Page 1
Emergency medicine
Syok kardiogenik ec. Takikardi ventrikel
Trechia Lestari (10-2009-113)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana
Jl.Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta (11510)
email: [email protected]
PENDAHULUAN
Aritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau irama.
Aritmia adalah gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung. Aritmia dapat
diidentifikasi dengan menganalisa gelombang EKG. Takikardi Ventrikular adalah kecepatan
ventrikular 120 detak permenit yang terjadi di ventrikel. Takikardi ventrikuler yang berlanjut
terjadi pada penyakit jantung yang bervariasi yang dapat merusak ventrikel. Seringkali hal itu
terjadi seminggu atau beberapa bulan setelah serangan jantung. Penyebab primer syok
kardiogenik adalah kegagalan fungsi jantung sebagai pompa sehingga curah jantung
menurun. Delapan puluh persen disebabkan oleh gangguan fungsi ventrikel kiri akibat infark
miokard dengan elevasi ST. Pada syok kardiogenik dapat dijumpai pelebaran batas jantung
pada perkusi, kelainan irama (disritmia) pada auskultasi jantung. Biasanya, terjadi
vasokonstriksi perifer sehingga kulit dan bagian akral teraba dingin, tetapi tidak selalu terjadi
vasokonstriksi tersebut sehingga kulit dan akral tetap hangat.
ANAMNESIS
Penyakit yang mengenai sistem kardiovaskular bisa timbul dengan berbagai keluhan iaitu
nyeri dada, sesak nafas, edema, palpitasi, sinkop, kelelahan, stroke dan penyakit vaskular
perifer. Daripada anamnesis dokter bisa menanya ke pasien adakah merasa:
a) Nyeri dada
Nyeri seperti apa?
Terasa disebelah mana?
Page 2
Menjalar ke mana?
Bagaimana onsetnya?
Mendadak atau bertahap?
Apa yang sedang dilakukan saat rasa nyeri timbul?
b) Sesak napas dan edema
Sesak napas akibat penyakit jantung sering timbul disebabakan oleh edema paru. Rasa
sesak lebih jelas saat berbaring mendatar (ortopnea) atau bisa timbul tiba-tiba dimalam
hari atau timbul dengan aktivitas ringan. Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan
mengi, jika sangat berat disertai sputum merah muda berbusa. Edema perifer biasanya
dipengaruhi hal lain, umum mengenai tungkai dan area sakral. Jika sangat berat terjadi
edema yang lebih luas. 1
c) Palpitasi
Mungkin terdapat sensasi denyut jantung cepat dan berdebar. Tentukan provokasi, onset,
kecepatan dan irama jantung serta frekuensi episode palpitasi. Apakah episode tersebut
sidertai nyeri dada, sinkop dan sesak nafas? 2
d) Sensasi abnormal
Ditanyakan gejala seperti pusing (hipoperfusi otak), angina (hipoperfusi arteri koroner)
dan sesak napas (paru-paru). Gejala-gejala ini memberi gambaran tentang curah jantung.
Jika gejala-gejala ini tidak ada berarti curah jantung pasien masih baik dalam mensuplai
darah ke seluruh organ tubuh. Oleh itu, menyingkirkan penyakit aritmia yang malignant
seperti VT.
Ditanyakan apakah pasien pernah merasakan jantung berhenti seketika kemudian diikuti
detak jantung yang sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pemanjangan
pada fase diastol. Gejala ini memberi gambaran kejadian ektopik ventrikular. Dan apabila
gejala ini menghilang ketika melakukan senaman fisik, ini berarti ia merupakan gangguan
yang benign. Penting juga ditanyakan onset kejadian sama ada terjadi secara mendadak
mahupun secara gradual. Palpitasi pada keadaan rehat menunjukkan kelainan yang benign
berbanding pada waktu eksersise. Hal ini karena jantung terpaksa bekerja lebih kuat pada
waktu eksersise untuk memompa darah ke seluruh bagian tubuh. 1,2
e) Perubahan kesadaran
Penting untuk membedakan hilang kesadaran akibat hipotensi oleh karena aritmia
ataupun penyebab lain (contohnya seperti epilepsi). Pada episode kejadian hilang
kesadaran secara mendadak pada usia lanjut harus mengambil kira kejadian Transient
Ischemic Attack (TIA), yang terjadi akibat anatomi suplai darah dan densitas struktur
Page 3
neurologi pada batang otak. Jika bukan, penyebab lain yang harus dipikirkan ialah
aritmia. Selain itu, jika terjadi hilang kesadaran mendadak tanpa gejala awal mungkin
disebabkan oleh Complete Heart Block Stokes-Adams atau epilepsi umum yang primer.
Manakala pada kejadian Vaso Vagal Sincope biasanya terjadi pada orang muda, risiko
rendah terhadap penyakit jantung iskemik atau penyakit katup jantung, greying of vision
(hipoperfusi retina), duduk atau berdiri pada jangka waktu yang sangat lama. 2
f) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan faktor-faktor risiko penyakit jantung misalnya merokok, hipertensi,
diabetes, hiperlipidemia, ischemic heart disease (IHD) sebelumnya, penyakit
cerebrovascular atau penyakit vascular perifer?
Tanyakan riwayat demam rheumatik?
Tanyakan pengobatan gigi yang baru dilakukan (endokarditis infektif).
Adakah murmur jantung yang telah diketahui?
g) Riwayat keluarga
Penting untuk diketahui dalam mengenalpasti risiko yang ada pada pasien. Adakah
riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati atau penyakit jantung
kongenital dalam keluarga. VT biasanya secara relatif merupakan asimptomatik. 1
h) Riwayat sosial
Apakah pasien merokok atau pernah merokok?
Bagaimana konsumsi alkohol pasien?
Konsumsi alkohol yang sering boleh mengakibatkan fibrilasi atrium dan penyakit
aritmia lain. Hal ini karena, alkohol yang berlebihan melambatkan konduksi di
miokardium sehingga terjadi re-entrant tachy-aritmia dan keadaan
hiperadrenergik
Apa pekerjaan pasien?
Bagaimana kemampuan olahraga pasien?
Adakah keterbatasan gaya hidup akibat penyakit?
i) Obat-obatan
Tanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping ke
jantung. Pengambilan medikasi seperti beta blocker, antagonis kalsium, atau digoksin
bisa menyebabkan blok jantung. Selain itu obat yang mempunyai efek antikolinergik bisa
memperberat aritmia takikardia. Dan kebanyakan obat antiaritmia bisa menyebabkan
aritmia.Takikardia ventrikel (VT) mempunyai gejala angina, dispnea, palpitasi, keluhan
mudah letih dan keluhan non spesifik lainnya selama beberapa hari, minggu atau bulan.
