Top Banner
UNIVERSITAS INDONESIA MAKALAH SEMINAR PAJAK Hari/Tanggal : Rabu, 3 Desember 2014 Dosen : Drs. Edi Sumantri Materi : Pajak Daerah Kelompok 5 Esti Hajarwati 1106001675 Rr. Mayang Ayu PS 1106060135 Saras Asih 1106060116 Nico Dimas Purba 1106060122 Sandhi Indraswara 1106021885 1
30

Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Dec 12, 2015

Download

Documents

Pajak Air Tanah, etc.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH SEMINAR PAJAK

Hari/Tanggal : Rabu, 3 Desember 2014Dosen : Drs. Edi SumantriMateri : Pajak Daerah

Kelompok 5

Esti Hajarwati 1106001675Rr. Mayang Ayu PS 1106060135Saras Asih 1106060116Nico Dimas Purba 1106060122Sandhi Indraswara 1106021885

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKPROGRAM SARJANA ILMU ADMINISTRASI FISKAL

DEPOKDESEMBER, 2014

1

Page 2: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

BAB 1

GAMBARAN KASUS

Terdapat beberapa jenis Pajak Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai

berikut:

1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

2. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)

3. Pajak Air Tanah (PAT)

4. Pajak Reklame

Sebagaimana diketahui, fungsi pemungutan pajak adalah fungsi budgetair dan

regulerend. Keempat jenis pajak daerah tersebut masing-masing memiliki

perannya sendiri dalam memenuhi fungsi budgetair, yakni sebagai sumber

pendapatan daerah dan fungsi regulerend, yakni sebagai alat yang dipergunakan

pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.

2

Page 3: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

BAB 2

PERMASALAHAN KASUS

Sebagaimana diketahui, fungsi pemungutan pajak adalah fungsi budgetair dan

fungsi regulerend. Saudara diminta menjelaskan:

1. Kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk

menyeimbangkan kedua fungsi tersebut.

2. Kebijakan apa lagi yang perlu dilakukan agar tujuan kedua fungsi tersebut

dapat tercapai secara maksimal.

3

Page 4: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

BAB 3

PERATURAN-PERATURAN TERKAIT

Dalam menjawab permasalahan-permasalahan terkait dengan kasus yang

telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa peraturan yang dipergunakan

sebagai dasar hukum dalam menganalisis. Peraturan-peraturan tersebut adalah

sebagai berikut:

1. UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

a. Pasal 3 sampai dengan Pasal 8 tentang Pajak Kendaraan Bermotor

b. Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 tentang Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor

c. Pasal 67 sampai dengan Pasal 71tentang Pajak Air Tanah

d. Pasal 47 sampai dengan Pasal 51tentang Pajak Reklame

2. Beberapa Perda yang berlaku di daerah tertentu.

4

Page 5: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

BAB 4

PEMBAHASAN KASUS

1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Pajak Kendaraan Bermotor adalah salah satu jenis Pajak Provinsi.

Objek PKB adalah kepemilikan dan/ atau penguasaan kendaraan bermotor.

Terdapat kendaraan bermotor yang dikecualikan dari objek PKB, yaitu

kereta api, kendaraan pertahanan dan kemanan, dan kendaraan kedutaan

dan lain-lain dengan asas resiprositas dan lembaga-lembaga internasional

yang memperoleh pembebasan pajak. Subjek PKB adalah orang pribadi

atau badan yang memiliki dan/ atau menguasai kendaraan bermotor. Dasar

pengenaan PKB di Indonesia adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor; dan

bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/ atau

pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. DPP

ditetapkan secara terpusat oleh Menteri Dalam Negeri dan ditinjau kembali

setiap tahun.

PKB pada dasarnya merupakan pajak yang dipungut dengan

mempertimbangkan dampak penggunaan kendaraan bermotor, baik dalam

hal kerusakan jalan maupun pencemaran lingkungan yang ditiumbulkan.

Dengan demikian, sangat tepat apabila sebagian penerimaan PKB

dialokasikan (earmarked tax) untuk kedua hal tersebut. Dalam UU PDRD

Tahun 2009, terdapat pengaturan terhadap pengalokasian penerimaan

PKB, yaitu: Hasil penerimaan PKB paling sedikit 10%, termasuk yang

dibagihasilkan kepada Kabupaten/ Kota, dialokasikan untuk pembangunan

dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana

transportasi umum.

