Mati Otak (Brain Death)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna
Utara No.6, Telp 56942061, JakartaKelompok : C4Shannaz Y
10.2008.038Alethea Andantika 10.2010.251Muhammad Afiq Bin Abd Malek
10.2010.373Elisabeth Stefani Widya Ningtyas 10.2010.069Petrick
Aqrasvawinata 10.2010.392Nurul Syahidah Binti Muhamad Zaki
10.2010.380M. Aditya Mahatvavirya Daryana Burhan 10.2010.070Claudia
Narendar 10.2010.209Vien Stefani 10.2010.238
SkenarioSeorang pria umur 76 tahun dirawat di ICU karena koma.
Diketahui adanya riwayat hipertensi dan mulai pikun. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kaku deserebrasi, pupil melebar dan
tekanan darah 50/70 mmHg. CT scan kepala menunjukkan ventrikel
membesar dan pendarahan ke dalam ventrikel. Direncanakan untuk
operasi tetapi ditunda karena keadaan pasoen mengalami kemunduran,
nafas spontan hilang sehingga harus dipasang ETT.
TerminologiMati otak : Penghentian fungsi otak secara komplit
dan ireversibel.1Definisi Mati Batang OtakPanduan Australian and
NewZealand Intensive Care Society (ANZICS) yang dipublikasikan pada
tahun 1993,kematian otak didefinisikan sebagai berikut: Istilah
kematian otak harus digunakan untuk merujuk pada berhentinya semua
fungsi otak secara ireversibel.Kematian otak terjadi saat terjadi
hilangnya kesadaran yang ireversibel, dan hilangnya respon refleks
batang otak dan fungsi pernapasan pusat secara ireversibel, atau
berhentinya aliran darah intrakranial secara ireversibel.2Menurut
kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian
otakdidefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang
tidak berfungsi lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak
adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya
pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon
pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada
ujipenggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas
postural (misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan
bersuara, refleks kornea, refleksfaring, refleks tendon dalam, dan
respon terhadap rangsang plantar. Yang kedua adalah data konfirmasi
yakni EEG yang isoelektris. Kedua tes tersebut diulang 24jam
setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu < 32,2oC)
atau pemberian utuh. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang
hasil EEG nya tenang dan darimati otak, dengan tambahan ketiadaan
semua reflek saraf otak dan upaya napasspontan. Pada keadaan
vegetatif mungkin terdapat siklus sadar tidur. Guidelines Mati
Batang OtakTahunPublikasiPrekondisiKriteria pemeriksaan : Tes
KonfirmasiPeriode observasi
1968Harvard Ad Hoc CommitteeKecuali:1. Hipotensi2. CHS
depressants1. Tidak ada respons2. Tidak ada gerakan atau
pernapasan3. Tidak ada refleksEEG24 jam tanpa perubahan
1977NIHCDS(NIH) Collaborative StudySemua prosedur diagnostik dan
terapi yang tepat telah dilakukan1. Koma dengan tidak responsifnya
cerebral2. Apneu3. Dilatasi pupil4. Tidak adanya refleks kepala1.
EEG2. CBF study(dilakukan jika standar lainnya tidak terpenuhi
dengan tepat atau tidak dapat diuji)Kriteria harus ditegakkan 30
menit sampaisetidaknya enam jam setelah onset komadan apnea
1981President's Commission1. Ireversibel: Menentukan penyebab
koma Tidak adanya kemungkinan pulihnya otak Penghentian semua
fungsi otak untuk jangka waktu yang tepat dalam pengamatan terapi2.
Kondisi Komplikasi: Intoksikasi obat dan metabolik Hipothermia Anak
- anak Syok1.Tidak adanya respon serebral1. EEG2. Four-vessel
cerebral angiography3. Radioisotope cerebral angiography
2. Tidak adanya respon batang otak Pupil Kornea Oculocephalic
Oculovestibular Oropharyngeal Adanya apneu Tidak adanya gerakan
tubuh dan kejang
1995American Academy of NeurologySecara klinis atau radiografi
terlihan adanya katastrofi CNS akut. 2. Menyingkirkan kondisi
klinis ( contohny : kehilangan elektrolit yang berat, gangguan asam
basa, dan gangguan endokrin) 3. Tidak ada intoksikasi atau
keracunan obat4. Suhu tubuh > 32oC1. Koma atau tidak merespon2.
Tidak adanya refleks dari batang otak Pupil tidak merespon pada
cahaya terang Tidak ada efek okulosefalik Tidak ada respons tes
cold caloric Tidak ada korneal refleks Tidak ada refleks rahang
Tidak meringis Tidak ada batuk Apneu1. Conventional angiography2.
EEG3. TCD4. 99mTc HM-PAO brain scan5. SSEPLakukan evaluasi klinis
setiap 6 jam
Tabel 1. Guidelines mati batang otak.3Diagnosis kematian otak
terdiri dari tiga elemen penting: riwayat kesehatan , pemeriksaan
fisik dan tes konfirmasi.AnamnesisAnamnesa merupakan suatu bentuk
wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit
si pasien. Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus
dijaga kerahasiaannya yaitu segala hal yang diceritakan penderita.
