
gyrus
Mesokortikal Midbrain
ventral
tegmentum
Lobus
korteks
frontal dan
prefrontal
Kognisi,
komunikasi,
fungsi sosial,
respon terhadap
stres
Mengurangi
gejala psikosis,
akatisia
Tuberoninfundibular Hipotalamus Kelenjar
pituitari
Mengatur
pelepasan
prolaktin
Meningkatkan
konsentrasi
prolaktin
Hipotesis dopamin inilah yang menyebabkan bahwa sebelum 1990-an,
pengembangan obat antipsikotik difokuskan secara ekslusif pada agen dengan aktivitas
utama yang berlokasi pada reseptor dopamin-D2, yaitu obat-obat anti psikotik tipikal
yang merupakan antagonis reseptor D2. Namun meskipun blokade reseptor D2 dapat
mengurangi gejala-gejala positif, seperti halusinasi dan delusi, antagonis D2 juga terkait
dengan efek samping neurologis yang tidak menyenangkan, yaitu gejala ekstra
piramidal. Selain itu, agen ini memiliki khasiat yang terbatas untuk gejala dalam
skizoprenia, terutama gejala negatif, dan koknitif.
b. Peranan serotonin
Pelapasan dopamin tidak bisa dilepaskan dari fungsi serotonin yang memiliki
fungsi regulator. Serotonin pertama kali di usulkan untuk terlibat dalam pato fisiologi
skisoprenia pada tahun 1950 karena adanya kesamaan struktural dengan diethylamide
asam lisergat (LSD), kesamaamn antara efek halusinogen LSD dengan gejala positif
Skisofrenia dan fakta bahwa LSD merupakan antagonis serotonin di jaringan perifer.
Pengembangan obat anti psikotik klozapin pada saat itu memperbaharui kajian
tentang peran serotonin dalam skizoprenia dan mendorong penelitian untuk
mendifinisikan lebih lanjut hubungan antara serotonin dengan skizoprenia. Adanya
perubahan transmisi 5-HT pada otak pasien skizoprenia telah dilaporkan dalam study
postmortem 5-HT dan metabolit, transporter, dan reseptor 5HT ; serta studi metabolit
5HT pada cairan serebrospinal. Meskipun bukti tentang perubahan penanda
serotonergik dalam skizoprenia relatif sulit ditafsirkan, namun secara keseluruhan, studi
meninjukkan bahwa ada perubahan yang kompleks dalam sistem 5-HT pada pasien
skizoprenia. Perubahan ini menunjukkan bahwa disfungsi serotonergik adalah penting
dalam patologi penyakit ini.
Serangkaian bukti yang mendukung peran potensial serotonin dalam
memperantarai efek antipsikotik obat datang dari interaksi anatomi dan fungsional
dopamin dan serotonin. Studi anatomi dan elektrofisiologi menunjukkan bahwa syaraf
serotonergik dari dorsal dan median raphe nuclei terproyeksikan ke badan-badan sel
dopaminergik dalam Ventral Area (VTA) dan Substantia Nigra (SN) dari otak tengah.
Syaraf serotonergik neuron dilaporkan berujung secara langsung pada sel-sel
dopaminergik dan memberikan pegaruh penghambatan pada aktivitas dopamin dijalur
mesolimbik dan nigrostriatal memalui reseptor 5-HT2A.
Secara umum, penurunan aktivitas serotonin terkait dengan peningkatan
aktivitas dopamin. Interaksi antara serotonin dengan dopamin, khususnya pada reseptor
5-HTA, dapat menjelaskan mekanisme obat anti psikotok atipikal dan rendahnya potensi
untuk menyebabkan efek samping ekstra piramidal. Selain itu, stimulasi 5-HT1A juga
meningkatkan fungsi dopaminergik.
c. Peranan Glutamat
Disfungsi sistem glutamatergik dikorteks prefrontal di duga juga terlibat dalam
patofisiologi skizoprenia. Hipotesa peran sistem glutamanergik dalam skizoprenia
datang dari bukti bahwa pemberian antagonis reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA),
seperti phenicyclidine (PCP) dan ketamin, pada orang sehat menghasilkan efek yang
mirip dengan spektrum gejala dan gangguan kognitif yang terkait dengan skizoprenia.
Berbeda dengan gejala psikosis yang disebabkan amfetamin yang hanya
menggambarkan model gejala positif skizoprenia, efek dari antagonis NMDA
menyerupai baik gejala positif dan negatif serta defisit koknitif skizoprenia.
1. Gejala dan Tanda
Gambaran klinis skizoprenia sangat bervariasi antar individu, dan bahkan pada
satu invidu dari waktu kewaktu, tidak ada strereo tipe yang pasti. Pada fase normal,
pasien dalam kontrol yang baik terhadap pikiran, perasaan, dan tindakanya. Episode
psikotik yang pertama kali terjadi mungkin terjadi secara tiba-tiba, atau biasanya
diawali dengan kelakuan yang menarik diri, pencuriga, dan aneh. Pada episode akut,
pasien kehilangan kontak dengan realitas, dalam hal ini otaknya menciptakan realitas
palsu.
Pasien dinyatakan mengalami skizoprenia jika mengalami tanda-tanda dan
gejala karakteristik selama jangka waktu yang signifikan selama periode satu bulan,
dengan beberapa tanda-tanda gangguan yang bertahan selama 6 bulan. Gejalanya
umumnya tidak bersifat tunggal, namun melibatkan beberapa gangguan psikologis,
seperti persepsi halusinasi, delusi, proses berpikir, perasaan datar dan tidak tepat,
perhatian, dan konsentrasi.
Pasien didiagnosa skizoprenia jika memenuhi kriteria diagnosa menurut DSM-
IV sebagai berikut :
a. Gejala karakteristik : dua atau lebih gejala berikut ini yang muncul dalam
jangka waktu yang signifikan dalam periode 1 bulan.
b. Disfungsi sosial atau pekerjaan : adanya gangguan terhadap fungsi sosial
atau pekerjaan untuk jangka waktu yang signifikan.
c. Durasi : tanda gangguan terjadi secara terus-menerus selama 6 bulan, yang
merupakan gejala karakteristik.
d. Gejala psikotik bukan disebabkan karena gangguan mood seperti pada
bipolar.
e. Gejala bukan karena disebabkan karena penggunaan obat atau kondisi medik
tertentu.
Faktor resiko penyakit ini termasuk :
1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri,
dan/atauimpulsivitas.
3. Stress lingkungan
4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat
kecil.
5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena
dideritanya gangguan ini
Penyakit Skizofrenia Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui
menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen
gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya
beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter.
Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan genetic
dengan, dan beratnya penyakit, probandnya.
Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem
mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal
walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi,
dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas
lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik
yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke
berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima
untuk skizofrenia.
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan
penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya.
Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini
menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan
skizofrenia.Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Rriwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan
putus obat akut.
Terapi Penyakit Skizofrenia
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi,
karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat
neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti
klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate
atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia
dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari