Top Banner
LAPORAN RESMI FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF PRAKTIKUM I SKIZOPRENIA DAN DEPRESI I. Tujuan : Agar mahasiswa mampu menganalisa suatu kasus mengenai skizoprenia, dan mampu menyelesaikan kasus tersebut, serta menentukan obat yang tepat untuk penyakit tersebut. II. Dasar teori : Skizoprenia Skizoprenia merupakan penyakit gangguan otak parah dimana orang menginterprestasikan realitas secara abnormal. Skizoprenia merupakan gangguan pikiran berupa kombinasi dari halusinasi, delusi dan berpikir teratur dan perilaku. Kemampuan orang dengan skizoprenia untuk berfungsi normal dan merawat diri mereka sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu. Penyakit ini merupakan kondisi kronis, yang memerlukan pengobatan seumur hidup. Berbeda dengan yang dipercayai oleh orang pada umumnya, skizoprenia bukanlah kepribadian yang terbelah atau kepribadian ganda. Kata skizoprenia berasal dari akar kata yunani, yaitu schizo (terbelah) dan phrene (pikiran), untuk menggambarkan adanya pemikiran yang
39

pembahasan skizo

Jul 30, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: pembahasan skizo

LAPORAN RESMI FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF

PRAKTIKUM I

SKIZOPRENIA DAN DEPRESI

I. Tujuan :

Agar mahasiswa mampu menganalisa suatu kasus mengenai skizoprenia, dan

mampu menyelesaikan kasus tersebut, serta menentukan obat yang tepat untuk

penyakit tersebut.

II. Dasar teori :

Skizoprenia

Skizoprenia merupakan penyakit gangguan otak parah dimana orang

menginterprestasikan realitas secara abnormal. Skizoprenia merupakan gangguan

pikiran berupa kombinasi dari halusinasi, delusi dan berpikir teratur dan perilaku.

Kemampuan orang dengan skizoprenia untuk berfungsi normal dan merawat diri

mereka sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu. Penyakit ini merupakan

kondisi kronis, yang memerlukan pengobatan seumur hidup.

Berbeda dengan yang dipercayai oleh orang pada umumnya, skizoprenia

bukanlah kepribadian yang terbelah atau kepribadian ganda. Kata skizoprenia

berasal dari akar kata yunani, yaitu schizo (terbelah) dan phrene (pikiran), untuk

menggambarkan adanya pemikiran yang terfragmentasi dan mengacu pada

gangguan keseimbangan emosi dan berpikir. Eugen Bleuler adalah psikiater Swiss,

yang menciptakan istilah “skizoprenia” pada tahun 1911. Dia juga orang pertama

yang menggambarkan gejala-gejala skizoprenia sebagai gejala “positif” atau

“negatif”. Sejak masa Bleuler, definisi skizoprenia terus berubah, karena ilmuwan

mencoba untuk lebih akurat melukiskan berbagai jenis penyakit psikiatrik.

1. Epidemiologi

Prevalensi penderita skizoprenia hampir mirip pada satu negara dengan negara

lain, yaitu sekitar 0,2-2% populasi. Onset terjadinya biasanya pada masa akhir

Page 2: pembahasan skizo

remaja atau awal dewasa, jarang terjadi pada sebelum remaja atau setelah umur 40

tahun. Angka kejadian pada wanita sama dengan pria, tetapi onset pada pria

umumnya lebih awal (pria: 15-24 tahun; wanita; 25-35 tahun) dengan implikasi

lebih banyaknya gangguan kognitif dan outcome yang lebih jelek pada pria

daripada wanita.

Pria lebih banyak mengalami gejala-gejala negatif dan wanita lebih banyak

mengalami gejala afektif walaupun gejala psikotok akut, baik dalam jenis atau

tingkat keparahan, tidak berbeda antara kedua jenis kelamin. Lebih dari 80% dari

pasien skizoprenia memiliki orang tua yang tidak memiliki gangguan, namun risiko

skizoprenia lebih besar pada orang yang orang tuanya memiliki gangguan. Resiko

skizoprenia seumur hidup adalah sebesar 13-40% untuk anak yang kedua

orangtuanya menderita skizoprenia.

2. Etiologi

Penyebab skizoprenia telah menjadi subjek perdebata yang panjang. Studi

menunjukkan bahwa genetika, perkembangan janin dalam kandungan, lingkungan

awal, neurobiologi, dan proses psikologis, an faktor sosial merupakan penyebab

penting. Meskipun tidak ada penyebab umum skizoprenia yang dapat diidentifikasi

pada semua individu yang didiagnosis dengan kondisi tersebut, saat ini sebagian

besar peneliti dan dokter percaya bahwa skizoprenia merupakan dipengaruhi oleh

faktor kerentanan otak (baik yang diwarisi atau diperoleh) dan peristiwa kehidupan.