Riwayat Penyakit Dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah
diderita di masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit
yang dialaminya sekarang.Riwayat Keluarga adalah segala hal yang
berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar anggota
keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini
faktor-faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan
penderita.Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi
si pasien. Mengenai peristiwa penting pasien dimulai dan keterangan
kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat. Termasuk
dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi,
riwayat makan, riwayat pendidikan dan masalah keluarga. Riwayat
sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan
segala aktivitas di luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal,
perkawinan, tanggungan keluarga, dan lain-lain. Perlu ditanyakan
pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien.4Pemeriksaan Fisik
UmumPemeriksaan suhu, denyut nadi, laju dan pola pernapasan, dan
tekanan darah harus diukur dengan cepat. Demam menunjukkan infeksi
sistemik , meningitis bakteri , atau ensefalitis , hanya sedikit
yang disebabkan oleh lesi otak yang dapat menganggu hipotalamus
pusat pengaturan suhu. Sedikit peningkatan suhu dapat mengakibatkan
terjadinya kejang. Suhu tubuh tinggi , 42 -44 C , yang berhubungan
dengan kulit kering harus dicurigai akibat heat stroke atau
intoksikasi obat antikolinergik. Hipotermia diamati dengan alkohol
, barbiturat, sedatif , atau fenotiazin intoksikasi, hipoglikemia :
kegagalan sirkulasi perifer , atau hipotiroidisme. Hipotermia
sendiri menyebabkan koma hanya ketika suhu < 31 C. Tachypnea
dapat mengindikasikan asidosis sistemik atau pneumonia. Hipertensi
ditandai baik menunjukkan hipertensi ensefalopati atau merupakan
hasil dari peningkatan pesat dalam tekanan intrakranial ( ICP,
respon Cushing) paling sering setelah pendarahan otak atau cedera
kepala. Hipotensi adalah karakteristik dari koma dari alkohol atau
intoksikasi barbiturat, perdarahan internal infark miokard, sepsis,
hipotiroidisme mendalam , atau krisis Addisonian. .
Skala Koma GlasgowGerakan Yang DiujikanNilai Atau Skor
Buka Mata4 = Spontan3 = Pada rangsang suara2 = Pada rangsang
nyeri1 = Tidak ada
Respon Motorik6 = Menurut perintah5 = Tunjuk tempat rangsang4 =
Menarik ekstremitas3 = Fleksi abnormal2 = Ekstensi1 = Tidak ada
Respon Verbal5 = Orientasi penuh4 = Bicara kacau 3 = Kata-kata
(inappropriate) 2 = Bunyi tanpa arti 1 = Tidak ada
Tabel No.2 Glasgow Coma Scale5,9
Pemeriksaan Neurologis
Gambar 1. Pemeriksaan fisik pada pasien koma.5
Tes Rangsang NyeriJika pasien tidak membuka mata mereka untuk
berbicara, lakukanlah tes rangsang nyeri, misalnya meremas otot
trapezius (menggunakan ibu jari dan dua jari untuk mencubit otot
trapezius). Atau menekan supra - orbital. Jika adanya memar atau
pembengkakan di daerah ini, lakukan penekanan dengan mengunakan
jari. Jika pasien membuka mata akibat tes rangsang nyeri skor 2E .
Jika pasien tidak merespon , maka skor adalah 1E.
Gambar 2. Penekanan SupraorbitaPemeriksaan PupilPengujian
terhadap refleks pupil dilakukan dengan menguji respon terhadap
cahaya yang terang. Kematian otak akan menunjukkan pupil yang
berbentuk bulat, oval, ataupun ireguler. Kebanyakan pupil pada
pasien yang mengalami kematian otak akan berada pada ukuran 4
hingga 6 mm, namun ukuran dapat bervariasi dari 4 hingga 9 mm.
Gambar 3. Pemeriksaan pada Kematian Otak
Refleks OkulosefalikPengujian ini hanya dilakkan setelah
dipastikan tidak ada fraktur atau instabilitas dari servikal atau
pada pasien dengan cedera kepala. Vertebra servikal harus diperiksa
dengan pencitraan untuk menunjukkan tidak adanya fraktur atau
instabilitas potensial. Refleks okulosefalik yang dirangsang dengan
menggerakkan kepala secara cepat dan tegas dari posisi tengah ke
posisi 90 derajat kiri dan kanan, pada orang normal akan
menghasilkan deviasi mata ke arah berlawanan dengan gerakan kepala.
Pergerakan mata vertikal juga diuji dengan melakukan fleksi leher.
Pada kematian otak, tidak akan ditemukan adanya pembukaan kelopak
mata dan pergerakan mata vertikal dan horizontal.Cold Caloric
TestUji kalori dilakukan dengan kepala yang dielevasikan 30 derajat
selama irigasi dari tympanum di tiap sisi telinga dengan 50 ml air
es. Irigasi tympanum dilakukan paling baik dengan menggunakan
kateter suction kecil di kanal auditorik eksternal dan
menghubungkannya dengan siring 50 ml yang diisi dengan air es.