Page 4
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Selain takikardia, temuan ventrikel takikardia umumnya mencerminkan tingkat
ketidakstabilan hemodinamik. Tanda-tanda gagal jantung kongestif ialah hipotensi,
hipoksemia, distensi vena jugularis dan rales. Selain itu, terjadi perubahan status mental yaitu
kegelisahan, agitasi, lesu dan koma. Pemeriksaan umum yang dilakukan ialah dengan
memeriksa tanda-tanda vital pasien untuk mencari tanda-tanda demam, hipertensi, hipotensi,
bradikardia, takipnea, dan rendahnya saturasi oksigen. Tekanan darah dan frekuensi denyut
jantung harus diukur pada perubahan ortostatik. Pemeriksaan kepala dan leher harus
memerhatikan abnormalitas atau dyssynchrony pada pulsasi vena jugularis. Dibandingkan
dengan pulsasi karotid atau auskultasi irama jantung dan penemuan hipertiroidism seperti
pembesaran tiroid dan eksopthalmus. Inspeksi pada konjungtiva, palmar dan mukosa bukal
untuk memastikan sama ada pucat atau tidak. 2, 3
Segera periksa dan beri tindakan untuk menccegah atau mengatasi 5 H, yaitu : Hipoksia otak,
Hipotensi, Hipoglikemia, Hipertemia dan Herniasi di otak.
Pemeriksaan harus mencakup :
a. Tanda vital : suhu badan, jalan napas, jenis pernapasannya, dan sirkulasi (tekanan
darah, denyut nadi, aritmia). Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat
bernapas.
b. Kulit : perhatikan tanda trauma, sigmata penyakit hati, bekas suntikan, kulit basah
karena keringat misalnya pada hipoglikemia, syok; kulit kering (misalnya : pada koma
diabetik); perdarahan (misalnya : demam berdarah/dengue, DIC).
c. Kepala : perhatikan tanda trauma, hematoma di kulit kepala, hematom di sekitar mata,
perdarahan telinga dan hidung.
d. Toraks, abdomen, dan ekstremitas : tanda-tanda trauma, deformitas atau bekas
suntikan.
e. Leher : pemeriksaan leher hendaknya dilakukan dengan hati-hati, tidak dilakukan jika
diduga ada fraktur tulang servikal.
Page 5
Pemeriksaan Neurologis
Pada tiap penderita koma atau kesadaran menurun harus dilakukan pemeriksaan neurologis.
Dengan pemeriksaan ini sering dapat diungkapkan penyebab koma. Perhatikanlah sikap
penderita sewaktu berbaring, apakah tenang dan santai, yang menandakan bahwa penurunan
kesadaran tidak dalam. Adanya gerakan menguap dan menelan menandakan bahwa turunya
kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahang yang “tergantung” didapatkan
pada penurunan kesadaran yang dalam. Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan yang tegas
antara tingkat-tingkat kesadaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin kuat
rangsang yang dibutuhkan untuk membangkitkan jawaban, semakin dalam penurunan tingkat
kesadaran. Untuk memantai perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma
glasgow, yang memperhatikan respons (tanggapan) penderita terhadap rangsang. Selain itu,
perlu diperiksa keadaan respirasi, pupil mata, gerakan bola mata, funduskopi dan motorik.
Respirasi. Pola pernafasan harus diperhatikan. Hal ini dapat membantu mengetahui letak lesi
dan kadang-kadang menentukan jenis gangguan. Pada pola pernafasan jenis Cheyne Stokes ,
penderita bernafas makin lama makin dalam, kemudian makin dangkal dan diselingi oleh
apnea. Pola pernafasan ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral, sedangkan batang otak
masih baik. Hal ini dapat merupakan gejala pertama oada henriasi transtentorial. Pola
pernapasan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan metabolik dan gagal jantung. Pada pola
pernafasan jenis hiperventilasi neurogen-sentral, pernafasannya cepat dan dalam,
berfrekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal ini, lesi berada di tegmentum batang otak,
antara mesensefalin dan pons. Pada pemeriksaan didapatkan ambang respirasi yang rendah,
dan pemeriksaan darah menunjukkan alkalosis respirasi, PCO2 arterial rendah, pH meningkat
dan terdapat hipoksia ringan. Pemberian oksigen tidak akan mengubah pola pernafasan, pola
pernafasan ini didapatkan pada infark mesensefalonpontin, anoksia atau hipoglikemia yang
melibatkan daerah ini dan pada kompresi mesensefalon karena herniasi transtentorial. Pola
pernafasan apnestik ditandai oleh inspirasi yang memanjang diikuti oleh apnea pada saat
ekspirasi dengan frekuensi satu sampai satu setengah permenit. Hal ini dapat diikuti oleh
pernafasan Klaster (cluster breathing) yang ditandai oleh respirasi yang berkelompok diikuti
oleh apnea. Keadaan ini didapatkan pada kerusakan pons. Pernafasan ataksik (ireguler)
ditandai oleh pola pernapasan yang tidak teratur, baik dalamnya maupun iramanya.
Kerusakan terdapat di pusat pernafasan di medula oblongata dan merupakan keadaan
preterminal. Ingatlah, bahwa kerusakan yang luas di batang otak jarang disertai oleh
pernafasan yang normal.
Page 6
Koma dengan hiperventilasi sering dijumpai pada gangguan metabolik yaitu asidosis
metabolik berupa ketoasidosis diabetik, uremia dan asidosis asam laktat. Selain itu juga
gangguan metabolik dalam bentuk alkalosis respiratoir yang berupa ensefalopati hepatik serta
keracunan salisilat.
Pupil mata. Perhatikan kedua pupil, bagaimana ukurannya : normal, besar (midriasis, atau
kecil (miosis); apakah sama besar. Stimulasi sarah simpatik mengakibatkan midriasis,
sedangkan stimulasi parasimpatik menyebabkan miosis. Obat yang dapat mengakibatkan
miosis ialah stimulator parasmipatik (misalnya : bromida, fisostigmin, neostigmin,
pilokarpin, nikotin) atau inhibitor simpatik (misalnya : guanetedin, reserpin, alfa-metildopa,
priskolin). Yang mengakibatkan midriasis ialah inhibitor parasimpatik (misalnya : atropin,
skopolamin, tofranil, benedril, toksin botulismus) atau stimulator sompatik (misalnya :
kokain, efedrin, adrenalin, neosinefrin, tiramin). Pupil yang masih bereaksi menandakan
bahwa mesensefalon belum rusak. Pada penderita koma dengan reaksi kornea dan gerak bola
mata ekstraokuler yang negatif, sedangkan reaksi pupil masih ada, maka perlu dipikirkan
adanya kemungkinan gangguan metabolik (misalnya hipoglikemia) atau intoksikasi obat
(misalnya barbitura). Lesi pada mesensefalon mengakibatkan dilatasi pupil yang tidak
bereaksi terhadap cahaya. Pupil yang melebar sesisi dan tidak bereksi menandakan tekanan
pada saraf otak ke III, yang dapat disebabkan oleh herniasi tentorial (unkus). Kerusakan di
pons, dapat mengakibatkan pupil yang kecil, yang masih bereaksi terhadap cahaya terang
(lihat dnegan kaca pembesar). Heroin dapat mengakibatkan pupil yang kecil, yang masih
bereaksi terhadap cahaya terang (lihat dnegan kaca pembesar) heroin dapat mengakibatkan
pupil yang kecil.