5

Page 6: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Dalam memenuhi dan menyeimbangkan fungsi budgetair dan

regulerend, terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah

daerah, yakni:

a. Mengatur tariff progresif untuk kepemilikan mobil kedua, ketiga, dan

seterusnya. Kepemilikan atau penguasaan dilihat dari “nama dan

alamat”, jika sama maka dapat dikenakan tariff pajak progresif atas

kepemilikan lebih dari satu kendaraan, Ini adalah upaya pemerintah

untuk mengurangi upaya Wajib Pajak yang kerap mengakali

pengenaan tariff progresif ini dengan cara mengatasnamakan

kendaraan bermotor miliknya pada orang lain. Namun, pada

kenyataannya kebijakan ini masih belum berhasil dalam

menyeimbangkan fungsi budgetair dan regulerend karena masih dapat

dihindari oleh Wajib Pajak dengan berbagai cara.

b. Menaikkan tarif progresif PKB.

Upaya pemaksimalan fungsi bugetair dan regulerend dalam

pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor masih dapat dilakukan di

antaranya dengan mengupayakan dilakukannya kebijakan sebagai berikut:

a. Pemberlakuan tariff pajak progresif berdasarkan nilai jual kendaraan

bermotor. Misalnya, persentase tariff PKB bagi kendaraan bermotor

dengan nilai jual Rp100 juta – Rp200 juta akan berbeda dengan

kendaraan bermotor yang memiliki nilai jual Rp200 juta – Rp300 juta.

Kebijakan ini akan mendorong maksimalisasi fungsi budgetair PKB

karena besaran tariff pajak akan terus meningkat sesuai dengan nilai

jual kendaraan bermotor. Kebijakan ini juga akan menciptakan

keadilan bagi Wajib Pajak karena mereka akan dikenakan pajak sesuai

dengan nilai jual kendaraan mereka, apakah tinggi ataukah rendah.

Akan tetapi, kebijakan ini masih urung dilakukan karena meskipun

dengan kebijakan ini fungsi budgetair dari PKB akan terdongkrak, di

sisi lain fungsi regulerend dari PKB tidak akan berjalan dengan baik.

6

Page 7: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Penyebabnya adalah munculnya potensi kecenderungan Wajib Pajak

untuk membeli kendaraan motor dengan nilai jual yang lebih rendah,

tapi dengan jumlah yang lebih banyak, sehingga tujuan penerapan

PKB sebagai alat pengatur dan pembatasan penggunaan kendaraan

bermotor tidak dapat terpenuhi dengan maksimal.

b. Pengenaan tariff pajak progresif berdasarkan cc kendaraan bermotor,

semakin besar cc nya maka semakin tinggi persentase PKB yang harus

dibayarkan.

c. Pembatasan usia kendaraan bermotor. Kebijakan ini dapat dilakukan

untuk mendukung pencapaian fungsi regulerend PKB yaitu

pembatasan pemakaian kendaraan bermotor. Dengan membuat regulasi

mengenai pembatasan usia kendaraan bermotor, misalnya pelarangan

penggunaan kendaraan yang berusia lebih atau sama dengan 20 tahun,

secara otomatis jumlah kendaraan bermotor yang digunakan akan

menurun dan emisi yang mencemari lingkungan pun akan berkurang.

Namun kendala yang mungkin muncul apabila kebijakan ini dibuat

adalah penolakan dari masyarakat karena merasa kebijakan pemerintah

tidak pro terhadap masyarakat kecil.

2. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

PBBKB adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan

bermotor, yaitu semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan

untuk kendaraan bermotor. Pemungutan PBBKB diatur dalam UU Nomor

34 Tahun 2000 yang telah direvisi menjadi UU Nomor 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Berdasarkan UU

Nomor 34 Tahun 2000, besarnya PBBKB yang dikenakan pada setiap liter

bahan bakar yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah sebesar 5 persen

dari nilai jual sebelum pajaknya. Ini berarti dari setiap liter BBM yang

dibeli oleh masyarakat, pemerintah daerah mendapatkan 5 persen

penerimaan PBBKB.

7

Page 8: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Sementara itu, besaran tarif PBBKB berdasarkan UU Nomor 28

Tahun 2009 paling tinggi sebesar 10 persen. Pengaturan lebih lanjut

dilakukan terhadap kendaraan umum dengan tarif paling sedikit 50 persen

lebih rendah dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi. Dengan demikian,

dalam UU PDRD yang baru, pengenaan PBBKB dapat dilakukan secara

diskriminatif baik antar daerah maupun antar jenis (peruntukan)

kendaraan. Peluang pemberlakuan diskriminasi tarif tersebut sebenarnya

bertujuan untuk meningkatkan daya saing daerah, karena harga jual per

liter BBM dapat berbeda antar daerah. Selain itu, diskriminasi harga

tersebut juga secara tidak langsung juga ditujukan agar masyarakan dapat

mengurangi konsumsi BBM sedemikian rupa sehingga besaran subsidi

dalam APBN dapat dikurangi. Namun, pada 4 Juli lalu, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 36/2011

tentang Perubahan atas Tarif PBBKB. Beleid tersebut menyebutkan dalam

rangka stabilisasi harga bahan bakar kendaraan bermotor, tarif PBBKB

yang sudah ditetapkan oleh daerah dalam perdanya diubah menjadi lima

persen.

Realisasi penerimaan PBBKB cenderung meningkat setiap

tahunnya. Dalam kurun waktu tahun 2002-2006 realisasi penerimaan

PBBKB daerah meningkat rata-rata 23-28 persen setiap tahunnya. Pada

tahun 2002, total PBBKB yang diterima oleh daerah adalah sebesar Rp1,5

triliun dan kemudian meningkat menjadi Rp1,9 triliun pada tahun 2003,

atau mengalami peningkatan sebesar 26 persen. Penerimaan PBBKB

mengalami peningkatan berturut-turut pada tahun 2004 dan 2005 masing-

masing sebesar 23 persen dan 28 persen. Bahkan pada tahun 2006,

realisasi penerimaan PBBKB mengalami peningkatan sebesar 80 persen

dari tahun sebelumnya yang terjadi karena adanya kenaikan harga BBM di

dalam negeri karena pengaruh kenaikan harga minyak dunia. Adapun

penerima PBBKB tertinggi di Indonesia masih didominasi oleh provinsi-

provinsi di pulau Jawa, yaitu Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa

Timur, Jawa Tengah dan Banten.

8

Page 9: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Daerah-daerah di luar pulau Jawa yang memiliki realisasi

penerimaan PBBKB yang cukup tinggi adalah daerah-daerah yang stabil

secara keamanan, memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup

tinggi, serta merupakan daerah penghasil migas yaitu Provinsi Sumatera

Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Bali

dengan proporsi penerimaan PBBKB secara nasional berkisar antara 2-5%

setiap tahunnya.

Adanya penetapan tarif maksimal yang memungkinkan daerah

provinsi dapat menerapkan tarif PBBKB berbeda dengan daerah lainnya

akan berdampak terhadap penerimaan APBD masing-masing daerah.

Namun demikian, penerapan aturan ini masih menghadapi berbagai

kendala khususnya karena penetapan harga BBM saat ini masih ditetapkan

secara seragam oleh Pemerintah dan belum mencerminkan harga

keekonomian. Sebagian jenis BBM yang menjadi objek PBBKB, yaitu

jenis premium dan solar masih bersubsidi sehingga peningkatan tarif

PBBKB yang tidak diikuti oleh kenaikan jual per liter BBM, di satu pihak

memang dapat meningkatkan penerimaan PAD, tetapi di lain pihak justru

berdampak terhadap peningkatan subsidi BBM. Peningkatan tarif PBBKB

yang diharapkan dapat mengurangi subsidi BBM berpotensi menyebabkan

kenaikan harga BBM sehingga perlu dilakukan secara hati-hati mengingat

potensi dampak sosial yang akan ditimbulkannya cukup besar.