3. Prognosis

Kurang dari 20% pasien dengan skizoprenia memiliki prognosis yang baik. Itu

berarti bahwa kurang dari 20 dari setiap 100 pasien skizoprenia memiliki

kemungkinan untuk menikah, memiliki anak, dan mempertahankan pekerjaan dan

memiliki kehidupan yang normal produktif.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap prognosis yang lebih baik antara

lain : peremouan, onset gejala yang cepat, usia yang lebih tua dari episode pertama,

gejala positif, dan kondisi medis sebelumnya yang baik. Kekuatan dan sumber daya

internal dari individu yang bersangkutan, seperti ketahanan psikologis juga

Page 3: pembahasan skizo

berkontribusi terhadap prognosis yang lebih baik. Sikap dan tingkat dukungan dari

orang-orang dalam kehidupan individu tersebut (misalnya dukungan keluarga,

teman-teman, dan lain-lain) dapat memberikan dampak yang signifikan.

Patofisiologi

1. Klasifikasi

DSM-IV-TR berisi 5 sub klasifikasi dari skizoprenia, yaitu :

a. Tipe paranodi : ada delusi dan halusinasi, tetapi tidak ada gangguan pemikiran,

perilaku yang tidak teratur, dan respon yang datar

b. Tipe disorganized : disebut juga skizoprenia hebephrenic pada ICD, dimana

gangguan berpikir dan perasaan yang datar terjadi bersama-sama

c. Tipe katatonik :individu mungkin hampir tidak bergerak atau menunjukkan

kegelisahan, atau gerakan yang tidak ada tujuannya

d. Tipe undifferentiated : ada gejala psikotik namun tidak memenuhi kriteria untuk

jenis paranoid, disorganized, atau katatonik

e. Tipe residual : gejala positif terjadi pada intensitas rendah saja.

2. Patofisiologi

Teori neurokimia tentang skizoprenia berkembang dengan menganalisis efek

antipsikotik dan propsikotik obat pada manusia dan hewan percobaan. Teori ini

terutama berpusat pada peran dopamin dan glutamat pada patofiologi skizoprenia,

walaupun peranan serotonin juga mendapat perhatin, terutama selama dekade

terakhir.

a. Peranan dopamin

Hipotesis dopamin pada skizoprenia pertama kali diusulkan berdasarkan bukti

farmakologis tidak langsung pada manusia dan hewan percobaan. Pada waktu itu

ditemukan bahwa penggunaan amfetamin pada dosis besar, suatu obat yang

meningkatkan aksi dopamin, ternyata menyebabkan gejala psikotik, yang dapat

diatasi dengan pemberian suatu obat yang memblok reseptor dopamin D2,

Page 4: pembahasan skizo

apomorfin, juga menghasilkan efek serupa, sementara obat-obat antagonis dopamin

ternyata dapat mencegah gejala psikotik yang disebabkan oleh amfetamin.

Dalam hipotesis dopamin, dinyatakan bahwa skizoprenia dipengaruhi oleh

aktivitas dopamin pada jalur mesolimbik dan mesokortis syaraf dopamin.

Overaktivitas ayaraf dopamin pada jalur mesolimbik bertanggung jawab

menyebabbkan gejala positif, sedangkan kurangnya aktivitas dopamin pada jalur

mesokortis menyababkan gejala negatif, kognitif, dan afektif.

Diketahui bahwa jalur dopamin syaraf terdiri dari 4 jalur, yaitu :

1. Jalur nigrostriatal : dari substantia nigra ke basal ganglia

2. 2. Jalur mesolimbik : dari substantia nigra menuju ke sistem limbik

3. Jalur mesokortikal : dari substantia nigra menuju ke frontal cortex

4. Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary

Table Sistem Dopaminergik, fungsi dan efek antagonis Dopamin

Sistem Dopamin Asal Intervasi Fungsi Efek antagonis

Dopamin

Nigrostriatal Substansia

nigra

Nukleus

caudate

Putamen

Sistem

ekstrapiramidal,

gerakan

Gangguan

gerakan

Mesolimbik Midbrain

ventral

tegmentum

Daerah

limbik

(contoh :

amygdala,

alfactory,

tuberde,

septal

nuclei),

cingulate

Ingatan, proses

stimulus,

tingkah laku

yang

bersemangat

Mengurangi

gejala psikosis

Page 5: pembahasan skizo

gyrus

Mesokortikal Midbrain

ventral

tegmentum

Lobus

korteks

frontal dan

prefrontal

Kognisi,

komunikasi,

fungsi sosial,

respon terhadap

stres

Mengurangi

gejala psikosis,

akatisia

Tuberoninfundibular Hipotalamus Kelenjar

pituitari

Mengatur

pelepasan

prolaktin

Meningkatkan

konsentrasi

prolaktin

Hipotesis dopamin inilah yang menyebabkan bahwa sebelum 1990-an,

pengembangan obat antipsikotik difokuskan secara ekslusif pada agen dengan aktivitas

utama yang berlokasi pada reseptor dopamin-D2, yaitu obat-obat anti psikotik tipikal

yang merupakan antagonis reseptor D2. Namun meskipun blokade reseptor D2 dapat

mengurangi gejala-gejala positif, seperti halusinasi dan delusi, antagonis D2 juga terkait

dengan efek samping neurologis yang tidak menyenangkan, yaitu gejala ekstra

piramidal. Selain itu, agen ini memiliki khasiat yang terbatas untuk gejala dalam

skizoprenia, terutama gejala negatif, dan koknitif.

b. Peranan serotonin

Pelapasan dopamin tidak bisa dilepaskan dari fungsi serotonin yang memiliki

fungsi regulator. Serotonin pertama kali di usulkan untuk terlibat dalam pato fisiologi

skisoprenia pada tahun 1950 karena adanya kesamaan struktural dengan diethylamide

asam lisergat (LSD), kesamaamn antara efek halusinogen LSD dengan gejala positif

Skisofrenia dan fakta bahwa LSD merupakan antagonis serotonin di jaringan perifer.

Pengembangan obat anti psikotik klozapin pada saat itu memperbaharui kajian

tentang peran serotonin dalam skizoprenia dan mendorong penelitian untuk

mendifinisikan lebih lanjut hubungan antara serotonin dengan skizoprenia. Adanya

perubahan transmisi 5-HT pada otak pasien skizoprenia telah dilaporkan dalam study

postmortem 5-HT dan metabolit, transporter, dan reseptor 5HT ; serta studi metabolit

5HT pada cairan serebrospinal. Meskipun bukti tentang perubahan penanda

Page 6: pembahasan skizo

serotonergik dalam skizoprenia relatif sulit ditafsirkan, namun secara keseluruhan, studi

meninjukkan bahwa ada perubahan yang kompleks dalam sistem 5-HT pada pasien

skizoprenia. Perubahan ini menunjukkan bahwa disfungsi serotonergik adalah penting

dalam patologi penyakit ini.

Serangkaian bukti yang mendukung peran potensial serotonin dalam

memperantarai efek antipsikotik obat datang dari interaksi anatomi dan fungsional

dopamin dan serotonin. Studi anatomi dan elektrofisiologi menunjukkan bahwa syaraf

serotonergik dari dorsal dan median raphe nuclei terproyeksikan ke badan-badan sel

dopaminergik dalam Ventral Area (VTA) dan Substantia Nigra (SN) dari otak tengah.

Syaraf serotonergik neuron dilaporkan berujung secara langsung pada sel-sel

dopaminergik dan memberikan pegaruh penghambatan pada aktivitas dopamin dijalur

mesolimbik dan nigrostriatal memalui reseptor 5-HT2A.

Secara umum, penurunan aktivitas serotonin terkait dengan peningkatan

aktivitas dopamin. Interaksi antara serotonin dengan dopamin, khususnya pada reseptor

5-HTA, dapat menjelaskan mekanisme obat anti psikotok atipikal dan rendahnya potensi

untuk menyebabkan efek samping ekstra piramidal. Selain itu, stimulasi 5-HT1A juga

meningkatkan fungsi dopaminergik.

c. Peranan Glutamat

Disfungsi sistem glutamatergik dikorteks prefrontal di duga juga terlibat dalam

patofisiologi skizoprenia. Hipotesa peran sistem glutamanergik dalam skizoprenia

datang dari bukti bahwa pemberian antagonis reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA),

seperti phenicyclidine (PCP) dan ketamin, pada orang sehat menghasilkan efek yang

mirip dengan spektrum gejala dan gangguan kognitif yang terkait dengan skizoprenia.

Berbeda dengan gejala psikosis yang disebabkan amfetamin yang hanya

menggambarkan model gejala positif skizoprenia, efek dari antagonis NMDA

menyerupai baik gejala positif dan negatif serta defisit koknitif skizoprenia.

1. Gejala dan Tanda

Gambaran klinis skizoprenia sangat bervariasi antar individu, dan bahkan pada

satu invidu dari waktu kewaktu, tidak ada strereo tipe yang pasti. Pada fase normal,

Page 7: pembahasan skizo

pasien dalam kontrol yang baik terhadap pikiran, perasaan, dan tindakanya. Episode

psikotik yang pertama kali terjadi mungkin terjadi secara tiba-tiba, atau biasanya

diawali dengan kelakuan yang menarik diri, pencuriga, dan aneh. Pada episode akut,

pasien kehilangan kontak dengan realitas, dalam hal ini otaknya menciptakan realitas

palsu.