Gerakan bola mata. Perhatikan sikap bola mata. Perhatikan fenomena doll’s eye. Hal ini
dapat dijumpai pada kerusakan pontin-mesensefalon. Bila dicurigai adanya fraktur tulang
servikal, tes diatas tidak boleh dilakukan.
Funduskopi. Pada pemeriksaan ini perhatikanlah keadaan papil, apakah ada edema,
perdarahan, dan eksudasi, serta bagaimana keadaan pembuluh darah. Tekanan intrakranial
yang meninggil dapat menyebabkan terjadinya edema papil
Motorik. Perhatikan adanya gerakan pasie, apakah asimetrik (berarti ada paresis). Gerak
mioklonik dapat dijumpai pada ensefalopati metabolik (misalnya gagal hepar, uremia,
hipoksia), demekian juga gerak asteriksis. Kejang multifokal dapat dijumpai pada gangguan
metabolik. 2,3
Page 7
Penemuan klinis penting yang boleh dikaitkan dengan kejadian palpitasi: 3
i. Rasa kepala ringan atau sinkop
ii. Nyeri dada (angina)
iii. Onset baru irama jantung yang tidak regular
iv. Frekuensi jantung melebihi 120 kali/menit atau kurang 45 kali/menit pada waktu rehat
v. Penyakit jantung yang signifikan.
vi. Riwayat keluarga dengan kematian yang mendadak.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
a) Ketika pasien dengan gejala kompromi hemodinamik, kita harus menunda tes
laboratorium sampai kardioversi listrik atau defibrilasi dilakukan dan pasien
distabilkan.
b) Menilai tingkat elektrolit semua pasien dengan takikardia ventrikular (VT), termasuk
serum kalsium, magnesium, dan kadar fosfat. Kadar ion kalsium lebih dipilih daripada
kadar kalsium serum total. Hipokalemia, hipomagnesemia dan hipokalsemia dapat
mengarah pasien apakah dia VT monomorfik atau torsade de pointes.
c) Bila diperlukan, periksa kadar obat terapi (misalnya, digoxin). Skrining toksikologi
dapat membantu dalam kasus-kasus terkait dengan penggunaan narkoba.
d) Evaluasi untuk iskemia miokard atau infark dengan serum troponin jantung I atau T
atau menggunakan marker jantung lainnya.
Electrocardiogram
EKG adalah alat diagnostik pilihan untuk mengkonfirmasi adanya takikardia ventrikular
(VT). EKG menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
Page 8
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. Dengan
menggunakan monitor holter, gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di
rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antidisritmia. 1,4
Foto Rontgen
Foto dada diindikasikan jika simptom mengarah kemungkinan gagal jantung kongestif (CHF)
atau cardiopulmonary patologis lainnya. 3
Etiologi penurunan kesadaran
Gangguan sistem saraf pusat
Stroke
Jenis strok non-hemoragik pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang
kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Sering
diakibatkan oleh trombosis. Sedangkan strok hemoragik diakibatkan oleh pecahnya suatu
mikro aneurisma dari charcot atau crible diotak. 5,6
Gejala dan tanda: pasien bisa datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh
badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien datang
dalam keadaan koma dalam sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum
mengarah ke strok. Kenaikan tekanan darah biasanya terjadi.
Gangguan hemodinamik
Syok adalah sindrom gangguan perfusi dan oksigenasi sel secara menyeluruh sehingga
kebutuhan metabolisme jaringan tidak terpenuhi. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi sel atau
jaringan atau organ, berupa gangguan kesadaran, fungsi pernapasan, sistem pencernaan,
urinaria serta sirkulasi itu sendiri. Sebagai respon terhadap penuruan oksigen itu sendiri
metabolisme berubah menjadi metabolisme anaerobik. Keadaan ini hanya dapat ditoleransi
tubuh untuk sementara waktu dan jika berlanjut, timbul kerusakan ireversibel pada jaringan
organ vital yang menyebabkan kematian.
Page 9
Syok terbagi menjadi 4: syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik, dan distributif. Namun,
ada jenis syok endokrin, yakni disebabkan oleh kelainan hormon yaitu berupa kelebihan
maupun kekurangan hormon.
Menurut nilai curah jantung, syok terbagi menjadi 2 syok yaitu syok hipodinamik dan
hiperdinamik. Pada syok hipodinamik, curah jantung dibawah normal dan tekanan vena
sentral melebihi normal. Yang termasuk dalam jenis ini adalah syok hipovolemik, syok
kardiogenik, dan obstruktif. Di lain pihak, pada syok hiperdinamik, nilai curah jantung
melebihi normal dan tekanan vena sentral kurang dari normal. Syok distributif termasuk
dalam jenis ini. 5
Jenis syok Tekanan
arteri
rerata
Tekanan
a.
pulmonal
Curah
jantung
semenit
Tahanan
vaskular
sistemik
Saturasi
O2 vena
sentral
Konsentrasi
laktat
Hipovolemi
k
Kardiogenik
Obstruktif
Distributif
↓
↓
↓
↓
↓
↑
↔↑
↔↓
↓
↓
↓
↔↑
↑
↑
↑
↓
↓
↓
↓
↔↑
↑
↑
↑
↑
Tabel 1. Jenis syok
Syok hipovolemik
Syok ini merupakan jenis syok yang paling sering ditemukan, dan hampir semua jenis syok
memiliki komponen syok hipovolemik didalamnya akibat menurunnya beban hulu (preload).
Syok hipovolemik disebabkan oleh tidak cukupnya volume sirkulasi, seperti akibat
perdarahan dan kehilangan cairan tubuh lain.syok ini dibagi menjadi syok hipovolemik
hemoragik dan non hemoragik.
Syok hipovolemik hemoragik. Perdarahan dalam jumlah banyak akan mengganggu perfusi
jaringan sehingga timbul hipoksia. Respon jaringan terhadap hal ini bervariasi menurut
jaringan. Otot merupakan jaringan yang lebih tahan terhadap hipoksia dbandingkan otak.
Syok hipovolemik non-hemoragik. Terjadi akibat keluarnya cairan intravaskular ke jaringan
intrerstisial. Seperti luka bakar luas, muntah hebat dan diarae, sepsis berat, pankreatitis akut
atau peritonitis purulenta difus. Ketika terjadi perdarahan derajat I, perfusi jaringan masih
tidak terganggu dan produksi ATP masih mencukupi kebutuhan sehingga kehidupan sel atau
Page 10
jaringan tidak terganggu. Pada derajat II, sudah terjadi gangguan perfusi sehingga untuk
mempertahankan kehidupan sel atau jaringan yang vital, dperlukan penarikan aliran kapiler
dan jaringan yang kurang vital ke jaringan yang vital untuk menjamin tercukupinya
kebutuhan ATP. Kegagalan kompensasi terjadi jika kehilangan cairan intravaskular hampir
mendekati 50%. Jika ketidakseimbangan ini terus berlangsung sampai pada taraf yag berat,
terjadi kematian sel atau jaringan.