Kendala lain dari penerapan aturan PBBKB yang baru adalah

masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menghemat penggunaan

BBM. Adanya diskriminasi tarif antar daerah maupun antar jenis

kendaraan yang mungkin menyebabkan kenaikan harga jual BBM, tidak

menjamin turunnya konsumsi BBM. Akibatnya besaran subsidi pada

APBN tidak berkurang secara signifikan. Rendahnya dampak perubahan

tarif PBBKB terhadap konsumsi BBM tersebut ditengarai dengan masih

terbatasnya penyediaan sarana transportasi umum yang aman dan nyaman,

yang menyebabkan penggunaan kendaraan pribadi, baik yang

9

Page 10: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

menggunakan premium maupun solar terus mengalami peningkatan,

sehingga volume konsumsi BBM sulit untuk dikurangi.

Kebijakan yang telah ataupun sebaiknya dilakukan dalam upaya

menanggulangi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

PBBKB ini sehingga diharapkan dapat berjalan efektif adalah:

a. Mengurangi subsidi bahan bakar minyak secara bertahap dengan tujuan

agar masyarakat tidak kagetdan terbebani.

b. Memberikan kesempatan kepada investor asing untuk berpartisipasi dalam

pengelolaan bahan bakar minyak, dengan tujuan agar terjadi alih

tekhnologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

c. Diversifikasi bahan bakar minyak dengan cara mendorong adanya

investasi swasta dengan tujuan agar mendapatkan dukungan dana dari

perusahaan swasta tersebut.

d. Perlu disiapkan sistem, mekanisme dan sarana & prasarana yang memadai

dalam pelaksanaan penjualan BBM serta pendataan terhadap jenis

kendaraan umum dan pribadi sebelum dilaksanakannya pemberlakuan

kebijakan diskriminasi tarif agar kebijakan tersebut dapat dioptimalkan

dalam mengurangi subsidi BBM.

e. Perlu dilakukan sosialisasi sebelum diberlakukannya penetapan tarif

PBBKB yang baru, baik yang bersifat seragam maupun apabila

dilaksanakan diskriminasi tarif guna mengantisipasi terjadinya gejolak

pada masyarakat. Selain itu pemberlakuan aturan baru dalam penerapan

PBBKB perlu dilaksanakan pada situasi dan kondisi yang tepat. Sosialisasi

perlu pula dilakukan sampai pada tingkat pengecer BBM (SPBU) agar

pelaksanaan diskriminasi tarif dapat dilakukan secara optimal.

f. Untuk mengurangi konsumsi BBM yang tidak terkendali, perlu dilakukan

perbaikan infrastruktur transportasi yang memadai sekaligus penyediaan

alternatif moda transportasi massal yang aman, nyaman, dan terjangkau

oleh masyarakat.

10

Page 11: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

3. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah salah satu jenis pajak kabupaten atau kota.

Dasar pengenaan pajak ini adalah atas penggunaan air bawah tanah.

Pemungutan PAT lebih ditujukan pada pemenuhan fungsi regulerend

pajak, yaitu untuk membatasi penggunaan air tanah. Potensi Pajak Air

Tanah sebenarnya tinggi terutama di kota-kota besar yang

pembangunannya pesat, namun pada realitanya penerimaan pajak daerah

jenis ini tidak terlalu besar bahkan kontribusinya terhadap PAD cenderung

paling rendah di antara jenis pajak daerah lain. Hal ini mungkin

disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

a. Rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Sering ditemukan Wajib Pajak yang sudah melakukan penggunaan air

bawah tanah, namun ia belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Selain

itu, masih ditemukan pula Wajib Pajak yang sudah terdaftar, namun

tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan patuh (tidak

membayar maupun menunggak).

b. Kecurangan terselubung yang dilakukan oleh fiskus.

Pada praktiknya, masih ada bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan

fiskus dalam pemungutan PAT ini di daerah. Bentuk dari kecurangan

ini, misalnya, terdapat mekanisme pengenaan tariff flat atas

penggunaan air tanah di beberapa daerah. Pada mekanisme ini, fiskus

melakukan survey di lokasi untuk menentukan jumlah besaran

pemakaian air rata-rata setiap bulannya sehingga PAT yang terutang

setiap bulan pun “dipukul rata” setiap bulan (besarannya sama). Dalam

mekanisme ini terdapat potensi kecurangan fiskus dengan Wajib Pajak

yang saling tawar menawar untuk menentukan besarnya PAT yang

terutang.

c. Harga Dasar Air yang rendah.