Pasien dinyatakan mengalami skizoprenia jika mengalami tanda-tanda dan

gejala karakteristik selama jangka waktu yang signifikan selama periode satu bulan,

dengan beberapa tanda-tanda gangguan yang bertahan selama 6 bulan. Gejalanya

umumnya tidak bersifat tunggal, namun melibatkan beberapa gangguan psikologis,

seperti persepsi halusinasi, delusi, proses berpikir, perasaan datar dan tidak tepat,

perhatian, dan konsentrasi.

Pasien didiagnosa skizoprenia jika memenuhi kriteria diagnosa menurut DSM-

IV sebagai berikut :

a. Gejala karakteristik : dua atau lebih gejala berikut ini yang muncul dalam

jangka waktu yang signifikan dalam periode 1 bulan.

b. Disfungsi sosial atau pekerjaan : adanya gangguan terhadap fungsi sosial

atau pekerjaan untuk jangka waktu yang signifikan.

c. Durasi : tanda gangguan terjadi secara terus-menerus selama 6 bulan, yang

merupakan gejala karakteristik.

d. Gejala psikotik bukan disebabkan karena gangguan mood seperti pada

bipolar.

e. Gejala bukan karena disebabkan karena penggunaan obat atau kondisi medik

tertentu.

Faktor resiko penyakit ini termasuk :

1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga

2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri,

dan/atauimpulsivitas.

3. Stress lingkungan

Page 8: pembahasan skizo

4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat

kecil.

5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena

dideritanya gangguan ini

Penyakit Skizofrenia Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui

menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen

gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya

beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter.

Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan genetic

dengan, dan beratnya penyakit, probandnya.

Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem

mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal

walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi,

dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas

lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik

yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke

Page 9: pembahasan skizo

berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima

untuk skizofrenia.

Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan

penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya.

Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini

menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan

skizofrenia.Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada

1. Tanda dan gejala yang ada

2. Rriwayat psikiatri

3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan

putus obat akut.

Terapi Penyakit Skizofrenia

Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi,

karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat

neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti

klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate

atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia

dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari

neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat penopang.

Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah disbanding dengan

neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika

menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.

Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan

dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita

untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial.Intervensi psikososial diyakini

berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat

pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi

Page 10: pembahasan skizo

perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah

sadar.

Tujuannya adalah :

1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.

2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita

memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.

3. Mempertinggi toleransi keluarga akanperilaku disfungsional yang tidak berbahaya.

Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.

4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.

Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.

5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya

dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.

Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan

bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan.Terapi individual

menguntungkan bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau mempertinggi

kemampuan social spesifik, serta bila berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik

yang ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas. Pemahaman yang empatis

terhadap kebingungan penderita, ketakutan-ketakutannya, dan demoralisasinya amat

penting dilakukan.

Obat-obat Skizofrenia

Antipsikosis Generasi Pertama

1.

Page 11: pembahasan skizo

Indikasi : antipsikosis tipikal dengan mekanisme kerja dalam

menghambat berbagai reseptor α-adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan

reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda.

Efek samping : sedasi, gejala ekstrapiramidal ( distonia akut, akatisia,

parkinsonisme dan sindrom neuroleptik maligant ), hiperprolaktinemia, dan

gejala idiosinkrasi (ikterus, dermatitis, dan leucopenia).

Interaksi obat : Chlorpromazine dapat menghambat metabolisme hati

dari asam valproat yang dapat berakibat toksik.

2. Fluphenazin

Indikasi : antipsikosis atipikal

Efek samping : sedasi, hiperprolaktinemia, efek samping

ekstrapiramidal.

Interaksi obat : karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom

P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat antipsikotis seperti

haloperidol, clozapin, flupenasin.

Page 12: pembahasan skizo

3. Haloperidol

Indikasi : antipsikosisn yang kuat dan efektif untuk fase mania

penyakit mania depresif dan skizofrenia.

Farmakokinetik : cepat diserap di saluran pencernaan, Cp max dalam

waktu 2-6 jam, ekskresinya lewat ginjal lambat, kira-kira 40% dikeluarkan

selama 5 hari.

Efek samping : reaksi ektrapiramidal, leucopenia dan agranulositas.

Kontraindikasi : sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.

Interaksi obat : karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom

P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat antipsikosis seperti

haloperidol, klozapin, flupenasin, olanzapin.

4. Loxapin

Indikasi : mengobati skizofrenia dan psikosis lainnya, disamping itu

memiliki efek antiemetik, sedatif, antikolinergik, dan anti adrenergik.

Farmakokinetik : diabsorbsi baik per oral, Cp max 1 jam (IM) dan 2 jam

(oral), t12 nya 3 jam.

Page 13: pembahasan skizo

Efek samping : insidens reaksi ekstrapiramidal.

Kontraindikasi : harus hati-hati penggunaannya bagi pasien dengan

riwayat kejang.

Antipsikosis Generasi Kedua

1. Klozapin

Indikasi : mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang

positif maupun yang negatif.