Deviasi tonus dari mata yang muncul akibat rangsang kalorik dingin
tidak akan muncul pada kematian otak. Investigator harus mengamati
hingga 1 menit setelah pemberian stimulus, dan waktu antara
pemberian rangsang pada tiap sisi harus minimal 5 menit.Yang harus
diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya obat yang dapat
mengurangi atau menghilangkan respon kalorik, yakni sedatif,
aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat
antiepilepsi, dan agen kemoterapi. Setelah cedera kepala atau
trauma fasial, edema kelopak mata atau kemosis konjungtiva dapat
menghambat pergerakan bola mata. Bekuan darah atau serumen dapat
juga mengurangi respon kalorik, dan uji dilakukan ulang setelah
pemeriksaan inspeksi langsung tympanum.
Gambar 4. Pemeriksaan Refleks Okulosefalik dan Cold Caloric
Test
Sensasi fasial dan respon motor fasialRefleks kornea harus diuji
dengan swab tenggorok. Refleks kornea dan refleks rahang harus
absen. Wajah yang mengernyit saat diberikan rangsang nyeri dapat
diuji dengan memberikan tekanan dalam dengan obyek tumpul pada
dasar kuku, tekanan pada daerah supraorbita, atau tekanan yang
dalam pada kedua kondilus setinggi sendi temporomandibuler. Yang
harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya trauma
fasial yang berat sehingga dapat mengganggu interpretasi refleks
batang otak.
Gambar 5. Pengujian Nail Bed TestRefleks faring dan
tracheaRespon tersedak, yang diuji dengan merangsang faring
posterior dengan laringoskop, harus absen. Tidak adanya refleks
batuk pada suction bronkhial juga harus tampak.Dalam pemeriksaan
ini, harus diperhatikan bahwa pada apsien yang diintubasi secara
oral, respon tersedak mungkin sulit untuk diamati.
Gambar 6. Refleks Batuk yang Negatif Test ApneuPada uji apnea,
harus diperhatikan beberapa kondisi sebelum dilakukannya pengujian.
Perubahan yang penting pada tanda vital (misalnya hipotensi yang
mencolok, aritmia kardia berat) yang ditemukan pada pemeriksaan
apnea dapat berkaitan dengan kurangnya pengamatan terhadap
kondisi-kondisi yan dilakukan sebelum pengujian, walaupun perubahan
tersebut dapat terjadi secara spontan karena asidosis yang
meningkat. Pengujian dilakukan dengan tahap-tahap berikut: Memutus
hubungan dengan ventilator Memberikan O2 100% 6 l/menit. Pilihannya
adalah dengan menempatkan kanul setinggi karina. Amati dengan
seksama pergerakan respirasi. Respirasi didefinisikan dengan
pergerakan abdomen atau dada yang menghasilkan volume tidal yang
adekuat. Bila ada, respirasi dianggap ada pada uji apnea ini. Saat
terjadi gerakan yang mirip dengan respirasi, maka harus diamati
hingga akhir uji apnea, dmana oksigenasi berada pada level yang
lebih rendah. Saat hasilnya meragukan, spirometer dapat dihubungkan
dengan pasien untuk memastikan bahwa tidak ada volume tidal. Ukur
PO2, PCO2, dan pH arteri setelah kira-kira 8 menit dan hubungkan
kembali dengan ventilator. Bila gerakan respirasi tidak ada dan
PCO2 arteri sama dengan atau lebih dari 60 mm Hg (pilihan lain
adalah PCO2 yang meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal dasar), maka
tes apnea dinyatakan positif (sehingga mendukung diagnosis klinis
kematian otak). Bila teramati adanya gerakan respirasi, maka tes
apnea dinyatakan negatif (sehingga tidak mendukung diagnosis klinis
kematian otak), dan tes harus diulang. Bila selama tes apnea
tekanan darah sistolik menjadi 90 mm Hg, oksimeter pulsa
menunjukkan desaturasi, dan terjadi aritmia kardia, segera ambil
sampel darah, hubungkan dengan ventilator, dan lakukan analisa gas
darah arteri. Tes apnea memberikan hasil positif, apabila PCO2
arteri lebih dari atau sama dengan 60 mm Hg atau meningkat 20 mm Hg
dari PCO2 normal dasar. Bila PCO2 kurang dari 60 mm Hg, atau
peningkatannya kurang dari 20 mm Hg, hasilnya tidak dapat
dipastikan. Pada kondisi ini, dimana terdapat instabilitas
kardiovaskuler bersamaan dengan ketidak jelasan batasan atas PCO2
dimana terjadi stimulasi maksimal terhadap pusat pernafasan, maka
tergantung pada dokter untuk memutuskan apakah diperlukan tes
konfirmasi untuk memastikan diagnosis klinis kematian otak. Bila
tidak ada pergerakan respirasi, PCO2 kurang dari 60 mm Hg, dan
tidak ada aritmia kardia atau hipotensi signifikan, tes dapat
diulang dengan apnea selama 10 menit.5
Gambar 7. Tes Apneu
Pemeriksaan Penunjang EEG
Gambar 8.EEG.(Diunduh dari :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/8730.htm)Sebuah
electroencephalogram mendeteksi kelainan pada gelombang otak atau
aktivitas listrik otak. Selama prosedur, elektroda terdiri dari
cakram logam kecil dengan kabel tipis yang disisipkan pada kulit
kepala. Elektroda mendeteksi muatan listrik kecil yang dihasilkan
dari aktivitas sel-sel otak. Listrik diperkuat dan muncul sebagai
grafik pada layar komputer atau sebagai rekaman yang dapat dicetak
di atas kertas.Studi ini digunakan untuk mengukur aktivitas listrik
di otak dalam menanggapi rangsangan penglihatan, suara, atau
sentuhan.Penelitian ini umumnya dilakukan oleh teknisi EEG dan
mungkin memakan waktu sekitar 45 menit sampai dua jam.6
Gambar 9. Gambaran gelombang EEG. (Diunduh dari :
http://www.bem.fi/book/13/13x/1306x.htm)Perfusion TestAliran darah
cerebral (Cerebral Blood Flow / CBF) sering digunakan untuk
mendukung diagnosis kematian otak, terutama ketika kondisi tertentu
seperti trauma berat wajah, toksisitas obat, atau faktor lain.