Gambaran klinis: penurunan TD sistolik dianggap merupakan tanda khas syok hipovolemik.
Sebelum tekanan darah menurun, tubuh mengompensasi dengan elakukan vasokonstriksi
kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan dingin. Karena itu, sok ini kadang disebut
sebagai syok dingin. Selain itu, terjadi penurunan diuresis dan takikardi untuk
mempertahankan curah jantung dan peredaran darah. Akibat tindakan kompensasi ini,
tekanan darah untuk sementara waktu tidak menurun. Metabolisme jaringan hipoksik
menghasilkan asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi takipnea.
Karena terus menerus, maka tindakan kompensasi tidak dapat mempertahankan tekanan
darah yang memadai sehingga terjadi dekompensasi yang mengakibatkan penurunan tekanan
darah secara tiba-tiba.
Prinsip pengelolaan syok perdarahan adalah menghentikan sumber perdarahan dan resusitasi
cairan (darah) yang hilang. Terdapat kontroversi antara resusitasi segera secara agresif atau
secara perlahan.target resusitasi tidak hanya berdasarkan atas parameter TD dan produksi urin
semata. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan
berlebihan, sedangkan diuresis diperlukan untuk mencegah pemberian yang kurang. 5
Syok obstruktif
Syok obstruktif terjadi akibat obstruksi mekanis aliran darah di luar jantung, paling sering
akibat tamponade jantung, sehingga perfusi sistemik menurun. Akibatnya, terjadi gangguan
pengisian ventrikel dan perubahan volume aliran balik vena akibat kompensasi cairan
perikardium yang mengganggu curah jantung. Jika hal ini berlangsung lama, akan terjadi
gangguan perfusi sistemik dan oksigenasi jaringan sehingga timbul kerusakan sel. Jumlah
cairan perikardium yang dapat memengaruhi pengisian diastolik jantung bergantung pada
akumulasi cairan dan daya regang perikardium. Selain itu, syok obstruktif disebabkan juga
oleh tromboemboli paru, obstruksi mekanis a. pulmonalis, hipertensi pulmonal, dan tension
pneumothorax, yang mengganggu curah jantung. Syok ini memperlihatkn gejala peningkatan
vena jugularis, pulsus paradoksus(tamponade), takipnea, takikardi, hipotensi. Pada tension
Page 11
pneumothotax dapat juga didapatkan penurunan bunyi napas dan hipersonos dapa perkusi
dada.5
Syok distributif
Adalah jenis syok yang timbul akibat kesalahan distribusi aliran dan volume darah. Berbagai
keadaan yang masuk dalam jenis syok ini adalah syok septik, syok anafilaktik, dan syok
neurogenik. 5
Penyebab Gejala Terapi
Syok septik
Syok anafilaktik
Syok neurogenik
Septisemia
Hipersensitif suatu
antigen
Reaksi vasovagal
yang berlebihan;
Suhu lingkungan
yang panas, terkejut,
takut dan nyeri,
trauma.
Penderita hangat
(syok panas).kulit
menjadi merah,
peredaran darah ↑,
denyut nadi menguat,
oliguria, hipoksia
otak menyebabkan
koma dan kematian.
Reaksi dermatologik
(eritema) dan
obstruksi jalan napas
yang ditandai bunyi
mengi, udem
Hipotensi, pusing,
pingsan, denyut nadi
lambat
Resusitasi cairan
menggunakan cara
EGDT, sumber
sepsis harus dicari
1 ml adrenalin
1/1000 secara
subkutan,
hidrokortison 200-
500 mg IV dan
sediaan antihistamin.
Istirahat
(dibaringkan)
Tabel 2 . pembagiam syok distributif
Gangguan endokrin
Krisis tiroid
Page 12
Krisis tiroid adalah tirotoksisitas yang amat membahayakan. Triad gejalanya: menghebatnya
tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun dan hipertermia.
Gangguan metabolik
Koma KAD
Ada riwayat DM yang tidak terkontrol dengan baik., poliuri, polidipsi, dehidrasi, tensi
rendah, stupor sampai koma, napas berbau aseton, pernapasan kussmaul. Pada pemeriksaan
lab ditemukan hiperglikemi dan aseton meningkat.
Intoksikasi
Intoksikasi opiat
Ada suntikan yang khas di lengan, koma, depresi napas, miosis (pin point), bradikardi,
aritmia jantung, hiporefleksi, bronkospasme, kulit kemerahan.
WORKING DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Penunjang diagnosis yang dapat digunakan pada syok antara lain ekokardiografi untuk
memastikan tamponade jantung, EKG untuk membedakan oklusi koroner dengan infark
miokard atau embolus paru yang besar. Pemantauan dilakukan terus-menerus terhadap suhu
badan, denyut nadi, tekanan darah, pernapasan dan kesadaran. Pemantauan tekanan vena
sentral diperlukan sebagai pegangan untuk mengatur pemberian cairan parenteral dan
pengawasan jantung. Pemasangan kateter dibuli-buli dibutuhkan untuk mengukur diuresis
setiap jam. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kadar hemoglobin,
hematokrit, ureum, elektrolit, keseimbangan asam basa, kadar gas darah dan biakan darah.
Takikardi ventrikel 4
Secara umum terdapat beberapa mekanisme terjadinya aritmia, termasuk aritmia ventrikel,
yaitu automaticity, reentranat, dan triggered activity.
Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari potensial aksi jantung.
Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya tercetus pada keadaan akutdan
kritis seperti infark miokard akut, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa
Page 13
dan tonus adrenergik yang tinggi.oleh karena itu bila berhadapan dengan aritmia ini maka
perlu dikoreksi faktor penyebabnya.
Reentry disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard atau kardiomiopati dilatasi.
Jaringan parut yang terbentuk akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat
menjadi keadaan yang ideal untuk terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini terbentuk,
maka aritmia reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian.
Triggered activity memiliki gambaran campuran dari kedua mekanisme diatas.
Mekanismenya adalah adanya kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga terjadi lonjakan
potensial pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari aksi potensial jantung.
Takikardi ventrikel (VT) adalah terdapat tiga atau lebih premature ventriculare contraction
(PVC) dengan laju lebih 120 kali per menit. Fokus takikardi bisa berasal dari ventrikel (kiri
dan kanan) atau akibat dari proses reentry pada salah satu bagian dari berkas cabang (bundle
branch reentry VT). Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran
EKG dengan ciri kompleks QRS yang lebar (>0,12 detik). Namun, tidak semua takikardi
dengan kompleks QRS lebar adalah VT karena takikardi supraventrikuler (SVT)dengan
konduksi aberan atau dengan konduksi melalui jaras tambahan juga akan memberikan
gambaran takikardi dengan kompleks QRS lebar. Oleh karena itu pengenalan VT menjadi
penting dalam keadaan kegawatan karena pemberian obat untuk SVT dapat membahayakan
pada pasien dengan VT. Untuk VT idiopatik, sangat jarang dapat menyebabkan kematian
mendadak, sedangkan VT iskemik memberikan resiko tinggi untuk terjadinya kematian
mendadak akibat aritmia yang fatal (VT yang berdegenerasi menjadi ventricular fibrillation).