Farmakokinetik : diabsorbsi secara cepat dan sempurna.

Efek samping : agrnulositosis, hipertermia, takikardia, sedasi, pusing

kepala, hipersalivasi.

Kontraindikasi : penggunaannya dibatasi hanya pada pasien yang

resisten atau tidak dapat mentoleransi psikosis yang lain.

Interaksi obat : kombinasi klozapin dan karbamazepin tidak

direkomendasikan karena kemungkinan terjadi supresi sumsum tulang

dengan kedua agen tersebut.

Page 14: pembahasan skizo

2. Risperidon

Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala positif maupun negatif,

selain itu diindikasikan pula untuk gangguan bipolar,dan depresi ciri

psikosi.

Farmakokinetik : bioavailabilitas oral 70%, ikatan protein plasma 90%,

dan dieliminasi lewat urin dan sebagian lewat feses.

Efek samping : insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah,

peningkatan berat badan, dan reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia.

Interaksi obat : paraoxetin dilaporkan dapat meningkatkan total

risperidon dalam plasma sebanyak 76% kalinya.

3. Olanzapine

Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif

dan sebagai antimania.

Farmakokinetik : diabsorpsi baik dalam pemberian oral, ekskresi

lewat urin.

Page 15: pembahasan skizo

Efek samping : reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia,

peningkatan berat badan, intoleransi glukosa, hiperglikemia,

hiperlipidemia.

Interaksi obat : karbamazepin dapat menginduksi enzim hati

sitocrom P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat

antipsikosis seperti haloperidol, clozapin, flupenasin, olanzapin

4. Quetiapin

Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala positif maupun

negatif

Farmakokinetik : absorpsi cepat, ekskresi sebagian besar lewat urin dan

sebagian kecil lewat feses.

Efek samping : sakit kepala, efek samping ekstrapiramidalnya rendah,

peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia.

Interaksi obat : jika penghambat CYP 3A4 ( seperti cimetidine,

ketoconazole, nefazodone, jus anggur, dan erythromycin) dikombinasikan

dengan quetiapin maka peningkatan efek samping (seperti sedasi, orto

statik) mungkin terjadi.

Depresi

Depresi adalah gangguan yang heterogen. Ada beberapa klasifikasi depresi.

Dalam bab ini akan digunakan klasifikasi DSM IV TR (diagnostic and Statistical

Page 16: pembahasan skizo

Manual of Mental Disorder, 1994, Text Revision) yang dikeluarkan oleh ikatan ahli

psikiatri Amerika.

Menurut klasifikasi tersebut, depresi termasuk dalam gangguan mood; gangguan

mood lainnya adalah gangguan bipolar. Pada klasifikasi ini, depresi terbagi menjadi tiga

yakni gangguan distimia, depresi mayor (depresi klinis) dan depresi yang tidak

terklasifikasikan.

Distimia adalah suatu bentuk gangguan mood depresi yang ditandai dengan

ketiadaan kesenangan atau kenikmatan hidup yang berlangsung terus menerus selama

paling sedikit 2 tahun. Gejala umumnya adalah menghindar dari kehidupan social,

gangguan tidur, dan tidak bisa menikmati hidup, yang paling buruk dapat berupa

keinginan bunuh diri, dan isolasi terhadap kehidupann sosial.

Depresi mayor atau depresi klinis adalah keadaan perasaan sedih, melankolis,

atau murung yang berlanjut hingga mengganggu fungsi sosial dan kehidupan sehari –

hari pasien. Keadaan murung atau perasaan sedih yang dialami seseorang namun tidak

mengganggu fungsi sosial seseorang seringkali juga dianggap depresi. Namun, keadaan

ini depresi klinik adalah suatu diagnosis medis yang mempunyai makna yang berbeda

dengan pengertian depresi atau keadaan tertekan seperti yang dikenal oleh masyarakat

sehari – hari.

Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi

depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya

maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan

Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang

biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur seperti

insomnia. Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri. Depresi

bisa diartikan sebagai suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan sekedar suatu keadaan

sedih atau perasaan yang buruk dalam diri individu, dikatakan sebagai gangguan depresi

bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial

sehari-hari.

Page 17: pembahasan skizo

Seperti diketahui bahwa Insomnia adalah gangguan dimana penderitanya

memiliki kesulitan untuk memulai tidur atau ketidak-mampuan dalam mempertahankan

tidurnya. Insomnia merupakan keluhan gangguan tidur yang paling sering kita dengar

entah di majalah, televisi, koran atau bahkan dalam obrolan kita sehari-hari. Secara

normal manusia tidur selama 8 jam untuk mengembalikan energi yang telah terkuras

seharian, berarti jika seseorang tidur dengan waktu kurang dari itu maka seseorang

tersebut tidak mengisi kembali tenaganya dengan penuh, sehingga rutinitas yang

dijalani pada siang hari tidak berjalan dengan semestinya.