11

Page 12: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

HDA adalah salah satu faktor penentu besarnya PAT terutang. Di

beberapa daerah, nilai HDA per meter kubiknya masih tergolong

rendah karena nilai HDA tersebut tidak dievaluasi berkala dengan

mempertimbangkan pembangunan yang terjadi di daerah tersebut. Hal

ini mengakibatkan potensi PAT belum dapat tergali dengan maksimal.

Untuk menyeimbangkan fungsi budgetair dan fungsi regulerend

dari Pajak Air Tanah, pemerintah daerah telah melakukan beberapa upaya,

baik yang sifatnya intensifikasi pajak maupun ekstensifikasi pajak. Upaya-

upaya tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Kenaikan Harga Dasar Air Tanah

Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, besar tariff Pajak Air Tanah yang dapat ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah setinggi-tingginya adalah 20%. Pemerintah daerah

tidak dapat menetapkan tarif yang lebih tinggi daripada itu. Oleh

karenanya, instrument yang dapat digunakan pemerintah daerah dalam

memaksimalkan fungsi budgetair PAT adalah pengaturan Harga Dasar

Air Tanah yang merupakan salah satu komponen penentu dalam

penghitungan PAT. Untuk menyeimbangkan fungsi budgetair dan

regulerend dari PAT, pemerintah daerah menaikkan HDA sehingga

otomatis besar PAT pun akan meningkat. PAT dibuat lebih tinggi

daripada harga air PDAM, tujuannya agar masyarakat membatasi

penggunaan air tanah dan beralih menggunakan PDAM.

b. Pemasangan water meter

Water meter ini sebenarnya adalah alat penting yang sudah seharusnya

terpasang ketika Wajib Pajak memanfaatkan air tanah, namun di

beberapa daerah masih ada saja Wajib Pajak yang belum menggunakan

water meter. Karenanya, pemerintah berupaya melakukan pemasangan

water meter secara merata di lokasi pengambilan air tanah untuk

mengetahui berapa volume air tanah yang dipergunakan oleh Wajib

12

Page 13: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Pajak dan menghitung pajak yang terutang secara akurat, sesuai

dengan penggunaan oleh Wajib Pajak.

c. Penjaringan Wajib Pajak Baru

Mendeteksi penggunaan air tanah pada sektor industri dan niaga

cenderung lebih mudah, apalagi jika skalanya besar. Berbeda halnya

dengan penggunaan air tanah pada sektor non niaga (untuk kolam

renang, misalnya) yang cenderung lebih sulit dideteksi apabila tidak

disurvei terlebih dahulu. Oleh karenanya, penjaringan Wajib Pajak

baru ditujukan tidak hanya pada sektor industri dan niaga saja, tapi

juga non niaga.

Untuk memaksimalkan fungsi budgetair dan regulerend dari PAT,

terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah.

Upaya-upaya tersebut antara lain:

a. Penetapan tarif PAT progresif sesuai dengan volume air tanah yang

digunakan.

b. Pengawasan water meter secara lebih ketat untuk mengantisipasi

kecurangan Wajib Pajak. Sering ditemui water meter milik Wajib

Pajak mengalami kerusakan namun tidak dilaporkan sehingga

penghitungan volume air yang digunakan pun tidak akurat dan

merugikan pemerintah daerah.

c. Pengaturan Harga Dasar Air Tanah dengan mempertimbangkan lokasi

pengambilan yang berada dalam jangakauan PDAM atau tidak.

Prinsipnya, Harga Dasar Air Tanah di dalam jangkauan PDAM

ditetapkan lebih tinggi daripada HDA di luar jangkauan PDAM.