Tidak adanya perfusi serebral konsisten dengan kematian otak.7Tanda
hot nose mengacu pada peningkatan perfusi di daerah hidung pada
obat studi perfusi serebral nuklir dalam pengaturan kematian otak.
Ketidakhadiran atau berkurangnya aliran dalam arteri karotid
internal dianggap menyebabkan peningkatan aliran dalam arteri
karotis eksternal dan peningkatan perfusi berikutnya di wilayah
hidung.8Transcranial Doppler UltrasonografyPemeriksaan transcranial
Doppler ultrasonography, dimana sepuluh persen dari pasien mungkin
tidak memiliki jendela insonation temporal, sehingga terjadi
absensi awal sinyal Doppler yang tidak dapat diartikan sebagai
kematian otak yang konsisten; kemudian puncak sistolik kecil di
sistol awal tanpa aliran diastolik atau aliran bergema, menunjukkan
resistensi pembuluh darah yang sangat tinggi sangat terkait dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Berikut gambar yang menunjukkan
proses dari pemeriksaan dengan transcranial Doppler
ultrasonography.
Gambar No.10 Pemeriksaan Transcranial Doppler
Ultrasonography
EtiologiKematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya
semua refleksbatang otak. Diagnosis klinis ini pertama kali
disampaikan dalam kepustakaankedokteran pada tahun 1959 dan
kemudian digunakan dalam praktik kedokteranpada dekade berikutnya
pada bidang trauma klinis yang spesifik. Kebanyakankasus kematian
dapat didiagnosis di tempat tidur pasien.Penyebab umum kematian
otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,hipoksia, overdosis
obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan dan
bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia jangka panjang
disebut sebagai penyebab kematian otak. 9,10,11
PatofisiologiPatofisiologi penting terjadinya kematian otak
adalah peningkatan hebat tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan
perdarahan atau edema otak. Jika TIKmeningkat mendekati tekanan
darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral(TPS) mendekati
nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian
otakterjadi.11Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada
orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram
otak per menit. Untuk seluruhotak, yang kira-kira beratnya 1200
1400 gram terdapat 700 sampai 840ml/menit. Penghentian aliran darah
ke otak secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karenatidak ada
pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian langsung
menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang
terhenti untuktiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang
bersifat irreversibel.Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik
yang memberi pengaruh kuat terhadappengaturan aliran darah
serebral. Ketiga faktor tersebut adalah konsentrasi karbondioksida,
konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen.
Peningkatankonsentrasi karbon dioksida maupun ion hidrogen akan
meningkatkan alirandarah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi
oksigen akan meningkatkan aliran.12,13Faktor-faktor iskemia dan
nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran oksigen ke otak
menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu secara
reversible dan ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan
aliran darah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak
23/ml/100mg/menit (normal55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu
singkat aliran darah otak ditambahkan diatas 23 ml, maka kerusakan
fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di
bawah 8 - 9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark,
tergantunglamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di
antara 8 - 23 ml/100mg/menit.12,14Jika jumlah darah yang mengalir
ke dalam otak tersumbat secara parsial,maka daerah yang
bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen.Daerah
tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1.
Tekananperfusi yang rendah2. PO2turun3. CO2dan asam laktat
tertimbun. Autoregulasidan pengaturan vasomotor dalam daerah
tersebut bekerja sama untukmenanggulangi keadaan iskemik itu dengan
mengadakan vasodilatasi maksimal.Pada umumnya, hanya pada
perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan vasodilatasi
kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan
dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak
dapat teratasi olehmekanisme autoregulasi dan pengaturan vasomotor.