Insomnia selama ini dipercaya sebagai bentuk gangguan yang menyertai depresi

dan berbagai macam gangguan lain seperti kecemasan dan stres. Selama ini juga kita

percaya bahwa seseorang tidak dapat tertidur pada malam hari disebabkan oleh pikiran

mereka yang melayang jauh menerawang pada kekhawatiran tanpa sebab (kecemasan),

memikirkan kesedihan, kegagalan dan penyesalan secara berlebihan (depresi), dan ini-

itu yang dipikirkan mendalam (stres).

Namun kini ternyata ditemukan bukti penelitian bahwa Insomnia bukan hanya

sebagai teman yang muncul bersamaan dengan kecemasan, depresi dan stres, melainkan

dimungkinkan bahwa insomnia merupakan penyebab dari depresi itu sendiri. Hal ini

diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari North Carolina, Eric

Johnson, yang melakukan penelitiannya pada Research Triangle Institute International

pada tahun 2006, Ia menemukan dalam penelitiannya bahwa setengah dari remaja yang

pernah mengalami gangguan Insomnia didapati mengembangkan gangguan psikiatris.

Diantara itu semua, mereka yang mengalami Insomnia dan depresi, ditemukan bahwa

69% dari kasus depresi diawali dengan insomnia sebelumnya.

Michael Perlis, peneliti tentang insomnia dari Universitas Rochester memiliki

pendapat bahwa walau penyebab paling mendasar dari insomnia dan depresi masih

belum jelas, namun suatu teori tentang neurotransmiter dapat menjelaskan mengapa

Insomnia mengawali depresi. Mengacu pada serotonin, sebuah hormon didalam otak

manusia dimana fungsinya membantu dalam pengaturan Mood dan waktu tidur, serta

berhubungan dengan suhu tubuh, nafsu makan dan berbagai macam fungsi lain. Dimana

Page 18: pembahasan skizo

ketika seseorang berada pada kadar serotonin yang meningkat maka akan merasakan

kantuk, kebalikannya ketika kadarnya menurun pada waktu yang cukup panjang maka

seseorang mengalami gejala Insomnia. Selain itu juga kadar serotonin yang rendah

merupakan pemicu terjadinya depresi.

Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:

Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak

terutama serotonin

Faktor psikologis karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku

terhadap suatu situasi sosial

Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup,

kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari

lainnya

Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR)

(American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika:

A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan

merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala

harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.

1. Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir

setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa)

atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).

2. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan

sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan

subjektif atau pengamatan orang lain)

3. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau

bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih

dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)

4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

5. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh

orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa

lambat)

Page 19: pembahasan skizo

6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari

7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar

(bisa merupakan delusi) hampir setiap hari

8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit

membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau

pengamatan orang lain)

9. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati),

berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau

usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri

Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang cukup besar

dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan nyata dalam kehidupan sosial,

pekerjaan atau area penting dalam kehidupan seseorang.

Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan keadaan pasien,

namun biasanya merupakan gabungan dari farmakoterapi dan psikoterapi atau

konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat

membantu dalam penyembuhan.

Penyelesaian kasus

A. Uraian kasus

Nama : E, 29 tahun. Pendidikan : SMA. Pekerjaan : pernah bekerja di Jakarta

anamnesa : dengan kakak ipar. Ketika mengunjungi pasien, pasien sama sekali

tidak bisa diajak bicara, hanya diam dengan pandangan kosong, tidak

memepunyai emosi, dan tidak bereaksi bila diajak bicara walaupun menurut

kakak ipar masih mau bicara kalau keadaan mendesak saja, misalnya meminta

makan ketika sangat lapar. Keadaan pasien tidak begitu terawat, terlihat jarang

mandi dan bajunyapun kotor. Namun masih mau main dengan keponakannya,

tidak mengamuk. Ketika SMA pasien pernah terlihat narkoba, kurang lebih

Page 20: pembahasan skizo

selama stahun dan kemudian melanjutkan sekolah dicirebon kembali, setelah

lulus SMA, kembali ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, di Jakarta seperti yang

diceritakan teman pasien keluarga pasien, di Jakarta pasien mencintai seseorang

tapi bertepuk sebelah tangan, sehingga pasien menjadi murung dan menarik diri

dari peragulan. Kuarng lebih setahun kembali ke Cirebon tapi menunjukkan

gejala yang aneh, tiba-tiba pemurung dan bicara melantur, dan mulai mengamuk

dan tidak terkendali, tidak mau pake baju. Kemudian pasien diobati dan

menunjukkan kemajuan, tapi keudian pengobatan terhenti kembali, dan sampai

sekarang keadaan pasien seperti tadi, walaupun tidak lagi mengamuk, tapi

terlihat pasiensam sekali tidak mau bicara dan tidak memperhatikan kebersihan

dirinya, emosinya datang.