Tujuannya adalah mengarahkan masyarakat untuk membatasi

penggunaan air tanah dan memilih menggunakan air PDAM dengan

harga lebih murah.

d. Sosialisasi kepada masyarakat apabila ada kebijakan baru yang telah

dibuat. Misalnya, kenaikan HDA. Kebijakan ini harus disosialisasikan

13

Page 14: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

secara jelas dan menyeluruh agar masyarakat mengetahui dan

memahaminya secara utuh.

e. Evaluasi Nilai Perolehan Air Tanah secara berkala.

f. Penegasan penggunaan angka pada water meter sebagai indikator

penentu jumlah pajak air tanah yang terutang. Sebaiknya pemerintah

daerah meniadakan mekanisme penetapan tarif flat berdasarkan asumsi

rata-rata penggunaan air tanah perbulan karena kebijakan ini membuka

peluang terjadinya ketidakakuratan penghitungan pajak yang terutang

dan juga kongkalikong di antara fiskus dan Wajib Pajak.

4. Pajak Reklame

Berdasarkan Perda Prov. DKI Jakarta No. 12 Tahun 2011 Tentang

Pajak Reklame, yang merupakan objek pajak adalah Reklame

papan/billboard/megatron, Rekl. kain, Rekl. melekat, Rekl. selembaran,

Rekl. Berjalan, Rekl. Apung, Rekl. Udara, Rekl. Suara, Rekl. Film/slide

dan Rekl. Peragaan. Adapun beberapa objek pajak yang dikecualikan,

antara lain:

1. Diselenggarakan melalui internet, media elektronik dan media cetak

2. Diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah

3. Diselenggarakan yang memuat nama tempat ibadah dan panti asuhan

4. Diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama

pengenal usaha atau profesi tersebut yang luasnya, tidak melebihi 1 m2

(satu meter persegi), ketinggian maksimum 15 (lima belas) meter

dengan jumlah reklame terpasang tidak lebih dari 1 (satu) buah

5. Diselenggarakan untuk tanah tidak melebihi 1 m2 yang letaknya

ditanah tersebut

6. Diselenggarakan oleh Perwakilan Luar Negeri

7. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan,

yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.

14

Page 15: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Subjek pajak reklame adalah o0rang pribadi atau badan yang

menggunakan reklame. Sedangkan wajib pajak reklame yaitu :

1. orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.

2. Diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau

badan.

3. Diselenggarakan melalui pihak ketiga.

Besarnya tarif pajak reklame yang ditetapkan maksimal sebesar

25% (dua puluh lima persen) pada setiap daerah. Dasar Pengenaan Pajak

(DPP) dihitung berdasarkan nilai sewa reklame, meliputi ; lebar, jenis,

jangka waktu dan ukuran. Masa pajak reklame yaitu jangka waktu 1 (satu)

bulan takwim. Pajak reklame terutang pada saat penyelenggaraan reklame

atau diterbitkannya SKPD. Sistem pemungutan dari pada pajak reklame ini

adalah Official Assessment , yaitupPengenaan pajak yang dibayar oleh

Wajib Pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Gubernur atau pejabat

yang ditunjuk melalui SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Kebijakan yang sudah dilakukan

1. Reklame Produk dan Non-Produk

Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.

27 Tahun 2014 tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame Sebagai Dasar

Pengenaan Pajak Reklame pada dasarnya mengatur mengenai Nilai Sewa

Reklame yang nantinya akan menjadi dasar perhitungan pajak reklame.

Nilai Sewa Reklame adalah dasar pengenaan pajak yang digunakan

sebagai salah satu faktor dalam penghitungan pajak reklame terutang

(Pasal 1 angka 27 Pergub 27/2014). Sedangkan Pajak Reklame adalah

pajak atas penyelenggaraan reklame (Pasal 1 angka 8 Pergub 27/2014).

Menurut Pasal 2 Pergub 27/2014, dasar pengenaan Pajak Reklame

meliputi NSR. NSR tersebut diatur sebagai berikut:

a. Dalam hal penyelenggaraan reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga,

NSR ditetapkan berdasarkan Nilai Kontrak Reklame;

15

Page 16: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

b. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, NSR dihitung dengan

memperhatikan faktor-faktor:

1. jenis reklame;

2. bahan yang digunakan;

3. lokasi penempatan;

4. waktu;

5. jangka waktu penyelenggaraan reklame;

6. jumlah reklame; dan

7. ukuran luas reklame;

Nilai Kontrak Reklame itu sendiri adalah nilai yang tercantum

dalamkontrak pembuatan reklame antara pihak ketiga dengan pemesan

reklame (Pasal 1 angka 28 Pergub 27/2014).