Klasifikasi 4
Secara umum VT dapat dibagi menjadi monomorfik dan polimorfik. VT monomorfik
memiliki kompleks QRS yang sama tiap denyutan dan menandakan adanya depolarisasi yang
berulang dari tempat yang sama. Sedangkan VT polimorfik ditandai dengan adanya kompleks
QRS yang bervariasi (berubah) menunjukkan adanya urutan depolarisasi yang berubah dari
beberapa tempat. Biasanya VT jenis ini berkaitan dengan jaringan parut (scar tissue) akibat
infark miokard. Bila VT berlangsung lebih dari 30 detik disebut sustained sedangkan bila
kurang maka disebut non-sustained.
Berdasarkan etiologi VT dikelompokkan menjadi:
Page 14
- VT idiopatik (idiopatik VT)
1. VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan
2. VT idiopatik ventrikel kiri
- VT pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia
- Bundle branch reentrant VT
- Arrhythmogenic right ventrivular dysplasia
- VT iskemia
Diagnosis takikardi ventrikel4
Diagnosis VT didasarkan pada:
1. Durasi dan morfologi kompleks QRS, pada VT urutan aktivasi tidak mengikuti arah
konduksi normal (terganggu) sehingga bentuk kompleks QRS akan kacau dan durasi
kompleks QRS menjadi panjang > 0,12 detik). Pedoman umum yang berlaku adalah
semakin lebar kompleks QRS semakin besar kemungkinannya suatu VT, khususnya
bila > 0,16 detik. Pengecualian adalah VT yang berasal dari fasikel posterior berkas
cabang kiri yang memiliki kompleks QRS < 0,12 detik karena pada VT jenis ini
lokasi reentry dekat dengan septum interventrikel seperti konduksi normal. Morfologi
kompleks QRS bergantung pada asal fokus VT. Bila berasal dari ventrikel kanan akan
memberikan gambaran morfologi blok berkas cabang kiri dan jika berasal dari
ventrikel kiri akan menunjukkan gambaran blok berkas cabang kanan. Kalau
morfologi QRS adalah RBBB maka takikardi adalah VT jika morfologi kompleks
QRS adalah monomorfik atau bifasik. Jika morfologis QRS adalah LBBB maka akan
menguatkan diagnosis VT jika adanya takik gelombang S atau nadir S yang lambat
(>70 milidetik).
2. Laju dan irama, laju VT berkisar antara 120-300 kali per menit dengan irama yang
teratur atau hampir teratur (variasi antar denyut adalah <0,04 detik). Jika takikardi
diisertai irama yang tidak teratur maka harus dipikirkan adanya AF dengan konduksi
aberan atau preekstasi.
3. Aksis kompleks QRS, untuk menentukan asal fokusadanya perubahan aksis > 40
derajat baik kekiri maupun ke kanan, menunjukka adanya VT.
4. Disosiasi antara atrium dan ventrikel, pada VT nodus sinus terus memberikan impuls
secara bebas tanpa ada hubungan dengan aktivitas ventrikel.
Page 15
5. Capture beat dan fusion beat. Kadang-kadang saat berlangsungnya VT, impuls dari
atrium dapat mendepolarisasi ventrikel melalui sistem konduksi normal sehingga
memunculkan kompleks QRS yang lebih awal dengan ukuran normal, keadaan ini
disebut capture beat. Sedangkan fusion beat terjadi bila impuls dari sinus nodus
dihantarkan ke ventrikel melalui nodus AV dan bergabung dengan impuls dari
ventrikel.
6. Konfigurasi kompleks QRS, adanya kesesuaian dari kompleks QRS pada sadapan
dada sangat menyokong diagnosis VT. Kesesuaian positif kompleks QRS pada
sadapan dada dominan positif menunjukkan asal fokus takikardi dari dinding posterior
ventrikel. Kesesuaian negatif kompleks QRS pada sandapan dada dominan negatif
menunjukkan asal fokus dinding ventrikel anterior.
Pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dengan gangguan fungsi ventrikel
misalnya, maka diagnosis VT lebih diutamakan bila pasien tersebut mendapat takikardi
dengan kompleks QRS lebar.
Takikardi ventrikel idiopatik
Dijumpai pada pasien dengan jantung normal. Umumnya, VT tidak berbahaya, tidak
menyebabkan gangguan hemodinamik dan tidak menyebabkakn kematian mendadak. Namun
bila VT timbul dengan laju yang cepat dapat menimbulkan sinkop. Umumnya sangat mudah
dihilangkan dengan ablasi kateter.
VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract VT), fokus VT
berasal dari RVOT dan jenis VT ini merupakan 90% dari VT idiopatik. Pasien umumnya
adalah perempuan muda. VT dicetuskan oleh ketegangan, emosi, adan aktivitas fisik.
Manifestasi klinis jenis ini dapat berupa VT yang dicetuskan oleh latihan.
VT idiopatik dari ventrikel kiri, adalah takikardi fasikular karena adanya proses reentry pada
fasikel anterior dan posterior sebagai penyebab takikardi. VT jenis ini umumnya diderita
pada pria muda.
Takikardi ventrikel pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia
Bundle branch reentrant ventricular tachycardia, ditemukan pada 40% pasien dengan
kardiomiopati dilatasi idiopatik (non-iskemia) dan 6 % dari seluruh jenis VT yang dirujuk ke
lab elektrofisiologi. Secara klinic VT jenis ini berbahaya karena menyebabkan sinkop dan
henti jantung. Pada EKG memperlihatkan kompleks QRS dengan morfologi LBBB.
Page 16
Takikardi dapat dihilangkan dengan ablasi kateter. Adanya disfungsi ventrikel kiri sebagai
penyerta.
Arrhythmogenic right ventrikel dysplasia (ARVD)
Kelaianan ini sangat jarang, biasanya diderita oleh kelompok muda, dimana terdapat infiltrasi
lemak dan jaringan parut pada miokard ventrikel kanan. Karakteristik VT adalah kompleks
QRS dengan morfologi blok berkas cabang kiri LBBB.
Takikardi ventrikel ischemia
VT jenis ini disebabkan oleh penyakit jantung koroner seperti infark miokard akut. VT ini
dapat menyebabkan kematian secara mendadak. Terjadi karena reentry ada jaringan parut
disekitar jaringan sehat. VT jenis ini sering berdegenerasi menjadi fibrilasi ventrikel.