B. Penyelesaian kasus

1. Penyelesaian kasus dengaan metode SOAP

a. Subyektif

1) Nama : E

2) Jenis kelamin : perempuan

3) Umur : 29 tahun

4) Keluhan : pasien tidak dapat diajak bicara, pandangan

kosong, tidak mempunyai emosi, tidak beraksi bila diajak bicara,

pasien tidak terawat,

5) Riwayat penyakit : pernah terlibat narkoba, setahun yang lalu

pemurung dan bicara melantur, mengamuk dan tidak terkendali, tidak

mau pakai baju.

b. Obyektif : -

c. Assessment : skizoprenia

d. Plan :

1) Tujuan terapi :

Mengembalikan fungsi normal pasien.

Mencegah kekambuhan.

Mencegah efek skizoprenia lebih lanjut.

Menfasilitasi pasien agar dapat kembali ke fase sebelum pasien

sakit.

Page 21: pembahasan skizo

2) Terapi non farmakologi :

Pendekatan psikososial :

Intervensi keluarga.

Terapi perilaku kognitif.

Pelatihan ketrampilan social.

3) Terapi farmakologi :

Klozapin 1 x sehari 50 mg pada waktu malam hari.

2. Evaluasi kerasionalan obat terpilih

a. Terapi indikasi

Nama obat Indikasi Mekanisme aksi Ket

Klozapin Antipsikosis Memblokade reseptor

dopamine D2, D4, 5HT2.

TI

b. Terapi obat

Nama obat Alasan dipilihnya obat Ket

Klozapin Clozapin bekerja aktif melawan simtom

negatif. Clozapin mempunyai efek samping

yang lebih ringan

TO

c. Terapi dosis

Nama obat Rekomendasi dosis Dosis yang diberikan Ket

Klozapin 25-50 mg sehari,

beraksi dinaikkan

sampai maks. 600 mg

sehari. Pemeliharaan 1

dd 200 mg malam

hari.

1 x sehari 50 mg,

diminum malam hari

TD

d. Terapi pasien

Nama obat Kontraindikasi Ket

Klozapin Epilepsy tidak terkontrol, depresi SSP berat. TP

Page 22: pembahasan skizo

e. Waspada efek samping obat

Nama obat Efek samping Ket

Klozapin Gejala ekstrapiramidal, hipertensi, takikardi,

agranulositosis.

WESO

3. Monitoring dan evaluasi

Pemantauan perlu dilakukan terhadap perbaikan gejala, baik

positive, negative, dan kognitif.

Sangat penting untuk memantau efek samping yang terjadi dan

memberikan pengatasan sesuai kebutuhan.

Untuk penggunaan klozapin perlu dilakukan pemantauan ketat

terhadap kemungkinan terjadi agranulositosis.

Memonitoring keberhasilan terapi.

4. Komunikasi, informasi dan edukasi

Edukasi terhadap pasien dan keluarga pasien tentang efek samping

obat yang digunakan, apabila efek samping mengganggu pasien,

dianjurkan untuk kembali berkonsultasi pada dokter.

Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien untuk tidak

boleh menghentikan pemakaian obat secara mendadak tanpa

berkonsultasi ke dokter terlebih dahulu.

Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang

pemakain obat yang digunakan kepada pasien :

Klozapin 1 x sehari 50 mg pada malam hari.

Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang

skizoprenia.

III. Pembahasan

Studi kasus pada E, menyatakan bahwa E dalam kesehariannya sama sekali tidak

bisa diajak bicara, hanya diam dengan pandangan kosong, tidak mempunyai emosi, dan

tidak bereaksi bila diajak bicara. Selain itu E pernah mengalami gejala aneh, yaitu

pemurung dan bicara melantur, mulai mengamuk dan tidak terkendali, serta tidak mau

Page 23: pembahasan skizo

memakai pakaian. Pasien sudah pernah menjalani pengobatan, tetapi kemudian

pengobatan dihentikan.

Berdasarkan dari gejala-gejala yang ada, pasien disimpulkan menderita

skizofrenia simtom negatif. Hal ini ditujukan dengan adanya gejala kemiskinan

psikomotoris ( berkurangnya bicara dan pergerakan, pemerataan emosional ), pasien

mengelak hubungan sosial, menjadi apatis dan kehilangan enersi serta inisiatif.

Tata laksana terapi yang harus didapatkan oleh E untuk menangani gejala yang

dialaminya adalah :

1. Terapi non farmakologi

Program rehabilitasi psikososial berorientasi pada peningkatan fungsi adaptif

pasien merupakan andalan dari terapi non farmakologi untuk skizofrenia.