Di situ akan berkembangproses degenerasi yang ireversibel. Semua
pembuluh darah di bagian pusat daerahiskemik itu kehilangan tonus,
sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis.Keadaan ini masih bisa
diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh darahbisa
bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel
saraf daerahiskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel
dengan pembengkakanserabut saraf dan selubung mielinnya (edema
serebri) merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan
diapedesis eritosit dan leukosit.Akhirnya sel-sel saraf akan
musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuaidengan keadaan
iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark.14Adapun pada
hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.Hipoglikemia
jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagaimekanisme
dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan
glutamatdan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies
oksigen reaktif, pelepasanZinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose)
polymerase dan transisi permeabilitasmitokondria.15
Diagnosis DiferensialPhyscogenic unresponsivenessPhyscogenic
(conversion) unresponsiveness jarang terjadi. Hal yg tipikal yg
dapat dilihat adalah hiperpneu atau apneu, kelopak mata yg tertutup
secara resisten sekalipun adanya pembukaan secara pasif, sekalipun
terjadi penutupan mata, penutupan tersebut terjadi dengan gerakan
yg kasar atau terdapat sentakan. Locked In StateInfark dari Pons
mempengaruhi traktus kortikospinalis baik jalur sensorik dan
pernapasan, dan jalur reticular aktivating system. Hasilnya adalah
kelumpuhan otot saraf kranial. Gerakan mata vertikal, dikendalikan
oleh saraf oculomotor, normal, dan kadang-kadang ada gerakan mata
horizontal dan secara volunter berkedip. Komunikasi menjadi mungkin
melalui gerakan berkedip atau mata dan ya-atau-tidak dari
pertanyaan yang diajukan.16Penyebab Locked-in Syndrome (Forti,
1982)1.Oklusi arteri basilar
2.Mielinolisis scntral pontin
3.Tumor pontin
4.Cedera kepala
5.Neuro-Bechet's disease
6.Polineuropati pasca infeksi
7.Penyalahgunaan heroin
8.Ensefalitis pasca vaksinasi
9-Abses pontin
10.Henti jantung (Cardiac arrest)
11.Multiple Sclerosis
12.Perdarahan pontin
13.Emboli udara
14.Keracunan minor tranquilizer
Nama Lain Locked-in Syndrome. (Patterson, 1987)1. de-efferented
state2. Pseudokoma3. Sindrome ventral pontin4. Diskoneksi
serebromedulospinal5. Pontopseudokoma6. Sindroma diskoneksi
pontin7. Ventral pontine state8. Sindroma batang otak sentral9.
Sindroma sistem piramidal otak bilateral10. Pontine locked in
syndrome11. Sindroma Monte Cristo17Vegetative StatePasien koma baik
mati atau adanya perbaikan, dan perbaikan mereka dapat terdiri dari
siklus tidur-bangun, fungsi kardiorespirasi utuh, dan respon
primitive rangsangan (termasuk refleks dimediasi melalui batang
otak dan fragmen perilaku seperti menjerit atau ucapan kata bahkan
satu) tetapi tidak ada bukti kesadaran dalam atau luar (yang
disebut kondisi vegetatif). Beberapa pasien sembuh lebih lanjut,
yang lainnya tidak. Kondisi vegetatif persisten (PVS) didefinisikan
sebagai keadaan vegetatif yang telah hadir selama minimal 1 bulan.
Dengan tingkat tinggi probabilitas, PVS pada orang dewasa dan
anak-anak dapat dianggap permanen 12 bulan setelah cedera traumatis
dan 3 bulan setelah cedera nontraumatic (biasanya kerusakan otak
anoxic-iskemik).16Kriteria Mati Batang OtakPada tahun 1959Mollaret
dan Goulon memperkenalkan istilah coma depass(koma irreversibel)
dalam menggambarkan 23 pasien koma dengan hilangnya kesadaran,
refleks batang otak, respirasi dan dengan hasilelektroensefalogram
(EEG) yang mendatar. Pada tahun 1968, sebuah komite Adhoc pada
Fakultas Kedokteran Harvard meninjau kembali defenisi kematian
otakdan kemudian diartikan sebagai koma ireversibel atau kematian
otak adalah tidakadanya respon terhadap stimulus, tidak ada gerakan
napas, tidak adanya refleksbatang otak dan koma yang penyebabnya
sudah diketahui, kondisi tersebutmenetap sekurang-kurangnya 6
sampai 24 jam.18Pada tahun 1971 Mohandas dan Chou menggambarkan
kerusakan batangotak sebagai komponen penting dari kerusakan otak
yang berat. Konferensiperguruan tinggi Medical Royaldan
fakultas-fakultas yang ada di dalamnya diKerajaan Inggris pada
tahun 1976, menerbitkan sebuah pernyataan mengenaidiagnosis
kematian otak dimana kematian otak diartikan sebagai hilangnya
fungsibatang otak secara lengkap dan ireversibel. Pernyataan ini
memberikan pedomanyang termasuk di dalamnya perbaikan dalam uji
apnea dan memusatkan perhatianpada batang otak sebagai pusat dari
fungsi otak. Tanpa batang otak ini, tidak adakehidupan. Pada tahun
1981 komisi presiden untuk studi masalah etik dalamkedokteran
biomedis juga penelitian tentang perilaku menerbitkan
pedomannya.Dokumen tersebut merekomendasikan kegunaan tes
konfirmasi untuk mengurangidurasi waktu yang dibutuhkan untuk
observasi dan merekomendasikan periode 24 jam bagi pasien dengan
gangguan anoksia dan kemudian menyingkirkan syoksebagai syarat
untuk menentukan kematian otak. Akhir-akhir ini, AkademiNeurologi
Amerika memberikan kasus berdasarkan bukti dan menyarankanadanya
pemeriksaan-pemeriksaan dalam praktek. Laporan ini secara
spesifikmengarah kepada adanya peralatan-peralatan pemeriksaan
klinis dan teskonfirmasi validitas serta adanya deskripsi tentang
uji apnea dalam praktek.17
Kriteria Harvard. Kunci diagnosis tersebut adalah: Tidak brekasi
terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive coma);
hilangnya kemampuan bernapas spontan; hilangnya refleks batang otak
dan spinal; hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi; EEG
datar.Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus
disingkirkan. Kemudian temuan klinis dan EEG harus tetap saat
evaluasi sekurang-kurangnya 24 jam kemudian.Kriteria Minnesota.
Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang
disarankan mungkin sangat terbatas. Hal ini menyebabkan Mohandes
dan Chou mengusulkan kriteria Minnesota untuk kematian otak. Yang
dihilangkan dari kriteria ini adalah refleks spinalis dan aktivitas
EEG karena hal-hal tersebut masih dipandang sebagai pemeriksaan
untuk konfirmasi saja. Yang dimaksud dengan kriteria Minnesota
adalah : Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit
pemeriksaan; hilangnya refleks batang otak yang ditandai dengan:
pupil dilatasi, hilangnya refleks batuk, refleks kornea dan
siliospinalis, hilangnya dolls eye movement, hilangnya respon
terhadap stimulus kalori, dan hilangnya refleks tonus leher; status
penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam; proses
patologis berperan, dan dianggap tidak dapat diperbaiki.
Kriteria Swedia Koma yang tidak berespons Apnea Reflek batang
otak negatif EEG isoelektrik Kontras pembuluh darah serebral
negatif 2 kali suntikan aorta kranial selama waktu 25 detik.17
Di Indonesia sendiri, berdasarkan usulan IDI (Ikatan Dokter
Indonesia), lewat Surat Keputusan PB IDI No.336/PB/A4/88 mengenai
mati, dipakai konfirmasi fatwa IDI sebagai pegangan.1 Berikut tabel
yang menunjukkan hal tersebut.Kriteria Mati
*) Diagnosis cedera otak berat atau perdarahan serebral
ditegakkan
*) Hilangnya faal otak secara total dan mutlak+ Tidak sadar+
Pupil lebar; reaksi cahaya negatif+ Tidak ada reaksi pada
rangsangan panas atau nyeri+ Refleks kornea, laring, dan batuk
negatif
*) Gangguan faal otak menjadi irreversibel
*) EEG tidak memperlihatkan aktivitas jantung
*) Arteriogram tidak menunjukkan peredaran darah di otak
*) Pernapasan berhenti juka calon donor dilepaskan dari alat
penyangga kehidupan
Tabel No.3 Kriteria Mati Otak Ikatan Dokter IndonesiaPenetapan
Diagnosis Mati Batang Otak General Guidelines / Tes
RekomendasiHasil spesifik
Prekondisi:
1. Bukti klinis atau neuroimaging catastrophe CNS akut yang
kompatibel dengan diagnosis klinis kematian otak
2. Pengecualian komplikasi kondisi medis yang dapat mengacaukan
penilaian klinis (tidak ada kekurangan elektrolit yang berat, asam
basa, atau gangguan endokrin)
3. Tidak ada intoksikasi atau keracunan obat
4. Suhu inti tubuh 32C (90F)
Penemuan pokok:
1. KomaTidak ada respon motorik otak untuk nyeri pada semua
ekstremitas (tekanan kuku dan tekanan supraorbital)
2. Tidak adanya refleks dari batang otakPupil:
Tidak merespon pada cahaya terang
Ukuran : 4 - 9 mm
Pergerakan okular:
Tidak ada refleks oculocephalic (pengujian hanya bila tidak
adanya fraktur atau ketidakstabilan tulang belakang leher yang
terlihat jelas)
Tidak ada deviasi mata ketika dilakukan irigasi di setiap
telinga dengan 50 mL air dingin (memungkinkan 1 menit setelah
injeksi dan setidaknya 5 menit antara pengujian di setiap sisi)
Sensasi wajah dan respon motorik wajah
Tidak ada refleks kornea
Tidak ada refleks rahang
Tidak meringis tekanan mendalam pada kuku, punggung
supraorbital, atau sendi temporomandibular
Refleks faring dan trakea
Tidak ada respon setelah stimulasi bagian faring posterior
dengan tongue blade
Tidak ada respon batuk penyedotan bronchial
3. Tes Apneu Jika gerakan pernapasan tidak ada dan Pco2 arteri
adalah 60 mm Hg (opsi: 20 mm Hg pada peningkatan PCO2 atas dasar
Pco2 normal), hasil tes apnea positif, yaitu, mendukung diagnosis
kematian otak
Jika gerakan pernapasan diamati, hasil pengujian apnea adalah
negatif. Jika deoksigenasi atau aritmia jantung membutuhkan
penghentian pengujian apnea sebelum PaCO2 dari 60 rnm Hg tercapai,