Prediktor kematian jantung mendadak adalah adanya riwayat penyakit jantung sebelunya,
penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <40%), dan adanya premature ventriculare
contraction yang sering. Terapinya hanya dengan obat-obatan
Gbr 1. Gambaran EKG Takikardi ventrikel
Syok kardiogenik4
Penyebab primer syok kardiogenik adalah kegagalan fungsi jantung sebagai pompa sehingga
curah jantung menurun. Delapan puluh persen disebabkan oleh gangguan fungsi ventrikel
kiri akibat infark miokard dengan elevasi ST. Selain karena disfungsi miokard, penurunan
kontraktilitas jantung, obstruksi aliran ventrikel ke luar jantung, kelainan pengisian ventrikel,
disritmia, dan defe septum juga turut menggagalkan fungsi jantung. Mortalitas akibat syok
kardiogenik adalah sekitar 50 %. Kriteria syok kardiogenik:
1. Tekanan darah sistol ≤90mmHg atau penurunan tekanan sistol sebesar ≤30 mmHg
secara mendadak.
2. Hipoperfusi yang ditandai dengan produksi urin ≤20 cc/jam, gangguan fungsi saraf
pusat, dan vasokonstriksi perifer (akral dan keringat dingin).
Page 17
Pada syok kardiogenik dapat dijumpai pelebaran batas jantung pada perkusi, kelainan irama
(disritmia) pada auskultasi jantung. Biasanya, terjadi vasokonstriksi perifer sehingga kulit dan
bagian akral teraba dingin, tetapi tidak selalu terjadi vasokonstriksi tersebut sehingga kulit
dan akral tetap hangat. Selain itu, oliguria juga dapat ditemui. Jika terjadi kegagalan fungsi
diastolik, beban hulu dapat menurun, walaupun ditemukan berbagai tanda yang
menggambarkan ‘kelebihan cairan’, seperti edema pulmonal, edema perifer, dan
hepatomegali.
ETIOLOGI
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya syok.
Diantara komplikasi tersebut adalah: ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot
papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok
kardiogenik tersebut. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi
ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok. Hal lain yang sering menyebabkan
terjadinya syok kardiogenik adalah takiaritmia dan bradiaritmia yang rekuren, dimana
biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia
supraventrikuler ataupun ventrikuler. 4
DIAGNOSIS DIFFERENTIAL
Ventrikel Fibrilation
Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang ditandai oleh
kopleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali.
Merupakan penyebab utama kematian mendadak. Penyebab utama VF adalah infark miokard
akut, blok AV total degan respon ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit, asidosis berat,
dan hipoksia. Salah satu penyebab VF primer yang sering pada orang jantnung normal adalah
sindrom brugada. Pada EKG permukaan saat irama sinus ditemukan adanya gambaran RBBB
inkomplit dengan elevasi segmen ST di sadapan V1-V3. 4
VF akan menyebabkan tidak adanya curah jantung sehigga pasien dapat pingsan dan
mengalami henti jantung dalam hitungan detik. VF kasar (coarse VF) menunjukkan aritmia
ini baru terjadi dan lebih besar peluangnya untuk diterminasi dengan defibrilasi. Sedangkan
VF halus (fine VF) sulit dibedakan dengan sistol dan biasanya sulit diterminasi. Penanganan
VF harus cepat dengan protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku meliputi pemberian
Page 18
unsynchronized DC shock mulai 200 J sampai 360 J dan obat-obatan seperti adrenalin,
amiodaron, dan magnesium sulfat.
Atrial Flutter
Atrial Flutter adalah terminologi umum yang dipakai untuk menjelaskan suatu kondisi
aritmia atrial yang disebabkan oleh "reentrant circuit" yang besar dan terletak dalam jaringan
atrium. Atrial Flutter hampir sama dengan supraventrikular takikardi (SVT), dimana terdapat
jalur aksesoris yang disebut "reentrant circuit", perbedaannya pada atrial flutter jalur ini lebih
besar dan melibatkan banyak bagian otot atrium dan tidak berhubungan langsung dengan AV
node seperti pada SVT. Atrial flutter biasanya berhubungan dengan kelainan jantung organik
dan insidennya terbanyak kedua setelah atrial fibrilasi. 7
Gambar 2. Gambaran EKG menunjukkan Atrial Flutter
Fluter atrium terjadi bila ada titik fokus di atrium yang menangkap irama jantung dan
membuat impuls antara 250 sampai 400 kali per menit. Tanda penting dari aritmia tipe ini
karena hantaran adalah impuls atrium yang dilepaskan 250 sampai 400 kali per menit akan
mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu aritmia yang mengancam jiwa. Karakteristik tipe ini
adalah:
Frekuensi: 350 sampai 600 denyut per menit
Irama : Ireguler dan biasanya cepat
Respon ventrikel yang cepat akan mengurangi waktu pengisian ventrikel dan kemudian
volume sekuncup. Denyut atrium yang merupakan 25 sampai 30% curah jantung, juga hilang.
Biasanya akan diikuti Chronic Heart Failure (CHF). Biasanya terdapat denyut defisit,
perbedaan jumlah antara denyut apeks dengan denyut nadi. 7 Kriteria Artial Flutter adalah:
i. Ritme reguler: jarak R-R sama
Page 19
ii. Atrial rate bervariasi antara 250-340 denyut per menit. Ventrikel rate bervariasi, pada
tipe konduksi 2:1 ventrikel rate biasanya sekitar 150 denyut per menit.
iii. Bentuk "sawtooth" atau gelombang F pada lead II, III, dan aVF. Kadang-kadang
gelombang F ini tidak terlihat karena bertemu dengan kompleks QRS.
Atrial flutter memiliki variasi bentuk; yang paling sering adalah "isthmus-dependent
counterclokwise atrial flutter", diikuti oleh "isthmus-dependent clockwisw atrial flutter", dan
atypical atrial flutter. Seperti yang disebutkan di atas, pada atrium terbentuk jalur aksesoris
dengan impuls listrik yang terus-menerus berputar dengan cepat yang melibatkan daerah
atrium yang besar. Variasi yang terbanyak adalah counterclockwise artinya impuls elektrik
berputar dalam sirkuit sirkus dengan arah yang berlawanan arah jarum jam. Apapun
bentuknya jalur ini menghasilkan denyut atrium yang bervariasi antara 250-340 denyut per
menit. \
Denyut ventrikular pada atrial flutter biasanya lebih lambat dibandingkan dengan denyut
atrial yang disebabkan oleh hambatan impuls pada nodus AV. Nodus AV melindungi
ventrikel dari denyut atrium yang cepat dengan hanya mengijinkan sebagian kecil dari impuls
yang masuk untuk melewati nodus Av. Oleh karena itu biasanya kita jumpai dua (2:1) atau
tiga (3:1) denyut atrium dengan satu denyut ventrikel.
Gambar 3. Gambaran EKG Atrial Flutter dengan “Sawtooth apprearance”
Page 20
PATOFISIOLOGI
Takikardia ventrikel (VT) adalah istilah umum yang mencakup setiap irama minimal
3 denyut (beats) lebih cepat dari 100 denyut per menit, yang timbul dari ventrikel. Tanpa
menghiraukan mekanisme aritmia, tingkat keparahan gejala klinis menentukan tahap urgensi
dimana VT harus segera ditangani. Selama VT, cardiac output berkurang karena denyut
jantung cepat dan kurangnya kontraksi atrium yang terkoordinasi. Iskemia dan mitral
insufisiensi juga dapat menyebabkan intoleransi hemodinamik.Kolapsnya hemodinamik lebih
mungkin terjadi jika terdapat disfungsi ventrikel kiri yang mendasari atau bila terjadi
denyutan yang sangat cepat. Cardiac output berkurang dapat mengakibatkann perfusi
miokard berkurang, respon inotropik memburuk, dan degenerasi sehingga terjadinya fibrilasi
ventrikel yang mengakibatkan kematian mendadak.