Program ini meliputi dasar ketrampilan hidup, pelatihan ketrampilan sosial,

pendidikan dasar, program pekerjaan, dan dukungan dari keluarga. Pada

umumnya program yang ditujukan untuk pekerjaan dan perumahan lebih efektif

bagi pasien dengan penyakit syaraf yang serius dan presisten. Program yang

menyertakan keluarga pada perawatan dan kehidupan pasien telah menunjukan

adanya pengurangan dari rehospitalization dan untuk meningkatkan fungsi

dalam masyarakat.

2. Terapi farmakologi

Berdasarkan dari alogaritma terapi farmakologi pada pengobatan

skizofrenia dan kasus ini, penderita diberikan obat antipsikotika golongan atypis

yaitu clozapin. Clozapin bekerja aktif melawan simtom negatif. Clozapin

mempunyai efek samping yang lebih ringan, khususnya gangguan

ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda. Mekanisme kerja dari clozapin adalah

dengan memblokade reseptor dopamine D2, D4, dan 5HT2. Ikatan clozapin pada

reseptor D2 agak ringan dibandingkan obat-obat klasik (60-75%). Namun efek

antipsikotisnya kuat, yang bisa dianggap paradoksal. Juga afinitasnya pada

reseptor lain dengan efek antihistamin, antiserotonin, antikolinergis, dan

antiadrenergis adalah relatif tinggi. Menurut perkiraan efek baiknya dapat

dijelaskan oleh blokade kuat dari reseptor D2, D4, dan 5HT2. Blokade reseptor-

Page 24: pembahasan skizo

muskarin dan D4 diduga mengurangi GEP, sedangkan blokade 5HT2

meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamin di otak. Hal ini meniadakan

sebagian blokade D2, tetapi mengurangi resiko GEP.

Alasan dari pemilihan clozapin yang merupakan obat untuk pengobatan

skizofrenia stage 3, dan tidak menggunakan obat-obatan dari obat skizofrenia stage 1

adalah karena penderita menderita skizofrenia simtom negatif, yang berarti terjadi

Page 25: pembahasan skizo

penurunan aktivitas dopamin. Mekanisme kerja dari clozapin yaitu memblokade 5HT2

yaitu meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamin di otak. Dengan adanya pelepasan

dopamin di otak maka aktivitas dari dopamin akan meningkat.

Setelah dilakukan pengobatan non farmakologi dan farmakologi, selanjutnya

dilakukan monitoring terapi terhadap pasien. Monitoring dilakukan bertujuan untuk

menilai respon pasien terhadap pemberian clozapin. Apabila pada pasien tidak

menunjukan adanya kesembuhan setelah pemberian clozapin atau terjadi kontraindikasi,

maka pengobatan dapat diganti dengan dengan antipsikotik atypis lain yang belum

pernah dipakai sebelumnya.

Monitoring selanjutnya adalah dilakukannya monitoring efek samping obat.

Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada pengobatan

dengan clozapin. Monitoring dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui jumlah leukosit. Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain

hipertermia, takikardia, sedasi, pusing, dan hipersalivasi. Gejala takar lajak meliputi,

kantuk, letargi, koma, disorientasi, delirium, takikardia, depresi napas, aritmia, kejang,

dan hipertermia.

IV. Pertanyaan

1. Bagaimana assessment dari kasus ini ?

2. Bagaimana tatalaksana terapi kasus ini ?

3. Informasi apa yang perlu diberikan mengenai penggunaan obatnya ?

Jawab :

1. Assessment dari kasus ini adalah e menderita skizoprenia simtom

negatif.

2. Tatalaksana terapi :

a.Terapi non farmakologi :

Pendekatan psikososial :

Intervensi keluarga.

Terapi perilaku kognitif.

Pelatihan ketrampilan social.

Page 26: pembahasan skizo

b.Terapi farmakologi :

Klozapin 1 x sehari 50 mg pada malam hari.

3. Informasi yang diberikan mengenai penggunaan obatnya, efek samping

obat, kontraindikasi obat, frekuensi pemakaian obat, dosis obat, waktu

pemakaian.

V. Kesimpulan

Pasien E menderita skizofrenia simtom negatif. Sebagai terapi farmakologi

pasien diberikan obat psikotik atypikal clozapin dengan dosis 50 mg sehari, dan

diminum pada malam hari. Untuk terapi non farmakologinya berupa pendekatan

psikososial yang meliputi intervensi keluarga, terapi perilaku kognitif, dan pelatihan

ketrampilan sosial.

Daftar Pustaka :

Zullies Ikawati.2011.Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat.Bursa Ilmu

Karangkajen.Yogyakarta.

PHARMACOTHERAPY A Pathophysiologic Approach.Sixth Edition.Dipiro

Anonim.2008.IONI.Badan POM RI. Jakarta

Tan Hoan Tjay dkk.2007.Obat-obat Penting.PT Elex Media Komputindo.Jakarta

Elin Yulinah,dkk.2008.ISO Farmakoterapi.PT. ISFI.Jakarta