Akan tetapi, tentu akan ada kemungkinan Nilai Kontrak Reklame

tidak wajar jika dibandingkan dengan Nilai Kontrak Reklame yang ada

pada lokasi kelas jalan yang sama dan ukuran luas reklame yang sama

dalam penyelenggaraan reklame, yang mana dalam peraturan ini disebut

dengan NSR dianggap tidak wajar (Pasal 1 angka 29 Pergub 27/2014.

Untuk mengantisipasi “NSR dianggap tidak wajar” tersebut, yang

mana tentu dapat merugikan pendapatan negara dari pajak, maka

menurut Pasal 2 ayat (3) Pergub 27/2014, dalam hal NSR yang ditetapkan

berdasarkan Nilai Kontrak Reklame, tidak diketahui dan/atau dianggap

tidak wajar, maka NSR ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor

sebagaimana jika reklame diselenggarakan sendiri.

Mengenai NSR dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, NSR

tersebut terdiri dari NSR untuk penyelenggaraan reklame non produk dan

produk (Pasal 6 ayat (2) Pergub 27/2014).

Yang dimaksud Reklame Non Produk adalah reklame yang

memuat semata-mata nama badan/perusahaan/usaha atau nama profesi,

termasuk logo/simbol atau identitas badan/perusahaan/usaha yang dapat

dilihat, dibaca oleh umum (Pasal 1 angka 10 Pergub 27/2014). Sedangkan

16

Page 17: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Reklame Produk adalah reklame yang memuat produk suatu barang atau

jasa sebagai sarana promosi (Pasal 1 angka 11 Pergub 27/2014). 

Mengenai tarif reklame yang diselenggarakan sendiri, bergantung

pada jenis reklame yang digunakan, lokasi penempatan (lokasi peletakan

reklame menurut kelas jalan), ukuran luas bidang reklame, jangka waktu

penyelenggaraan, ketinggian reklame. Mengenai tarif dapat dilihat

dalamPasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Pergub 27/2014.

Berikut merupakan tarif pajak reklame yang diselenggarakan

sendiri, dalam bentuk reklame papan/billboard dan kain, yaitu sebagai

berikut:

1. NILAI SEWA REKLAME NON PRODUK

No

.

Lokasi

Penempatan

Ukuran Luas

Bidang Reklame

Jangka Waktu

Penyelenggaraa

n

Ketinggian

Reklame

NSR

(Rp)

1 Protokol A 1 M2 1 Hari s.d 15 M 25.000

2 Protokol B 1 M2 1 Hari s.d 15 M 20.000

3 Protokol C 1 M2 1 Hari s.d 15 M 15.000

4 Ekonomi Kelas I 1 M2 1 Hari s.d 15 M 10.000

5 Ekonomi Kelas II 1 M2 1 Hari s.d 15 M 5.000

6Ekonomi Kelas

III1 M2 1 Hari s.d 15 M 3.000

7 Lingkungan 1 M2 1 Hari s.d 15 M 2.000

 

2. NILAI SEWA REKLAME PRODUK

No

.

Lokasi

Penempatan

Ukuran Luas

Bidang Reklame

Jangka Waktu

Penyelenggaraan

Ketinggian

ReklameNSR (Rp)

1 Protokol A 1 M2 1 Hari s.d 15 M 125.000

2 Protokol B 1 M2 1 Hari s.d 15 M 100.000

3 Protokol C 1 M2 1 Hari s.d 15 M 75.000

17

Page 18: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

4 Ekonomi Kelas I 1 M2 1 Hari s.d 15 M 50.000

5 Ekonomi Kelas II 1 M2 1 Hari s.d 15 M 25.000

6 Ekonomi Kelas III 1 M2 1 Hari s.d 15 M 15.000

7 Lingkungan 1 M2 1 Hari s.d 15 M 10.000

Kenaikan Tarif Pajak Reklame Light Emmiting Diode (LED)

Nilai pajak reklame yang baru diatur Pemprov DKI Jakarta antara lain tarif

pajak untuk papan reklame layar Light Emmiting Diode (LED) berdasarkan

Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 27/2014 tentang penetapan nilai sewa

reklame sebagai dasar pengenaan pajak reklame yaitu pengenaan pajak dibagi

menjadi tujuh klasifikasi yang senilai Rp2.000 hingga Rp25.000 per meter per

segi per hari. Pengenanan pajak tersebut naik lima kali lipat menjadi Rp10.000

hingga Rp125.000 per meter per segi per harinya. Daftar pengenaan pajak tersebut

dikenakan sejak April 2014.