Hipoperfusi pada syok menyebabkan terganggunya pasokan oksigen ke sel (lebih tepatnya,
ke mitokondria) sehingga metabolisme sel terganggu dan akibatnya, pembentukan ATP
berkurang. Hipoperfusi juga mencetuskan refleks aktivasi sistem simpatis yang meningkatkan
kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung sehingga meningkatkan curah jantung. Selain itu,
terjadi pengeluaran katekolamin, angiotensin, vasopresin, serta endotelin yang akan
meningkatkan tonus pembuluh darah agar tekanan perfusi dapat dipertahankan dan perfusi
menjadi cukup.
Hipoksia membeat jaringan berusaha mengekstrasi oksigen semaksimal mungkin agar
kebutuhan metabolisme tercukupi. Ketika segala refleks pertahanan tersebut sampai pada
batas toleransi dan hipoksia tidak teratasi, maka mitokondria akan terganggu, dan
pembentukan ATP menurun. Semua sistem dalam tubuh pun tidak berfungsi sehingga terjadi
kegagalan organ menyeluruh, seperti gagal otak, gagal jantung, vasoplegia,penumpukan asam
laktat, gagal ginjal, gagal sistem pencernaan yang diikuti dengan perpindahan kuman dan
bahan toksin ke aliran darah (translokasi), dan berakhir dengan kematian. Kegagalan organ
multipel dan kematian berbanding lurus dengan lama dan beratnya hipoksia.
Page 21
Gbr 4. Patofisiologi takikardi ventrikel
TATALAKSANA
Pertolongan emergency
Resusitasi jantung paru
Resusitasi jantung paru/ Cardio Pulmo Resusitation (CJP/CRP) terdiri dari pemberian
bantuan sirkulasi dan napas, dan merupakan terapi umum yang bisa diterapkan pada semua
kasus henti jantung/paru. Namun tindakan ini tidak menegakkan diagnosis akurat sehingga
terapi spesifik. Bila tersedia, bisa diberikan sedini mungkin untuk menyelamatkan nyawa.
Menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan menggunakan semua fasilitas yang ada,
misalnya anamnesis dari pertolongan pertama (perawat, petugas ambulans), menemukan
resep atau obat bebas dalam saku, pemeriksaan fisik, EKG segera dan foto toraks. 8
Page 22
Prinsip utama mendasari RJP adalah:
a. Ketetapan: terapi ditujukan untuk mengembalikan pasien pada kehidupan yang
berkualitas. Jika ini tidak memungkinkan, pertimbangkan apakah RJP tidak perlu
dilakukan. Perintah untuk jangan berusaha melakukan resusitasi dibuat berdasarkan
kemungkinan keberhasilan RJP segera yang berhubungan dengan usia dan penyakit
pasien, kemungkinan mengembalikan hidup berkualitas yang berlangsung lama
(berhubungan dengan kualitas hidup sebelumnya), keinginan pasien dan kerabatnya,
yang harus dipenuhi.
b. Kecepatan: setelah kegagalan sirkulasi/napas total terjadi hipoksia vena dalam waktu
3-4 menit (kecuali ada hipotermia berat). Selanjutnya, segera terjadi anoksia jantung
yang menghambat pemulihan sirkulasi. Hukuman bagi diagnosis dan terapi yang tidak
tepat dan terlambat adalah kematian pasien.
Cara melakukan RJP/CRP adalah seperti berikut: 8
1. Minta bantuan tambahan sesegera mungkin
2. Lakukan penilaian jalan napas, pernapasan, sirkulasi (Airway, Breathing, Circulation)
atau ABC dan terapkan algoritma bantuan hidup dasar (BHD/AED). Jika korban tidak
memberi respons terhadap goyangan/teriakan, balikkan badannya, buka dan lakukan
inspeksi jalan napas. Singkirkan sumbatan. Tentukan dalam 10 detik apakah pasien
bernapas normal dengan melihat gerakan dada, dengarkan suara napas pada mulut pasien
dan rasakan udara pada pipi doktor.
3. Jika pasien bernapas normal, baringkan pasien pada posisi pemulihan. Jika hanya ada
upaya bernapas yang lemah, berikan 2 kali napas buatan, secara perlahan dan efektif ke
dalam mulut (masing-masing sebanyak 700-1000ml), dengan hidung pasien ditutup,
cukup untuk membuat dada naik turun.
4. Setelah 2 kali napas efektif (lakukan sebanyak 5 kali atau lebih), periksa sirkulasi (denyut
karotis atau femoral). Jika sirkulasi tidak ada, mula lakukan kompresi dada, menekan
sternum ke bawah 4-5 cm, dengan kecepatan 100 kali/menit, bergantian 15 kompresi tiap
2 kali napas. Kompresi dada mengembalikan 30% perfusi otak normal. Lanjutkan bagian
ini sampai timbul gerakan atau pasien bernapas.
Pada bantuan hidup lanjut (bila alatnya tersedia) boleh dilakukan BHD, tempelkan elektroda
EKG dan didiagnosa irama jantung: 8
Page 23
i. Fibrilasi ventrikel (VF), takikardia ventrikel (VT) tanpa denyut adalah penyebab tersering
henti jantung yang dapat disembuhkan. Tingkat keberhasilan menurun sebanyak 7- 10%
untuk tiap penundaan defibrilasi. Beri muatan pada defibrilator dan beri tiga kejutan
dengan energi 200 J, 200 J dan 360 J. Setelah berhasil melakukan kardioversi, mungkin
terjadi asistol dan/atau denyut lemah (kekagetan miokardial) transien (≥ 10 detik) : maka
lakukan RJP selama 1 menit setelah 3 kejutan sebelum evaluasi ulang irama jantung. Jika
VF dan VT menetap, amankan jalan napas endotracheal tube, masker laring (laryngeal
mask airway [LMA]), pasang ventilator dengan kecepatan 12 napas/menit menggunakan
oksigen 100%. Pasan jalur intravena perifer (jalur sentral tidak aman selama melakukan
RJP). Berikan adrenalin untuk memperbaiki efikasi RJP. Efek α- adrenergik
menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan tekana perfusi miokard dan otak. VF/VT
yang refrakter mungkin merespons terhadap kejutan lanjutan atau pemberian amiodaron,
lidokain atau prokainamid intravena.1 Lanjutkan sampai sirkulasi kembali, atau diambil
keputusan untuk berhenti. Berikan bikarbonat jika pH ≥7,1 pada overdosis trisiklik, atau
jika ada hiperkalemia.
ii. Asistol biasanya lethal. Pertimbangkan untuk memberi atropin. Blok jantung komplit
merespons terhadap pemasangan pacu (eksternal atau transvena) dan/atau isoprenalin.