uji tak tentu dan tes konfirmasi lain harus dipertimbangkan
Prekondisi:
Suhu inti 36,5 C atau 97 F (dapat mencapai dengan selimut
hangat)
Tekanan darah sistolik dari 90 mm Hg
Euvolemia (opsi: keseimbangan fiuid positif dalam sebelumnya 6
jam)
Normal arteri Po2 (opsi: preoksigenasi untuk mendapatkan Po2
arteri dari 200 mm Hg)
Prosedur:
Sambugkan pulsa oksimeter dan pemutus ventilator
Memberikan 100% 02 pada tingkat 6 L / menit ke trakea (opsi:
Tempat kanula pada tingkat karina)
Perhatikan dengan seksama untuk gerakan pernapasan (kunjungan
perut atau dada yang menghasilkan volume tidal yang memadai)
Ukur arteri Po2, Pco2, dan pH setelah sekitar 8 menit dan
kembali ventilator (C02 meningkatkan tekanan parsial pada tingkat
sekitar 3 mm Hg / min)
Kendala:
Beberapa kondisi dapat mengganggu diagnosis klinis kematian
otak, sehingga diagnosis yang tidak dapat dibuat dengan kepastian
atas dasar klinis saja. Tes konfirmasi direkomendasikan Trauma
wajah yang parah
Sudah ada kelainan pupil
Tingkat beracun dari obat-obatan penenang, aminoglikosida,
trisiklik
antidepresan, antikolinergik, obat antiepilepsi, kemoterapi
agen, atau agen memblokir neuromuskuler
Apnea atau penyakit paru yang berat yang mengakibatkan kronis
tidur retensi CO,
Pengamatan klinis kompatibel dengan kematian otak
Pengamatan tertentu yang kompatibel dengan diagnosis kematian
otak kadang-kadang dicatat dan tidak boleh disalahartikan sebagai
bukti fungsi batang otak refleks tendon, refleks perut dangkal,
respon tiga fleksi
Babinski reflex
Pernapasan-seperti gerakan (elevasi bahu dan adduksi, punggung
melengkung, perluasan otot interkostal tanpa volume tidal yang
signifikan)
gerakan spontan anggota badan selain fleksi patologis atau
ekstensi, tanggapan termasuk wajah berkedut, fleksi di pinggang,
memperlambat memutar kepala, bergelombang gerakan jari kaki, dan
adduksi bahu dengan fleksi lengan. Gerakan tersebut kadang-kadang
terjadi selama apnea pengujian atau mengikuti pengucapan kematian
otak dan pemutusan dari ventilator (disebut tanda Lazarus)
- Berkeringat, memerah, takikardia
Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis atau
peningkatan mendadak tekanan darah
Tidak adanya diabetes insipidus
Pengulangan Pemeriksaan
Dewasa-ulang melakukan pemeriksaan 6 jam kemudian kecuali untuk
mata pelajaran dengan kerusakan otak anoxic-iskemik, yang perlu
dikaji ulang setelah 24 jam Anak-bagi mereka yang lebih muda dari
usia 2 bulan, melakukan pemeriksaan ulang setelah 48 jam, karena
mereka yang berusia 2 mo ke 1 y, setelah 24 jam, dan bagi mereka
antara 1 dan 18 y y usia, setelah 12 jam
Tes Konfirmasi (optional)
Anak-anak dibawah 2 bulan usia harus memiliki dua tes
konfirmasi, mereka yang berusia 2 bulan sampai usia 1 tahun harus
memiliki satu tes konfirmasi. Untuk anak yang lebih tua dari usia 1
tahun dan orang dewasa, tes konfirmasi adalah opsional Angiography
(conventional, computerized tomographic, magnetic resonance, dan
radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat pengisian intraserebral (intracerebral filling) setinggi
bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi
Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan
apabila tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30
menit
Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak
ditegakkan oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks)
pada awal sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau
reverberating flow, mengindikasikan adanya resistensi yang sangat
tinggi (very high vascular resistance) terkait adanya peningkatan
tekanan intrakranial yang besar.