Dasar pengenaan pajak reklame diubah dalam Pergub tersebut, khususnya

untuk reklame LED. Sebelumnya, perhitungan pajak reklame LED berdasarkan

luasan layar, namun saat ini dihitung per durasi. Saat ini pajak reklame LED

dihitung berdasarkan durasinya. Perhitungan pajak reklame LED per hari selama

18 jam, dan tarifnya dihitung per 30 detik.

Di samping kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan tersebut,

terdapat beberapa kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk

memaksimalkan fungsi bugetair dan regulerend dari pajak reklame.

Kebijakan tersebut antara lain:

a. Lelang titik reklame

18

Page 19: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

Kebijakan ini dilakukan dengan memanfaatkan titik-titik strategis di

dalam suatu daerah. Titik-titik yang dilelang adalah lokasi di tengah

keramaian sehingga reklame yang dipasang di lokasi tersebut akan

berpotensi menarik perhatian massa dengan jumlah yang lebih besar.

Dengan melakukan pelelangan titik reklame, kedua fungsi pajak

terutama fungsi budgetair dapat dimaksimalkan.

b. Pemberian titik reklame di asset daerah

Pemberian titik reklame ini adalah sebagai kompensasi atas

pembangunan asset daerah yang telah dilakukan oleh pihak pemasang

reklame. Sistemnya, pemerintah daerah dan pihak pemasang reklame

mengadakan sebuah perjanjian dimana pihak pemasang reklame

membantu pembangunan asset daerah dan sebagai kompensasinya,

nantinya, pihak pemasang diizinkan memasang reklame pada asset

tersebut. Kompensasi ini hanya terbatas pada izin penggunaan asset

daerah sebagai lokasi pemasangan reklame, bukan pembebasan pajak

reklame. Kebijakan ini sangat menguntungkan baik dari sisi

pemerintah maupun dari sisi pihak pemasang reklame. Pihak

pemasang mendapat keuntungan karena memperoleh titik reklame

yang strategis, sedangkan pemerintah daerah mendapat bantuan dalam

membangun asset daerah sekaligus tetap memperoleh pendapatan dari

pajak reklame yang dibayarkan oleh Wajib Pajak.

19

Page 20: Makalah Seminar Pajak (Pajak Daerah).doc

DAFTAR REFERENSI

PUBLIKASI ELEKTRONIK

Riyanto, Inggar Ajeng Pradina, et al. Implementasi Proses Pemungutan Pajak Air

Tanah di Kota Malang (Studi pada Dinas Pendapatan Kota Malang).

Diakses pada 2 Desember 2014 pukul 21.19 WIB

Siswanto, Bambang. Evaluasi Kenaikan Pajak Air Tanah di Provinsi DKI

Jakarta. Diakses pada 2 Desember 2014 pukul 05.48 WIB

Widowati, Dyah Ayu, dan Irine Handika Ikasari, Peranan Pajak Pemanfaatan

dan Pengambilan Air Bawah Tanah terhadap Konservasi Air Tanah.

Dikases pada 2 Desember 2014 pukul 05.26 WIB

Mas’ud, Siti Nurhaerati. Optimalisasi Penerimaan Pajak Air Tanah. Diakses pada

1 Desember 2014 pukul 19.48 WIB.

INTERNET

Ketiyasa, Martin Bagya. Batas Maksimal Penetapan Tarif Bahan Bakar Turun

5%. Diakses dari http://economy.okezone.com/read/2011/08

/04/20/488277/batas-maksimal-penetapan-tarif-bahan-bakar-turun-5

pada tanggal 2 Desember 2014

http://www.kemenkeu.go.id/en/node/42659, diakses pada 2 Desember 2014

PERATURAN

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah

20