Hati-hati terhadap asistol palsu: VF dengan voltase rendah, atau pemasangan elektroda
yang tidak tepat.
Gbr 5. Skema penatalaksanaan syok kardiogenik
.
Page 24
Gambar 6. Alur tatalaksana untuk pasien takikardi dengan pulse
Manajemen emergency pasien sopor-koma
Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat dikategorikan sebagai
stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat bila terjadi
akut. Banyak variasi penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses intrakranial yang
dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. Adapun manajemen pada
Page 25
pasien seperti ini haruslah berfokus untuk menstabilkan keadaan pasien, menegakkan
diagnosis, dan menatalaksana pasien berdasarkan penyebab dari penyakit tersebut. 9
Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali ada beberapa
pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan yaitu:
1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut?
2. Apakah jalan napas baik?
Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang disebabkan
karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi karena hilangnya
kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT) dengan intubasi
merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi
yang adekuat.
Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi
lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi. Pada pasien
stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksigen dengan face
mask sampai hipoksemia tidak kita temukan.
3. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh toksin?
Lakukan deskripsi pasien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang dan
dahulu baik medis maupun neurologis.
4. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien sebelumnya?
Kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali kontak dan
mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk menanyakan keadaan
pasien sebelum kejadian.
Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan terapi
emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara lain:
1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi bila telah
mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS) ataupun Advance Cardiac
Life Support (ACLS).
2. Pasang jalur intravena (iv line)
3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini harus dilakukan
secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang dapat ditangani secara cepat
sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain seperti sepsis, henti
jantung, atau trauma)
Page 26
4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain :
Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin)
Hitung darah lengkap
Analisa gas darah
Kalsium dan magnesium
Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT)
5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining toksikologi, tes fungsi
tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan kadar ammonia.
6. Lakukan pemasangan folley catheter
7. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen thoraks.
8. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau bila etiologi dari
penyebab koma tidak jelas. Diantaranya:
Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat mengembalikan pasien dari
koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut (Wernicke ensefalopati). Harus
diberikan sebelum pemberian dekstrose karena hiperglikemi dapat menyebabkan
konsumsi thiamin yang berlebihan dan memperburuk keadaan pasien.
50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv
Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang disebabkan intoksikasi
opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 mg.
Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang koma dicurigai
karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan hingga 3mg dan jangan
diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien, karena flumazenil ini dapat
menimbulkan kejang.
Page 27
Gambar 7. Alur tatalaksana untuk pasien tanpa pulse
Page 28
Non- medika mentosa
Tatalaksana syok dimulai dengan pemulihan perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Diagnosis
harus juga segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Kebutuhan
oksigen jaringan harus segera dicukupi dengan mengoptimalkan penyediaan oksigen dalam
darah. Volume cairan intravaskular juga harus dicukupi agar volume beban hulu maksimal.
Selain itu, harus dipertimbangkan pemberian zat inotropik untuk merangsang miokard dan
vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer, kecuali jika ada syok kardiogenik.
Untuk menghitung delivery oksigen (DO2), digunakan rumus Nunn-Freeman, yaitu: 5
Penyediaan oksigen dalam darah (DO2)= curah jantung x kandungan oksigen dalam darah
Curah jantung dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup. Isi sekuncup
dipengaruhi oleh kecukupan cairan dalam sistem kardiovaskuler (beban hulu), kemampuan
kontraksi jantung (kontraktilitas), dan tahanan dalam pembuluh darah (beban hilir)
Untuk mengoptimalkan kandungan oksigen dalam darah, komponen yang harus diperbaiki
adalah hemoglobin, saturasi oksigen, dan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri. Saturasi
dan tekanan parsial oksigen dioptimalkan melalui pemberian terapi oksigen dan/atau bantuan
napas.
Agar perfusi dapat memenuhi kebutuhan metabolit dan oksigen jaringan, TD harus sekurang-
kurangnya 70-80 mmHg, yang dicapai dengan memperhatikan prinsip resusitasi ABC.
A (airway). Jalan napas harus bebas, bila perlu menggunakan intubasi,
B (breathing). Pernapasan harus terjamin, bila perlu menggunakan ventilasi buatan dan
pemberian oksigen 100%.
C (circulation). Dapat diatasi dengan pemberian cairan.
Tatalaksana syok kardiogenik terdiri dari tatalaksana cairan, oksigenasi, pengendalian
disritmia, penggunaan inotropik dan vasopresor, dan bila ada penggunaan IABP (intra aortic
balloon pump) yang diikuti dengan revaskularisasi.
Medika mentosa
Pemilihan inotropik harus cermat sebab inotropik yang bekerja melalui sistem simpatis dapat
meningkatkan kematian. Pada penanggulangan infark miokard harus dicegah pemberian
cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Selain itu, harus diperhatikan juga
oksigenasi darah yang memadai dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.5
Page 29
KOMPLIKASI
Kematian mendadak akibat penyakit jantung.
PROGNOSIS
Ventrikel takikardi/fibrilasi merupakan penyebab kematian mendadak terbanyak. Adanya
gejala-gejala awal dan fraksi ejeksi ventrikel, mungkin, merupakan penentu prognosis
terpenting. Pingsan akibat ventrikel takikardi biasanya memiliki prognosis yang buruk.
Kesimpulan
Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat dikategorikan sebagai
stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat bila terjadi
akut. Banyak variasi penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses intrakranial yang
dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. Penyebab primer syok
kardiogenik adalah kegagalan fungsi jantung sebagai pompa sehingga curah jantung
menurun. Delapan puluh persen disebabkan oleh gangguan fungsi ventrikel kiri akibat infark
miokard dengan elevasi ST. Selain karena disfungsi miokard, penurunan kontraktilitas
jantung, obstruksi aliran ventrikel ke luar jantung, kelainan pengisian ventrikel, disritmia, dan
defe septum juga turut menggagalkan fungsi jantung.
Daftar Pustaka
1. Thaler MS. The only ekg book you’ll ever need. In: Ventricular arrythmias. 6 th ed:
Lippincott Williams &Wilkins;2010.p. 96-7,135, 138
2. Jonathan Gleade. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga.2007;p 24-5
3. Arif Muttaqin, Prof. Elly Nurachmach.pengantar Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular. Penerbit Salemba Medika. Jakarta,2009;p 178
4. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti
Setiati. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed. IV. Pusat Penerbitan FKUI,
2006. Hal.1533-35
5. Wahyu B, Rupii, Puspunegoro. Masalah ilmu bedah dan pertimbangan dasar. EGC.
2006. Hal. 156-65.
Page 30
6. Price, William. Patofisiologi. Edisi 6. EGC. 2006. Hal. 1105.
7. Aritmia Ventrikel.n M.Yamin, Sjaharuddin Harun. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi V. Jilid II. 2009; 1623-9.
8. Patrick Darvey, Medicine at a glance, Blackwell Science Ltd, 2006, hal.131-34.