Technetium-99m hexamethylpropylene-amineoxime scan-ada
penyerapan isotop di otak parenkim (disebut fenomena tengkorak
berlubang) somatosensori membangkitkan adanya potensi-bilateral
N20-P22 respon dengan stimulasi saraf median
PenatalaksanaanUntuk penatalaksanaan dari kematian otak sendiri
tidak ada penatalaksanaanya yang bertujuan untuk menyebuhkan
pasien; biasanya, pada pasien dalam keadaan brain death, hanya
dilakukan life support system, dimana disini kita menggunakan
alat-alat bantu kehidupan yang mendukung sistem hidup pasien,
terutama yang berkaitan dengan sistem pernapasan, sistem sirkulasi
(fungsi jantung), keseimbangan cairan dan elektrolit; kemudian
jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan ulang, dimana pada pasien
dewasa dapat dilakukan pemeriksaan ulang 6 jam kemudian, setelah
kita memastikan bahwa pasien didiagnosis menderita brain death,
pengecualian untuk pasien dengan cedera otak anoksia-iskemik yang
harus diperiksa ulang setelah 24 jam; sementara pada anak-anak atau
anak yang usianya kurang dari 2 bulan, pemeriksaan ulang dapat
dilakukan setelah 48 jam, dan untuk usia 2 bulan hingga 1 tahun
dapat dilakukan setelah 24 jam, dan untuk yang berusia 1 tahun
hingga 18 tahun setelah 12 jam; sementara itu pada pasien dengan
hipertensi intrakranial, terapi yang dapat dilakukan adalah dimulai
dengan pemantauan tekanan intrakranial terlebih dahulu yang
efektif, kemudian terapi juga mencakup diuretik osmotik (manitol)
untuk mengurangi volume darah dan steroid untuk mengurangi
inflamasi; dan sangat penting bahwa pasien yang dicurigai mengalami
peningkatan tekanan intrakranial diukur tekanan perfusi serebralnya
secara akurat; hiperventilasi dikontraindikasikan pada sebagian
besar kondisi karena hiperventilasi memperburuk iskemia
sentral.Penanganan KomaPrinsip penanganan secara umum harus segera
dilakukan walaupun diagnosis penyebab masih belum ditegakkan, yang
dalam hal ini juga mencakup tindakan pemeriksaan serta pengobatan
definitif. Sebagaimana halnya tindakan terhadap kasus-kasus gawat
darurat dimulai dengan patokan ABC (Airway, Breathing, and
Circulation). Pertama - tama perlu diperhatikan adalah pembebasan
dan memelihara jalan napas penderita, misalnya dengan mengatur
posisi kepala, pemasangan endo-tracheal tube dan lain sebagainya,
di samping juga pemberian oksigen yang adekuat. Syok diatasi dengan
pemberian cairan yang tepat, obat-obatan serta korcksi elektrolit
dan keseimbangan asam basa. Bila dijumpai adanya perdarahan, harus
di-lakukan penghentian perdarahan dengan cepat dan bila perlu
diberikan transfusi. Langkah berikutnya adalah usaha-usaha untuk
mencari penyebabnya serta mencegah kemungkinan terjadinya
komplikasi lebih lanjut.
OksigenasiOtak membutuhkan oksigen yang adekuat dan
terus-menerus yang dalam hal ini diperankan oleh mekanisme
respirasi yang mencukupi. Dalam penanganan di sini. perlu
diperhatikan mengenai ke-adaan jalan napas dan paru-paru penderita.
Pemeriksaan dan pemeliharaan jalan napas mencakup pembersihan
obstruksi saluran napas dengan suction, ekstensi kepala, pemasangan
endotracheal tube, serta ventilasi oksigen yang baik. Evaluasi
respirasi yang adekuat secara klinis ditentukan melalui auskultasi
suaia napas pada bagian basal paru-paru dan frekuensi pernapasan
yang lebih dari delapan kali per menit, namun metode yang paling
tepat adalah dengan pemeriksaan analisa gas darah. Bila respirasi
tidak mencukupi, ban-tuan pernapasan perlu diberikan dengan target
Pa02 > 100 mmHg dan PaC02 antara 30-35 mmHg. Trakheostomi
diindikasikan pada penderita-penderita koma yang berlanjut setelah
48 jam.
Pemeliharaan SirkulasiPemantauan tekanan darah dan nadi adalah
salah satu tindakan pemeliharaan sirkulasi. Cairan darah yang
hilang perlu diganti dan bila dibutuh-kan dapat diberikan tambahan
obat-obat vasoak-tif. Langkah berikutnya adalah pemantauan de-nyut
jantung, irama serta penanganan terhadap tanda vital yang abnormal
dan aritmia jantung. Penderita-penderita yang dalam keadaan syok
perlu diperiksa dan dicari faktor-faktor penyebab ekstra-serebral,
mengingat bahwa krusakan pada daerah rostral batang otak bagian
bawah jarang se-kali menimbulkan hipotensi sistemik. Tekanan
ar-teri rata-rata dipertahankan pada 100 mmHg dan bila perlu
dibantu dengan menggunakan obat-obatan hipertensi/hipotensi- Pada
penderita-penderita usia tua dengan hipertensi kronik, perlu
hati-hati menurunkan tekanan darahnya mengingat bahwa hipotensi
relatif di sini dapat menye-babkan hipoksia serebral.
Pemberian GlukosaHomeostasis otak bukan hanya tergantung dari
oksigen dan aliran darah saja, melainkan juga membutuhkan glukosa
yang adekuat. Mengingat keterlambatan akan hasil pemeriksaan gula
darah sering kali berakibat ratal, di samping juga bahwa kerusakan
otak akibat hipoglikemia le bih berat daripada akibat
hiperglikemia, maka sebaiknya segera setelah pengambilan sampel
da-rah diberikan glukosa sebanyak 25 gram (50 cc glukosa 50%) pada
penderita-penderita koma wa-laupun sebabnya masih belum
diketahui.
Menurunkan TIKMencakup pemberian obat-obatan steroid, diure-rik.
dan osmotik seperti manitol. Bahkan bila diperlukan juga melibatkan
tindakan operatif de-kompresi (khususnya bagi kasus-kasus dengan
le-si massa intrakranial).
Penghentian KejangKejang yang berulang kali diakibatkan oleh
sebab apa pun juga dapat merusak otak. Oleh karena itu, perlu
segera dihentikan, misalnya dengan pemberian suntikan bolus
diazepam (dosis antara 3-10 mg) yang dilanjutkan dengan infus
fenitoin 500-1000 mg (dosis