Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi 1. Koreksi Fiskal Dalam periode berjalan sebuah badan pasti telah membuat suatu laporan keuangan yang termasuk didalamnya laporan laba rugi yang memuat penghasilan, biaya, dan laba rugi. Seluruh penghasilan dan biaya yang terjadi dalam perusahaan perlu dilaporkan semua sehingga dalam menghitung pajak penghasilannya perlu dilakukan sebuah koreksi atau pos-pos yang tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan PPh Badan. Koreksi yang dilakukan tersebut biasanya disebut koreksi fiskal. Penghitungan PPh diakhir tahun bagi Wajib Pajak Badan didasarkan atas laporan keuangan Fiskal (Laba Rugi Fiskal). Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan dengan peraturan perpajakan (melalui rekonsiliasi). Rekonsiliasi (penyesuaian) tersebut akan berakibat adanya koreksi fiscal. Latar Belakang Koreksi Fiskal : -Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
1. Koreksi Fiskal
Dalam periode berjalan sebuah badan pasti telah membuat suatu laporan keuangan
yang termasuk didalamnya laporan laba rugi yang memuat penghasilan, biaya, dan laba rugi.
Seluruh penghasilan dan biaya yang terjadi dalam perusahaan perlu dilaporkan semua
sehingga dalam menghitung pajak penghasilannya perlu dilakukan sebuah koreksi atau pos-
pos yang tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan PPh Badan. Koreksi yang dilakukan
tersebut biasanya disebut koreksi fiskal. Penghitungan PPh diakhir tahun bagi Wajib Pajak
Badan didasarkan atas laporan keuangan Fiskal (Laba Rugi Fiskal). Laba rugi fiskal disusun
berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan dengan peraturan perpajakan
(melalui rekonsiliasi). Rekonsiliasi (penyesuaian) tersebut akan berakibat adanya koreksi
fiscal.
Latar Belakang Koreksi Fiskal :
-Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi
komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan
yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi
fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
-Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat
pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu
harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal.
- Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya
(pengurang penghasilan bruto).
Jenis-Jenis Koreksi Fiskal
1. Beda Tetap (Permanent Difference)
Beda tetap adalah perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan
keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat
perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban.
1
Menurut akuntansi merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh
bukan penghasilan.
Menurut akuntansi merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh
telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak
tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan
lainnya dalam menghitung PPh yang terutang.
Bagi perusahaan semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah
laba kena pajak, sedangkan bagi Ditjend Pajak, tidak semua pemasukan adalah
faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan
merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah
dikenakan pajak bersifat final
- Menurut akuntansi merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh
tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ),
Bagi perusahaan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba
kena pajak. Sedangkan, bagi Ditjend Pajak tidak semua pengeluaran adalah faktor
pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang
sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan.
2. Beda Waktu (Time Difference)
Beda waktu adalah perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan
keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat
perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban.
Atau bisa disebut juga perbedaan yang diakibatkan karena bedanya waktu
pengakuan baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban
tangguhan), juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak
menggunakan metode penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method)
sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang
oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan.
Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas
perbedaan tersebut.
2
Penyesuaian Koreksi Fiskal
Perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam jenis-jenis Koreksi Fiskal tersebut,
memerlukan penyesuaian-penyesuaian agar Jumlah PPh Terutang antara yang
dihitung oleh perusahaan dengan Ditjend Pajak bisa sama.
Ada 2 jenis penyesuaian untuk Koreksi Fiskal , yaitu :
a) Penyesuaian Fiskal Positif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan
meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh
Badan terhutangnya juga akan meningkat, diantaranya :
i. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
ii. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP
iii. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya
yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
iv. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
v. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
b) Penyesuaian Fiskal Negatif adalah penyesuaian yang akan
mengakibatkan menurunnya laba kena pajak sehingga membuat PPh
Badannya pun menurun, diantaranya :
i. Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih
rendah, selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
ii. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak
iii. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh
Final
Menyusun Laporan Keuangan Fiskal
Penyusunan laporan keuangan fiskal sebagai solusi antara ketentuan akuntansi
dan ketentuan pajak tadiri atas tiga pendekatan:
1) Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktik akuntansi. Dalam
pendekatan pertama, laporan keuangan, walanpun disusun berdasarkan
prinsip akuntansi, sangat diwarnai oleh ketentuan perpajakan. Wajib 3
Pajak harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan
perpajakan tanpa kelonggaran terhadap ketidaksamaan prinsip
akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pada pendekatan ini terlihat
adanya dua perangkat pembukuan, yaitu untuk kepentingan komersial
clan untuk kepentingan fiskal. Dengan mclihat sisi-sisi
kepentingannya, pembukuan Banda (arti terbatas) bukanlah bentuk
kecurangan, karena keduanya telah disusun berdasarkan standar atau
norma yang berlaku pada masing-masing akuntansi.
2) Pada pendekatan kedua ini, Wajib Pajak bebas menyelenggarakan
pembukuannya dengan dasar prinsip dan metodc akuntansinya.
Laporan kcuangan fiskal disusun terpisah di luar proses pembukuan,
sering disebut sebagai extra comptable. Laporan keuangan fiskal ini
disusun melalui proses rekonsiliasi antara akuntansi komersial dengan
akuntansi fiskal, schingga laporan yang dihasilkan dari extra comptable
terscbut fungsinya hanya sebagai tambahan laporan keuangan
komersial. Pen dekatan kedua ini lebih banyak digunakan sebagai
pilihan, yaitu dengan menyusun laporan keuangan fiskal mclalui
rekonsiliasi. Umumnya praktik pembukuan di Indonesia menyusun
laporan keuangan fiskal yang disertai dengan rekonsiliasi. Namun ada
juga Wajib Pajak yang hanya menyelenggarakan pembukuan
berdasarkan standar akuntansi komersial tanpa menyusun laporan
kcuangan berbasis kctentuan perpajakan. Ada juga yang berbeda sama
sekali karena bergantung pada berbagai kondisi, terutama perusahaan